Anda di halaman 1dari 15

PERKULIAHAN KE-XIII

A. Etika Dalam Bisnis Internasional

B. Tujuan Pembelajaran

Setelah mahasiswa menjalani kegiatan perkuliahan ‘Etika Dalam Bisnis


Internasional’ diharapkan mahasiswa mampu memahami materi sehingga memiliki
gambaran tentang etika pada bisnis Internasional dengan berbagai kebijakannya.

C. Uraian Materi

Sebelum membahas etika bisnis internasional maka terlebih dahulu mengkaji ulang
pengertian etika bisnis dan peraturan bisnis.

1. Etika Bisnis

Pada bab 8 sudah dijelaskan bahwa, etika bisnis adalah etika yang berlaku pada
dunia bisnis. Etika dalam bisnis dapat diartikan lain sebagai suatu pengetahuan
yang mengatur tata cara perilaku dalam mengelola bisnis dengan memperhatikan
norma dan moral yang berlaku secara umum sehingga dapat dipahami pada
konsep ekonomi dan sosial.

Menurut Qwords.com (2020), etika adalah suatu aturan atau norma yang dipakai
sebagai pedoman dalam kehidupan bermasyarakat seseorang terkait dengan
perilaku baik atau buruk. Etika bisa diadopsi dalam dunia bisnis entah itu bisnis
online, bisnis syariah dan bisnis lainnya.

2. Peraturan Bisnis

Siapapun atau perusahaan tidak boleh menjalankan bisnis secara sembarangan.


Bisnis harus dijalankan dengan prinsip agar dua pihak (produsen dan konsumen)
dan lingkungan yang terlibat merasa nyaman. Agar suatu pihak merasa tidak
dirugikan atas kehadiran suatu bisnis maka masing-masing memiliki aturan
bisnis, sementara untuk kepentingan bersama juga perlu kehadiran peraturan
agar dapat diterapkan dan dipahami bersama. Berbagai peraturan bisnis tersebut
137
biasanya disebut sebagai kode etik bisnis.

Menurut Murphy (1998) menggunakan istilah ethics statements dan


membedakannya menjadi tiga macam:

a. Pertama, terdapat values statements atau pernyataan nilai. Misi sebuah


perusahaan seringkali menjadi nilai-nilai yang dijunjung tinggi oleh pendiri
perusahaan.

b. Kedua, corporate credo atau kredo perusahaan, yang biasanya merumuskan


tanggungjawab perusahaan terhadap para stakeholder, khususnya konsumen
karyawan, pemilik saham, masyarakat umum, dan lingkungan hidup.

c. Ketiga, kode etik (dalam arti sempit) yang disebut juga code of conduct atau
code of ethical conduct. Kode etik ini menyangkut kebijakan etis perusahaan
berhubungan dengan kesulitan yang bisa timbul (dan mungkin di masa lalu
pernah timbul), seperti konflik kepentingan, hubungan dengan pesaing dan
pemasok, menerima hadiah, dll.

3. Etika Dalam Bisnis Internasional

Sudah sejak dahulu kala bisnis atau pada waktu itu masih terbatas pada
“perdagangan” menjadi sarana penting untuk mendekatkan negara-negara dan
bahkan kebudayaan-kebudayaan yang berlain-lainnya. Kalau dilihat dalam
perspektif sejarah, perdagangan merupakan fakor penting dalam pergaulan antara
bangsa-bangsa. Bertentangan dengan ekspansi politik yang terus-menerus
membawakan peperangan dan penderitaan bagi negara-negara bersangkutan,
maka perdagangan justru sempat menyebarkan perdamaian dan persaudaraan.

