Anda di halaman 1dari 7

LAPORAN PENDAHULUAN

BURED PENIS DENGAN PHIMOSIS

DI RUANG KEMUNING BAWAH RSUD KABUPATEN TANGERANG

STASE ANAK (PRAKTIK PROFESI KEPERAWATAN ANAK )

Disusun Oleh :

Ristianti 23149010061

PENDIDIKAN PROFESI NERS

FAKULTAS ILMU KESEHATAN

UNIVERSITAS MUHAMADIYAH TANGERANG.

TAHUN AJARAN 2023/2024


BAB I

PENDAHULUAN

1. Latar Belakang

Fimosis adalah kondisi ketika kulup penis terlalu ketat dan tidak bisa ditarik
ke belakang kepala penis. Pada laki-laki yang belum atau tidak disunat, penis
mereka masih mempunyai kulit kulup yang menutupi bagian ujung atau kepala
penis. Kulit kulup penis dapat ditarik ke belakang atau mengerut mundur saat
ereksi. Kulup berfungsi melindungi kepala penis dari gesekan dan kontak
langsung dengan pakaian.

Fimosis atau phimosis muncul dalam bentuk cincin ketat yang melingkari
kulup pada bagian sekitar ujung penis. Hal ini akan mencegah kulup tertarik
penuh hingga ke belakang. Jika seorang pria mengidap fimosis, kondisi ini akan
mengganggu proses berkemih, hubungan intim, dan meningkatkan risiko infeksi
saluran kemih.

2. Definisi

Fimosis adalah kondisi pada penis orang yang tidak disunat, sehingga kulup
tidak dapat ditarik ke atas karena menempel terlalu erat. Dari tampilan fisiknya,
penis terlihat memiliki cincin di ujungnya. Ada dua jenis fimosis, yaitu:

Fisiologis, yaitu kondisi yang terjadi pada anak-anak dan akan hilang dengan
sendirinya seiring berjalannya waktu.

Patologis, yaitu kondisi yang umum dikaitkan dengan balanitis xerotica


obliterans (BXO). BXO sendiri adalah inflamasi kronis yang melibatkan
preputium, glans, dan uretra.

3. Etiologi
Fimosis adalah kondisi yang hanya dapat terjadi pada laki-laki yang belum
sirkumsisi (sunat) saja. Kondisi ini lebih sering terjadi pada anak-anak
dibanding dewasa. Berikut beberapa penyebab yang perlu diwaspadai:

a. Jaringan parut. Kondisi ini terjadi akibat infeksi daerah sekitar kulup.
Jaringan parut akan membuat elastisitas kulit berkurang.
b. Penuaan. Pada orang dewasa, penuaan membuat serat kolagen menurun,
sehingga elastisitas kulit menurun dan menyebabkan sulitnya kulup ditarik
ke belakang.
c. Penumpukan smegma. Smegma merupakan cairan putih yang terbentuk dari
jaringan kulit mati di bagian kepala dan kulup penis
4. Patofisiologi
Ada beberapa kondisi yang meningkatkan risiko terjadinya fimosis pada seorang
pria. Berikut ini beberapa di antaranya:
a. Mengalami infeksi saluran kencing berulang.
b. Mengalami infeksi pada ujung kulit penis.
c. Melakukan gerakan kasar secara berulang saat menarik kulup ke belakang,
sehingga menyebabkan lecet atau luka.
d. Mengalami cedera pada daerah kulup.
e. Mengalami eksim, yaitu kondisi kronis yang menyebabkan kulit menjadi
gatal, merah, kering, dan pecah-pecah.
f. Mengalami psoriasis, yaitu kondisi yang menyebabkan bercak kulit menjadi
merah, bersisik, dan berkerak.
g. Mengalami lichen planus, yaitu ruam gatal yang dapat mempengaruhi
berbagai area tubuh, tetapi tidak menular.
h. Mengalami lichen sclerosus, yaitu kondisi yang menyebabkan jaringan parut
pada kulup akibat iritasi saluran kemih.

5. Manifestasi klinik

1. Penis membesar dan menggelembung akibat tumpukan urin (ballooning)


2. Kadang-kadang keluhan dapat berupa ujung kemaluan menggembung saat
mulai buang air kecil yang kemudian menghilang setelah berkemih. Hal
tersebut disebabkan oleh karena urin yang keluar terlebih dahulu tertahan
dalam ruangan yang dibatasi oleh kulit pada ujung penis sebelum keluar
melalui muaranya yang sempit.
3. Biasanya bayi menangis dan mengejan saat buang air kecil karena timbul
rasa sakit.
4. Kulit penis tidak bisa ditarik kearah pangkal ketika akan dibersihkan
5. Air seni keluar tidak lancar. Kadang-kadang menetes dan kadang-
kadang memancar dengan arah yang tidakdapat diduga
6. Bisa juga disertai demam

6. Komplikasi

Meski merupakan kondisi yang normal pada anak, fimosis dapat menimbulkan
komplikasi berupa infeksi penis. Jika terjadi pada orang dewasa, fimosis dapat
menimbulkan komplikasi seperti:

b. Fimosis yang terjadi secara berulang


c. Posthitis atau inflamasi pada kulup
d. Nekrosis atau pembusukan jaringan kepala penis
e. Autoamputasi kepala penis akibat pembusukan jaringan

7. pemeriksaan penunjang

Fimosis ditandai dengan kulup penis yang menempel ke kepala penis. Meski
normal, segera konsultasikan dengan dokter bila timbul gejala yang perlu
diwaspadai.

