Anda di halaman 1dari 31

ISSN 2354-7200 (cetak)

ISSN 2621-2013 (daring)


Volume 6 Nomor 1 Edisi Juni 2018

JURNAL ILMIAH KEBAHASAAN DAN KESASTRAAN

P-ISSN
Sirok Bastra 2354-7200
Hlm. Pangkalpinang,
Jurnal Kebahasaan Volume 6 Nomor 1
1—115 Juni 2018 E-ISSN
dan Kesastraan
2621-2013

KANTOR BAHASA KEPULAUAN BANGKA BELITUNG


ISSN 2354-7200 (cetak)
ISSN 2621-2013 (daring)
Volume 6 Nomor 1 Edisi Juni 2018

JURNAL ILMIAH KEBAHASAAN DAN KESASTRAAN


Jurnal ini merupakan wadah informasi kebahasan, kesastraan, dan pengajarannya yang memuat
hasil penelitian, studi kepustakaan, dan tulisan ilmiah bidang kebahasan dan kesastraan serta
pengajarannya. Sirok Bastra terbit dua kali setahun, yakni Juni dan Desember; terbit sejak Juni
2013 (cetak) dan Juni 2018 (cetak dan daring).

Penanggung Jawab
Kepala Kantor Bahasa Kepulauan Bangka Belitung (Drs. Hidayatul Astar, M.Hum.)

Mitra Bestari
Prof. Dr. Agus Nuryatin, M.Hum. Universitas Negeri Semarang
Prof. Amrin Saragih, Ph.D., M.A. Universitas Negeri Medan
Prof. Suwardi Endraswara, M.Hum Universitas Negeri Yogyakarta
Dr. Felicia Nuradi Utorodewo, M.Hum. Universitas Indonesia
Dr. Pujiharto, M.Hum. Universitas Gadjah Mada
Dr. Katubi Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia
Yulitin Sungkowati, M.Hum. Balai Bahasa Jawa Timur
Nazarudin, M.A. Universitas Indonesia

Pemimpin Redaksi
Prima Hariyanto

Penyunting
Dr. Asyraf Suryadin, M.Pd. STKIP Muhammadiyah Bangka Belitung
Dwi Oktarina, S.S. Kantor Bahasa Kepulauan Bangka Belitung
Hotnida Novita Sary, M.Hum. Editor Bahasa PT Liputan Enam Dot Com
Edwin Dwijaya, S.S. Kantor Bahasa Kepulauan Bangka Belitung

Desain Grafis
Feri Pristiawan, S.S.

Pengatak
Dewi Septi Kurniawati, S.Kom.

Alamat Redaksi dan Penerbit


Kantor Bahasa Kepulauan Bangka Belitung
Kompleks Perkantoran dan Permukiman Terpadu Pemerintah Provinsi Kep. Bangka Belitung
Jalan Pulau Bangka, Airitam, Kota Pangkalpinang, Prov. Kepulauan Bangka Belitung
Telepon (0717) 438455, Faksimile (0717)9103317
Laman: http://sirokbastra.kemdikbud.go.id/
Pos-el: sirokbastra@kemdikbud.go.id, sirokbastra@gmail.com

Pemuatan suatu tulisan dalam jurnal ini tidak berarti redaksi menyetujui isi tulisan tersebut.
Isi tulisan menjadi tanggung jawab penulis. Tulisan telah ditinjau dan diulas oleh mitra
bestari. Setiap karangan dalam jurnal ini dapat diperbanyak setelah mendapat izin tertulis
dari penulis, redaksi, dan penerbit.
PENGANTAR

Puji syukur ke hadirat Pemilik dan Pencipta semesta ini yang memiliki kuasa atas diri-Nya
sendiri. Dialah Tuhan Yang Maha Esa yang telah memberikan rahmat dan hidayah-Nya sehingga
Volume 6 Nomor 1 Jurnal Sirok Bastra Tahun 2018 dapat terbit meskipun terlambat satu bulan.
Pada edisi ini dimuat sembilan tulisan, yakni lima tulisan kebahasaan, tiga tulisan
kesastraan, serta satu tulisan pengajaran bahasa dan sastra.
Dalam penelitiannya, Jumani mendeskripsikan struktur dan nilai moral pantun pada rubrik
“Bujang Besaot” untuk dijadikan bahan ajar sastra di SMA. Berdasarkan hasil penelitian, pantun
pada rubrik “Bujang Besaot” didominasi tema percintaan dan rima akhir dengan pola rima a b a
b. Citraan visual dan nilai moral persahabatan adalah unsur yang mendominasi pantun rubrik
“Bujang Besaot”. Berdasarkan analisis struktur dan nilai moral, pantun rubrik “Bujang Besaot”
dapat dijadikan alternatif bahan ajar sastra di SMA.
Dalam tulisannya, Wahyu Heriyadi membahas politik teror gotik-postmodern dan
representasi disabilitas dalam Ular di Mangkuk Nabi karya Triyanto Triwikromo. Pada buku ini,
jalinan cerita dengan susunan kerumitan, teror, erotika, metafiksi, mistik, ruang tafsir pembaca
yang dibuyarkan. Cerita ini menawarkan sebuah pengalaman baru bagi pembacanya, politik
teror gotik-postmodern. Berdasarkan penelitian, disimpulkan bahwa Triyanto Triwikromo
membawa politik teror melalui genre gotik-postmodern kepada pembaca, di dalam kumpulan
cerita Ular di Mangkuk Nabi.
Dalam kajiannya, Sakila membahas penerapan metode latihan (drill) dalam pembelajaran
menulis resensi buku pengetahuan sehingga dapat meningkatkan hasil belajar siswa kelas IX
dalam mata pelajaran Bahasa Indonesia. Teknik dan langkah-langkah pembelajaran dengan
menggunakan metode latihan (drill) dapat diterapkan pada pembelajaran materi pokok
meresensi buku pengetahuan. Penerapan metode ini memungkinkan para siswa melatih dirinya
sendiri menulis resensi buku pengetahuan dan menemukan sendiri informasi yang diperlukan
untuk mencapai tujuan instruksional pada mata pelajaran Bahasa Indonesia
Dalam penelitiannya, Bram Denafri membahas struktur informasi yang dikemas dalam
konstruksi gramatikal kalimat bahasa Indonesia. Berdasarkan hasil analisis data, ditemukan
bahwa unsur topik kalimat tunggal bahasa Indonesia dapat diisi oleh subjek dan keterangan.
Topik dapat dibubuhi penanda berupa penanda demonstratif, seperti leksikal ini dan itu yang
berkaitan dengan konteks. Pemarkah takrif ini dan itu menjadikan topik bersifat terbatas,
struktur fokus-praanggapan dalam kalimat tunggal bahasa Indonesia terdapat tiga jenis struktur
fokus, yaitu struktur fokus kalimat, struktur fokus argumen dan struktur fokus predikat. Struktur
fokus-praanggapan dalam kalimat majemuk bahasa Indonesia terdapat dua jenis struktur fokus,
yaitu struktur fokus argumen dan struktur fokus predikat.
Dalam kajiannya, Ni Nyoman Ayu Suciartini membahas pemertahanan bahasa Bali
dalam parodi “Hai Puja”. Video parodi “Hai Puja” telah ditonton ribuan masyarakat sebagai salah
satu media yang memiliki kedudukan strategis dan potensial dalam usaha pembinaan serta
pengembangan bahasa Bali sejak usia dini. Berdasarkan analisis, ditemukan faktor sosiolinguistik
yang memengaruhi pemertahanan bahasa Bali dalam parodi “Hai Puja” ini, yaitu (1) loyalitas
terhadap bahasa Ibu, (2) sikap bahasa golongan muda, serta (3) penggunaan media sosial yang
sesuai dengan perkembangan zaman.
Dalam tulisannya, Rissari Yayuk membahas makna implikatur percakapan tuturan
enyekan sebagai manifestasi melecehkan muka dalam bahasa Banjar. Hasil penelitian
menunjukkan terdapat tiga manisfestasi melecehkan muka pada tuturan enyekan dalam bahasa
Banjar dengan sinis, dengan kata-kata kasar, dan ejekan. Makna implikaturnya meliputi makna
memerintah berkategori melecehkan muka dengan kata sinis dan kasar; makna implikatur
melarang berkategori melecehkan muka dengan sinis dan kasar; dan mmakna implikatur
penegasan dengan ejekan.
Dalam artikelnya, Hestiyana membahas bentuk kesalahan berbahasa pada penulisan
iklan media luar ruang di Kota Pelaihari. Bentuk-bentuk kesalahan berbahasa yang ditemukan
berkaitan dengan ejaan, pilihan kata atau diksi, dan unsur serapan dari bahasa asing.
Dalam tulisannya, Desi Wulandari mengkaji keterkaitan pembelajaran puisi melalui
metode konstruktivisme berbasis karakter untuk meningkatkan keterampilan menulis esai.

i
Dengan menggunakan metode konstruktivisme, peserta didik dapat membangun atau menyusun
ide baru berdasarkan pengalaman dari pembelajaran puisi menjadi esai. Dari hasil penelitian
terdapat peningkatan kemampuan peserta didik dalam mengembangkan ide baru dari
pembelajaran puisi menjadi esai.
Dalam kajiannya, Agoes Hendriyanto, Arif Mustofa, dan Bakti Sutopo
mendeskripsikan nilai filosofis yang terkandung dalam seni Kethek Ogleng Desa Tokawi,
Kecamatan Nawangan, Kabupaten Pacitan. Hasil penelitian menunjukkan bahwa gerakan seni
Kethek Ogleng mengandung filsafat yang berhubungan dengan kehidupan masyarakat Jawa. Hal
filosofis tersebut menyangkut manusia sebagai individu maupun makhluk sosial.
Kami mengucapkan terima kasih kepada para penulis yang telah bersedia menerbitkan
karya mereka pada edisi ini. Para penulis merupakan peneliti, pakar, dosen, dan mahasiswa dari
berbagai perguruan tinggi dan instansi. Terima kasih juga kami sampaikan kepada para mitra
bestari kami yang telah memberi ulasan terhadap tulisan-tulisan yang masuk ke redaksi.
Demi memenuhi keberagaman isi dan penulis, Sirok Bastra membuka kesempatan bagi
para peneliti dan penulis menyampaikan hasil penelitian dan pemikiran mutakhir dalam bidang
kebahasaan, kesastraan, dan pengajarannya.

