JUDUL KASUS
KEBUTUHAN CAIRAN DAN ELEKTROLIT
OLEH :
ELAK OKTA RENSYAH
5. Komplikasi
Secara umum komplikasi fraktur terdiri atas komplikasi awal dan komplikasi akhir.
1. Komplikasi Awal
a. Syok
Syok terjadi karna kehilangan banyak darah dan meningkatkan
peremeabilitas kapiler yang bisa menyebabkan menurunnya oksigenisasi. Hal
ini biasanya terjadi pada fraktur. Pada beberapa kondisi tertentu, syok
neurogenik sering terjadi pada fraktur femur karena rasa sakit yang hebat pada
pasien (Brunner & Suddarth, 2013).
b. Kerusakan arteri
Pecahnya arteri karena trauma bisa ditandai oleh : tidak adanya nadi :
CRT (capillary refill time ) menurun ; sianosis bagian distal ; hematoma yang
lebar ; serta dingin pada ekstremitas yang disebabkan oleh tindakan emergensi
pembidaian, serta perubahan posisi pada yang sakit, tindakan reduksi dan
pembedahan (Brunner & Suddarth, 2013).
c. Sindrom kompartemen
Sindrom kompartemen adalah suatu kondisi dimana terjadi terjebaknya
otot, tulang, saraf dan pembuluh darah dalam jaringan parut akibat suatu
pembengkakan dari edema atau perdarahan yang menekan otot, saraf dan
pembuluh darah. Kondisi sindrom kompartemen akibat komplikasi fraktur
hanya terjadi pada fraktur yang dekat dengan persendian dan jarang terjadi pada
bagian tengah tulang. Tanda khas untuk sindrom kompartemen adalah 5P,
yaitu : pain (nyeri lokal), paralysis (kelumpuhan tungkai), pallor (pucat bagian
distal), parastesia (tidak ada sensasi) dan pulsesessness (tidak ada denyut nadi,
perubahan nadi, perfusi yang tidak baik, dan CRT > 3 detik pada bagian distal
kaki. (Brunner & Suddarth, 2013).
d. Infeksi
Sistem pertahanan tubuh rusak apabila ada trauma pada jaringan. Pada
trauma ortopedik infeksi dimulai pada kulit (superfisial) dan masuk kedalam.
Hal ini biasanya terjadi pada fraktur terbuka, tapi bisa juga karena penggunaan
bahan lain dalam pembedahan seperti pin (ORIF dan OREF) atau plat (Brunner
& Suddarth, 2013).
e. Avaskular nekrosis
Avaskular nekrosis (AVN) terjadi aliran darah ke tulang rusak atau
terganggu yang bisa menyebabkan nekrosis tulang dan diawali dengan adanya
Volkman’s Ischemia (Brunner & Suddarth, 2013).
f. Sindrom emboli lemak
Sindrom emboli lemak (fat embolism syndrom - FES) adalah komplikasi
serius yang sering terjadi pada kasus fraktur tulang panjang. FES terjadi karena
sel-sel lemak yang dihasilkan sumsum tulang kuning masuk ke aliran darah dan
menyebabkan tingkat oksigen dalam darah rendah yang ditandai dengan
gangguan pernapasan, takikardia, hipertensi, takipnea dan demam (Brunner &
Suddarth, 2013).
5. Penatalaksanaan
Prinsip penanganan fraktur meliputi reduksi, imobilisasi, dan pengembalian fungsi
serta kekuatan normal dengan rehabilitasi.
a. Reduksi fraktur
Reduksi fraktur berarti mengembalikan fragmen tulang pada kesejajaran dan
rotasi anatomis. Reduksi bisa dilakukan secara tertutup, terbuka dan traksi
tergantung pada sifat fraktur namun prinsip yang mendasarinya tetap sama.
1) Reduksi tertutup
Reduksi tertutup dilakukan dengan mengembalikan fragmen tulang
kembali keposisinya dengan manipulasi dan traksi manual
2) Reduksi terbuka
Reduksi terbuka dilakukan pada fraktur yang memerlukan pendekatan
bedah dengan menggunakan alat fiksasi interna dalam bentuk pin, kawat, plat
sekrew digunakan untuk mempertahankan fragmen tulang dalam posisinya
sampai penyembuhan solid terjadi.
