Anda di halaman 1dari 7

BAB XI

ETIKA BISNIS INTERNASIONAL

Tujuan Pembelajaran Umum


Setelah selesai mempelajari modul Etika Bisnis dan Lingkungan Bab 11 ini mahasiswa
diharapkan mampu memahami etika dalam bisnis internasional dengan baik dan benar.

Tujuan Pembelajaran Khusus


Setelah selesai mempelajari Modul Etika Bisnis dan Lingkungan Bab 11 ini mahasiswa dapat
:
1. Memahami pendahuluan
2. Memahami norma-norma moral yang umum pada taraf internasional
3. Memahami masalah dumping dalam bisnis internasional
4. Memahami aspek etis dari korporasi multinasional
5. Memahami masalah korupsi dalam taraf internasional
6. Memahami dan menjelaskan unsur etika atau moral lingkungan

1. Pendahuluan
Apabila moral merupakan sesuatu yang mendorong orang untuk melakukan
kebaikan etika bertindak sebagai rambu-rambu (sign) yang merupakan kesepakatan secara
rela dari semua anggota suatu kelompok. Dunia bisnis yang bermoral akan mampu
mengembangkan etika (patokan/rambu-rambu) yang menjamin kegiatan bisnis yang
seimbang, selaras, dan serasi. Etika sebagai rambu-rambu dalam suatu kelompok
masyarakat akan dapat membimbing dan mengingatkan anggotanya kepada suatu tindakan
yang terpuji (good conduct) yang harus selalu dipatuhi dan dilaksanakan.
Etika di dalam bisnis dunia internasional sudah tentu harus disepakati oleh orang-
orang yang berada dalam kelompok bisnis serta kelompok yang terkait lainnya. Hubungan
perdagangan dengan pengertian “asing” rupanya masih membekas dalam bahasa
Indonesia, karena salah satu arti “dagang” adalah “orang dari negeri asing”. Dengan saran
transportasi dan komunikasi yang kita miliki sekarang, bisnis internasional bertambah
penting lagi.
Berulang kali dapat kita kita dengar bahwa kini kita hidup dalam era globalisasi
ekonomi: kegiatan ekonomi mencakup seluruh dunia, sehingga hampir semua negara
tercantum dalam “pasar” sebagaimana dimengerti sekarang dan merasakan akibat pasang
surutnya pasar ekonomi. Gejala globalisasi ekonomi ini berakibat positif maupun negatif.
Internasionalisasi bisnis yang semakin mencolok sekarang ini menampilkan juga aspek
etis yang baru. Tidak mengherankan jika terutama tahun-tahun terakhir ini diberi perhatian
khusus kepada aspek-aspek etis dalam bisnis internasional.
Dalam bab ini kita akan membahas beberapa masalah moral yang khusus berkaitan
dengan bisnis pada taraf internasional. Secara sederhana etika bisnis dapat diartikan
sebagai suatu aturan main yang tidak mengikat karena bukan hukum. Tetapi harus diingat
dalam praktek bisnis sehari-hari etika bisnis dapat menjadi batasan bagi aktivitas bisnis
yang dijalankan. Etika bisnis sangat penting mengingat dunia usaha tidak lepas dari
elemen-elemen lainnya. Keberadaan usaha pada hakikatnya adalah untuk memenuhi
kebutuhan masyarakat. Bisnis tidak hanya mempunyai hubungan dengan orang-orang
maupun badan hukum sebagai pemasok, pembeli, penyalur, pemakai dan lain-lain.

2. Norma Moral Pada Taraf Internasional


Salah satu masalah besar yang sudah lama disoroti serta didiskusikan dalam etika
filosofis adalah relatif tidaknya norma-norma moral. Kami berpendapat bahwa pandangan
yang menganggap norma-norma moral relatif saja tidak bisa dipertahankan. Namun
demikian, itu tidak berarti bahwa norma-norma moral bersifat absolut atau tidak mutlak
begitu saja. Jadi, pertanyaan yang tidak mudah itu harus bernuansa. Masalah teoritis yang
serba kompleks ini kembali lagi pada taraf praktis dalam etika bisnis internaasional. Apa
yang harus kita lakukan ,jika norma di Negara lain berbeda dengan norma yang dianut
sendiri? Richard De George membicarakan tiga jawaban atas pertanyaan tersebut, ada 3
pandangan mengenai pertanyaan di atas sebagai berikut :