Berulang kali dapat kita mendengar bahwa kini kita hidup dalam era globalisasi
ekonomi: kegiatan ekonomi mencakup seluruh dunia, sehingga hampir semua
negara tercantum dalam “pasar” sebagaimana dimengerti sekarang dan merasakan
akibat pasang surutnya pasar ekonomis. Gejala globalisasi ekonomi ini bisa
berakibat positif maupun negatif. Disatu pihak globalisasi dapat meningkatkan
rasa persaudaraan dan kesetiakawanan antara bangsa-bangsa dan dengan demikian
138
melanjutkan tradisi perdagangan internasional sejak dulu. Di lain pihak, gejala
yang sama bisa berakhir dalam suasan konfrontasi dan permusuhan, kerna
mengakibatkan pertentangan ekonomi dan perang dagang, melihat kepentingan-
kepentingan raksasa yang di pertaruhkan di situ.
Internasionalisasi bisnis yang semakin mencolok sekarang ini menampilkan juga
aspek etis yang baru. Tidak mengherankan jika terutama tahun-tahun terakhir ini
diber perhatian khusus kepada aspek-aspek etis dalam bisnis internasional. Dalam
bab ini akan dibaha beberapa masalah moral yang khusus berkaitan dengan bisnis
pada taraf internasional.

4. Norma-norma Moral yang umum pada taraf Internasional

Pada gema-rahmadhania (2020) dan Richard De George (Bertens, 2013)


menjelaskan bahwa terdapat tiga hal yang harus kita lakukan jika di bidang bisnis
norma-norma moral di negara lain berbeda dengan norma-norma yang kita anut,
yaitu:
a. Menyesuaikan diri
Seperti peribahasa Indonesia: “Dimana bumi berpijak, disana langit dijunjung”.
Maksudnya adalah kalau sedang mengadakan kegiatan ditempat lain bisnis
harus menyesuaikan diri dengan norma-norma yang berlaku di tempat itu.
Diterapkan di bidang moral, pandangan ini mengandung relativisme ekstrem.
b. Rigorisme moral
Yang di maksud dengan rigorisme moral adalah mempertahankan kemurnian
etika yang sama seperti di negeri sendiri. De George mengatakan bahwa
perusahaan di luar negeri hanya boleh melakukan apa yang boleh dilakukan di
negaranya sendiri dan justru tidak boleh menyesuaikan diri dengan norma etis
yang berbeda di tempat lain. Kebenaran yang dapat ditemukan dalam
pandangan rigorisme moral ini adalah bahwa kita harus konsisten dalam
perilaku moral kita. Norma-norma etis memang bersifat umum. Yang buruk di
satu tempat tidak mungkin menjadi baik dan terpuji di tempat lain.
c. Imoralisme naif
Menurut pandangan ini, dalam bisnis internasional tidak perlu kita berpegang
pada norma-norma etika. Memang kita harus memenuhi ketentuan-ketentuan

139
hukum tetapi selain itu, kita tidak terikat oleh norma-norma moral. Malah jika
perusahaan terlalu memperhatikan etika, ia berada dalam posisi yang
merugikan, karena daya saingnya akan terganggu. Perusahaan-perusahaan lain
yang tidak begitu scrupulous dengan etika akan menduduki posisi yang lebih
menguntungkan. Sebagai argumen untuk mendukung sikap itu sering
dikemukakan: “semua perusahaan melakukan hal itu”.

5. Masalah “Dumping” Dalam Bisnis Internasional

Yang dimaksudkan dengan dumping adalah menjual sebuah produk dalam


kuantitas besar di suatu negara lain dengan harga dibawah harga pasar dan
kadang-kadang malah di bawah biaya produksi. Yang akan merasa keberatan
terhadap praktek dumping ini bukannya para konsumen, melainkan para produsen
dari produk yang sama di negara di mana dumping dilakukan. Dumping produk
bisa diadakan dengan banyak motif yang berbeda. Salah satu motif adalah bahwa
si penjual mempunyai persediaan terlalu besar, sehingga ia memutuskan untuk
menjual produk bersangkutan di bawah harga saja. Motif lebih jelek adalah
berusaha untuk merebut monopoli dengan membanting harga.

