Tugas IniDisusun Untuk Memenuhi Tugas Resume Etika Bisnis yang Diampu Oleh
Oleh :
AKUNTANSI
UNIVERSITAS BRAWIJAYA
2019
Etika Dalam Bisnis Internasional
Karena memiliki kekuatan ekonomis yang sering kali sangat besar dan karena beroperasi di
berbagai tempat yang berbeda dan sebab itu mempunyai mobilitas tinggi, KMN menimbulkan
masalah-masalah etis sendiri. Di sini kita membatasi diri pada masalah-masalah yang berkaitan
dengan negara-negara berkembang. Tentu saja, negara-negara berkembang sudah mengambil
berbagi tindakan untuk melindungi diri. Misalnya, mereka tidak mengijinkan masuk KMN yang
bisa merusak atau melemahkan suatu industri dalam negeri. Beberapa negara berkembang hanya
mengijinkan KMN membuka suatu usaha di wilayahnya, jika mayoritas saham (sekurang-
kurangnya 50,1%) berada dalam tangan warga negara setempat.
Karena kekosongan hukum pada taraf internasional, kesadaran etis bagi KMN lebih
mendesak lagi. De George merumuskan sepuluh aturan etis yang dianggap paling mendesak
dalam konteks ini. Tujuh norma pertama berlaku untuk semua KMN, sedangkan tiga aturan
terakhir terutama dirumuskan untuk industri berisiko khusus seperti pabrik kimia atau instalasi
nuklir. Sepuluh aturan itu adalah:
8) Negara yang memiliki mayoritas sham sebuah perusahaan harus memikul tanggung
jawab moral atas kegiatan dan kegagalan perusahaan tersebut.
9) Jika suatu Korporasi Multinasional membangun pabrik yang berisiko tinggi, ia wajib
menjaga supaya pabrik itu aman dan dioperasikan dengan aman.
10) Dalam mengalihkan teknologi berisiko tinggi kepada negara berkembang, Korporasi
Multinasional wajib merancang kembali sebuah teknologi demikian rupa, sehingga
dapat dipakai dengan aman dalam negara baru yang belum berpengalaman.
Korupsi dalam bisnis tentu tidak hanya terjadi pada taraf internasional, namun perhatian yang
diberikan kepada masalah korupsi dalam literatur etika bisnis terutama diarahkan kepada konteks
internasional. Masalah korupsi dapat menimbulkan kesulitan moral besar bagi bisnis
internasional, karena di negara satu bisa saja dipraktekkan apa yang tidak mungkin diterima di
negara lain. Berdasarkan pemikiran De George, terdapat empat alasan mengapa praktek suap
harus dianggap tidak bermoral.
1. Alasan pertama dan paling penting adalah bahwa praktek suap itu melanggar etika pasar. Kalau
kita terjun dalam dunia bisnis yang didasarkan pada prinsip ekonomi pasar, dengan sendirinya
kita mengikat diri untuk berpegang pada aturan-aturan mainnya. Pasar ekonomi merupakan
kancah kompetisi yang terbuka. Hal itu mengakibatkan antara lain bahwa harga produk
merupakan buah hasil dari pertarungan daya-daya pasar. Dengan praktek suap, daya-daya pasar
dilumpuhkan dan para pesaing mempunyai produk sama baik dengan harga lebih
menguntungkan, tidak sedikit pun dapat mempengaruhi proses penjualan. Karena itu baik yang
memberi suap maupun yang menerimanya berlaku kurang fair terhadap orang bisnis lain. Pasar
yang didistorsi oleh praktek suap adalah pasar yang tidak efisien. Karena praktek suap itu, pasar
tidak berfungsi seperti semestinya.
2. Alasan kedua adalah bahwa orang yang tidak berhak, mendapatkan imbalan juga. Dalam sistem
ekonomi kita, mereka yang bekerja atau berjasa mendapat imbalan.
3. Alasan ketiga berlaku untuk banyak kasus suap di mana uang suap diberikan dalam keadaan
kelangkaan. Misalnya, dalam keadaan kekurangan kertas seorang penerbit mendapatkan
persediaan kertas baru dengan memberi uang suap. Pembagian barang langka dengan
menempuh praktek suap mengakibatkan bahwa barang itu diterima oleh orang yang tidak
berhak menerimanya, sedangkan orang lain yang berhak menjadi tidak kebagian. Hal ini jelas
bertentangan dengan asas keadilan.
Alasan terakhir adalah bahwa praktek suap mengundang untuk melakukan perbuatan tidak etis
dan ilegal lainnya. Baik perusahaan yang memberi uang suap maupun orang atau instansi yang
menerimanya tidak bisa membukukan uang suap itu seperti mestinya. Secara tidak langsung,
orang yang terlibat dalam kasus suap akan terlibat dalam perbuatan kurang etis lainnya karena
terpaksa terus-menerus harus menyembunyikan keterlibatannya.
