merupakan sarana penting utk pertukaran ilmu pengetahuan, ekonomi, matematika, filsafat, ilmu perbintangan, dll. Pasar merupakan instrumen utk hubungan politik, kebudayaan, dan pertukaran ilmu pengetahuan. Secara historis, perdagangan adalah faktor penting pergaulan bangsa-bangsa. Perdagangan sanggup menjembatani jarak jauh, dan menjalin komunikasi serta hubungan baik antara manusia. Di era globalisasi ini, kegiatan ekonomi mencakup seluruh dunia, sehingga hampir semua negara tercantum dalam pasar, dan merasakan pasang surutnya pasar ekonomis. Globalisasi ekonomi membawa manfaat tapi juga mudarat. - Globalisasi dpt meningkatkan rasa persaudaraan dan kesetiakawanan antar bgs2. - Benturan politik dan ekonomi melahirkan permusuhan terutama antara negara2 industri maju dengan negara berkembang dan yg masih terbelakang. Oki, nternasionalisasi bisnis harus menampilkan aspek etis. II. Norama2 Moral Umum dlm Bisnis Internasional 2. 1. Menyesuaikan diri Ketika sedang menjlnkn bisnis di daerah atau negara lain, sgt ptg utk menyesuaikan diri dgn norma2 yg berlaku di t4 itu. Memang masalahnya adalah relativisme moral, yakni norma2 tersebut bisa bertentangan juga dgn nilai2 universal. Itulah sebabnya, pandangan ini tdk slu diterima. Oki, harus tetap dibedakan bhw, norma2 moral berlaku di seluruh dunia, sedangkan yang non-moral bisa berbeda –beda di setiap negara. Mis: dlm hal penggajian, tdk boleh didasrkn pd faktor SARA. 2.2. Rigorisme moral Pandangan ini mempertahankan kemurnian etika, persis yg sama seperti di dalam negeri sendiri. Pandangan ini akan sulit dipertahankan, karena situasi berbeda akan mempengaruhi keputusan moral kita. Umumnya, pengawasan pelaksanaan bisnis, jauh lebih ketat dan efisien di negara2 maju drpd negara berkembang. Perusahaan yg sdh maju akan dirugikan jika ia harus menerapkan semua peraturan yang berlaku di negerinya sendiri ketika ia beroperasi di negara berkembang. 2.3. Immoralisme Naif Pandangan ini dikemukakan oleh De George. Ia mengatakan bhw dlm bisnis international, perusahan tdk perlu berpegang pd norma2 etik. Krn perusahaan yg terlalu memperhatikan etika, pasti mengalami kerugian. Karena ”Semua perusahaan melakukan hal itu”. Argumen tsb tidak meyakinkan karena bisnis menuntut kejujuran dan nama baik. Jika dua prinsip ini diabaikan, perusahan pasti kehilangan trust. 2.4. Kasus bisnis dengan Afrika Selatan yang rasistis Kasus bisnis Afrika Selatan merupakan contoh usaha memperdamaikan pandangan “menyesuaikan diri” dengan pandangan ‘rigorisme moral’. Pd Pemilu I di Afsel (1994), politik distrimanasi masih kuat Politik didasarkan pd diskriminasi ras, yaitu pemisahan antara mayoritas kulit hitam dengan minoritas kulit putih. Sistem apartheid ini didasarkan pd UU tahun 1948. Dampak sistem ini adlh bhw karyawan kulit putih mendapat gaji yang lebih besar dari karyawan kulit hitam. Fasilitas umum spt lift, toilet, kantin, dll dibedakan antara ras kulit putih dan ras kulit hitam Ada dua hal yg kita petik dr kasus ini: - Pandangan “menyesuaikan diri” mengatakan perusahaan asing tidak ada masalah dalam hal mengikuti sistem apartheid yang diwajibkan pada saat itu. - Rigorisme moral menolak dengan tegas untuk melibatkan diri dalam sistem kemasyarakatan yang tidak etis itu. Dalam mencari jalan keluar dalam dilemma ini perusahaan barat berpegang pada “The Sullivan Principles” yang dipraktekan pertama kali oleh