Praktek dumping produk itu tidak etis karena melanggar etika pasar bebas.
Sebagaimana doping dalam perlombaan olah raga harus dianggap kurang etis
karena merusak kompetisi yang fair, demikian juga praktek seperti dumping
menghancurkan kemungkinan bagi orang bisnis untuk bersaing pada taraf yang
sama. Kalau dilakukan dengan maksud merebut monopoli, dumping menjadi
kurang etis juga karena merugikan konsumen. Akan tetapi, tidak etis pula bila
suatu negara menuduh negara lain mempraktekkan dumping, padahal maksudnya
hanya melindungi pasar dalam negerinya. Jika negara lain bisa memproduksi
sesuatu dengan harga lebih murah, karena cara produksinya lebih efisien atau
karena bisa menekan biaya produksi, kenyataan ini harus diterima oleh negara
lain. Misalnya jika negara berkembang sanggup memproduksi pakain jadi dengan
lebih murah karena biaya produksinya kurang dikarenakan upah karyawan yang
relatif kecil, hal itu tidak boleh dinilai sebagai dumping. Tidak etis bila menuduh
dumping semata-mata menjadi kedok untuk menyingkirkan saingan dari pasar.

140
Melanjutkan perbandingan tadi, sebagaimana kita memiliki metode-metode yang
objektif dan pasti untuk membuktikan adanya bpraktek doping dalam bidang olah
raga, demikian juga kita membutuhkan prosedur yang jelas untuk memastikan
adanya dumping. Kita membutuhkan suatu instansi supranasional yang sanggup
bertindak dan sekaligus diakui sebagai wasit yang objektif. Tetapi dalam situasi
dunia sekarang instansi seperti itu belum dimungkinkan. Dalam rangka Organisasi
Perdagangan Dunia (WTO) telah dibuat sebuah dokumen tentang dumping, tetapi
hanya sebagai model untuk membuat peraturan hukum di negara-negara
anggotanya.

* Keuntungan dan kelemahan/kerugian adanya dumping.


Keuntungan:

a. Memenuhi kebutuhan akan produk atau komoditas antar-negara. Ada kalanya


suatu negara mengalami kekurangan produksi akan komoditas tertentu,
sehingga untuk mencukupi ketersediaan di dalam negerinya harus dilakukan
impor.
b. Dapat memperluas dan meningkatkan pangsa pasar. Tak bisa dipungkiri
banyak pemain dalam sektor ekonomi, apalagi lingkup internasional. Hal ini
menimbulkan persaingan yang ketat, sehingga upaya menjangkau dan
memperluas pasar dirasa semakin sulit. Praktik dumping secara nyata dapat
memperluas dan meningkatkan pangsa pasar. Lebih rendahnya harga produk
yang ditawarkan ke pasar luar negeri mampu menarik perhatian importir untuk
ikut terlibat dalam transaksi dagang internasional.
c. Menambah pendapatan devisa bagi negara eksportir. Pembayaran produk
dalam perdagangan internasional dilakukan dengan mata uang asing. Praktik
dumping yang mampu meningkatkan pangsa pasar, mengindikasikan semakin
banyak pendapatan devisa atau mata uang asing yang diperoleh atau masuk ke
negara eksportir.

Kerugian:

141
a. Merusak tatanan harga produk sejenis. Harga ekspor komoditas yang lebih
rendah dari harga produk sejenis dalam negeri negara importir dapat
mengakibatkan diskriminasi harga. Hal ini jelas merugikan produsen pesaing di
negara importir.
b. Menumbangkan produsen-produsen pesaing baik di dalam maupun luar
negeri. Praktik dumping yang dinilai sebagai wujud dari persaingan tidak sehat
bisa jadi bertujuan untuk menumbangkan bisnis pesaing baik di dalam maupun
di luar negeri. Harapannya, dengan menjual produk ke pasar internasional
dengan harga lebih rendah, perusahaan eksportir mampu merebut pangsa pasar.
c. Eksportir terancam bangkrut. Sebenarnya kerugian dari praktik dumping ini
tidak hanya dirasakan oleh produsen pesaing di negara importir saja, tetapi juga
perusahaan eksportir. Penjualan produk atau komoditas dengan harga lebih
rendah justru tidak mampu menutup biaya produksi yang dikeluarkan.

