KONTRASEPSI
Oleh:
20014101026
Supervisor Pembimbing:
‘’Kontrasepsi’’
Oleh:
20014101026
Supervisor Pembimbing:
PENDAHULUAN
Latar Belakang
Seorang perempuan menjadi subur dan dapat melahirkan segera setelah ia mendapatkan haid
yang pertama, dan akan terus berlangsung sampai mati haid (menopause). Kehamilan dan
kelahiran yang terbaik, dalam artian risiko paling rendah bagi ibu dan anak yaitu saat ibu
berusia 20 – 30 tahun. Jarak terbaik untuk persalinan pertama dan kedua yaitu 2 – 4 tahun. Di
konsekuensi yang membahayakan mulai dari abortus hingga komplikasi kehamilan yang
mengancam nyawa ibu hamil dan janin. Kematian ibu yang terjadi selama kehamilan,
persalinan, dan nifas akibat segala sesuati yang terkait dengan atau diperberat oleh kehamilan,
persalinan atau nifas atau penanganannya namun bukan karena kecelakaan atau cedera
disebut Angka Kematian Ibu (AKI). AKI ini dapat dijadikan penilaian derajat kesehatan
World Health Organization (WHO) melaporkan terdapat 10,7 juta jumlah wanita yang
meninggal di dunia dalam waktu 25 tahun antara tahun 1990 dan 2015, akibat komplikasi
kehamilan dan persalinan. Namun demikian, angka tersebut telah membuat kemajuan dalam
mengurangi angka kematian ibu. Pada tahun 2015, jumlah kematian ibu di dunia sebesar
303.000 dengan Maternal Mortality Ratio (MMR) sebesar 216 per 100.000 kelahiran hidup.
Angka ini menurun sebesar 42% dari tahun 1990 dimana jumlah kematian ibu sebesar
532.000 dengan MMR sebesar 385 per 100.000 kelahiran hidup. Jumlah MMR di negara
berkembang memiliki 19 kali lebih besar lebih tinggi dibandingkan dengan negara maju
(WHO, 2015).3
Berdasarkan Survei Demografi dan Kesehatan Indonesia (SDKI) tahun 2012 menunjukkan
AKI di Indonesia sebesar 359 kematian per 100.000 kelahiran hidup dalam periode tahun
2008 – 2012. Angka ini juga meningkat dari laporan SDKI tahun 2007 dengan AKI sebesar
228 kematian per 100.000 kelahiran hidup. Selain itu, hal yang perlu diketahui bahwa
responden dalam SDKI 2012 dan SDKI 2007 sedikit berbeda. Responden pada SDKI 2012
adalah semua wanita usia subur (15-49 tahun), sedangkan responden pada SDKI 2007 adalah
wanita pernah kawin usia subur (15-49 tahun). Menurut Kemenkes RI (2016), penyebab
langsung kematian ibu antara lain perdarahan (10,3%), Hipertensi Dalam Kehamilan (HDK)
(27,1%), infeksi (7,3%), partus lama(0%), dan abortus (0%), dan lain-lain (40,8%).4
dalam perawatan kesehatan sistem reproduksi. Kemampuan untuk mengakses dan terus
menggunakan kontrasepsi dapat mengurangi kehamilan yang tidak diinginkan, dan sangat
berbagai cara pemilihan kontrasepsi yang tersedia dalam pelayanan keluarga berencana.
