Anda di halaman 1dari 15

KIMIA DAN TEKNOLOGI KARBOHIDRAT

RESUME GLUKOMANNAN

Disusun oleh :

Angesom Asgele Gebregziabher (18/435906/PTP/01662)

Dyah Brigitta Laras Ubyaan (18/434953/PTP/01614)

Subekti Hartiningsih (18/434975/PTP/01636)

Wardatul Mawaddah (18/434978/PTP/01639)

PROGRAM STUDI ILMU DAN TEKNOLOGI PANGAN

FAKULTAS TEKNOLOGI PERTANIAN

UNIVERSITAS GADJAH MADA

YOGYAKARTA

2018
GLUKOMANNAN

1. PENDAHULUAN
Glukomannan merupakan polisakarida netral yang berperan sebagai sumber serat
pangan yang larut dalam air (serat larut), berbeda dengan serat pangan larut lainnya,
glukomannan mempunyai viskositas yang luar biasa tinggi. Glukomannan diekstraksi
dari berbagai asal tumbuhan seperti tumbuhan runjung, umbi tanaman porang/konjak dari
genus Amorphophallus yang termasuk jenis tanaman semak berbatang lunak dan tidak
berbentuk kayu dan merupakan tanaman tahunan berbatang di bawah tanah berbentuk
umbi yang mengandung sejumlah besar glukomanan sebagai polimer simpanan.
Glukomanan komersial sebagian besar diproduksi dari umbi konjak. (Chua et al., 2016)

Gambar 1 Amorphophallus paeoniifolius

Polisakarida ini terbukti dapat menstimulasi berbagai aspek responsivitas imun


pada manusia, termasuk aktivitas anti infektif terhadap infeksi jamur, bakteri, virus, dan
protozoa. Glukomannan dengan berat molekul tertentu atau tinggi sebagian besar dapat
mengaktifkan leukosit secara langsung, menstimulasi aktivitas fagositik, sitotoksin dan
anti-mikrobia, serta produksi mediator pro-inflamasi, sitokinin dan kemokin.

2. STRUKTUR KIMIA
A. Struktur kimia glukomannan
Glukomannan (konjac glucomannan powder) merupakan polisakarida
hidrokoloid yang merupakan gabungan glukosa (G) dan mannosa (M) dengan ikatan
β-1,4-glikosida dengan pola (GGMMGMMMMMGGM).
Gambar 2. Struktur dari bagian Glukomannan dengan “G” sebagai glukosa dan “M”
sebagai manosa ( Tester dan Al-Ghazzewi, 2013)

Glukomannan adalah salah satu komponen kimia terpenting yang terdapat


dalam umbi iles-iles yang merupakan polisakarida dari jenis hemiselulosa.
Glukomannan termasuk heteropolisakarida yang memiliki ikatan rantai utama
glukosa dan manosa. Ohtsuki (1968) menyebutkan bahwa hasil analisa hidrolisa-
asetolisis dari glukomannan dihasilkan suatu trisakarida yang tersusun oleh dua D-
mannosa dan satu D-glukosa, sehingga dalam satu molekul glukomannan terdapat D-
mannosa sejumlah 67% dan D-glukosa sejumlah 33%. Hasil analisis secara metilasi
menunjukkan bahwa glukomannan terdiri atas komponen penyusun berupa D-
glukopiranosa dan D-manopiranosa dengan ikatan β-1,4 glikosidik. Menurut Parry
(2010 dalam Dwiyono, 2014), glukomannan memiliki gugus asetil setiap 10-19 unit
gugus karbon pada posisi C2, C3 dan C6. Gugus asetil tersebut berperan pada sifat
fisikokimia glukomannan seperti sifat kelarutan glukomannan dalam air panas
maupun air dingin.
Glukomannan memiliki bobot molekul relatif tinggi, yaitu 200,000 – 2,000,000
Dalton dengan ukuran antara 0.5 – 2 mm, 10 – 20 kali lebih besar dari sel pati. Bobot
molekul yang relatif tinggi membuat glukomannan memiliki karakteristik antara
selulosa dan galaktomanan, yaitu dapat mengkristal dan membentuk struktur serat-
serat halus. Keadaan tersebut menyebabkan glukomannan dapat dimanfaatkan lebih
luas dibandingkan selulosa dan galaktomanan.Struktur kimia glukomannan dapat
dilihat pada Gambar 3.
-
Gambar 3. Struktur kimia Glukomannan

