Anda di halaman 1dari 9

Pentingnya Etika Bisnis Internasional

Perspektif makro bagi perusahaan multinasional:


1. Menghindari konflik dengan karyawan akibat perbedaan budaya.
2. Mengurangi kecurangan-kecurangan yang dilakukan oleh pihak perusahaan
asing.
3. Menghindari eksploitasi berlebihan oleh pihak perusahaan.
4. Melindungi norma yang disepakati oleh kedua belah pihak
Permasalahan Etika Bisnis Dalam Bisnis Internasional
 Pertanyaan terkait moral mengenai apakah suatu tindakan baik atau buruk,
benar atau salah, seringkali menjadi dilema di dalam kegiatan bisnis internasional. 
 Penilaian terhadap suatu tindakan terkait bisnis yang dianggap baik atau
buruk dan benar atau   salah seringkali berbeda di antara satu negara dengan
negara lainnya. Bahkan di dalam suatu negarapun penilaian ini sering berbeda
dikarenakan perbedaan di dalam budaya dari masyarakatnya.
 Di samping faktor budaya, perbedaan pandangan ini juga sering dipengaruhi
oleh sistem perekonomian dan sistem pemerintahan suatu negara, disamping
kepercayaan dan agama yang ada di masyarakat.
Permasalahan etika bisnis dapat muncul di berbagai aspek bisnis
internasional.
1. Dalam bidang produksi, misalnya muncul permasalahan etika terkait
perusahaan dengan lingkungan, baik lingkungan alam maupun lingkungan sosial,
penggunaan binatang untuk uji coba obat-obatan baru, cara transportasi ternak, dan
diketemukannya teknologi baru seperti produk transgenik atau genetically modified
product dan cloning.
2. Dalam bidang pemasaran, misalnya muncul permasalahan etika terkait
pelaksanaan promosi (seperti adanya unsur sex dalam advertising), pemasaran
langsung di sekolah, dan advertising yang menyesatkan dengan tidak memberikan
informasi produk yang sebenarnya.
3. Dalam bidang keuangan, misalnya terkait insider trading, pembayaran yang
sangat besar terhadap CEO perusahaan sebagai excutive compensation, dan
pembuatan laporan keuangan yang tidak benar.
Prinsip-prinsip Etika Bisnis 
Dewasa ini, perusahaan-perusahaan bisnis internasional, terutama yang besar,
pada umumnya sudah memiliki pedoman etika bisnis di dalam perusahaannya.

