Anda di halaman 1dari 34

CHAPTER 1

SUMBER DAYA ALAM

Rasyida Ucok Purwito

Dalam memenuhi kebutuhannya, makhluk hidup tentunya sangat bergantung pada


kekayaan alam di bumi. Kekayaan alam ada yang berwujud sehingga dapat diolah oleh manusia,
namun juga ada yang tidak berwujud sehingga tidak perlu diolah terlebih dahulu. Kekayaan alam
ini lah yang disebut dengan sumber daya alam. Pada hakikatnya, sumber daya alam merupakan
semua bahan yang ditemukan makhluk hidup di alam yang dapat dimanfaatkan untuk
keberlangsungan hidupnya.

Sumber daya adalah sesuatu yang memiliki nilai guna. Sumber daya alam (SDA) adalah
segala sesuatu yang berasal dari alam yang dapat digunakan untuk memenuhi kebutuhan hidup
manusia. Sumber Daya Alam (SDA) adalah keseluruhan faktor fisik, kimia, biologi dan sosial
yang membentuk lingkungan sekitar kita. Hunker dkk menyatakan bahwa sumber daya alam
adalah semua yang berasal dari bumi, biosfer, dan atmosfer, yang keberadaannya tergantung
pada aktivitas manusia. Semua bagian lingkungan alam kita (biji-bijian, pepohonan, tanah, air,
udara, matahari, sungai) adalah sumber daya alam. SDA adalah unsur-unsur yang terdiri dari
SDA nabati (tumbuhan) dan SDA hewani (satwa) dengan unsur non hayati disekitarnya yang
secara keseluruhan membentuk ekosistem. SDA memiliki peranan dalam pemenuhan kebutuhan
manusia. Secara yuridis, pengertian SDA termuat dalam Pasal 1 ayat 9 UU No. 32 tahun 2009
tentang Perlindungan dan Pengelolaan Lingkungan Hidup, ialah SDA adalah unsur lingkungan
hidup yang terdiri atas sumber daya hayati dan non hayati yang secara keseluruhan membentuk
kesatuan ekosistem. Dilansir dari situs Kemdikbud, sumber daya alam terbagi menjadi dua jenis
yakni sumber daya alam hayati dan sumber daya alam nonhayati. Sementara berdasarkan
sifatnya, sumber daya alam terbagi menjadi tiga macam yakni sumber daya alam kekal, sumber
daya alam yang dapat diperbarui, dan sumber daya alam yang tidak dapat diperbarui.

Sumber daya alam hayati

Sumber daya alam hayati adalah sumber daya alam yang berasal dari makhluk hidup.
Sumber daya alam hayati bisa berasal dari hewan maupun tumbuhan. Contoh sumber daya alam
hayati yakni ayam, sapi, sayur, padi, jagung, kapas, kayu, teh, kopi, hingga ikan. Yang termasuk
sumber daya alam hayati yakni tumbuhan, hewan, dan mikroba. Sumber daya alam hayati
dimanfaatkan oleh manusia utamanya sebagai sumber pangan. Selain itu, sumber daya hayati
juga bermanfaat untuk membuat sandang atau pakaian. Untuk membangun rumah, sumber daya
alam hayati berupa kayu dari pohon juga sangat bermanfaat. Kini, sumber daya alam hayati
bahkan dimanfaatkan sebagai bahan bakar.

Sumber daya tumbuhan bisa dibedakan berdasarkan asalnya. Ada tumbuhan hasil hutan
yang tumbuh alami, dan ada tumbuhan yang hasil pertanian dan perkebunan. Hutan menjadi
rumah bagi berbagai jenis pohon. Ada jati, pinus, damar, mahoni, dan cendana. Banyak juga
berbagai tumbuhan dan bunga yang bermanfaat bagi manusia dan makhluk hidup lainnya. Bagi
manusia, hutan tak hanya menghasilkan bahan pangan, sandang, dan papan. Hutan juga menjaga
keseimbangan alam sehingga manusia bisa hidup dengan nyaman. Hutan menyimpan air,
menjaga keseimbangan air, dan menghasilkan oksigen. Tumbuhan hasil pertanian dan
perkebunan menghasilkan pangan dengan bercocok tanam, dibuatlah pertanian dan perkebunan.
Hasil pertanian contohnya padi, palawija, rempah-rempah, sayur-sayuran, dan buah-buahan.
Sementara hasil perkebunan contohnya kapas, karet, kelapa sawit, teh, kopi, cokelat, dan tebu.

Sumber daya hewan, berdasarkan cara hidupnya hewan dikelompokkan menjadi hewan
liar dan hewan peliharaan atau hewan ternak. Hewan liar adalah hewan yang hidup di alam
bebas. Hewan liar masih menjadi sumber pangan bagi sebagian orang yang hidup di pedalaman.
Bagi manusia, hewan liar berfungsi menjaga keseimbangan alam. Sedangkan hewan peliharaan
adalah hewan yang dijinakkan oleh manusia untuk diambil manfaatnya. Dahulu kala, manusia
menjinakkan kuda dan unta agar bisa dijadikan alat transportasi. Kemudian ada hewan
peliharaan yang tinggal bersama manusia di rumah. Contohnya anjing, kucing, burung, ikan hias,
dan kelinci. Sementara hewan ternak dikembangbiakkan di peternakan sebagai sumber pangan.
Contohnya ayam, sapi, kerbau, kambing, dan ikan. Berbagai hasil olahan hewan contohnya susu
dari sapi, telur dari ayam, madu dari lebah, dan kotoran hewan sebagai pupuk. Selain itu, masih
ada sumber daya hewan lain yaitu mikroorganisme adalah makhluk hidup yang berukuran sangat
kecil, tidak terlihat oleh manusia. Manusia mampu mengembangkan mikroorganisme sebagai
sumber pangan dengan bioteknologi. Contoh pengolahan mikroorganisme dengan bioteknologi
yakni tempe, cuka, keju, dan yogurt.

Sumber daya alam nonhayati

Sumber daya alam nonhayati adalah sumber daya alam yang bukan berasal dari makhluk
hidup. Contohnya air, sinar matahari, udara, tanah, bahan tambang, minyak bumi, dan gas alam.
Sumber daya alam nonhayati (abiotik) disebut juga sumber daya alam fisik. Sumber daya alam
nonhayati secara harfiah dapat diartikan sebagai sumber daya yang tidak mempunyai kehidupan
dan tidak mengalami kematian.

Sumber daya alam nonhayati adalah sumber daya alam yang bukan berasal dari makhluk
hidup. Berikut adalah beberapa contoh sumber daya nonhayati:

-Tanah

Tanah adalah komponen penyusun permukaan bumi. Secara tak langsung tanah berperan
dalam memenuhi kebutuhan pangan manusia. Selain itu, terdapat berbagai jenis tanah yang
dihasilkan dari pelapukan batuan. Tanah pasir banyak dimanfaatkan sebagai material bangunan.
Sedangkan tanah lempung dapat diolah menjadi genteng, gerabah, dan keramik.

-Air
Air merupakan salah satu kebutuhan mendasar makhluk hidup, termasuk manusia. Dari
semua air yang ada di bumi, sebagian besar (97 persen) adalah air asin, sedangkan 3 persen
sisanya adalah air tawar. Air digunakan untuk sumber energi, pengairan, hingga dimanfaatkan
untuk kebutuhan rekreasi.

-Bahan tambang

Barang tambang adalah sumber daya alam yang ada di dalam perut Bumi. Sumber daya
mineral ini sangat bermanfaat untuk menghasilkan energi, misalnya minyak bumi, gas alam dan
batu bara. Persediaannya terbatas dan tidak dapat disediakan kembali. Semakin lama, barang
tambang akan habis. Oleh karena itu, penggunaannya harus dihemat.

Sumber daya alam yang dapat diperbarui

SDA yang dapat diperbaharui ialah kekayaan alam yang dapat terus ada selama
penggunaannya tidak diekploitasi berlebihan. Walau bisa diperbarui, sumber daya alam ini bisa
capat habis dan punah bila pemanfaatannya tidak terkendali. Banyak tumbuhan dan hewan yang
punah atau terancam punah karena ulah manusia yang merusak tempat hidupnya (habitatnya) dan
memburunya untuk berbagai keperluan manusia. Selain itu, air dan udara juga termasuk dalam
kelompok sumber daya yang dapat diperbarui. Lalu, bagaimanakah sumber daya air dan udara
memperbarui dirinya? Udara dan air memperbarui dirinya dengan cara siklus atau daur ulang.
Air dan udara tidak dapat punah, tetapi dapat menurun kualitasnya akibat aktivitas manusia yang
melakukan pencemaran.Sumber daya alam yang dapat diperbarui artinya bisa dibuat atau
dipulihkan kembali. Contohnya hewan, tumbuhan, pepohonan, dan ikan.

Sumber daya alam yang tidak dapat diperbarui

SDA yang tidak dapat diperbaharui yaitu SDA yang jumlahnya terbatas karena
penggunaannya lebih cepat daripada proses pembentukannya dan apabila digunakan secara terus
menerus akan habis seperti contoh tumbuhan, hewan, mikro organisme, sinar matahari, angin,
dan air. Kebutuhan SDA meningkat dikarenakan pertambahan penduduk serta kemajuan
pembangunan. SDA yang terbatas bahkan menurun. Sumber daya alam yang terbentuk oleh
proses alamiah dan membutuhkan jangka waktu yang lama disebut sumber daya alam terbatas
atau sumber daya alam yang tidak dapat diperbarui. Sumber daya alam ini akan habis suatu saat
dan sulit atau tidak mungkin dibuat kembali. Contohnya minyak bumi, batu bara, dan gas alam.

Sumber daya alam kekal

Sumber daya alam kekal adalah sumber daya alam yang tak akan habis dan selamanya
ada di bumi. Contohnya, air, udara, sinar matahari, angin, gelombang, pasang surut, dan panas
bumi.
Penutup

Demikian Chapter ini telah menjelaskan secara singkat mengenai sumber daya alam.
Sumber daya alam memiliki karakteristik mereka masing-masing dan saling berhubung antara
sumber daya alam yang satu dengan sumber daya alam yang lainnya.

Referensi

- Naifular, NIbras Nada. 2020. Sumber Daya Alam: Pengertian, Jenis, Sifat, dan Contohnya.
https://www.kompas.com/skola/read/2020/05/21/162530869/sumber-daya-alam-pengertian-
jenis-sifat-dan-contohnya?page=all (diakses tanggal 18 April 2021)

- Amalia, Dema. 2021. Sumber Daya Alam. https://www.studiobelajar.com/sumber-daya-alam/


(diakses tanggal 18 April 2021)

-Naifular, NIbras Nada. 2020. Sumber Daya Alam Hayati: Jenis dan Contohnya.
https://apple.co/3hXWJ0Lhttps://www.kompas.com/skola/read/2020/05/21/175850369/sumber-
daya-alam-hayati-jenis-dan-contohnya?page=all#:~:text=KOMPAS.com%20%2D%20Sumber
%20daya%20alam,yang%20berasal%20dari%20makhluk%20hidup.&text=Sumber%20daya
%20alam%20hayati%20dimanfaatkan%20oleh%20manusia%20utamanya%20sebagai
%20sumber%20pangan (diakses tanggal 18 April 2021)

-------------------------------------------------------------------------------------------------------------------

CHAPTER 2

KONSERVASI SUMBER DAYA ALAM

Rasyida Ucok Purwito

Konservasi sumber daya alam dan lingkungan (KSDAL) adalah tanggung jawab semua
umat manusia di muka bumi karena pengaruh ekologis yang ditimbulkan dari berbagai kegiatan
pembangunan tidak dibatasi oleh perbedaan wilayah administratif pemerintahan negara. Oleh
karena itu, upaya konservasi harus menjadi bagian integral dari pembangunan. Pembangunan
yang dilakukan di negara manapun akan terkait dengan kepentingan negara lain maupun
kepentingan internasional.

KSDAL menjadi tanggung jawab bersama dari seluruh umat di muka bumi, sehingga
perlu dipertimbangkan terjalinnya jaringan kelembagaan baik secara regional, nasional, bahkan
internasional. Salah satu contohnya adalah taman nasional. Taman nasional merupakan salah satu
bentuk kawasan konservasi yang telah memiliki kelembagaan cukup kuat di berbagai negara.
Berbagai bentuk kerja sama internasional diakui sangat berarti bagi negara-negara yang kurang
mampu dalam menangani sendiri kawasan konservasi yang dimilikinya. Hal ini
mengimplementasikan suatu mekanisme untuk memikul biaya secara bersama-sama, melalui
pembagian yang adil antara biaya dan manfaat dari pengelolaan kawasan konservasi, baik di
antara bangsa dan kawasan yang dilindungi serta masyarakat sekitarnya. Berdasarkan peraturan
perundang-undangan yang berlaku, konservasi sumber daya alam adalah pengelolaan sumber
daya alam yang pemanfaatannya dilakukan secara bijaksana untuk menjamin kesinambungan
persediaannya dengan tetap memelihara dan meningkatkan kualitas keanekaragaman dan
nilainya. Sumber daya alam yang selama ini menjadi pendukung utama pembangunan nasional
perlu diperhatikan keberlanjutan pengelolaannya agar dapat memenuhi kepentingan generasi saat
ini dan masa depan. Untuk itu, telah dilaksanakan berbagai kebijakan, upaya, dan kegiatan yang
berkesinambungan untuk mempertahankan keberadaan sumber daya alam sebagai modal dalam
pembangunan nasional dalam rangka mewujudkan kesejahteraan seluruh bangsa dengan tetap
mempertahankan daya dukung dan fungsi lingkungan hidup. Sampai saat ini masih terjadi
berbagai kerusakan, pencemaran, dan bencanaalam akibat pengelolaan sumber daya alam dan
lingkungan yang mengesampingkan keberlanjutan fungsi lingkungan hidup. Hal ini
menjaditantangan dalam meningkatkan fungsi lingkungan hidup sebagai penyediaan sumber
daya alam untuk pembangunan nasional. Saat ini masalah yang dihadapi dalam pengelolaan
sumber daya alam dan kelestarian lingkungan hidup semakin kompleks karena dampak
perubahan iklim yang sudah dirasakan dan diperkirakan akan bertambah besar apabila tidak
diantisipasi melalui kegiatan adaptasi, mitigasi dan konservasi. Kegiatan ini merupakan upaya
atau tindakan untuk menjaga keberadaan SDAL secara terus menerus berkesinambungan baik
mutu maupun jumlah, sehingga dapat menghemat penggunaan sumber daya alam dan
memperlakukannya berdasarkan hukum alam.