3) Traksi
Traksi digunakan untuk reduksi dan imobilisasi. Menurut Brunner
&Suddarth (2005), traksi adalah pemasangan gaya tarikan ke bagian tubuh
untuk meminimalisasi spasme otot, mereduksi, mensejajarkan, serta mengurangi
deformitas. Jenis – jenis traksi meliputi:
a. Traksi kulit : Buck traction, Russel traction, Dunlop traction
b. Traksi skelet: traksi skelet dipasang langsung pada tulang dengan
menggunakan pin metal atau kawat. Beban yang digunakan pada traksi
skeletal 7 kilogram sampai 12 kilogram untuk mencapai efek traksi.
b. Mobilisasi fraktur
Setelah fraktur direduksi, fragmen tulang harus diimobilisasi, atau
dipertahankan dalam posisi dan kesejajaran yang benar sampai terjadi penyatuan.
Imobilisasi dapat dilakukan dengan fiksasi interna atau eksterna.Fiksasi eksterna
dapat menggunakan pembalutan, gips, bidai, traksi kontinu pin dan teknik gips.
Fiksator interna dengan implant logam.
c. Mempertahankan dan mengembalikan fungsi (Rehabilitas)
Latihan otot dilakukan untuk meminimalkan atrofi dan meningkatkan peredaran
darah. Partisipasi dalam aktifitas sehari-hari diusahakan untukmemperbaiki
kemandirian fungsi dan harga diri.
6. Patofisiologi
Patofisiologi fraktur menurut Black dan Hawks (2014) antara lain :
Keparahan dari fraktur bergantung pada gaya yang menyebabkan fraktur. Jika
ambang fraktur suatu tulang hanya sedikit terlewati, maka tulang mungkin hanya
retak saja bukan patah. Jika gayanya sangat ekstrem, seperti tabrakan mobil, maka
tulang dapat pecah berkepingkeping. Saat terjadi fraktur, otot yang melekat pada
ujung tulang dapat terganggu. Otot dapat mengalami spasme dan menarik fragmen
fraktur keluar posisi. Kelompok otot yang besar dapat menciptakan spasme yang kuat
bahkan mampu menggeser tulang besar, seperti femur. Walaupun bagian proksimal
dari tulang patah tetap pada tempatnya, namun bagian distal dapat bergeser karena
faktor penyebab patah maupun spasme pada otot-otot sekitar. Fragmen fraktur dapat
bergeser ke samping, pada suatu sudut (membentuk sudut), atau menimpa segmen
tulang lain. Fragmen juga dapat berotasi atau berpindah.
Selain itu, periosteum dan pembuluh darah di korteks serta sumsum dari
tulang yang patah juga terganggu sehingga dapat menyebabkan sering terjadi cedera
jaringan lunak. Perdarahan terjadi karena cedera jaringan lunak atau cedera pada
tulang itu sendiri. Pada saluran sumsum (medula), hematoma terjadi diantara
fragmen-fragmen tulang dan dibawah periosteum. Jaringan tulang disekitar lokasi
fraktur akan mati dan menciptakan respon peradangan yang hebat sehingga akan
terjadi vasodilatasi, edema, nyeri, kehilangan fungsi, eksudasi plasma dan leukosit.
Respon patofisiologis juga merupakan tahap penyembuhan tulang.
7. Pathway
8. Fisiologi Sistem
Anatomi Tulang yaitu sebagai berikut ini :
1. Tulang panjang (Femur, Humerus) terdiri dari batang tebal panjang yang disebut
diafisis dan dua ujung yang disebut epifisis. Di sebelah proksimal dari epifisis
terdapat metafisis. Di antara epifisis dan metafisis terdapat daerah tulang rawan yang
tumbuh, yang disebut lempeng epifisis atau lempeng pertumbuhan. Tulang panjang
tumbuh karena akumulasi tulang rawan di lempeng epifisis. Tulang rawan digantikan
oleh sel-sel tulang yang dihasilkan oleh osteoblas, dan tulang memanjang. Batang
dibentuk oleh jaringan tulang yang padat. Epifisis dibentuk dari spongi bone
(cancellus atau trabecular). Pada akhir tahun remaja tulang rawan habis, lempeng
epifisis berfusi, dan tulang berhenti tumbuh. Hormon pertumbuhan, esterogen, dan
testosteron merangsang pertumbuhan tulang panjang. Esterogen, bersama dengan
testosteron, merangsang fusi lempeng epifisis. Batang suatu tulang panjang memiliki
rongga yang disebut kanalis medularis. Kanalis medularis berisi sumsum tulang.
