2. TINJAUAN PUSTAKA
(Boyd 1982). Oksigen bawaan yang masuk ke dalam badan perairan dapat terjadi
karena adanya inflow (Wetzel 2001).
Odum (1993) menyatakan bahwa perairan tergenang biasanya memiliki
stratifikasi secara vertikal yang diakibatkan oleh perbedaan intensitas cahaya dan
perbedaan suhu secara vertikal pada kolom perairan. Bila dibagi berdasarkan ada
tidaknya cahaya pada suatu lapisan perairan, maka ada dua kelompok lapisan, yaitu
lapisan fotik (eufotik, kompensasi, dan disfotik) dan lapisan afotik. Berdasarkan
perbedaan intensitas cahaya yang masuk ke perairan, stratifikasi vertikal kolom air
pada perairan menggenang dikelompokkan sebagai berikut.
a. Lapisan eufotik, yaitu lapisan yang masih mendapatkan cukup matahari. Pada
lapisan ini oksigen yang dihasilkan dari proses fotosintesis lebih besar daripada
oksigen yang digunakan untuk respirasi.
b. Lapisan kompensasi, yaitu lapisan dengan intensitas cahaya tinggal 1% dari
intensitas cahaya permukaan atau yang dicirikan oleh hasil fotosintesis yang
sama dengan hasil respirasi.
c. Lapisan profundal, yaitu lapisan di bawah lapisan kompensasi dengan intensitas
cahaya sangat kecil (disfotik) atau sudah tidak ada lagi cahaya (afotik).
a. Tipe orthograde: terjadi pada danau yang tidak produktif (oligotrofik) atau
danau yang miskin unsur hara dan bahan organik. Konsentrasi oksigen semakin
meningkat dengan bertambahnya kedalaman perairan. Peningkatan oksigen
pada kondisi ini lebih diakibatkan oleh penurunan suhu dengan bertambahnya
kedalaman.
b. Tipe clinograde: terjadi pada danau dengan kandungan unsur hara dan bahan
organik yang tinggi (eutrofik). Pada tipe ini oksigen terlarut semakin berkurang
dengan bertambahnya kedalaman atau bahkan habis sebelum mencapai dasar.
Penurunan ini diakibatkan oleh adanya proses dekomposisi bahan organik oleh
mikroorganisme.
c. Tipe heterograde positif dan negatif: pada tipe ini terlihat bahwa fotosintesis
dominan terjadi di atas lapisan termoklin dan akan meningkatkan oksigen di
bagian atas lapisan metalimnion.
d. Tipe anomali: tipe ini terjadi aliran air yang deras, dingin, kaya oksigen dan
membentuk sebuah lapisan yang mempunya ciri-ciri sendiri.
Keterangan : (a). Tipe orthograde; (b). Tipe clinograde; (c). Tipe heterograde
positif dan negatif; (d). Tipe anomali.
2.2.1. Suhu
Suhu suatu perairan sangat dipengaruhi oleh jumlah cahaya matahari yang
jatuh ke permukaan perairan, sebagian dipantulkan kembali ke atmosfer dan
sebagian masuk ke perairan yang disimpan dalam bentuk energi (Welch 1952).
Suhu suatu badan perairan dipengaruhi oleh musim, lintang, ketinggian dari
permukaan laut, waktu dalam hari, sirkulasi udara, penutupan awan, dan aliran serta
kedalaman badan air. Perubahan suhu berpengaruh terhadap proses fisika, kimia,
biologi badan air. Suhu juga berperan dalam mengendalikan kondisi ekosistem
perairan. Peningkatan suhu menyebabkan peningkatan viskositas dan juga
menyebabkan penurunan kelarutan gas dalam air, misalnya gas O2, CO2, N2, CH4,
dan sebagainya (Haslam 1995). Suhu air yang selalu meningkat menyebabkan
oksigen semakin berkurang karena laju konsumsi oleh organisme perairan semakin
meningkat seperti yang terlihat pada Tabel 1 (Fang dan Stefan 1997).
Tabel 1. Hubungan antar konsentrasi oksigen terlarut jenuh dan suhu pada tekanan
udara 760 mmHg (Cole 1983).
Suhu Konsentrasi O2 Suhu Konsentrasi O2 Suhu Konsentrasi O2
(oC) terlarut (mg/l) (oC) terlarut (mg/l) (oC) terlarut (mg/l)
0 14,62 12 10,78 24 8,42
1 14,22 13 10,54 25 8,26
2 13,38 14 10,31 26 8,11
3 13,46 15 10,08 27 7,97
4 13,11 16 9,87 28 7,83
5 12,77 17 9,66 29 7,69
6 12,45 18 9,47 30 7,56
7 12,14 19 9,28 31 7,43
8 11,84 20 9,09 32 7,3
9 11,56 21 8,91 33 7,18
10 11,29 22 8,74 34 7,06
11 11,03 23 8,58 35 6,95
2.2.2. Kecerahan
Kecerahan suatu perairan sangat tergantung pada warna dan kekeruhan.