Pangkalpinang, Agustus 2018

Redaksi

ii
DAFTAR ISI

PENGANTAR ....................................................................................................... i
DAFTAR ISI ........................................................................................................ iii
KUMPULAN ABSTRAK........................................................................................... iv
ABSTRACT COLLECTIONS .................................................................................... ix

STRUKTUR DAN NILAI MORAL PANTUN PADA RUBRIK “BUJANG BESAOT” SERTA
PEMANFAATANNYA SEBAGAI BAHAN AJAR
(Structure and Moral Value of Pantun at Rubric “Bujang Besaot” and Its Utilization
as Literature Materials)
Jumani.............................................................................................................. 1—21

POLITIK TEROR GOTIK-POSTMODERN DAN REPRESENTASI DISABILITAS DALAM


ULAR DI MANGKUK NABI
(Gothic-Postmodern Political Terror and Disability Reprententation on “Ular di
Mangkuk Nabi”)
Wahyu Heriyadi ............................................................................................... 23—28

PENERAPAN METODE LATIHAN (DRILL) DALAM PEMBELAJARAN MENULIS


RESENSI BUKU PENGETAHUAN
(Application of Drill Method in Learning of Writing Knowledge Book Review)
Sakila ............................................................................................................... 29—42

STRUKTUR INFORMASI KALIMAT BAHASA INDONESIA


(Information Structure of Indonesian Sentence)
Bram Denafri.................................................................................................... 43—49

PEMERTAHANAN BAHASA BALI DALAM PARODI “HAI PUJA”


(Defense of Balinese Language in Parody “Hai Puja”)
Ni Nyoman Ayu Suciartini................................................................................ 51—65

MAKNA IMPLIKATUR PERCAKAPAN TUTURAN ENYEKAN SEBAGAI MANIFESTASI


MELECEHKAN MUKA DALAM BAHASA BANJAR
(The Meaning of Speech Implicature of Enyekan Statement as Manifestation of
Face Harassment in Banjar Language)
Rissari Yayuk ................................................................................................... 67—79

BENTUK KESALAHAN BERBAHASA PADA PENULISAN IKLAN MEDIA LUAR RUANG


DI KOTA PELAIHARI
(The Form of a Language Error in the Writing of Outdoor Media Advertising in
Pelaihari City)
Hestiyana ......................................................................................................... 81—92

PEMBELAJARAN PUISI MELALUI METODE KONSTRUKTIVISME BERBASIS


KARAKTER UNTUK MENINGKATKAN KETRAMPILAN MENULIS
(Poetry Learning by Conducting Character Based Contructivism Method to
Enchance Writing Skill)
Desi Wulandari ................................................................................................. 93—104

FILOSOFI JAWA DALAM SENI KETHEK OGLENG DESA TOKAWI, KECAMATAN


NAWANGAN, KABUPATEN PACITAN
(Javanese Philosophy in Kethek Ogleng Art of Tokawi Village, Nawangan District,
Pacitan Regency)
Agoes Hendriyanto, dkk. ................................................................................. 105—115

iii
Volume 6 Nomor 1 Edisi Juni 2018 P-ISSN 2354-7200, E-ISSN 2621-2013

JURNAL ILMIAH KEBAHASAAN DAN KESASTRAAN

Kata kunci yang dicantumkan di sini adalah kata-kata yang mewakili konsep yang digunakan
dalam sebuah tulisan. Abstrak dapat digandakan tanpa izin dari penerbit dan bebas biaya.

Jumani (SMA Negeri 1 Pangkalpinang)


“Struktur dan Nilai Moral Pantun “Bujang Besaot” serta Pemanfaatannya sebagai Bahan Ajar
Sastra di SMA”
Sirok Bastra, Volume 6 Nomor 1 Edisi Juni 2018, halaman 1—21

Pantun sebagai salah satu karya sastra dapat dikaji dari berbagai aspek. Pantun dapat dikaji
sebagai sebuah struktur yang bermakna dan mengandung nilai. Penelitian ini bertujuan untuk
mendeskripsikan struktur dan nilai moral pantun pada rubrik “Bujang Besaot” untuk dijadikan
bahan ajar sastra di SMA. Sumber data penelitian ini adalah surat kabar harian Bangka Pos
terbitan Juni--September 2008. Data penelitian berupa data tulis. Pengumpulan data penelitian ini
dilakukan dengan metode studi pustaka dengan teknik baca dan catat. Dalam analisis data,
metode yang digunakan metode deskriptif dengan pendekatan kualitatif. Berdasarkan hasil
penelitian, pantun pada rubrik “Bujang Besaot” didominasi tema percintaan dan rima akhir dengan
pola rima a b a b. Citraan visual dan nilai moral persahabatan adalah unsur yang mendominasi
pantun rubrik “Bujang Besaot”. Berdasarkan analisis struktur dan nilai moral, pantun rubrik
“Bujang Besaot” dapat dijadikan alternatif bahan ajar sastra di SMA.
Kata Kunci: pantun, nilai moral, bahan ajar, struktur pantun

Wahyu Heriyadi (Penerbit Vidya Mandiri)


“Politik Teror Gotik-Postmodern dan Representasi Disabilitas dalam Ular di Mangkuk Nabi”
Sirok Bastra, Volume 6 Nomor 1 Edisi Juni 2018, halaman 23—28

Sastra bergenre gotik ternyata mampu menyedot pembaca, seperti novel-novel karya Abdullah
Harahap pada 1970—1980. Namun, muncul kontroversi berkepanjangan untuk menyebut karya
sastra gotik sebagai sebuah genre yang patut dikaji dan diapresiasi para pengkritik sastra di
Indonesia. Sebab, moralitas yang disajikan melalui karya sastra justru dapat dilakukan dengan hal-
hal yang berbanding terbalik dengan kaidah moralitas yang mestinya berlaku. Oleh karena itu,
kritik sastra gotik semakin mendapat ruang untuk membedah sebuah karya sastra, terlebih lagi
dengan kehadiran alat analisis melalui pendekatan gotik-postmodern. Pendekatan gotik-
postmodern dan disabilitas dipakai untuk membongkar segala aspek dalam kumpulan cerita Ular di
Mangkuk Nabi karya Triyanto Triwikromo. Pada buku ini, jalinan cerita dengan susunan kerumitan,
teror, erotika, metafiksi, mistik, ruang tafsir pembaca yang dibuyarkan. Cerita ini menawarkan
sebuah pengalaman baru bagi pembacanya, politik teror gotik-postmodern. Berdasarkan
penelitian, disimpulkan bahwa Triyanto Triwikromo membawa politik teror melalui genre gotik-
postmodern kepada pembaca, di dalam kumpulan cerita Ular di Mangkuk Nabi.
Kata kunci : politik teror, gotik-posmodern, disabilitas

iv
Volume 6 Nomor 1 Edisi Juni 2018 P-ISSN 2354-7200, E-ISSN 2621-2013

JURNAL ILMIAH KEBAHASAAN DAN KESASTRAAN

Kata kunci yang dicantumkan di sini adalah kata-kata yang mewakili konsep yang digunakan
dalam sebuah tulisan. Abstrak dapat digandakan tanpa izin dari penerbit dan bebas biaya.

Sakila (SMP Negeri 2 Singkawang)


“Penerapan Metode Latihan (Drill) dalam Pembelajaran Menulis Resensi Buku Pengetahuan”
Sirok Bastra, Volume 6 Nomor 1 Edisi Juni 2018, halaman 29—42

Metode sangat penting dan harus dimiliki oleh guru sebelum memasuki ruang belajar. Hal ini
disebabkan karena metode merupakan pondasi awal untuk mencapai tujuan pendidikan dan
keberhasilan sebuah pembelajaran. Guru memegang peranan penting dalam proses dan
peningkatan mutu pendidikan. Peningkatan kompetensi guru berbanding lurus dengan prestasi
siswa. Tujuan penulisan ini adalah untuk memberi sumbangan pemikiran dan gagasan, dan
langkah-langkah penerapan metode latihan (drill) dalam pembelajaran menulis resensi buku
pengetahuan sehingga dapat meningkatkan hasil belajar siswa kelas IX dalam mata pelajaran
Bahasa Indonesia. Teknik dan langkah-langkah pembelajaran dengan menggunakan metode
latihan (drill) dapat diterapkan pada pembelajaran materi pokok meresensi buku pengetahuan.
Siswa ditempatkan sebagai subyek yang belajar. Mereka tidak hanya berperan sebagai penerima
pelajaran melalui penjelasan guru secara verbal, tetapi mereka berperan untuk menemukan
sendiri inti dari materi pelajaran yang sedang dipelajarinya. Kesimpulan akhir dapat disampaikan
bahwa dengan penerapan metode latihan (drill) memungkinkan para siswa melatih dirinya sendiri
menulis resensi buku pengetahuan dan menemukan sendiri informasi yang diperlukan untuk
mencapai tujuan instruksional pada mata pelajaran Bahasa Indonesia.
Kata kunci: metode latihan (drill), pembelajaran menulis resensi buku pengetahuan,

Bram Denafri (Universitas Pamulang)


“Struktur Informasi Kalimat Bahasa Indonesia”
Sirok Bastra, Volume 6 Nomor 1 Edisi Juni 2018, halaman 43—49

Artikel ini bertujuan untuk menjelaskan struktur informasi yang dikemas dalam konstruksi
gramatikal kalimat bahasa Indonesia. Struktur informasi memperhatikan bentuk ujaran dalam
hubungannya dengan asumsi penutur dan pendengar. Asumsi ini berhubungan dengan bentuk
teks yang diproduksi dan bentuk dasar tertentu yang dipilih oleh penutur dan mitra tutur. Semua
hal tersebut tecermin dalam struktur gramatikal kalimat. Analisis data dilakukan menggunakan
metode agih. Teknik yang digunakan adalah teknik bagi unsur langsung, teknik lesap dan teknik
baca markah. Berdasarkan hasil analisis data, ditemukan bahwa unsur topik kalimat tunggal
bahasa Indonesia dapat diisi oleh subjek dan keterangan. Topik dapat dibubuhi penanda berupa
penanda demonstratif, seperti leksikal ini dan itu yang berkaitan dengan konteks. Pemarkah takrif
ini dan itu menjadikan topik bersifat terbatas, struktur fokus-praanggapan dalam kalimat tunggal
bahasa Indonesia terdapat tiga jenis struktur fokus, yaitu struktur fokus kalimat, struktur fokus
argumen dan struktur fokus predikat. Struktur fokus-praanggapan dalam kalimat majemuk bahasa
Indonesia terdapat dua jenis struktur fokus, yaitu struktur fokus argumen dan struktur fokus
predikat
Kata kunci: struktur informasi, bahasa Indonesia.

v
Volume 6 Nomor 1 Edisi Juni 2018 P-ISSN 2354-7200, E-ISSN 2621-2013

JURNAL ILMIAH KEBAHASAAN DAN KESASTRAAN

Kata kunci yang dicantumkan di sini adalah kata-kata yang mewakili konsep yang digunakan
dalam sebuah tulisan. Abstrak dapat digandakan tanpa izin dari penerbit dan bebas biaya.

Ni Nyoman Ayu Suciartini (STMIK STIKOM Bali)


“Pemertahanan Bahasa Bali dalam Parodi ‘Hai Puja’”
Sirok Bastra, Volume 6 Nomor 1 Edisi Juni 2018, halaman 51—65

Berkembangnya teknologi memberi pengaruh tersendiri bagi pemakaian bahasa, terutama bahasa
daerah. Bahasa Bali sebagai bahasa ibu atau bahasa daerah harus terus produktif dan dikenalkan
dengan cara-cara kekinian untuk tetap bertahan pada generasi milenial. Kemunculan saluran
Youtube dalam bentuk parodi “Hai Puja” penting diapresiasi sebagai salah satu media
pemertahanan bahasa Bali. Penelitian ini bertujuan mendeskripsikan penggunaan kalimat
berbahasa Bali dalam video parodi “Hai Puja” yang telah ditonton ribuan masyarakat sebagai salah
satu media yang memiliki kedudukan strategis dan potensial dalam usaha pembinaan serta
pengembangan bahasa Bali sejak usia dini. Teori yang digunakan dalam penelitian ini adalah teori
sosiolinguistik, yaitu teori pergeseran dan pemertahanan bahasa. Metode yang digunakan adalah
metode simak, metode cakap, dan metode wawancara. Hasil penelitian ini menyimpulkan bahwa
ada faktor sosiolinguistik yang memengaruhi pemertahanan bahasa Bali dalam parodi hai puja ini,
yaitu 1) loyalitas terhadap bahasa Ibu, 2) sikap bahasa golongan muda, serta 3) penggunaan
media sosial yang sesuai dengan perkembangan zaman.
Kata Kunci: Hai Puja, pemertahanan bahasa Bali

Rissari Yayuk (Balai Bahasa Provinsi Kalimantan Selatan)


