Anda di halaman 1dari 6

Artikel Penelitian

Perbandingan Glasgow Coma Scale dan


Revised Trauma Score dalam Memprediksi
Disabilitas Pasien Trauma Kepala
di Rumah Sakit Atma Jaya

Hendry Irawan,* Felicia Setiawan,* Dewi,** Georgius Dewanto**

*Fakultas Kedokteran UNIKA Atma Jaya, Jakarta


**Departemen Neurologi Fakultas Kedokteran UNIKA Atma Jaya, Jakarta

Abstrak: Trauma kepala merupakan masalah yang sering ditemukan di masyarakat dengan
tingkat disabilitas tinggi. Penilaian awal pasien trauma kepala dapat dilakukan dengan
beberapa cara, di antaranya adalah Glasgow Coma Scale (GCS) dan Revised Trauma Score
(RTS). Tujuan penelitian ini adalah untuk membandingkan kemampuan GCS dan RTS dalam
memprediksi disabilitas pasien trauma kepala. Penelitian prospektif observasional ini dilakukan
di Rumah Sakit Atma Jaya Jakarta sejak bulan Desember 2008 hingga Mei 2009. Kriteria
inklusi adalah pasien trauma kepala usia 18-60 tahun tanpa gangguan pernapasan maupun
riwayat hipertensi. Penilaian GCS dan RTS dilakukan saat pasien masuk rumah sakit dan
tingkat disabilitas dinilai menggunakan Disability Rating Scale (DRS) saat pasien dipulangkan.
Didapatkan 30 pasien trauma kepala yang memenuhi kriteria inklusi. Dari hasil analisis statistik
didapatkan hubungan yang bermakna antara GCS dan DRS (p=0,046). Komponen GCS yang
menunjukkan hubungan bermakna dengan DRS adalah respons motorik (p=0,001) dan respons
membuka mata (p=0,014). Penilaian RTS tidak menunjukkan hubungan bermakna dengan
DRS (p=0,207), hanya komponen GCS dari RTS tersebut yang menunjukkan hubungan
bermakna (p=0,012). Penilaian GCS memprediksi tingkat disabilitas lebih baik dibandingkan
dengan RTS pada trauma kepala.
Kata kunci: trauma kepala, Glasgow Coma Scale, Revised Trauma Score, Disability Rating
Scale

Maj Kedokt Indon, Volum: 60, Nomor: 10, Oktober 2010 437
Perbandingan Glasgow Coma Scale dan Revised Trauma Score dalam Memprediksi Disabilitas Pasien

Comparison of Glasgow Coma Scale and Revised Trauma Score to


Predict Disability of Head Trauma Patient in Atma Jaya Hospital

Hendry Irawan,* Felicia Setiawan,* Dewi,** Georgius Dewanto**


*Medical Faculty of Atma Jaya Indonesia Catholic University, Jakarta
**Neurology Department in Medical Faculty of Atma Jaya Indonesia Catholic University, Jakarta

Abstract: Head trauma is a problem that often occurs with high degree of disability. Initial
assessment on head trauma patient can use several ways such as Glasgow Coma Scale (GCS)
and Revised Trauma Score (RTS). The aim of this study was to compare GCS and RTS ability in
determining head trauma disability. This observational prospective study reviewed head trauma
patients from Atma Jaya Hospital, Jakarta, from December 2008 till May 2009. Inclusion criteria
were patients aged 18-60 years old without respiratory disturbance and history of hypertension.
Each patient was assessed using GCS and RTS at initial admission in the hospital, and using
Disability Rating Scale (DRS) at discharge. There were thirty head trauma patients who partici-
pated in this study. The statistical analysis showed significant correlation between GCS and DRS
(p=0.046). Motor response and eye opening response of GCS showed significant correlation to
DRS (p=0.001 and p=0.014, respectively). Revised trauma score evaluation did not show a
significant correlation to DRS (p=0.207), and only GCS component of RTS which showed signifi-
cant correlation (p=0.012). In conclusion Glasgow coma scale (GCS) can predict disability better
compare to RTS in head trauma patient.
Key words: head trauma, Glasgow Coma Scale, Revised Trauma Score, Disability Rating Scale