 Kode etik internasional pertama di bidang bisnis adalah ”The Caux Round-
Table Principles for Business” yang disepakati pada tahun 1994 oleh   eksekutif
puncak dari berbagai perusahaan multinasional dari Jepang, Eropa dan Amerika
Serikat (seperti Matsuhita, Philips, Ciba-Geigy, Cummins, 3M dan Honeywell). 
 Prinsip Caux berakar pada dua nilai ideal dasar dalam etika, yaitu konsep
Jepang “kyosei” yang berarti hidup dan bekerja bersama-sama demi kesejahteraan
umum, dan konsep barat “human dignity” (martabat manusia) yang mengacu pada
kesucian atau bernilainya setiap pribadi sebagai tujuan, tidak semata-mata sebagai
sarana untuk mewujudkan tujuan-tujuan orang lain atau bahkan untuk
melaksanakan kehendak mayoritas.
Prinsip-prinsip umum dari ”The Caux Round-Table Principles for Business”
adalah sebagai berikut (dikutip dari Nugroho, 2001):
1. Prinsip 1. Tanggung Jawab Bisnis Dari “Shareholders” ke “Stakeholders”,
Nilai organisasi bisnis bagi masyarakat ialah kekayaan dan lapangan kerja yang
diciptakannya serta produk dan jasa yang dipasarkan kepada konsumen dengan
harga wajar yang sebanding dengan mutu. Untuk mampu menciptakan nilai itu,
sebuah organisasi bisnis haruslah mempertahankan kesehatan dan kelangsungan
hidupnya, namun kelangsungan hidup bukanlah tujuan yang mencukupi.Bisnis
memainkan peranan untuk meningkatkan kehidupan semua pelanggan, karyawan
dan pemegang saham dengan membagikan kekayaan yang diciptakannya. Para
pemasok dan pesaingpun berharap bahwa organisasi-organisasi bisnis
menghormati kewajiban-kewajiban mereka dengan semangat kejujuran dan
keadilan. Sebagai warga yang bertanggung jawab dari komunitas lokal, nasional,
regional dan global dimana mereka beroperasi.
2.  Prinsip 2. Dampak Ekonomis dan Sosial dari Bisnis : Menuju Inovasi,
Keadilan dan Komunitas Dunia
Organisasi-organisasi bisnis yang didirikan di luar negeri untuk membangun,
memproduksi atau menjual juga harus memberi sumbangan pada pembangunan
sosial negara-negara itu dengan menciptakan lapangan kerja yang produktif dan
membantu meningkatkan daya beli warga negara setempat. Organisasi-organisasi
bisnis harus juga menyumbang pada hak-hak azasi manusia, pendidikan,
kesejahteraan dan vitalisasi negara-negara tempat mereka beroperasi.
Organisasi-organisasi bisnis harus menyumbang pada pembangunan ekonomi dan
sosial tidak hanya di negara-negara tempat mereka beroperasi, tetapi juga bagi
komunitas dunia pada umumnya, melalui penggunaan sumber-sumber secara efektif
dan bijaksana, kompetisi yang bebas dan adil, serta penekanan pada inovasi di
bidang teknologi, metode-metode produksi, pemasaran dan komunikasi.
3. Prinsip 3. Perilaku Bisnis : Dari Hukum Tersurat ke Semangat Saling Percaya
Dengan tetap mengakui keabsahan rahasia-rahasia dagang, organisasi-organisasi
bisnis haruslah menyadari bahwa kelurusan hati, ketulusan, kejujuran, sikap
memegang teguh janji, dan transparansi, bermanfaat tidak hanya bagi kredibilitas
dan stabilitas bisnis sendiri, tetapi juga bagi kelancaran dan efisiensi transaksi-
transaksi bisnis, khususnya pada tingkat internasional.
4. Prinsip 4. Sikap Menghormati Aturan
Untuk menghindari konflik-konflik dagang dan untuk menggalakkan perdagangan
yang lebih bebas, kondisi-kondisi adil dalam persaingan, perlakuan yang seimbang
dan adil bagi seluruh partisipan, organisasi-organisasi bisnis wajib menghormati
aturan-aturan internasional dan domestik. Disamping itu, bisnispun harus menyadari
bahwa perilaku-perilaku tertentu, biarpun tidak melanggar aturan, tetap saja dapat
menimbulkan akibat-akibat yang tidak diinginkan. 
5. Prinsip 5. Dukungan Bagi Perdagangan Multilateral, Organisasi-organisasi
bisnis wajib mendukung sistem perdagangan multilateral dari GATT/WTO serta
kesepakatan-kesepakatan internasional serupa. Mereka wajib bekerja sama dalam
upaya-upaya untuk memajukan liberalisasi perdagangan yang progresif dan sesuai
dengan akal sehat dan untuk mengendurkan ketentuan-ketentuian domestik yang
secara tidak masuk akal menghambat perniagaan global, dengan tetap menghormati
tujuan-tujuan kebijaksanaan nasional. 
6. Prinsip 6. Sikap Hormat Bagi Lingkungan Alam, Bisnis wajib melindungi dan,
dimana mungkin, meningkatkan lingkungan alam, mendukung pembangunan yang
berkelanjutan, dan mencegah terjadinya pemborosan sumber-sumber daya alam.
7. Prinsip 7. Menghindari Operasi-Operasi Yang Tidak Etis
Bisnis wajib untuk tidak berpartisipasi dalam atau menutup mata terhadap
penyuapan, pencucian uang (money laundering), atau praktek-praktek korup
lainnya, bahkan bisnis wajib untuk menjalin kerjasama dengan pihak-pihak lain untuk
membasmi praktek-praktek itu. Bisnis wajib untuk tidak memperdagangkan senjata
atau barang-barang lain yang diperuntukkan bagi kegiatan-kegiatan teroris,
perdagangan obat bius, atau kejahatan terorganisasi lainnya.