Konservasi adalah upaya yang dilakukan manusia untuk melestarikan atau melindungi
alam. Konservasi (conservation) adalah pelestarian atau perlindungan. Secara harfiah, konservasi
berasal dari bahasa Inggris conservation, yang artinya pelestarian atau perlindungan. Konservasi
adalah segenap proses pengelolaan suatu tempat agar makna kultural yang dikandungnya
terpelihara dengan baik (Piagam Burra, 1981). Konservasi adalah pemeliharaan dan
perlindungan terhadap sesuatu yang dilakukan secara teratur untuk mencegah kerusakan dan
kemusnahan dengan cara pengawetan (Peter Salim dan Yenny Salim, 1991). Kegiatan konservasi
selalu berhubungan dengan suatu kawasan, kawasan itu sendiri mempunyai pengertian yakni
wilayah dengan fungsi utama lindung atau budidaya (Undangundang No. 32 Tahun 2009).
Kawasan lindung adalah kawasan yang ditetapkan dengan fungsi utama melindungi kelestarian
lingkungan hidup yang mencakup sumber daya alam, sumber daya buatan, dan nilai sejarah serta
budaya bangsa guna kepentingan pembangunan berkelanjutan. Kawasan budidaya adalah
kawasan yang ditetapkan dengan fungsi utama untuk dibudidayakan atas dasar kondisi dan
potensi sumber daya alam, sumber daya manusia, dan sumber daya buatan. Konservasi itu
sendiri berasal dari kata Conservation yang terdiri atas kata con (together) dan servare
(keep/save) yang memiliki pengertian mengenai upaya memelihara apa yang kita punya
(keep/save what you have), namun secara bijaksana (wise use). Ide ini dikemukakan oleh
Theodore Roosevelt (1902) yang merupakan orang Amerika pertama yang mengemukakan
tentang konsep konservasi. Konservasi dalam pengertian sekarang, sering diterjemahkan sebagai
the wise use of nature resource (pemanfaatan sumber daya alam secara bijaksana). Konservasi
juga dapat dipandang dari segi ekonomi dan ekologi di mana konservasi dari segi ekonomi
berarti mencoba mengalokasikan sumber daya alam untuk sekarang, sedangkan dari segi ekologi,
konservasi merupakan alokasi sumber daya alam untuk sekarang dan masa yang akan datang.

Apabila merujuk pada pengertiannya, konservasi didefinisikan dalam beberapa batasan,


sebagai berikut.

1. Konservasi adalah menggunakan sumber daya alam untuk memenuhi keperluan manusia
dalam jumlah yang besar dalam waktu yang lama (American Dictionary).

2. Konservasi adalah alokasi sumber daya alam antarwaktu (generasi) yang optimal secara sosial
(Randall, 1982).

3. Konservasi merupakan manajemen udara, air, tanah, mineral ke organisme hidup termasuk
manusia sehingga dapat dicapai kualitas kehidupan manusia yang meningkat, sedangkan dalam
kegiatan manajemen antara lain meliputi survei, penelitian, administrasi, preservasi, pendidikan,
pemanfaatan dan latihan (IUCN, 1968).

4. Konservasi adalah manajemen penggunaan biosfer oleh manusia sehingga dapat memberikan
atau memenuhi keuntungan yang besar dan dapat diperbaharui untuk generasi-generasi yang
akan datang (WCS, 1980).

Sejarah Konservasi SDA di Indonesia

Selama periode 1974-1982, bidang konservasi alam di Indonesia mengalami kemajuan


yang pesat. Perhatian para peneliti sudah mulai timbul dan tenaga-tenaga ahli Indonesia yang
bekerja di bidang konservasi alam semakin meningkat jumlahnya. Pada tahun 1982, di Bali
diadakan Kongres Taman Nasional Sedunia ke-3 yang menghasilkan Deklarasi Bali. Terpilihnya
Bali sebagai tempat kongres mempunyai dampak yang positif bagi pengelolaan Hutan Suaka
Alam dan Taman Nasional di Indonesia. Perkembangan kawasan konservasi terus meningkat,
hingga tahun 1986 luas kawasan perlindungan dan pelestarian alam mencapai 18,7 juta hektar.
Di samping itu, dilakukan pula program perlindungan dan pelestarian terhadap satwa liar dan
tumbuhan alam yang keadaan populasi serta penyebarannya mengkhawatirkan ditinjau dari segi
kelestariannya. Pada tahun 1978 tercatat tidak kurang dari 104 jenis telah dinyatakan sebagai
satwa liar yang dilindungi. Sampai dengan tahun 1985, keadaan berubah menjadi 95 jenis
mamalia, 372 jenis burung, 28 jenis reptil, 6 jenis ikan dan 20 jenis serangga yang dilindungi.

Kemajuan dan kegiatan konservasi alam di Indonesia juga banyak dirangsang oleh
adanya World Conservation Strategy (Strategi Konservasi Alam Sedunia), SKAS yang telah
disetujui pada waktu sidang umum Perserikatan Bangsa-Bangsa pada tanggal 15 Maret 1979.
Pemerintah Indonesia menyambut positif SKAS tersebut, yang dituangkan dalam tanggapan dan
petunjuk Presiden Republik Indonesia pada waktu sidang kabinet tanggal 5 Maret 1980, sebagai
berikut:

1. Pemerintah Indonesia mendukung SKAS, seperti disepakati Sidang Umum Perserikatan


Bangsa-Bangsa.

2. Menugaskan setiap menteri menggunakan SKAS sebagai bahan masukan dalam


merencanakan dan melaksanakan program pemerintah sesuai dengan Garis-garis Besar
Haluan Negara.

3. Menyebarluaskan SKAS terhadap masyarakat luas untuk diketahui dan dilaksanakan


sesuai dengan semangat dan ideologi Pancasila.

Pada tahun 1983 dibentuk Departemen Kehutanan sehingga Direktorat Perlindungan dan
Pengawetan Alam statusnya diubah menjadi Direktorat Jenderal Perlindungan Hutan dan
Pelestarian Alam (PHPA) yang wawasan tugas dan tanggung jawabnya semakin luas. Di samping
itu, kegiatan koordinasi yang menyangkut permasalahan lingkungan hidup, termasuk satwa liar,
secara aktif dilakukan oleh Kantor Menteri Negara dan Kependudukan Lingkungan Hidup
(KLH) misalnya Operasi Tata Liman pada tahun 1982, berhasil menggiring + 240 ekor gajah dari
Lebong Hitam ke Padangsugihan (Sumatra Selatan). Di Sumatra telah dilakukan beberapa studi
tentang AMDAL satwa liar, misalnya dampak eksploitasi minyak terhadap satwa liar di Suaka
Margasatwa Danau Pulau Besar dan Danau Bawah (Riau) dan studi AMDAL gajah untuk
lingkungan PIR (Perkebunan Inti Rakyat) Takseleri kelapa sawit di PT Perkebunan VI
Kabupaten Kampar (Riau). Beberapa studi AMDAL yang banyak membahas pelestarian dan
perlindungan satwa liar telah dilakukan.

Pertumbuhan Kebun Binatang, Taman Burung dan Taman Safari di Indonesia sangat
membantu program perlindungan dan pelestarian satwa liar. Oleh karena selain fungsinya
sebagai tempat rekreasi dan koleksi binatang, Taman Safari dan Taman Burung juga mempunyai
peranan dalam usaha melindungi dan melestarikan satwa liar. Beberapa kebun binatang di
Indonesia telah berhasil mengembangbiakkan satwa liar, misalnya Komodo, Jalak Bali dan
Anoa. Di samping itu, Kebun Binatang dan Taman Safari secara terbatas juga dapat menampung
satwa liar sebagai titipan dari instansi PHPA, misalnya gajah Sumatra atau hewan hasil sitaan.
Organisasi Kebun Binatang, Taman dan Taman Safari seluruh Indonesia bersatu di bawah satu
perhimpunan, yaitu Perhimpunan Kebun Binatang Se-Indonesia (PKBSI). Perhatian dunia
Internasional terhadap kepentingan perlindungan satwa liar juga sangat besar. Melalui Pertemuan
IUCN (International Union for the Conservation of Nature and Natural Resources) telah ada
perjanjian-perjanjian internasional yang membahas masalah konservasi sumber daya alam antara
lain:

4. CITES, Convention on International Trade in Endangered Species of Wild Fauna and


Flora. Perjanjian ini telah diterima sejak tahun 1973 pada konferensi internasional di
Washington D.C., Amerika Serikat. Perjanjian ini mulai diperkenalkan untuk
mendapatkan anggotanya sejak tahun 1975. Sampai saat ini anggota CITES telah
mencapai 90 negara, termasuk Indonesia. Tujuan CITES adalah untuk mengendalikan
perdagangan kehidupan liar yang terancam kepunahan, di dalam lampiran CITES
terdapat lebih dari 2000 spesies fauna dan flora yang terancam kepunahan.

5. CMA, Convention on the Conservation of Migratory Species of Wild Animals. Perjanjian


ini telah diterima pada tahun 1979 pada konferensi internasional di Bonn, Republik
Federasi Jerman. Perjanjian ini baru dapat dikembangkan sejak tahun 1983 hingga 1985
yang anggotanya telah mencapai 19 negara. Tujuannya adalah untuk mengembangkan
mekanisme kerja sama internasional dalam rangka konservasi dan pengelolaan spesies-
spesies yang melakukan migrasi dan untuk melakukan identifikasi adanya spesies-spesies
migrasi yang memerlukan perhatian khusus. Perjanjian ini juga berusaha untuk
menghimpun dana dan mendistribusikan dana, teknik dan mengembangkan pendidikan
serta latihan untuk kepentingan konservasi spesies-spesies migrasi.

6. Ramsar Convention on Wetland of International Importance Especially as Waterfowl


Habitat. Perjanjian Ramsar diterima sejak tahun 1971, bertujuan untuk menahan
kehilangan daerah rawa-rawa dan melindunginya karena fungsinya yang sangat penting
bagi proses-proses ekologi di samping kekayaan flora dan fauna yang tinggi. Sampai
dengan tahun 1985 telah terdaftar 300 tempat yang mencapai luas 20 juta hektar sebagai
daerah rawa yang mempunyai kepentingan internasional ditinjau dari segi ekologi,
botani, zoology, limnologi ataupun hidrologi.

7. ICRW (International Convention for the Regulation of Whaling) atau disebut Washington
Convention 1946. Perjanjian ini bertujuan untuk melindungi jenis-jenis ikan Paus yang
langka dan terancam kepunahan sehingga diperlukan suatu kebijakan, meliputi mengatur
beroperasinya kapal-kapal penangkapan ikan Paus, pabrik pengolahan dan cara-cara
penangkapan.

Permasalahan Konservasi

Permasalahan lingkungan hidup yang kini menjadi permasalahan dunia tidak terlepas dari
adanya pengelolaan terhadap lingkungan hidup yang tidak terkontrol dengan baik. Dampak
negatif yang muncul dalam pengelolaan lingkungan hidup tidak terlepas dari hakekat
pembangunan yang secara sadar melakukan pemanfaatan sumber daya alam untuk dapat
mencapai tujuan pembangunan. Didalam mengelola atau memanfaatkan lingkungan hidup,
“tidak jarang manusia tertarik dan terpesona oleh tujuan yang dikejarnya saja sehingga tidak
menyadari akibat-akibat sampingannya” berupa resiko yang bersifat langsung muncul maupun
“laten” bagi kelanjutan kehidupan manusia beserta generasi di masa mendatang.

-Permasalahan dalam Bidang Ekonomi

Kerusakan lingkungan bukan saja akan mengurangi kemampuan sumber daya alam dan
jasa lingkungan dalam menyuplai kebutuhan manusia, namun juga memiliki konsekuensi yang
cukup dalam di tengah penderitaan yang diderita oleh masyarakat akibat kerusakan lingkungan,
seperti kekeringan dan kekurangan pangan. Ada kecenderungan yang meningkat terhadap
kerusakan alam yang terjadi di wilayah lndonesia. Kecenderungan ini dalam beberapa hal dipicu
oleh semakin meningkatnya kebutuhan ekonomi dengan terus meningkatnya pertambahan
penduduk. Dengan demikian bukan saja pada jumlah sumber daya alam dan lingkungan yang
semakin banyak dikomsumsi namun juga intensitas yang semakin meningkat. Sifat sumber daya
alam yang merupakan barang publik kemudian menimbulkan eksternalitas yang berakibat pada
over consumtion dan over extraction terhadap sumber daya alam dan lingkungan. Berbagai
peristiwa menyangkut menurunnya kualitas lingkungan seperti kasus pencemaran akibat
penambangan di Teluk Buyat, penggundulan dan kebakaran hutan, polusi udara, pencemaran
wilayah pesisir dan lain sebagainya menunjukkan bahwa kebijakan ekonomi yang hanya
memenuhi keinginan pasar semata pada akhirnya hanya akan mengorbankan kuantitas sumber
daya alam dan lingkungan. Manakala sumber daya alam dan lingkungan telah terdegradasi, maka
akan menjadi bumerang bagi pertumbuhan ekonomi itu sendiri.

-Permasalahan dalam Bidang Sosial

Ketidakpahaman masyarakat akan lingkungan dapat berakibat fatal bagi kehidupan local
maupun dunia. Masalah sosial yang sering ditemukan adalah ketidakpedulan masyarakat
terhadap permasalahan lingkungan tersebut.

-Permasalahan dalam Bidang Politik

Gerakan konservasi SDA yang dilahirkan atas kepentingan sebuah warisan keindahan
dunia bagi generasi mendatang telah mendunia. Berbagai konferensi internasional
melingkupinya. Dewasa ini, konservasi kemudian dipahami berbeda antara dunia utara dan dunia
selatan. Pemaknaan konservasi di dunia utara lebih mengutamakan warisan keindahan, yang
kemudian menjadikan kawasan konservasi steril dari manusia, menjadi sebuah petaka ketika
gagasan dialirkan ke wilayah selatan belahan dunia.