Pendahuluan sistolik, dan frekuensi nafas pasien.1-3 Namun, beberapa


Trauma kepala merupakan salah satu masalah kesehatan jurnal hanya menggunakan GCS dalam menentukan tingkat
yang dapat menyebabkan gangguan fisik dan mental yang keparahan trauma kepala.
kompleks. Gangguan yang ditimbulkan dapat bersifat Glasgow coma scale merupakan instrumen standar
sementara maupun menetap, seperti defisit kognitif, psikis, yang dapat digunakan untuk mengukur tingkat kesadaran
intelektual, serta gangguan fungsi fisiologis lainnya. Hal ini pasien trauma kepala. Glasgow coma scale merupakan salah
disebabkan oleh karena trauma kepala dapat mengenai satu komponen yang digunakan sebagai acuan pengobatan,
berbagai komponen kepala mulai dari bagian terluar hingga dan dasar pembuatan keputusan klinis umum untuk pasien.
terdalam, termasuk tengkorak dan otak.1-3. Selain mudah dilakukan, GCS juga memiliki peranan penting
Di Amerika Serikat insiden trauma kepala adalah 200 per dalam memprediksi risiko kematian di awal trauma. Dari GCS
100 000 orang per tahun.4 Di Indonesia, walaupun belum dapat diperoleh infomasi yang efektif mengenai pasien trauma
tersedia data secara nasional, trauma kepala juga merupakan kepala, kemampuan GCS dalam menentukan kondisi yang
kasus yang sangat sering dijumpai di setiap rumah sakit.1 membahayakan jiwa adalah 74,8%.5 Suatu penelitian yang
Pada tahun 2005, di RSCM terdapat 434 pasien trauma kepala mengevaluasi penggunaan GCS untuk menilai prognosis
ringan, 315 pasien trauma kepala sedang, dan 28 pasien jangka panjang menunjukkan validitas prediksi yang baik
trauma kepala berat, sedangkan di RS Swasta Siloam Glea- dengan sensitivitas 79-97% dan spesifisitas 84-97%.6
neagles terdapat 347 kasus trauma kepala secara kese- Revised trauma score menilai sistem fisiologis manusia
luruhan.1,2 Di Rumah Sakit Atma Jaya (RSAJ), pada tahun secara keseluruhan, instrumen RTS merupakan hasil dari
2007, jumlah pasien trauma kepala mencapai 125 orang dari penyempurnaan instrumen GCS untuk menilai kondisi awal
256 orang pasien rawat inap bagian saraf. pasien trauma kepala. Penilaian RTS dilakukan segera setelah
Terdapat berbagai cara penilaian prognosis trauma pasien cedera, umumnya saat sebelum masuk rumah sakit
kepala, diantaranya adalah dengan menggunakan Glasgow atau ketika berada di unit gawat darurat. Revised trauma score
Coma Scale (GCS) dan Revised Trauma Score (RTS). Penilaian telah divalidasi sebagai metode penilaian untuk membedakan
GCS berdasarkan respon mata, verbal, dan motorik, pasien yang memiliki prognosis baik atau buruk. Penilaian
sedangkan penilaian RTS berdasarkan GCS, tekanan darah RTS dapat mengidentifikasi lebih dari 97% orang yang akan

438 Maj Kedokt Indon, Volum: 60, Nomor: 10, Oktober 2010
Perilaku Merokok, Konsumsi Makanan/Minuman, dan Aktivitas Fisik dengan Penyakit Hipertensi

