Bab Xi Etika Bisnis Internasional
Bab Xi Etika Bisnis Internasional
1. Pendahuluan
Apabila moral merupakan sesuatu yang mendorong orang untuk melakukan
kebaikan etika bertindak sebagai rambu-rambu (sign) yang merupakan kesepakatan secara
rela dari semua anggota suatu kelompok. Dunia bisnis yang bermoral akan mampu
mengembangkan etika (patokan/rambu-rambu) yang menjamin kegiatan bisnis yang
seimbang, selaras, dan serasi. Etika sebagai rambu-rambu dalam suatu kelompok
masyarakat akan dapat membimbing dan mengingatkan anggotanya kepada suatu tindakan
yang terpuji (good conduct) yang harus selalu dipatuhi dan dilaksanakan.
Etika di dalam bisnis dunia internasional sudah tentu harus disepakati oleh orang-
orang yang berada dalam kelompok bisnis serta kelompok yang terkait lainnya. Hubungan
perdagangan dengan pengertian “asing” rupanya masih membekas dalam bahasa
Indonesia, karena salah satu arti “dagang” adalah “orang dari negeri asing”. Dengan saran
transportasi dan komunikasi yang kita miliki sekarang, bisnis internasional bertambah
penting lagi.
Berulang kali dapat kita kita dengar bahwa kini kita hidup dalam era globalisasi
ekonomi: kegiatan ekonomi mencakup seluruh dunia, sehingga hampir semua negara
tercantum dalam “pasar” sebagaimana dimengerti sekarang dan merasakan akibat pasang
surutnya pasar ekonomi. Gejala globalisasi ekonomi ini berakibat positif maupun negatif.
Internasionalisasi bisnis yang semakin mencolok sekarang ini menampilkan juga aspek
etis yang baru. Tidak mengherankan jika terutama tahun-tahun terakhir ini diberi perhatian
khusus kepada aspek-aspek etis dalam bisnis internasional.
Dalam bab ini kita akan membahas beberapa masalah moral yang khusus berkaitan
dengan bisnis pada taraf internasional. Secara sederhana etika bisnis dapat diartikan
sebagai suatu aturan main yang tidak mengikat karena bukan hukum. Tetapi harus diingat
dalam praktek bisnis sehari-hari etika bisnis dapat menjadi batasan bagi aktivitas bisnis
yang dijalankan. Etika bisnis sangat penting mengingat dunia usaha tidak lepas dari
elemen-elemen lainnya. Keberadaan usaha pada hakikatnya adalah untuk memenuhi
kebutuhan masyarakat. Bisnis tidak hanya mempunyai hubungan dengan orang-orang
maupun badan hukum sebagai pemasok, pembeli, penyalur, pemakai dan lain-lain.
a. Menyesuaikan Diri
Untuk menunjukkan sikap yang tampak pada pandangan ini menggunakan
peribahasa**Kalau di Roma, bertindaklah sebagaimana dilakukan orang roma**
Artinya perusahaan harus mengikuti norma dan aturan moral yang berlaku di negara
itu, yang sama dengan peribahasa orang Indonesia **Dimana bumi dipijak, disana
langit dijunjung**. Norma-norma moral yang penting berlaku di seluruh dunia.
Sedangkan norma-norma non-moral untuk perilaku manusia bisa berbeda di
berbagai tempat. Itulah kebenaran yang terkandung dalam pandangan ini. Misalnya,
norma-norma sopan santun dan bahkan norma-norma hukum di semua tempat tidak
sama. Yang di satu tempat dituntut karena kesopanan, bisa saja di tempat lain
dianggap sangat tidak sopan.
b. Regorisme Moral
Pandangan kedua memilih arah terbalik. Pandangan ini dapat disebut “rigorisme
moral”, karena mau mempertahankan kemurnian etika yang sama seperti di
negerinya sendiri. Mereka mengatakan bahwa perusahaan di luar negeri hanya boleh
melakukan apa yang boleh dilakukan di negaranya sendiri dan justru tidak boleh
menyesuaikan diri dengan norma etis yang berbeda di tempat lain. Mereka
berpendapat bahwa apa yang dianggap baik di negerinya sendiri, tidak mungkin
menjadi kurang baik di tempat lain.
Kebenaran yang dapat ditemukan dalam pandangan regorisme moral ini adalah
bahwa kita harus konsisten dalam perilaku moral kita. Norma-norma etis memang
bersifat umum. Yang buruk di satu tempat tidak mungkin menjadi baik dan terpuji
di tempat di tempat lain. Namun para penganut rigorisme moral kurang
memperhatikan bahwa situasi yang berbeda turut mempengaruhi keputusan etis.
c. Imoralisme Naif
Menurut pandangan ini dalam bisnis internasional tidak perlu kita berpegang pada
norma-norma etika. Kita harus memenuhi ketentuan-ketentuan hukum (dan itupun
hanya sejauh ketentuan itu ditegakkan di negara bersangkutan), tetapi selain itu, kita
tidak terikat norma-norma moral. Malah jika perusahaan terlalu memperhatikan
etika, ia berada dalam posisi yang merugikan, karena daya saingnya akan terganggu.
RANGKUMAN
Internasionalisasi bisnis yang semakin mencolok sekarang ini menampilkan juga aspek etis
yang baru. Tidak mengherankan jika terutama tahun-tahun terakhir ini diberi perhatian
khusus kepada aspek-aspek etis dalam bisnis internasional. Dalam bab ini kita akan
membahas beberapa masalah moral yang khusus berkaitan dengan bisnis pada taraf
internasional.