B. Granula glukomannan

Gambar 4. Granula glukomannan hasil Optimasi (SEM dengan Perbesaran 500x)

Granula tepung glukomannan hasil ekstraksi lebih bersih (bentuk sisik jelas)
dibandingkan granula tepung porang atau sampel (permukaan licin/tidak terlihat
sisiknya). Tepung porang hasil ekstraksi menunjukkan permukaan yang lebih bersih,
sehingga semakin terlihat tekstur permukaan granula yang kasar dan bergelombang.
Sedangkan tepung porang atau sampel masih tampak banyak pengotor di permukaan
granula, bahkan tampak kristal kalsium oksalat berbentuk jarum yang masih
menempel (Gambar 5) (Faridah, 2014)

Gambar 5. Pengamatan SEM Kristal Asam Oksalat berbentuk jarum


3. SIFAT FISIK DAN KIMIA
A. Larut dalam air
Glukomannan dapat larut dalam air dingin dan membentuk larutan yang sangat
kental. Tetapi, bila larutan kental tersebut dipanaskan sampai menjadi gel, maka
glukomannan tidak dapat larut kembali di dalam air.
B. Membentuk gel
Glukomannan dapat membentuk larutan yang sangat kental di dalam air. Dengan
penambahan air kapur, zat glukomanan dapat membentuk gel. Dimana gel yang
terbentuk mempunyai sifat khas dan tidak mudah rusak.
C. Merekat
Glukomannan mempunyai sifat merekat yang kuat di dalam air. Namun, dengan
penambahan asam asetat sifat merekat tersebut akan hilang.
D. Mengembang
Glukomanan mempunyai sifat mengembang yang besar di dalam air sebesar 5-8 kali
lipat dibanding dengan pati.
E. Transparan (membentuk film)
Larutan glukomannan dapat mementuk lapisan tipis film yang mempuyai sifat
transparan film yang terbentuk dapat larut dalam air, asam lambung dan cairan usus.
Tetapi jika film dari glukomanan dibuat dengan penambahan NaOH atau gliserin
maka akan menghasilkan film yang kedap air.
F. Mencair
Glukomannan mempunyai sifat mencair seperti agar sehingga dapat digunakan dalam
media pertumbuhan mikroba.
G. Mengendap
Larutan glukomanan dapat diendapkan dengan cara rekristalisasi oleh etanol dan
kristal yang terbentuk dapat dilarutkan kembali dengan asam klorida encer. Bentuk
kristal yang terjadi sama dengan bentuk kristal glukomanan di dalam umbi, tetapi bila
glukomanan dicampur dengan larutan alkali (Khususnya Na, K dan Ca) maka akan
segera terbentuk kristal baru dan membentuk massa gel. Kristal baru tersebut tidak
dapat larut dalam air walaupun suhu air mencapai 100°C ataupun dengan larutan
asam pengencer. Dengan timbal asetat, larutan glukomanan akan membentuk
endapan putih stabil (Thomas, 1997)
4. SUMBER
Glukomanan banyak terkandung pada bagian umbi tanaman porang atau konjak,
diantaranya adalah Amorphophallus corrugatus Konjac, Amorphophallus coaetaneus,
Amorphophallus opertus, Amorphophallus paeoniifolius, Amorphophallus tonkinensis,
Amorphophallus panomensis (Thach et al.,2016 ; An et al., 2010), Amorphophallus
muelleri Blume (Amorphophallus onchophyllus) (Hermayani et al.,2014;Yanuriati et
al.,2016), dan Amorphophallus bulbifer(Impaprasertet al.,2013). Selain dari genus
Amorphophallus, glukomanan juga dapat diperoleh dari tanaman lain, seperti Bletilla
striata, umbi garut (Maranta arundinacea L.), umbi gembili (Dioscorea esculenta L.)
(Wang et al.,2014;Fadlilaturrahmah 2013;Purnomo et al., 2016). Selain dari tanaman,
glukomanan juga dapat diperoleh dari dinding sel khamir seperti Candida utilis (Kogan
et al., 1993) dan tanaman bunga Narcissus poeticus (Zhauynbaeva et al, 2003).

