Anda di halaman 1dari 17

Referat

KONTRASEPSI

Oleh:

Maghfirah Savitri, S.Ked

20014101026

Masa KKM : 29 Maret – 6 Juni 2021

Supervisor Pembimbing:

Prof. dr. Hermie M. Tendean, Sp.OG-K

BAGIAN OBSTETRI DAN GINEKOLOGI


FAKULTAS KEDOKTERAN
UNIVERSITAS SAM RATULANGI
MANADO
2021
LEMBAR PENGESAHAN

Referat yang berjudul:

‘’Kontrasepsi’’

Telah dibacakan, dikoreksi dan disetujui pada 2021

Oleh:

Maghfirah Savitri, S.Ked

20014101026

Masa KKM 29 Maret – 6 Juni 2021

Supervisor Pembimbing:

Prof. dr. Hermie M. Tendean, Sp.OG-K


BAB I

PENDAHULUAN

Latar Belakang

Seorang perempuan menjadi subur dan dapat melahirkan segera setelah ia mendapatkan haid

yang pertama, dan akan terus berlangsung sampai mati haid (menopause). Kehamilan dan

kelahiran yang terbaik, dalam artian risiko paling rendah bagi ibu dan anak yaitu saat ibu

berusia 20 – 30 tahun. Jarak terbaik untuk persalinan pertama dan kedua yaitu 2 – 4 tahun. Di

negara berkembang, dimana pelayanan kesehatan terbatas, kehamilan bisa menimbulkan

konsekuensi yang membahayakan mulai dari abortus hingga komplikasi kehamilan yang

mengancam nyawa ibu hamil dan janin. Kematian ibu yang terjadi selama kehamilan,

persalinan, dan nifas akibat segala sesuati yang terkait dengan atau diperberat oleh kehamilan,

persalinan atau nifas atau penanganannya namun bukan karena kecelakaan atau cedera

disebut Angka Kematian Ibu (AKI). AKI ini dapat dijadikan penilaian derajat kesehatan

masyarakat di suatu negara (Kemenkes RI, 2017).1,2

World Health Organization (WHO) melaporkan terdapat 10,7 juta jumlah wanita yang

meninggal di dunia dalam waktu 25 tahun antara tahun 1990 dan 2015, akibat komplikasi

kehamilan dan persalinan. Namun demikian, angka tersebut telah membuat kemajuan dalam

mengurangi angka kematian ibu. Pada tahun 2015, jumlah kematian ibu di dunia sebesar

303.000 dengan Maternal Mortality Ratio (MMR) sebesar 216 per 100.000 kelahiran hidup.

Angka ini menurun sebesar 42% dari tahun 1990 dimana jumlah kematian ibu sebesar

532.000 dengan MMR sebesar 385 per 100.000 kelahiran hidup. Jumlah MMR di negara

berkembang memiliki 19 kali lebih besar lebih tinggi dibandingkan dengan negara maju

(WHO, 2015).3

Berdasarkan Survei Demografi dan Kesehatan Indonesia (SDKI) tahun 2012 menunjukkan

AKI di Indonesia sebesar 359 kematian per 100.000 kelahiran hidup dalam periode tahun

2008 – 2012. Angka ini juga meningkat dari laporan SDKI tahun 2007 dengan AKI sebesar
228 kematian per 100.000 kelahiran hidup. Selain itu, hal yang perlu diketahui bahwa

responden dalam SDKI 2012 dan SDKI 2007 sedikit berbeda. Responden pada SDKI 2012

adalah semua wanita usia subur (15-49 tahun), sedangkan responden pada SDKI 2007 adalah

wanita pernah kawin usia subur (15-49 tahun). Menurut Kemenkes RI (2016), penyebab

langsung kematian ibu antara lain perdarahan (10,3%), Hipertensi Dalam Kehamilan (HDK)

(27,1%), infeksi (7,3%), partus lama(0%), dan abortus (0%), dan lain-lain (40,8%).4

Penggunaan kontrasepsi dapat menyelamatkan nyawa dan merupakan komponen penting

dalam perawatan kesehatan sistem reproduksi. Kemampuan untuk mengakses dan terus

menggunakan kontrasepsi dapat mengurangi kehamilan yang tidak diinginkan, dan sangat

mempengaruhi kesehatan, pemberdayaan, dan kesejahteraan kehidupan keluarga. Terdapat

berbagai cara pemilihan kontrasepsi yang tersedia dalam pelayanan keluarga berencana.