Penggunaan kontrasepsi yang rasional dimulai dari fase menunda kehamilan yaitu sebelum
usia 20 tahun, fase menjarangkan kehamilan yaitu antara usia 20 tahun sampai 35 tahun, dan
TINJAUAN PUSTAKA
A. Kontrasepsi Non-Hormonal
Cara ini mungkin merupakan cara kontrasepsi tertua yang dikenal manusia dan mungkin
masih merupakan cara yang sering dilakukan hingga saat ini. Pada penelitian yang
dilakukan oleh Omer Demir dkk. mendapatkan 42,6% dari 1000 wanita usia produksi
Koitus interruptus ialah penarikan penis dari vagina dan menjauhi alat genitalia eksterna
wanita tepat sebelum ejakulasi untuk mencegah kehamilan (WHO, 2007). Tujuan dari
metode ini adalah untuk mencegah sperma masuk ke dalam vagina. Keuntungan metode
ini yaitu tidak membutuhkan biaya, alat-alat atau persiapan apapun, tetapi kekungannya
yaitu untuk menyukseskan cara ini dibutuhkan pengendalian diri yang besar dari pihak
Belum ada data ilmiah yang cukup untuk menjelaskan efektivitas metode koitus
interruptus, namun metode ini dianggap kurang berhasil. Kegagalan dengan cara ini dapat
disebabkan oleh adanya pengeluaran air mani sebelum ejakulasi (pre-ejaculatory fulid),
terlambatnya pengeluaran penis dari vagina, dan pengeluaran semen dekat pada vulva
(petting). Pada penelitian yang dilakukan oleh Ekachai Kovavisarach dkk. di Bangkok,
pre-ejaculatory fluid 16,7% pria sehat mengandung sperma yang bergerak aktif.1,7
Pembilasan vagina dengan air biasa dengan atau tanpa tambahan larutan obat (cuka atau
obat lain) segera setelah koitus merupakan suatu cara yang telah lama sekali dilakukan
untuk tujuan kontrasepsi dengan maksud mengeluarkan sperma secara mekanik dari
sari lemon dan sari buah nanas, apel, dan lidah buaya di Bangkok. Efek spermisida diukur
dengan mengamati perubahan viabilitas sperma, morfologi dan motilitas setelah air mani
dicampur dengan sari lemon dan sari buah lainnya (sari nanas, sari apel, dan sari lidah
buaya). Setelah air mani dicampur dengan sari lemon, sperma segera menjadi imobil dan
berubah bentuk secara permanen. Efek spermisida berkurang ketika dicampurkan dengan
sari buah lainnya. Efek paling sedikit diamati ketika dicampur dengan jus lidah buaya.8
Sekitar 20% ibu menyusui akan mengalami ovulasi 3 bulan pasca persalinan. Efektivitas
menyusui anak dapat mencegah ovulasi dan memperpanjang amenorea pasca persalinan.
Akan tetapi, ovulasi pada suatu saat akan terjadi lagi dan bisa saja mendahului haid
pertama setelah partus. Bagi yang menyusui hanya sesekali, kontrasepsi efektif harus
Pantang berkala didefinisikan oleh WHO (2007) sebagai metode yang melibatkan
identifikasi hari-hari masa subur berdasarkan siklus haid. Cara ini sering juga disebut cara
Ogino-Kaus yang berasal dari nama kedua penemunya. Mereka bertitik tolak dari hasil
penelitian bahwa seorang perempuan hanya dapat hamil selama beberapa hari dalam
skilkus haidnya. Masa subur atau yang juga disebut fase ovulasi mulai 48 jam sebelum
ovulasi dan berakhir 24 jam setelah ovulasi dengan tetap memperhatikan hari pertama
dan siklus haid paling tidak selama 6 bulan terakhir, suhu tubuh basal, cairan serviks
Hingga saat ini, studi tentang efektivitas metode pantang berkala sedikit dan berkualitas
rendah, namun sudah tersedia aplikasi di gawai yang bisa membantu memperkirakan
masa subur seseorang berdasarkan siklus haid dan suhu tubuh basal. Aplikasi ini tetap
dianggap kurang efektif karena belum ada data evidence-based yang mendukung.10,11
A. 2. Kontrasepsi Sederhana untuk Laki-laki
Kondom
Penggunaan kondom telah dikenal sejak zaman Mesir kuni. Pada tahun 1553 Gabriele Fallopi
menggambarkan penggunaan kantong sutera yang diolesi minyak, dan yang dipasang
menyelubungi penis sebelum koitus. Prinsip kerja kondom ialah sebagai pelindung penis
sewaktu melakukan koitus dan mencegah pengumpulan sperma dalam vagina sehingga dapat
Kebanyakan kondom terbuat dari karet lateks, dan berbagai ukuran dibuat menyesuaikan
dengan anatomi laki-laki. Kondom efektif dalam pencegahan penyakit menular seksual
dengan angka 3 sampai 4 per 100 pasangan. Langkah-langka untuk memastikan kondom yang
digunakan bekerja secara maksimal yaitu (1) digunakan setiap berhubungan seksual, (2)
ditempatkan tepat di penis, (3) penis ditarik saat masih ereksi, (4) ujung bawahnya ditahan
selama penarikan agar tidak lepas, (5) digunakan bersama dengan spermisida.9
1) Kondom Wanita
kondom wanita diproduksi oleh banyak perusahaan dengan nama yang berbeda-beda,
sama seperti kondom pria juga mencegah kehamilan dan penyakit menular seksual.