“Makna Implikatur Percakapan Tuturan Enyekan sebagai Manifestasi Melecehkan Muka dalam
Bahasa Banjar”
Sirok Bastra, Volume 6 Nomor 1 Edisi Juni 2018, halaman 67—79

Tuturan enyekan pada bahasa Banjar berfungsi sebagai ungkapan untuk mematahkan
pembicaraan orang lain. Tuturan ini merupakan salah satu manisfestasi ketidaksantunan
berbahasa yang berwujud melecehkan muka dengan ragam makna implikaturnya. Penelitian ini
mengkaji (1) bagaimana manifestasi melecehkan muka dalam kalimat enyekan pada bahasa
Banjar; dan (2) apa saja konteks implikatur enyekan sebagai manifestasi melecehkan muka pada
Bahasa Banjar. Tujuan penelitian adalah mendeskripsikan manifestasi melecehkan muka dalam
kalimat enyekan pada bahasa Banjar serta memaparkan konteks implikatur enyekan sebagai
manifestasi melecehkan muka pada bahasa Banjar. Data diambil di Desa Bincau, Kabupaten
Banjar, Kalimantan Selatan. Metode pengumpulan data penelitian adalah pengamatan langsung
dengan teknik catat. Data dikaji berdasarkan teori pragmatik. Metode analisis data menggunakan
deskriptif analitik dan teknik interpretatif. Hasil penelitian menunjukkan terdapat tiga manisfestasi
melecehkan muka pada tuturan enyekan dalam bahasa Banjar dengan sinis, dengan kata-kata
kasar, dan ejekan. Selanjutnya, makna implikatur percakapan tuturan enyekan sebagai manifestasi
melecehkan muka dalam bahasa Banjar meliputi makna memerintah berkategori melecehkan
muka dengan kata sinis dan kasar. Berikutnya, makna implikatur melarang berkategori
melecehkan muka dengan sinis dan kasar. Terakhir makna implikatur penegasan dengan ejekan.
Kata Kunci: linguistik, implikatur, bahasa Banjar

vi
Volume 6 Nomor 1 Edisi Juni 2018 P-ISSN 2354-7200, E-ISSN 2621-2013

JURNAL ILMIAH KEBAHASAAN DAN KESASTRAAN

Kata kunci yang dicantumkan di sini adalah kata-kata yang mewakili konsep yang digunakan
dalam sebuah tulisan. Abstrak dapat digandakan tanpa izin dari penerbit dan bebas biaya.

Hestiyana (Balai Bahasa Kalimantan Selatan)


“Bentuk Kesalahan Berbahasa pada Penulisan Iklan Media Luar Ruang di Kota Pelaihari”
Sirok Bastra, Volume 6 Nomor 1 Edisi Juni 2018, halaman 81—92
Penulisan iklan media luar ruang di Kota Pelaihari masih ditemukan banyak kesalahan berbahasa.
Penelitian ini bertujuan mendeskripsikan bentuk kesalahan berbahasa pada penulisan iklan media
luar ruang di Kota Pelaihari. Penelitian ini menggunakan pendekatan objektif dengan
memfokuskan perhatian pada bahasa dan menggambarkan apa adanya suatu bahasa. Penelitian
ini menggunakan metode deskriptif kualitatif. Pengumpulan data dilakukan dengan teknik
observasi langsung (pengamatan), teknik catat, dokumentasi, dan sampling bertujuan. Hasil
penelitian menunjukkan bentuk kesalahan berbahasa pada penulisan iklan media luar ruang di
Kota Pelaihari masih banyak ditemukan penggunaan bahasa yang tidak sesuai dengan kaidah
bahasa Indonesia yang baik dan benar. Bentuk-bentuk kesalahan berbahasa pada penulisan iklan
media luar ruang di Kota Pelaihari, sebagai berikut: 1) ejaan, yang mencakup (a) pemakaian huruf
kapital, (b) penulisan kata, yakni penulisan kata depan dan penulisan singkatan dan akronim,
serta (c) pemakaian tanda baca, yakni tanda baca titik dan tanda baca koma; 2) pilihan kata atau
diksi; dan 3) unsur serapan dari bahasa asing.
Kata kunci: kesalahan berbahasa, penulisan, media luar ruang

Desi Wulandari (SMA Plus Bahrul Ulum Islamic Centre-Sungailiat)


“Pembelajaran Puisi melalui Metode Konstruktivisme Berbasis Karakter untuk Meningkatkan
Ketrampilan Menulis”
Sirok Bastra, Volume 6 Nomor 1 Edisi Juni 2018, halaman 93—104

Penelitian ini bertujuan untuk menjelaskan keterkaitan pembelajaran puisi melalui metode
konstruktivisme berbasis karakter untuk meningkatkan keterampilan menulis esai. Puisi sebagai
salah satu bentuk sastra mempunyai peran sangat penting dalam pembentukan karakter peserta
didik. Karakter yang penting dimiliki oleh peserta didik adalah semangat kebangsaan. Melihat
video puisi, memaknai puisi, dan menulis esai dengan tema semangat kebangsaan dapat
menumbuhkan karakter tersebut. Dengan menggunakan metode konstruktivisme, peserta didik
dapat membangun atau menyusun ide baru berdasarkan pengalaman dari pembelajaran puisi
menjadi esai. Langkah-langkah pembelajaran melalui metode konstruktivisme adalah (1) orientasi,
(2) elisitasi, (3) restrukturisasi ide, (4) penggunaan ide, dan (5) review ide. Metode pengumpulan
data yang digunakan pada penelitian ini dilakukan dalam dua siklus yang terdiri dari pendahuluan,
perencanaan, tindakan, dan refleksi. Metode yang digunakan dalam penelitian ini adalah analisis
data deskriptif atau nonstatistik. Dari hasil penelitian terdapat peningkatan kemampuan peserta
didik dalam mengembangkan ide baru dari pembelajaran puisi menjadi esai. Pada siklus 1 hanya 8
peserta didik yang melampaui KKM dengan rata-rata 76, sedangkan pada siklus 2 terjadi
peningkatan, yakni seluruh peserta didik mendapatkan nilai melampaui KKM dengan rata-rata 83.
Dapat disimpulkan bahwa integrasi pembelajaran puisi melalui metode konstruktivisme berbasis
karakter direkomendasikan dapat meningkatkan keterampilan menulis esai.
Kata kunci: karakter, puisi, konstruktivisme, menulis

vii
Volume 6 Nomor 1 Edisi Juni 2018 P-ISSN 2354-7200, E-ISSN 2621-2013

JURNAL ILMIAH KEBAHASAAN DAN KESASTRAAN

Kata kunci yang dicantumkan di sini adalah kata-kata yang mewakili konsep yang digunakan
dalam sebuah tulisan. Abstrak dapat digandakan tanpa izin dari penerbit dan bebas biaya.

Agoes Hendriyanto, Arif Mustofa, Bakti Sutopo ( STKIP PGRI Pacitan)


“Filosofi Jawa dalam Seni Kethek Ogleng Desa Tokawi, Kecamatan Nawangan, Kabupaten
Pacitan”
Sirok Bastra, Volume 6 Nomor 1 Edisi Juni 2018, halaman 105—115

Penelitian ini bertujuan mendeskripsikan nilai filosofis yang terkandung dalam seni Kethek Ogleng
Desa Tokawi, Kecamatan Nawangan, Kabupaten Pacitan. Seni Kethek Ogleng merupakan satu-
satunya seni yang dimiliki oleh masyarakat Desa Tokawi. Keberadaan seni tersebut sekarang
dikenal di beberapa kalangan dan telah dikelola secara baik oleh Sukisno dengan mendirikan
Paguyuban Condro Wanoro sebagai wadah untuk melestarikan sekaligus memasyarakatkan seni
yang dikreasi oleh Sutiman. Seni Kethek Ogleng berbasis nilai yang ada di sekitar masyarakat
sehingga filosofi yang dimaksud adalah filosofi masyarakat Jawa. Penelitian ini termasuk penelitian
kualitatif. Data diperoleh dengan observasi, wawancara, dan studi pustaka. Adapun analisis data
menggunakan metode deskriptif kualitatif. Hasil penelitian menunjukkan bahwa gerakan seni
Kethek Ogleng mengandung filsafat yang berhubungan dengan kehidupan masyarakat Jawa. Hal
filosofis tersebut menyangkut manusia sebagai individual maupun sosial. Secara individu, segi
filosofis mengajarkan hakikat manusia, tata cara manusia berkegiatan dalam kehidupan, dan
mengajarkan hidup hemat sebagaimana prinsip orang Jawa. Adapun dimensi sosial menekankan
pentingnya relasi antarmanusia dilaksanakan secara baik dan damai serta menghindarkan diri dari
ketegangan dan konflik agar terjalin hubungan yang hormonis sebagaimana manusia dititahkan
sebagai makhluk yang berpikir dan berbudaya serta sebagai salah satu entitas dalam
kesemestaan.
Kata kunci: seni, Kethek Ogleng, filosofis, manusia, masyarakat Jawa

viii
Volume 6 Nomor 1 Edisi Juni 2018 P-ISSN 2354-7200, E-ISSN 2621-2013

JURNAL ILMIAH KEBAHASAAN DAN KESASTRAAN


The keywords noted here are the words which represent the concept applied in a writing. These
abstract are allowed to copy without permission from publisher and free of charge.

Jumani (SMA Negeri 1 Pangkalpinang)


“Structure and Moral value of Pantun at Rubric of “Bujang Besaot” and Its Utilization as Literature
Materials”
Sirok Bastra, Volume 6 Nomor 1 Edisi Juni 2018, pp. 1—21

Pantun is one of the literature works which can be reviewed from various aspects. Pantun can be
reviewed as a meaningful and valuable structure. The aimed of study to describe the structure
and the moral value at pantun in rubric of “Bujang Besaot” for literature material at Senior High
School level. Source of data This research is Bangka Pos daily newspaper published during June-
September 2008. Research data in the form of written data. The data collection of this research is
done by using literature study method by reading and writing technique. In analyzing the data, the
method used is descriptive method with qualitative approach. Based on the results of research,
pantun on rubric "Bujang Besaot" are dominated by the theme of romance and rhyme end with
the pattern of rhyme a b a b. Visual imagery and moral values are dominant in pantun "Bujang
Besaot". The use of analysis and moral values, pantun rubric "Bujang Besaot" can be used as an
alternative literary materials in Senior High School.
Keywords: pantun, moral values, teaching materials, structure of pantun

Wahyu Heriyadi (Penerbit Vidya Mandiri)


“Gothic-Postmodern Political Terror and Disability Repretentation on “Ular di Mangkuk Nabi ”
Sirok Bastra, Volume 6 Nomor 1 Edisi Juni 2018, pp. 23—28

Gothic literature apparently is able to attract the public, for example through the novels by
Abdullah Harahap during 1970—1980s. But, the controversy appears to call the work of gothic
literature as a genre that should be studied and appreciated by the literary critics in Indonesia. It
is because the morality which is presented through literary works can be done with things that are
inversely proportional to the rules of morality that should apply. Because of that, the critique of
gothic literature increasingly got the space to dissect a literary work, even more so with the
presence of analytical tools through the postmodern gothic approach. Postmodern gothic approach
and disability are used to dismantle the entire aspect in stories collection of Ular di Mangkok Nabi
by Triyanto Twikromo. In this book, the fabric of stories with complexity, terror, erotica,
metaphysic, mystic, interrupted reading spaces. This story offers a new experience for its readers,
gothic postmodern political terror. In conclusion, Triyanto Triwikromo brings political terror
through gothic postmodern genre to the readers in stories collection of Ular di Mangkuk Nabi.
Keywords: political terror, gothic-postmodern, disability

ix
Volume 6 Nomor 1 Edisi Juni 2018 P-ISSN 2354-7200, E-ISSN 2621-2013

JURNAL ILMIAH KEBAHASAAN DAN KESASTRAAN


The keywords noted here are the words which represent the concept applied in a writing. These
abstract are allowed to copy without permission from publisher and free of charge.

