Kode etik internasional pertama di bidang bisnis adalah ”The Caux Round-
Table Principles for Business” yang disepakati pada tahun 1994 oleh eksekutif
puncak dari berbagai perusahaan multinasional dari Jepang, Eropa dan Amerika
Serikat (seperti Matsuhita, Philips, Ciba-Geigy, Cummins, 3M dan Honeywell).
Prinsip Caux berakar pada dua nilai ideal dasar dalam etika, yaitu konsep
Jepang “kyosei” yang berarti hidup dan bekerja bersama-sama demi kesejahteraan
umum, dan konsep barat “human dignity” (martabat manusia) yang mengacu pada
kesucian atau bernilainya setiap pribadi sebagai tujuan, tidak semata-mata sebagai
sarana untuk mewujudkan tujuan-tujuan orang lain atau bahkan untuk
melaksanakan kehendak mayoritas.
Prinsip-prinsip umum dari ”The Caux Round-Table Principles for Business”
adalah sebagai berikut (dikutip dari Nugroho, 2001):
1. Prinsip 1. Tanggung Jawab Bisnis Dari “Shareholders” ke “Stakeholders”,
Nilai organisasi bisnis bagi masyarakat ialah kekayaan dan lapangan kerja yang
diciptakannya serta produk dan jasa yang dipasarkan kepada konsumen dengan
harga wajar yang sebanding dengan mutu. Untuk mampu menciptakan nilai itu,
sebuah organisasi bisnis haruslah mempertahankan kesehatan dan kelangsungan
hidupnya, namun kelangsungan hidup bukanlah tujuan yang mencukupi.Bisnis
memainkan peranan untuk meningkatkan kehidupan semua pelanggan, karyawan
dan pemegang saham dengan membagikan kekayaan yang diciptakannya. Para
pemasok dan pesaingpun berharap bahwa organisasi-organisasi bisnis
menghormati kewajiban-kewajiban mereka dengan semangat kejujuran dan
keadilan. Sebagai warga yang bertanggung jawab dari komunitas lokal, nasional,
regional dan global dimana mereka beroperasi.
2. Prinsip 2. Dampak Ekonomis dan Sosial dari Bisnis : Menuju Inovasi,
Keadilan dan Komunitas Dunia
Organisasi-organisasi bisnis yang didirikan di luar negeri untuk membangun,
memproduksi atau menjual juga harus memberi sumbangan pada pembangunan
sosial negara-negara itu dengan menciptakan lapangan kerja yang produktif dan
membantu meningkatkan daya beli warga negara setempat. Organisasi-organisasi
bisnis harus juga menyumbang pada hak-hak azasi manusia, pendidikan,
kesejahteraan dan vitalisasi negara-negara tempat mereka beroperasi.
Organisasi-organisasi bisnis harus menyumbang pada pembangunan ekonomi dan
sosial tidak hanya di negara-negara tempat mereka beroperasi, tetapi juga bagi
komunitas dunia pada umumnya, melalui penggunaan sumber-sumber secara efektif
dan bijaksana, kompetisi yang bebas dan adil, serta penekanan pada inovasi di
bidang teknologi, metode-metode produksi, pemasaran dan komunikasi.
3. Prinsip 3. Perilaku Bisnis : Dari Hukum Tersurat ke Semangat Saling Percaya
Dengan tetap mengakui keabsahan rahasia-rahasia dagang, organisasi-organisasi
bisnis haruslah menyadari bahwa kelurusan hati, ketulusan, kejujuran, sikap
memegang teguh janji, dan transparansi, bermanfaat tidak hanya bagi kredibilitas
dan stabilitas bisnis sendiri, tetapi juga bagi kelancaran dan efisiensi transaksi-
transaksi bisnis, khususnya pada tingkat internasional.
4. Prinsip 4. Sikap Menghormati Aturan
Untuk menghindari konflik-konflik dagang dan untuk menggalakkan perdagangan
yang lebih bebas, kondisi-kondisi adil dalam persaingan, perlakuan yang seimbang
dan adil bagi seluruh partisipan, organisasi-organisasi bisnis wajib menghormati
aturan-aturan internasional dan domestik. Disamping itu, bisnispun harus menyadari
bahwa perilaku-perilaku tertentu, biarpun tidak melanggar aturan, tetap saja dapat
menimbulkan akibat-akibat yang tidak diinginkan.
5. Prinsip 5. Dukungan Bagi Perdagangan Multilateral, Organisasi-organisasi
bisnis wajib mendukung sistem perdagangan multilateral dari GATT/WTO serta
kesepakatan-kesepakatan internasional serupa. Mereka wajib bekerja sama dalam
upaya-upaya untuk memajukan liberalisasi perdagangan yang progresif dan sesuai
dengan akal sehat dan untuk mengendurkan ketentuan-ketentuian domestik yang
secara tidak masuk akal menghambat perniagaan global, dengan tetap menghormati
tujuan-tujuan kebijaksanaan nasional.