5. EKSTRAKSI
Ada dua cara yang biasa digunakan untuk mengekstraksi mannan dari umbi
tanaman porang atau konjak yaitu secara mekanis dan cara kimia. Ekstraksi secara
mekanis dapat dilakukan dengan tiga cara yaitu peniupan, pengayakan dan penyosohan
sedangkan secara kimia menggunakan bahan kimia untuk melarutkan glukomannan.
Cara peniupan dilakukan dengan menggunakan kipas atau blower, tepung mannan
yang mempunyai bobot yang lebih berat akan tertinggal. Pengayakan menggunakan
saringan dengan ukuran tertentu. Bagian yang halus akan turun melalui ayakan,
sedangkan tepung mannan yang mempunyai berat yang lebih besar akan tinggal
diayakan. Pada cara penyosohan dilewatkan dua kain terpal (alat penggosok). Dengan
cara ini komponen yang melekat pada tepung mannan akan digosok dan dipisahkan.
Selanjutnya dengan menggunakan masin penghisap komponen yang halus akan dihisap.
Cara ini banyak dipakai untuk pembuatan tepung mannan komersial.
Ekstraksi mannan secara kimia jarang dilakukan, karena biayanya yang mahal.
Ohtsuki (1968) mencoba mengekstraksi mannan dengan menggunakan pelarut etanol 95
persen. Di Balai penelitian Kimia (BPK) Semarang pernah juga dilakukan ekstraksi
dengan etanol 95 persen mencari kondisi optimum penggunaan etanol untuk
mengekstraksi mannan. Satu gram tepung mannan memerlukan 13 ml etanol 95 persen
dan diperoleh rendemen sekitar 80 persen. Proses kimia dapat dilakukan dengan
menggunakan timbal asetat, garam (misalnya aluminium sulfat) (Chua et al., 2012), 2-
propanol dan enzim penghidrolisa pati, etanol (Chua et al., 2012; An et al., 2011;, Xu et
al., 2014; Zhao et al., 2010) untuk mengekstraksi.
Gambar 6. Ekstraksi glukomannan

6. PEMANFAATAN
Glukomanan adalah polisakarida netral yang bertindak sebagai sumber serat pangan
terlarut yang juga telah dimanfaatkan dalam berbagai hal, yaitu:
a. Konjac glukomanan adalah bahan tambahan pangan yang telah diberi label Generally
Regarded As Safe (GRAS) oleh Food and Drug Administration Amerika dan Health
Canada (Kanada), serta ditetapkan sebagai bahan tambahan pangan berkode E425
oleh Uni Eropa (European Union/EU).
b. Pengaruh Fungsional dan Gizi dari Glukomanan
1. Thickener/Gelling Agent
Konjac glukomanan yang telah tersertifikasi sebagai bahan tambahan pangan
dengan kode E425 secara legal telah digunakan sebagai stabilizer, thickener, dan
gelling agent pada berbagai aplikasi pangan (Parry, 2010; Saha dan Bhattacharya,
2010; Thomas, 1997).
Berat molekul yang tinggi dan stabilitas asam yang baikdari konjac glukomanan
menjadikannya sebagai komponen structural yang sangat bermanfaat dalam
bidang pangan (Parry, 2010) terkadang dikombinasikan dengan polisakarida lain
yaitu xanthan gum atau pati (Thomas, 1997).

Peran
Produk Thickening/gellin Tekstu Sera Weigh Cholestero
g agent r t t Loss l binding
Mie/pasta v v v v
Meat dishes v v
Roti/Biskuit v v V v v
Es krim v
Selai/Marmalade
v
s
Beverages (juice) v V
Sauces/Gravy v v
Jelly cups v v
Puding/mouse v v
Capsules V v v

2. Gula darah dan regulasi kolesterol


Melga, Giusto, Ciuchi, Giusti, dan Prando (1992) melakukan penelitian dengan
penambahan glukomanan pada biscuit dan digunakan untuk sarapan para
volunteer peneletian tersebut. Melga et.al menyatakan bahwa terdapat penurunan
sekresi insulin dan berkurangnya kebutuhan insulin tersebut dapat
mempertahankan sifat fungsional dari sel beta pankreas.
3. Stabilizer
Salah satu aplikasi konjac glukomanan (KGM) sebagai stabilizer yaitu pada
KGM-susu (KGM-milk mixtures). Stabilitas KGM-milk mixtures berhubungan
dengan konsentrasi KGM dan jumlah susu. Secara umum, stabilitas KGM-milk
mixtures dapat ditingkatkan dengan menaikkan jumlah susu dan menurunkan
konsentrasi larutan KGM (Dai et al, 2017).