Sakila (SMP Negeri 2 Singkawang)


“Application of Drill Method in learning of Writing Knowledge Book Review”
Sirok Bastra, Volume 6 Nomor 1 Edisi Juni 2018, pp. 29—42

Method is very important and must be owned by the teacher before entering the study room. This
is because the method is the initial foundation to achieve the goal of education and the success of
a learning. Teachers play an important role in the process and enhancement of the quality of
education. Enchancement of teacher competence is directly proportional to student achievement.
The purpose of this paper is to contribute thoughts and ideas, and the steps of applying the drill
method in learning of writing knowledge book review to improve student learning outcomes in the
class IX class IX in Indonesian Subject. Techniques and learning steps by using the drill method
can be applied to the learning of writing knowledge book review. Students are placed as study
subjects. Not only do they serve as teachers through verbal explanations of teachers, they play a
role in finding the essence of the subject they are studying. The final conclusion can be said that
the application of the drill method allows students to train themselves to write knowledge book
review and to find the information they need to achieve instructional goals in Indonesian subject.
Keywords: methods, learning, practice, reviews, knowledge books

Bram Denafri (Universitas pamulang)


“Information Structure of Indonesian Sentence”
Sirok Bastra, Volume 6 Nomor 1 Edisi Juni 2018, pp. 43—49

This article is aimed at describing and explaining the information structure in Indonesian
sentences grammatical construction. Information structure concerns about form of utterances in
relation with presupposition of speaker and listener. This presupposition is related to text form
which is produced and certain based form which is selected by speaker and listener. Then, these
can be seen through grammatical structure of sentences delivered by participants. The data were
analyzed by using distributional method. The techniques used in this research were segmenting
immediate constituent technique, deletion technique, and read marker technique. Based on the
analysis, it was found that a single element Indonesian topic sentence can be filled by the subject
and complement. Topic can be appended with a marker in the form of demonstrative markers,
such as “ini” and “itu” which is related to the context. The words “ini” and “itu” make the topic as
definite. The structure of the focus-presupposition in Indonesian single sentence, there are three
types of focus structures, which are sentence-focus structure, argument-focus structure and
predicate-focus structure. While the structure of the focus-presupposition in Indonesian compound
sentence, there are two types of focus structures, which are the argument-focus structure and
predicate-focus structure.
Keywords: Information structure, Indonesian language.

x
Volume 6 Nomor 1 Edisi Juni 2018 P-ISSN 2354-7200, E-ISSN 2621-2013

JURNAL ILMIAH KEBAHASAAN DAN KESASTRAAN


The keywords noted here are the words which represent the concept applied in a writing. These
abstract are allowed to copy without permission from publisher and free of charge.

Ni Nyoman Ayu Suciartini (STMIK STIKOM BALI)


“Defense of Balinese Language in Parody “Hai Puja””
Sirok Bastra, Volume 6 Nomor 1 Edisi Juni 2018, pp. 49—55

The development of technology has its own influence for the use of language, especially local
languages. The Balinese language itself as a mother tongue or local language must continue to be
productive and introduced in contemporary ways to survive millennials. The appearance of
youtube channel in the form of parody "Hai Puja" is important to be appreciated as one of
Balinese language defense media. This study aims to describe the use of Balinese sentences in the
video parody of "Hai Puja" which has been watched by thousands of people as one of the media
that has a strategic and potential position in the development and training of Balinese language
from an early age. The theory used in this research is sociolinguistic theory that is the theory of
language shift and defense. The method used is simak method, skill method, and interview
method. The results of this study conclude that there are sociolinguistic factors that influence
Balinese language preservation in parody of this parody, namely 1) Loyalty to the mother tongue,
2) the attitude of young people, 3) the use of social media in accordance with the development of
the times.
Keywords: Hi Puja, Defense of Balinese language

Rissari Yayuk (Balai Bahasa Provinsi Kalimantan Selatan)


“The Meaning of Speech Implicature of Enyekan Statement as Manifestation of Face Harassment
in Banjar Language”
Sirok Bastra, Volume 6 Nomor 1 Edisi Juni 2018, pp. 67—79

Enyekan statement on the Banjar language has a function as an expression to twist the
conversation of other people. This is one of the manifestations of language misconduct in the form
of face harassment with the variety of implicature meaning. This research studies about (1) how is
the manifestation of face harassment in the sentence of enyekan in Banjar language; (2) what is
the implicature context of enyekan as a face harassment manifestation in Banjar Language. The
purpose of the research was to describe 1. manifestations of insulting in the sentence of enyekan
in Banjar language. 2. The implicature context of enyekan as a face-harassment manifestation in
Banjar Language. The research method is qualitative descriptive. Data collection was held in
Bincau village, Banjar regency, South Kalimantan and started from January to February 2018. The
research data was collected using direct observation method with recording technique. Data were
reviewed based on pragmatic theory. Methods of data analysis using descriptive analytic and
interpretative techniques. The results of data analysis are presented in ordinary words. The steps
of research work include data collection, identification, classification, selection, and interpretation
of data based on theory. The results and discussion of the research indicate there are three
manifestations of face harassment. In sarcastical speech, in cynical language with harsh words,
and mockery. Furthermore, the implicature meaning of speech conversation as a manifestation of
face harassment in banjar language includes the meaning of command categorized in insults with
cynical and abusive word. Next, the meaning of implicature prohibition categorized in insults with
cynical and abusive word. The last is implicature meaning of affirmation with mockery.
Keywords: linguistic, implicature, Banjar

xi
Volume 6 Nomor 1 Edisi Juni 2018 P-ISSN 2354-7200, E-ISSN 2621-2013

JURNAL ILMIAH KEBAHASAAN DAN KESASTRAAN


The keywords noted here are the words which represent the concept applied in a writing. These
abstract are allowed to copy without permission from publisher and free of charge.

Hestiyana (Balai Bahasa Kalimantan Selatan)


“The Form of a Language Error in the Writing of Outdoor Media Advertising in Pelaihari City”
Sirok Bastra, Volume 6 Nomor 1 Edisi Juni 2018, pp. 81—92

Many language errors are still found in the writing of outdoor media advertising in Pelaihari City.
This research aims to describe the form of language errors on the writing of outdoor media
advertising in Pelaihari City. The approach used in this research is an objective approach by
focusing attention on the language itself and describing what a language is. This research used
descriptive qualitative method. Data collection was done by direct observation technique, record
technique, documentation, and purposive sampling. The results showed a lot of form of language
errors on the writing of outdoor media advertising in Pelaihari City that is not in accordance with
the rules of the Indonesian language. Forms of language error in the writing of outdoor media
advertisements in Pelaihari City, as follows: 1) spelling, which includes (a) the usage of capital
letters, (b) word writing, which are front-end writing and abbreviation and acronyms writing, and
(c) ) the usage of punctuation, which is Comma punctuation and period punctuation; 2) choice of
words or diction; and 3) the absorption element of a foreign language.
Keywords: language error, writing, outdoor media

Desi Wulandari (SMA Plus Bahrul Ulum Islamic Centre-Sungailiat)


“Poetry Learning by Conducting Character Based Constructivism Method to Enchance Writing Skill”
Sirok Bastra, Volume 6 Nomor 1 Edisi Juni 2018, pp. 93—104

The aim of this research is to explain the connection of poetry learning through character
based constructivism method to improve essay writing skill. Poetry as one of literature work
has essential role in building students character. Important character that have to be owned
by students is nationalism. Poetry Video, poety interpretation, and essay writing with the
theme of nationalism were able to build and create nationalism character. By conducting
constructivisme method, students were able to build or compile a new concept according to
the experience of poetry learning to become an essay. The learning steps through the
constructivsm method these are, 1. Orientation, 2. Elicitation, 3. Idea restructurisation , 4.
Idea usage, 5. Idea review. The method used in collecting the data in this study was applied
in two cycles that consisted of introduction, planning, action and reflection. The method used
in this research was descriptive data analysis or non-statistic. Based on the result of the
research, there was a significant improvement of the students in developing new concept of
the poetry learning to become an essay. By the first cycle, only 8 participants with the mean
76 score which is hingher than KKM (Minimum Criteria of Mastery Learning). Moreover by
the second cycle, all students exceeded the mean score 83 which was hingher than KKM
(Minimum Criteria of Mastery Learning). It can be concluded that the integration of poetry
learning through a character based conctructivsm method is recommended to improve
writing skill.
Keywords: character, poetry, constructivisme, writing

xii
Volume 6 Nomor 1 Edisi Juni 2018 P-ISSN 2354-7200, E-ISSN 2621-2013

JURNAL ILMIAH KEBAHASAAN DAN KESASTRAAN


The keywords noted here are the words which represent the concept applied in a writing. These
abstract are allowed to copy without permission from publisher and free of charge.

Agoes Hendriyanto, Arif Mustofa, dan Bakti Sutop0 (STKIP PGRI Pacitan)
“Javanese Philosophy in Kethek Ogleng Art of Tokawi Village, Nawangan District, Pacitan
Regency”
Sirok Bastra, Volume 6 Nomor 1 Edisi Juni 2018, pp. 105—115

This research aim to describe the philosophical values contained in the art of Kethek Ogleng,
Tokawi Village, Nawangan District, Pacitan Regency. Kethek Ogleng art is the only art owned by
the Tokawi Village community. The existence of this art is now known in some circles and has
been managed well by Sukisno by establishing the Condro Wanoro Circle of Friends as a place to
preserve and promote the art created by Sutiman. Ogleng Kethek art is based on values that exist
around the community so the philosophy in question is the philosophy of Javanese society. This
research was included in qualitative research. Data obtained by observation, interviews, and
literature studies. The data analysis uses was qualitative descriptive method. The results showed
that the Kethek Ogleng art movement contained a philosophy related to the life of the Javanese
people. This philosophical matter concerns humans as individuals and socially. Individually, the
philosophical aspect teaches the nature of human beings, the procedures for human activities in
life, and teaches the life of frugality as the Javanese principle. The social dimension emphasizes
the importance of good and peaceful inter-human relations and avoids tension and conflict in
order to establish hormonal relationships as humans are ordered as thinking and cultured beings
and as one entity in universality.
Keywords: art, Kethek Ogleng, philosophical, human, Javanese society

xiii
Ni Nyoman Ayu Suciartini: Pemertahanan Bahasa Bali dalam Parodi “Hai Puja”

PEMERTAHANAN BAHASA BALI DALAM PARODI “HAI PUJA”