6. Aspek-Aspek Etis dari Korporasi Multinasional

Yang dimaksud dengan korporasi multinasional adalah perusahaan yang


mempunyai investasi langsung dalam dua negara atau lebih. Jadi perusahaan yang
mempunyai hubungan dagang dengan luar negeri, dengan demikian belum
mencapai status korporasi multinasional (KMN), tetapi perusahaan yang memiliki
pabrik di beberapa negara termasuk di dalamnya. Kita semua mengenal KMN
seperti Coca-Cola, Johnson & Johnson, AT & T, General Motors, IBM,
Mitsubishi, Toyota, Sony, Philips, Unilever yang mempunyai kegiatan di seluruh
dunia dan menguasai nasib jutaan orang.
Karena memiliki kekuatan ekonomis yang sering kali sangat besar dan karena
beroperasi di berbagai tempat yang berbeda dan sebab itu mempunyai mobilitas
tinggi, KMN menimbulkan masalah-masalah etis sendiri. Di sini kita membatasi
diri pada masalah-masalah yang berkaitan dengan negara-negara berkembang.
Tentu saja, negara-negara berkembang sudah mengambil berbagi tindakan untuk
melindungi diri. Misalnya, mereka tidak mengijinkan masuk KMN yang bisa
merusak atau melemahkan suatu industri dalam negeri. Beberapa negara
berkembang hanya mengijinkan KMN membuka suatu usaha di wilayahnya, jika
mayoritas saham (sekurang-kurangnya 50,1%) berada dalam tangan warga negara

142
setempat. Karena kekosongan hukum pada taraf internasional, kesadaran etis bagi
KMN lebih mendesak lagi.

De George merumuskan sepuluh aturan etis yang dianggap paling mendesak


dalam konteks ini. Tujuh norma pertama berlaku untuk semua KMN, sedangkan
tiga aturan terakhir terutama dirumuskan untuk industri berisiko khusus seperti
pabrik kimia atau instalasi nuklir. Sepuluh aturan itu adalah:

a. Korporasi Multinasional tidak boleh dengan segaja mengakibatkan kerugian


langsung.
Hal ini tentu suatu norma moral umum dan tidak berlaku untuk KMN
(Korporasi Multinasional) saja. Dengan sengaja mengakibatkan kerugian bagi
orang lain selalu merupakan tindakan yang tidak etis, kecuali dalam beberapa
kasus eksepsional seperti beladiri, bila ada alasan khusus untuk merugikan
(malah membunuh) orang lain. Norma ini perlu disebut pada tempat pertama,
karena di negara berkembang kerangka hukum sring tidak cukup dan
membiarkan tindakan yan tidak diizinkan di negara asalnya.
b. Korporasi Multinasional harus menghasilkan lebih banyak manfaat daripada
kerugian bagi negara di mana mereka beroperasi.
Norma kedua ini melanjutkan dan merinci lagi norma pertama. Tidak cukup
bila KMN tidak melakukan hal-hal yang jelek di negara lain, perlu juga
melakukan sesuatu yang baik dan yang baik itu harus melibihi yang jelek.
KMN belum memenuhi kewajibannya, jika hanya tercapai keseimbangan
antara akibat-akibat baik dan akibat-akibat jelek.
c. Dengan kegiatannya, Korporasi Multinasional itu harus memberi konstribusi
kepada pembangunan negara di mana ia beroperasi.
Norma ketiga ini lebih konkret. Bukan saja KMN harus menghasilkan lebih
banyak hal yang baik daripada hal yang jelek bagi negara berkembang, tetapi
harus menyumbangkan juga pada pembangunanya.
d. Korporasi Multinasional harus menghormati Hak Asasi Manusia dari semua
karyawannya.
Sama seperti norma pertama, norma keempat berlaku umum dan tidak khusus
utuuk KMN saja. Namun norma ini perlu disebut secara eksplisit. Terutama