meninggal jika tidak mendapat perawatan.7 Revised trauma Tabel 1. Penilaian Glasgow Coma Scale (GCS)
score mudah dilakukan dan dapat memperkirakan prognosis Kategori Instruksi
secara lebih lebih akurat jika digunakan untuk pasien trauma
kepala berat dan pasien dengan politrauma.7 Kemampuan Respon membuka mata 4 = spontan
RTS dalam menentukan kondisi yang membahayakan jiwa 3 = dengan perintah verbal
2 = dengan nyeri
adalah 76,9%.5 Namun, pada penelitian di Belanda, RTS 1 = tidak ada respons
memiliki nilai prediktif yang lebih rendah jika dibandingkan
dengan penelitian RTS terdahulu.8 Tujuan penelitian ini Respon motorik 6 = menurut perintah
5 = dapat melokalisasi nyeri
adalah ingin membandingkan kemampuan GCS dan RTS 4 = fleksi terhadap nyeri
dalam memprediksi disabilitas menggunakan Disability Rat- 3 = fleksi abnormal
ing Scale (DRS) pada pasien trauma kepala di RSAJ. 2 = ekstensi
1 = tidak ada respons
Metode Respon verbal 5 = orientasi baik dan berbicara
Penelitian prospektif observasional ini dilakukan di 4 = disorientasi dan berbicara
3 = kata-kata yang tidak tepat, menangis
bangsal Melati Rumah Sakit Atma Jaya Jakarta. Data diambil
2 = suara yang tidak berarti
dari semua pasien trauma kepala yang datang ke RSAJ bulan 1 = tidak ada respons
Desember 2008 hingga Mei 2009 berjumlah 30 pasien trauma
kepala berdasar perhitungan sampel probabilitas sederhana Tabel 2. Penilaian Revised Trauma Score
sebagai berikut:
Glasgow coma Frekuensi napas Tekanan darah Nilai
Z 2.p.q scale sistolik
n= d2 = 34 orang
13-15 10-29 >89 4
9-12 >29 76-89 3
Keterangan: n = jumlah pasien yang dibutuhkan, z = confi- 6-8 6-9 50-75 2
dent limit 99% (2,58), d = derajat penyimpangan (2%), p = 4-5 1-5 1-49 1
prevalensi trauma kepala (0,2%), dan q = 1-p 3 0 0 0

Jumlah pasien rawat inap karena trauma kepala di RSAJ Hasil


berjumlah 104 orang maka nf (n finit) adalah: Pada tabel 3 yang merupakan karakteristik responden
penelitian, didapatkan bahwa trauma kepala lebih banyak
n 34
Nf = = = 26
1+n/N 1+34/104 Tabel 3. Karakteristik Responden Penelitian

Karakteristik n %
Dengan memperhitungkan drop out sejumlah 10% maka
besar sampel menjadi 29 orang kriteria inklusi, yaitu pasien Rerata usia (tahun) 31,2 ± 13,0
trauma kepala usia 18-60 tahun tanpa gangguan pernafasan 18-28 19 63,3
29-39 3 10
maupun riwayat hipertensi. Dilakukan pengumpulan data 40-50 4 13,3
dasar berupa: jenis kelamin, usia, lama trauma, dan lama 51-60 4 13,3
perawatan. Penilaian GCS dan RTS dilakukan saat pasien Jenis kelamin
masuk rumah sakit, dan tingkat disabilitas dinilai meng- Laki-laki 18 60
Perempuan 12 40
gunakan DRS saat pasien dipulangkan. Penilaian GCS (Tabel Rerata lama trauma SMRS* (jam) 4,19 ± 13,071
1) terdiri dari tiga komponen yaitu: respon membuka mata, <6 jam 27 90
respons motorik, dan respons verbal, sedangkan penilaian >6 jam 3 10
RTS (Tabel 2) terdiri dari tiga komponen yaitu: GCS, frekuensi Rerata lama perawatan (hari) 5,27 ± 4,085
<6 hari 20 66,7
napas, dan tekanan darah sistolik. Penilaian tersebut >6 hari 10 33,3
dilakukan oleh dokter muda bagian neurologi yang Glasgow Coma Scale
dikonfirmasi oleh dokter spesialis saraf. DRS terdiri atas 13-15 26 86,7
delapan komponen yaitu: kemampuan membuka mata, 9-12 1 3,3
<8 3 10
berkomunikasi, makan, merawat diri, toileting, respon Revised Trauma Score
motorik, kemampuan untuk menjalankan fungsi, dan employ- 12 21 70
ability. DRS merupakan rentang nilai mulai dari 0 (tidak 11 4 13,3
dijumpai disabilitas) hingga 29 (keadaan vegetatif berat). Data <10 5 16,7
Jumlah responden penelitian 30 100
yang didapatkan kemudian diolah dengan SPSS 15.0
menggunakan uji korelasi Spearman (rs). *SMRS; sebelum masuk rumah sakit