-Permasalahan dalam Bidang Kelembagaan

Persoalan kelembagaan dalam pemerintahan bersumber dari bentuk dari kelembagaan itu
sendiri (portofolio atau nonportofolio), keterbatasan mandat, cakupan kewenangan, dan
lemahnya koordinasi. Cara pandang bahwa aspek lingkungan hidup merupakan urusan Komisi
VIII DPR RI (Komisi yang membidangi lingkungan), dan bukan merupakan urusan komisi-
komisi lainnya (misalnya yang menangani bidang kehutanan, perdagangan, dan industri) masih
sangat kental. Oleh sebab itu, tidaklah mengherankan apabila isu-isu tertentu contohnya Lapindo
yang menyebabkan kerusakan lingkungan hidup yang membawa dampak pada lingkungan hidup,
kesehatan dan kehidupan masyarakat di Sidoarjo ditanggapi secara berbeda oleh komisi yang
satu dengan yang lainnya
Simpulan

Konservasi sumber daya alam adalah pengelolaan sumber daya alam yang
pemanfaatannya dilakukan secara bijaksana untuk menjamin kesinambungan persediaannya
dengan tetap memelihara dan meningkatkan kualitas keanekaragaman dan nilainya. Konservasi
juga merupakan upaya yang dilakukan manusia untuk melestarikan atau melindungi alam.
Konservasi sumber daya dapat dilakukan dengan tindakan mengurangi penggunaan (reduce),
menggunakan kembali (reuse), dan mendaur ulang (recycle) sumber daya. Mengurangi
penggunaan sumber daya adalah cara yang baik dalam konservasi karena dapat menghemat
sumber daya terbatas (langka). Tujuan Konservasi Sumber daya Alam dan Lingkungan adalah
pengelolaan sumber daya alam hayati dan nonhayati yang pemanfaatannya harus dilakukan
secara bijaksana untuk menjamin kesinambungan persediaannya dengan tetap memelihara dan
meningkatkan kualitas nilai dan keanekaragamannya.

Referensi

- Christanto, Joko. 2018. Ruang Lingkup Konservasi Sumber Daya Alam dan Lingkungan.
http://repository.ut.ac.id/4311/1/PWKL4220-M1.pdf (diakses tanggal 18 April 2021)

------------------------------------------------------------------------------------------------CHAPTER 3

PENDIDIKAN KARAKTER PEDULI LINGKUNGAN

Rasyida Ucok Purwito

Masalah lingkungan merupakan salah satu masalah yang dihadapi oleh seluruh dunia
termasuk Indonesia. Fokus masalah ini muncul karena semakin hari bumi yang kita anggap
sebagai “rumah kita” (Ensiklik Laudato Si Paus Fransiskus tentang Perawatan Rumah kita
bersama) ini semakin tidak nyaman untuk ditinggali. Saat ini, rumah kita (bumi) mulai tampak
sebagai tempat pembuangan sampah yang besar. Masalah ini disebabkan karena hadirnya budaya
‘membuang’ barang yang cepat disingkirkan yang hampir terjadi setiap waktu. Berbagai macam
bentuk eksploitasi terhadap alam dilakukan dengan tidak bertanggung jawab, seperti pembakaran
hutan dalam skala yang sangat besar, penebangan pohon secara sembarangan, sampah yang
menumpuk dan penangkapan ikan dengan menggunakan bahan-bahan kimia yang dapat
menyebabkan kerusakan lingkungan dan habitat ikan itu sendiri. Akibat ulah orang-orang
tertentu yang tidak bertanggung jawab tersebut mengakibatkan sumber daya alam menjadi cepat
habis, habitat SDA menjadi rusak, dan ekosistem menjadi tidak stabil. Tindakan tersebut tanpa
disadari manusia sedang menghancurkan peradabannya sendiri. Banyak orang melakukan
eksploitasi terhadap alam hanya demi mengeruk keuntungan ekonomi tanpa mempertimbangkan
dampak apa yang akan terjadi ke depannya. Selain masalah ekonomi, masalah lain yang juga
besar adalah bertumpuknya sampah plastik yang sulit diuraikan. Membuang sampah
sembarangan seolah-olah sudah menjadi budaya yang sulit dikikis habis atau dihilangkan
sehingga hampir di beberapa kota besar, sampah sudah menggunung karena banyaknya.
Situasi lingkungan yang semrawut tersebut memicu beberapa kalangan untuk ikut ambil
bagian dalam menyelamatkan lingkungan melalui kegiatan-kegiatan yang berkaitan dengan
lingkungan hidup. Beberapa penggiat lingkungan mulai sadar bahwa sudah saatnya setiap kita
harus mengambil peran masing-masing demi menyelamatkan bumi ini dari kehancuran. Bahkan
fakta terbaru adalah pemerintah sudah menetapkan bahwa setiap pembelian yang menggunakan
kantong plastik dikenakan biaya sebesar Rp 200-,. Adapula yang membentuk gerakan peduli
sampah. Para peduli sampah tersebut mengumpulkan sampah yang nantinya akan diolah secara
kreatif yang menghasilkan karya-karya yang menarik, seperti sampah plastik diolah menjadi tas,
sandal, taplak meja, dan berbagai macam bentuk rajutan lainnya. Kreativitas ini tentunya sangat
bermanfaat bagi masyarakat jika mereka diajarkan keterampilan mendaur ulang sampah plastik
menjadi sebuah karya seni.

Selain itu, demi menyelamatkan lingkungan alam, dunia pendidikan menjawab


permasalahan tersebut dengan mengajarkan kepada anak-anak tentang pentingnya mencintai dan
merawat lingkungan hidup. Tentu tidak hanya sekedar mentransfer ilmu atau teori saja tetapi
melakukan aksi nyata, seperti membuang sampah pada tempatnya, tidak menyisahkan makanan,
mengelompokkan sampah organik dan anorganik, dan melakukan aksi kampanye lingkungan
hidup kepada masyarakat. Tujuannya agar masyarakat sekitar melek terhadap persoalan
lingkungan hidup dan melakukan aksi sederhana di lingkungan rumah ataupun sekitarnya. Tidak
dapat dipungkiri bahwa pendidikan formal di sekolah merupakan salah satu tempat yang baik
untuk menerapkan betapa pentingnya menjaga dan merawat lingkungan.

Suparno (2015: 29) menjelaskan bahwa pendidikan karakter adalah pendidikan yang
bertujuan untuk membantu agar siswa-siswi mengalami, memperoleh, dan memiliki karakter
kuat yang diinginkan. Misalnya nilai karakter kejujuran. Artinya pendidikan karakter kejujuran
adalah suatu usaha membantu orang lain agar nilai kejujuran itu menjadi miliknya dan menjadi
bagian hidupnya yang memengaruhi seluruh cara berpikir dan bertindak dalam hidupnya. Sama
halnya dengan pendidikan karakter lingkungan seperti peduli lingkungan. Ini berarti suatu usaha
membantu anak-anak agar sikap dan tidankannya selalu berupaya mencegah kerusakan
lingkungan alam sekitarnya dan mengembangkan upaya-upaya untuk memperbaiki kerusakan
alam yang terjadi. Karakter atau sikap peduli lingkungan perlu ditanamkan sejak kecil kepada
anak-anak agar mereka bertumbuh menjadi pribadi yang peduli dan cinta terhadap lingkungan
sekitar. Akhirnya tujuan dari sebuah pendidikan karakter cinta lingkungan adalah harapannya
agar anak-anak menjadi duta lingkungan bagi sekolah, rumah, dan lingkungan sekitarnya serta
menjadikan sikap atau karakter tersebut menjadi tabiatnya dalam kehidupan dimanapun dia
berada. Karakter peduli lingkungan tidak hanya bersifat teoritis saja tetapi dituntut sebuah
tindakan nyata yang membawa perubahan baik bagi kehidupan semua orang.

Bagaimana kita harus peduli terhadap lingkungan alam? Cukupkah hanya dengan
menghargai alam saja? Bagaimana pula kita harus melawan pengrusakan lingkungan yang marak
terjadi saat ini? pertanyaan ini tentunya menjadi pertanyaan refleksi bagi kita sebagai manusia
ciptaan yang serupa dengan Tuhan. Satu-satunya yang penulis tawarkan untuk menjawab
pertanyaan tersebut adalah setiap kita dituntut untuk melek ekologi. Sebagai makhluk ekologis
kita manusia tentu tidak bisa hidup sendiri tanpa alam ciptaan. Nilai pendidikan karakter tentang
peduli dan menghargai alam tidak hanya sekedar menjadi nilai teoritis tetapi harus dihidupi oleh
setiap orang yang peduli terhadap kelestarian lingkungan hidup. Proses pedulid dan menghargai
harus diwujudnyatakan dalam sebuh tindakan yang bisa membawa perubahan baik bagi semua
orang. Setiap kita dituntut untuk membuka hati terhadap persoalan lingkungan hidup, peduli dan
bersedia menjadi tameng bagi kelestarian lingkungan sehingga “rumah kita” ini kembali menjadi
tempat yang nyaman untuk berlindung. Untuk menyelamatkan alam ini tidak ada yang lain
kecuali membangkitkan melek ekologi pada manusia zaman sekarang atau lebih khususnya
kepada diri kita masing-masing. Karena hanya dengan demikian, kita sebagai manusia akan
memperbaiki pola relasi dengan alam ciptaan.

Melek ekologi (ecoliteracy) yang dikemukakan oleh Capra adalah keadaan dimana orang
telah memahami prinsip-prinsip ekologi itu dalam menata dan membangun kehidupan bersama
umat manusia di bumi ini dalam dan untuk mewujudkan masyarakat berkelanjutan.Melek
ekologi akan menyadarkan kita betapa pentingnya lingkungan hidup, pentingnya menjaga dan
merawat bumi, ekosistem, alam sebagai tempat tinggal dan berkembangnya kehidupan. Tentu
kita menyadari bahwa melek ekologi yang dikemukakan oleh Carpa tersebut berbanding terbalik
apa yang terjadi saat ini dimana ada segelintir orang yang belum menyadari pentingnya menjaga
dan melestarikan lingkungan alam. Peristiwa yang miris ini jangan sampai menyurutkan
semangat kita yang masih berjuang untuk melawan pengrusakan alam yang dilakukan oleh
oknum-oknum yang tidak bertanggung jawab. Kita harus berani hadir untuk mengkampanyekan
sebuah kehidupan yang lebih baik agar setiap orang sadar bahwa bumi kita berada dalam kondisi
kritis yang membahayakan kehidupan semua ciptaan. Maka, saat ini kita perlu menerapkan
prinsip-prinsip ekologis sebagai panduan dasar membangun kembali masyarakat yang
berkelanjutan. Hanya dengan itu kita dapat mengatasi krisis lingkungan hidup sekaligus
menyelamatkan kehidupan ciptaan pada umumnya.

Karakter peduli lingkungan merupakan karakter yang wajib diimplementasikan bagi


sekolah di setiap jenjang pendidikan. Semua warga sekolah harus mempunyai sikap peduli
terhadap lingkungan dengan cara meningkatkan kualitas lingkungan hidup, meningkatkan
kesadaran warga sekolah tentang pentingnya peduli lingkungan serta mempunyai inisiatif untuk
mencegah kerusakan lingkungan. Pendidikan karakter peduli lingkungan ditanamkan sejak dini
kepada siswa sehingga dapat mengelola secara bijaksana sumber daya alam yang ada di sekitar,
serta untuk menumbuhkan rasa tanggung jawab terhadap kepentingan generasi penerus yang
akan datang. Ketika karakter peduli lingkungan sudah tumbuh menjadi mental yang kuat, maka
akan mendasari perilaku seseorang dalam kehidupan seharihari.

Peduli lingkungan didefinisikan sebagai sikap dan tindakan yang selalu berupaya
mencegah kerusakan pada lingkungan alam di sekitarnya dan mengembangkan upaya-upaya
untuk memperbaiki kerusakan alam yang sudah terjadi. Dapat dikatakan karakter peduli
lingkungan yaitu suatu sikap yang dimiliki oleh seseorang yang berupaya untuk memperbaiki
dan mengelola lingkungan sekitar secara benar sehingga lingkungan dapat dinikmati secara terus
menerus tanpa merusak keadaannya, serta menjaga dan melestarikan sehingga ada manfaat yang
berkesinambungan. Pendidikan karakter peduli lingkungan pada dasarnya membantu guru dalam
penanaman karakter siswa tentang kepedulian mereka terhadap lingkungan. Pendidikan karakter
peduli lingkungan dapat menjadi tolok ukur kepedulian serta kepekaan siswa kepada
lingkungannya. Kepedulian dan kepekaan siswa terhadap.

Berdasarkan berbagai pengertian di atas, dapat disimpulkan bahwa pendidikan karakter


adalah semua usaha yang dilakukan oleh personil sekolah, orang tua dan masyarakat kepada
anak-anak untuk mendidik, menanamkan, dan mengembangkan karakter luhur sehingga mereka
dapat mengambil keputusan dengan bijak untuk mempraktikkan dalam kehidupannya dan
memberikan kontribusi yang positif kepada lingkungannya.

Simpulan

Pendidikan karakter peduli lingkungan merupakan salah satu dari delapan belas karakter
yang ditetapkan oleh Pusat Kurikulum Kementerian Pendidikan Nasional. Pendidikan karakter
peduli lingkungan yaitu suatu sikap yang dimiliki seseorang untuk memperbaiki dan mengelola
lingkungan secara benar dan bermanfaat sehingga dapat dinikmati secara terus menerus tanpa
merusak keadaannya, turut menjaga dan melestarikan sehingga ada manfaat yang
berkesinambungan. Tujuan pendidikan karakter peduli lingkungan adalah mendorong kebiasaan
kepada siswa untuk mengelola lingkungan, menghindari sifat merusak lingkungan, memupuk
kepekaan terhadap lingkungan, menanam jiwa peduli dan tanggungjawab terhadap lingkungan,
serta siswa dapat menjadi contoh penyelamat lingkungan dalam kehidupan dimanapun berada.
Implementasi Pendidikan Karakter Peduli Lingkungan teridiri dari: diiintegrasikan pada setiap
mata pelajaran melalui standar kompetensi yang ada, pembelajaran yang aktif dengan
menanamkan karakter peduli lingkungan pada kegiatan belajar mengajar pada setiap pokok
bahasan, melalui kegiatan pengembangan diri yang telah ditentukan oleh sekolah serta melalui
budaya sekolah yang diunggulkan oleh sekolah tersebut sehingga menjadi ciri khas.

Referensi

- Zulian, Mespin. 2016. Pendidikan Karakter Cinta Lingkungan sebagai Upaya Menyelamatkan
Lingkungan. https://www.kompasiana.com/mespin/5727faf5f67a61f9041d9697/pendidikan-
karakter-cinta-lingkungan-sebagai-upaya-menyelamatkan-lingkungan?page=all (diakses tanggal
18 April 2021)

- Purwanti, Dwi. 2017. PENDIDIKAN KARAKTER PEDULI LINGKUNGAN DAN


IMPLEMENTASINYA. https://jurnal.uns.ac.id/jdc/article/view/17622/14052 (diakses tanggal 18
April 2021)

-------------------------------------------------------------------------------------------------------------------
CHAPTER 4

KETERGANTUNGAN MANUSIA TERHADAP ALAM

Rasyida Ucok Purwito

Manusia adalah mahluk hidup ciptaan tuhan dengan segala fungsi dan potensinya yang
tunduk kepada aturan hukum alam, mengalami kelahiran, pertumbuhan, perkembangan, dan
mati, dan seterusnya, serta terkait dan berinteraksi dengan alam dan lingkungannya dalam sebuah
hubungan timbal balik baik itu positif maupun negatif.