6. Prinsip 6. Sikap Hormat Bagi Lingkungan Alam, Bisnis wajib melindungi dan,
dimana mungkin, meningkatkan lingkungan alam, mendukung pembangunan yang
berkelanjutan, dan mencegah terjadinya pemborosan sumber-sumber daya alam.
7. Prinsip 7. Menghindari Operasi-Operasi Yang Tidak Etis
Bisnis wajib untuk tidak berpartisipasi dalam atau menutup mata terhadap
penyuapan, pencucian uang (money laundering), atau praktek-praktek korup
lainnya, bahkan bisnis wajib untuk menjalin kerjasama dengan pihak-pihak lain untuk
membasmi praktek-praktek itu. Bisnis wajib untuk tidak memperdagangkan senjata
atau barang-barang lain yang diperuntukkan bagi kegiatan-kegiatan teroris,
perdagangan obat bius, atau kejahatan terorganisasi lainnya.
Lingkungan Perusahaan
1. Stockholders
Para pemegang saham dalam sebuah perusahaan dikenal juga dengan
sebutan stockholders. Pemegang saham mendapatkan bagian tertentu dari hasil
saham yang dijual oleh perusahaan yang telah melakukan listing di bursa saham.
Perusahaan pada umumnya memiliki tujuan memperoleh keuntungan yang
maksimal dengan penggunaan biaya yang minimal.
Sebelum etika bisnis menjadi perhatian dalam lingkungan perusahaan.
Banyak cara-cara dilakukan agar perusahaan dapat memperoleh keuntungan yang
besar tanpa harus memikirkan keadaan sekitar atau dampak dari proses industri
terhadap lingkungan.
Seiring dengan kemajuan pola pikir manusia, hal tersebut menjadi sebuah
pemikiran yang harus dicari jalan keluarnya. Pengrusakan lingkungan yang
dilakukan oleh perusahaan atau industri memunculkan gerakan-gerakan sadar
lingkungan yang dibentuk oleh sekelompok orang untuk mencegah terjadinya
kerusakan lingkungan yang lebih parah oleh para pelaku industri.
2. Stakeholders
Istilah ini muncul dari asal kata stockholders. Dimana bentuk kata ini timbul
sebagai kritikan dasar atas tindakan perusahaan yang terlalu mementingkan
kepentingan pemegang saham.
Stakeholders merupakan pihak-pihak yang terkait dengan kepentingan
perusahaan.
Stockholders sendiri merupakan bagian daripada stakeholders.
Para pemegang saham sendiri sebagai pemilik kepentingan diperusahaan
menginginkan perusahaan nya untuk selalu memberikan kinerja maksimal yang
ditunjukkan melalui perolehan profit perusahaan.
Dengan profit yang ada, maka para pemegang saham akan mendapatkan
pembagian dividen yang besar pula. Karena dengan membeli saham sebuah
perusahaan, maka para pemegang saham tentu mengharapkan pembagian dividen
sebagai hasil keuntungan perusahaan.
3. Whisteblowing
Dalam lingkungan perusahaan juga dikenal salah satu tindakan yang berkaitan
dengan pelaksanaan etika bisnis.
Whistle-blowing merupakan sebuah tindakan yang dilakukan oleh perorangan
untuk memberitahukan informasi tertentu kepada masyarakat atau pihak yang
berwenang untuk melakukan tindakan terhadap pelanggaran-pelanggaran yang
telah dilakukan oleh perusahaan terkait.
Pada dasarnya whistle-blower melakukan tindakan yang bertujuan untuk
menghentikan atau meluruskan kembali arah dan tujuan perusahaan tempat nya
bekerja.
Perorangan ini berpendapat bahwa tindakan atau kegiatan yang dilakukan
perusahaan nya sudah melampaui batas-batas etika dan tujuan dari perusahaan
sudah melenceng dari yang sebelumnya.
Mengabaikan sejumlah peraturan-peraturan yang telah ditentukan oleh pihak
berwenang (regulasi pemerintah) dan juga mengabaikan keselamatan karyawan
atau masyarakat sekitar menjadi dasar munculnya tindakan whistle-blowing.
Whistle-Blower
1. Lingkungan Internal
Dalam lingkungan internal kasus whistle-blowing sering terjadi ketika perusahaan
sudah mulai mengabaikan keselamatan para karyawannya hanya untuk menekan
biaya produksi.
Pada umumnya tindakan ini dilakukan oleh perorangan yang merasa bahwa apa
yang dilakukan oleh perusahaan sudah tidak sesuai dengan standar keselamatan
pekerja dan juga hal tersebut dibiarkan berlarut-larut oleh perusahaan dan bahkan
terburuknya sampai jatuh korban.