Maj Kedokt Indon, Volum: 60, Nomor: 10, Oktober 2010 439
Perbandingan Glasgow Coma Scale dan Revised Trauma Score dalam Memprediksi Disabilitas Pasien

terjadi pada laki-laki (60%) pada kelompok usia 18-28 tahun Tabel 6. Korelasi (r s) Komponen Penilaian RTS dan DRS
(63,3%). Penderita trauma kepala lebih banyak datang ke
Komponen penilaian Nilai korelasi komponen p-value
rumah sakit kurang dari enam jam setelah terjadinya trauma RTS RTS dan DRS (rs)
(90%) dengan rerata keseluruhan 4,19±13,071 jam.
Berdasarkan penilaian GCS, diperoleh jumlah subjek GCS – 0,453 0,012*
penelitian yang mengalami trauma kepala ringan sebesar Frekuensi napas 0,209 0,267
Tekanan darah sistolik – 0,111 0,560
86,7% (GCS 13-15), trauma kepala sedang sebesar 3,3% (GCS
9-12), dan trauma kepala berat sebesar 10% (GCS <8). *p<0,05
Sedangkan, berdasarkan penilaian RTS diperoleh jumlah
subyek penelitian dengan prioritas ditunda sebesar 70% Diskusi
(RTS 12), prioritas urgen sebesar 13,3% (RTS 11), dan
Data yang didapat menunjukkan bahwa pada periode
prioritas segera sebesar 16,7% (RTS <10).
pengambilan sampel, rerata usia penderita trauma kepala
Pengolahan data bivariat menggunakan uji korelasi
adalah 31,2±13,058 tahun, dengan prevalensi laki-laki dan
Spearman (rs) antara penilaian GCS dengan DRS dan RTS
perempuan masing-masing sebesar 60% dan 40%. Rerata lama
dengan DRS dapat dilihat pada Tabel 4. Terdapat korelasi
trauma kepala sebelum dibawa ke rumah sakit adalah kurang
yang bermakna antara penilaian GCS saat pasien masuk
dari 6 jam (rentang waktu 5 menit hingga 3 hari). Waktu trauma
rumah sakit dengan tingkat disabilitas pasien di akhir
sebelum masuk RSAJ bervariasi karena berbagai kemung-
perawatan dengan menggunakan instrumen DRS (p=0,046).
kinan, seperti lokasi kejadian yang jauh dari RSAJ, pasien
Didapatkan korelasi negatif dengan kuat korelasi lemah
tidak langsung berobat ke rumah sakit setelah mengalami
antara penilaian GCS dengan DRS.
trauma kepala, tingkat keparahan trauma kepala, dan hambatan
transportasi.
Tabel 4. Korelasi (rs) Penilaian Awal Trauma dan DRS
Dengan uji korelasi Spearman didapatkan bahwa hanya
Penilaian awal Nilai korelasi penilaian p-value GCS yang memiliki korelasi bermakna dalam menentukan
trauma awal trauma dan DRS (rs) tingkat disabilitas pasien trauma kepala (p=0,046). Hal ini
bersesuaian dengan penelitian oleh Zafonte et al9 dan Poon
Penilaian GCS – 0,368 0,046*
et al10 yang menyatakan bahwa penilaian GCS saat pasien
Penilaian RTS – 0,237 0,207
masuk rumah sakit memiliki korelasi yang bermakna dengan
*p<0,05 DRS saat pasien keluar dari rumah sakit, sehingga dapat
memprediksi disabilitas keseluruhan sebesar 71-77% dan
prediksi disabilitas sedang-berat sebesar 69-83% (p<0,01).
Tabel 5 menunjukkan komponen-komponen GCS yaitu
Respons motorik diantara ketiga komponen GCS, paling
respon membuka mata dan respons motorik memiliki korelasi
berperanan dalam memprediksi disabilitas pasien trauma
bermakna terhadap DRS (p=0,014; p=0,001), sedangkan
kepala (p=0,001). Hasil ini sesuai dengan penelitian oleh Levati
komponen respons verbal tidak memiliki korelasi yang
et al11, Jagger et al12, dan McNett13, yang menyatakan bahwa
bermakna terhadap DRS (p=0,059).
komponen respons motorik paling menentukan tingkat
keparahan pasien trauma kepala dan memiliki tingkat prediksi
Tabel 5. Korelasi (rs) Komponen Penilaian GCS dan DRS disabilitas paling tinggi (p=0,03). Komponen respon motorik
GCS memiliki tingkat sensitivitas dan spesifisitas masing-
Komponen penilaian Nilai korelasi komponen p-value masing sebesar 80% dan 73%.6
GCS GCS dan DRS (rs)
Meski kelancaran fungsi verbal merupakan salah satu
Respon membuka mata – 0,446 0,014* penanda berfungsinya otak, komponen verbal dari GCS
Respon motorik – 0,573 0,001** memiliki korelasi paling rendah (rs = –0,349) dan tidak bermakna
Respon verbal – 0,349 0,059 (p=0,059). Menurut Jeon et al14, hal ini disebabkan oleh
perbedaan tingkat edukasi antarpasien. Pasien dengan tingkat
*p<0,05, **p<0,01
edukasi lebih tinggi cenderung memiliki tingkat respons ver-
bal lebih baik dibandingkan pasien dengan tingkat edukasi
Tabel 6 menunjukkan hasil uji korelasi Spearman lebih rendah.
masing-masing komponen RTS terhadap DRS, didapatkan Tidak adanya korelasi bermakna antara penilaian RTS di
bahwa hanya komponen GCS yang memiliki korelasi awal perawatan dengan DRS (p=0,207) menunjukkan bahwa
bermakna dengan DRS (p=0,012) dengan kuat korelasi lemah RTS saat awal perawatan tidak dapat memperkirakan tingkat
(-0,453). Komponen frekuensi nafas dan tekanan darah disabilitas pasien. Penelitian oleh Zafonte et al9 dan Gabbe et
sistolik tidak memiliki korelasi bermakna dengan DRS (p= al15 menyatakan bahwa, walaupun penting dalam triage
0,267; p=0,560). emergensi, penilaian RTS hanya berguna untuk memprediksi