143
tentang upah dan kondisi kerja, dibanyak negara berkembang HAM para
pekerja dilanggar dengan membayar upah dibawah upah minimum,
mempekerjakan anak, atau mempaktekan diskriinasi karena alasan agama, ras,
gender, atau sebagainya. Bagi KMN seringkali sebenarnya mengutungkan bila
mereka menyesuaikan diri dengan keadaan, namun cara bertindak itu tidak etis.
e. Sejauh kebudayaan setempat tidak melanggar norma-norma etis, Korporasi
Multinasional harus menghormati kebudayaan lokal itu dan bekerja sama
dengannya, bukan menentangnya.
Norma ini diturunkan dari norma pertama. KMN akan merugikan negara
dimana ia beroperasi, jika ia tidak menghormati kebudayaan setempat. Sebagai
tamu yang baik, KMN harus menyesuaikan diri dengan nilai-nilai budaya
setempat dan tidak memaksakan nilai-nilainya sendiri.
f. Korporasi Multinasional harus membayar pajak yang “fair”.
Setiap perusahaan harus membayar pajak menurut tarif yang telah ditentukan
dalam suatu negara. KMN beroperasi di negara berkembang dimana sistem
pemungutan pajak masih lemah dan peraturan hukum yang menunjang belum
cukup. Karena statusnya sebagai perusahaan internasional, sebuah KMN
mempunyai banyak kemungkinan yang seringkali malah tidak illegal untuk
menghindari membayar pajak atau membayar pajak sepenuhnya, seperti
mentransfer pembayaran, mencari taxhaven yang lebih menguntungkan dan
sebagainya.
g. Korporasi Multinasional harus bekerja sama dengan pemerintah setempat
dalam mengembangkan dan menegakkan “background institutions” yang tepat.
Dalam seluruh bukunya De George menekankan pentingnya background
institution yang menurut pendaptnya di negara-negara berkembang masih
lemah. Maksudnya isilah ini adalah lembaga-lembaga yang mengatur serta
memerkuat kegiatan ekonomi dan industri disuatu negara seperti dinas
perpajakan, dinas beacukai, instansi pengawasan keselamatan dan kesehatan
kerja, serikat buruh, perlindungan hak asasi, peratura n pemerintah yang tepat
dan sebagainya.
h. Negara yang memiliki mayoritas saham sebuah perusahaan harus memikul
tanggungjawab moral atas kegiatan dan kegagalan perusahaan tersebut.

144
Sebuah KMN seringkali dimiliki orang-orang dari beberapa negara terutama
negara asal dan negara dimana sebuah pabrik atau perusahaan berdiri. Keadaan
ini membuat tanggungjawab lebih kompleks daripada dalam kasus suatu
perusahaan nasional.
i. Jika suatu Korporasi Multinasional membangun pabrik yang berisiko tinggi, ia
wajib menjaga supaya pabrik itu aman dan dioperasikan dengan aman.
Norma ini juga dapat diturunkan dari kewajiban untuk tidak merugikan. KMN
bertanggungjawab untuk membangun pabrik yang aman dan melatih serta
membina sebaik mungkin merka yang akan mengoperasikan pabrik itu.
j. Dalam mengalihkan teknologi berisiko tinggi kepada negara berkembang,
Korporasi Multinasional wajib merancang kembali sebuah teknologi demikian
rupa, sehingga dapat dipakai dengan aman dalam negara baru yang belum
berpengalaman.
Norma ini dapat diturunkan dari norma sembilan. Menurut norma ini prioritas
harus diberikan kepada keamanan. Kalau mungkin, teknologi harus dirancang
sesuai dengan kebudayaan dan kondisi setempat, sehinga terjamin keamanan
optimal.

7. Masalah Korupsi pada taraf Internasional

Korupsi dalam bisnis tentu tidak hanya terjadi pada taraf internasional, namun
perhatian yang diberikan kepada masalah korupsi dalam literatur etika bisnis
terutama diarahkan kepada konteks internasional. Masalah korupsi dapat
menimbulkan kesulitan moral besar bagi bisnis internasional, karena di negara
satu bisa saja dipraktekkan apa yang tidak mungkin diterima di negara lain.