4. Fat Replacer
Salah satu contoh aplikasi glukomanan adalah sebagai fat replacer pada produk
keju mozzarella (Dai, et al., 2018). Konjac glukomannan (KGM) ditambahkan
pada susu sebagai bahan baku utama pembuatan keju dengan masing-masing jenis
yaitu low fat mozzarella cheese with KGM (LFKGM), skimmed mozzarella
cheese with KGM (SKKGM), full fat mozzarella cheese control (FFC), low fat
mozzarella cheese control (LFC), dan skimmed mozzarella cheese control (SKC).
Variabel analisisnya yaitu karakteristik structural dan warna (setelah pemanasan)
selama 28 hari penyimpanan. Hasil analisis menunjukkan bahwa secara umum,
LFKGM dan SKKGM memiliki komposisi yang serupa dengan LFC dan SKC,
namun kadar air LFKGM lebih tinggi dibandingkan LFC, dan SKKGM memiliki
aktivitas air (aw) lebih tinggi dibandingkan SKC.
LFKGM dan SKKGM memiliki nilai L* (kecerahan) lebih tinggi dibandingkan
LFC dan SKC, dan LFKGM memiliki kecerahan serupa dengan FFC sebelum dan
setelah pemanasan. Factor pencoklatan tidak dipengaruhi oleh penambahan KGM.
Nilai a* (kehijauan) dari LFKGM dan SKKGM lebih negatif dari LFC dan SKC
sebelum dan setelah pemanasan. Nilai b* (kekuningan) dari LFKGM dan
SKKGM lebih tinggi dibandingkan LFC dan SKC. SKKGM parut menunjukkan
kekokohan struktur yang lebih rendah dibandingkan SKC, dan LFKGM
menunjukkan kelengketan yang lebih tinggi dibandingkan LFC. LFKGM yang
dilelehkan memiliki resistensi dan mutu renggang yang serupa dengan LFC dan
SKC saat direnggangkan.
Perubahan kecerahan, kadar air, dan kekokohan struktur yang dipengaruhi
penambahan KGM lebih mendekati karakteristik full-fat mozzarella cheese
dibandingkan dengan keju tanpa KGM, yang mengindikasikan bahwa KGM dapat
menjadi fat replacer potensial untuk digunakan pada mozzarella cheese.