440 Maj Kedokt Indon, Volum: 60, Nomor: 10, Oktober 2010
Perbandingan Glasgow Coma Scale dan Revised Trauma Score dalam Memprediksi Disabilitas Pasien

mortalitas pasien, bukan tingkat disabilitas pasien. Penilaian GCS bergantung pada respon serebrum
Masing-masing komponen RTS juga dianalisis untuk terhadap rangsangan aferen. Variasi dari nilai GCS disebabkan
mengetahui komponen yang berperan dalam memprediksi oleh gangguan fungsi serebrum atau gangguan di batang
tingkat disabilitas. Hasil yang didapat menunjukkan bahwa otak yang mempengaruhi jalannya rangsangan ke hemisfer
GCS dari RTS adalah komponen yang paling menentukan serebrum.24 Hasil perhitungan statistik menunjukkan bahwa
prediksi disabilitas pasien trauma kepala (p=0,012). Berikut penilaian GCS saat pasien trauma kepala masuk rumah sakit
akan dibahas mengenai beberapa hal yang dapat menye- dapat memprediksi tingkat disabilitas pasien tersebut saat
babkan tekanan darah sistolik dan frekuensi nafas tidak keluar dari rumah sakit. Dengan demikian, walaupun
berperanan dalam menentukan prediksi disabilitas pada komponen penilaian RTS lebih banyak, penilaian GCS pada
pasien trauma kepala. awal perawatan trauma kepala lebih baik dibandingkan
Komponen tekanan darah sistolik (TDS) pada RTS tidak penilaian RTS.25
memiliki korelasi yang bermakna (p>0,05) meski arah korelasi
negatif. Penelitian oleh Grant et al16 dan Lenartova et al17 Kesimpulan
menyatakan bahwa TDS <90 mmHg berasosiasi dengan Pada penelitian ini didapatkan bahwa penilaian GCS saja
tingkat mortalitas setelah 90 hari trauma lebih tinggi dan lama dapat memprediksi tingkat disabilitas pasien trauma kepala
perawatan ICU yang lebih panjang, sehingga TDS harus lebih baik dibandingkan penilaian RTS. Sedangkan dari
dipertahankan antara 90-110 mmHg. Penelitian oleh Rose et komponen penilaian GCS, respon motorik adalah komponen
al18 menyatakan bahwa keadaan hipotensi <80 mmHg yang yang paling berperanan dalam menentukan tingkat disabilitas
berlangsung lebih dari 15 menit dianggap sebagai faktor yang pasien.
berkontribusi pada kematian yang terjadi setelah trauma
kepala. Menurut Junger et al,19 pada keadaan TDS rendah, Keterbatasan
walaupun tidak terjadi pada semua pasien, fungsi auto- Penelitian ini memiliki berbagai keterbatasan. Beberapa
regulasi akan terganggu. Fungsi autoregulasi ini penting perbaikan yang dapat dilakukan untuk penelitian berikutnya
untuk pencegahan trauma kepala sekunder terutama is- antara lain; penelitian dapat dilakukan dengan sampel lebih
chemic neuronal damage. Tidak bermaknanya korelasi TDS besar sehingga confidence limit dapat ditingkatkan; perlu
(p=0,560) karena tekanan darah tidak hanya dipengaruhi oleh diperhitungkan beberapa faktor lain seperti usia, lama trauma
keparahan trauma kepala, tetapi juga keadaan sistemik sebelum masuk rumah sakit, dan riwayat medis pasien
lainnya seperti rasa tidak nyaman atau nyeri yang dapat (penyakit koagulopati, profil lipid, atherosklerosis, gangguan