Berdasarkan pemikiran De George, terdapat empat alasan mengapa praktek suap


harus dianggap tidak bermoral.

a. Alasan pertama dan paling penting adalah bahwa praktek suap itu melanggar
etika pasar. Kalau kita terjun dalam dunia bisnis yang didasarkan pada prinsip
ekonomi pasar, dengan sendirinya kita mengikat diri untuk berpegang pada
aturan-aturan mainnya. Pasar ekonomi merupakan kancah kompetisi yang
terbuka. Hal itu mengakibatkan antara lain bahwa harga produk merupakan
buah hasil dari pertarungan daya-daya pasar. Dengan praktek suap, daya-daya
145
pasar dilumpuhkan dan para pesaing mempunyai produk sama baik dengan
harga lebih menguntungkan, tidak sedikit pun dapat mempengaruhi proses
penjualan. Karena itu baik yang memberi suap maupun yang menerimanya
berlaku kurang fair terhadap orang bisnis lain. Pasar yang didistorsi oleh
praktek suap adalah pasar yang tidak efisien. Karena praktek suap itu, pasar
tidak berfungsi seperti semestinya.
b. Alasan kedua adalah bahwa orang yang tidak berhak, mendapatkan imbalan
juga. Dalam sistem ekonomi kita, mereka yang bekerja atau berjasa mendapat
imbalan.
c. Alasan ketiga berlaku untuk banyak kasus suap di mana uang suap diberikan
dalam keadaan kelangkaan. Misalnya, dalam keadaan kekurangan kertas
seorang penerbit mendapatkan persediaan kertas baru dengan memberi uang
suap. Pembagian barang langka dengan menempuh praktek suap
mengakibatkan bahwa barang itu diterima oleh orang yang tidak berhak
menerimanya, sedangkan orang lain yang berhak menjadi tidak kebagian. Hal
ini jelas bertentangan dengan asas keadilan.
d. Alasan terakhir adalah bahwa praktek suap mengundang untuk melakukan
perbuatan tidak etis dan ilegal lainnya. Baik perusahaan yang memberi uang
suap maupun orang atau instansi yang menerimanya tidak bisa membukukan
uang suap itu seperti mestinya. Secara tidak langsung, orang yang terlibat
dalam kasus suap akan terlibat dalam perbuatan kurang etis lainnya karena
terpaksa terus-menerus harus menyembunyikan keterlibatannya.

Untuk menanggulangi praktek perdagangan internasional yang merugikan negara


lain yaitu dumping, maka negara-negara anggota WTO menyepakati pengguna
instrumen bea masuk anti dumping untuk menanggulangi praktik dumping.
Penggunaan instrumen bea masuk imbalan ini untuk menanggulangi barang impor
mengandung subsidi.

a. Kita membutuhkan instansi supranasional yang sanggup bertindak dan


sekaligus sebagai wasit yang objektif
b. WTO telah membuat dokumen tentara dumping, tetapi hanya sebagai mode
untuk membuat peraturan hukum dinegara-negara anggotanya.

146
c. Membentuk komisi anti Dumping-Indonesia (KAD) berdasarkan Surat
Keputusan Mentri Perindustrian dan Perdagangan no.136 / MPP / Kep / 6 /
1996

Menurut kelompok kami, penghindaran pajak merupakan tindakan yang


melanggar etika bisnis internasional. Karena di setiap negara ditetapkan tarif
pajak yang berbeda-beda, maka perusahaan yang akan melakukan bisnis atau
ekspansi pasar multinasional seharusnya mematuhi etika-etika bisnis yang
berlaku.