Lingkungan adalah suatu media di mana makhluk hidup tinggal, mencari, dan memiliki
karakter serta fungsi yang khas yang mana terkait secara timbal balik dengan keberadaan
makhluk hidup yang menempatinya, terutama manusia yang memiliki peranan yang lebih
kompleks dan riil.

Lingkungan amat penting bagi kehidupan manusia. Segala yang ada pada lingkungan
dapat dimanfaatankan oleh manusia untuk mencukupi kebutuhan hidup manusia, karena
lingkungan memiliki daya dukung, yaitu kemampuan lingkungan untuk mendukung
perikehidupan manusia dan makhluk hidup lainnya. Lingkungan memiliki hubungan dengan
manusia. lingkungan mempengaruhi sikap dan perilaku manusia, demikian pula kehidupan
manusia akan mempengaruhi lingkungan tempat hidupnya. Faktor lingkungan
(tanah,iklim,topografi,sumber daya alam) dapat menjadi pra kondisi bagi sifat dan perilaku
manusia. Lingkungan menjadi salah satu variabel yang mempengaruhi kehidupan manusia.
Manusia pun dapat mempengaruhi lingkungan demi kemajuan dan kesejahteraan hidupnya.
Sebagai suatu gejala geologis umat manusia adalah relatif konstan, baik dipandang dari segi
ruang maupun waktu. Setiap manusia mempunyai kemampuan dan kebutuhan hidup yang sama
sejak ia dilahirkan. Di dalam perjalanannya, lingkungan hidup dan Bumi mengalami perubahan-
perubahan secara berangsur-angsur dan terus menerus tetapi perbandingannya tetap konstan
dalam waktu tetapi terjadi variasinya yang semakin kompleks dalam ruang. Oleh karena itu,
walaupun terjadi pebedaan-perbedaan kepentingan hidup yang nampak diantara kelompok
manusia bukanlah sebagai suatu ancaman secara langsung pada lingkungan hidup yang
beranekaragam, tetapi akan berdampak positif jika setiap manusia menanggapi dan
menginterpretasi tempat di mana mereka hidup melalui cakrawala pandangan hidup mereka yang
selektif yaitu kebudayaanya. Sebagai contoh masyarakat Bali dalam menjaga kelestarian
lingkungannya. Sebagaiman waktu-waktu yang dilaluinya akan mempengaruhi lingkungan
alamnya sebaik mungkin, sehingga merupakan bagian darinya. Dengan demikian terjadi
persaingan atau salong melengkapi dari suatu kesatuan antara dua kekuatan (manusia dan alam)
yang saling bertantangan.

Manusia sebagai salah satu penghuni alam, dengan alam sekitarnya merupakan kesatuan
yang tidak dapat dipisahkan. Manusia hidup bersama lingkungannya, manusia dituntut
memenuhi kebutuhan pangan, sandang, dan papan. Manusia selalu ingin meningkatkan
kesejahteraan dan kemakmuran hidupnya dengan memanfaatkan lingkungan hidupnya. Manusia
dengan akal budi dan pengetahuannya memanfaatkan lingkungan alam untuk kesejahteraan
hidupnya. Bahkan sekarang terjadi perubahan perilaku manusia terhadap lingkungan alam yaitu
manusia yang dahulu berada dalam hubungan “dikuasai” alam, sekarang berbalik menjadi
manusia “menguasai” alam. Dalam pandangan manusia, alam menjadi obyek dan manusia
sebagai subyek atau dengan kata lain muncul “manusia sentris”. Maksudnya alam menjadi obyek
yang harus dan dapat dieksploitasi untuk keperluan manusia. Pemikiran di atas sejalan dengan
pemikiran geografi, bahwa manusia secara aktif merupakan faktor dominan yang mampu
memanipulasi dan memodifikasi habitatnya (lingkungan sekitarnya). Walau demikian kita tidak
dapat terlepas dari pengaruh lingkungan alam. Sebagai contoh, dewasa ini banyak diciptakan
teknik-teknik baru yang digunakan manusia untuk mengontrol alam serta meningkatkan
kesejahteraan hidupnya di masa mendatang. Misalnya, penggunaan tenaga matahari atau nuklir,
penambangan bahan tambang di dasar laut, pembuatan hujan buatan, penyulingan air laut untuk
irigasi, dan berbagai penemuan lainnya yang membebaskan kita dari tirani kekuatan alam.
Nampaknya penaklukan manusia terhadap alam yang tidak memperhatikan kelestarian
lingkungan akan menimbulkan malapetaka bagi kelangsungan hidup manusia. Kita masih terikat
oleh campur tangan manusia yang tidak arif dalam mengelola lingkungan, sehingga
mengakibatkan erosi tanah, penipisan lapisan tanah, kelangkaan mineral, polusi (udara, tanah,
dan air) yang tidak terkontrol dan mengakibatkan kemerosotan bahkan kerusakan lingkungan di
masa mendatang. Hal ini sejalan dengan apa yang dikatakan oleh Lester Brown (seorang
environmentalis), bahwa persediaan yang esensial dari sumber-sumber yang dapat diperbaharui
telah merosot dan teknologi yang adapun tidak akan mampumengembalikan pada keadaan
semula. Selanjutnya ia menunjukkan bukti-bukti tentang terjadinya kemerosotan alam, bahwa di
banyak negara di dunia, hutan, padang rumput, dan perikanan telah dimanfaatkan secara
berlebihan, sehingga sulit untuk dikembalikan seperti keadaan semula. Walaupun sudah ada
revolusi penghijauan, namun kenyataannya stok hasil padi-padian masih rendah.

Masyarakat dan Kebudayaan

Suatu masyarakat adalah suatu organisasi kelompok manusia secara individu yang
memiliki kebudayaan, dengan kata lain kebudayaan dimiliki oleh setiap masyarakat. Selo
Sumarjan dan Sulaiman Sumardi (1964:113) merumuskan kebudayaan sebagai semua hasil
karya, rasa, dan cipta masyarakat untuk mengatur masalahmasalah kemasyarakatan
menghasilkan teknologi dan kebudayaan kebendaan yang diperlukan oleh manusia untuk
menguasai alam sekitarnya, agar hasilnya dapat diabdikan untuk kepentingan masyarakat.
Apabila dianalisis, manusia sebenarnya mempunyai segi materiil dan segi spirituil dalam
kehidupannya. Segi materiil mengandung karya, yaitu kemampuan manusia untuk menghasilkan
benda-benda. Segi spirituil, manusia mengandung cipta yang menghasilkan pengetahuan; karsa
menghasilkan kaidah, kepercayaan, kesusilaan, kesopanan, hukum; rasa menghasilkan
keindahan. Manusia berusaha mendapatkan ilmu pengetahuan melalui logika, menyerasikan
perilaku terhadap kaidah-kaidah yang meliputi etika dan mendapatkan keindahan melalui
estetika.

Simpulan

Manusia hidup memang tidak pernah terlepas dari lingkungan, baik lingkungan alam
maupun lingkungan sosial budaya. Keduanya saling merubah, berinteraksi, saling mempengaruhi
dan adanya hubungan timbal balik baik yang menguntungkan maupun yang merugikan. Manusia
bertindak sosial dengan cara memanfaatkan alam dan lingkungan untuk menyempurnakan serta
meningkatkan kesejahteraan hidupnya demi kelangsungan hidup sejenisnya.

Manusia mempunyai pengaruh penting dalam kelangsungan ekosistem serta habitat


manusia itu sendiri, tindakan-tindakan yang diambil atau kebijakan-kebijakan tentang hubungan
dengan lingkungan akan berpengaruh bagi lingkungan dan manusia itu sendiri. Sehingga dapat
disimpulkan bahwakita sebagai mahluk hidup harus dapat menjaga dan merawat lingkungan
karena sudah kita ketahui banyak bahaya yang dapat terjadi apabila kita tidak merawat
lingkungan.

Referensi

- Desprananti, Wartilia, Dkk. 2018. SALING KETERGANTUNGAN ANTARA MANUSIA


DAN LINGKUNGAN. https://irmaanisaa.blogspot.com/2018/12/makalah-saling-
ketergantungan-antara.html#:~:text=Manusia%20dan%20lingkungan%20memiliki%20hubungan
%20yang%20tidak%20dapat%20terpisahkan.&text=lingkungan%20mempengaruhi%20sikap
%20dan%20perilaku,bagi%20sifat%20dan%20perilaku%20manusia. (diakses tanggal 19 April
2021)

- Hidayati. 2021. SALING KETERGANTUNGAN ANTARA MANUSIA DENGAN


LINGKUNGAN DAN PENGARUHNYA TERHADAP KEHIDUPAN.
http://file.upi.edu/Direktori/FPMIPA/PRODI._ILMU_KOMPUTER/196603252001121-
MUNIR/Multimedia/Multimedia_Bahan_Ajar_PJJ/Peng_Pend_IPS/kajian_ips_9_coverbelakang
.pdf (diakses tanggal 19 April 2021)

------------------------------------------------------------------------------------------------

CHAPTER 5

PROLEMATIKA SUMBER DAYA

Rasyida Ucok Purwito

Permasalahan pengelolaan sumberdaya alam menjadi sangat penting dalam pembangunan


ekonomi pada masa kini dan masa yang akan datang. Di lain pihak sumberdaya alam tersebut
telah banyak mengalami kerusakan-kerusakan, terutama berkaitan dengan cara-cara
eksploitasinya guna mencapai tujuan bisnis dan ekonomi. Dalam laporan PBB pada awal tahun
2000 umpamanya, telah diidentifikasi 5 jenis kerusakan ekosistem yang terancam mencapai
limitnya, yaitu meliputi ekosistem kawasan pantai dan sumberdaya bahari, ekosistem lahan
pertanian, ekosistem air tawar, ekosistem padang rumput dan ekosistem hutan. Kerusakan-
kerusakan sumberdaya alam di dalam ekosistem-ekosistem tersebut terjadi terutama karena
kekeliruan dalam pengelolaannya sehingga mengalami kerusakan yang disebabkan karena
terjadinya perubahan besar, yang mengarah kepada pembangunan ekonomi yang tidak
berkelanjutan. Padahal sumberdaya tersebut merupakan pendukung utama bagi kehidupan
manusia, dan karenanya menjadi sangat penting kaitannya dengan kegiatan ekonomi dan
kehidupan masyarakat manusia yang mengarah kepada kecenderungan pengurasan (depletion)
dan degradasi (degradation). Kecenderungan ini baik dilihat dari segi kualitas maupun
kuantitasnya dan terjadi di hampir semua kawasan, baik terjadi di negara-negara maju maupun
negara berkembang atau miskin. Seperti dapat disaksikan dalam media masa baik di dalam
maupun luar negeri, maka hampir setiap hari kita dihadapkan kepada berbagai persoalan yang
berkaitan dengan permasalahan tersebut, yang sebenarnya dapat dirasakan oleh setiap oramg dan
seluruh umat manusia di muka bumi ini. Berhubung karena persoalan yang menyangkut
sumberdaya alam dan lingkungan hidup berlaku di setiap negara, tidak terkecuali apakah negara
tersebut kaya atau miskin, maka degradasi sumber-sumberdaya alam dan lingkungan hidup
persoalannya lebih tersebar di semua negara, jika dibandingkan dengan permasalahan ekonomi
lainnya, seperti hutang luar negeri ataupun inflasi yang melanda perekonomian di beberapa
negara umpamanya. Kerusakan sumberdaya alam dan lingkungan hidup yang dapat dilihat
meliputi kerusakan hutan, daerah aliran sungai (watershed), kehilangan keragaman biologi
(biodiversity), erosi tanah/lahan yang berlebihan, kerusakan lahan yang dicirikan oleh meluasnya
padang alang-alang, kelebihan tangkapan ikan (over fishing), pencemaran udara, kemacetan lalu
lintas di kota-kota besar, yang di antaranya dapat berdimensi lokal, regional maupun global.

Semua kejadian diatas seakan-akan merupakan gejala yang tampaknya seperti


sudahmenjadi lumrah (biasa), yang sebenarnya dapat disaksikan dan terdapat di semua wilayah
maupun negara baik seperti di kawasan Asia-Pasifik, ataupun kawasan-kawasan lainnya di dunia.
Persoalan utamanya disebabkan karena belum atau kurang banyak dipahami tentang bentuk
hubungan antara faktor-faktor yang menimbulkan dan akibat dari terjadinya degradasi
sumberdaya alam dan lingkungan hidup, sehingga akibatnya penanggulangan masalah
sumberdaya alam dan lingkungan hidup menjadi terabaikan. Atau, kalaupun ada yang dilakukan
oleh beberapa pihak-pihak, maka tidak sedikit bahwa negara/wilayah dan masyarakat yang
bersangkutan hanya mencoba untuk menanggulangi persoalan tersebut dengan hanya mengatasi
gejala permukaannya saja, dan kebanyakan tidak menyentuh akar permasalahannya dalam
rangka pemecahan persoalan atau mengatasi penyebab dasarnya. Masalah-masalah yang
dihadapi dari terjadinya degradasi sumberdaya alam/lingkungan hidup, ternyata dicirikan oleh
sifat dari proses kerusakannya. Pada umumnya proses tersebut berjalan relatif perlahan (lamban),
namun dampaknya kebanyakan bersifat kumulatif, sehingga pada suatu saat akan terjadi krisis
yang penanggulangannya menjadi sulit atau sangat mahal untuk dilakukan.

Kerusakan DAS (Daerah Aliran Sungai). Praktik penebangan liar dan konversi lahan
menimbulkan dampak yang luas, yaitu kerusakan ekosistem dalam tatanan DAS. Akibatnya,
DAS berkondisi kritis meningkat dari yang semula 22 DAS pada tahun 1984 menjadi berturut-
turut sebesar 39 dan 62 DAS pada tahun 1992 dan 1998. Pada saat ini diperkirakan sekitar 282
DAS dalam kondisi kritis. Kerusakan DAS tersebut juga dipacu oleh pengelolaan DAS yang
kurang terkoordinasi antara hulu dan hilir serta kelembagaan yang masih lemah. Hal ini akan
mengancam keseimbangan ekosistem secara luas, khususnya cadangan dan pasokan air yang
sangat dibutuhkan untuk irigasi, pertanian, industri, dan konsumsi rumah tangga.