Kondom ini tidak boleh digunakan bersamaan dengan kondom pria karena dapat
tergelincir atau robek. Tes in vitro menunjukkan kondom wanita kebal terhadap HIV,
cytomegalovirus, dan virus hepatitis B. Namun angka kehamilan lebih tinggi dibandingan
penggunaan kondom pria sehingga dinilai kurang begitu efektif sebagai alat kontrasepsi.9
2) Diafragma Vaginal
bekerja efektif untuk mencegah terjadinya kehamilan. Diafragma vaginal dan agen
spermisida dapat dimasukkan sebelum koitus, namun setelah 2 jam spermisida harus
tambahkan lagi di vagina bagian atas agar bekerja maksimal. Diafragma vaginal tidak
dilepas minimal 6 jam setelah koitus juga tidak boleh dibiarkan di dalam vagina lebih dari
Diafragma vaginal paling cocok dipakai oleh perempuan dengan dasar panggul yang
tidak longgar dan dengan tonus dinding vagina yang baik. Pada keadaan tertentu
diafragma vaginal tidak dapat dibenarkan pemakaiannya, antara lain (1) sistokel yang
berat, (2) prolapsus uteri, (3) fistula vagina, (4) hiperanterofleksio atau hiperetrofleksio
uterus.1
Spermisida dipasarkan dalam berbagai macam variasi seperti krim, jeli, supositoria, dan busa
aerosol. Spermisida ini digunakan secara luas di Amerika Serikat dan tersedia tanpa resep.
Agen spermisida berguna sebagai ‘’penghalang’’ kimiawi bagi sperma. Bahan aktifnya
nonoksinol-9 atau oktoksinol-9. Spermisida harus dipakai di vagina atau serviks bagian atas
segera setelah hubungan seksual. Efektivitas biasanya tidak lebih dari 1 jam, harus
diaplikasikan beberapa kali secara berkala untuk hasil maksimal. Tingkat kehamilan
meningkat jika metode ini tidak dilakukan dengan konsisten. Metode ini dinilai kurang efektif
B. Kontrasepsi Hormonal
B. 1. Pil Kontrasepsi
Pil kontrasepsi kombinasi atau sekarang lebih dikenal dengan kontrasepsi oral kontrasepsi
(COC), terdiri atas komponen estrogen dan komponen progesteron atau oleh salah satu
komponen ini. COC yang sekarang digunakan berisi steroid sistemik. Komponen estrogen
dalam COC menekan sekresi FSH sehingga mengahalngi maturasi folikel dalam ovarium,
karena pengaruh estrogen dari ovarium tidak ada maka tidak jadi pengeluaran LH. Pada
pertengahan siklus haid, kadar FSH rendah dan tidak tidak peningkatan kadar LH sehingga
mengganggu ovulasi. Komponen progesteron memperkuat kerja estrogen untuk mencegah
ovulasi. Pil COC akan efektif jika diminum 72 jam setelah berhubungan seksual, tetapi
dapat diberikan hingga 120 jam. Dosis kedua diberikan 12 jam setelah dosis awal. Mual
dan muntah sering terjadi pada pengguna pil COC dengan dosis estrogen yang tiggi.