meningkatkan tekanan darah sistolik akibat peningkatan kardiovaskular) karena dapat mempengaruhi penilaian awal
respons sistem saraf simpatis, jumlah perdarahan, dan dan tingkat disabilitas pasien; pemberian standar terapi yang
keadaan perfusi umum.20 sama pada tiap subjek penelitian untuk mengurangi bias
Frekuensi nafas yang cepat dapat memperburuk prog- penilaian tingkat disabilitas; dan penilaian dilakukan oleh
nosis tingkat disabilitas pasien. Terjadinya hiperventilasi orang yang sama untuk semua subjek penelitian.
dapat disebabkan oleh gangguan intrakranial. Menurut
penelitian sebelumnya, keadaan hiperventilasi efektif dalam Daftar Pustaka
mengontrol tekanan intrakranial.3 Hiperventilasi menurunkan
1. Soertidewi L, Misbach J, Sjahrir H, Hamid A, Jannis J, Bustami M,
tekanan parsial karbon dioksida (PaCO 2) arteri yang editors. Konsensus nasional penanganan trauma kapitis dan trauma
menyebabkan vasokonstriksi, penurunan aliran darah spinal; 2006 Nov 28; Jakarta. Jakarta:Perdossi; 2006.
serebral, dan tekanan intrakranial. Penelitian oleh Oertel et 2. Wahjoepramono EJ. Cedera kepala. Jakarta: Fakultas Kedokteran
Universitas Pelita Harapan; 2005.
al21 dan Czosnyka et al22 menyatakan bahwa pada keadaan
3. Japardi I. Cedera kepala: memahami aspek-aspek penting dalam
hiperventilasi yang terjadi tanpa adanya rangsangan dari pengelolaan penderita cedera kepala. Jakarta: PT Bhuana Ilmu
obat-obatan tertentu, kemungkinan telah terjadi peningkatan Populer; 2004.
tekanan intrakranial akibat trauma kepala yang dapat 4. Wagner AK. Conducting research in TBI: current concepts and
issues. In: Zasler ND, Katz DI, Zafonte RD. Brain Injury Medi-
berakibat fatal, terutama pada pasien usia lanjut. Namun,
cine. New York: Demos Medical Publishing; 2006.p.33-42.
frekuensi nafas kurang dari 10 kali per menit juga berasosiasi 5. Fedakar R, Aydiner AH, Ercan I. A comparison of “life threaten-
dengan prognosis buruk karena penurunan oksigenasi dan ing injury” concept in the Turkish penal code and trauma scoring
perfusi ke otak atau menandakan telah terjadinya kompresi systems. Ulus Travma Acil Cerrahi Derg. 2007;13:192-8.
6. Ross SE, Leipold C, Terregino C, O’Malley KF. Efficacy of the
serebral akibat peningkatan tekanan intrakranial, terutama
motor component of the Glasgow Coma Scale in trauma triage. J
pada fase awal trauma kepala.23 Korelasi frekuensi nafas yang Trauma. 1998;45:42-4.
tidak bermakna (p=0,267) dapat disebabkan oleh beberapa 7. Champion HR, Sacco WJ, Copes WS, Gann DS, Gennarelli TA,
keadaan, antara lain rasa tidak nyaman atau nyeri, pengaruh Flanagan ME. A revision of the trauma Score. J Trauma.
1989;29:623-9.
respons sistem saraf simpatis, keadaan asidosis metabolik,
8. Roorda J, van Beeck EF, Stapert JWJL, ten Wolde W. Evaluating
kebutuhan oksigenasi tubuh, suhu tubuh, dan keadaan performance of the revised trauma score as a triage instrument in
saluran pernafasan.20 the prehospital setting. Injury. 1996;27:163-7.