Habitat ekosistem pesisir dan laut semakin rusak. Kerusakan habitat ekosistem di
wilayah pesisir dan laut semakin meningkat, khususnya di wilayah padat kegiatan seperti pantai
utara Pulau Jawa dan pantai timur Pulau Sumatera. Rusaknya habitat ekosistem pesisir seperti
deforestasi hutan mangrove serta terjadinya degradasi sebagian besar terumbu karang dan
padang lamun telah mengakibatkan erosi pantai dan berkurangnya keanekaragaman hayati
(biodiversity). Erosi ini juga diperburuk oleh perencanaan tata ruang dan pengembangan wilayah
yang kurang tepat. Beberapa kegiatan yang diduga sebagai penyebab terjadinya erosi pantai,
antara lain pengambilan pasir laut untuk reklamasi pantai, pembangunan hotel, dan kegiatan-
kegiatan lain yang bertujuan untuk memanfaatkan pantai dan perairannya. Sementara itu, laju
sedimentasi yang merusak perairan pesisir juga terus meningkat. Beberapa muara sungai di
Sumatera, Kalimantan, dan Jawa mengalami pendangkalan yang cepat, akibat tingginya laju
sedimentasi yang disebabkan oleh kegiatan di lahan atas yang tidak dilakukan dengan benar,
bahkan mengabaikan asas konservasi tanah. Di samping itu, tingkat pencemaran di beberapa
kawasan pesisir dan laut juga berada pada kondisi yang sangat memprihatinkan. Sumber utama
pencemaran pesisir dan laut terutama berasal dari darat, yaitu kegiatan industri, rumah tangga,
dan pertanian. Sumber pencemaran juga berasal dari berbagai kegiatan di laut, terutama dari
kegiatan perhubungan laut dan kapal pengangkut minyak serta kegiatan pertambangan.
Sementara praktik-praktik penangkapan ikan yang merusak dan ilegal (illegal fishing) serta
penambangan terumbu karang masih terjadi dimana-mana yang memperparah kondisi habitat
ekosistem pesisir dan laut.

Citra pertambangan yang merusak lingkungan. Sifat usaha pertambangan, khususnya


tambang terbuka (open pit mining), selalu merubah bentang alam sehingga mempengaruhi
ekosistem dan habitat aslinya. Dalam skala besar akan mengganggu keseimbangan fungsi
lingkungan hidup dan berdampak buruk bagi kehidupan manusia. Dengan citra semacam ini
usaha pertambangan cenderung ditolak masyarakat. Citra ini diperburuk oleh banyaknya
pertambangan tanpa ijin (PETI) yang sangat merusak lingkungan.

Tingginya ancaman terhadap keanekaragaman hayati (biodiversity). Sampai saat ini


90 jenis flora dan 176 fauna di Pulau Sumatera terancam punah. Populasi orang-utan di
Kalimantan menyusut tajam, dari 315.000 ekor di tahun 1900 menjadi 20.000 ekor di tahun
2002. Hutan bakau di Jawa dan Kalimantan menyusut tajam, disertai rusaknya berbagai
ekosistem. Gambaran tersebut menempatkan Indonesia pada posisi kritis berdasarkan Red Data
Book IUCN (International Union for the Conservation of Nature). Di sisi lain, pelestarian plasma
nutfah asli Indonesia belum berjalan baik. Kerusakan ekosistem dan perburuan liar, yang
dilatarbelakangi rendahnya kesadaran masyarakat, menjadi ancaman utama bagi
keanekaragaman hayati di Indonesia.

Pencemaran air semakin meningkat. Penelitian di 20 sungai Jawa Barat pada tahun 2000
menunjukkan bahwa angka BOD (Biochemical Oxygen Demand) dan COD (Chemical Oxygen
Demand)nya melebihi ambang batas. Indikasi serupa terjadi pula di DAS Brantas, ditambah
dengan tingginya kandungan amoniak. Limbah industri, pertanian, dan rumah tangga merupakan
penyumbang terbesar dari pencemaran air tersebut. Kualitas air permukaan danau, situ, dan
perairan umum lainnya juga menunjukkan kondisi yang memprihatinkan. Umumnya disebabkan
karena tumbuhnya phitoplankton secara berlebihan (blooming) sehingga menyebabkan
terjadinya timbunan senyawa phospat yang berlebihan. Matinya ikan di Danau Singkarak (1999),
Danau Maninjau (2003) serta lenyapnya beberapa situ di Jabodetabek menunjukkan tingginya
sedimentasi dan pencemaran air permukaan. Kondisi air tanah, khususnya di perkotaan, juga
mengkhawatirkan karena terjadinya intrusi air laut dan banyak ditemukan bakteri Escherichia
Coli dan logam berat yang melebihi ambang batas.

Kualitas udara, khususnya di kota-kota besar, semakin menurun. Kualitas udara di


10 kota besar Indonesia cukup mengkhawatirkan, dan di enam kota diantaranya, yaitu Jakarta,
Surabaya, Bandung, Medan, Jambi, dan Pekan Baru dalam satu tahun hanya dinikmati udara
bersih selama 22 sampai 62 hari saja. Senyawa yang perlu mendapat perhatian serius adalah
partikulat (PM10), karbon monoksida (CO), dan nitrogen oksida (NOx). Pencemaran udara
utamanya disebabkan oleh gas buang kendaraan dan industri, kebakaran hutan, dan kurangnya
tutupan hijau di perkotaan. Hal ini juga diperburuk oleh kualitas atmosfer global yang menurun
karena rusaknya lapisan ozon di stratosfer akibat akumulasi senyawa kimia seperti
chlorofluorocarbons (CFCs), halon, carbon tetrachloride, methyl bromide yang biasa digunakan
sebagai refrigerant mesin penyejuk udara, lemari es, spray, dan foam. Senyawa-senyawa tersebut
merupakan bahan perusak ozon (BPO) atau ODS (ozone depleting substances). Indonesia terikat
Montreal Protocol dan Kyoto Protocol yang telah diratifikasi untuk ikut serta mengurangi
penggunaan BPO tersebut, namun demikian sulit dilaksanakan karena bahan penggantinya masih
langka dan harganya relatif mahal.

Selain permasalahan tersebut di atas, juga terdapat berbagai permasalahan lain yang pada
akhirakhir ini justru sangat menonjol, termasuk masalah-masalah sebagai dampak dari bencana
dan permasalahan lingkungan lainnya yang terjadi karena fenomena alam yang bersifat
musiman.

Sistem pengelolaan hutan secara berkelanjutan belum optimal dilaksanakan. Sejak


tahun 1970-an hutan telah dimanfaatkan sebagai mesin ekonomi melalui ekspor log maupun
industri berbasis kehutanan. Sistem pengelolaan hutan didominasi oleh pemberian hak
pengusahaan hutan (HPH) kepada pihak-pihak tertentu secara tidak transparan tanpa
mengikutsertakan masyarakat setempat, masyarakat adat, maupun pemerintah daerah. Saat ini
sekitar 28 juta hektar hutan produksi pengelolaannya dikuasai oleh 267 perusahaan HPH atau
rata-rata 105.000 hektar per HPH. Kontrol sosial tidak berjalan, kasus KKN marak, dan pelaku
cenderung mengejar keuntun gan jangka pendek sebesar-besarnya. Pada masa yang akan datang,
sistem pengelolaan hutan harus bersifat lestari dan berkelanjutan (sustainable forest
management) yang memperhatikan aspek ekonomi – sosial – lingkungan secara bersamaan.

Pembagian wewenang dan tanggung jawab pengelolaan hutan belum jelas. Otonomi
daerah telah merubah pola hubungan pusat–daerah. Titik berat otonomi daerah di
Kabupaten/Kota mengakibatkan pola hubungan Pemerintah Pusat–Propinsi–Kabupaten/Kota
berubah, dan karena kurang diatur dalam peraturan perundang-undangan, menjadi berbeda-beda
penafsirannya. Akibatnya kondisi hutan cenderung tertekan karena belum ada kesepahaman
antara Pemerintah Pusat dan Pemerintah Daerah dalam pengelolaan sumber daya alam.
Misalnya, Undang-Undang Nomor 41 Tahun 1999 tentang Kehutanan lebih menitikberatkan
pada aspek-aspek pengelolaan hutan secara ideal, sementara aspek kewenangan pengelolaan
hutan tidak terakomodasi secara jelas. Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2004 tentang
Pemerintah Daerah yang merupakan revisi Undang-Undang Nomor 22 Tahun 1999, walaupun
sudah menegaskan hubungan Pemerintah Pusat dan Pemerintah Daerah dalam hal kewenangan,
tanggung jawab, pemanfaatan, pemeliharaan, pengendalian, bagi hasil, penyerasian lingkungan
dan tata ruang, masih memerlukan peraturan perundang-undangan lebih lanjut.

Lemahnya penegakan hukum terhadap pembalakan liar (illegal logging) dan


penyelundupan kayu. Tingginya biaya pengelolaan hutan, lemahnya pengawasan dan
penegakan hukum mengakibatkan perencanaan kehutanan kurang efektif atau bahkan tidak
berjalan. Kasus tebang berlebih (over cutting), pembalakan liar (illegal logging), penyelundupan
kayu ke luar negeri, dan tindakan illegal lainnya banyak terjadi. Diperkirakan kegiatan-kegiatan
illegal tersebut saja telah menyebabkan hilangnya hutan seluas 1,2 juta hektar per tahun,
melebihi luas hutan yang ditebang berdasarkan ijin Departemen Kehutanan. Selain penegakan
hukum yang lemah, juga disebabkan oleh aspek penguasaan lahan (land tenure) yang sarat
masalah, praktik pengelolaan hutan yang tidak lestari, dan terhambatnya akses masyarakat
terhadap sumber daya hutan.

Rendahnya kapasitas pengelola kehutanan. Sumber daya manusia, pendanaan,


saranaprasarana, kelembagaan, serta insentif bagi pengelola kehutanan sangat terbatas bila
dibandingkan dengan cakupan luas kawasan yang harus dikelolanya. Hal ini mempersulit
penanggulangan masalah kehutanan seperti pencurian kayu, kebakaran hutan, pemantapan
kawasan hutan, dan lain-lain. Sebagai contoh, jumlah polisi hutan secara nasional adalah 8.108
orang. Hal ini berarti satu orang polisi hutan harus menjaga sekitar 14.000 hektar hutan. Dengan
pendanaan, sarana dan prasarana yang terbatas, jumlah tersebut jelas tidak memadai karena
kondisi yang ideal satu polisi hutan seharusnya menangani 100 hektar (untuk kawasan
konservasi di Jawa), sementara untuk kawasan konservasi di luar Jawa sekitar 5.000 hektar. Di
samping itu, partisipasi masyarakat untuk ikut serta mengamankan hutan juga sangat rendah.
Belum berkembangnya pemanfaatan hasil hutan non-kayu dan jasa-jasa
lingkungan. Hasil hutan non-kayu dan jasa lingkungan dari ekosistem hutan, seperti nilai hutan
sebagai sumber air, keanekaragaman hayati, udara bersih, keseimbangan iklim, keindahan alam,
dan kapasitas asimilasi lingkungan yang memiliki manfaat besar sebagai penyangga sistem
kehidupan, dan memiliki potensi ekonomi, belum berkembang seperti yang diharapkan.
Berdasarkan hasil penelitian, nilai jasa ekosistem hutan jauh lebih besar dari nilai produk
kayunya. Diperkirakan nilai hasil hutan kayu hanya sekitar 7 persen dari total nilai ekonomi
hutan, sisanya adalah hasil hutan non-kayu dan jasa lingkungan. Dewasa ini permintaan terhadap
jasa lingkungan mulai meningkat, khususnya untuk air minum kemasan, obyek penelitian, wisata
alam, dan sebagainya. Permasalahannya adalah sampai saat ini sistem pemanfaatannya belum
berkembang secara maksimal.

Belum terselesaikannya batas wilayah laut dengan negara tetangga. Wilayah laut
ZEEI (Zona Ekonomi Ekslusif Indonesia) yang belum diselesaikan meliputi perbatasan dengan
Malaysia, Filipina, Palau, Papua New Guinea, Timor Leste, India, Singapura, dan Thailand.
Sedangkan batas laut teritorial yang belum disepakati meliputi perbatasan dengan Singapura
(bagian barat dan timur), Malaysia, dan Timor Leste. Penyebabnya karena Indonesia belum
mempunyai undang-undang tentang pengelolaan wilayah laut, termasuk lembaga yang memiliki
otorita mengatur batas wilayah dengan negara tetangga. Di samping itu, kemampuan diplomasi
Indonesia dalam kancah internasional juga masih lemah, sehingga merupakan kendala tersendiri
yang perlu diatasi.

Potensi kelautan belum didayagunakan secara optimal. Sektor kelautan menyumbang


sekitar 20 persen dari PDB nasional (2002). Kontribusi terbesar berasal dari migas, diikuti
industri maritim, perikanan, jasa angkutan laut, wisata bahari, bangunan laut, dan jasa-jasa
lainnya. Namun demikian, bila dibandingkan dengan potensinya, sumber daya laut masih belum
tergarap secara optimal. Kebijakan pembangunan nasional selama ini cenderung terlalu
berorientasi ke wilayah daratan, sehingga alokasi sumber daya tidak dilakukan secara seimbang
dalam mendukung pembangunan antara wilayah darat dan laut.