Defense of Balinese Language in Parody “Hai Puja”
Ni Nyoman Ayu Suciartini
STMIK STIKOM BALI
Jalan Puputan Renon, Denpasar, Bali
uci_geg@yahoo.com
Naskah masuk: 28 April 2018, disetujui: 15 Mei 2018, revisi akhir: 24 Juli 2018
Abstrak
Berkembangnya teknologi memberi pengaruh tersendiri bagi pemakaian bahasa, terutama bahasa
daerah. Bahasa Bali sebagai bahasa ibu atau bahasa daerah harus terus produktif dan dikenalkan
dengan cara-cara kekinian untuk tetap bertahan pada generasi milenial. Kemunculan saluran
Youtube dalam bentuk parodi “Hai Puja” penting diapresiasi sebagai salah satu media
pemertahanan bahasa Bali. Penelitian ini bertujuan mendeskripsikan penggunaan kalimat
berbahasa Bali dalam video parodi “Hai Puja” yang telah ditonton ribuan masyarakat sebagai salah
satu media yang memiliki kedudukan strategis dan potensial dalam usaha pembinaan serta
pengembangan bahasa Bali sejak usia dini. Teori yang digunakan dalam penelitian ini adalah teori
sosiolinguistik, yaitu teori pergeseran dan pemertahanan bahasa. Metode yang digunakan adalah
metode simak, metode cakap, dan metode wawancara. Hasil penelitian ini menyimpulkan bahwa
ada faktor sosiolinguistik yang memengaruhi pemertahanan bahasa Bali dalam parodi “Hai Puja”
ini, yaitu (1) loyalitas terhadap bahasa Ibu, (2) sikap bahasa golongan muda, serta (3)
penggunaan media sosial yang sesuai dengan perkembangan zaman.
Kata Kunci: Hai Puja, pemertahanan bahasa Bali
Abstract
The development of technology has its own influence for the use of language, especially local
languages. The Balinese language itself as a mother tongue or local language must continue to be
productive and introduced in contemporary ways to survive millennials. The appearance of
youtube channel in the form of parody "Hai Puja" is important to be appreciated as one of
Balinese language defense media. This study aims to describe the use of Balinese sentences in the
video parody of "Hai Puja" which has been watched by thousands of people as one of the media
that has a strategic and potential position in the development and training of Balinese language
from an early age. The theory used in this research is sociolinguistic theory that is the theory of
language shift and defense. The method used is simak method, skill method, and interview
method. The results of this study conclude that there are sociolinguistic factors that influence
Balinese language preservation in parody of this parody, namely (1) Loyalty to the mother tongue,
(2) the attitude of young people, (3) the use of social media in accordance with the development
of the times.
Keywords: Hi Puja, defense of Balinese language

1. PENDAHULUAN bahasa Bali menjadi sumber imajinasi,


Sebuah bahasa tidak akan menuju kreativitas, dan daya cipta dan merupakan
kepunahan jika warganya sadar untuk tenaga dalam kebudayaan Bali. Pemuda
menggunakannya setiap waktu. Begitu juga Bali harus ikut ambil andil dalam
bahasa Bali. Dewasa ini, banyak yang menggemakan kembali penggunaan bahasa
khawatir tentang bahasa Bali yang mulai Bali, terutama di ranah digital dan dunia
kehilangan penutur mudanya. Namun, yang milenial ini. Bukan mustahil,
keyakinan bahasa Bali akan tetap lestari pendidikan bahasa Bali makin digemari dan
begitu besar. Aksara, sastra, dan bahasa Bali digeluti banyak pemuda di dunia digital.
merupakan masa depan budaya masyarakat Bahasa Bali merupakan salah satu
lokal Pulau Dewata. Penggunaan bahasa Bali bahasa daerah yang sampai saat ini masih
perlu dibina dan diberdayakan untuk digunakan masyarakat penuturnya.
merevitalisasi jati diri dan penguatan Berdasarkan jumlah penuturnya, bahasa
integritas bangsa. Aksara, sastra, dan Bali dapat digolongkan ke dalam bahasa

SIROK BASTRA, Vol. 6 No. 1, Juni 2018: 51—65 51


Ni Nyoman Ayu Suciartini: Pemertahanan Bahasa Bali dalam Parodi “Hai Puja”

daerah yang besar karena memiliki jumlah comedy. Semuanya diadaptasi dan
penutur lebih dari satu juta jiwa (Bawa, menggunakan bahasa Bali. Kreativitas
1981:7). Bagi masyarakat Pulau dewata, seperti ini patut diapresiasi. Perkembangan
bahasa Bali memiliki kedudukan dan fungsi menarik lainnya, sehubungan dengan upaya
yang sangat penting di Bali. Bahasa Bali pelestarian bahasa Bali di era digital
memiliki kedudukan sebagai bahasa daerah sekarang ini, adalah hadirnya dukungan
dan sebagai bahasa ibu (Suasta, 2013:3). dari Google. Sejak 15 Februari 2013,
Sebagai bahasa daerah, bahasa Bali perusahaan mesin pencarian terbesar di
berfungsi sebagai identitas masyarakat Bali, dunia ini menghadirkan halaman muka
lambang kebanggaan masyarakat Bali, dan pencarian berbahasa Bali yang disebut
sebagai penunjang kebudayaan nasional dengan “Google Basa Bali.” Ini merupakan
serta sebagai penunjang bahasa nasional. bentuk pengakuan bahwa bahasa Bali
Kedudukan bahasa Bali sebagai bahasa ibu memiliki jumlah pengguna yang dinilai
berfungsi sebagai bahasa pengantar dalam cukup tinggi. Sebagai bahasa daerah yang
berkomunikasi, baik dalam situasi resmi digunakan oleh 4 juta orang, ada harapan
maupun tidak resmi. Keberadaan bahasa Bali bahwa bahasa Bali di Google akan
sekarang tidak seperti dulu. Dalam memudahkan lebih banyak lagi pengguna
pemakaian, bahasa Bali tidak lagi sebagai internet menemukan informasi yang
bahasa utama dalam berkomunikasi bagi mereka butuhkan. Dua bahasa daerah di
masyarakat Bali. Generasi muda Bali, yang Indonesia yang tersedia sebagai pilihan
semestinya sebagai pelestari dan dalam laman muka mesin pencarian
pemertahan bahasa Bali, malah enggan Google, sampai saat ini, hanya bahasa Bali
menggunakan bahasa Bali. Generasi muda dan bahasa Jawa.
Bali merasa lebih “gaul” jika berkomunikasi Bahasa daerah, seperti bahasa Bali
menggunakan bahasa Indonesia atau bahasa merupakan ciri khas atau identitas dari
Asing. Perkembangan pemakaian bahasa Bali budaya Bali yang tetap harus dipertahankan
sangat ditentukan oleh dinamika sosial keberadaannya dengan jalan digunakan
masyarakatnya. Meski keadaannya begitu secara terus-menerus oleh penuturnya
mengkhawatirkan, kemunculan tokoh-tokoh sehingga tidak menjadi bahasa mati. Suatu
muda, penyuluh berbahasa Bali, kembali bahasa yang dikatakan “bahasa mati”,
membangkitkan keyakinan bahwa bahasa apabila bahasa tersebut ditinggalkan, atau
Bali ini belum punah. Hanya tertidur tidak lagi digunakan untuk berkomunikasi
sebentar, kemudian bangun lagi dengan oleh penuturnya. Hal inilah yang patut
cara-cara yang lebih baik dan kekinian. Salah untuk diwaspadai. Dalam tujuh unsur
satunya lewat kreasi-kreasi yang sesuai kebudayaan universal, bahasa menempati
dengan tuntutan zaman. peringkat pertama. Dengan demikian, patut
Pada era otonomi daerah, pemerintah untuk disadari bahwa apabila bahasa Bali
sesungguhnya bebas memberdayakan tidak lagi digunakan oleh penuturnya, maka
bahasa daerah. Di antaranya melalui budaya Bali pun akan tenggelam. Untuk
kewajiban dengan menggunakan bahasa memahami suatu kebudayaan maka hal
daerah sebagai bahasa pengantar di dalam utama yang harus dilakukan adalah
kelas, dalam forum resmi dan ilmiah, memahami dan mengatahui bahasanya.
menyediakan buku bacaan, mendukung Demikian halnya dengan budaya Bali yang
penelitian kebahasaan. Bahasa Bali sebagai akan lebih mudah untuk diketahui dan
jati diri orang Bali harus dipertahankan dan dipelajari melalui bahasa Bali. Ini
dilestarikan, tidak hanya dikembangkan dan menunjukkan begitu pentingnya peran
dibina, karena itu kekuatan budaya Bali bahasa Bali dalam menjaga pilar
secara internasional. Kalau itu hilang, Bali kebudayaan Bali. Selain itu, dalam bahasa
bukan Bali lagi. mengandung nilai-nlai kebudayaan Bali
Dalam pengamatan POPBALI, belakangan yang adiluhung.
ini di Bali mulai berkembang jenis banyolan Fenomena yang terjadi di masyarakat
baru. Beberapa di antaranya, mengikuti tren mengenai upaya-upaya pemertahanan
nasional. Bondres yang dikemas dengan bahasa Bali sedang marak terjadi.
format menyerupai “Opera Van Java” Termasuk isu yang berkembang belakangan
misalnya. Atau tampilan solo ala standup ini, yakni penggabungan pelajaran bahasa

SIROK BASTRA, Vol. 6 No. 1, Juni 2018: 51—65 52


Ni Nyoman Ayu Suciartini: Pemertahanan Bahasa Bali dalam Parodi “Hai Puja”

daerah ke dalam pelajaran Seni Budaya. tetapi, mereka merasa kesulitan dalam
Tentunya hal ini harus dikaji ulang terlebih penggunaan Anggah-Ungguhin Basa Bali.
dahulu dengan lebih cermat dan dengan Hal ini memang suatu realitas yang tidak
pertimbangan-pertimbangan tertentu. Dapat dapat dielakkan. Pada kenyataannya,
dikatakan demikian, karena apabila kita bahasa Bali memang memiliki Anggah-
cermati bersama, ketika mata pelajaran Ungguhin basa Bali yang fungsinya justru
bahasa Bali tersebut digabungkan, maka harus diketahui terlebih dahulu, sehingga
waktu yang diberikan mengenai bahasa Bali kecintaan untuk menggunakan bahasa
akan semakin terpangkas. Hal ini tersebut akan tumbuh. Sebagai masyarakat
menyebabkan peserta didik kurang maksimal Bali, kita hendaknya harus berbangga
dalam mempelajari bahasa Bali. Selain dengan keberadaan Anggah-Ungguhin basa
peranan orang tua sebagai pendukung Bali yang merupakan ciri khas atau identitas
utama dalam pelestarian bahasa Bali sejak suatu wilayah yang tidak banyak dimiliki
dini, peranan institusi pendidikan sangatlah oleh daerah-daerah lain di Nusantara,
penting dan memegang kendali utama. bahkan di dunia. Dengan demikian, tidak
Upaya pemerintah—khususnya Kota berlebihan jika menempatkan bahasa Bali
Denpasar—memang gencar dilakukan, dalam stana yang agung atau tinggi.
misalnya setiap hari Jumat wajib untuk Adanya Anggah-Ungguhin basa Bali ini
menggunakan bahasa Bali di seluruh sekolah sejatinya difungsikan untuk rasa basa atau
yang ada di Kota Denpasar. Akan tetapi, tata krama dalam berbahasa. Pada
program ini masih kurang maksimal dalam hakikatnya, seseorang yang menggunakan
penerapannya. Upaya lainnya yang dilakukan Anggah-Ungguhin bahasa saat berbicara
pemerintah, yakni membiasakan lingkungan bermaksud menghargai bahkan
menggunakan bahasa Bali serta aksara Bali. menghormati lawan bicaranya. Penggunaan
Misalnya pada setiap ruas jalan, sudut-sudut Anggah-Ungguhin basa Bali ini amat terkait
sekolah, tempat umum seperti di kawasan dengan lawan bicara, sehingga
pertokoan yang ada di Jalan Gajah Mada, penggunaannya menjadi tepat. Akan tetapi,
Denpasar. Dengan demikian, masyarakat para siswa mengalami kesulitan dalam
terbiasa dengan bahasa maupun aksara Bali, penggunaan Anggah-Ungguh basa
serta tidak merasa jauh, bahkan asing tersebut, yang terdiri dari Alus Singgih, Alus
dengan bahasa ibunya sendiri. Akan tetapi, Madya, Alus Sor, Alis Mider, Mider, Kepara
penggunaannya juga masih kurang maksimal dan Kasar. Kunci utama dalam
karena hanya berpusat pada tempat-tempat memecahkan permasalahan ini terletak
tertentu saja. pada peran seorang guru bahasa Bali. Yang
Apabila mengikuti perkembangan dan harus diperhatikan adalah mengenai
tantangan zaman memang tidak dapat metode penyampaiannya. Memasuki era
disalahkan jika anak-anak sekarang gencar globalisasi seperti sekarang, kemajuan ilmu
untuk mempelajari bahasa asing. Hal itu pengetahuan dan teknologi (iptek) yang
memang perlu dilakukan, sebagai pelengkap begitu pesat, membawa dampak pada
agar tetap dapat mengikuti perubahan perubahan pola pikir bahkan perilaku siswa.
sehingga tidak jauh terbelakang dan Oleh karena itu, kebanyakan siswa
ketinggalan informasi dalam kancah sekarang lebih menginginkan metode yang
persaingan global. Menyikapi fenomena baru dan menyenangkan. Apabila siswa
sekarang, yaitu generasi muda Bali yang senang mempelajari bahasa Bali, mereka
tidak banyak menggunakan bahasa Bali akan mencoba untuk mempelajari dan
dalam keseharian maupun pergaulan memahami. Hingga pada akhirnya ia pun
merupakan suatu kenyataan yang tidak mau untuk menggunakan bahasa Bali.
terelakkan. Penggunaan bahasa Bali yang Selain penyampaian materi, siswa juga
semakin jarang, lebih banyak terjadi di hendaknya diberikan pemahaman akan
wilayah perkotaan. Berdasarkan pengamatan nilai-nilai kearifan lokal yang patut
pada siswa-siswa dari tingkat pendidikan SD dilestarikan.
hingga SMA yang tinggal di wilayah Perlu adanya kesadaran dalam diri
perkotaan, mereka mengakui bahwa bukan generasi muda, bahwa merekalah yang
tidak mau menggunakan bahasa Bali. Akan mengemban tugas untuk tetap menjaga
eksistensi bahasa Bali. Dengan tegas kita