Maj Kedokt Indon, Volum: 60, Nomor: 10, Oktober 2010 441
Perbandingan Glasgow Coma Scale dan Revised Trauma Score dalam Memprediksi Disabilitas Pasien

9. Zafonte RD, Hammond FM, Mann NR, Wood DL, Millis SR, and treatment. Wien Klin Wochenschr. 2007;119:35-45.
Black KL. Revised trauma score: an additive predictor of disabil- 18. Rose J, Valtonen S, Jennett B. Avoidable factors contributing to
ity following traumatic brain injury? Am J Phys Med Rehabil. death after head injury. Brit Med J. 1977;2:615-8.
1996;75:456-61. 19. Junger EC, Newell DW, Grant GA, Avellino AM, Ghatan S, Douville
10. Poon WS, Zhu XL, Ng SCP, Wong GKC. Predicting one year CM, et al. Cerebral autoregulation following minor head injury. J
clinical outcome in traumatic brain injury (TBI) at the beginning Neurosurg. 1997;86:425-32.
of rehabilitation. Acta Neurochir. 2005;93:207-8. 20. Warfield CA, Bajwa ZH. Principles and practice of pain medi-
11. Levati A, Farina ML, Vecchi G, Rossanda M, Morrubini M. Prog- cine. 2nd ed. US: McGraw-Hill; 2004.
nosis of severe head injuries. J Neurosurg. 1982;57:779-83. 21. Oertel M, Kelly DF, Lee JH, McArthur DL, Glenn TC, Vespa P,
12. Jagger J, Jane JA, Rimel R. The Glasgow coma scale: to sum or et al. Efficacy of hyperventilation, blood pressure elevation, and
not to sum? Lancet. 1983;2:97. metabolic suppression therapy in controlling intracranial pres-
13. McNett M. A Review of the predictive ability of Glasgow coma sure after head injury. J Neurosurg. 2002;97:1045-53.
scale scores in head-injured patients. J Neurosci Nurs. 2007;39:68- 22. Czosnyka M, Hutchinson PJ, Balestreri M, Hiler M, Smielewski
75. P, Pickard JD. Monitoring and interpretation of intracranial
14. Jeon IK, Kim OL, Kim MS, Kim SH, Chang CH, Bai DS. The pressure after head injury. Acta Neurochir Suppl. 2006;96:114-8.
effect of premorbid demographic factors on the recovery of 23. Minardi J, Crocco TJ. Management of traumatic brain injury:
neurocognitive function in traumatic brain injury patients. J first link in chain of survival. Mt Sinai J Med. 2009;76:138-44.
Korean Neurosurg Soc. 2008;44:295-302. 24. Wilkinson I, Lennox G. Essential neurology. 4 th ed. Oxford:
15. Gabbe BJ, Cameron PA, Finch CF. Is the revised trauma score still Blackwell Publishing; 2005.
useful? Aust NZ J Surg. 2003,73:944-8. 25. Posner JB, Saper CB, Schiff ND, Plum F. Plum and Posner’s
16. Grant IS, Andrews PJD. ABC of intensive care: neurological sup- diagnosis of stupor and coma. 4th ed. New York: Oxford Univer-
port. Brit Med J. 1999;319:110-3. sity Press; 2007.
17. Lenartova L, Janciak I, Wilbacher I, Rusnak M, Mauritz W.
Severe traumatic brain injury in Austria III: prehospital status MS

442 Maj Kedokt Indon, Volum: 60, Nomor: 10, Oktober 2010

Anda mungkin juga menyukai