a. Menyesuaikan Diri
Untuk menunjukkan sikap yang tampak pada pandangan ini menggunakan
peribahasa**Kalau di Roma, bertindaklah sebagaimana dilakukan orang roma**
Artinya perusahaan harus mengikuti norma dan aturan moral yang berlaku di negara
itu, yang sama dengan peribahasa orang Indonesia **Dimana bumi dipijak, disana
langit dijunjung**. Norma-norma moral yang penting berlaku di seluruh dunia.
Sedangkan norma-norma non-moral untuk perilaku manusia bisa berbeda di
berbagai tempat. Itulah kebenaran yang terkandung dalam pandangan ini. Misalnya,
norma-norma sopan santun dan bahkan norma-norma hukum di semua tempat tidak
sama. Yang di satu tempat dituntut karena kesopanan, bisa saja di tempat lain
dianggap sangat tidak sopan.
b. Regorisme Moral
Pandangan kedua memilih arah terbalik. Pandangan ini dapat disebut “rigorisme
moral”, karena mau mempertahankan kemurnian etika yang sama seperti di
negerinya sendiri. Mereka mengatakan bahwa perusahaan di luar negeri hanya boleh
melakukan apa yang boleh dilakukan di negaranya sendiri dan justru tidak boleh
menyesuaikan diri dengan norma etis yang berbeda di tempat lain. Mereka
berpendapat bahwa apa yang dianggap baik di negerinya sendiri, tidak mungkin
menjadi kurang baik di tempat lain.
Kebenaran yang dapat ditemukan dalam pandangan regorisme moral ini adalah
bahwa kita harus konsisten dalam perilaku moral kita. Norma-norma etis memang
bersifat umum. Yang buruk di satu tempat tidak mungkin menjadi baik dan terpuji
di tempat di tempat lain. Namun para penganut rigorisme moral kurang
memperhatikan bahwa situasi yang berbeda turut mempengaruhi keputusan etis.
c. Imoralisme Naif
Menurut pandangan ini dalam bisnis internasional tidak perlu kita berpegang pada
norma-norma etika. Kita harus memenuhi ketentuan-ketentuan hukum (dan itupun
hanya sejauh ketentuan itu ditegakkan di negara bersangkutan), tetapi selain itu, kita
tidak terikat norma-norma moral. Malah jika perusahaan terlalu memperhatikan
etika, ia berada dalam posisi yang merugikan, karena daya saingnya akan terganggu.

Kasus : Bisnis dengan Afrika Selatan yang Rasistis


Setelah kita mempelajari dua pandangan tentang peranan etika dalam bisnis internasional
ini, perlu kita simpulkan bahwa tidak satu pun di antaranya bisa dipertahankan. Dalam
pandangan “menyesuaikan diri” dapat kita hargai perhatian untuk peranan situasi. Situasi
yang berbeda-beda memang mempengaruhi kualitas etis suatu perbuatan, tetapi tidak
sampai menyingkirkan sifat umum dari norma-norma moral, seperti dipikirkan pandangan
pertama ini. Pandangan kedua, rigorisme moral, terlalu ekstrem dalam menolak pengaruh
situasi, sedangkan mereka benar dengan pendapat bahwa kita tidak meninggalkan norma-
norma moral di rumah, biola kita berangkat bebisnis ke luar negeri. Norma-norma moral
mempunyai sifat universal.
Dalam etika jarang prinsip-prinsip moral bias diterapkan dengan mutlak, karena kondisi
konkret sering kali sangat kompleks. Hal ini dapat diilustrasikan pada bisnis internasional
dengan Afrika Selatan yang mempunyai sistem politik didasarkan pada diskriminasi ras
(Apartheid) bahkan sistem Apartheid ini didasarkan atas Undang-undang Afrika Selatan
sejak 1948. Kebijakan Apartheid Afrika Selatan menimbulkan kesulitan moral untuk
perusahaan asing yang mengadakan bisnis di Afrika Selatan karena mereka wajib
mengikuti sistem Apartheid.