SIROK BASTRA, Vol. 6 No. 1, Juni 2018: 51—65 53


Ni Nyoman Ayu Suciartini: Pemertahanan Bahasa Bali dalam Parodi “Hai Puja”

dapat menyuarakan, kepedulian kita dan sintaksis dari beblabadan (metafora) yang
menumbuhkan rasa kecintaan terhadap mengandung leksikon-leksikon alam
bahasa Bali. Jika saja bahasa Bali menjadi tersebut antara lain frasa nomina seperti
bahasa mati maka bersiaplah kebudayaan base wayah (seperti daun sirih tua), frasa
Bali akan runtuh. Suatu kebudayaan tidak verba seperti mabawang putih (seperti
akan memiliki identitas yang kuat, apabila bawang putih), dan klausa seperti ental
bahasa yang mendukungnya telah punah. magulung (daun lontar digulung). Ketiga,
Sebagai generasi-generasi muda penyelamat dimensi praksis sosial dari beblabadan
zaman, hendaknya kita sadar akan hal (metafora) ditunjukkan oleh pola-pola
tersebut dan tidak membiarkan bahasa Bali acuan tertentu.
menjadi ”bahasa mati”. Penelitian lainnya adalah penelitian
Dengan kemunculan bahasa Bali di dunia tahun 2016 oleh I Wayan Dirgeyasa yang
digital seperti Google, adanya blog-blog berjudul “Potret Penggunaan Bahasa Bali
tulisan berbahasa Bali, media berita bagi Komunitas Bali di Kota Medan”.
berbahasa Balisecara online, bahasa Bali Penelitian ini membahas telah terjadi pilihan
belum menuju kepunahan. Dengan makin penggunaaan bahasa bagi komunitas Bali di
aktifnya bahasa Bali di era milenial, Medan. Pertama, pada umumnya komunitas
kepercayaan diri penuturnya juga makin masyarakat Bali di Medan tidak
meningkat. Salah satunya, munculnya menggunakan pilihan bahasa, baik bahasa
youtuber Kadek Puja Astawa dengan nama Bali (BB) maupun bahasa Indonesia (BI)
Hai Puja yang telah memiliki ribuan pengikut secara penuh pada suatu persitiwa interaksi
dengan konten humor berbahasa Bali yang dan komunikasi. Kedua, komunitas
segar khas Singaraja. Kehadiran Hai Puja masyarakat Bali di Medan menggunakan
membuat bahasa Bali kembali menemukan campur kode (code mixing) dan alih kode
gairah bagi para penuturnya. Humor yang (code-switching) dengan pilihan bahasa
segar ini membuat generasi muda menjadi dominasi bahasa Indonesia (dBI) pada
tahu istilah-istilah bahasa Bali dan semua konteks komunikasi. Ketiga, secara
menjadikannya perbincangan di dunia maya khusus, generasi kedua komunitas
maupun nyata, ranah milenial, maupun masayarakat Bali di Medan sangat tidak
konvensional. Kadek Puja Astawa bersama menguasai berbahasa Bali, baik lisan
parodi Hai Puja juga bertutur dengan sarat maupun tulisan. Berdasarkan hasil
nasihat kekinian. penelitian ini, dapat disimpulkan bahwa
Berdasarkan uraian di atas, rumusan secara umum penggunaan pilihan bahasa
masalah dalam penelitian ini adalah Bali (BB) oleh komunitas masyarakat Bali di
bagaimana eksistensi bahasa Bali di ranah Medan secara penuh dan utuh dalam
milenial, studi kasus video parodi Hai Puja. semua konteks komunikasi tidak terjadi
Adapun tujuan penelitian ini adalah baik. Hal ini menunjukkan bahwa suatu
mendeskripsikan eksistensi bahasa Bali di saat ke depan bahasa Bali akan mengalami
ranah milenial, studi kasus video parodi Hai kepunahan sedikit demi sedikit, terutama
Puja. oleh generasi kedua dan seterusnya bagi
Penelitian terkait eksistensi bahasa Bali komunitas Bali yang lahir di Medan.
pernah dilakukan I Gusti Ngurah Adi Rajistha Penelitian lainnya yaitu “Kebertahanan
pada tahun 2016 yang berjudul “Beblabadan Bahasa Bali Komunitas Remaja Kuta,
Bahasa Bali dalam Perspektif Ekolinguistik”. Badung Tahun 2011” yang membahas
Penelitian ini membahas buku Basita pilihan bahasa komunitas remaja di
Paribasa karangan W. Simpen AB. Data yang Kecamatan Kuta dalam berinteraksi adalah
dikumpulkan adalah berupa frasa dan klausa. BB dan BI. Umumnya BB berada pada
Hasil analisis disajikan dengan menggunakan tingkat yang lebih tinggi, terutama BBL
metode formal dan informal. Berdasarkan (bahasa Bali Lumrah) dan dinyatakan tetap
analisis yang dilakukan, ada tiga temuan bertahan. Namun, dalam setiap peristiwa
dalam analisis ini. Pertama, kategori yang dilakukan tetap diwarnai dengan
gramatikal dari leksikon alam dalam perembesan penggunaan BI dan ragam BBL
beblabadan adalah verba, seperti mabawang pada peristiwa bahasa yang sangat sensitif
(berlaku sebagai bawang) dan nomina terrhadap penggunaan ragam BBA (bahasa
seperti jaka (pohon enau). Kedua, konstruksi Bali Alus) yaitu pada ranah kegiatan agama

SIROK BASTRA, Vol. 6 No. 1, Juni 2018: 51—65 54


Ni Nyoman Ayu Suciartini: Pemertahanan Bahasa Bali dalam Parodi “Hai Puja”

(berdoa) dan saat berkomunikasi kepada bersamaan. Bahasa menggeser bahasa lain
mitrawicara yang lebih tua usianya dan apa atau bahasa yang tak tergeser oleh bahasa
pun golongannya. Hal ini menggambarkan lain; bahasa yang tergeser adalah bahasa
bahwa penggunaan bahasa tersebut sudah yang tidak mampu mempertahankan diri
tertanam dalam serangkaian proses mental (Sumarsono:2011). Kondisi itu terjadi ketika
dan psikologis komunitas remaja di wilayah suatu masyarakat (komunitas bahasa)
Kecamatan Kuta, Badung. Dengan demikian, memilih untuk menggunakan atau
fenomena kebocoran diglosia yang meninggalkan pemakaian suatu bahasa.
mengarah pada situasi yang mengancam Pilihan atas salah satu dari kondisi tersebut
keberadaan ragam BBA menjadi fenomena terjadi dalam rentang waktu yang panjang.
yang mengkhawatirkan. Peristiwa campur Rentang waktu ini bisa mencapai lebih dari
kode dan alih kode antara BB dengan kedua dua atau tiga generasi. Fasold (dikutip
ragamnya dan BI juga selalu mewarnai Lukman, 2000) mengungkapkan bahwa
setiap tuturan. Fenomena-fenomena pergeseran dan pemertahanan bahasa
kebahasaan tersebut memerlukan peran ibarat dua sisi mata uang yang tidak dapat
serta berbagai pihak untuk meningkatkan dipisahkan satu sama lainnya. Dia
pengatahuan dan pemahaman generasi merupakan hasil kolektif dari pilihan bahasa
penerus BB terhadap penggunaan sor- (language choice).
singgih basa guna mengantisipasi kepunahan Dalam pemertahanan bahasa,
salah satu warisan budaya Bali. masyarakat secara kolektif menentukan
Berdasarkan penelitian terdahulu sebagai untuk melanjutkan memakai bahasa yang
kajian literatur terdahulu, penelitian terkait sudah biasa dipakai. Ketika sebuah
eksistensi bahasa Bali di ranah milenial masyarakat memilih bahasa baru di dalam
terutama munculnya video berbahasa Bali, ranah yang semula digunakan bahasa lama,
parodi Hai Puja ini memiliki kebaruan dan pada saat itulah kemungkinan terjadi
penting dilakukan. Perbedaan penelitian ini proses pergeseran bahasa. Beberapa
terletak pada subjek dan objek penelitiannya kondisi cenderung dihubung-hubungkan
serta hal yang sedang populer di Bali, yaitu dengan pergeseran bahasa. Kondisi yang
kemunculan video Hai Puja yang telah paling mendasar barangkali adalah
memiliki ribuan pengikut.Berdasarkan uraian kedwibahasaan (bilingualism). Akan tetapi,
di atas, rumusan masalah dalam penelitian patut diperhatikan dengan saksama bahwa
ini adalah bagaimana video parodi Hai Puja kedwibahasaan ini bukanlah satu-satunya
dapat menjadi media yang efektif dalam faktor yang menyebabkan pergeseran
pemertahanan bahasa Bali pada generasi bahasa. Kedwibahasaan tidak dengan serta
milenial. Adapun, tujuan penelitian ini adalah merta menyebabkan pergesaran bahasa,
untuk mendeskripsikan faktor-faktor meskipun ini merupakan salah satu syarat
sosiolinguistik pemertahanan bahasa Bali terjadinya pergeseran bahasa. Kasus-kasus
dalam parodi Hai Puja. Penelitian ini pergeseran bahasa hampir seluruhnya
menggunakan metode simak, metode cakap, terjadi melalui alih generasi (intergenerasi).
dan metode wawancara. Maksudnya adalah pergeseran bahasa
memerlukan waktu lebih dari satu generasi.
2. METODE PENELITIAN Chaer dan Agustina (2004:142)
Fishman (di dalam Nancy Hornberger, 2006) mengemukakan bahwa pergeseran bahasa
menyatakan bahwa “the study of language menyangkut masalah penggunaan bahasa
maintenance and language shift is concerned oleh seorang penutur atau sekelompok
with the relationship between change (or penutur yang bisa terjadi sebagai akibat
stability) in language usage patterns, on the perpindahan dari satu masyarakat tutur ke
one hand, and ongoing psychological, social masyarakat tutur lain. Dengan kata lain,
or cultural processes, on the other hand, in pergeseran bahasa akan terjadi bila
populations that utilize more than one seorang atau sekelompok orang penutur
speech variety for intra-group or for inter- bahasa tertentu pindah ke tempat baru,
group process”. Pergeseran dan yang mana bahasanya berbeda, dan
pemertahanan bahasa merupakan dua sisi bercampur dengan mereka. Pendatang atau
mata uang (Sumarsono:2011). Fenomena ini kelompok baru ini harus menyesuaikan diri
merupakan dua fenomena yang terjadi dengan ”menanggalkan” bahasanya sendiri,