Merebaknya pencurian ikan dan pola penangkapan ikan yang merusak. Pencurian
ikan (illegal fishing), baik oleh kapal-kapal domestik dengan atau tanpa ijin maupun kapal-kapal
asing di perairan teritorial maupun di Zona Ekonomi Eksklusif Indonesia (ZEEI), menyebabkan
hilangnya sumber daya ikan sekitar 1-1,5 juta ton per tahun dengan nilai kerugian negara sekitar
US$ 2 milyar. Hal ini diperburuk oleh upaya pengendalian dan pengawasan yang belum optimal
akibat kurangnya sarana dan alat penegakan hukum di laut. Selain itu, jumlah dan kapasitas
petugas pengawas, sistem pengawasan, partisipasi masyarakat, dan koordinasi antar instansi
terkait juga masih lemah. Sementara itu, penangkapan ikan yang merusak (destructive fishing)
seperti penggunaan bahan peledak dan racun (potasium) masih banyak terjadi, yang dipicu oleh
meningkatnya permintaan ikan karang dari luar negeri dengan harga yang cukup tinggi. Kegiatan
ini menyebabkan rusaknya ekosistem terumbu karang yang merupakan habitat ikan yang sangat
penting.
Pengelolaan pulau-pulau kecil belum optimal. Indonesia memiliki banyak sekali
pulaupulau kecil, tetapi lebih dari tiga dasawarsa terakhir pulau-pulau kecil tersebut kurang atau
tidak memperoleh perhatian dan atau tersentuh kegiatan pembangunan. Pulau kecil, yang
didefinisikan sebagai pulau yang luasnya kurang dari 10.000 km² yang umumnya jumlah
penduduknya kurang dari 200.000 jiwa, sangat rentan terhadap perubahan alam karena daya
dukung lingkungannya sangat terbatas dan cenderung mempunyai spesies endemik yang tinggi.
Ciri lainnya adalah jenis kegiatan pembangunan yang ada bersifat merusak lingkungan pulau itu
sendiri atau “memarjinalkan” penduduk lokal. Hal lain yang perlu diperhatikan adalah adanya
beberapa pulau kecil yang berpotensi memiliki konflik dengan pihak asing, terutama pulau-pulau
kecil yang berada di wilayah perbatasan. Pada saat ini terdapat 92 pulau-pulau kecil menjadi
base point (titik pangkal) perbatasan wilayah RI dengan 10 negara-negara tetangga. Sampai
sekarang baru dengan satu negara, yaitu Australia telah dibuat perjanjian yang menetapkan
pulau-pulau kecil Nusantara sebagai titik pangkal batas wilayah. Oleh karena itu, diperlukan
perhatian khusus dalam pembangunan pulau-pulau kecil yang ada, yang berbeda pola
pendekatannya dengan pulau-pulau besar lainnya. Pada saat ini telah tersusun rancangan
Kebijakan dan Strategi Nasional (Jakstranas) Pengelolaan Pulau-pulau Kecil yang integratif
sebagai dasar pengembangannya.

Sistem mitigasi bencana alam belum dikembangkan. Banyak wilayah Indonesia yang
rentan terhadap bencana alam. Secara geografis Indonesia terletak di atas tiga lempeng aktif
besar dunia yaitu lempeng Indo-Australia, Eurasia, dan Pasifik. Disamping itu, juga merupakan
wilayah pertemuan arus panas dan dingin yang berada di sekitar Laut Banda dan Arafura.
Kondisi ini, dari satu sisi, menggambarkan begitu rentannya wilayah Indonesia terhadap bencana
alam, seperti gempa bumi, tsunami dan taufan. Apabila tidak disikapi dengan pengembangan
sistem kewaspadaan dini (early warning system) maka bencana alam tersebut akan mengancam
kehidupan manusia, flora, fauna, dan infrastruktur prasarana publik yang telah dibangun; seperti
yang terjadi di NAD, Sumatra Utara, Papua, dan Nusa Tenggara Timur. Dalam jangka menengah
ini, pengembangan kebijakan sistem mitigasi bencana alam menjadi sangat penting, yang antara
lain melalui pengembangan ilmu pengetahuan dan teknologi yang mampu membantu
mengurangi dampak negatif bencana tersebut. Disamping itu, dukungan pemahaman akan
“kawasan rawan bencana geologi” (Geological Hazards Mapping) perlu dipetakan secara baik,
dan rencana tata ruang yang disusun dengan memperhitungkan kawasan rawan bencana geologi
dan lokasi kegiatan ekonomi, serta pola pembangunan kota disesuaikan dengan daya dukung
lingkungan lokal. Upaya-upaya lain yang perlu dilakukan adalah pembangunan sabuk alami
(hutan mangrove dan terumbu karang) di wilayah pesisir.

Terjadinya penurunan kontribusi migas dan hasil tambang pada penerimaan


negara. Penerimaan migas pada tahun 1996 pernah mencapai 43 persen dari APBN, dan pada
tahun 2003 menurun menjadi 22,9 persen. Penurunan ini tampaknya akan terus terjadi. Cadangan
minyak bumi dewasa ini sekitar 5,8 miliar barel dengan tingkat produksi 500 juta barel per
tahun. Apabila cadangan baru tidak ditemukan dan tingkat pengurasan (recovery rate) tidak
bertambah, maka sebelas tahun lagi cadangan minyak kita akan habis. Cadangan gas-bumi-
terbukti tahun 2002 sebesar 90 TCF (trillion cubic feet) baru dimanfaatkan setiap tahun 2,9 TCF
saja. Rendahnya tingkat pemanfaatan ini karena kurangnya daya saing Indonesia dalam hal
suplai. Berbeda dengan Malaysia dan Australia yang selalu siap dengan produksinya, ladang gas
di Indonesia baru dikembangkan setelah ada kepastian kontrak dengan pembeli, sehingga dari
sisi supply readiness Indonesia kurang bersaing. Pertambangan mineral seperti timah, nikel,
bauksit, tembaga, perak, emas, dan batubara tetap memberikan kontribusi walaupun
penerimaannya cenderung menurun. Penerimaan negara dari pertambangan pada tahun 2001
sebesar Rp2,3 triliun, tahun 2002 menjadi Rp1,4 triliun, dan tahun 2003 Rp1,5 triliun.

Ketidakpastian hukum di bidang pertambangan. Hal ini terjadi akibat belum


selesainya pembahasan RUU Pertambangan sebagai pengganti Undang-Undang Nomor 11
Tahun 1967 tentang Pokok-pokok Pertambangan. Selain itu, otonomi daerah juga menambah
ketidakpastian berusaha karena banyaknya peraturan daerah yang menghambat iklim investasi,
seperti retribusi, pembagian saham, serta peraturan lainnya yang memperpanjang rantai perijinan
usaha pertambangan yang harus dilalui.

Tingginya tingkat pencemaran dan belum dilaksanakannya pengelolaan limbah


secara terpadu dan sistematis. Meningkatnya pendapatan dan perubahan gaya hidup
masyarakat perkotaan berdampak pada peningkatan pencemaran akibat limbah padat, cair,
maupun gas secara signifikan. Untuk limbah padat, hal ini membebani sistem pengelolaan
sampah, khususnya tempat pembuangan akhir sampah (TPA). Sebagai gambaran, di Jakarta-
Bogor-Depok-Tangerang-Bekasi (Jabodetabek) umur operasi TPA rata-rata tinggal 3-5 tahun
lagi, sementara potensi lahan sangat terbatas. Selain itu, sampah juga belum diolah dan dikelola
secara sistematis, hanya ditimbun begitu saja, sehingga mencemari tanah maupun air,
menimbulkan genangan leacheate, dan mengancam kesehatan masyarakat. Penurunan kualitas
air di badan-badan air akibat kegiatan rumah tangga, pertanian, dan industri juga memerlukan
upaya pengelolaan limbah cair yang terpadu antar sektor terkait. Semakin tingginya intensitas
kegiatan industri dan pergerakan penduduk menjadi pemicu memburuknya kualitas udara,
terutama di perkotaan. Pengaturan mengenai sistem pengelolaan dan pengendalian gas buang
(emisi), baik industri maupun transportasi diperlukan sebagai upaya peningkatan perbaikan
kualitas udara. Selain itu, limbah B3 (bahan berbahaya dan beracun) yang berasal dari rumah
sakit, industri, pertambangan, dan permukiman juga belum dikelola secara serius. Walaupun
Indonesia telah meratifikasi Basel Convention, saat ini hanya ada satu fasilitas pengolahan
limbah B3 yang dikelola swasta di Cibinong. Tingginya biaya, rumitnya pengelolaan B3, serta
rendahnya pemahaman masyarakat menjadi kendala tersendiri dalam upaya mengurangi dampak
negatif limbah terutama limbah B3 terhadap lingkungan.

Adaptasi kebijakan terhadap perubahan iklim (climate change) dan pemanasan


global (global warming) belum dilaksanakan. Fenomena kekeringan (El Niño) dan banjir (La
Niña) yang terjadi secara luas sejak tahun 1990-an membuktikan adanya perubahan iklim global.
Dibandingkan 150 tahun lalu, suhu rata-rata permukaan bumi kini meningkat 0,6 °C akibat emisi
gas rumah kaca (greenhouse gases) seperti CO2, CH4, dan NOx dari negara-negara industri
maju. Sampai tahun 2100 mendatang suhu rata-rata permukaan bumi diperkirakan akan naik lagi
sebesar 1,4-5,8 °C. Keseimbangan lingkungan global terganggu, glacier dan lapisan es di kutub
mencair, permukaan laut naik, dan iklim global berubah. Indonesia, sebagai negara kepulauan di
daerah tropis, pasti terkena dampaknya. Oleh karena itu adaptasi terhadap perubahan iklim
tersebut mutlak dilakukan, khususnya yang terkait dengan strategi pembangunan sektor
kesehatan, pertanian, permukiman, dan tata-ruang. Di lain pihak, isu perubahan iklim memberi
peluang tersendiri bagi Indonesia, yang telah meratifikasi Kyoto Protocol, di mana negara-negara
industri maju dapat ‘menurunkan emisinya’ melalui kompensasi berupa investasi proyek CDM
(Clean Development Mechanism) di negara berkembang seperti Indonesia.

Alternatif pendanaan lingkungan belum dikembangkan. Alokasi dana pemerintah


untuk sektor lingkungan hidup sangat tidak memadai. Dari total alokasi dana pembangunan,
sektor lingkungan hidup hanya menerima sekitar 1 persen setiap tahunnya. Dengan terbatasnya
keuangan negara, maka upaya pendanaan alternatif harus diperjuangkan terus menerus sesuai
dengan amanat Undang-Undang Nomor 23 Tahun 1997 tentang Lingkungan Hidup, antara lain
melalui skema DNS (debt for nature swap), CDM (Clean Development Mechanism), Trust Fund
Mechanism, dan green tax. Upaya ke arah itu masih tersendat karena sistem dan aturan keuangan
negara sangat kaku dan tidak fleksibel untuk mengantisipasi berbagai skema pembiayaan
inovatif. Selain itu, perlu dikembangkan pula alternatif pendanaan dari sumber-sumber
pendanaan dalam negeri dengan mengembangkan berbagai mekanisme pengelolaan pendanaan
melalui lembaga keuangan maupun lembaga independen lainnya.

Isu lingkungan global belum dipahami dan diterapkan dalam pembangunan


nasional dan daerah. Tumbuhnya kesadaran global tentang kondisi lingkungan dan sumber
daya alam yang semakin buruk, telah mendesak seluruh negara untuk merubah paradigma
pembangunannya, dari ekonomi-konvensional menjadi ekonomi-ekologis. Untuk itu telah
dihasilkan 154 perjanjian internasional dan multilateral agreement yang terkait langsung maupun
tidak langsung dengan isu lingkungan global. Indonesia telah meratifikasi 14 perjanjian
internasional di bidang lingkungan tetapi sosialisasi, pelaksanaan dan penaatan terhadap
perjanjian internasional tersebut kurang mendapat perhatian sehingga pemanfaatannya untuk
kepentingan nasional belum dirasakan secara maksimal. Selain itu, masukan Indonesia untuk
memperjuangkan kepentingan nasional di berbagai konvensi internasional juga masih terbatas
mengingat lemahnya kapasitas institusi, sumber daya manusia, serta sistem perwakilan Indonesia
di berbagai konvensi tersebut. Dengan aktifnya Indonesia pada perjanjian perdagangan baik
regional seperti AFTA dan APEC atau global seperti WTO, maka pembangunan nasional dan
daerah perlu mengantisipasi dampaknya terhadap lingkungan.

Belum harmonisnya peraturan perundangan lingkungan hidup. Hukum lingkungan


atau peraturan perundangan di bidang lingkungan hidup masih kurang bersinergi dengan
peraturan perundangan sektor lainnya. Banyak terjadi inkonsistensi, tumpang tindih dan bahkan
saling bertentangan baik peraturan perundangan yang ada baik di tingkat nasional maupun
peraturan perundangan daerah. Untuk memberikan penguatan sebagai upaya pengarusutamaan
prinsip-prinsip pembangunan berkelanjutan maka pengembangan hukum lingkungan perlu terus
dilakukan.

Masih rendahnya kesadaran masyarakat dalam pemeliharaan lingkungan.


Masyarakat umumnya menganggap bahwa sumber daya alam akan tersedia selamanya dalam
jumlah yang tidak terbatas, secara cuma-cuma. Air, udara, iklim, serta kekayaan alam lainnya
dianggap sebagai anugerah Tuhan yang tidak akan pernah habis. Demikian pula pandangan
bahwa lingkungan hidup akan selalu mampu memulihkan daya dukung dan kelestarian fungsinya
sendiri. Pandangan demikian sangat menyesatkan, akibatnya masyarakat tidak termotivasi untuk
ikut serta memelihara sumber daya alam dan lingkungan hidup di sekitarnya. Hal ini dipersulit
dengan adanya berbagai masalah mendasar seperti kemiskinan, kebodohan, dan keserakahan.

Simpulan

Sumber daya alam dimanfaatkan untuk sebesar-besarnya kemakmuran rakyat dengan


tetap memperhatikan kelestarian fungsi lingkungan hidupnya. Dengan demikian sumber daya
alam memiliki peran ganda, yaitu sebagai modal pertumbuhan ekonomi (resource based
economy) dan sekaligus sebagai penopang sistem kehidupan (life support system). Hingga saat
ini, sumber daya alam sangat berperan sebagai tulang punggung perekonomian nasional, dan
masih akan diandalkan dalam jangka menengah. erbagai permasalahan muncul dan memicu
terjadinya kerusakan sumber daya alam dan lingkungan hidup sehingga dikhawatirkan akan
berdampak besar bagi kehidupan makhluk di bumi, terutama manusia yang populasinya semakin
besar.

