Anda di halaman 1dari 14

Etika dalam Bisnis

Internasional
Etika Bisnis
D3 Manajemen Perdagangan
Sekolah Vokasi
Universitas Sebelas Maret
Pendahuluan

Perdagangan antar negara menjadi faktor


penting dalam menciptakan pergaulan
antar bangsa

Menciptakan
Globalisasi Ekonomi

Berakibat negatif :
Berakibat positif : Bisa berakhir dalam suasana konfrontasi
Perdagangan meningkatkan rasa dan permusuhan, karena mengakibatkan
persaudaraan dan kesetiakawanan diatara perang ekonomi dan perang dagang,
bangsa-bangsa melihat kepentingan-kepentingan raksasa
yang dipertaruhkan disitu
Norma Moral Umum dalam Taraf
Internasional
Apa yang harus kita lakukan jika di
bidang bisnis norma-norma moral di
negara lain berbeda dengan norma-norma
yang kita anut??????

Menyesuaikan Diri Rigorisme Moral Imoralisme Naif

Kasus : Bsinis dengan Afrika


Selatan yang Rasistis
Menyesuaikan Diri
 Menurut pandangan ini : bisnis harus menyesuaikan diri dengan norma-norma
yang berlaku di tempat itu. (when in Rome, do as the Romans do)
 Norma-norma moral penting berlaku diseluruh dunia. Sedangkan norma-norma
non moral untuk perilaku manusia bisa saja berbeda.
 Tidak mustahil dua negara memiliki hukum yang berbeda-beda.
 Untuk nilai norma moral tidak mungkin berpegang pada prinsip when in Rome,
do as the Romans do. semua negara memegang prinsip nilai moral yang hampir
sama. Misalkan tidak mungkin menipu disatu negara dilarang, namun di negara
lain diperbolehkan.
 Contoh kasus : suatu perusahaan A yang memiliki pabrik di negara B, dimana
terdapat kebiasaan membayar lebih rendah pekerja wanita daripada pria dengan
prestasi yang sama. Dari segi ekonomi, untuk perusahaan tentu menguntungkan,
namun apakah ini dibenarkan dari segi etis? Jawabannya adalah TIDAK.
Membayar gaji berdasarkan kelompok orang karena alasan yang tidak relevan
termasuk diskriminasi, dan hal ini bertentangan dengan prisip keadilan.
 Seharusnya perusahaan melontarkan kritiknya, sebab mustahil disuatu tempat
keadilan berlaku, sedangkan di tempat lain keadilan tidak dipraktekan.
Rigorisme Moral
 Menurut pandangan ini : mempertahankan kemurnian etika yang
sama seperti di negaranya sendiri.
 Perusahaan di luar negeri hanya boleh melakukan apa yang boleh
dilakukan di negaranya sendiri dan justru tidak boleh
menyesuaikan diri dengan norma etis yang berbeda ditempat lain.
Mereka berpendapat bahwa apa yang dianggap baik di negaranya
sendiri, tidak mungkin menjadi kurang baik ditempat lain.
 Kebenaran yang dapat ditemukan dalam pandangan rigorisme
moral adalah bahwa kita harus konsisten dalam perilaku moral
kita. Norma etis memang bersifat umum. Yang buruk disuatu
tempat tidak mungkinmenjadi baik dan terpuji ditempat lain.
Namun para penganut paham ini kurang memperhatikan bahwa
situasi yang berbeda turut mempengaruhi keputusan etis.
Imoralitas Naif
Menurut pandangan ini : dalam bisnis internasional
tidak perlu kita berpegang pada norma-norma etika.
Menurut mereka, mereka hanya mematuhi ketentuan-
ketentuan hukum sejauh ketentuan hukum yang
berlaku di negara bersangkutan, tetapi selain itu, kita
tidak terikat oleh norma-norma moral.
Menurut pandangan ini, jika perusahaan terlalu
memperhatikan rtika, dia berada dalam posisi yang
merugikan, karena daya saing akan terganggu.
Kasus : Bisnis di Afrika Selatan yang
Rasistis
• Dalam pandangan pertama “menyesuaikan diri” dapat
kita hargai perhatian untuk peranan situasi. Situasi
yang berbeda beda memang mempengaruhi kualitas
etis suatu perbuatan, tetapi tidak sampai
menyingkirkan sifat umum dari norma-norma moral.
• Pandangan kedua, Rigorisme Moralselalu ekstream
dalam menolak suatu situasi, sedangkan mereka
benar dengan pendapat bahwa kita tidak
meninggalkan norma-norma moral di rumah, bila kita
berangkat berbisnis ke luar negeri. Nilai-nilai moral
mempunyai sifat universal.
Lanjutan-1
• Kasus Afrika Selatan ini merupakan salah satu contoh usaha untuk
mendamaikan kedua pandangan tadi yaitu “menyesuaikan diri” dan
“rigorisme moral”.
• Afrika Selatan merupakan suatu negara yang menerapkan
diskriminasi ras dalam berbagai hal seperti dalam hal politik,
maupun kehidupan sosialnya. Sistem yang dianut adalah sistem
“apartheid”.
• Kebijakan “apartheid” di Afrika Selatan ini menimbulkan kesulitan
moral yang besar bagi perusahaan-perusahaan asing yang akan
mengadakan bisnis di sana. Mereka diwajibkan mengikuti sistem
“apartheid” juga di dalam pabrik-pabrik dan juga kantor-kantor di
Afrika Selatan. Sedangkan mengelola perusahaan atas dasar
diskriminasi merupakan tindakan tidak etis.
• Banyak perusahaan yang menghadapi dilema karena sistem ini,
apakah menajutkan atau menghentikan bisnis dengan Afrika Selatan.
Lanjutan-2
• Banyak perusahaan Barat yang berpegang pada prinsip Sullivian
yang pertama kali dipraktekan oleh perusahaan mobil Amerika,