SIROK BASTRA, Vol. 6 No. 1, Juni 2018: 51—65 55


Ni Nyoman Ayu Suciartini: Pemertahanan Bahasa Bali dalam Parodi “Hai Puja”

lalu menggunakan bahasa penduduk Fasold (1984) menyatakan bahwa


setempat dan terjadi selama beberapa pemertahanan bahasa ini merupakan
generasi. Bila satu kelompok baru datang ke kebalikan atau sisi yang berlainan dari
tempat lain dan bercampur dengan pergeseran bahasa, yaitu di mana sebuah
kelompok setempat maka akan terjadilah komunitas memutuskan untuk mengganti
pergeseran bahasa (language shift). bahasa yang telah digunakannya atau
Kelompok pendatang ini akan melupakan memilih bahasa lain sebagai ganti bahasa
sebagian bahasanya dan ”terpaksa” yang telah digunakannya. Sumarsono dan
memperoleh bahasa setempat. Alasannya, Partana (2002) mengungkapkan bahwa
kelompok pendatang ini harus menyesuaikan dalam pemertahanan bahasa suatu
diri dengan situasi baru tempat mereka komunitas secara kolektif menentukan
berada. Selanjutnya, kelompok pendatang ini untuk melanjutkan memakai bahasa yang
akan mempergunakan dua bahasa, yaitu sudah biasa dipakai. Menurut Sumarsono
bahasa nasional dan bahasa daerah dalam laporan penelitiannya mengenai
setempat (Alwasilah, 1993). Sementara itu, pemertahanan penggunaan bahasa Melayu
Sumarsono dan Partana (2002) Loloan di Desa Loloan yang termasuk dalam
mengungkapkan bahwa pergeseran bahasa wilayah Kota Nagara, Bali (dikutip Chaer
berarti, suatu komunitas meninggalkan suatu dan Agustina, 2004), ada beberapa faktor
bahasa sepenuhnya untuk memakai bahasa yang menyebabkan bahasa itu dapat
lain. Bila pergeseran sudah terjadi, warga bertahan. Pertama, wilayah permukiman
komunitas itu secara kolektif memilih bahasa mereka terkonsentrasi pada satu tempat
baru. Selanjutnya, Sumarsono dan Partana yang secara geografis agak terpisah dari
(2002) mengungkapkan beberapa faktor wilayah permukiman masyarakat Bali.
yang menyebabkan pergeseran bahasa, yaitu Kedua, adanya toleransi dari masyarakat
migrasi atau perpindahan penduduk, faktor mayoritas Bali yang mau menggunakan
ekonomi, dan faktor pendidikan. Migrasi bahasa Melayu Loloan dalam berinteraksi
dapat berwujud dua kemungkinan. Pertama, dengan golongan minoritas Loloan,
kelompok-kelompok kecil bermigrasi ke meskipun dalam interaksi itu kadang-
daerah atau negara lain yang tentu saja kadang digunakan juga bahasa Bali. Ketiga,
menyebabkan bahasa mereka tidak berfungsi anggota masyarakat Loloan, mempunyai
di daerah yang baru. Kedua, gelombang sikap keislaman yang tidak akomodatif
besar penutur bahasa bermigrasi membanjiri terhadap masyarakat, budaya, dan bahasa
sebuah wilayah kecil dengan sedikit Bali. Pandangan seperti ini dan ditambah
penduduk, menyebabkan penduduk dengan terkonsentrasinya masyarakat
setempat terpecah dan bahasanya tergeser. Loloan menyebabkan minimnya interaksi
Faktor ekonomi juga merupakan penyebab fisik antara masyarakat Loloan yang
pergeseran bahasa. minoritas dan masyarakat Bali yang
Salah satu faktor ekonomi itu adalah mayoritas. Akibatnya pula menjadi tidak
industrialisasi. Selain itu, faktor pendidikan digunakannya bahasa Bali dalam interaksi
juga menyebabkan pergeseran bahasa ibu intrakelompok dalam masyarakat Loloan.
murid, karena sekolah biasa mengajarkan Keempat, adanya loyalitas yang tinggi dari
bahasa asing kepada anak-anak. Hal ini anggota masyarakat Loloan terhadap
menyebabkan anak-anak menjadi bahasa Melayu Loloan sebagai konsekuensi
dwibahasawan. Padahal, kedwibahasaan kedudukan atau status bahasa ini yang
mengandung risiko bergesernya salah satu menjadi lambang identitas diri masyarakat
bahasa. Secara sederhana dapat dikatakan Loloan yang beragama Islam; sedangkan
bahwa pergeseran bahasa itu terjadi ketika bahasa Bali dianggap sebagai lambang
masyarakat (komunitas bahasa) memilih identitas dari masyarakat Bali yang
suatu bahasa baru untuk mengganti bahasa beragama Hindu.
sebelumnya. Dengan kata lain, pergeseran Oleh karena itu, penggunaan bahasa Bali
bahasa itu terjadi karena masyarakat bahasa ditolak untuk kegiatan-kegiatan
tertentu beralih ke bahasa lain, biasanya intrakelompok, terutama dalam ranah
bahasa domain dan berprestise lalu agama. Kelima, adanya kesinambungan
digunakan dalam ranah-ranah pemakaian pengalihan bahasa Melayu Loloan dari
bahasa yang lama. generasi terdahulu ke generasi berikutnya.

SIROK BASTRA, Vol. 6 No. 1, Juni 2018: 51—65 56


Ni Nyoman Ayu Suciartini: Pemertahanan Bahasa Bali dalam Parodi “Hai Puja”

Dibutuhkan sebuah komitmen dalam pemertahanan sebuah bahasa adalah


pemertahanan sebuah bahasa. Hal ini karena adanya loyalitas masyarakat
tingkat kemajuan ilmu pengetahuan pendukungnya. Dengan loyalitas itu,
masyarakat yang semakin maju, serta pendukung suatu bahasa akan tetap
semakin banyak bahasa asing masuk ke mewariskan bahasanya dari generasi ke
dalam kehidupan masyarakat. Hal tersebut generasi. Selain itu, faktor konsentrasi
bisa kita lihat dari maraknya perusahaan wilayah permukiman oleh Sumarsono
yang menyertakan kemampuan bahasa asing (1990:27) disebutkan pula sebagai salah
sebagai persyaratan utama untuk menjadi satu faktor yang dapat mendukung
pegawai di tempat tersebut. Hal yang sama kelestarian sebuah bahasa.
juga terjadi di dalam dunia pendidikan, Konsentrasi wilayah permukiman
bahasa asing juga menjadi mata pelajaran merupakan faktor penting dibandingkan
wajib serta sebagai syarat utama kelulusan. dengan jumlah penduduk yang besar.
Namun di lain hal, bahasa nasional maupun Kelompok yang kecil jumlahnya pun dapat
daerah kurang mendapat perhatian. Hasil lebih kuat mempertahankan bahasanya, jika
UNAS terbaru contohnya, nilai bahasa konsentrasi wilayah permukiman dapat
Indonesia rata-rata turun, bila dibandingkan dipertahankan, sehingga terdapat
dengan bahasa Inggris (Jawa Pos, 28 Mei keterpisahan secara fisik, ekonomi, dan
2012). Hal tersebut bisa dikatakan telah sosial budaya. Faktor-faktor lain yang dapat
terjadi pergeseran bahasa dalam ranah mendukung pemertahanan bahasa adalah
pendidikan. digunakannya bahasa itu sebagai bahasa
Melihat fenomena tersebut, pemerintah pengantar di sekolah-sekolah, dalam
melalui Departemen Pendidikan Nasional penerbitan buku-buku agama, dan
serta institusi-institusi lain segera melakukan dijadikannya sebagai bahasa pengantar
pemertahanan bahasa nasional serta bahasa dalam upacara-upacara keagamaan.
daerah. Dalam melakukan pemertahanan Hal senada juga dinyatakan Miller (1972)
bahasa, ada hal menarik yang yang yang mengklasifikasikan situasi kebahasaan
diutarakan oleh Endang dalam makalahnya yang hidup lestari, sakit-sakitan, atau
tentang pemertahanan bahasa Jawa; ada bahkan mati dan punah bergantung kepada
beberapa pemikiran praktis yang dapat apakah anak-anak mempelajari bahasa
dijadikan dasar untuk mempertahankan ibunya, apakah penutur orang dewasanya
bahasa Jawa; pertama menggunakan bahasa berbicara dengan sesamanya dalam setting
Jawa dalam berbagai kesempatan, misalnya yang beragam menggunakan bahasa ibu
ditengah keluarga, di forum pertemuan, dan tersebut, dan berapa jumlah penutur asli
di lembaga pendidikan (Lukman, 2000; 3). bahasa ibu yang masih ada.
Kedua adalah menghidupsuburkan Dengan demikian, dapat disimpulkan
pemakaian bahasa Jawa di media massa bahwa faktor pemertahaan bahasa antara
(cetak dan elektronik), seperti koran, buku- lain adalah sebagai berikut.
buku, majalah, radio, dan televisi Yang 1. Faktor Prestise dan Loyalitas
ketiga adalah memperjuangkan bahasa Jawa Orang akan sangat bangga dengan
dan bahasa-bahasa daerah di Indonesia budayanya, termasuk dengan bahasa yang
lainnya menjadi bahasa nasional kedua, mereka gunakan. Artinya, nilai prestise dari
seperti halnya Malaysia (tanpa tahun). language choice seseorang yang
menggunakan bahasa daerah mereka di
Faktor-Faktor Strategis Pemertahanan tengah komunitas yang heterogen lebih
Bahasa tinggi tingkatannya dengan bahasa daerah
Bertahan atau bergesernya sebuah bahasa, lain. Situasi yang demikian menurut
baik pada kelompok minoritas maupun pada Dressler (1984) merupakan langkah awal
kelompok imigran transmigran dapat dari penghilangan atau pemusnahan
disebabkan oleh banyak faktor. Hasil-hasil sebuah bahasa. Dia juga menambahkan
penelitian terdahulu menunjukkan bahwa bahwa pada saat sebuah bahasa daerah
faktor industrialisasi dan kehilangan prestisenya dan kurang
urbanisasi/transmigrasi merupakan faktor- digunakan dalam fungsi-fungsi sosial, maka
faktor utama. Fishman (1972) menyebutkan ia menyebutkan keadaan ini sebagai
bahwa salah satu faktor penting sebuah evaluasi sosiopsikologis negatif