Norma-Norma Moral yang Umum Pada Taraf Internasional?


Richard De George menjelaskan bahwa terdapat tiga hal yang harus kita lakukan
jika di bidang bisnis norma-norma moral di negara lain berbeda dengan norma-
norma yang kita anut, yaitu:
1. Menyesuaikan diri
Seperti peribahasa Indonesia: “Dimana bumi berpijak, disana langit
dijunjung”. Maksudnya adalah kalau sedang mengadakan kegiatan ditempat lain
bisnis harus menyesuaikan diri dengan norma-norma yang berlaku di tempat itu.
Diterapkan di bidang moral, pandangan ini mengandung relativisme ekstrem.
2. Rigorisme moral
Yang di maksud dengan rigorisme moral adalah mempertahankan kemurnian
etika yang sama seperti di negeri sendiri. De George mengatakan bahwa
perusahaan di luar negeri hanya boleh melakukan apa yang boleh dilakukan di
negaranya sendiri dan justru tidak boleh menyesuaikan diri dengan norma etis yang
berbeda di tempat lain. Kebenaran yang dapat ditemukan dalam pandangan
rigorisme moral ini adalah bahwa kita harus konsisten dalam perilaku moral kita.
Norma-norma etis memang bersifat umum. Yang buruk di satu tempat tidak mungkin
menjadi baik dan terpuji di tempat lain.
3. Imoralisme naif
Menurut pandangan ini, dalam bisnis internasional tidak perlu kita berpegang
pada norma-norma etika. Memang kita harus memenuhi ketentuan-ketentuan hukum
tetapi selain itu, kita tidak terikat oleh norma-norma moral. Malah jika perusahaan
terlalu memperhatikan etika, ia berada dalam posisi yang merugikan, karena daya
saingnya akan terganggu. Perusahaan-perusahaan lain yang tidak begitu scrupulous
dengan etika akan menduduki posisi yang lebih menguntungkan. Sebagai argumen
untuk mendukung sikap itu sering dikemukakan: “semua perusahaan melakukan hal
itu”.

10 aturan internasional yang mengatur keberlangsungan Korporasi


Multinasional (KMN) : ( George Rule)
1. Korporasi multinasional tidak boleh dengan sengaja mengakibatkan kerugian
langsung.
2. Korporasi multinasional harus menghasilkan lebih banyak manfaat daripada
kerugian bagi negara dimana mereka beroperasi.
3. Dengan kegiatannya korporasi multinasional itu harus memberi kontribusi
kepada pembangunan negara di mana ia beropeasi.
4. Korporasi multinasional harus menghormati Hak Asasi Manusia dari semua
karyawannya.
5. Sejauh kebudayaan setempat tidak melanggar norma-norma etis, korporasi
multinasional harus menghormati kebudayaan lokal itu dan bekerja sama
dengannya, bukan menentangnya.
6. Korporasi multinasional harus membayar pajak yang fair.
7. Korporasi multinasional harus bekerja sama dengan pemerintah setempat
dalam mengembangkan dan menegakan background institutions yang tepat.
8. Negara yang memiliki banyak mayoritas saham sebuah perusahaan harus
memikul tanggung jawab moral atas kegiatan dan kegagalan perusahaan tersebut.
9. Jika suatu korporasi multinasional membangun pabrik yang beresiko tinggi, ia
wajib supaya pabrik itu aman dan dioperasikan dengan aman.
10. Dalam mengalihkan teknologi beresiko tinggi kepada negara berkembang,
korporasi multinasional wajib merancangkembali sebuah teknologi demikian rupa,
sehingga dapat dipakai dengan aman dalam negara baru yang belum
berpengalaman.