Penutup : Peranan etika dalam bisnis
Menurut Richard De George, jika perusahaan ingin mencatat sukses dalam bisnis, maka
ia membutuhkan tiga hal pokok :
1. Produk yang baik ; guna memperoleh produk yang baik, si pebisnis dapat memanfaatkan
seluruh perangkat ilmu dan teknologi modern
2. Manajemen yang mulus ; guna mencapai manajemen yang mulus, si pebisnis dapat memaki
sepenuhnya ilmu ekonomi dan teori manajemen.
3. Etika
Selama perusahaan memiliki produk yang bermutu serta berguna untuk masyarakat dan
di samping itu dikelola dengan manajemen yang tepat di bidang produksi, finansial, sumber daya
manusia, dan lain-lain, tetapi ia tidk memiliki etika, maka kekurangan ini cepat atau lambat akan
menjadi batu sandungan baginya.
Bisnis merupakan suatu unsur penting dalam masyarakat. Bisnis merupakan suatu unsur
mutlak perlu dalam masyarakat modern. Tetapi jika merupakan suatu fenoma sosial yang begitu
hakiki, bisnis tidak dpaat dilepaskan dari aturan-aturan main yang selalu harus diterima dalam
pergaulan sosial, tetapi termasuk juga aturan-aturan moral. Namun demikian, kadang-kadang
kehadiran etika dalam bidang bisnis masih diragukan. Oleh karena itu, ada beberapa pendapat
yang perlu dipandang yang menyangkal perkaitan etika dengan bisnis.
Dalam masyarakat, sering kali beredar anggapan bahwa bisnis tidak mempunyai
hubungan dengan etika atau moralitas. Pebisnis hanya menjalankan pekerjaannya. Richard De
George menyebut pandangan ini the myth of amoral business = mitos yang mengatakan bahwa
bisnis itu amoral saja. Dalam bisnis, orang menyibukan diri dengan jual-beli, dengan membuat
produk atau menawarkan jasa, dengan merebut pasaran, dengan mencari keuntungan, tapi orang
tidak berurusan dengan etika atau moralitas. Moralitas menjadi urusan indvidiu, tetapi kegiatan
bisnis itu sendiri tidak berkaitan langsung dengan etika. Menurut De George, mitos tersebut
sekarang mulai ditinggalkan dan kini telah terbentuk keyakinan cukup mantap bahwa bisnis tidak
terlepas dari segi-segi moral. Bisnis tidak saja berurusan dengan angka penjualan atau adanya
profit pada akhir tahun anggaran. Good Business memiliki juga suatu makna moral.
Mengapa bisnis harus berlaku etis? Tekanannya disini pada kata harus. Bertanya
mengapa bisnis harus berlaku etis, sebetulnya sama dengan bertanya mengapa manusia pada
umumnya harus berlaku etis. Bisnis di sini hnya merupakan suatu bidang khusus dari kondisi
manusia yang umum. Jawaban pertama berasal dari agama, jawaban kedua muncul dari filsafat
modern, jawaban ketiga sudah ditemukan dalam filsafat yunani kuno.
Tuhan adalah hakim kita - Menurut agama, sesudah kehidupan ini manusia hidup terus
dalam dunia baka, di mana Tuhan sebagai Hakim Mahaagung akan menghukum kejahatan yang
pernah dilakukan dan mengganjar kebaikannya. Tidak mungkin disini terjadi impunity (sesuatu
dibiarkan tak terhukum). Pandangan ini didasarkan atas iman kepercayaan dan karena itu
termasuk perspektis teologis, bykan perspektif filosofis. Walaupun tentu saja diharapkan setiap
pebisnis akan dibimbing oleh iman kepercayaannya, menjadi tugas agama dan buka etika
filosofis mengajak para pemeluknya untuk tetap berpegang pada motivasi moral ini.
Kontrak Sosial - Pandangan ini melihat perilaku manusia dalam perspektif sosial. Setiap
kegiatan yang dilakukan bersama-sama dalam masyarakat, menuntut adanya norma-norma dan
nilai-nilai moral yang kita sepakati bersama. Hidup dalam masyarakat berarti mengikat diri
untuk berpegang pada norma-norma dan nilai-nilai tersebut. Kalau tidak, hidup bersama dalam
masyarakat menjadi kacau tak karuan.
Karena itu beberapa filsuf modern menganggap sebagai dasar moralitas apa yang mereka
sebut “kontrak sosial”. Umat manusia seolah-olah pernah mengadakan kontrak yang mewajibkan
setiap anggotanya untuk berpegang pada norma-norma moral. Kontrak ini mengikaat kita
sebagai manusia, sehingga tidak ada seorang pun yang bisa melepaskan diri daripadanya.