Penggunaan kontrasepsi yang rasional dimulai dari fase menunda kehamilan yaitu sebelum

usia 20 tahun, fase menjarangkan kehamilan yaitu antara usia 20 tahun sampai 35 tahun, dan

fase tidak hamil lagi yaitu setelah usia 35 tahun.1,5


BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

A. Kontrasepsi Non-Hormonal

A. 1. Kontrasepsi Tanpa Menggunakan Alat/Obat

1) Sanggama Terputus (Koitus Interruptus)

Cara ini mungkin merupakan cara kontrasepsi tertua yang dikenal manusia dan mungkin

masih merupakan cara yang sering dilakukan hingga saat ini. Pada penelitian yang

dilakukan oleh Omer Demir dkk. mendapatkan 42,6% dari 1000 wanita usia produksi

dengan status aktif berhubungan seksual menggunakan metode koitus interruptus.1,6

Koitus interruptus ialah penarikan penis dari vagina dan menjauhi alat genitalia eksterna

wanita tepat sebelum ejakulasi untuk mencegah kehamilan (WHO, 2007). Tujuan dari

metode ini adalah untuk mencegah sperma masuk ke dalam vagina. Keuntungan metode

ini yaitu tidak membutuhkan biaya, alat-alat atau persiapan apapun, tetapi kekungannya

yaitu untuk menyukseskan cara ini dibutuhkan pengendalian diri yang besar dari pihak

laki-laki, juga dapat menimbulkan neurasteni.1,6

Belum ada data ilmiah yang cukup untuk menjelaskan efektivitas metode koitus

interruptus, namun metode ini dianggap kurang berhasil. Kegagalan dengan cara ini dapat

disebabkan oleh adanya pengeluaran air mani sebelum ejakulasi (pre-ejaculatory fulid),

terlambatnya pengeluaran penis dari vagina, dan pengeluaran semen dekat pada vulva

(petting). Pada penelitian yang dilakukan oleh Ekachai Kovavisarach dkk. di Bangkok,

pre-ejaculatory fluid 16,7% pria sehat mengandung sperma yang bergerak aktif.1,7

2) Pembilasan Pascasanggama (Postcoital Douche)

Pembilasan vagina dengan air biasa dengan atau tanpa tambahan larutan obat (cuka atau

obat lain) segera setelah koitus merupakan suatu cara yang telah lama sekali dilakukan

untuk tujuan kontrasepsi dengan maksud mengeluarkan sperma secara mekanik dari

vagina. Sedangkan untuk penambahan cuka bermaksud untuk memperoleh efek

spermisida serta menjaga asiditas vagina.1


Somsak Suthutvoravut dan Ourawan Kamyarat melakukan studi tentang efek spermisida

sari lemon dan sari buah nanas, apel, dan lidah buaya di Bangkok. Efek spermisida diukur

dengan mengamati perubahan viabilitas sperma, morfologi dan motilitas setelah air mani

dicampur dengan sari lemon dan sari buah lainnya (sari nanas, sari apel, dan sari lidah

buaya). Setelah air mani dicampur dengan sari lemon, sperma segera menjadi imobil dan

berubah bentuk secara permanen. Efek spermisida berkurang ketika dicampurkan dengan

sari buah lainnya. Efek paling sedikit diamati ketika dicampur dengan jus lidah buaya.8

3) Perpanjangan Masa Menyusui Anak (Prolonged Lactation)

Sekitar 20% ibu menyusui akan mengalami ovulasi 3 bulan pasca persalinan. Efektivitas

menyusui anak dapat mencegah ovulasi dan memperpanjang amenorea pasca persalinan.