7. MODIFIKASI GLUKOMANAN
Glukomanan merupakan senyawa polisakarida yang mempunyai sifat istimewa
diantaranya adalah membentuk massa kental yang lekat dalam air dingin,
kemampuan membentuk lapisan tipis (film) yang mempunyai sifat tembus
pandang (transparan), elastis kuat, serta dapat melarut kembali bila dilarutkan
dalam air. Glukomanan juga memiliki daya mengembang yang besar, dapat
membentuk gel, dapat membentuk lapisan tipis yang kedap air dengan gliserin
serta mempunyai sifat dapat mencair seperti agar, sehingga bisa digunakan untuk
media pertumbuhan mikroorganisme. Pemanfataan glukomannan tidak terbatas
sebagai bahan baku industri pangan, tetapi juga banyak digunakan dalam industri
non pangan, sebagai bahan baku kertas, tekstil, perekat, pita seluloid, cat, bahan
negatif film, kosmetik dan juga pembersih.
Suatu kajian diperlukan untuk meningkatkan mutu fisik dan kimia dari tepung
glukomanan dengan perlakuan tertentu untuk memodifikasi mutu yang
diperlukan. Glukomanan modifikasi yaitu memberikan perlakuan tertentu dengan
tujuan untuk menghasilkan sifat yang lebih baik untuk memperbaiki sifat
sebelumnya dengan perlakuan seperti dalam Pati modifikasi mencakup
penggunaan panas, asam, alkali, zat pengoksidasi atau bahan kimia lainnya yang
akan menghasilkan gugus kimia baru dan atau perubahan bentuk, ukuran serta
struktur molekulnya. Berikut adalah contoh dari modifikasi glukomanan:
1. Modification of KOH on physical properties of konjac glucomannan (KGM)
films
Edible Film menjadi bidang penting dalam penelitian makanan dengan potensi
komersial yang sangat besar dan sangat signifikan bagi lingkungan. Polisakarida
dan turunannya terdiri dari kelompok utama biomaterial yang dikenal memiliki
kemampuan pembentukan film yang sangat baik. Dalam hal ini konjac
glucomannan (KGM) merupakan suatu polisakarida linear yang diisolasi dari
umbi Amorphophallus konjac terdiri dari mannose dan glukosa dalam rasio molar
1,6: 1 dengan hubungan b-1,4. Pemberian perlakuan dengan alkali dapat
menurunkan kapasitas penyerapan air dan penguapan air serta meningkatkan sifat
daya Tarik dari film. Efek ini dikaitkan dengan deasetilasi basa dari molekul
KGM yang memungkinkan interaksi antarmolekul yang lebih besar sehingga
Modifikasi glukomanan dengan KOH akan menghasilkan edible film yang kuat
dan elastis serta memiliki permeabilitas terhadap air yang rendah.
2. Esterification for emulsifying capacity
KGM termodifikasi telah digunakan dalam berbagai aplikasi yang berbeda,
termasuk film biodegradable, emulsi, bahan medis dan farmasi, enkapsulasi,
media pemisahan, aerogel, kristal cair, absorben untuk menghilangkan polutan di
air limbah, dan sebagainya. Pemanfaatan aplikasi octenyl succinate akan
menghasilkan emulsi KGM yang teresterifikasi menggunakan metode microwave
pada kondisi alkasi. Hasilnya, Kapasitas emulsifikasi dan stabilitas emulsi (hingga
90 hari) dari KGM okenil suksinat sangat baik, yang menunjukkan penggunaan
potensial produk KGM ini dalam produk makanan berbasis emulsi / kontrol
berbasis emulsi.
8. PROSPEK
A. Industri Kosmetik
Telah terdapat inovasi yang dilakukan di Jepang untuk pengembangan konjak
glukomanan dan hal ini dapat menjadi prospek pengembangan di Indonesia. Umbi
konyaku digunakan untuk membuat spon yang bebas dari produk GMO (genetic
modified organism). Spon konjak dibuat secara sederhana dengan menambahkan
air ke tepung umbi konyaku yang kemudian mengembang menjadi pasta. Pasta
kemudian dicampur dengan kalsium hidroksida agar bersifat alkali, kemudian
dipanaskan agar memadat. Campuran dibiarkan semalam agar kering dan dingin.