Lingkungan Perusahaan

1. Stockholders
 Para pemegang saham dalam sebuah perusahaan dikenal juga dengan
sebutan stockholders. Pemegang saham mendapatkan bagian tertentu dari hasil
saham yang dijual oleh perusahaan yang telah melakukan listing di bursa saham.
 Perusahaan pada umumnya memiliki tujuan memperoleh keuntungan yang
maksimal dengan penggunaan biaya yang minimal.
 Sebelum etika bisnis menjadi perhatian dalam lingkungan perusahaan.
Banyak cara-cara dilakukan agar perusahaan dapat memperoleh keuntungan yang
besar tanpa harus memikirkan keadaan sekitar atau dampak dari proses industri
terhadap lingkungan.
 Seiring dengan kemajuan pola pikir manusia, hal tersebut menjadi sebuah
pemikiran yang harus dicari jalan keluarnya. Pengrusakan lingkungan yang
dilakukan oleh perusahaan atau industri memunculkan gerakan-gerakan sadar
lingkungan yang dibentuk oleh sekelompok orang untuk mencegah terjadinya
kerusakan lingkungan yang lebih parah oleh para pelaku industri.

2. Stakeholders
 Istilah ini muncul dari asal kata stockholders. Dimana bentuk kata ini timbul
sebagai kritikan dasar atas tindakan perusahaan yang terlalu mementingkan
kepentingan pemegang saham.
 Stakeholders merupakan pihak-pihak yang terkait dengan kepentingan
perusahaan.
 Stockholders sendiri merupakan bagian daripada stakeholders.
 Para pemegang saham sendiri sebagai pemilik kepentingan diperusahaan
menginginkan perusahaan nya untuk selalu memberikan kinerja maksimal yang
ditunjukkan melalui perolehan profit perusahaan.
 Dengan profit yang ada, maka para pemegang saham akan mendapatkan
pembagian dividen yang besar pula. Karena dengan membeli saham sebuah
perusahaan, maka para pemegang saham tentu mengharapkan pembagian dividen
sebagai hasil keuntungan perusahaan.
3. Whisteblowing
Dalam lingkungan perusahaan juga dikenal salah satu tindakan yang berkaitan
dengan pelaksanaan etika bisnis.
 Whistle-blowing merupakan sebuah tindakan yang dilakukan oleh perorangan
untuk memberitahukan informasi tertentu kepada masyarakat atau pihak yang
berwenang untuk melakukan tindakan terhadap pelanggaran-pelanggaran yang
telah dilakukan oleh perusahaan terkait.
 Pada dasarnya whistle-blower melakukan tindakan yang bertujuan untuk
menghentikan atau meluruskan kembali arah dan tujuan perusahaan tempat nya
bekerja.
 Perorangan ini berpendapat bahwa tindakan atau kegiatan yang dilakukan
perusahaan nya sudah melampaui batas-batas etika dan tujuan dari perusahaan
sudah melenceng dari yang sebelumnya.
Mengabaikan sejumlah peraturan-peraturan yang telah ditentukan oleh pihak
berwenang (regulasi pemerintah) dan juga mengabaikan keselamatan karyawan
atau masyarakat sekitar menjadi dasar munculnya tindakan whistle-blowing.
Whistle-Blower
1. Lingkungan Internal
Dalam lingkungan internal kasus whistle-blowing sering terjadi ketika perusahaan
sudah mulai mengabaikan keselamatan para karyawannya hanya untuk menekan
biaya produksi.
Pada umumnya tindakan ini dilakukan oleh perorangan yang merasa bahwa apa
yang dilakukan oleh perusahaan sudah tidak sesuai dengan standar keselamatan
pekerja dan juga hal tersebut dibiarkan berlarut-larut oleh perusahaan dan bahkan
terburuknya sampai jatuh korban.
Contoh:
Dalam perusahaan industri kimia, pengolahan proses produksi selalu berkaitan
dengan bahan kimia yang berbahaya. Standar pekerja berada dalam ruangan
tertentu yang bersentuhan langsung dengan produk kimia berbahaya adalah 4-6 jam
dalam ruangan, setelah kurun waktu tersebut pihak perusahaan harus melakukan
pergantian jam kerja dengan karyawan lain.
Munculnya biaya yang lebih besar karena pergantian jam kerja tersebut membuat
perusahaan enggan melakukannya, bahkan memaksa karyawannya untuk tetap
bekerja secara terus menerus tanpa pergantian.