Akan tetapi, ovulasi pada suatu saat akan terjadi lagi dan bisa saja mendahului haid

pertama setelah partus. Bagi yang menyusui hanya sesekali, kontrasepsi efektif harus

segera dimulai karena ovulasi bisa segera terjadi.1,9

4) Pantang Berkala (Rhythm Method)

Pantang berkala didefinisikan oleh WHO (2007) sebagai metode yang melibatkan

identifikasi hari-hari masa subur berdasarkan siklus haid. Cara ini sering juga disebut cara

Ogino-Kaus yang berasal dari nama kedua penemunya. Mereka bertitik tolak dari hasil

penelitian bahwa seorang perempuan hanya dapat hamil selama beberapa hari dalam

skilkus haidnya. Masa subur atau yang juga disebut fase ovulasi mulai 48 jam sebelum

ovulasi dan berakhir 24 jam setelah ovulasi dengan tetap memperhatikan hari pertama

dan siklus haid paling tidak selama 6 bulan terakhir, suhu tubuh basal, cairan serviks

untuk memperkirakan benar masa subur.9,10

Hingga saat ini, studi tentang efektivitas metode pantang berkala sedikit dan berkualitas

rendah, namun sudah tersedia aplikasi di gawai yang bisa membantu memperkirakan

masa subur seseorang berdasarkan siklus haid dan suhu tubuh basal. Aplikasi ini tetap

dianggap kurang efektif karena belum ada data evidence-based yang mendukung.10,11
A. 2. Kontrasepsi Sederhana untuk Laki-laki

Kondom

Penggunaan kondom telah dikenal sejak zaman Mesir kuni. Pada tahun 1553 Gabriele Fallopi

menggambarkan penggunaan kantong sutera yang diolesi minyak, dan yang dipasang

menyelubungi penis sebelum koitus. Prinsip kerja kondom ialah sebagai pelindung penis

sewaktu melakukan koitus dan mencegah pengumpulan sperma dalam vagina sehingga dapat

digunakan untuk tujuan kontrasepsi.1

Kebanyakan kondom terbuat dari karet lateks, dan berbagai ukuran dibuat menyesuaikan

dengan anatomi laki-laki. Kondom efektif dalam pencegahan penyakit menular seksual

dengan angka 3 sampai 4 per 100 pasangan. Langkah-langka untuk memastikan kondom yang

digunakan bekerja secara maksimal yaitu (1) digunakan setiap berhubungan seksual, (2)

ditempatkan tepat di penis, (3) penis ditarik saat masih ereksi, (4) ujung bawahnya ditahan

selama penarikan agar tidak lepas, (5) digunakan bersama dengan spermisida.9

A. 3. Kontrasepsi Sederhana untuk Perempuan

1) Kondom Wanita

kondom wanita diproduksi oleh banyak perusahaan dengan nama yang berbeda-beda,

sama seperti kondom pria juga mencegah kehamilan dan penyakit menular seksual.

Kondom ini tidak boleh digunakan bersamaan dengan kondom pria karena dapat

tergelincir atau robek. Tes in vitro menunjukkan kondom wanita kebal terhadap HIV,

cytomegalovirus, dan virus hepatitis B. Namun angka kehamilan lebih tinggi dibandingan

penggunaan kondom pria sehingga dinilai kurang begitu efektif sebagai alat kontrasepsi.9

2) Diafragma Vaginal

Penggunaan diafragma vaginal harus digunakan bersamaan dengan spermisida agar

bekerja efektif untuk mencegah terjadinya kehamilan. Diafragma vaginal dan agen

spermisida dapat dimasukkan sebelum koitus, namun setelah 2 jam spermisida harus

tambahkan lagi di vagina bagian atas agar bekerja maksimal. Diafragma vaginal tidak
dilepas minimal 6 jam setelah koitus juga tidak boleh dibiarkan di dalam vagina lebih dari

24 jam karena akan menimbulkan sindroma toksik.9

Diafragma vaginal paling cocok dipakai oleh perempuan dengan dasar panggul yang

tidak longgar dan dengan tonus dinding vagina yang baik. Pada keadaan tertentu

diafragma vaginal tidak dapat dibenarkan pemakaiannya, antara lain (1) sistokel yang

berat, (2) prolapsus uteri, (3) fistula vagina, (4) hiperanterofleksio atau hiperetrofleksio

uterus.1

A¶ 4. Kontrasepsi dengan Obat-obat Spermisida

Spermisida dipasarkan dalam berbagai macam variasi seperti krim, jeli, supositoria, dan busa

aerosol. Spermisida ini digunakan secara luas di Amerika Serikat dan tersedia tanpa resep.