perusahaan Amerika yaitu General Motors. Leon Sullivan selaku dewan direksi GM mengusulkan agar GM tetap berbisnis di Afrika Selatan, dengan catatan harus menambahkan 2 syarat. - Tidak menerapkan undang undang apartheid tersebut karena dianggap tidak adil. Jadi, mereka mempraktekan ketidakpatuhan pasif. - General Motors (GM) akan berusaha terus pd kesempatan apa saja di Afrika Selatan maupun dlm forum international bhw sistem apartheid itu harus dihapus. Pd akhirnya banyak perusahaan Amerika yg mengikuti The Sullivan Principles ini. Solusi dari GM itu bisa dilihat sbg usaha utk mencari jalan tengah antara pandangan “menyesuaikan diri” dan rigorisme moral. GM, di satu pihak tetap beroperasi di AfSel, dan dgn itu mendukung pemerintah yg rasistis itu, tetapi di lain pihak mereka menolak utk mempraktekan diskriminasi ras dalam pabrik dan kantor mereka sendiri. Setelah 10 tahun (1987) beroperasi, Sullivan berpandangan bhw prinsip tsb tdk berhasil ddlm mempengaruhi politik pemerintah kulit putih di AfSel. Ia pun meminta perusahaan Amerika utk menghentikan bisnis di AfSel. Dari segi etika prinsip Sullivan merup contoh yg menarik untuk membahas tentang pemecahan yg seimbang antara dua ekstrem. “Yg buruk di negara berkembang tdk perlu diikuti, yg baik dr negeri sendiri dibawa utk diterapkn” III. “DUMPING” DALAM BISNIS INTERNATIONAL
Dumping adalah usaha menjual produk dlm
kuantitas besar di suatu negara lain dgn harga di bawah pasar dan kadang di bawah biaya produksi. Dari segi konsumen hal ini tentu sangat menguntungkan karena membeli suatu produk di harga yang murah, sedangkan produsen menderita kerugian karena tidak sanggup menawarkan produk dengan harga semurah itu. Motif Dumping: - Penjual/Produsen mempunyai persediaan barang yg ‘terlalu besar’, sehingga ia memutuskan untuk menjual produk bersangkutan di bawah harga. - Motif yang lebih buruk adalah melakukan dumping untuk melakukan monopoli. Monopoli tersebut dilakukan dengan cara memberikan harga semurah murahnya ke konsumen lain dengan harapan pesaing atau competitor bisnisnya mengalami kebangkrutan akibat persaingan harga. Setelah pesaing bisnis mengalami kebangkrutan maka Perusahaan yang melakukan monopoli tsb dpt menaikan harga sesuka hatinya. Dgn dumping ia bersedia merugi utk jangka pendek, namun ia meraup keuntungan sebesar besarnya dalam jangka panjang. Di USA, monopoli spt ini dilarang, ada UU anti-trust dan anti- monopoli. Dumping melanggar etika karena: • Merugikan konsumen karena konsumen membeli barang murah yang tidak tahan lama. • Dumping merupkan bentuk monopoli yg mengabaikan kompetisi secara fair. IV. Aspek2 etis Korporasi Multinasional (KMN)
Korporasi multinasional adlh perusahan yg mempunyai
investasi langsung dalam dua negara atau lebih. Perusahaan yg mempunyai hub dagang dgn luar negeri, belum tentu statusnya adlh korporasi multinasional, tetapi perusahaan yang memiliki pabrik di beberapa negara merup KMN. KMN memiliki kekuatan ekonomis yang besar dan beroperasi di berbagai tempat yang berbeda serta mempunyai mobilitas yang tinggi. Oki, KMN merupakan ancaman bagi negara-negara berkembang. Dia bisa merusak atau melemahkan industri2 dalam negeri. Belum ada hukum internasional tentang KMN. De George coba merumuskan 10 aturan etis KMN. 7 aturan pertama berlaku untuk semua KMN sedangkan 3 terakhir untuk industri berisiko khusus spt pabrik kimia atau instalasi nuklir.