Referensi

- Anwar, Affendi, dan Ernan Rustiadi. 2000. MASALAH PENGELOLAAN SUMBERDAYA


ALAM DAN KEBIJAKSANAAN EKONOMI BAGI PENGENDALIAN TERHADAP
KERUSAKANNYA. https://repository.ipb.ac.id/bitstream/handle/123456789/24803/115-
Masalah%20Pengelolaan%20Sumberdaya%20Alam%20dan%20Kebijaksanaan%20Ekonomi
%20bagi%20Pengendalian%20terhadap%20Keru.PDF?sequence=1&isAllowed=y (diakses
tanggal 19 April 2021)

- Delia8L. 2015. Permasalahan SDA dan Penguasaan struktur SDA.


https://delialestari38.wordpress.com/2015/04/30/permasalahan-sda-dan-penguasaan-struktur-sda/
(diakses tanggal 19 April 2021)

------------------------------------------------------------------------------------------------

CHAPTER 6

PENANGGULANGAN DAN PEMBANGUNAN


SUMBER DAYA ALAM

Rasyida Ucok Purwito

Berbagai kebijakan dan program yang diuraikan di dalam bab ini adalah dalam rangka
mendukung pelaksanaan prioritas pembangunan nasional yang ketiga, yaitu mempercepat
pemulihan ekonomi dan memperkuat landasan pembangunan ekonomi berkelanjutan dan
berkeadilan berdasarkan sistem ekonomi kerakyatan. Pembangunan sumber daya alam dan
lingkungan hidup dalam bab ini menjadi acuan bagi kegiatan berbagai sektor pembangunan agar
tercipta keseimbangan dan kelestarian fungsi sumber daya alam dan lingkungan hidup sehingga
keberlanjutan pembangunan tetap terjamin. Pola pemanfaatan sumber daya alam seharusnya
dapat memberikan akses kepada masyarakat adat dan lokal, bukan terpusat pada beberapa
kelompok masyarakat dan golongan tertentu. Dengan demikian pola pemanfaatan sumber daya
alam harus memberi kesempatan dan peranserta aktif masyarakat adat dan lokal, serta
meningkatkan kemampuan masyarakat untuk mengelola sumber daya alam secara berkelanjutan.
Peranan pemerintah dalam perumusan kebijakan pengelolaan sumber daya alam harus
dioptimalkan karena sumber daya alam sangat penting peranannya terutama dalam rangka
meningkatkan pendapatan negara melalui mekanisme pajak, retribusi dan bagi hasil yang jelas
dan adil, serta perlindungan dari bencana ekologis. Sejalan dengan otonomi daerah,
pendelegasian secara bertahap wewenang pemerintah pusat kepada pemerintah daerah dalam
pengelolaan sumber daya alam dimaksudkan untuk meningkatkan peranan masyarakat lokal dan
tetap terjaganya fungsi lingkungan.

Kontrol masyarakat dan penegakan supremasi hukum dalam pengelolaan sumber daya
alam dan pelestarian fungsi lingkungan hidup merupakan hal yang penting, yang menyebabkan
hak-hak masyarakat untuk menggunakan dan menikmatinya menjadi terbuka dan mengurangi
konflik, baik yang bersifat vertikal maupun horizontal. Sistem hukum yang berkaitan dengan
pengelolaan sumber daya alam harus memiliki perspektif keberlanjutan, penghormatan hak-hak
asasi manusia, demokrasi, kesetaraan gender, dan pemerintahan yang baik (good governance).

Peraturan perundang-undangan yang mengatur pengelolaan sumber daya alam harus


dapat mengurangi tumpang tindih peraturan penguasaan dan pemanfaatan sumber daya alam, dan
mewujudkan keselarasan peran antara pusat dan daerah serta antarsektor. Selain itu, peran serta
aktif masyarakat dalam memanfaatkan akses dan mengendalikan kontrol terhadap penggunaan
sumber daya alam harus lebih optimal karena dapat melindungi hak-hak publik dan hak-hak
masyarakat adat. Kemiskinan akibat krisis ekonomi disertai melemahnya wibawa hukum perlu
diperhatikan agar kerusakan sumber daya alam tidak makin parah, termasuk penjarahan terhadap
hutan, kawasan konservasi alam, dan sebagainya. Meningkatnya intensitas kegiatan penduduk
dan industri perlu dikendalikan untuk mengurangi kadar kerusakan lingkungan di banyak daerah
antara lain pencemaran industri, pembuangan limbah yang tidak memenuhi persyaratan teknis
dan kesehatan, penggunaan bahan bakar yang tidak aman bagi lingkungan, kegiatan pertanian,
penangkapan ikan, dan pengelolaan hutan yang mengabaikan daya dukung dan daya tampung
lingkungan.

Dengan memperhatikan permasalahan dan kondisi sumber daya alam dan lingkungan
hidup dewasa ini, kebijakan di bidang pengelolaan sumber daya alam dan lingkungan hidup
ditujukan pada upaya: (1) mengelola sumber daya alam, baik yang dapat diperbaharui maupun
yang tidak dapat diperbaharui melalui penerapan teknologi ramah lingkungan dengan
memperhatikan daya dukung dan daya tampungnya; (2) menegakkan hukum secara adil dan
konsisten untuk menghindari perusakan sumber daya alam dan pencemaran lingkungan; (3)
mendelegasikan kewenangan dan tanggung jawab kepada pemerintah daerah dalam pengelolaan
sumber daya alam dan lingkungan hidup secara bertahap; (4) memberdayakan masyarakat dan
kekuatan ekonomi dalam pengelolaan sumber daya alam dan lingkungan hidup bagi peningkatan
kesejahteraan masyarakat lokal; (5) menerapkan secara efektif penggunaan indikator-indikator
untuk mengetahui keberhasilan pengelolaan sumber daya alam dan lingkungan hidup; (6)
memelihara kawasan konservasi yang sudah ada dan menetapkan kawasan konservasi baru di
wilayah tertentu; dan (7) mengikutsertakan masyarakat dalam rangka menanggulangi
permasalahan lingkungan global.

Sasaran yang ingin dicapai adalah terwujudnya pengelolaan sumber daya alam yang
berkelanjutan dan berwawasan keadilan seiring dengan meningkatnya kesejahteraan masyarakat
lokal serta meningkatnya kualitas lingkungan hidup sesuai dengan baku mutu yang ditetapkan,
serta terwujudnya keadilan antargenerasi, antardunia usaha dan masyarakat, dan antarnegara
maju dengan negara berkembang dalam pemanfaatan sumber daya alam dan lingkungan hidup
yang optimal.

PROGRAM-PROGRAM PEMBANGUNAN

Dengan memperhatikan tujuan dan sasaran yang telah ditetapkan yang merupakan
cerminan dari prioritas kegiatan yang akan dilakukan dalam bidang sumber daya alam dan
lingkungan hidup, dijabarkan ke dalam lima program pembangunan yang direncanakan
dilaksanakan dalam lima tahun mendatang. Kelima program tersebut saling terkait satu sama lain
dengan tujuan akhirnya adalah meningkatkan kesejahteraan masyarakat yang adil dan
berkelanjutan dalam kualitas lingkungan hidup yang semakin baik dan sehat. Program-program
tersebut adalah sebagai berikut.

1. Program Pengembangan dan Peningkatan Akses Informasi Sumber Daya Alam dan
Lingkungan Hidup

Program ini bertujuan untuk memperoleh dan menyebarluaskan informasi yang lengkap
mengenai potensi dan produktivitas sumber daya alam dan lingkungan hidup melalui
inventarisasi dan evaluasi, valuasi, dan penguatan sistem informasi. Sasaran yang ingin dicapai
adalah tersedia dan teraksesnya informasi sumber daya alam dan lingkungan hidup berupa
infrastruktur data spasial, nilai, dan neraca sumber daya alam dan lingkungan hidup oleh
masyarakat luas di setiap daerah. Kegiatan pokok yang dilakukan adalah (1) inventarisasi dan
evaluasi potensi sumber daya alam dan lingkungan hidup baik di darat, laut, maupun udara; (2)
valuasi potensi sumber daya hutan, air, laut, udara, dan mineral; dan (3) pengkajian neraca
sumber daya alam; dan (4) penyusunan Produk Domestik Bruto Hijau (PDB Hijau) secara
bertahap. Selain itu dalam program ini juga dilaksanakan kegiatan pokok lainnya, yaitu: (1)
pendataan kawasan ekosistem yang rentan terhadap kerusakan, termasuk wilayah kepulauan; (2)
pendataan batas kawasan hutan, pengkajian ilmu pengetahuan dan teknologi di bidang sistem
informasi sumber daya alam dan lingkungan hidup; serta (3) peningkatan akses informasi kepada
masyarakat.

2. Program Peningkatan Efektivitas Pengelolaan, Konservasi dan Rehabilitas Sumber


Daya Alam

Tujuan dari program ini adalah menjaga keseimbangan pemanfaatan dan pelestarian
sumber daya alam (hutan, laut, air dan mineral) dan lingkungan hidup. Sasaran yang akan
dicapai dalam program ini adalah termanfaatkannya sumber daya alam untuk mendukung
kebutuhan bahan baku industri secara efisien dan berkelanjutan. Sasaran lain dari program ini
adalah terlindunginya kawasan-kawasan konservasi dari kerusakan akibat pemanfaatan sumber
daya alam yang tidak terkendali dan eksploitatif. Kegiatan pokok yang dilakukan adalah (1)
pengkajian kembali kebijakan pengelolaan, konservasi, dan rehabilitasi sumber daya alam; (2)
pengelolaan sumber daya hutan dan sumber daya air dengan pendekatan daerah aliran sungai
dalam kerangka penataan ruang; (3) pelaksanaan reboisasi dan rehabilitasi hutan dan lahan kritis,
wilayah pesisir, dan lahan bekas pengelolaan sumber daya alam; (4) penerapan sistem disinsentif
dalam bentuk tarif yang progresif dan rasional untuk melindungi sumber daya alam; (5)
pengelolaan dan perlindungan keanekaragaman hayati darat dan perairan, baik secara insitu
maupun eksitu, serta perekayasaan genetika; (6) pengembangan riset terhadap potensi dan
pemanfaatan sumber daya alam dan pelestarian lingkungan hidup dalam usaha meningkatkan
nilai tambah yang optimal di pasar global dan kualitas lingkungan hidup melalui mekanisme
pembiayaan yang berasal dari hasil pemanfaatan sumber daya alam; (7) pengembangan teknologi
penggunaan sumber daya alam yang ramah lingkungan termasuk teknologi yang terbaik,
teknologi lokal, dan teknologi daur ulang yang tersedia; (8) pengembangan industri pemanfaatan
flora, fauna, serta biota laut lainnya yang memiliki keunggulan komparatif; (9) rasionalisasi dan
restrukturisasi industri berbasis sumber daya alam untuk menjamin keberlanjutan daya dukung
sumber daya alam; dan (10) pengembangan jasa pariwisata yang berwawasan lingkungan di
berbagai kawasan yang memiliki ekosistem berciri khusus.

3. Program Pencegahan dan Pengendalian Kerusakan dan Pencemaran Lingkungan Hidup

Tujuan program ini adalah meningkatkan kualitas lingkungan hidup dalam upaya mencegah
perusakan dan/atau pencemaran lingkungan, dan pemulihan kualitas lingkungan yang rusak
akibat pemanfaatan sumber daya alam yang berlebihan, serta kegiatan industri dan transportasi.
Sasaran program ini adalah tercapainya kualitas lingkungan hidup yang bersih dan sehat sesuai
dengan baku mutu lingkungan yang ditetapkan. Kegiatan pokok yang dilakukan adalah (1)
pengembangan teknologi yang berwawasan lingkungan khususnya teknologi tradisional yang
berkaitan dengan pengelolaan sumber daya air sumber daya hutan, dan industri yang ramah
lingkungan; (2) penetapan indeks dan baku mutu lingkungan; (3) pengembangan teknologi
pengelolaan limbah rumah tangga, industri, dan transportasi; (4) pengintegrasian biaya
lingkungan terhadap biaya produksi; (5) pengembangan teknologi produksi bersih; (6)
pengembangan kelembagaan pendanaan pengelolaan lingkungan hidup; (7) penjaminan
terjadinya alih kapasitas; (8) pengendalian pencemaran air, tanah, udara dan laut; serta (9)
pemantauan yang kontinyu, pengawasan dan evaluasi standar mutu lingkungan. Dalam upaya ini
termasuk penataan ruang, permukiman dan industri yang konsisten dengan pengendalian
pencemaran lingkungan.

4. Program Penataan Kelembagaan dan Penegakan Hukum Pengelolaan Sumber Daya


Alam dan Pelestarian Lingkungan Hidup

Program ini bertujuan untuk mengembangkan kelembagaan, menata sistem hukum,


perangkat hukum dan kebijakan; dan untuk, mengembangkan kelembagaan serta menegakkan
hukum untuk mewujudkan pengelolaan sumber daya alam dan pelestarian lingkungan hidup
yang efektif dan berkeadilan. Sasaran program ini adalah tersedianya kelembagaan bidang
sumber daya alam dan lingkungan hidup yang kuat, dengan didukung oleh perangkat hukum dan
perundangan serta terlaksananya upaya penegakan hukum secara adil dan konsisten. Kegiatan
pokok yang dilakukan adalah (1) penyusunan undang-undang pengelolaan sumber daya alam
berikut perangkat peraturannya; (2) penetapan kebijakan yang membuka peluang akses dan
kontrol masyarakat terhadap pengelolaan sumber daya alam dan lingkungan hidup; (3) evaluasi
terhadap pelaksanaan peraturan perundangan yang berkaitan dengan pengelolaan sumber daya
alam dan lingkungan hidup; (4) penguatan institusi dan aparatur penegak hukum dalam
pengelolaan sumber daya alam dan lingkungan hidup; (5) pengembangan sistem pengawasan dan
pengendalian pemanfaatan sumber daya alam khususnya sumber daya laut melalui metode MCS
(monitoring, controlling, dan survaillance); (6) pengakuan kelembagaan adat dan lokal dalam
kepemilikan dan pengelolaan sumber daya alam; dan (7) penguatan kapasitas pemerintah daerah
dalam pengelolaan sumber daya alam dan lingkungan hidup termasuk dalam pengelolaan sumber
daya alam lintaswilayah administratif. Selain itu juga akan dilaksanakan kegiatan pokok lainnya,
yaitu: (1) pengembangan pelaksanaan perjanjian internasional dalam pengelolaan sumber daya
alam dan lingkungan hidup dan mewaspadai adanya upaya untuk menggunakan isu lingkungan
yang menghambat ekspor dan perkembangan ekonomi negara berkembang; (2) peningkatan
sistem pengawasan terhadap pembajakan sumber daya hayati (biopiracy) dan pembajakan
teknologi lokal oleh pihak asing; (3) pengembangan sistem insentif dan disinsentif dalam
pengelolaan dan konservasi sumber daya alam dan lingkungan hidup; serta (4) pelaksanaan
program-program sukarela seperti sistem manajemen dan kinerja lingkungan (ISO-14000 dan
ekolabeling) pada sebanyak mungkin perusahaan industri dan jasa agar dapat bersaing di tingkat
internasional.