Agen spermisida berguna sebagai ‘’penghalang’’ kimiawi bagi sperma. Bahan aktifnya

nonoksinol-9 atau oktoksinol-9. Spermisida harus dipakai di vagina atau serviks bagian atas

segera setelah hubungan seksual. Efektivitas biasanya tidak lebih dari 1 jam, harus

diaplikasikan beberapa kali secara berkala untuk hasil maksimal. Tingkat kehamilan

meningkat jika metode ini tidak dilakukan dengan konsisten. Metode ini dinilai kurang efektif

dalam mencegah penyakit menular seksual. Kontrasepsi dengan obat-obat spermisida

merupakan metode kontrasepsi dengan angka efektivitas paling rendah.9

B. Kontrasepsi Hormonal

B. 1. Pil Kontrasepsi

1) Pil Kontrasepsi Kombinasi

Pil kontrasepsi kombinasi atau sekarang lebih dikenal dengan kontrasepsi oral kontrasepsi

(COC), terdiri atas komponen estrogen dan komponen progesteron atau oleh salah satu

komponen ini. COC yang sekarang digunakan berisi steroid sistemik. Komponen estrogen

dalam COC menekan sekresi FSH sehingga mengahalngi maturasi folikel dalam ovarium,

karena pengaruh estrogen dari ovarium tidak ada maka tidak jadi pengeluaran LH. Pada

pertengahan siklus haid, kadar FSH rendah dan tidak tidak peningkatan kadar LH sehingga
mengganggu ovulasi. Komponen progesteron memperkuat kerja estrogen untuk mencegah

ovulasi. Pil COC akan efektif jika diminum 72 jam setelah berhubungan seksual, tetapi

dapat diberikan hingga 120 jam. Dosis kedua diberikan 12 jam setelah dosis awal. Mual

dan muntah sering terjadi pada pengguna pil COC dengan dosis estrogen yang tiggi.

Antiemetik oral yang diminum setidaknya 1 jam setiap dosis dapat mengurangi gejala mual

muntah.1,9

Tidak semua perempuan dapat menggunakan pil COC sebagai pilihan kontrasepsi mereka,

kontraindikasi terhadap penggunaannya dapat dibagi menjadi mutlak dan relatif:

- Kontraindikasi mutlak: adanya tumor yang dipengaruhi estrogen, penyakit hati yang

aktif (akut atau kronik), riwayat tromboflebitis, tromboemboli, kelainan

serebrovaskuler, diabetes melitus, dan sedang hamil

- Kontraindikasi relatif: depresi, migrain, mioma uteri, hipertensi, oligomenore, dan

amenore.

Seorang perempuan sangat kecil kemungkinannya untuk mengalami ovulasi dan berisiko

hamil selama 21 hari pertama pascapersalinan. Akan tetapi, beberapa metode kontrasepsi

dapat diberikan dalam periode ini. Pada perempuan dalam masa pascapersalinan kurang

dari 21 hari, penggunaan COC biasanya tidak dianjurkan kecuali tidak ada metode lain

yang sesuai, atau metode yang lain tidak dapat digunakan.1,11

2) Pil Progestogen/Mini pill

Uji coba multisenter WHO menunjukkan bahwa rejimen yang hanya mengandung

progestin (lebih efektif daripada regimen COC untuk mencegah kehamilan (von Hertzen,

2002). The American College of Obstetricians and Gynecologists (2015) mengutip sekitar

50% penurunan tingkat kehamilan dengan agen progestin dibandingkan COC. Pil

progestogen, melalui uji coba terkontrol, didapatkan bersifat terapeutik bagi pasien dengan

nyeri panggul terkait endometrisosis, juga menekan tingkat lesi anatomi.9,13

Progesteron-only pill (POP) memiliki efek minimal terhadap metabolisme karbohidrat dan

koagulasi, tidak memperburuk hipertensi sehingga ideal bagi perempuan dengan risiko
tinggi terhadap penyakit kardiovaskular seperti kelompok perokok, riwayat trombosis,

riwayat sakit kepala. Karena tidak mengganggu produksi ASI, POP cocok untuk ibu

menyusui. POP tidak boleh dikonsumsi oleh perempuan dengan perdarahan uterus, kanker

payudara, neoplasma hati, kehamilan, atau penyakit hati akut.9

B. 2. Kontrasepsi Suntikan

1) Suntikan Setiap 3 Bulan (Depo Provera)