Antiemetik oral yang diminum setidaknya 1 jam setiap dosis dapat mengurangi gejala mual
muntah.1,9
Tidak semua perempuan dapat menggunakan pil COC sebagai pilihan kontrasepsi mereka,
- Kontraindikasi mutlak: adanya tumor yang dipengaruhi estrogen, penyakit hati yang
amenore.
Seorang perempuan sangat kecil kemungkinannya untuk mengalami ovulasi dan berisiko
hamil selama 21 hari pertama pascapersalinan. Akan tetapi, beberapa metode kontrasepsi
dapat diberikan dalam periode ini. Pada perempuan dalam masa pascapersalinan kurang
dari 21 hari, penggunaan COC biasanya tidak dianjurkan kecuali tidak ada metode lain
Uji coba multisenter WHO menunjukkan bahwa rejimen yang hanya mengandung
progestin (lebih efektif daripada regimen COC untuk mencegah kehamilan (von Hertzen,
2002). The American College of Obstetricians and Gynecologists (2015) mengutip sekitar
50% penurunan tingkat kehamilan dengan agen progestin dibandingkan COC. Pil
progestogen, melalui uji coba terkontrol, didapatkan bersifat terapeutik bagi pasien dengan
Progesteron-only pill (POP) memiliki efek minimal terhadap metabolisme karbohidrat dan
koagulasi, tidak memperburuk hipertensi sehingga ideal bagi perempuan dengan risiko
tinggi terhadap penyakit kardiovaskular seperti kelompok perokok, riwayat trombosis,
riwayat sakit kepala. Karena tidak mengganggu produksi ASI, POP cocok untuk ibu
menyusui. POP tidak boleh dikonsumsi oleh perempuan dengan perdarahan uterus, kanker
B. 2. Kontrasepsi Suntikan
tersedia dalam dosis 104 mg diberikan secara intrakutan setiap 90 hari. Kontrasepsi ini
Kontrasepsi suntikan sangat cocok untuk program postpartum karena tidak menganggu
studi yang dilakukan oleh Muluken Zerihun dkk. pada tahun 2019 mendapatkan bahwa
pengguna Depo Provera mengalami kenaikan berat badan dan IMT yang signifikan
tersebut menunjukkan bahwa Depo Provera tidak memiliki efek yang buruk pada tekanan
darah.14
suntikan bulanan mengandung 2 macam hormn progestin dan estrogen seperti hormon
alami pada tubuh perempuan, juga biasa disebut combined injectable contraceptive (CIC).
Mekanisme kerjanya adalah mencegah keluarnya ovum dari ovarium. Presentasi efektivitas
CIC dalam mencegah ovulasi yaitu 99%, selama diterapkan dengan benar dan teratur.
Dalam beberapa tahun terakhir, CIC lebih banyak penggunanya karena kemudahan
administrasi dan risiko metabolisme yang lebih rendah. Pada studi yang dilakukan oleh
Rubina Izhar dkk. di Pakistan mendapatkan bahwa 63,8% pengguna CIC sangat puas dan
Memasukkan benda atau alat ke dalam uterus untuk tujuan mencegah terjadinya kehamilan
telah dikenal sejak zaman dahulu. Penggembala unta bangsa Arab dan Turki beradab lamanya
melakukan cara ini dengan memasukkan batu kecil yang bulat dan licin ke dalam alat genital
unta mereka dengan tujuan untuk mencegah terjadinya kehamilan dalam perjalanan jauh. Pada
tahun 1934 Ota dari Jepang untuk pertama kalinya membuat IUD dari plastik yang berbentuk
cincin. Pada tahun 1959 Oppenheimer dari Israel dan Ishihama dari Jepang menerbitkan tulisan
tentang pengalaman mereka dengan IUD. Sejak terbitnya tulisan itu dan dengan ditemukannya
antibiotika yang mengecilkan risiko infeksi, penerimaan IUD makin meningkat. Antara tahun
1955 dan 1964 bermacam-macam bentuk IUD diciptakan, antara lain Marguilles spiral, Zipper,
Lippes loop, Birnberg bow, cincin Hall-Stone. Sejak 1964 telah dipergunakan secara umum di
Indonesia dalam program keluarga berencana; IUD yang digunakan ialah jenis Lippes loop,
yang pada waktu itu disponsori oleh Perkumpulan Keluarga Berencana Indonesia (PKBI).1
Intra Uterine Device yang banyak digunakan saat ini, yang sering disebut Cu-T, terdiri dari
batang berbentuk huruf T yang dibungkus kawat tembaga, dan setiap lengan memiliki
telah terbukti dapat mencegah kehamilan dengan penggunaan terus-menerus hingga 20 tahun.