1. kode etik dapat meningkatkan kredibilitas suatu perusahaan, karena etika telah
dijadikan sebagai corporate culture. Hal itu terutama penting bagi perusahaan besar, dimana
tidak semua karyawan mengenal satu sama lain. Dengan adanya kode etik, secara intern semua
karyawan terikat dengan standare etis yang sama, sehingga akan mengambil keputusan yang
sama pula untuk kasus-kasus yang sejenis.
2. kode etik dapat membantu dalam menghilangkan grey area atau kawasan kelabu di
bidang etika. Beberapa ambiguitas moral yang sering merongrong kinerja perusahaan, dengan
demikian dapat dihindarkan.
3. kode etik dapat menjelaskan bagaimana perusahaan menilai tanggung jawab sosialnya.
Tanggung jawab sosial dalam arti negatif secara moral cukup jelas, sedangkan tanggung jawab
sosial dalam arti positif pada umumnya tidak mewajibkan perusahaan.
Namun demikian, penguraian tentang kode etik perusahaan ini akan menjadi terlalu
optimis, kalau tidak disoroti juga kelemahan besar yang menyangkut upaya melembagakan etika
dalam perusahaan ini. Membuat sebuah kode etik ternyata tidak merupakan solusi yang cukup
untuk memecahkan semua kesulitan moral bagi perusahaan. Ada beberapa kode etik yang
memiliki kritik :
1. kode etik perusahaan sering kali merupakan formalitas belaka. Fungsinya sebatas
window dressing: membuat pihak luar kagum dengan perusahaan. Dengan demikian kode etik
menjadi suatu unsur public relations saja, tanpa substansi real.
2. banyak kode etik perusahaan dirumuskan dengan terlalu umum, sehingga tidak
menunjukkan jalan keluar bagi masalah moral konkret yang dihadapi oleh perusahaan. Dengan
demikian, manfaat kode etik sangat berkurang, karena jika yang menentukan adalah keputusan
pimpinan.
3. krititk yang paling berat adalah bahwa jarang sekali tersedia enforcement untuk kode
etik perusahaan. Jarang sekali ada sanksi untuk pelanggaran. Dengan demikian kode etik menjadi
kurang efektif, karena hampir tidak dirasakan perbedaan jika ada kode etik atau tidak. Agar
efektif, kode etik harus ditegakkan juga dan untuk itu mau tidak mau diperlukan sanksinya.
Semua keberatan ini tidka menunjukkan bahwa kode etik itu sendiri tanpa arti. Kode etik
perusahaan tetap berguna untuk merumuskan standar etis yang jelas dan tegas untuk smeua
karyawan dan jangkauan tanggung jawab sosial perusahaan. Suapay usaha itu berhasil, maka ada
beberapa faktor yang dapat membantu:
1. kode etik sebaiknya dirumuskan berdasarkan masukan dari semua karyawan, sehingga
mencerminkan kesepakatan semua pihak yang terikat olehnya.
2. harus dipertimbangkan dengan teliti bidang-bidang apa dan topik-topik mana sebaiknya
tercakup oleh kode etik perusahaan.
3. kode etik perusahaan sewaktu-waktu harus direvisi dan disesuaikan dengan perkembangan
intern maupun ekstern.
4. kode etik perusahaan ditegakkan secara konsekuen dengan menerapkan sanksi. Tetapi, tentu
saja, hal itu harus dilakukan dengan fair dan adil. Harus ada prosedur juga untuk naik banding.
2. Ethical auditing
Suatu inisiatif yang menarik adalah pemeriksaan atas kinerja etis dan sosial perusahaan
oleh sebuah institut independen. Untuk menilai kinerja finansial sebuah perusahaan sudah lama
ada standar-standar accounting yang diterima secara nasional dalam suatu negara dan secara
internasional. Jika perusahaan memiliki sebuah kode etik, ethical auditing itu secara khusus
terfokuskan pada metode yang baik sekali untuk menegakkan kode etik perusahaan dengan
ikhlas dan konsekuen.
Perusahaan yang etis adalah perusahaan yang mencapai sukses juga. Good Ethics, good
business. Keyakinan ini sekarang terbentuk cukup umum. Namun demikian, hal itu tidak berarti
bahwa harapan akan sukses boleh menjadi satu-satunya motivasi atau malah motivasi utama
untuk berperilaku etis. Yang baik harus dilakukan karena hal itu baik, bukan karena membuka
jalan menuju sukses, walaupun motivasi ini tidak senantiasa perlu dihayati secara eksplisit.