Sediaan kontrasepsi suntuk Depo Provera ialah 6-alfa-medroksiprogesteron. Dosis 150 mg

melalui injeksi intramuskular setiap 90 hari (3 bulan). Turunannya, Depo Sub-provera

tersedia dalam dosis 104 mg diberikan secara intrakutan setiap 90 hari. Kontrasepsi ini

mempunyai efek progestagen yang kuat dan sangat efektif.1,9

Kontrasepsi suntikan sangat cocok untuk program postpartum karena tidak menganggu

laktasi. Depo Provera belum terbukti menyebabkan atau meningkatkan risiko

tromboemboli, stroke, atau penyakit kardiovaskular (WHO, 1998). Meskipun demikian,

studi yang dilakukan oleh Muluken Zerihun dkk. pada tahun 2019 mendapatkan bahwa

pengguna Depo Provera mengalami kenaikan berat badan dan IMT yang signifikan

dibandingan saat menggunakan kontrasepsi mereka sebelumnya. Namun pada penelitian

tersebut menunjukkan bahwa Depo Provera tidak memiliki efek yang buruk pada tekanan

darah.14

2) Suntikan Setiap Bulan (Monthly Injectable)

suntikan bulanan mengandung 2 macam hormn progestin dan estrogen seperti hormon

alami pada tubuh perempuan, juga biasa disebut combined injectable contraceptive (CIC).

Mekanisme kerjanya adalah mencegah keluarnya ovum dari ovarium. Presentasi efektivitas

CIC dalam mencegah ovulasi yaitu 99%, selama diterapkan dengan benar dan teratur.

Dalam beberapa tahun terakhir, CIC lebih banyak penggunanya karena kemudahan

administrasi dan risiko metabolisme yang lebih rendah. Pada studi yang dilakukan oleh

Rubina Izhar dkk. di Pakistan mendapatkan bahwa 63,8% pengguna CIC sangat puas dan

suka dan akan terus menggunakan metode kontrasepsi ini.15,16


C. Alat Kontrasepsi dalam Rahim (AKDR/IUD)

Memasukkan benda atau alat ke dalam uterus untuk tujuan mencegah terjadinya kehamilan

telah dikenal sejak zaman dahulu. Penggembala unta bangsa Arab dan Turki beradab lamanya

melakukan cara ini dengan memasukkan batu kecil yang bulat dan licin ke dalam alat genital

unta mereka dengan tujuan untuk mencegah terjadinya kehamilan dalam perjalanan jauh. Pada

tahun 1934 Ota dari Jepang untuk pertama kalinya membuat IUD dari plastik yang berbentuk

cincin. Pada tahun 1959 Oppenheimer dari Israel dan Ishihama dari Jepang menerbitkan tulisan

tentang pengalaman mereka dengan IUD. Sejak terbitnya tulisan itu dan dengan ditemukannya

antibiotika yang mengecilkan risiko infeksi, penerimaan IUD makin meningkat. Antara tahun

1955 dan 1964 bermacam-macam bentuk IUD diciptakan, antara lain Marguilles spiral, Zipper,

Lippes loop, Birnberg bow, cincin Hall-Stone. Sejak 1964 telah dipergunakan secara umum di

Indonesia dalam program keluarga berencana; IUD yang digunakan ialah jenis Lippes loop,

yang pada waktu itu disponsori oleh Perkumpulan Keluarga Berencana Indonesia (PKBI).1

Intra Uterine Device yang banyak digunakan saat ini, yang sering disebut Cu-T, terdiri dari

batang berbentuk huruf T yang dibungkus kawat tembaga, dan setiap lengan memiliki

‘’gelang’’ tembaga. Aturan penggunaan Cu-T maksimal 10 tahun terus-menerus, meskipun

telah terbukti dapat mencegah kehamilan dengan penggunaan terus-menerus hingga 20 tahun.