2. Tulang pendek (carpals) bentuknya tidak teratur dan inti dari cancellus (spongy)
dengan suatu lapisan luar dari tulang yang padat.
3. Tulang pendek datar (tengkorak) terdiri atas dua lapisan tulang padat dengan lapisan
luar adalah tulang concellus.d.Tulang yang tidak beraturan (vertebrata)sama seperti
dengan tulang pendek.
4. Tulang sesamoid merupakan tulang kecil, yang terletak disekitar tulang yang
berdekata dengan persendian dan didukung oleh tendon dan jaringan fasial, misalnya
patella (kap lutut)
Fisiologi
Tulang femur atau tulang paha pada ujung proksimalnya terdapat kaput femoris yang
bulat sesuai dengan mangkok sendi (asetabulum). Kolumna femoris menghubungkan
kaput femoris dengan korpus femoris. Di tengah kaput femoris terdapat lekuk kecil yang
dinamakan fovea kapitalis tempat melekat ligamentum teres femoralis yang
menghubungkan kaput femoris dengan fosa asetbulum. Bagian lateral dari kolumna
femoris terdapat trokhanter mayor dan bagian medial trokhanter minor keduanya
dihubungkan oleh krista interokhanterika. Antara trokhanter mayor dan kolumna femoris
terdapat lekuk yang agak dalam disebut fosa trokhanterika. Pada dataran belakang tengah
os femur terdapat line aspera. Ujung distal femur mempunyai dua bongkol sendi, kondilus
lateralis dan kondilus medialis. Diantara keduanya bagian belakang terdapat lekukan fosa
interkondiloid. Bagian medial dari kondilus medialis terdapat tonjolan kecil epikondilus
medialis femoralis dan sebelah lateral epikondilus lateralis. Tulang tersusun atas sel,
matriks protein dan deposit mineral. Sel-selnya terdiri atas tiga jenis dasar osteoblas,
osteosit, dan osteoklas. Osteoblas berfungsi dalam pembentukan tulang dengan mensek-
resikan matriks tulang. Matriks tersusun atas 98% kolagen dan 2% substansi dasar
(glukosaminoglikan, asam poli sakarida, dan proteoglikan). Matriks merupakan kerangka
dimana garam-garam mineral anorganik ditimbun. Osteosit adalah sel dewasa yang terlibat
dalam pemeliharaan fungsi tulang dan terletak dalam osteon (unit matriks tulang).
Osteoklas adalah sel multinuclear (berinti banyak) yang berperan dalam penghancuran,
resorpsi dan remodeling tulang.
a. Kerusakan arteri
Pecahnya arteri karena trauma bisa ditandai dengan tidak adanya nadi, CRT menurun,
sianosis bagian distal, hematoma yang lebar, dan dingin pada ekstrimitas yang
disebabkan oleh tindakan emergensi splinting, perubahan posisi pada yang sakit,
tindakan reduksi, dan pembedahan.
b. Kompartement sindrom
Kompartement sindrom merupakan komplikasi serius yang terjadi karena terjebaknya
otot, tulang , saraf, dan pembuluh darah dalam jaringan perut. ini disebabkan oleh
odema atau perdarahan yang menekan otot, saraf, dan pembuluh darah. selain itu
karena tekanan dari luar seperti gips dan pembebatan yang terlalu kuat.
c. Fat embolism syndrom
Fat embolism syndrome (FES) adalah komplikasi serius yang sering terjadi pada
kasus fraktur tulang panjang. FES terjadi karena sel-sel lemak yang dihasilkan
bonemarrowkuning masuk kealiran darah dan menyebabkan tingkat oksigen dalam
darah rendah yang ditandai dengan gangguan pernafasan, takikardi, hipertensi,
takepnea, demam.