3. Dumping dalam Bisnis Internasional


Salah satu topik yang jelas termasuk etika bisnis internasional adalah dumping
produk, karena praktek kurang etis ini secara khusus berlangsung dalam hubungan dengan
negara lain. Yang dimaksudkan dengan dumping adalah menjual sebuah produk dalam
kuantitas besar di suatu negara lain dengan harga di bawah harga pasar dan kadang-kadang
malah di bawah biaya produksi. Dapat dimengerti bahwa yang merasa keberatan terhadap
praktek dumping ini bukannya para konsumen, melainkan para produsen dari produk yang
sama di negara di mana dumping dilakukan. Para konsumen justru merasa beruntung –
sekurang-kurangnya dalam jangka pendek – karena dapat membeli produk dengan harga
murah, sedangkan para produsen menderita kerugian, karena tidak sanggup menawarkan
produk dengan harga semurah itu.

4. Sikap Etis dari Korporasi Multinasional


Fenomena yang agak baru di atas panggung bisnis dunia adalah korporasi
multinasional, yang juga disebut korporasi transnasional. Yang dimaksudkan dengannya
adalah perusahaan yang mempunyai investasi langsung dalam dua negara atau lebih. Jadi,
perusahaan yang mempunyai hubungan dagang dengan luar negeri, dengan demikian
belum mencapai status korporasi multi nasional (KMN), tetapi perusahaan yang memilki
pabrik di beberapa negara termasuk di dalamnya.
Bentuk pengorganisasian KMN bisa berbeda-beda. Biasanya perusahaan-
perusahaan di negara lain sekurang-kurangnya untuk sebagian dimiliki oleh orang
setempat, sedangkan manajemen dan kebijakan bisnis yang umum ditanggung oleh
pimpinan perusahaan di negara asalnya.
KMN ini untuk pertama kali muncul sekitar tahun 1950-an dan mengalami
perkembangan pesat. Contoh KMN seperti Coca-Cola, Johnson & Johnson, General
Motors, IBM, Mitsubishi, Toyota, Sony,Unilever yang memiliki kegiatan di seluruh dunia
dan menguasai nasib jutaan manusia.
Di bawah ini akan dibahas usulan De George tentang norma-norma etis yang
terpenting bagi KMN.
a. Koorporasi multinasional tidak boleh dengan sengaja mengakibatkan kerugian
langsung.
Dengan sengaja mengakibatkan kerugian bagi orang lain selalu merupakan tindakan
yang tidak etis. Norma pertama ini mengatakan bahwa suatu tindakan tidak etis, bila
KMN dengan tahu dan mau mengakibatkan kerugian bagi negara biarpun tidak
dengan sengaja atau langsung- menurut keadilan kompensatoris ia wajib memberi
ganti rugi.
b. Koorporasi multinasional harus menghasilkan lebih banyak manfaat daripada
kerugian bagi negara dimana mereka beroperasi.
Hampir semua kegiatan manusia mempunyai akibat jelek,bisnis tidak tekecuali.
Norma kedua menuntut secara menyeluruh akibat- akibat baik melebihi akibat- akibat
jelek. Norma ini tidak membatasi diri pada segi negatif, tapi memerintahkan sesuatu
yang positif da ditegasakan lagi bahwa yang positif harus melebihi yang negatif.
c. Dengan kegiatannya korporasi multinasional itu harus memberi kontribusi kepada
pembangunan negara dimana dia beroperasi.
KMN harus menyumbangkan juga pada pembangunan negara berkmbang. KMN
harus bersedia melakukan alih teknologi dan alih keahlian.
d. Koorporasi multinasional harus menghormati HAM dari semua karyawannya.
KMN harus memperhatikan tentang upah dan kondisi kerja di negara berkembang.
e. Sejauh kebudayaan setempat tidak melanggar norma-norma etis, korporasi
multinasional harus menghormati kebudayaan lokal itu dan bekerja sama dengannya,
bukan menantangnya.
KMN akan merugikan negara dimana ia beroperasi, jika ia tidak menghormati
kebudayaan setempat.KMN harus menyesuaikan diri dengan nilai- nilai budaya
stempat dan tidak memaksakan nilai-nilainya sendiri.
f. Koorporasi multinasional harus membayar pajak yang “fair”
Setiap perusahaan multinasional harus membayar pajak menurut tarif yang telah
ditentukan dalam suatu negara. KMN akan mendukung dibuatnya dan
dilaksanakannnya peraturan internasional untuk menentukan pembayaran pajak oleh
perusahaan- perusahaan internasional.
g. Koorporsi multinasional harus bekerja sama dengan pemerintah setempat dalam
mengembangkn dan menegakkan “backgroud institutions” yang tepat. Yang
dimaksud “background institutions” adalah lembaga- lembaga yang mengatur serta
memperkuat kegiatan ekonomi dan industri suatu negara.
h. Negara yang memiliki mayoritas sham sebuah perusahaan harus memikul tanggung
jawab moral atas kegiatan dan kegagalan perusahaan tersebut. Norma ini mengatakan
bahwa tanggung jawab moral harus dipikul oleh pemilik mayoritas saham.
i. Jika suatu korporasi multinasional membangun pabrik yang berisiko tinggi, ia wajib
menjaga supaya pabrik itu aman dan dioperasikan dengan aman. Yang membangun
pabrik- pabrik berisiko tinggi harus juga merundingka prosedur- prosedur keamanan
bagi mereka yang menjalankan pabrik tersebut. KMN bertanggung jawab untuk
membangun pabrik yang aman dan melatih serta membina secara sebaik mungkin
mereka yang akan mengoperasikan pabrik itu.
j. Dalam mengalihkan teknologi berisiko tinggi kepada negara berkembang, korporasi
multinasional wajib merancang kembali sebuah teknologi demikian rupa, sehingga
dapat dipakai dengan aman dalam negara yang belum berpengalaman.
Menurut norma ini prioritas harus diberikan kepada keamanan. Kalau mungkin,
teknologi harus dirancang sesuai dengan kebudayaan dan kondisi stempat, sehingga
terjamin keamanan optimal.Sepuluh norma tersebut bisa bermanfaat untuk
menciptakan suatu kerangka moral bagi kegiatan- kegiatan KMN