Respon inflamasi lokal yang intens diinduksi oleh IUD yang mengandung tembaga ini
menyebabkan aktivasi lisosom dan agen inflamasi lainnya yang bersifat spermisida.9
Keunggulan IUD dibanding kontrasepsi lainnya yaitu (1) umumnya hanya memerlukan satu
kali pemasangan, (2) tidak menimbulkan efek sistemik, (3) ekonomis dan cocok untuk
penggunaan orang banyak, (4) efektivitas tinggi, (5) reversibel. Efek samping penggunaan IUD
berupa perdarahan (spotting), nyeri haid, perubahan siklus haid, gangguan pada suami saat
berhubungan seksual, ekspulsi atau perforasi, kehamilan ektopik. Namun, pada penelitian yang
dilakukan oleh Iklima Nurzakia Dewi dkk. pada tahun 2021 mendapatkan bahwa efek samping
penggunaan IUD dipengaruhi oleh beberapa faktor, antara lain pendidikan, pekerjaan, usia, dan
lama pemakaian.1,9,17
D. Kontrasepsi Mantap pada Perempuan
pada perempuan yaitu dilakukan oklusi tuba fallopi agar ovum dan spermatozoa tidak dapat
bertemu. Sekitar setengah dari prosedur sterilisasi tuba dilakukan bersamaan dengan persalinan
sesar atau segera setelah persalinan pervaginam. Keuntungan sterilisasi ialah (1) motivasi
hanya dilakukan satu kali saja, (2) efektivitas mendekati 100%, (3) tidak mempengaruhi libido
Terdapat 3 metode, beserta modifikasinya, yang digunakan dalam interupsi tuba antara lain
destruksi segmen tuba dan dapat dilakukan unipolar atau bipolar. Meskipun koagulasi unipolar
memiliki tingkat kegagalan jangka panjang yang paling rendah, namun juga memiliki tingkat
Untuk metode kedua, metode oklusi mekanik, dapat dilakukan dengan (1) karet gelang silikon
seperti cincin Falope atau cincin Tuba, (2) klip Hulka-Clemen atau yang juga dikenal klip Wol,
atau (3) klip titanium berlapis silikon. Dalam uji coba yang dilakukan oleh Soka dkk. (2000)
terhadap 2.746 wanita secara acak didapatkan penggunaan cincin Tuba dan klip Filshie
memiliki tingkat keamanan yang sama. Semua metode oklusi mekanik ini memiliki tingkat
keberhasilan jangka panjang yang sangat tinggi, namun nyeri post-operasi meningkat dibanding
metode elektrokoagulasi.9,18
Metode sterilisasi yang paling sering digunakan yaitu ligasi. Metode ligasi sendiri terdiri atas
beberapa teknik jahitan yang rata-rata memiliki angka kegagalan yang rendah.