5. Program Peningkatan Peranan Masyarakat dalam Pengelolaan Sumber Daya Alam dan
Pelestarian Lingkungan Hidup

Tujuan dari program ini adalah untuk meningkatkan peranan dan kepedulian pihak-pihak yang
berkepentingan dalam pengelolaan sumber daya alam dan pelestarian lingkungan hidup. Sasaran
program ini adalah tersedianya sarana bagi masyarakat dalam pengelolaan sumber daya alam dan
pelestarian lingkungan hidup sejak proses perumusan kebijakan dan pengambilan keputusan,
perencanaan, pelaksanaan sampai pengawasan. Kegiatan pokok yang dilakukan adalah (1)
peningkatan jumlah dan kualitas anggota masyarakat yang peduli dan mampu mengelola sumber
daya alam dan melestarikan lingkungan hidup; (2) pemberdayaan masyarakat lokal dalam
pengelolaan sumber daya alam dan pemeliharaan lingkungan hidup melalui pendekatan
keagamaan, adat, dan budaya; (3) pengembangan pola kemitraan dengan lembaga masyarakat
yang melibatkan berbagai pihak dalam pengelolaan sumber daya alam dan pelestarian
lingkungan hidup; dan (4) perlindungan hak-hak adat dan ulayat dalam pengelolaan sumber daya
alam dan pelestarian lingkungan hidup. Selain itu terdapat kegiatan pokok lain, yaitu: (1)
pemasyarakatan pembangunan berwawasan lingkungan; (2) pengkajian keadaan sosial-ekonomi
dan budaya masyarakat adat dan lokal; (3) pemanfaatan kearifan tradisional dalam pemeliharaan
lingkungan hidup; dan (4) perlindungan terhadap teknologi tradisional dan ramah lingkungan;
serta (5) peningkakan kepatuhan dunia usaha dan masyarakat terhadap peraturan perundang-
undangan dan tata nilai masyarakat lokal yang berwawasan lingkungan hidup.

Simpulan

Pengunaan sumber daya alam mempunyai peran penting yang secara kualitatif dan
kuantitatif harus dilestarikan untuk menjagakehidupan manusia. Ketersediaan sumber daya alam
dalam menyokong pembangunan ekonomi dan peningkatan kesejahteraan manusia telah
menimbulkan dampak negatif dengan mengorbankan sumber daya alam, sehingga ketersediaan
sumberdaya hutan semakin berkurang dan mengalami pengrusakan. Konsep green economy
merupakan konsep pembangunan yang memperkecil resiko lingkungan dan pengikisan aset
ekologi. Pendekatan kebijakan ekonomi hijau melalui konsep pembagunan berkelanjutan
diharapkan mampu memadukan aspek pelestarian lingkungan dan pertumbuhan ekonomi
sehingga mampu menjawab saling ketergantungan antara ekonomi dan ekosistem dalam
mengantisipasi tekanan-tekanan terhadap kualitas lingkungan yang mengancam swasembada
pangan, distribusi pendapatan serta pertumbuhan ekonomi. Secara tertulis Indonesia telah
menganut konsep pembangunan berkelanjutan sebagaimana termuat dalam amandemen UUD
1945 yang menempatkan komitmen perlindungan ekologi (green constitution) yaitu
penyelenggaraan kehidupan bernegara dan berbangsa yang bersendikan pada upaya pelestarian
fungsi lingkungan hidup sehingga dapat mewujudkan terciptanya masyarakat adil, makmur dan
merata. Konstitusi hijau melakukan konstitusionalisasi norma hukum lingkungan ke dalam
konstitusi dengan menaikkan derajat norma perlindungan lingkungan hidup ke tingkat konstitusi,
sehingga prinsip pembangunan berkelanjutan yang berwawasan lingkungan menjadi penting dan
memiliki pijakan yang kuat dalam peraturan perundang-undangan yang menekankan pentingnya
kedaulatan lingkungan.
Referensi

- Bappenas. 2021. PEMBANGUNAN SUMBER DAYA ALAM DAN LINGKUNGAN HIDUP.


https://www.bappenas.go.id/files/2913/5080/2316/bab-x-pembangunan-sumber-daya-alam-dan-
lingkunagn-hidup.pdf (diakses tanggal 19 April 2021)

------------------------------------------------------------------------------------------------

CHAPTER 7

OPTIMALISASI PEMANFAATAN SUMBER DAYA ALAM

Rasyida Ucok Purwito

Dalam buku seminar Peran Serta Masyarakat dalam Pemanfaatan Sumber Dala Alam Secara
Efektif dan Efisien (2016) karya Surtani, peran masyarakat memanfaatkan sumber daya alam,
yaitu:

8. Melakukan eksploitasi sumber daya alam secara tepat dan bijaksana, khususnya terdahap
SDA yang tidak dapat diperbarui. Misalnya, dalam memnafaatkan minyak bumi, batu
bara, dan gas alam secara bijaksana. Mulai mencari sumber-sumber daya lain yang bisa
menggantikannya.

9. Mengadakan penghijaun dan reboisasi untuk menjaga kelestarian aneka jenis flora, serta
untuk mencegah terjadinya erosi dan banjir.

10. Melakukan proses daur ulang serta pengolahan limbah agar pencemaran lingkungan bisa
ditekan, tidak melampaui ambang batasnya.

11. Melakukan pertanian secara tumpang sari atau multu kultur untuk menjaga kesuburan
tanahnya.

12. Memanfaatkan tanah miring sebagai tanah pertanian dengan dibuat sengkeden untuk
mencegah derasnya erosi serta hanyutnya lapisan tanah yang mengandung humus.

13. Membuat peraturan, organisasi atau undang-undang untuk melindungi lingkungan dan
keanekaan jenis makhluk hidup.

Prinsip ekoefisiensi

Dilansir dari buku Kamus Populer Kesehatan Lingkungan (2002) karya Hadi Siswanto,
mengelola sumber daya alam dengan prinsip ekosefisiensi dapat dilakukan dengan cara:

Mengelola sumber daya air

Cara pemanfaatan air yang baik, antara klain mempergunakan air seefisien mungkin dan
melindungi perairan agar terjaga kebersihannya. melindungi perairan dapat dilakukan dengan
sanitasi sungai dan air sumur.

Mengelola sumber daya hutan

Pemanfaatan hutan secara efisien dapat dilakukan dengan cara tebang pilih pohon, reboisasi
setelah penebangan, dan konservasi wilayah hutan.

Mengelola sumber daya perikanan

Mengelola sumber daya perikanan secara efisien bisa dilakukan dengan membatasi jumlah hasil
tangkapan, membudidayakan ikan laut, dan melarang penggunaan pukat harimau dalam
menangkap ikan. Sehingga ikan-ikan yang kecil bisa terus tumbuh dan berkembang biak.

Mengelola sumber daya tambang

Salah satu cara efisien dalam memanfaatkan sumber daya tambang adalah dengan beralih
menggunakan bahan pengganti. Contohnya, menggunakan listrik, panas matahari, atau gas
sebagai sumber energi.

Penutup

Lingkungan hidup yang terdiri atas sumber daya hayati dan nonhayati secara keseluruhan
membentuk kesatuan ekosistem. Pemanfaatan sumber daya alam dilakukan untuk
mengoptimalkan sumber daya alam yang dapat dikelola dalam bentuk barang dan jasa.
Pemanfaatan sumber daya alam harus dilakukan secara terpadu dan tidak dapat dilihat perbidang
atau sektor saja. Oleh karena itu, pengelolaan dan pemanfaatan sumber daya alam harus
dilakukan dengan benar agar kebutuhan manusia di masa depan dapat terpenuhi dengan sebaik-
baiknya.

Referensi

- Gischa, Serafica. 2021. Bagaimana Masyarakat Memanfaatkan Sumber Daya Alam.


https://www.kompas.com/skola/read/2021/01/15/150220369/bagaimana-masyarakat-
memanfaatkan-sumber-daya-alam (diakses tanggal 19 April 2021)

- Berita Update. 2021. Pemanfaatan Sumber Daya Alam sebagai Bahan Pangan.
https://kumparan.com/berita-update/pemanfaatan-sumber-daya-alam-sebagai-bahan-pangan-
1vW7el1vaUz/full (diakses tanggal 20 April 2021)

------------------------------------------------------------------------------------------------

CHAPTER 8
PERAN MAHASISWA DALAM PEMBERDAYAAN

SUMBER DAYA ALAM

Rasyida Ucok Purwito

Mahasiswa adalah kaum intelektual yang mempunyai peranan besar terhadap kemajuan
dan perubahan bangsa ke arah yang lebih baik. Kehadiran mahasiswa di suatu negara atau daerah
menunjukkan negara tersebut ingin sesuatu perubahan yang lebih baik dalam berbagai aspek,
salah satunya lingkungan. Lingkungan bagi manusia adalah harga mutlak yang harus
diperhatikan kondisinya agar selalu terjaga keasriannya dan jangan sampai rusak. Peran
mahasiswa dibutuhkan untuk tetap bisa menjaga dan melestarikan lingkungan agar tidak
menimbulkan masalah bagi manusia yang mendiaminya. Sungai, hutan, taman, selokan dan laut
bagian dari lingkungan yang sering menimbulkan banyak problema. Lingkungan sungai yang
seharusnya terjaga, kini dipenuhi sampah dan limbah, sehingga banyak ikan yang mati. Bahkan
airnya tidak bisa digunakan lagi oleh manusia karena berbahaya bagi kesehatan.

Dengan bertambahnya jumlah penduduk di Indonesia, terutama dalam usia produktif


serta naiknya jumlah mahasiswa dalam setiap universitas menandakan generasi muda yang haus
akan wawasan yang luas dan memiliki keinginan untuk melanjutkan ke pendidikan yang lebih
tinggi. Hidup di negara berlandaskan demokrasi tidak jarang sering terjadi permasalahan yang
ada di dalam pemerintahan dan menimbukan keresahan dalam masyarakat. Kebebasan dan
keterbukaan dalam berpendapat mendukung para kalangan masyarakat untuk memberikan
aspirasi terutama pada golongan intelektual atau mahasiswa. Dapat dilihat dari banyaknya
mahasiswa yang melakukan kegiatan demonstrasi di depan kantor atau gedung-gedung penting
pemerintahan. Mengingikan perubahan pada birokrasi pemerintahan adalah salah satu tujuan
mereka. Terutama dalam perlindungan dan pengelolaan lingkungan hidup. Lingkungan hidup
adalah kesatuan ruang dengan semua benda, daya, keadaan, dan makhluk hidup, terutama
manusia dan perilakunya, yang memperngaruhi alam itu sendiri, kelangsungan perikehidupan,
dan kesejahteraan manusia serta makhluk hidup lain (Pasal 1 Ayat 1 UU No 32). Mahasiswa
memiliki peranan besar dalam melestarikan dan menjaga lingkungan hidup. Salah satu contoh
peranan mahasiswa dalam melestarikan lingkungan hidup adalah ditandai dengan adanya
kelompok mahasiswa pecinta alam yang ada di setiap universitas. Tidak hanya mahasiswa
pecinta alam yang mempunyai tanggung jawab besar dalam melindungi dan mengelola
lingkungan hidup, namun masyarakat sekitar juga harus turut berpartisipasi untuk memenuhi
kebutuhan generasi mendatang. Perlindungan dan pengelolaan lingkungan hidup dapat
direalisasikan dengan melakukan kegiatan positif seperti bersih-bersih desa, melakukan tebang
pilih dalam penebangan pohon, membuang sampah pada tempatnya, memilah antara sampah
organik dan non-organik dan melakukan kegiatan daur ulang sampah, meminimalisir pemakaian
kendaraan, efek gas rumah kaca maupun barang-barang yang dapat mencemari lingkungan dan
menyebabkan rusaknya lapisan ozon sehingga akan terjadi peningkatan suhu udara dan
mempercepat perubahan iklim global. Selain itu peranan mahasiswa dalam lingkungan hidup
adalah mensosialisasikan tindakan atau cara-cara agar sumber daya tetap lestari seperti
menggunakan sumber daya secara efektif dan efisien, tidak mengurangi kemampuan dan
kelestarian sumber daya alam lain dalam satu ekosistem serta mengadakan sumber daya alam
alternatif untuk pembangunan di masa depan.

Tidak hanya itu saja, para mahasiswa juga bekerjasama dengan badan-badan pengawasan
lingkungan hidup seperti AMDAL. AMDAL (Analisis Mengenai Dampak Lingkungan)
merupakan kajian mengenai dampak penting suatu usaha dan/atau kegiatan yang direncanakan
pada lingkungan hidup yang diperlukan bagi proses pengambilan keputusan tentang
penyelenggaraan usaha dan/atau kegiatan. (Undang-undang No 32 Tahun 2009 Tentang
Perlindungan dan Pengelolaan). Dukungan dari pemerintah juga sangat penting untuk
merealisasikan pengelolaan lingkungan hidup ini. Memberikan penghargaan kepada mahasiswa
yang turut berpartisipasi dalam menjaga lingkungan hidup adalah salah satu cara pemerintah
untuk memberikan apresiasi kepada mereka. Dengan adanya kegiatan sosialisasi yang dilakukan
para mahasiswa terhadap masyarakat tentang lingkungan hidup diharapkan dapat membuat
masyarakat sadar akan pentingnya menjaga, melestarikan, melindungi, dan mengelola
lingkungan hidup. Sehingga dengan terjaganya keserasian dan keseimbangan antara manusia dan
lingkungan hidup mendukung terciptanya kualitas hidup maupun kualitas lingkungan yang
bersifat subjektif dan relatif. Dalam hal ini, tentu terlihat bahwa peranan mahasiswa dalam
pelestarian lingkungan hidup sangat penting karena selain dapat mensejahterakan masyarakat
juga dapat mewujudkan pembangunan berwawasan lingkungan dan berkelanjutan yang
menghasilkan generasi muda yang terdidik guna membangun Negara Indonesia tercinta ini.

Penutup

Untuk menanggulangi masalah seperti ini dibutuhkan peranan mahasiswa yang dianggap
sebagai kaum intelektual agar mencontohkan kepada masyarakat luas cara yang benar dalam
penanganan sampah. Aksi sederhana yang diprakteknya para mahasiswa diharapkan dapat ditiru
masyarakat. Dari itu, mahasiswa dan peranannya memang sangat dibutuhkan untuk memperbaiki
lingkungan yang rusak sehingga hutan tidak lagi gundul dan perkotaan bisa tampak asri.
Sehingga pesan penulis tidak ada ruginya, malah sangat menguntungkan.

Referensi

- DINDINCAM18. 2016. Mahasiswa dan Lingkungan Hidup.


https://dindincam18.wordpress.com/2016/05/01/mahasiswa-dan-lingkungan-
hidup/#:~:text=Selain%20itu%20peranan%20mahasiswa%20dalam,serta%20mengadakan
%20sumber%20daya%20alam (diakses tanggal 20 April 2021)

- Analisa Daily. 2014. Mahasiswa dan Peranannya dalam Melestarikan Lingkungan.


https://analisadaily.com/berita/arsip/2014/5/10/28876/mahasiswa-dan-peranannya-dalam-
melestarikan-lingkungan/ (diakses tanggal 20 April 2021)

Anda mungkin juga menyukai