Respon inflamasi lokal yang intens diinduksi oleh IUD yang mengandung tembaga ini

menyebabkan aktivasi lisosom dan agen inflamasi lainnya yang bersifat spermisida.9

Keunggulan IUD dibanding kontrasepsi lainnya yaitu (1) umumnya hanya memerlukan satu

kali pemasangan, (2) tidak menimbulkan efek sistemik, (3) ekonomis dan cocok untuk

penggunaan orang banyak, (4) efektivitas tinggi, (5) reversibel. Efek samping penggunaan IUD

berupa perdarahan (spotting), nyeri haid, perubahan siklus haid, gangguan pada suami saat

berhubungan seksual, ekspulsi atau perforasi, kehamilan ektopik. Namun, pada penelitian yang

dilakukan oleh Iklima Nurzakia Dewi dkk. pada tahun 2021 mendapatkan bahwa efek samping

penggunaan IUD dipengaruhi oleh beberapa faktor, antara lain pendidikan, pekerjaan, usia, dan

lama pemakaian.1,9,17
D. Kontrasepsi Mantap pada Perempuan

Sterilisasi merupakan satu-satunya kontrasepsi permanen. Prinsip dasar kontrasepsi mantap

pada perempuan yaitu dilakukan oklusi tuba fallopi agar ovum dan spermatozoa tidak dapat

bertemu. Sekitar setengah dari prosedur sterilisasi tuba dilakukan bersamaan dengan persalinan

sesar atau segera setelah persalinan pervaginam. Keuntungan sterilisasi ialah (1) motivasi

hanya dilakukan satu kali saja, (2) efektivitas mendekati 100%, (3) tidak mempengaruhi libido

seksual,(4) tidak adanya kegagalan dari pihak pasien.1,9

Terdapat 3 metode, beserta modifikasinya, yang digunakan dalam interupsi tuba antara lain

elektrokoagulasi, metode oklusi mekanik, dan ligasi. Elektrokoagulasi digunakan dalam

destruksi segmen tuba dan dapat dilakukan unipolar atau bipolar. Meskipun koagulasi unipolar

memiliki tingkat kegagalan jangka panjang yang paling rendah, namun juga memiliki tingkat

komplikasi serius yang tinggi.9

Untuk metode kedua, metode oklusi mekanik, dapat dilakukan dengan (1) karet gelang silikon

seperti cincin Falope atau cincin Tuba, (2) klip Hulka-Clemen atau yang juga dikenal klip Wol,

atau (3) klip titanium berlapis silikon. Dalam uji coba yang dilakukan oleh Soka dkk. (2000)

terhadap 2.746 wanita secara acak didapatkan penggunaan cincin Tuba dan klip Filshie

memiliki tingkat keamanan yang sama. Semua metode oklusi mekanik ini memiliki tingkat

keberhasilan jangka panjang yang sangat tinggi, namun nyeri post-operasi meningkat dibanding

metode elektrokoagulasi.9,18

Metode sterilisasi yang paling sering digunakan yaitu ligasi. Metode ligasi sendiri terdiri atas

beberapa teknik jahitan yang rata-rata memiliki angka kegagalan yang rendah.

1. Teknik Irving

Pada cara ini, tuba dipotong antara dua ikatan benang yang dapat diserap; ujung proksimal

tuba ditanamkan ke dalam miometrium, sedangkan ujung distal ditanamkan ke dalam

ligamentum latum.1
2. Teknik Pomeroy

Teknik Pomeroy sering digunakan. Teknik ini dilakukan dengan mengangkat bagian tengah

tuba sehingga membentuk suatu lipatan terbuka, kemudian dasarnya diikat dengan benang

yang dapat diserap, tuba di atas dasar itu dipotong. Setelah benang pengikat diserap, maka

ujung-ujung tuba akhirnya terpisah satu sama lain. Angka kegagalan teknik ini berkisar

antara 0 – 0,4%.1

3. Teknik Parkland

Segmen kecil dari tuba falopii dipisahkan dari mesosopinx, diikat dengan benang chromic

kemudian dipotong di antara kedua ikatan dan segmen tuba falopii dibuang. Teknik

Pomeroy dan Teknik Parkland merupakan dua teknik yang mirip dengan prinsip yang

sama, yaitu pengangkatan paling tidak 2 cm dari tuba fallopi. Angka kegagalan 7.5 per

1000.18

4. Teknik Kroener

Bagia fimbriae dari tuba dikeluarkan dari lubang operasi. Suatu ikatan dengan benang

dibuat melalui bagian dari sesosalping di bawah fimbriae. Jahitan ini diikat dua kali, satu

kali mengelilingi tuba dan yang lain mengelilingi tuba sebelah proksimal dari haitan

sebelumnya. Seluruh fimbriae dipotong. Setelah dipastikan bahwa perdarahan sudah tidak

ada, maka dikembalikan ke dalam rongga abdomen. Teknik ini banyak digunakan.