1. Teknik Irving
Pada cara ini, tuba dipotong antara dua ikatan benang yang dapat diserap; ujung proksimal
ligamentum latum.1
2. Teknik Pomeroy
Teknik Pomeroy sering digunakan. Teknik ini dilakukan dengan mengangkat bagian tengah
tuba sehingga membentuk suatu lipatan terbuka, kemudian dasarnya diikat dengan benang
yang dapat diserap, tuba di atas dasar itu dipotong. Setelah benang pengikat diserap, maka
ujung-ujung tuba akhirnya terpisah satu sama lain. Angka kegagalan teknik ini berkisar
antara 0 – 0,4%.1
3. Teknik Parkland
Segmen kecil dari tuba falopii dipisahkan dari mesosopinx, diikat dengan benang chromic
kemudian dipotong di antara kedua ikatan dan segmen tuba falopii dibuang. Teknik
Pomeroy dan Teknik Parkland merupakan dua teknik yang mirip dengan prinsip yang
sama, yaitu pengangkatan paling tidak 2 cm dari tuba fallopi. Angka kegagalan 7.5 per
1000.18
4. Teknik Kroener
Bagia fimbriae dari tuba dikeluarkan dari lubang operasi. Suatu ikatan dengan benang
dibuat melalui bagian dari sesosalping di bawah fimbriae. Jahitan ini diikat dua kali, satu
kali mengelilingi tuba dan yang lain mengelilingi tuba sebelah proksimal dari haitan
sebelumnya. Seluruh fimbriae dipotong. Setelah dipastikan bahwa perdarahan sudah tidak
ada, maka dikembalikan ke dalam rongga abdomen. Teknik ini banyak digunakan.
Keuntungan dari teknik ini ialah sangat kecilnya kemungkinan kesalahan mengingat
5. Teknik Aldrige
Peritoneum dari ligamentum latum dibuka dan kemudian tuba bagian distal bersama-sama
Vasektomi adalah bentuk kontrasepsi permanen pada laki-laki. Indikasi dilakukan vasektomi
ialah pasangan suami-istri tidak menghendaki kehamilan dan dan suami bersedia bahwa
tindakan vasektomi akan dilakukan pada dirinya, kontraindikasi hanya apabila ada kelainan
lokal atau umum yang dapat mengganggu sembuhnya luka operasi. Keuntungan vasektomi
yaitu (1) tidak menimbulkan kelainan fisik dan mental, (2) tidak mengganggu libido
Prinsip vasektomi yaitu menghalangi bagian vas deferens, mencegah spermatozoa keluar dari
testis. Vasektomi dilakukan dalam dua tahap: membuka vas deferens dari skrotum (isolasi) dan
memblokir vas (oklusi). Isolasi dapat dilakukan secara konvensional dengan menggunakan
pisau bedah untuk membuat sayatan di skrotum atau dengan cara vasektomi non-pisau bedah
(non-scalpel vasectomy). Kelebihan teknik NSV yaitu kurang invasif sehingga mengurangi
tingkat kerusakan mikrovaskular, limfatik, dan saraf. Namun saat ini, eksisi dan ligasi masih
Komplikasi vasektomi dapat diklasifikasikan sebagai komplikasi awal atau komplikasi lanjut.
Komplikasi awal termasuk nyeri akut, hematoma, perdarahan, infeksi dan trauma. Komplikasi
lanjut adalah kegagalan vasektomi, pembentukan fistula dan nyeri kronis. Granuloma sperma
atau epididimitis kongestif dapat muncul sebagai komplikasi awal atau lanjut. Sindrom nyeri
pasca-vasektomi (PVSP), juga dikenal sebagai nyeri kronis pasca-vasektomi, secara formal
didefinisikan sebagai nyeri testis bilateral atau unilateral atau nyeri bilateral yang intermiten
atau konstan dalam waktu 3 bulan atau lebih yang secara signifikan mengganggu aktivitas
sehari-hari. PVPS adalah istilah yang luas yang mencakup berbagai keluhan, seperti nyeri
skrotum terus-menerus, nyeri saat ejakulasi, nyeri saat aktivitas fisik, dispareuni, dan rasa
Kehamilan bisa menimbulkan konsekuensi yang membahayakan mulai dari abortus hingga
komplikasi kehamilan yang mengancam nyawa ibu hamil dan janin. Penggunaan kontrasepsi dapat
menyelamatkan nyawa dan merupakan komponen penting dalam mengurangi kehamilan yang tidak
hormonal, alat kontrasepsi dalam rahim, dan kontrasepsi mantap, dengan tingkat efektivitas masing-
1. Albar AE, Biran. Ilmu Kandungan. Edisi Ketiga Cetakan Ketiga. PT Bina Pustaka Sarwono
Prawirohardjo Jakarta. 2017. Hal 438-461.