2. Lingkungan Eksternal
Dalam ruang lingkup eksternal biasanya terkait dengan hasil buangan industri, baik
itu berupa limbah cair yang dibuang ke lingkungan sekitar atau berupa polusi udara
yang dihasilkan oleh perusahaan terkait.
Whistle-blower melihat situasi dimana tindakan yang dilakukan oleh perusahaan
dalam mengolah hasil buangan industri tidak sesuai dengan yang telah diatur oleh
regulasi pihak berwenang.
Tindakan ini bahkan sudah menimbulkan dampak yang sangat berbahaya bagi
lingkungan, misalnya pencemaran sumber air, polusi udara yang sampai pada
tingkat yang membahayakan lingkungan dan masyarakat sekitar.
Menurut Tim Barnett (1992) ada beberapa kebijakan minimum yang harus terpenuhi
dalam tindakan whistleblowing:
1. Pernyataan yang jelas bahwa karyawan yang mengetahui kemungkinan
kesalahan dalam organisasi memiliki tanggung jawab untuk mengungkapkan
informasi tersebut kepada pihak-pihak yang sesuai di dalam organisasi;
2. Penunjukan individu atau kelompok tertentu di luar rantai komando organisasi
sebagai penerima keluhan
3. Jaminan bahwa karyawan dengan itikad baik bersedia mengungkapkan
kesalahan yang dilakukan oleh organisasi kepada pihak-pihak penerima keluhan di
dalam organisasi akan terlindungi dari konsekuensi pekerjaan yang merugikan;
4. Pembentukan proses investigasi yang adil dan tidak memihak
Kepentingan praktis dalam tindakan whistleblowing: (Tim Barnett:1992)1.
Ketidakmampuan dalam melakukan kesalahan.
Seorang eksekutif, berbicara tentang kebijakan apa yang dimiliki perusahaannya
tentang whistleblowing:
"Kami tidak memiliki aturan apapun tentang itu, kami tidak memerlukannya di
perusahaan kami, karena tidak ada yang melakukan kesalahan disini."
Hal ini tentunya merupakan pandangan yang naif mengingat apa yang kita pahami
tentang keadaan perilaku etis dalam bisnis dan pemerintahan. Sebuah kesalahan,
hampir pasti akan terjadi dan dari kesalahan tersebut ada karyawan yang ingin
berusaha menghentikannya. Aturan Whistleblowing yang menyediakan mekanisme
perlindungan menjadi penting bagi karyawan yang ingin mempertahankan kondisi
etika yang baik dalam perusahaan.
 
 2. Meningkatnya kesadaran terhadap whistleblowing.Ada beberapa hal yang
dianggap sebagai alasan meningkatnya tindakan whistleblowing:
 Pertama, permasalahan tindakan tidak etis yang sering terjadi dalam
lingkungan bisnis dan pemerintah.
 Kedua, masyarakat percaya bahwa dengan melakukan whistleblowing
merupakan tindakan untuk meningkatkan perilaku yang lebih etis.
 Ketiga, kompleksitas dalam dunia bisnis yang semakin beragam.
 3. Tindakan balas dendam semakin tidak efektif.
 Organisasi yang melakukan tindakan hukuman atau membujuk karyawan
untuk tetap diam atau tidak melakukan apa-apa ketika melihat hal-hal yang
bertentangan dengan etika, hanya akan mendapatkan perlawanan dari karyawan
bersangkutan. Karyawan akan mencari cara untuk bisa mengungkapkan
pelanggaran-pelanggaran tidak etis yang sudah dilakukan oleh perusahaan,
sehingga perbuatan perusahaan untuk membalas karyawan yang melakukan hal
tersebut akan berakhir sia-sia.

