ELEKTRONIKA DAYA
1. ON/OFF = Yang katup nya antara terbuka secara penuh atau tertutup secara penuh
2. Continuous = katupnya dapat disesuaikan antara terbuka penuh,tertutup penuh atau di
antaranya (tidak penuh terbuka/tertutup)
Sebuah pengatur suhu otomatis 2 posisi (ON/OFF) termasuk pada jenis kontroler yang
tidak terus menerus (kebalikan dari Continuous) , walaupun variabel input e(t) berubah
secara terus menerus variabel output y(t) yang dihasilkan berubah secara tiba tiba yakni
tidak terus menerus,ketika variabel input mencapai nilai tertentu, kemungkinan nilai yang
dihasilkan adalah 2 nilai berbeda yang terpisah dan tidak terus menerus yakni yn dan yb.
Pergantian antara 2 nilai diskrit di atas terjadi ketika input e(t)=0.Maka dari itu
kontroler seperti ini diberi nama kontroler Switching.
Kontroler Switching cocok apabila ingin digunakan pada sebuah relay yang relatif
sederhana dan memiliki harga yang terjangkau untuk tujuan pemakaiannya atau untuk
memicu aktuator yang menggunakan 2 fungsi operasi(ON/OFF).
Gambar 2.1 Kontroler temperatur suhu 2 Posisi berdasarkan Liquid Capillary Sensor
Berikut ini adalah grafik karakteristik umum dan simbol dari kontroler temperatur
suhu 2 posisi:
Pada umumnya perubahan nilai variabel terjadi pada titik yN=0 dan batas atas dan
bawah dipengaruhi oleh variabel yang diberubah simetris terhadap titik (yN=-yP)
Berdasarkan Gambar 2.3 terlihat bahwa controller tanpa histerisis secara konstan
selalu berganti nilai outputnya dengan frekuensi tinggi disekitaran setpoint, dapat
membenani aktuoator dan mengarah ke potensi alat tidak berfungsi
Toff - adalah waktu yang dihabiskan variabel yang dimanipulasi pada tingkat minimumnya
dalam kondisi mapan.
Ton - adalah waktu yang dihabiskan variabel yang dimanipulasi pada tingkat maksimumnya
dalam kondisi stabil.
T Z =T ON +T OFF
Berdasarkan gambar 2.3 dapat diketahui bahwa terlalu sering terjadi pergantian dari
output y(t) terhadap wakti sehingga hal tersebut dapat membuat umur dari controller itu
sendiri dan alat alat yang terhubung pada rangkaian menjadi lebih pendek, untuk mencegah
hal tersebut terjadi diperlukan histerisis pada controller.
Dan meskipun sumber penyebab posisi saklar tersebut dihilangkan saklar tersebut
akan tetap pada posisinya dan tidak kembali ke keadaan yang semula. Lalu untuk
menjelaskan tidak adanya sifat atau perilaku histerisis dapat digambarkan dengan aksi atau
tindakan menekan push button switch (unlock) secara sesaat kemudian dilepaskan, maka
sistem push button tersebut dengan segera dan sepenuhnya kembali ke keadaan atau posisi
sebelumnya tanpa ada perilaku mengunci (latch).
Gambar 4.1 Rangkaian percobaan tanpa histerisis (knob pengeturan histerisi diputar ke
paling kiri)
Gambar 4.2 Rangkaian percobaan dengan histerisis (knob pengeturan histerisis diputar ke
arah kanan sebesar 0.3 V, 0.8 V dan 1 V)
V. Langkah Percobaan
A. ON/OFF dua posisi tanpa histerisis
1. Setting dan memasang kabel sesuai gambar pada softlab
2. Mengkonfigurasi Controller Experiment Card ke ON/OFF dua posisi
3. Memutar knob histerisis dan Switching point full ke kiri sebisa mungkin mencapai 0 V
4. Membuka step response plotter dan mengkonfigurasi sesuai dengan tabel percobaan
Scaling of axes
X-axis Minimum: 0 Maximum: 360 Scale div.: 60 Lines: 1
Y-axis Minimum: 0 Maximum: 100 Scale div.: 10 Lines: 1
Input settings
Channel A Meas. range: 10 V Coupling: DC Range: 100 Offset: 0
Channel B Meas. range: 10 V Coupling: DC Range: 100 Offset: 0
Optional settings
Step change from 0 to 25%
Delay time/ms: 0
Number of measurements: 300
Scaling of axes
X-axis Minimum: 0 Maximum: 360 Division: 60 Lines: 1
Y-axis Minimum: 0 Maximum: 100 Division: 10 Lines: 1
Input settings
Channel A Meas. range: 10 V Coupling: DC Range: 100 Offset: 0
Channel B Meas. range: 10 V Coupling: DC Range: 100 Offset: 0
Optional settings
Step change from 0 to 25%
Delay time/ms: 0
Number of measurements: 300
Gambar 6.1 diagram pengatur suhu otomatis tanpa hysteresis (diagram hasil setpoint simulasi
variabel terkontrol dan terubah, 25% yakni 2.5V)
Gambar 6.2 diagram pengatur suhu otomatis dengan hysteresis sebesar 0.3 V (set point step
change 25%)
Gambar 6.3 diagram pengatur suhu otomatis dengan hysteresis sebesar 0.8V (set point step
change 25%)
Gambar 6.4 diagram pengatur suhu otomatis dengan hysteresis sebesar 1 V (set point step
change 25%)
Untuk pengukuran suhu otomatis dua posisi dengan hysteresis menunujukkan tidak
terlalu seringnya terjadi pergantian dari output y(t) terhadap waktu sehingga hal tersebut
dapat membuat umur dari kontroller itu sendiri dan alat alat yang terhubung pada
rangkaian menjadi lebih panjang, terjadinya pergantian dari output y(t) terhadap waktu
tersebut dapat dilihat pada gambar 6.2, gambar 6.3 dan gambar 6.4 yang diwakili dengan
kurva merah (variabel yang diubah) atau dapat dilihat nilai Tz-nya yang merupakan nilai
penjumlahan dari Ton dan Toff pada tabel 6.1.
Selain itu, percobaan pengukuran suhu otamatis dua posisi tanpa hysteresis memiliki nilai
Trise (waktu yang dibutuhkan untuk mengubah variabel yang diubah untuk pertama kalinya
dari nilai maksimum ke nilai minimum) yang lebih tinggi saat output variabel terkontrol
(kurva biru) mencapai keadaan steady dibandingkan percobaan pengukuran suhu otamatis
dua posisi tanpa hysteresis. Dari hal tersebut dapat dikatakan bahwa percobaan pengukuran
suhu otamatis dua posisi tanpa hysteresis lebih baik outputnya dalam mencapai keadaan
steady dibandingkan dengan percobaan pengukuran suhu otamatis dua posisi dengan
hysteresis. Tentu hal ini berdampak pada efisiensi kerja dari rangkaian tersebut.