Kecerahan merupakan suatu ukuran transparansi perairan yang ditentukan secara
visual dengan menggunakan Secchi disk (Cole 1983). Nilai kecerahan dapat
9
dinyatakan dalam satuan meter. Kecerahan sangat dipengaruhi oleh keadaan cuaca,
waktu pengukuran, kekeruhan, dan padatan tersuspensi. Pengukuran kecerahan
dilakukan pada saat cuaca cerah, melangsungkan proses fotosintesa. Menurut Odum
(1993) penetrasi cahaya seringkali dihalangi oleh zat yang terlarut dalam air
sehingga membatasi zona fotosintesis. Apabila kecerahan pada suatu perairan
rendah, berarti perairan itu keruh. Kekeruhan menggambarkan sifat optik air yang
ditentukan berdasarkan banyaknya cahaya yang diserap dan dipancarkan oleh
bahan-bahan yang terdapat di dalam air (Wetzel dan Likens 1991). Kekeruhan
disebabkan oleh adanya bahan organik dan anorganik yang tersuspensi dan terlarut,
maupun bahan organik dan anorganik yang berupa plankton dan mikroorganisme
lain (APHA 2005).
Menurut Sumawidjaja (1974) kecerahan air mempengaruhi jumlah dan
kualitas sinar matahari dalam perairan. Jumlah dan kualitas sinar matahari ini
mempengaruhi kualitas plankton melalui penyediaan energi untuk melangsungkan
proses fotosintesis. Fitoplankton sebagai produsen primer di perairan, memerlukan
cahaya matahari untuk berfotosintesis. Peningkatan kepadatan fitoplankton akan
meningkatkan suplai oksigen yang berasal dari fotosintesis, sehingga penetrasi
cahaya matahari ke dalam perairan akan menentukan produktivitas primer suatu
perairan (Boyd 1982).
2.2.3. pH
Nilai pH merupakan salah satu komponen terpenting dan sering digunakan
sebagai penentu dalam pengukuran parameter kimia perairan (APHA 2005). Nilai
pH air menunjukkan apakah reaksi basa atau asam relatif terhadap titik netral pH
7,0. Nilai pH perairan secara normal berfluktuasi pada siklus siang hari atau diurnal
secara primer dipengaruhi oleh kadar-kadar CO2, kepadatan fitoplankton dan
alkalinitas total serta tingkat kesadahan (Schmittou 1991).
Nilai pH pada suatu ekosistem sangat penting, karena berhubungan dengan
produktivitas biologis. Meskipun toleransi organisme terhadap pH bervariasi, nilai
pH antara 6,5-8,5 biasanya menunjukkan kualitas air yang baik (UNEP-GEMS
2006). Nilai pH dalam suatu perairan dapat mempengaruhi jenis dan susunan zat
dalam lingkungan perairan dan mempengaruhi tersedianya unsur hara serta
toksisitas dari unsur-unsur renik. Kondisi perairan yang bersifat sangat asam
10
2.2.4. Fitoplankton
Plankton adalah mikroorganisme yang ditemui hidup melayang dan hidup
bebas di perairan dengan kemampuan pergerakan yang rendah. Organisme ini
merupakan salah satu parameter biologi yang memberikan informasi mengenai
kondisi perairan baik kualitas perairan maupun tingkat kesuburannya (Schmittou
1991 in Astuti dan Satria 2009). Fitoplankton memiliki klorofil untuk dapat
berfotosintesis, menghasilkan senyawa organik seperti karbohidrat dan oksigen.
Fitoplankton sebagai produsen primer di perairan merupakan sumber
kehidupan bagi seluruh organisme akuatik lainnya. Di samping sebagai penghasil
oksigen, fitoplankton merupakan makanan bagi konsumer primer yaitu zooplankton.
Fitoplankton tergolong sebagai organisme autotrof, yang membangun tubuhnya
dengan mengubah unsur-unsur anorganik menjadi zat organik dengan
memanfaatkan energi karbon dari CO2 dan bantuan sinar matahari melalui proses
fotosintesis (Basmi 1999).
Dalam suatu perairan fitoplankton berfungsi sebagai pemasok oksigen terbesar
melalui proses fotosintesis, sehingga kelimpahannya dapat menggambarkan
seberapa besar kemampuan suatu perairan dalam mensuplai oksigen ke dalam
perairan. Selain itu, fitoplankton merupakan bagian dari tumbuhan fotosintetik yang
memiliki klorofil-a yang sangat penting, sebagai katalis dan berperan langsung
dalam proses fotosintesis. Klorofil-a dapat digunakan sebagai penduga besarnya
produksi dan produktivitas primer yang dihasilkan oleh populasi fitoplankton.
Dengan melakukan pengukuran klorofil-a, akan diketahui produksi primer bersih
dari fitoplankton (Basmi 1999).