B. Tujuan Pembelajaran
C. Uraian Materi
Sebelum membahas etika bisnis internasional maka terlebih dahulu mengkaji ulang
pengertian etika bisnis dan peraturan bisnis.
1. Etika Bisnis
Pada bab 8 sudah dijelaskan bahwa, etika bisnis adalah etika yang berlaku pada
dunia bisnis. Etika dalam bisnis dapat diartikan lain sebagai suatu pengetahuan
yang mengatur tata cara perilaku dalam mengelola bisnis dengan memperhatikan
norma dan moral yang berlaku secara umum sehingga dapat dipahami pada
konsep ekonomi dan sosial.
Menurut Qwords.com (2020), etika adalah suatu aturan atau norma yang dipakai
sebagai pedoman dalam kehidupan bermasyarakat seseorang terkait dengan
perilaku baik atau buruk. Etika bisa diadopsi dalam dunia bisnis entah itu bisnis
online, bisnis syariah dan bisnis lainnya.
2. Peraturan Bisnis
c. Ketiga, kode etik (dalam arti sempit) yang disebut juga code of conduct atau
code of ethical conduct. Kode etik ini menyangkut kebijakan etis perusahaan
berhubungan dengan kesulitan yang bisa timbul (dan mungkin di masa lalu
pernah timbul), seperti konflik kepentingan, hubungan dengan pesaing dan
pemasok, menerima hadiah, dll.
Sudah sejak dahulu kala bisnis atau pada waktu itu masih terbatas pada
“perdagangan” menjadi sarana penting untuk mendekatkan negara-negara dan
bahkan kebudayaan-kebudayaan yang berlain-lainnya. Kalau dilihat dalam
perspektif sejarah, perdagangan merupakan fakor penting dalam pergaulan antara
bangsa-bangsa. Bertentangan dengan ekspansi politik yang terus-menerus
membawakan peperangan dan penderitaan bagi negara-negara bersangkutan,
maka perdagangan justru sempat menyebarkan perdamaian dan persaudaraan.
Berulang kali dapat kita mendengar bahwa kini kita hidup dalam era globalisasi
ekonomi: kegiatan ekonomi mencakup seluruh dunia, sehingga hampir semua
negara tercantum dalam “pasar” sebagaimana dimengerti sekarang dan merasakan
akibat pasang surutnya pasar ekonomis. Gejala globalisasi ekonomi ini bisa
berakibat positif maupun negatif. Disatu pihak globalisasi dapat meningkatkan
rasa persaudaraan dan kesetiakawanan antara bangsa-bangsa dan dengan demikian
138
melanjutkan tradisi perdagangan internasional sejak dulu. Di lain pihak, gejala
yang sama bisa berakhir dalam suasan konfrontasi dan permusuhan, kerna
mengakibatkan pertentangan ekonomi dan perang dagang, melihat kepentingan-
kepentingan raksasa yang di pertaruhkan di situ.
Internasionalisasi bisnis yang semakin mencolok sekarang ini menampilkan juga
aspek etis yang baru. Tidak mengherankan jika terutama tahun-tahun terakhir ini
diber perhatian khusus kepada aspek-aspek etis dalam bisnis internasional. Dalam
bab ini akan dibaha beberapa masalah moral yang khusus berkaitan dengan bisnis
pada taraf internasional.
139
hukum tetapi selain itu, kita tidak terikat oleh norma-norma moral. Malah jika
perusahaan terlalu memperhatikan etika, ia berada dalam posisi yang
merugikan, karena daya saingnya akan terganggu. Perusahaan-perusahaan lain
yang tidak begitu scrupulous dengan etika akan menduduki posisi yang lebih
menguntungkan. Sebagai argumen untuk mendukung sikap itu sering
dikemukakan: “semua perusahaan melakukan hal itu”.
Praktek dumping produk itu tidak etis karena melanggar etika pasar bebas.
Sebagaimana doping dalam perlombaan olah raga harus dianggap kurang etis
karena merusak kompetisi yang fair, demikian juga praktek seperti dumping
menghancurkan kemungkinan bagi orang bisnis untuk bersaing pada taraf yang
sama. Kalau dilakukan dengan maksud merebut monopoli, dumping menjadi
kurang etis juga karena merugikan konsumen. Akan tetapi, tidak etis pula bila
suatu negara menuduh negara lain mempraktekkan dumping, padahal maksudnya
hanya melindungi pasar dalam negerinya. Jika negara lain bisa memproduksi
sesuatu dengan harga lebih murah, karena cara produksinya lebih efisien atau
karena bisa menekan biaya produksi, kenyataan ini harus diterima oleh negara
lain. Misalnya jika negara berkembang sanggup memproduksi pakain jadi dengan
lebih murah karena biaya produksinya kurang dikarenakan upah karyawan yang
relatif kecil, hal itu tidak boleh dinilai sebagai dumping. Tidak etis bila menuduh
dumping semata-mata menjadi kedok untuk menyingkirkan saingan dari pasar.