8. Peraturan Terkait dengan Bisnis

a. Undang – undang no 8 tahun 1999 tentang perlindungan konsumen pasal 4


bagian pertama tentang hak dan kewajiban konsumen yaitu :

1) hak atas kenyamanan, keamanan, dan keselamatan dalam mengkonsumsi


barang dan/atau jasa
2) hak untuk memilih barang dan/atau jasa serta mendapatkan barang dan/atau
jasa tersebut sesuai dengan nilai tukar dan kondisi serta jaminan yang
dijanjikan
3) hak atas informasi yang benar, jelas, dan jujur mengenai kondisi dan
jaminan barang dan/atau jasa
4) hak untuk didengar pendapat dan keluhannya atas barang dan/atau jasa
yang digunakan
5) hak untuk mendapatkan advokasi, perlindungan, dan upaya penyelesaian
sengketa perlindungan konsumen secara patut
6) hak untuk diperlakukan atau dilayani secara benar dan jujur serta tidak
diskriminatif
7) hak untuk mendapatkan kompensasi, ganti rugi dan/atau penggantian,
apabila barang dan/atau jasa yang diterima tidak sesuai dengan perjanjian
atau tidak sebagaimana mestinya
8) hak-hak yang diatur dalam ketentuan peraturan perundang-undangan
lainnya.

147
b. Undang- undang nomor 17 Tahun 2006 tentang ketentuan anti dumping pasal
18 UU 10/1995 yaitu :

Bea masuk antidumping dikenakan terhadap barang impor dalam hal

1) Harga ekspor dari barang tersebut lebih rendah dari nilai normalnya dan
2) Impor barang tersebut menyebabkan kerugian terhadap industry dalam negri
yang memproduksi barang sejenis dengan barang tersebut.
3) Mengecam terjadinya kerugian terhadap industri dalam negeri yang
memproduksi barang sejenis dengan barang tersebut
4) Menghalangi pengembangan industri barang sejenis di dalam negri

c. Pasal UU 19 UU 10/1995 :
1) Bea masuk antidumping dikenakan terhadap barang impor sebagaimana
dimaksud dalam pasal 18 setinggi tingginya sebesar selisih antara nilai
nominal dengan harga ekspor dari barang tersebut
2) Bea masuk antidumping sebagaimana dimaksud pada ayat (1) merupakan
tambahan dari bea masuk yang dipungut berdasarkan pasal 12 ayat (1).

Jika dipelajari pada UUD, dumping juga sudah melanggar beberapa pasal, yaitu :

1) Pasal 4, hak konsumen adalah :


Ayat 1: hak atas kenyamanan, keamanan, dan keselamatan dalam
mengkonsumsi barang dan/atau jasa.
Ayat 3 : hak atas informasi yang benar, jelas, dan jujur mengenai kondisi
dan jaminan barang dan/atau jasa.

Contoh: Nabisco tidak pernah memberi peringatan kepada konsumennya


tentang adanya zat-zat berbahaya di dalam produk mereka. Akibatnya,
kesehatan konsumen dibahayakan dengan alasan mengurangi biaya produksi
Oreo.

2) Pasal 7, kewajiban pelaku usaha adalah :


Ayat 2 : memberikan informasi yang benar, jelas dan jujur mengenai
kondisi dan jaminan barang dan/atau jasa serta memberi penjelasan
penggunaan, perbaikan dan pemeliharaan”

148
3) Pasal 8
Ayat 1 : Pelaku usaha dilarang memproduksi dan/atau memperdagangkan
barang dan/atau jasa yang tidak memenuhi atau tidak sesuai dengan
standar yang dipersyaratkan dan ketentuan peraturan perundang-
undangan
Ayat 4 : Pelaku usaha yang melakukan pelanggaran pada ayat (1) dan ayat
(2) dilarang memperdagangkan barang dan/atau jasa tersebut serta
wajib menariknya dari peredaran

4) Pasal 19 :
Ayat 1: Pelaku usaha bertanggung jawab memberikan ganti rugi atas
kerusakan, pencemaran, dan/atau kerugian konsumen akibat
mengkonsumsi barang dan/atau jasa yang dihasilkan atau
diperdagangkan
Ayat 2: Ganti rugi sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dapat berupa
pengembalian uang atau penggantian barang dan/atau jasa yang
sejenis atau setara nilainya, atau perawatan kesehatan dan/atau
pemberian santunan yang sesuai dengan ketentuan peraturan
perundang-undangan yang berlaku
Ayat 3: Pemberian ganti rugi dilaksanakan dalam tenggang waktu 7 (tujuh)
hari setelah tanggal transaksi

D. Rangkuman

Etika dalam bisnis dapat diartikan lain sebagai suatu pengetahuan yang mengatur tata
cara perilaku dalam mengelola bisnis dengan memperhatikan norma dan moral yang
berlaku secara umum sehingga dapat dipahami pada konsep ekonomi dan sosial.
Etika adalah suatu aturan atau norma yang dipakai sebagai pedoman dalam
kehidupan bermasyarakat seseorang terkait dengan perilaku baik atau buruk.