Spon konjak memiliki lapisan unik yang menahan air dengan baik. Ketika spon
jenuh air, permukaannya ditutupi oleh lapisan air yang bertindak sebagai buffer
untuk kulit dan lapisan penghalang antara spon dan kulit. Akibatnya, kulit tidak
bersentuhan langsung dengan serat dan tidak akan tergores. Lapisan konjak basah
juga bersifat sedikit alkali sehingga dapat menetralisir kotoran yang bersifat agak
asam.
B. Industri Bioetanol
Iles-iles adalah salah satu umbi local Indonesia yang dapat menjadi bahan baku
etanol melalui proses fermentasi. Bioetanol nabati menjadi populer karena krisis
energi akibat menipisnya bahan bakar fosil. Konsumsi bahan bakar fosil di dunia
mencapai 80%, di antaranya sekitar 5,6% di Indonesia (Elsera dan Towaha 2014).
Proses produksi bioetanol dari bahan baku biomassa terdiri atas dua proses, yaitu
hidrolisis dan fermentasi. Umbi iles-iles dikupas, dicuci, dipotong, dan
dikeringkan hingga kadar air maksimal 10%, kemudian digiling menjadi tepung
berukuran 40 mesh. Hidrolisis menggunakan cara hidrolisis enzimatis. Pertama
sampel dilarutkan dalam akuades dengan perbandingan 1:6. Masing-masing
larutan dikondisikan pada pH 7 kemudian dilikuifikasi dengan -amylase 24%
v/v pada suhu 60oC selama 3 jam. Pada tahap sakarifikasi digunakan -amylase
sebanyak 52% v/v dan dipanaskan pada suhu 50 0 C selama variasi waktu 16, 22,
28, dan 34 jam (Mahmudi dan Lukhi 2012).
Bioetanol merupakan salah satu energi alternatif yang dapat digunakan di masa
sekarang maupun masa yang akan datang. Kusmiyati dan Lukhi (2014)
melakukan penelitian dengan menggunakan bahan baku ubi kayu jagung, dan
iles-iles. Variabel penelitian yang diamati yaitu suhu fermentasi (30, 35, 40, 45,
50° C) dan berat ragi S.cerevisiae (2,5; 5; 10; 15; 20 g). Proses pembuatan
bioetanol terdiri atas hidrolisis enzim yaitu likuifikasi menggunakan α-amylase
1,6% v/w (waktu 1 jam; suhu 95- 100° C; pH 6) dan sakarifikasi menggunakan α–
amylase 3,2% v/w (waktu 4 jam; suhu 60° C; pH 5) serta fermentasi
menggunakan S. cerevisiae (120 jam; pH 4,5). Kadar etanol tertinggi dihasilkan
pada suhu fermentasi 30° C dan berat ragi 15 g untuk bahan baku ubi kayu,
jagung, dan iles-iles dengan kadar etanol maksimal yang diperoleh 83,43 g/l
untuk ubi kayu, 80,77 g/l untuk jagung, dan 79,94 g/l untuk iles-iles.
C. Industri konstruksi
Aplikasi utama konjak glukomanan dalam industri bangunan adalah bahan
pengganti dan bahan tahan debu. Bahan furnitur modern yang dicat bagian adhesi
permukaan mengandung sejumlah besar formaldehida, terlalu banyak menghirup
formaldehid cenderung membahayakan kesehatan manusia. Konjac glucomannan
memiliki hidrofilisitas, penebalan dan stabilitas yang kuat. Penggunaan
karakteristik ini, membuat biaya rendah, tidak beracun, stabilitas perekat yang
kuat untuk menggantikan komponen beracun, sangat mengurangi pencemaran
lingkungan dan membahayakan tubuh manusia.
Dalam proses konstruksi bangunan, mudah untuk menghasilkan sejumlah besar
lingkungan pencemaran debu. Menggunakan glucomannan konjac memiliki sifat
hidrofilik dan gelling, melalui pencampuran dengan reagen lain untuk
menyiapkan agen debu disemprotkan di sekitar lokasi, debu dapat diserap selama
konstruksi, untuk mencapai efek pengendalian debu.
D. Industri lain
Dalam proses pemurnian air limbah, polyaluminum klorida biasanya digunakan
sebagai flokulan, tetapi penggunaan bahan ini mudah menyebabkan pencemaran
aluminium. Konjac glucomannan memiliki sifat hidrofilik dan gelling yang kuat.
Ini digunakan sebagai jenis baru flocculant ramah lingkungan dengan memadukan
dengan protein, dan diterapkan pada pengolahan air limbah.
DAFTAR PUSTAKA