140
Melanjutkan perbandingan tadi, sebagaimana kita memiliki metode-metode yang
objektif dan pasti untuk membuktikan adanya bpraktek doping dalam bidang olah
raga, demikian juga kita membutuhkan prosedur yang jelas untuk memastikan
adanya dumping. Kita membutuhkan suatu instansi supranasional yang sanggup
bertindak dan sekaligus diakui sebagai wasit yang objektif. Tetapi dalam situasi
dunia sekarang instansi seperti itu belum dimungkinkan. Dalam rangka Organisasi
Perdagangan Dunia (WTO) telah dibuat sebuah dokumen tentang dumping, tetapi
hanya sebagai model untuk membuat peraturan hukum di negara-negara
anggotanya.
Kerugian:
141
a. Merusak tatanan harga produk sejenis. Harga ekspor komoditas yang lebih
rendah dari harga produk sejenis dalam negeri negara importir dapat
mengakibatkan diskriminasi harga. Hal ini jelas merugikan produsen pesaing di
negara importir.
b. Menumbangkan produsen-produsen pesaing baik di dalam maupun luar
negeri. Praktik dumping yang dinilai sebagai wujud dari persaingan tidak sehat
bisa jadi bertujuan untuk menumbangkan bisnis pesaing baik di dalam maupun
di luar negeri. Harapannya, dengan menjual produk ke pasar internasional
dengan harga lebih rendah, perusahaan eksportir mampu merebut pangsa pasar.
c. Eksportir terancam bangkrut. Sebenarnya kerugian dari praktik dumping ini
tidak hanya dirasakan oleh produsen pesaing di negara importir saja, tetapi juga
perusahaan eksportir. Penjualan produk atau komoditas dengan harga lebih
rendah justru tidak mampu menutup biaya produksi yang dikeluarkan.
142
setempat. Karena kekosongan hukum pada taraf internasional, kesadaran etis bagi
KMN lebih mendesak lagi.
143
tentang upah dan kondisi kerja, dibanyak negara berkembang HAM para
pekerja dilanggar dengan membayar upah dibawah upah minimum,
mempekerjakan anak, atau mempaktekan diskriinasi karena alasan agama, ras,
gender, atau sebagainya. Bagi KMN seringkali sebenarnya mengutungkan bila
mereka menyesuaikan diri dengan keadaan, namun cara bertindak itu tidak etis.
e. Sejauh kebudayaan setempat tidak melanggar norma-norma etis, Korporasi
Multinasional harus menghormati kebudayaan lokal itu dan bekerja sama
dengannya, bukan menentangnya.
Norma ini diturunkan dari norma pertama. KMN akan merugikan negara
dimana ia beroperasi, jika ia tidak menghormati kebudayaan setempat. Sebagai
tamu yang baik, KMN harus menyesuaikan diri dengan nilai-nilai budaya
setempat dan tidak memaksakan nilai-nilainya sendiri.
f. Korporasi Multinasional harus membayar pajak yang “fair”.
Setiap perusahaan harus membayar pajak menurut tarif yang telah ditentukan
dalam suatu negara. KMN beroperasi di negara berkembang dimana sistem
pemungutan pajak masih lemah dan peraturan hukum yang menunjang belum
cukup. Karena statusnya sebagai perusahaan internasional, sebuah KMN
mempunyai banyak kemungkinan yang seringkali malah tidak illegal untuk
menghindari membayar pajak atau membayar pajak sepenuhnya, seperti
mentransfer pembayaran, mencari taxhaven yang lebih menguntungkan dan
sebagainya.
g. Korporasi Multinasional harus bekerja sama dengan pemerintah setempat
dalam mengembangkan dan menegakkan “background institutions” yang tepat.
Dalam seluruh bukunya De George menekankan pentingnya background
institution yang menurut pendaptnya di negara-negara berkembang masih
lemah. Maksudnya isilah ini adalah lembaga-lembaga yang mengatur serta
memerkuat kegiatan ekonomi dan industri disuatu negara seperti dinas
perpajakan, dinas beacukai, instansi pengawasan keselamatan dan kesehatan
kerja, serikat buruh, perlindungan hak asasi, peratura n pemerintah yang tepat
dan sebagainya.
h. Negara yang memiliki mayoritas saham sebuah perusahaan harus memikul
tanggungjawab moral atas kegiatan dan kegagalan perusahaan tersebut.