4. Potensi untuk perubahan secara internal.


 Kebijakan whistleblowing menawarkan kesempatan untuk perubahan secara
internal terhadap isu-isu sensitif. Karyawan yang memberikan laporan terkait isu-isu
atau masalah etika secara internal terlebih dulu akan memberi organisasi
kesempatan untuk menyelidiki masalahnya secara internal sebelum muncul keluar.
Jika hasil penyelidikan secara internal mampu mengungkapkan masalah yang ada
dan mampu diselesaikan secara internal, maka hal ini akan jauh lebih baik bagi
organisasi daripada masalah yang ada sampai ke publik.

Etika dan Profit


 
 Etika dan profit merupakan sebuah hubungan yang tidak biasa dan
cenderung dianggap bersebrangan.
 Dalam konsep bisnis maksimalisasi profit merupakan tujuan utama yang
harus dicapai oleh perusahaan, sedangkan keterlibatan etika hanya akan
mengurangi keuntungan perusahaan.
 Pandangan ini tentu berlaku bagi perusahaan-perusahaan yang hanya
memikirkan profit sebagai target utama mereka, dan kebanyakan perusahaan yang
menggunakan cara-cara tidak etis dalam jangka panjang akan mengalami kerugian
bahkan sampai kepada arah kebangkrutan. 
 Perusahaan harus mulai mengurangi kebiasaan yang hanya fokus pada
mencari keuntungan semaksimal mungkin dalam laporan keuangannya. 
 Barrack obama menyampaikan dalam sesi pidatonya dengan para petinggi
perusahaan di Amerika yaitu: “Sebagai seorang direktur utama dalam perusahaan,
kita harus mulai berhenti mengajukan pertanyaan-pertanyaan seperti, Apakah ini
menguntungkan kita?; atau, Apakah ini akan menambah bonus untuk kita?; tapi
mulailah bertanya, Apakah tindakan ini benar?” 
 Hal ini tentunya sudah menjadi pandangan umum bahwa para pelaku bisnis
selalu berusaha memaksimalkan keuntungan yang ada, dan etika menjadi hal yang
dianggap tidak sejalan dengan konsep keuntungan, sehingga etika seperti menjadi
barang mahal dalam dunia bisnis.
Beberapa contoh kegiatan bisnis yang dilakukan oleh perusahaan yang hanya
mengutamakan keuntungan :
• Menggunakan tenaga kerja dibawah umur (tidak sesuai UUD)
• Diskriminasi tenaga kerja
• Tidak menjamin keselamatan kerja
• Upah dibawah ketentuan
• Kelayakan tempat kerja   

Tidak hanya pihak perusahaan, pihak karyawan pun kerap melakukan tindakan
tidak etis yang dapat merugikan perusahaan.
Contoh kegiatan tidak etis karyawan yang merugikan perusahaan:
• Menggunakan fasilitas kantor untuk keperluan pribadi
• Memalsukan angka pada sebuah transaksi (mark up harga)
• Memalsukan kualitas barang dengan yang seharusnya
• Transaksi gelap dengan vendor perusahaan