Contoh:
Dalam perusahaan industri kimia, pengolahan proses produksi selalu berkaitan
dengan bahan kimia yang berbahaya. Standar pekerja berada dalam ruangan
tertentu yang bersentuhan langsung dengan produk kimia berbahaya adalah 4-6 jam
dalam ruangan, setelah kurun waktu tersebut pihak perusahaan harus melakukan
pergantian jam kerja dengan karyawan lain.
Munculnya biaya yang lebih besar karena pergantian jam kerja tersebut membuat
perusahaan enggan melakukannya, bahkan memaksa karyawannya untuk tetap
bekerja secara terus menerus tanpa pergantian.
2. Lingkungan Eksternal
Dalam ruang lingkup eksternal biasanya terkait dengan hasil buangan industri, baik
itu berupa limbah cair yang dibuang ke lingkungan sekitar atau berupa polusi udara
yang dihasilkan oleh perusahaan terkait.
Whistle-blower melihat situasi dimana tindakan yang dilakukan oleh perusahaan
dalam mengolah hasil buangan industri tidak sesuai dengan yang telah diatur oleh
regulasi pihak berwenang.
Tindakan ini bahkan sudah menimbulkan dampak yang sangat berbahaya bagi
lingkungan, misalnya pencemaran sumber air, polusi udara yang sampai pada
tingkat yang membahayakan lingkungan dan masyarakat sekitar.
Menurut Tim Barnett (1992) ada beberapa kebijakan minimum yang harus terpenuhi
dalam tindakan whistleblowing:
1. Pernyataan yang jelas bahwa karyawan yang mengetahui kemungkinan
kesalahan dalam organisasi memiliki tanggung jawab untuk mengungkapkan
informasi tersebut kepada pihak-pihak yang sesuai di dalam organisasi;
2. Penunjukan individu atau kelompok tertentu di luar rantai komando organisasi
sebagai penerima keluhan
3. Jaminan bahwa karyawan dengan itikad baik bersedia mengungkapkan
kesalahan yang dilakukan oleh organisasi kepada pihak-pihak penerima keluhan di
dalam organisasi akan terlindungi dari konsekuensi pekerjaan yang merugikan;
4. Pembentukan proses investigasi yang adil dan tidak memihak
Kepentingan praktis dalam tindakan whistleblowing: (Tim Barnett:1992)1.
Ketidakmampuan dalam melakukan kesalahan.
Seorang eksekutif, berbicara tentang kebijakan apa yang dimiliki perusahaannya
tentang whistleblowing:
"Kami tidak memiliki aturan apapun tentang itu, kami tidak memerlukannya di
perusahaan kami, karena tidak ada yang melakukan kesalahan disini."
Hal ini tentunya merupakan pandangan yang naif mengingat apa yang kita pahami
tentang keadaan perilaku etis dalam bisnis dan pemerintahan. Sebuah kesalahan,
hampir pasti akan terjadi dan dari kesalahan tersebut ada karyawan yang ingin
berusaha menghentikannya. Aturan Whistleblowing yang menyediakan mekanisme
perlindungan menjadi penting bagi karyawan yang ingin mempertahankan kondisi
etika yang baik dalam perusahaan.
2. Meningkatnya kesadaran terhadap whistleblowing.Ada beberapa hal yang
dianggap sebagai alasan meningkatnya tindakan whistleblowing:
Pertama, permasalahan tindakan tidak etis yang sering terjadi dalam
lingkungan bisnis dan pemerintah.
Kedua, masyarakat percaya bahwa dengan melakukan whistleblowing
merupakan tindakan untuk meningkatkan perilaku yang lebih etis.
Ketiga, kompleksitas dalam dunia bisnis yang semakin beragam.
3. Tindakan balas dendam semakin tidak efektif.
Organisasi yang melakukan tindakan hukuman atau membujuk karyawan
untuk tetap diam atau tidak melakukan apa-apa ketika melihat hal-hal yang
bertentangan dengan etika, hanya akan mendapatkan perlawanan dari karyawan
bersangkutan. Karyawan akan mencari cara untuk bisa mengungkapkan
pelanggaran-pelanggaran tidak etis yang sudah dilakukan oleh perusahaan,
sehingga perbuatan perusahaan untuk membalas karyawan yang melakukan hal
tersebut akan berakhir sia-sia.
Tidak hanya pihak perusahaan, pihak karyawan pun kerap melakukan tindakan
tidak etis yang dapat merugikan perusahaan.
Contoh kegiatan tidak etis karyawan yang merugikan perusahaan:
• Menggunakan fasilitas kantor untuk keperluan pribadi
• Memalsukan angka pada sebuah transaksi (mark up harga)
• Memalsukan kualitas barang dengan yang seharusnya
• Transaksi gelap dengan vendor perusahaan