144
Sebuah KMN seringkali dimiliki orang-orang dari beberapa negara terutama
negara asal dan negara dimana sebuah pabrik atau perusahaan berdiri. Keadaan
ini membuat tanggungjawab lebih kompleks daripada dalam kasus suatu
perusahaan nasional.
i. Jika suatu Korporasi Multinasional membangun pabrik yang berisiko tinggi, ia
wajib menjaga supaya pabrik itu aman dan dioperasikan dengan aman.
Norma ini juga dapat diturunkan dari kewajiban untuk tidak merugikan. KMN
bertanggungjawab untuk membangun pabrik yang aman dan melatih serta
membina sebaik mungkin merka yang akan mengoperasikan pabrik itu.
j. Dalam mengalihkan teknologi berisiko tinggi kepada negara berkembang,
Korporasi Multinasional wajib merancang kembali sebuah teknologi demikian
rupa, sehingga dapat dipakai dengan aman dalam negara baru yang belum
berpengalaman.
Norma ini dapat diturunkan dari norma sembilan. Menurut norma ini prioritas
harus diberikan kepada keamanan. Kalau mungkin, teknologi harus dirancang
sesuai dengan kebudayaan dan kondisi setempat, sehinga terjamin keamanan
optimal.
Korupsi dalam bisnis tentu tidak hanya terjadi pada taraf internasional, namun
perhatian yang diberikan kepada masalah korupsi dalam literatur etika bisnis
terutama diarahkan kepada konteks internasional. Masalah korupsi dapat
menimbulkan kesulitan moral besar bagi bisnis internasional, karena di negara
satu bisa saja dipraktekkan apa yang tidak mungkin diterima di negara lain.
a. Alasan pertama dan paling penting adalah bahwa praktek suap itu melanggar
etika pasar. Kalau kita terjun dalam dunia bisnis yang didasarkan pada prinsip
ekonomi pasar, dengan sendirinya kita mengikat diri untuk berpegang pada
aturan-aturan mainnya. Pasar ekonomi merupakan kancah kompetisi yang
terbuka. Hal itu mengakibatkan antara lain bahwa harga produk merupakan
buah hasil dari pertarungan daya-daya pasar. Dengan praktek suap, daya-daya
145
pasar dilumpuhkan dan para pesaing mempunyai produk sama baik dengan
harga lebih menguntungkan, tidak sedikit pun dapat mempengaruhi proses
penjualan. Karena itu baik yang memberi suap maupun yang menerimanya
berlaku kurang fair terhadap orang bisnis lain. Pasar yang didistorsi oleh
praktek suap adalah pasar yang tidak efisien. Karena praktek suap itu, pasar
tidak berfungsi seperti semestinya.
b. Alasan kedua adalah bahwa orang yang tidak berhak, mendapatkan imbalan
juga. Dalam sistem ekonomi kita, mereka yang bekerja atau berjasa mendapat
imbalan.
c. Alasan ketiga berlaku untuk banyak kasus suap di mana uang suap diberikan
dalam keadaan kelangkaan. Misalnya, dalam keadaan kekurangan kertas
seorang penerbit mendapatkan persediaan kertas baru dengan memberi uang
suap. Pembagian barang langka dengan menempuh praktek suap
mengakibatkan bahwa barang itu diterima oleh orang yang tidak berhak
menerimanya, sedangkan orang lain yang berhak menjadi tidak kebagian. Hal
ini jelas bertentangan dengan asas keadilan.
d. Alasan terakhir adalah bahwa praktek suap mengundang untuk melakukan
perbuatan tidak etis dan ilegal lainnya. Baik perusahaan yang memberi uang
suap maupun orang atau instansi yang menerimanya tidak bisa membukukan
uang suap itu seperti mestinya. Secara tidak langsung, orang yang terlibat
dalam kasus suap akan terlibat dalam perbuatan kurang etis lainnya karena
terpaksa terus-menerus harus menyembunyikan keterlibatannya.
146
c. Membentuk komisi anti Dumping-Indonesia (KAD) berdasarkan Surat
Keputusan Mentri Perindustrian dan Perdagangan no.136 / MPP / Kep / 6 /
1996
147
b. Undang- undang nomor 17 Tahun 2006 tentang ketentuan anti dumping pasal
18 UU 10/1995 yaitu :
1) Harga ekspor dari barang tersebut lebih rendah dari nilai normalnya dan
2) Impor barang tersebut menyebabkan kerugian terhadap industry dalam negri
yang memproduksi barang sejenis dengan barang tersebut.
3) Mengecam terjadinya kerugian terhadap industri dalam negeri yang
memproduksi barang sejenis dengan barang tersebut
4) Menghalangi pengembangan industri barang sejenis di dalam negri
c. Pasal UU 19 UU 10/1995 :
1) Bea masuk antidumping dikenakan terhadap barang impor sebagaimana
dimaksud dalam pasal 18 setinggi tingginya sebesar selisih antara nilai
nominal dengan harga ekspor dari barang tersebut
2) Bea masuk antidumping sebagaimana dimaksud pada ayat (1) merupakan
tambahan dari bea masuk yang dipungut berdasarkan pasal 12 ayat (1).