Aspek-Aspek Etis Dari Korporasi Multinasional


Yang dimaksud dengan korporasi multinasional adalah perusahaan yang
mempunyai investasi langsung dalam dua negara atau lebih. Jadi perusahaan yang
mempunyai hubungan dagang dengan luar negeri, dengan demikian belum
mencapai status korporasi multinasional (KMN), tetapi perusahaan yang memiliki
pabrik di beberapa negara termasuk di dalamnya. Kita semua mengenal KMN
seperti Coca-Cola, Johnson & Johnson, AT & T, General Motors, IBM, Mitsubishi,
Toyota, Sony, Philips, Unilever yang mempunyai kegiatan di seluruh dunia dan
menguasai nasib jutaan orang.
Karena memiliki kekuatan ekonomis yang sering kali sangat besar dan karena
beroperasi di berbagai tempat yang berbeda dan sebab itu mempunyai mobilitas
tinggi, KMN  menimbulkan masalah-masalah etis sendiri. Di sini kita membatasi diri
pada masalah-masalah yang berkaitan dengan negara-negara berkembang. Tentu
saja, negara-negara berkembang sudah mengambil berbagi tindakan untuk
melindungi diri. Misalnya, mereka tidak mengijinkan masuk KMN yang bisa merusak
atau melemahkan suatu industri dalam negeri. Beberapa negara berkembang hanya
mengijinkan KMN membuka suatu usaha di wilayahnya, jika mayoritas saham
(sekurang-kurangnya 50,1%) berada dalam tangan warga negara setempat.
Karena kekosongan hukum pada taraf internasional, kesadaran etis bagi KMN lebih
mendesak lagi. De George merumuskan sepuluh aturan etis yang dianggap paling
mendesak dalam konteks ini. Tujuh norma pertama berlaku untuk semua KMN,
sedangkan tiga aturan terakhir terutama dirumuskan untuk industri berisiko khusus
seperti pabrik kimia atau instalasi nuklir. Sepuluh aturan itu adalah:
1. Korporasi Multinasional tidak boleh dengan segaja mengakibatkan kerugian
langsung.
2. Korporasi Multinasional harus menghasilkan lebih banyak manfaat daripada
kerugian bagi negara di mana mereka beroperasi.
3. Dengan kegiatannya, Korporasi Multinasional itu harus memberi konstribusi
kepada pembangunan negara di mana ia beroperasi.
4. Korporasi Multinasional harus menghormati Hak Asasi Manusia dari semua
karyawannya.
5. Sejauh kebudayaan setempat tidak melanggar norma-norma etis, Korporasi
Multinasional harus menghormati kebudayaan lokal itu dan bekerja sama
dengannya, bukan menentangnya.
6. Korporasi Multinasional harus membayar pajak yang “fair”.
7. Korporasi Multinasional harus bekerja sama dengan pemerintah setempat
dalam mengembangkan dan menegakkan “background institutions” yang tepat.
8. Jdhsa
9. Jika suatu Korporasi Multinasional membangun pabrik yang berisiko tinggi, ia
wajib menjaga supaya pabrik itu aman dan dioperasikan dengan aman.
10. Dalam mengalihkan teknologi berisiko tinggi kepada negara berkembang,
Korporasi Multinasional wajib merancang kembali sebuah teknologi demikian rupa,
sehingga dapat dipakai dengan aman dalam negara baru yang belum
berpengalaman.

Masalah Korupsi Pada Taraf Internasional


Korupsi dalam bisnis tentu tidak hanya terjadi pada taraf internasional, namun
perhatian yang diberikan kepada masalah korupsi dalam literatur etika bisnis
terutama diarahkan kepada konteks internasional. Masalah korupsi dapat
menimbulkan kesulitan moral besar bagi bisnis internasional, karena di negara satu
bisa saja dipraktekkan apa yang tidak mungkin diterima di negara lain. Berdasarkan
pemikiran De George, terdapat empat alasan mengapa praktek suap harus
dianggap tidak bermoral.
a)        Alasan pertama dan paling penting adalah bahwa praktek suap itu melanggar etika
pasar. Kalau kita terjun dalam dunia bisnis yang didasarkan pada prinsip ekonomi
pasar, dengan sendirinya kita mengikat diri untuk berpegang pada aturan-aturan
mainnya. Pasar ekonomi merupakan kancah kompetisi yang terbuka. Hal itu
mengakibatkan antara lain bahwa harga produk merupakan buah hasil dari
pertarungan daya-daya pasar. Dengan praktek suap, daya-daya pasar dilumpuhkan
dan para pesaing mempunyai produk sama baik dengan harga lebih
menguntungkan, tidak sedikit pun dapat mempengaruhi proses penjualan. Karena
itu baik yang memberi suap maupun yang menerimanya berlaku kurang fair
terhadap orang bisnis lain. Pasar yang didistorsi oleh praktek suap adalah pasar
yang tidak efisien. Karena praktek suap itu, pasar tidak berfungsi seperti semestinya.

Anda mungkin juga menyukai