Saat berkonsultasi dengan dokter, dokter akan menanyakan gejala yang


dirasakan dan dilanjutkan dengan pemeriksaan fisik, terutama pada penis.
Setelah itu, dokter akan menentukan langkah pengobatan yang akan dijalani,
tanpa memerlukan pemeriksaan penunjang.

8. penatalaksanaan

Sebagai pilihan terapi konservatif dapat diberikan salep kortikoid (0,05-


0,1%) dua kali sehari selama 20-30 hari. Terapi ini tidak dianjurkan untuk bayi
dan anak-anak yang masih memakai popok, tetapi dapat dipertimbangkan untuk
usia sekitar tiga tahun.

Tidak dianjurkan melakukan dilatasi atau retraksi yang dipaksakan pada


penderita fimosis, karena akan menimbulkan luka dan terbentuk sikatriks pada
ujung prepusium sebagai fimosis sekunder. Indikasi medis utama dilakukannya
tindakan sirkumsisi pada anak-anak adalah fimosis patologik. Pada kasus dengan
komplikasi, seperti infeksi saluran kemih berulang atau balloning kulit prepusium
saat miksi, sirkumsisi harus segera dilakukan tanpa memperhitungkan usia
pasien.

Prosedur teknik dorsumsisi adalah teknik sirkumsisi dengan cara


memotong preputium pada bagian dorsal pada jam 12 sejajar sumbu panjang
penis ke arah proksimal, kemudian dilakukan pemotongan sirkuler kekiri dan
kekanan sejajar sulcus coronarius.

1. Disinfeksi penis dan sekitarnya dengan cairan disinfeksi


2. Persempit lapangan tindakan dengan doek lubang steril
3. Lakukan anestesi infiltrasi subkutan dimulai dari pangkal penis melingkar.
Bila perlu tambahkan juga pada daerah preputium yang akan dipotong dan
daerah ventral
4. Tunggu 3 – 5 menit dan yakinkan anestesi lokal sudah bekerja dengan
mencubitkan pinset
5. Bila didapati fimosis, lakukan dilatasi dengan klem pada lubang
preputium, lepaskan perlengketannya dengan glans memakai sonde atau
klem sampai seluruh glans bebas. Bila ada smegma, dibersihkan.
6. Jepit kulit preputium sebelah kanan dan kiri garis median bagian dorsal
dengan 2 klem lurus. Klem ketiga dipasang pada garis tengah ventral.
(Prepusium dijepit klem pada jam 11, 1 dan jam 6 ditarik ke distal)
7. Gunting preputium dorsal tepat digaris tengah (diantara dua klem) kira-kira
½ sampai 1 sentimeter dari sulkus koronarius (dorsumsisi),buat tali kendali.
kulit Preputium dijepit dengan klem bengkok dan frenulum dijepit dengan
kocher
8. Pindahkan klem (dari jam 1 dan 11 ) ke ujung distal sayatan (jam 12 dan
12’). Insisi meingkar kekiri dan kekanan dengan arah serong menuju
frenulum di distal penis (pada frenulum insisi dibuat agak meruncing (huruf
V), buat tali kendali )
9. Cari perdarahan dan klem, ikat dengan benang plain catgut yang disiapkan
10. Setelah diyakini tidak ada perdarahan (biasanya perdarahan yang banyak ada
di frenulum) siap untuk dijahit.Penjahitan dimulai dari dorsal (jam 12),
dengan patokan klem yang terpasang dan jahitan kedua pada bagian ventral
(jam 6). Tergantung banyaknya jahitan yang diperlukan, selanjutnya
jahitan dibuat melingkar pada jam 3,6, 9,12 dan seterusnya
11. Luka ditutup dengan kasa atau penutup luka lain, dan diplester. Lubang
uretra harus bebas dan sedapat mungkin tidak terkena urin.

9. prognosis

Prognosis dari fimosis akan semakin baik bila cepat didiagnosis dan ditangani
DAFTAR PUSTAKA

1. Basuki B Purnomo. Dasar-dasar Urologi. Edisi Kedua. Jakarta: Sagung Seto;


2009.
2. Santoso A. Fimosis dan Parafimosis. Tim Penyusun Panduan Penatalaksanaan
Pediatric Urologi di Indonesia. Jakarta: Ikatan Ahli Urologi Indonesia; 2005.
3. Sjamsuhidajat, R , Wim de Jong. Saluran kemih dan Alat Kelamin Lelaki. Buku-
Ajar Ilmu Bedah.Ed.2. Jakarta : EGC, 2004. p 801
4. Tanagho, EA and McAninch, JW. Smith’s General Urology. Sixteen edition.
USA: Appleton and Lange; 2004.
5. Spilsbury K, Semmens JB, Wisniewski ZS, Holman CD. "Circumcision for
fimosis and other medical indications in Western Australian boys". Med. J. Aust.
178 (4): 155–8; 2003

Anda mungkin juga menyukai