General Motor. Perusahaan ini bersedia meneruskan bekerjasama
dengan Afrika Selatan dengan menambhakan dua syarat yaitu
pertama bahwa GM tidak akan mempraktekan undang-undang
Apartheid di dalam perusahaannya, karena dinilai tidak adil. Jadi
mereka mempraktekan ketidakpatuhan pasif. Kedua, GM akan
berusaha terus dalam kesempatan apapun di Afrika Selatan maupun
di forum internasional agar undang-undang Apartheid itu dihapus.
• Selama 10 tahun prinsip Sullvian dipraktekan ternyata tidak
berpengaruh terhadap pemerintahan yang dipegang oleh kulit putih.
Akhirnya mereka mengajak perusahaan-perusahaan di Amerika
untuk menjual perusahaan di Afrika Selatan. Ternyata Undang-
uandang Aphartheid berangsur dihapuskan.
Masalah “Dumping” dalam Bisnis
Internasional
 Dumping adalah menjual sebuah produk dalam
kuantitas besar disuatu negara lain dengan harga
dibawah harga pasar dan terkadang dibawah harga
produksi.
 Yang dirugikan dalam praktek dumping ini adalah
produsen produk sama di negara dimana dumping
dilakukan
 Yang diuntungkan adalah konsumen, setidaknya dalam
waktu jangka pendek karena dapat membeli produk
dengan harga yang murah.
Lanjutan -1
• Dumping dilakukan dengan beberapa motif, yaitu :
1. Karena produsen memiliki persediaan terlalu banyak, sehingga produsen
memutuskan untuk menjual produk dengan harga rendah.
2. Motif lebih jelek adalah berusaha untuk merebut monopoli dengan
membanting harga.
• Praktek Dumping produk itu tidak etis karena melanggar etika pasar
bebas. Kelompok bisnis yang terjun dalam bisnis internasional dengan
sendirinya melibatkan diri untuk menghormati keutuhan sistem pasar
bebas.
• Kompetisi yang adil merupakan suatu prinsip dasar dari etika pasar bebas.
• Jika dilakukan dengan tujuan memonopoli, dumping menjadi kurang etis
juga karena merugikan konsumen. Pada awalnya konsumen diuntungkan
dengan harga yang rendah, namun ketika monopoli sudah dimenangkan
maka produsen dengan mudah akan menaikan harga semaunya, yang
tentunya akan merugikan konsumen.
Lanjutan-2
• Namun suatu negara menjadi tidak etis bila menuduh negara lain
tidak etis hanya karena ingin melindungi produk dalam negerinya.
• Kriteria yang digunakan untuk menentukan ada tidaknya
dumping, yaitu :
1. Jika produsen sanggup mengekspor barang ke luar negeri
dengan harga yang murah karena membayar upah terlalu kecil
kepada karyawannya.
2. Jika faktor penyusutan aktiva sepenuhnya dibebankan pada
harga produk yang dijual di dalam negeri, sedangkan faktor itu
tidak dikalkulasikan dalam harga ekspor.
• Dalam bisnis internasional membutuhkan prosedur yang jelas
untuk memastikan adanya dumping. Dibutuhkan suatu organisasi
supranasional yang sanggup bertindak dan sekaligus diakui
sebagai wasit yang obyektif.
Aspek-Aspek Etis dari Korporasi
Multinasional
• Dalam dunia bisnis internasional dikenal dengan
koorporasi multinasional atau korporasi transnasional,
adalah perusahaan yang mempunyai investasi langsung
dalam dua negara atau lebih (perusahaan-perusahaan yang
memiliki pabrik di beberapa negara).
• Dalam hal Korporasi Multinasional (KMN) lebih
mendesak lagi tentang kesadara etis.
• Dirumuskan oleh De George bahwa ada 10 aturan etis
dalam perdagangan internasional. Tujuh aturan pertama
berlaku untuk semua KMN, tiga terakhir terutama
dirumuskan untuk industri beresiko khusus seperti pabrik
kimia dan instalasi nuklir.
10 Aturan Etis De George
1. Korporasi multinasional tidak boleh dengan sengaja mengakibatkan kerugian langsung.
2. Korporasi multinasional harus menghasilkan lebih banyak manfaat daripada kerugian bagi
negara di mana mereka beroperasi.
3. Dengan kegiatannya korporasi multinasional itu harus memberi kontribusi kepada
pembangunan negara dimana dia beroperasi.
4. Korporasi multinasional harus menghormati Hak Asasi Manusia dari semua karyawannya.
5. Sejauh kebudayaan setempat tidak melanggar norma-norma etis, korporasi multinasional
harus menghormati kebudayaan lokal itu dan bekerjasama dengannya, bukan menentangnya
6. Korporasi multinasional harus membayar pajak yang “fair”
7. Korporasi multinasional harus bekerjasama dengan pemerintah setempat dalam
mengembangkan dan menegakkan “background institution” yang tepat
8. Negara yang memiliki mayoritas saham sebuah perusahaan harus memikul tanggung jawab
moral atas kegiatan dan kegagalan perusahaan tersebut
9. Jika suatu perusahaan multinasional membangun pabrik yang beresiko tinggi, ia wajib
menjaga agar perusahaan itu aman dan dioperasikan dengan aman.
10. Dalam mengalihkan teknologi beresiko tinggi kepada negara berkembang, korporasi
multinasional wajib merancang kembali sebuah teknologi sedemikian rupa, sehingga dapat
dipakai dengan aman dalam negara baru yang belum berpengalaman.

Anda mungkin juga menyukai