Anda di halaman 1dari 6

II.

TINJAUAN PUSTAKA

A. Anatomi Fisiologi Preputium


Penis terdiri dari corpus penis, glans penis, sulcus coronal glans penis,
dan preputium. Preputium penis merupakan lipatan kulit seperti kerudung yang
menutupi glans penis. Normalnya, kulit preputium selalu melekat erat pada glans
penis dan tidak dapat ditarik ke belakang pada saat lahir, namun seiring
bertambahnya usia serta diproduksinya hormon dan faktor pertumbuhan, terjadi
proses keratinisasi lapisan epitel dan deskuamasi antara glans penis dan lapis
bagian dalam preputium sehingga akhirnya kulit preputium terpisah dari glans
penis.

Gambar 1. Anatomi Preputium

B. Definisi Fimosis
Fimosis adalah suatu kelainan dimana preputium penis yang tidak dapat
di retraksi (ditarik) ke proksimal sampai ke korona glandis. Pada fimosis,
preputium melekat pada bagian glans dan mengakibatkan tersumbatnya lubang
saluran kencing, sehingga menjadi sulit nyeri pada saat buang air kecil.

C. Klasifikasi Fimosis
1. Fimosis kongenital (fimosis fisiologis, fimosis palsu, pseudo phimosis).
Pada saat lahir, preputium tidak dapat ditarik hingga waktu yang bervariasi.
Muncul pertama kali pada usia gestasi 8 minggu sebagai epithelial ridge,
usia gestasi 16 preputium komplit dan menutup glans. Pada tahap ini,
lapisan epital dari glans dan preputium menempel, namun seiring
bertambahnya usia serta diproduksinya hormon dan faktor pertumbuhan,
terjadi proses keratinisasi lapisan epitel dan deskuamasi antara glans penis
dan lapis bagian dalam preputium mulai dari proksimal sehingga akhirnya
kulit preputium terpisah dari glans penis.
2. Fimosis didapat (fimosis patologik, fimosis yang sebenarnya, true phimosis)
timbul kemudian setelah lahir. Fimosis Patologis didefinisikan sebagai
ketidakmampuan untuk menarik preputim setelah sebelumnya yang dapat
ditarik kembali. Fimosis ini disebabkan oleh sempitnya muara di ujung kulit
kemaluan secara anatomis. Hal ini berkaitan dengan kebersihan (higiene)
yang buruk, peradangan kronik glans penis dan kulit preputium
(balanoposthitis kronik), atau penarikan berlebihan kulit preputium (forceful
retraction) pada fimosis kongenital yang akan menyebabkan pembentukkan
jaringan ikat (fibrosis) dekat bagian kulit preputium yang membuka.
Rickwood mendefinisikan fimosis patologis adalah kulit distal penis
(preputium) yang kaku dan tidak bisa ditarik, yang disebabkan oleh
Balanitis Xerotica Obliterans (BXO). BXO adalah kondisi kulit sikatrik
yang secara histologis identik dengan lichen sclerosis. Ini merupakan
kondisi kulit kronis yang disebabkan oleh autoimun.
Perbedaan Fimosis fisiologis dan patologis

Gambar 2. (A) Fimosis Fisiologis (B) Fimosis Patologis


Gambar 3. Fimosis Fisiologis Fimosis Patologis
Tabel 1. Perbedaan Fimosis fisiologis dibanding fimosis patologis1
Fimosis Fisiologis Fimosis Patologis
 Kulit terlihat sehat, tanpa jaringan  Tampak jaringan fibrosa (sacrred
ikat (fibrosa/scaring) ring) pada prepusium outlet
 Bagian dalam mukosa prepusium  Tidak ada eversi dari mukosa
eversi keluar dalam prepusium
 Prepusium outlet dan glans tidak  Glans dan meatus tampak tanpa
tampak kecuali jika diretraksi diretraksi