An, T.N., Thien, D.T., Dong, N.T., Dung, L.P., Van Du, N. 2010. Characterization of glucomannan from
some Amorphophallus species in Vietnam. Carbohydrate Polymers 80(1): 308–311.
Chua et all. 2012. Methodologies for the extraction and analysis of konjac glucomannan from corms of
Amorphophallus konjac K. Koch. Carbohydrate Polymers 87 (2012) 2202– 2210
Dwiyono, Kisroh. 2014. PERBAIKAN PROSES PENGOLAHAN UMBI ILES-ILES(Amorphophallus
Muelleri Blume) UNTUK AGROINDUSTRIGLUKOMANAN. Disertasi. Institut Pertanian Bogor.
Elsera, T. dan J. Towaha. 2014. Potensi iles-iles sebagai sumber bioetanol nabati. Infotek Perkebunan
6(10): 37
Fadliturrahmah. 2013. Uji aktivitas antikolesterol, antiulser, analisis indeks glisemik dan glukomanan umbi
garut (Maranta arundinacea L.).Tesis. Ilmu Farmasi Universitas Gadjah Mada.
Faridah, Anni. 2014. Identifikasi Porang Glukomanan Hasil Optimasi Ekstraksimenggunakan Ftir, Sem
Dan Nmr. J.REKAPANGAN, 8(2):141-148
Hermayani, E., Aprilia, V., Marsono, Y. 2014. Characterization of glucomannan from Amorphophallus
oncophyllus and its prebiotic activity in vivo. Carbohydrate Polymers 112: 475–479.
Impaprasert, R., Srzednicki, G., Borompichaichartkul, C., Zhao, J., Yu, L. 2013. Improving production of
purified konjac glucomannan from Amorphophallus muelleri by multistage drying. Acta Hort. 1011: 155 -162.
Kogan, G., Sandula, J., Simkovicova, V. 1993. Glucomannan from Candida utilis. Structural investigation.
Folia Microbiol. 38:219.224.
Kusmiyati dan M.S. Lukhi. 2014. Produksi bioetanol dari bahan baku singkong, jagung, dan iles-iles:
Pengaruh suhu fermentasi dan berat yeast Saccharomyces cerevisiae. Reaktor 15(2): 97-103.
Mahmudi, A. dan M. Lukhi. 2012. Perbandingan bahan baku ilesiles dan sorgum untuk pembuatan
bioetanol (Pengaruh waktu hidrolisa, pengaruh komposisi S. cerevisiae). Jurusan Teknik Kimia Fakultas Teknik
Universitas Muhammadiyah. http:// www.academia.edu/8339158/penelitian_ bioethanol [4 Februari 2016].
Melga, P., Giusto, M., Ciuchi, E., Giusti, R., & Prando, R. (1992). Dietary fibre in the dietetic therapy of
diabetes mellitus. Experimental data with purified glucomannans. European Review for Medical & Pharmacological
Sciences, 14(6),367e373.
Ohtsuki T. 1968. Studies on reserve carbohydrat of flour Amorphophallus Sp.with special reference to
mannan. Botanical Magazine Tokyo. 81: 119-126.
Parry, M. J. (2010). Konjac glucomannan. In A. Imeson (Ed.), Food stabilisers, thickenersand gelling
agents (pp. 198e214). London: Wiley-Blackwell.
Saha, D., & Bhattacharya, S. (2010). Hydrocolloids as thickening and gelling agents in food: a critical
review. Journal of Food Science & Technology, 47(6), 587-597.
Shuhong Dai, Fatang Jiang, Nagendra P. Shah, Harold Corke. (2017). Stability and phase behavior of
konjac glucomannan-milk systems. Food Hydrocolloids 73 (2017) 30e40
Shuhong Dai, Harold Corke,dan Nagendra P. Shah. (2016). Utilization of konjac glucomannan as a fat
replacerin low-fat and skimmed yogurt. J. Dairy Sci. 99:1–12
Tester, Richard and Farage Al-Ghazzewi. 2013. Glucomannans and nutrition. Food Hydrocolloids; 68
(2017) 246-254
Thac et all. 2016. Preliminary selection and in vitro propagation of amorphophallus species with high
content of glucomannan distributed in Vietnam. European Journal of Advanced Research in Biological and Life
Sciences 4 (1): 1-7.
Thomas, W. R. (1997). Konjac gum. In A. Imeson (Ed.), Thickening and gelling agentsfor food (pp.
169e178). London: Springer-Science.
Wang, Y., Liu, D., Chen, S., Wang, Y., Jiang, H., Yin, H. 2014. A new glucomannan from Bletilla striata:
Structural and anti-fibrosis effects. Fitoterapia. 92:72-78.
Xiao et all. 2015. Carboxymethyl modification of konjac glucomannan affects waterbinding properties.
Carbohydrate Polymers 130 (2015) 1–8
Xu et all. 2014. A simple and feasible approach to purify konjac glucomannan from konjac flour –
Temperature effect. Food Chemistry 158 (2014) 171–176.
Yanuriati, A., Marseno, DW., Rochmadi., Harmayani, E. 2016. Characteristics of glucomannan isolated
from fresh tuber of Porang (Amorphophallus muelleri Blume).Carbohydrate Polymers. Accepted Manuscript.
http://dx.doi.org/10.1016/j.carbpol.2016.08.080.
Zhauynbaeva, K.S., Malikova, M.Kh., Rakhimow, D.A. 2003. Structure of Narcissus tazetta glucomannan.
Chemistry of Natural Compounds 39(3);240-243.

Anda mungkin juga menyukai