01. Korporasi multinasional tidak boleh dgn sengaja
mengakibatkan kerugian langsung Mis: seorang pengusaha piyama anak di AS membuat baju piyama tahan api yg terbuat dr serat asbes. Oleh karena asbes berbahaya, pemerintah AS kemudian melarang produk tsb dijual. Lantas, pengusaha itu tidak mau rugi total, barang itu dijual ke negara yang miskin spy uangnya bisa balik biarpun tidak utuh. Menjual piyama berbahaya itu ke negara lain, sedangkan itu tidak boleh dijual di Negara sendiri merupakan tindakan dumping dan merugikan langsung orang lain karena menggunakan bahan berbahaya. 02. Korporasi multinasional harus menghasilkan lebih banyak manfaat daripada kerugian bagi Negara di mana mereka beroperasi Tindakkan yang mengakibatkan kerugian bagi Negara yg mereka tempati merupakan tindakan tidak etis. Akan tetapi kadang-kadang pertimbangannya adalah berdasarkan etika utilitarianisme.
03. Korporasi multinasional itu harus memberi kontribusi
kepada pembangunan negara dimana ia beroperasi Dalam konteks ini perlu ditekankan lagi bahwa “pembagunan” harus dimengerti menurut maksud negara berkembang itu sendiri, bukan menurut interpretasi KMN atau negara asalnya. 04. Korporasi multinasional harus menghormati Hak Asasi Manusia dari semua karyawannya Norma ini perlu disebut secara eksplisit, terutama tentang upah dan kondisi kerja.
05. Sejauh kebudayaan setempat tidak melanggar
norma2 etis, korporasi multinasional harus menghormati kebudayaan lokal itu dan bekerja sama dgn mereka, bukan menentang mereka. KMN harus menghormati dan menyesuaikan diri dengan nilai budaya setempat dan tidak memaksakan nilai-nilainya sendiri. 06. Korporasi multinasional hrs membayar pajak yg “fair” Di negara maju dalam hal membayar pajak diawasi dgn ketat dan efisien pada taraf nasional. Tetapi untuk taraf internasional di negara berkembang seperti KMN, sistem pemungutannya masih lemah dan peraturan hukum yg menunjang belum cukup. 07. Korporasi multinasional hrs bekerja sama dgn pemerintah set4 dlm mengembangkan dan menegakkan “background institutions” (institusi penunjang) yg tepat De George mengatakan “background institutions” di negara berkembang masih lemah. Harus ada kerja sama dgn dinas perpajakan, komisi Hukum dan HAM, dll. De George mengatkn KMN sanggup memberi kontribusi besar dlm mengembangkan institusi2 sejenis bagi negara berkembang yg ingin menciptakannya. 08. Negara yang memiliki mayoritas saham sebuah perusahaan harus memikul tanggung jawab moral atas kegiatan dan kegagalan perusahaan tersebut. Tanggung jawab moral harus dipikul oleh pemilik mayoritas saham. Sering sekali KMN yang bertanggung jawab tersebut kabur dan para korban tidak menerima ganti rugi. 09. Jika suatu korporasi multinasional membangun pabrik yg berisiko tinggi, ia wajib menjaga supaya pabrik itu aman dan dioperasikan dengan aman. KMN bertanggung jawab untuk membangun pabrik yang aman dan melatih serta membina sebaik mungkin mereka yang akan mengoperasikan pabrik itu. Mis yg berurusan dgn instalasi nuklir. Jika terjadi kebocoran, dampaknya akan sgt luas dan fatal. 10. Dalam mengalihkan teknologi berisiko tinggi kepada negara berkembang, korporasi multinasional wajib merancang kembali sebuah teknologi sdemikian rupa, sehingga dapat dipakai dengan aman dalam negara baru yang belum berpengalaman. Teknologi memungkinkan beberapa alternatif dalam membangun suatu sistem. Kecenderungan orang adlh memilih alternatif yang paling murah. Menurut norma ini prioritas harus diberikan kepada keamanan. Kalau mungkin, teknologi harus dirancang sesuai dengan kebudayaan dan kondisi setempat, sehingga terjamin keamanan optimal.
Dalam benak para investor besar: Perjalanan ke psikologi yang digunakan oleh para investor terhebat sepanjang masa melalui biografi, kutipan dan analisis operasional