Gejala globalisasi ekonomi ini bisa berakibat positif maupun negatif. Disatu pihak
globalisasi dapat meningkatkan rasa persaudaraan dan kesetiakawanan antara
bangsa-bangsa dan dengan demikian melanjutkan tradisi perdagangan internasional
sejak dulu. Di lain pihak, gejala yang sama bisa berakhir dalam suasan konfrontasi
dan permusuhan, kerna mengakibatkan pertentangan ekonomi dan perang dagang,
melihat kepentingan-kepentingan raksasa yang di pertaruhkan di situ.
149
Terdapat tiga hal yang harus kita lakukan jika di bidang bisnis norma-norma moral di
negara lain berbeda dengan norma-norma yang kita anut yaitu: menyesuaikan diri,
Rigorisme moral, dan imoralisme naif.

Korporasi multinasional adalah perusahaan yang mempunyai investasi langsung


dalam dua negara atau lebih. Jadi perusahaan yang mempunyai hubungan dagang
dengan luar negeri, dengan demikian belum mencapai status korporasi multinasional
(KMN), tetapi perusahaan yang memiliki pabrik di beberapa negara termasuk di
dalamnya.

Terdapat empat alasan mengapa praktek suap harus dianggap tidak bermoral, yaitu:
praktek suap itu melanggar etika pasar, orang yang seharusnya tidak berhak
mendapatkan bagian justru mendapatkan imbalan juga, kadang terjadi bahwa suatu
barang diterima oleh orang yang tidak berhak menerimanya, sedangkan orang lain
yang berhak menjadi tidak kebagian, praktek suap mengundang untuk melakukan
perbuatan tidak etis dan ilegal lainnya.

Terdapat sepuluh aturan etis yang dianggap paling mendesak dalam konteks bisnis
Internasional. Selain itu, terdapat beberapa peraturan terkait dengan aturam bisnis
antara lain Undang – undang no 8 tahun 1999 tentang perlindungan konsumen.

E. Tugas/Latihan

1. Jelaskan tiga pandangan tentang yang harus dilakukan, jika di bidang bisnis
Negara lain mempunyai norma moral yang berbeda dengan norma kita sendiri.
2. Jelaskan keuntungan dan kerugian dumping dalam bisnis internasional.
3. Jelaskan strategi yang dilakukan untuk mengatasi masalah dumping
4. Jelaskan bagaimana pandangan tentang etika bisnis korporasi multinasional
tentang penghindaran pajak yang dinilai tidak fair.
5. Jelaskan 3 hal apa yang harus kita lakukan jika di bidang bisnis norma-norma
moral di negara lain berbeda dengan norma-norma yang kita anut.
6. Jelaskan 4 alasan mengapa praktek suap harus dianggap tidak bermoral
7. Jelaskan sepuluh aturan etis yang dianggap paling mendesak dalam konteks bisnis
Internasional.
8. Jelaskan cara penanggulangan masalah korupsi
150
F. Daftar Pustaka

Bertens. (2013). Pengantar Etika Bisnis. Yogyakarta: Kanisius


https://qwords.com/blog/etika-dalam-bisnis/. Diunduh pada tanggal 4 September
2020 pukul 22.53.
Murphy, P. E. (1988). Implementing business ethics. Journal of business ethics,
907-915.
http://gema-rahmadhania.blogspot.com/2018/04/norma-moral-dan-etika-dalam-
bisnis.html. Diunduh pada tanggal 5 September 2020 pukul 08.52

151

Anda mungkin juga menyukai