Keuntungan dari teknik ini ialah sangat kecilnya kemungkinan kesalahan mengingat

ligamentum rotundum. Angka kegagalan 0,19%.1

5. Teknik Aldrige

Peritoneum dari ligamentum latum dibuka dan kemudian tuba bagian distal bersama-sama

dengan fimbriae ditanam ke dalam ligamentum latum.1


E. Kontrasepsi Mantap pada Laki-laki

Vasektomi adalah bentuk kontrasepsi permanen pada laki-laki. Indikasi dilakukan vasektomi

ialah pasangan suami-istri tidak menghendaki kehamilan dan dan suami bersedia bahwa

tindakan vasektomi akan dilakukan pada dirinya, kontraindikasi hanya apabila ada kelainan

lokal atau umum yang dapat mengganggu sembuhnya luka operasi. Keuntungan vasektomi

yaitu (1) tidak menimbulkan kelainan fisik dan mental, (2) tidak mengganggu libido

seksualitas, (3) dapat dikerjakan secara poliklinis.1

Prinsip vasektomi yaitu menghalangi bagian vas deferens, mencegah spermatozoa keluar dari

testis. Vasektomi dilakukan dalam dua tahap: membuka vas deferens dari skrotum (isolasi) dan

memblokir vas (oklusi). Isolasi dapat dilakukan secara konvensional dengan menggunakan

pisau bedah untuk membuat sayatan di skrotum atau dengan cara vasektomi non-pisau bedah

(non-scalpel vasectomy). Kelebihan teknik NSV yaitu kurang invasif sehingga mengurangi

tingkat kerusakan mikrovaskular, limfatik, dan saraf. Namun saat ini, eksisi dan ligasi masih

menjadi metode yang paling banyak digunakan.19

Komplikasi vasektomi dapat diklasifikasikan sebagai komplikasi awal atau komplikasi lanjut.

Komplikasi awal termasuk nyeri akut, hematoma, perdarahan, infeksi dan trauma. Komplikasi

lanjut adalah kegagalan vasektomi, pembentukan fistula dan nyeri kronis. Granuloma sperma

atau epididimitis kongestif dapat muncul sebagai komplikasi awal atau lanjut. Sindrom nyeri

pasca-vasektomi (PVSP), juga dikenal sebagai nyeri kronis pasca-vasektomi, secara formal

didefinisikan sebagai nyeri testis bilateral atau unilateral atau nyeri bilateral yang intermiten

atau konstan dalam waktu 3 bulan atau lebih yang secara signifikan mengganggu aktivitas

sehari-hari. PVPS adalah istilah yang luas yang mencakup berbagai keluhan, seperti nyeri

skrotum terus-menerus, nyeri saat ejakulasi, nyeri saat aktivitas fisik, dispareuni, dan rasa

penuh pada vas deferens.19


BAB III
KESIMPULAN

Kehamilan bisa menimbulkan konsekuensi yang membahayakan mulai dari abortus hingga

komplikasi kehamilan yang mengancam nyawa ibu hamil dan janin. Penggunaan kontrasepsi dapat

menyelamatkan nyawa dan merupakan komponen penting dalam mengurangi kehamilan yang tidak

diinginkan sehingga berpengaruh pada kesehatan, pemberdayaan, dan kesejahteraan kehidupan.

Kontrasepsi tersedia dalam berbagai macam pilihan, kontrasepsi non-hormonal, kontrasepsi

hormonal, alat kontrasepsi dalam rahim, dan kontrasepsi mantap, dengan tingkat efektivitas masing-

masing yang berbeda.