2. RI. 2017. Profil Kesehatan Indonesia 2016. Jakarta: Kementerian Kesehatan RI.
3. WHO. 2015. Trends in maternal mortality: 1990 to 2015: estimates by WHO, UNICEF,
UNFPA, World Bank Group and the United Nations Population Division. Switzerland: World
Health Organization.
4. Kemenkes RI. 2016. Profil Kesehatan Indonesia 2015. Jakarta: Kementerian Kesehatan RI.
5. Nanda K, Lebetkin E, Steiner MJ, Yacobson I, Dorflinger LJ. Contraception in the Era of
COVID-19. Global Health: Science and Practice. 2020 Jun 30;8(2):166-8.
6. Demir O, Ozalp M, Sal H, Aran T, Osmanagaoglu MA. Evaluation of the frequency of coitus
interruptus and the effect of contraception counselling on this frequency. Journal of Obstetrics
and Gynaecology. 2020 Jun 12:1-6
7. Kovavisarach E, Lorthanawanich S, Muangsamran P. Presence of Sperm in Pre-Ejaculatory
Fluid of Healthy Males. J Med Assoc Thai. 2016 Feb 1;99(2):S38-41.
8. Suthutvoravut S, Kamyarat O. Spermicidal effects of lemon juice and juices from other
natural products. Agriculture and Natural Resources. 2016 Mar 1;50(2):133-8.
9. Schorge JO, Williams JW. Williams gynecology. McGraw-Hill Medical. 2008. 105-132.
10. Urrutia RP, Polis CB, Jensen ET, Greene ME, Kennedy E, Stanford JB. Effectiveness of
fertility awareness–based methods for pregnancy prevention: A systematic review. Obstetrics
& Gynecology. 2018 Sep 1;132(3):591-604.
11. Shilaih M, Goodale BM, Falco L, Kübler F, De Clerck V, Leeners B. Modern fertility
awareness methods: wrist wearables capture the changes in temperature associated with the
menstrual cycle. Bioscience reports. 2018 Dec 21;38(6).
12. Nugroho AW, editor. Rekomendasi Praktik Pilihan untuk Penggunaan Kontrasepsi. 2nd ed.
Vol. 1. Jakarta, Indonesia: Penerbit Buku Kedokteran EGC; 2009.
13. Casper RF. Progestin-only pills may be a better first-line treatment for endometriosis than
combined estrogen-progestin contraceptive pills. Fertility and sterility. 2017 Mar
1;107(3):533-6.
14. Zerihun MF, Malik T, Ferede YM, Bekele T, Yeshaw Y. Changes in body weight and blood
pressure among women using Depo-Provera injection in Northwest Ethiopia. BMC research
notes. 2019 Dec;12(1):1-5
15. Vallejo-Maldonado MS. Combined injectable contraceptives. Ginecología y Obstetricia de
México. 2020 Jun 12;88(S1):32-41.
16. Izhar R, Husain S, Tahir MA, Husain S. Femiject, a once-a-month combined injectable
contraceptive: experience from Pakistan. The European Journal of Contraception &
Reproductive Health Care. 2020 Sep 2;25(5):359-64.
17. Dewi IN, Sambas EK, Hersoni S. GAMBARAN EFEK SAMPING PENGGUNAAN ALAT
KONTRASEPSI DALAM RAHIM PADA PASANGAN USIA SUBUR. Journal of BTH
Nursing. 2021 Jan 31;1(1).
18. Clark NV, Endicott SP, Jorgensen EM, Hur HC, Lockrow EG, Kern ME, Jones-Cox CE,
Dunlow SG, Einarsson JI, Cohen SL. Review of sterilization techniques and clinical updates.
Journal of minimally invasive gynecology. 2018 Nov 1;25(7):1157-64.
19. Auyeung AB, Almejally A, Alsaggar F, Doyle F. Incidence of post-vasectomy pain:
systematic review and meta-analysis. International journal of environmental research and
public health. 2020 Jan;17(5):1788.