5. Korupsi Dalam Taraf Internasional


Korupsi dalam bisnis tentu tidak hanya terjadi pada taraf internasional, namun perhatian
yang diberikan kepada masalah korupsi dalam literatur etika bisnis terutama diarahkan
kepada konteks internasional.

Skandal Suap Leockheed


Lockheed adalah produsen pesawat terbang Amerika Serikat yang melakukan suap ke
berbagai Negara dengan tujuan agar produknya dapat di pasarkan, lalu terbulaka kasus ini
dan dimuat diberbagai media massa yang menimbulkan reaksi cukub hebat.
Lockheed merasa keberatan dengan Undang-undang anti suap di Amerika. Terdapat dua
keberatan yang sering ditemukan yaitu :
1. Undang-undang ini mempraktekkan semacam imprealisme etis.
2. Undang-undang ini merugikan bisnis Amerika, karena melemahkan daya saingnya.

Mengapa pemakaian uang suap bertentangan dengan etika?


Ada beberapa alasan mengapa mengetahui pemakaian uang suap bertentangn dengan etika.
1. Bahwa praktek suap itu melanggar etika pasar. Denagan adanya praktek suap,daya –
daya pasar dilumpuhkan dan para pesaing yang sedikit pun dapat mempengaruhi proses
penjualan.
2. Bahwa orang yang tidak berhak, mendapat imbalan juga.
3. Banyak kasus lain di mana uang suap diberikan dalam keadaan kelangkaan. Pembagian
barang langka dengan menempuh praktek suap mengakibatkan bahwa barang itu
diterima oleh orang yng tidak berhak menerimanya, sedangkan orang lain yang berhak
tidak kebagian.
4. Bahwa praktek suap mengundang untuk melakukan perbuatan tidak etis dan ilegal
lainnya. Baik perusahaan yang memberi uang suap maupun orang atau instansi yang
menerimanya tidak bisa membukukkan uang suap itu seperti mestinya.

RANGKUMAN
Internasionalisasi bisnis yang semakin mencolok sekarang ini menampilkan juga aspek etis
yang baru. Tidak mengherankan jika terutama tahun-tahun terakhir ini diberi perhatian
khusus kepada aspek-aspek etis dalam bisnis internasional. Dalam bab ini kita akan
membahas beberapa masalah moral yang khusus berkaitan dengan bisnis pada taraf
internasional.

Anda mungkin juga menyukai