DAFTAR PUSTAKA

1. Albar AE, Biran. Ilmu Kandungan. Edisi Ketiga Cetakan Ketiga. PT Bina Pustaka Sarwono
Prawirohardjo Jakarta. 2017. Hal 438-461.
2. RI. 2017. Profil Kesehatan Indonesia 2016. Jakarta: Kementerian Kesehatan RI.
3. WHO. 2015. Trends in maternal mortality: 1990 to 2015: estimates by WHO, UNICEF,
UNFPA, World Bank Group and the United Nations Population Division. Switzerland: World
Health Organization.
4. Kemenkes RI. 2016. Profil Kesehatan Indonesia 2015. Jakarta: Kementerian Kesehatan RI.
5. Nanda K, Lebetkin E, Steiner MJ, Yacobson I, Dorflinger LJ. Contraception in the Era of
COVID-19. Global Health: Science and Practice. 2020 Jun 30;8(2):166-8.
6. Demir O, Ozalp M, Sal H, Aran T, Osmanagaoglu MA. Evaluation of the frequency of coitus
interruptus and the effect of contraception counselling on this frequency. Journal of Obstetrics
and Gynaecology. 2020 Jun 12:1-6
7. Kovavisarach E, Lorthanawanich S, Muangsamran P. Presence of Sperm in Pre-Ejaculatory
Fluid of Healthy Males. J Med Assoc Thai. 2016 Feb 1;99(2):S38-41.
8. Suthutvoravut S, Kamyarat O. Spermicidal effects of lemon juice and juices from other
natural products. Agriculture and Natural Resources. 2016 Mar 1;50(2):133-8.
9. Schorge JO, Williams JW. Williams gynecology. McGraw-Hill Medical. 2008. 105-132.
10. Urrutia RP, Polis CB, Jensen ET, Greene ME, Kennedy E, Stanford JB. Effectiveness of
fertility awareness–based methods for pregnancy prevention: A systematic review. Obstetrics
& Gynecology. 2018 Sep 1;132(3):591-604.
11. Shilaih M, Goodale BM, Falco L, Kübler F, De Clerck V, Leeners B. Modern fertility
awareness methods: wrist wearables capture the changes in temperature associated with the
menstrual cycle. Bioscience reports. 2018 Dec 21;38(6).
12. Nugroho AW, editor. Rekomendasi Praktik Pilihan untuk Penggunaan Kontrasepsi. 2nd ed.
Vol. 1. Jakarta, Indonesia: Penerbit Buku Kedokteran EGC; 2009.
13. Casper RF. Progestin-only pills may be a better first-line treatment for endometriosis than
combined estrogen-progestin contraceptive pills. Fertility and sterility. 2017 Mar
1;107(3):533-6.
14. Zerihun MF, Malik T, Ferede YM, Bekele T, Yeshaw Y. Changes in body weight and blood
pressure among women using Depo-Provera injection in Northwest Ethiopia. BMC research
notes. 2019 Dec;12(1):1-5
15. Vallejo-Maldonado MS. Combined injectable contraceptives. Ginecología y Obstetricia de
México. 2020 Jun 12;88(S1):32-41.
16. Izhar R, Husain S, Tahir MA, Husain S. Femiject, a once-a-month combined injectable
contraceptive: experience from Pakistan. The European Journal of Contraception &
Reproductive Health Care. 2020 Sep 2;25(5):359-64.
17. Dewi IN, Sambas EK, Hersoni S. GAMBARAN EFEK SAMPING PENGGUNAAN ALAT
KONTRASEPSI DALAM RAHIM PADA PASANGAN USIA SUBUR. Journal of BTH
Nursing. 2021 Jan 31;1(1).
18. Clark NV, Endicott SP, Jorgensen EM, Hur HC, Lockrow EG, Kern ME, Jones-Cox CE,
Dunlow SG, Einarsson JI, Cohen SL. Review of sterilization techniques and clinical updates.
Journal of minimally invasive gynecology. 2018 Nov 1;25(7):1157-64.
19. Auyeung AB, Almejally A, Alsaggar F, Doyle F. Incidence of post-vasectomy pain:
systematic review and meta-analysis. International journal of environmental research and
public health. 2020 Jan;17(5):1788.

Anda mungkin juga menyukai