d. Infeksi
Sistem pertahanan tubuh rusak bila ada trauma pada jaringan. Pada trauma orthopedik
infeksi dimulai pada kulit (superfisial) dan masuk kedalam. Ini biasanya terjadi pada
kasus fraktur terbuka, tapi bisa juga karena penggunaan bahan lain dalam
pembedahan seperti pin dan plat.
e. Avaskuler nekrosis
Avaskuler nekrosis (AVN) terjadi karena aliran darah ketulang rusak atau terganggu
yang bisa menyebabkan nekrosis tulang dan diawali dengan adanya
volkman’sIschemia.
f. Shock
Shock terjadi karena kehilangan banyak darah dan meningkatnya permeabilitas
kapiler yang bisa menyebabkan menurunnya oksigenasi. Ini biasanya terjadi pada
fraktur
g. Delayed Union
Delayed union merupakan kegagalan fraktur berkonsulidasi (bergabung) sesuai
dengan waktu yang dibutuhkan tulang untuk menyambung. Ini disebabkan karena
penurunan suplai darah ke tulang.
h. Non union
Non union merupakan kegagalan fraktur berkonsolidasi dan memproduksi sambungan
yang lengkap, kuat, dan stabil setelah 6-9 bulan. Nonunion ditandai dengan adanya
pergerakan yang berlebihan pada sisi fraktur yang membentuk sendi palsu atau
pseudoarthrosis. ini juga disebabkan karena aliran darah yang kurang.
i. Mal union
Mal unionmerupakan penyembuhan tulang di tandai dengan meningkatnya tingkat
kekuatan dan perubahan bentuk (deformitas). Malunion dilakukan dengan
pembedahan dan reimobilisasi yang baik.
b. Kesakitan, keadaan penyakit: akut, kronik, ringan, sedang, berat dan pada kasus
fraktur biasanya akut.
c. Tanda-tanda vital tidak normal karena ada gangguan baik fungsi maupun bentuk
a. Sistem integument
Terdapat erytema, suhu daerah sekitar trauma meningkat, bengkak, oedem, nyeri
tekan
b. Kepala
Tidak ada gangguan yaitu, normo cephalik, simetris tidak ada penonjolan, tidak
ada nyeri kepala.
c. Leher
Tidak ada gangguan yaitu simetris, yaitu tidak ada penonjolan, reflek menelan ada.
d. Muka
Wajah terlihat menahan sakit, lain-lain tidak ada perubahan fungsi maupun bentuk.
Tak ada lesi, simetris, tak ada oedema.
e. Mata
Tidak ada gangguan seperti konjung tiva tidak anemis (karena tidak terjadi
pendarahan)
f. Telinga
Tes bisik atau weber masih dalam keadaan normal. Tidak ada lesi atau nyeri tekan.
g. Hidung
Tidak ada deformitas, tidak ada pernafasan cuping hidung.
h. Mulut dan faring
Tidak ada pembesaran tonsil, gusi tidak terjadi pendarahan, mukosa mulut tidak
pucat.
i. Thoraks
Tak ada pergerakan otot intracostae, gerakan dada simetris.
j. Paru
- Inspksi
Pernafasan meningkat, reguler atau tidak-nya tergantung pada riwayat penyakit
klien yang berhubungan dengan paru.
- Palpasi
Pergerakan sama atau simetris.
- Perkusi
Suara ketok sonor, tidak ada redup atau suara tambahan lainnya.
- Auskultasi
Suara nafas normal, tak ada wheezing,atau suara tambahan lainnya seperti
stridor dan ronchi.
k. Jantung
- Inspeksi
Tidak tampak iktus kordis
- Palpasi
Nadi meningkat, iktus tidak teraba
- Auskultasi
Suara S1 dan S2 tunggal, tidak ada mur-mur.
l. Abdomen
- Inspeksi
Bentuk datar, simetris, tidak ada hernia.
- Palpasi
Tugor baik, tidak ada defands moskuer, hepar tidak teraba.