Jika dipelajari pada UUD, dumping juga sudah melanggar beberapa pasal, yaitu :
148
3) Pasal 8
Ayat 1 : Pelaku usaha dilarang memproduksi dan/atau memperdagangkan
barang dan/atau jasa yang tidak memenuhi atau tidak sesuai dengan
standar yang dipersyaratkan dan ketentuan peraturan perundang-
undangan
Ayat 4 : Pelaku usaha yang melakukan pelanggaran pada ayat (1) dan ayat
(2) dilarang memperdagangkan barang dan/atau jasa tersebut serta
wajib menariknya dari peredaran
4) Pasal 19 :
Ayat 1: Pelaku usaha bertanggung jawab memberikan ganti rugi atas
kerusakan, pencemaran, dan/atau kerugian konsumen akibat
mengkonsumsi barang dan/atau jasa yang dihasilkan atau
diperdagangkan
Ayat 2: Ganti rugi sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dapat berupa
pengembalian uang atau penggantian barang dan/atau jasa yang
sejenis atau setara nilainya, atau perawatan kesehatan dan/atau
pemberian santunan yang sesuai dengan ketentuan peraturan
perundang-undangan yang berlaku
Ayat 3: Pemberian ganti rugi dilaksanakan dalam tenggang waktu 7 (tujuh)
hari setelah tanggal transaksi
D. Rangkuman
Etika dalam bisnis dapat diartikan lain sebagai suatu pengetahuan yang mengatur tata
cara perilaku dalam mengelola bisnis dengan memperhatikan norma dan moral yang
berlaku secara umum sehingga dapat dipahami pada konsep ekonomi dan sosial.
Etika adalah suatu aturan atau norma yang dipakai sebagai pedoman dalam
kehidupan bermasyarakat seseorang terkait dengan perilaku baik atau buruk.
Gejala globalisasi ekonomi ini bisa berakibat positif maupun negatif. Disatu pihak
globalisasi dapat meningkatkan rasa persaudaraan dan kesetiakawanan antara
bangsa-bangsa dan dengan demikian melanjutkan tradisi perdagangan internasional
sejak dulu. Di lain pihak, gejala yang sama bisa berakhir dalam suasan konfrontasi
dan permusuhan, kerna mengakibatkan pertentangan ekonomi dan perang dagang,
melihat kepentingan-kepentingan raksasa yang di pertaruhkan di situ.
149
Terdapat tiga hal yang harus kita lakukan jika di bidang bisnis norma-norma moral di
negara lain berbeda dengan norma-norma yang kita anut yaitu: menyesuaikan diri,
Rigorisme moral, dan imoralisme naif.
Terdapat empat alasan mengapa praktek suap harus dianggap tidak bermoral, yaitu:
praktek suap itu melanggar etika pasar, orang yang seharusnya tidak berhak
mendapatkan bagian justru mendapatkan imbalan juga, kadang terjadi bahwa suatu
barang diterima oleh orang yang tidak berhak menerimanya, sedangkan orang lain
yang berhak menjadi tidak kebagian, praktek suap mengundang untuk melakukan
perbuatan tidak etis dan ilegal lainnya.
Terdapat sepuluh aturan etis yang dianggap paling mendesak dalam konteks bisnis
Internasional. Selain itu, terdapat beberapa peraturan terkait dengan aturam bisnis
antara lain Undang – undang no 8 tahun 1999 tentang perlindungan konsumen.
E. Tugas/Latihan
1. Jelaskan tiga pandangan tentang yang harus dilakukan, jika di bidang bisnis
Negara lain mempunyai norma moral yang berbeda dengan norma kita sendiri.
2. Jelaskan keuntungan dan kerugian dumping dalam bisnis internasional.
3. Jelaskan strategi yang dilakukan untuk mengatasi masalah dumping
4. Jelaskan bagaimana pandangan tentang etika bisnis korporasi multinasional
tentang penghindaran pajak yang dinilai tidak fair.
5. Jelaskan 3 hal apa yang harus kita lakukan jika di bidang bisnis norma-norma
moral di negara lain berbeda dengan norma-norma yang kita anut.
6. Jelaskan 4 alasan mengapa praktek suap harus dianggap tidak bermoral
7. Jelaskan sepuluh aturan etis yang dianggap paling mendesak dalam konteks bisnis
Internasional.
8. Jelaskan cara penanggulangan masalah korupsi
150
F. Daftar Pustaka
151