Gambar 4. Balantis xerotica obliterans


D. Patofisiologi Fimosis
Fimosis yang fisiologis merupakan hasil dari adhesi lapisan-lapisan
epitel antara preputium bagian dalam dengan glans penis. Adhesi ini secara
spontan akan hilang pada saat ereksi dan retraksi preputium secara intermiten,
jadi seiring dengan bertambahnya usia (masa puber) phimosis fisiologis akan
hilang. Higienitas yang buruk pada daerah sekitar penis dan adanya balanitis
atau balanophostitis berulang yang mengarah terbentuknya scar pada orificium
preputium, dapat mengakibatkan fimosis patologis. Retraksi preputium secara
paksa juga dapat mengakibatkan luka kecil pada orificio preputium yang dapat
mengarah ke scar dan berlanjut phimosis. Pada orang dewasa yang belum
berkhitan memiliki resiko fimosis secara sekunder karena kehilangan elastisitas
kulit.2,3
Pada kasus fimosis lubang yang terdapat di prepusium sempit sehingga
tidak bisa ditarik mundur dan glans penis sama sekali tidak bisa dilihat. Kadang
hanya tersisa lubang yang sangat kecil di ujung prepusium. Pada kondisi ini,
akan terjadi fenomena “balloning” dimana preputium mengembang saat
berkemih karena desakan pancaran urine yang tidak diimbangi besarnya lubang
di ujung prepusium. Bila fimosis menghambat kelancaran berkemih, seperti
pada balloning maka sisa-sisa urin mudah terjebak di dalam preputium. Hal ini
bisa menyebabkan terjadinya infeksi.2,3
Fimosis juga terjadi jika tingkat higienitas rendah pada waktu BAK yang
akan mengakibatkan terjadinya penumpukan kotoran-kotoran pada glans  penis
sehingga memungkinkan terjadinya infeksi pada daerah glans penis dan
prepusium (balanitis) yang meninggalkan jaringan parut sehingga prepusium
tidak dapat ditarik kebelakang.2,3
Pada lapisan dalam prepusium terdapat kelenjar sebacea yang
memproduksi smegma. Cairan ini berguna untuk melumasi permukaan
prepusium. Letak kelenjar ini di dekat pertemuan prepusium dan glans penis
yang membentuk semacam “lembah” di bawah korona glans penis (bagian
kepala penis yang berdiameter paling lebar). Di tempat ini terkumpul keringat,
debris/kotoran, sel mati dan bakteri. Bila tidak terjadi fimosis, kotoran ini 
mudah dibersihkan. Namun pada kondisi fimosis, pembersihan tersebut sulit
dilakukan karena prepusium tidak bisa ditarik penuh ke belakang. Bila yang
terjadi adalah perlekatan prepusium dengan glans penis, debris dan sel mati
yang  terkumpul tersebut tidak bisa dibersihkan.2,3
Ada pula kondisi lain akibat infeksi yaitu balanopostitis. Pada infeksi ini
terjadi peradangan pada permukaan preputium dan glans penis. Terjadi
pembengkakan kemerahan dan produksi pus di antara glans penis dan
prepusium.2,3

E. Manifestasi klinis Fimosis


1. Penis membesar dan menggelembung akibat tumpukan urin (“balloning” )
2. Kadang-kadang keluhan dapat berupa ujung kemaluan menggembung saat
mulai buang air kecil yang kemudian menghilang setelah berkemih. Hal
tersebut disebabkan oleh karena urin yang keluar terlebih dahulu tertahan
dalam ruangan yang dibatasi oleh kulit pada ujung penis sebelum keluar
melalui muaranya yang sempit.
3. Biasanya bayi menangis dan mengejan saat buang air kecil karena timbul
rasa sakit.
4. Kulit penis tak bisa ditarik kearah pangkal ketika akan dibersihkan
5. Air seni keluar tidak lancar. Kadang-kadang menetes dan kadang-kadang
memancar dengan arah yang tidakdapat diduga
6. Iritasi3

F. Penatalaksanaan Fimosis
Sebagai pilihan terapi konservatif dapat diberikan salep kortikoid (0,05-
0,1%) dua kali sehari selama 4-8 minggu. Terapi ini tidak dianjurkan untuk bayi
dan anak-anak yang masih memakai popok, tetapi dapat dipertimbangkan untuk
usia sekitar tiga tahun.4,5
Tidak dianjurkan melakukan dilatasi atau retraksi yang dipaksakan pada
penderita fimosis, karena akan menimbulkan luka dan terbentuk sikatriks pada
ujung prepusium sebagai fimosis sekunder. Indikasi medis utama dilakukannya
tindakan sirkumsisi pada anak-anak adalah fimosis patologik. Pada kasus dengan
komplikasi, seperti infeksi saluran kemih berulang atau balloning kulit
prepusium saat miksi, sirkumsisi harus segera dilakukan tanpa
memperhitungkan usia pasien.6,7

G. Komplikasi Fimosis
1. Ketidaknyamanan/nyeri saat berkemih
2. Akumulasi sekret dan smegma di bawah preputium yang kemudian terkena
infeksi sekunder dan akhirnya terbentuk jaringan parut.
3. Pada kasus yang berat dapat menimbulkan retensi urin.
4. Pembengkakan/radang pada ujung kemaluan yang disebut ballonitis.
5. Infeksi saluran kemih

Gambar 5. Balanitis.

Anda mungkin juga menyukai