- Perkusi
Suara thympani, ada pantulan gelembung cairan.
- Auskultasi
Peristaltik usus normal ± 20 kali/menit)
m. Inguinal-genetalia anus.
Tak ada hernia, tak ada pembesaran lymphe, tak ada kesulitan BAB
n. Ekstremitas
Apakah terdapat keluhan nyeri pada pergerakan. Pencatatan lingkup gerak ini
perlu, agar dapat mengevaluasi keadaan sebelum dan sesudahnya. Gerakan sendi
dicatat dengan ukuran derajat, dan tiap arah pergerakan mulai dari titik 0 (posisi
netral) atau dalam ukuran metrik. Pemeriksaan ini menentukan apakah ada
gangguan gerak (mobilitas) atau tidak. Pergerakan yang dilihat adalah gerak aktif
dan pasif.
6. Profil koagulasi: perubahan dapat terjadi pada kehilangan darah, transfusi atau
cedera hati.
2.2 Diagnosa keperawatan
1. Hambatan mobiltas fisik b.d gangguan muskuloskeletal
a. Batasan Karateristik
1) Gangguan fase esofagus
2) Abnormalitas pada fase esofagus pada pemeriksaan menelan
3) Pernafasan bau asam
4) Bruksisme
5) Nyeri epigastrik, nyeri ulu hati
6) Menolak makan
7) Hematemesis8.Hiperekstensi kepala (misalnya membukuk pada saat
atau setelah makan)
8) Bangun malam karena mimpi buruk
9) Batuk malam hari
10) Terlihat bukti kesulitan menelan (misalnya statis makanan pada rongga
mulut, batuk/tersedak)
b. Faktor yang berhubungan
1) Akalsia
2) Efek anatomi didapat
3) Paralisis serebral
4) Gangguan saraf kranial
5) Keterlambatan perkembangan
6) Abnormalitas orofaring
7) Prematuritas
8) Trauma, cedera kepala traumatik
2. Nyeri akut b.d agens cidera fisik
a. Batasan Karateristik
1) Perubahan selera makan
2) Perubahan ekanan darah
3) Perubahan frekuensi jantung
4) Perubahan frekuensi pernafasan
5) Laporan isyarat
6) Diaforesis
7) Perilaku distraksi (misalnya berjalan mondar-mandi mencari orang lain
dan atau aktivitas lain, aktivitas yang berulang
8) Mengekspresikan perilaku
9) Masker wajah
10) Sikap melindungi area nyeri
11) Fokus menyempit
12) Indikasi nyeri yang dapat diamati
13) Perubahann posisi untuk menghindari nyeri
14) Sikap tubuhmelindungi
15) Dilatasi pupil
16) Melaporkan nyeri secara verbal
17) .Gangguan tidur
b. Faktor yang berhubungan
1) Agen cedera (misalnya biologis, kimia, fisik, psikologis)
2.3 Perencanaan
Diagnosa 1 : Hambatan mobilitas fisik b.d gangguan muskuloskeletal
2.3.1 Tujuan dan Kriteria Hasil
Setelah dilakukan tindakan keperawatan selama x 24 jam diharapkan masalah
keperaeatan bisa teratasi dengan ktiteria hasil: Lebel: status kenyamanan fisik
Indikator
1. Suhu tubuh
2. Relaksasi otot
3. Posisi yang nyaman
4. Perawatan pribadi
dan kebersihan
5. Nyeri otot
Skala :
1. Sangat terganggu
2. Banyak terganggu
3. Cukup terganggu
4. Sedikit terganggu
5. Tidak terganggu
Muhajidin., Repiska., Sanita. 2018. Pengaruh Kombinasi Kompres Dingin Dan Relaksasi
Nafas Dalam Terhadap Penurunan Intensitas Nyeri Fraktur Di Wilayah Kabupaten
Provinsi Sumatera Selatan. Jurnal Ilmiah Multi Science Kesehatan. Vol 8 (1); Hal 39-
50.
Huda, N. H., & Kusuma, K. 2015. Aplikasi Asuhan Keperawatan Berdasarkan Diagnosis
Medis dan Nanda NIC - NOC Jilid 2. Jogjakarta: Medication