SIROK BASTRA, Vol. 6 No. 1, Juni 2018: 51—65 57


Ni Nyoman Ayu Suciartini: Pemertahanan Bahasa Bali dalam Parodi “Hai Puja”

(negative sociopsychological evaluation) dari radio dan televisi lebih banyak


sebuah bahasa. Pada kondisi inilah penutur mengiklankan produk-produk dalam bahasa
asli sebuah bahasa daerah bisa dengan rela daerah daripada bahasa lain. Situasi
(voluntarily) mengubah bahasanya ke satu kebahasaan seperti ini sejalan dengan apa
bahasa daerah lain yang lebih prestisius. yang dinyatakan Holmes (1993) bahwa
Kondisi yang paling dominan adalah di salah satu faktor utama yang berhubungan
ranah keagamaan. Untuk acara-acara dengan keberhasilan pemertahanan bahasa
keagamaan, ritual-ritual pada acara adalah jumlah media yang mendukung
kematian, kelahiran anak, dan sebagainya, bahasa tersebut dalam masyarakat
bahasa pengantar yang digunakan dalam (publikasi, radio, TV dan sebagainya).
acara-acara tersebut hampir tidak pernah
menggunakan bahasa Indonesia melainkan 3. PEMBAHASAN
bahasa daerah. I Kadek Puja Astawa, akhir-akhir ini kian
Kekhawatiran ini diantisipasi oleh dikenal oleh warganet Bali. Pria berusia 44
pemerintah daerah dengan program kembali tahun tersebut kian viral akibat video-
ke bahasa ibu. Program ini tidak hanya viedeo komedi yang diunggahnya lewat
bersifat seremonial belaka, tapi lebih media sosial atas nama @haipuja. Bukan
dimanifestasikan lagi pengembangannya di sembarang komedi, melalui beragam
lembaga pendidikan dasar. Di beberapa unggahan videonya tersebut, Puja kerap
daerah, semua sekolah dasar wajib memberi kelakar dan sarat pesan moral
mengajarkan bahasa daerah kepada murid- yang sangat positif. Tujuannya untuk
muridnya. Hal ini sebenarnya merupakan merubah karakter orang Bali yang jelek. I
penerapan apa yang dinyatakan oleh Kadek Puja Astawa atau yang lebih dikenal
Fishman (1977:116) bahwa for language oleh ribuan warganet Bali dengan nama Hai
spread, schools have long been the major Puja adalah pria kelahiran Singaraja yang
formal (organized) mechanism involved saat ini kondang di dunia maya dengan
(untuk penyebaran bahasa, sekolah telah beragam jenis video komedinya yang sarat
lama menjadi mekanisme formal dengan pesan moral. Terkait motivasi yang
(terorganisasi) utama yang terlibat). dikreasikan Hai Puja dalam beragam cerita
video komedi tersebut, ia mengaku bahwa
2. Faktor Migrasi dan Konsentrasi awalnya hanya ingin mengubah karakter
Wilayah beberapa orang Bali yang buruk. Seperti
Migrasi sebenarnya merupakan salah satu yang diperlihatkan lewat hidup foya-foya
faktor yang membawa kepada sebuah ataupun berjudi. Selain hebat menciptakan
pergeseran bahasa. Hal ini sejalan dengan video humor, pria kelahiran 17 September
yang dikemukakan Fasold (1984), Lieberson, 1974 ini juga begitu dikenal dengan
S. (1982) bahwa bila sejumlah orang dari beragam prestasi terkait kelihaiannya
sebuah penutur bahasa bermigrasi ke suatu mengabadikan lanskap dan budaya secara
daerah dan jumlahnya dari masa ke masa visual dalam sebuah frame dunia fotografi.
bertambah sehingga melebihi jumlah Kegemaran serta kecintaannya terhadap
populasi penduduk asli daerah itu, maka di dunia fotografi ini sudah digeluti sejak
daerah itu akan tercipta sebuah lingkungan 2004. Pastinya, hal-hal terkait angle (sudut
yang cocok untuk pergeseran bahasa. Pola pandang), warna, suasana, nuansa, serta
konsentrasi wilayah inilah yang menurut teknik-teknik untuk menciptakan potret-
Sumarsono (1990:27) disebutkan sebagai potret kehidupan yang memiliki makna,
salah satu faktor yang dapat mendukung sudah kian banyak ia abadikan. Salah satu
kelestarian sebuah bahasa. prestasi Hai Puja adalah meraih Silver
Medali dari Salon Foto Indonesia untuk
3. Faktor Publikasi Media Massa
kategori The Best Foto Cetak Warna. Yang
Media massa juga merupakan faktor lain
patut dibanggakan, foto pilihan tersebut
yang turut menyumbang pemertahanan
satu-satunya dari Pulau Dewata.
bahasa daerah. Format yang dipresentasikan
pada media ini dikemas dalam bentuk iklan
(advertising). Untuk lebih akrab dengan
pendengar dan pemirsa TV, pihak stasiun

SIROK BASTRA, Vol. 6 No. 1, Juni 2018: 51—65 58


Ni Nyoman Ayu Suciartini: Pemertahanan Bahasa Bali dalam Parodi “Hai Puja”

3.1 Analisis Parodi Hai Puja Berjudul jualan, tidak gengsi untuk kuliah. Kalau
“Anak Kuliah Jaman Now” kamu berhenti kuliah lalu jualan, apa tidak
malu?)
Video Hai Puja di Youtube yang berjudul
“Aduh, mek. Yang sarjana teknik, masak
“Anak Kuliah Jaman Now” telah diunggah orain medagang? Gengsi yang mek” (Duh,
dan ditonton sebanyak 11.708 kali. Dalam Ibu, saya ini sarjana, masak disuruh jualan?
video ini, ditonjolkan seorang anak yang Gengsi saya)
tengah berbincang kepada ibunya selepas “Oh.. keto ajaine jak dosenne sing dadi
sang ibu dari berjualan di pasar. sarjana medagang keto” (Apa begitu
diajarkan oleh dosenmu?)
“Mek umbahang jep, lenang. Ane selem
selem, ane putih-putih. Gosokin dik apang Meski menggunakan bahasa Bali yang
kedas.” (Ibu, tolong cucikan baju saya ini. agak kasar (bahasa bali keseharian warga
ingat pisahkan yang berwarna agar tidak Buleleng), percakapan ini hangat, dekat,
luntur) dan sangat mendidik. Pesan yang
“Dek, dek. Meme mare teke uli peken, be
disampaikan dapat diterima masyarakat,
abange kekene. Umbah-umbahan uli badung.
Sing bise, ci ngumbah pedidi? Iban-iban ye terutama anak mudanya dengan baik.
manting. Tulungin ape meme, be kenyel Meski dibalut komedi, pesan yang
kene” ( Dek, dek (nama orang), Ibu baru disampaikan sangat serius. Bahwa sekolah
datang dari pasar. Kenapa tidak cuci sendiri itu bukan karena gengsi atau untuk gengsi.
bajumu? Bantu Ibu sudah capek begini) Menjadi sarjana bukanlah untuk
Dalam dialog berbahasa Bali ini, terdapat kesombongan semata. Menjadi sarjana
nilai pesan moralnya bahwa seorang anak adalah menjadi manusia yang memupuk
sudah sepatutnya membantu meringankan segala rasa hormat dan bakti, terutama
pekerjaan ibu. Apalagi ibu sudah banyak kepada orang tua. Pendidikan yang tinggi
mengeluarkan tenaga untuk bekerja akan membuat seseorang memiliki rasa
membanting tulang demi menyekolahkan pengertian yang tinggi pula, bukan malah
anak-anaknya hingga perguruan tinggi. Ibu sebaliknya. Video ini berisi hal yang sangat
jangan lagi dibebani dengan pekerjaan yang kekinian, di mana remaja saat ini banyak
seharusnya bisa dilakukan oleh anak yang yang terjebak dengan rasa gengsinya dan
sudah besar, seperti mencuci baju sendiri. melupakan nilai-nilai hidup yang telah
Sejak diunggah di media sosial, video ini diajarkan oleh orang tua mereka. Dengan
mendapat jutaan penonton dan menjadi media bahasa Bali, pesan ini seakan makin
perbincangan di masyarakat. Istilah bahasa dekat dengan keseharian masyarakat Bali.
Bali Cai di Badung, masuk ape ngasukang?
3.2 Analisis Parodi Hai Puja
Istilah ini menjadi kian populer di
Berjudul “Mantu Cager”
masyarakat. Hal itu bisa dilihat dalam
Video lainnya yaitu yang berjudul “mantu
perkumpulan, di kantor, bahkan komunitas di
cager” yang telah ditonton 4.118 kali.
desa yang memperbincangkan istilah
Dalam video ini ditampilkan dua tokoh yang
berbahasa Bali ini. Kemudian, istilah Sarjana
sedang bercakap-cakap, yaitu seorang pria
sing juari medagang juga ikut populer untuk
dan wanita beristri yang sedang
menyindir orang-orang yang gengsi untuk
mencurahkan segala isi hatinya.
berwirausaha hanya karena sudah sekolah
tinggi. “Yang stress bli, ngoyong di matuane
mekejang pelihange. Mare mepayas
“Dek, Dek. Adi misi bh dek?” (Dek, dek, kok orahange rangda. Padalah yang takut
ada pakaian dalam wanita?) kurnan yange ngalih mitre” (saya stres, Bli,
“Sing yang ngelah to mek” (Bukan saya tinggal dengan mertua, semua serbasalah.
punya itu) Baru dandan dibilang kayak rangda, padahal
“Dek, dek, seken teh memek metakon. Ci di saya takut suami saya mendua)
Badung masuk atau ngasukang? Pang sing “yang nyerod bli”
pocol memek puntang panting ngalih gae dini “Dije ade nak jawa nganten jak nak bali
anggo pang ci nyidayang masuk. Yen memek nyerod?”
suud medagang nak juari masuk. Yen cai, “Men ape adane bli?”
suud masuk, juari medagang?”(Dek, Ibu “Nyeregsegang”
bertanya, di Badung, kamu beneran sekolah? “Inguh yang bli. Ape-ape pelih. Matuan
Biar tidak rugi Ibu bekerja keras untuk yange galak gati bli. Padahal yang be bise
menyekolahkan kamu. Kalau Ibu selesai

SIROK BASTRA, Vol. 6 No. 1, Juni 2018: 51—65 59


Ni Nyoman Ayu Suciartini: Pemertahanan Bahasa Bali dalam Parodi “Hai Puja”

nyakan, nyait canang, tapi tetep mase galak- serumah. Kalau ada saling pengertian,
galakine” hubungan mereka bisa harmonis. Banyak
“Gek. De bes ribet gek. Yen dije-dije patuh
problem perkawinan timbul karena tidak
gek yen be kumpul jak matuane nak mule
keweh. Keto biasane karena pola pikir irage ada suami dan istri yang memiliki
jak mertua itu biasane sedikit berbeda. Tapi pandangan yang persis sama mengenai
jangan pengaruhi suamimu untuk membenci suatu hal.
orangtuanya. Bisa pecah hubungannya. Dalam setiap hubungan antara individu
Gimana caranya agar bisa hidup saling akan selalu muncul yang disebut dengan
mengerti. (Jangan ribet, gek. Biasanya tinggal
konflik, tak terkecuali dalam hubungan
dengan mertua memang sering cekcok karena
pola pikir menantu dan mertua sedikit keluarga. Konflik sering kali dipandang
berbeda. Tapi jangan pernah pengaruhi sebagai perselisihan yang bersifat
suamimu untuk membenci ibunya. Hubungan permusuhan dan membuat hubungan tidak
kalian bisa pecah. Bagaimana caranya untuk berfungsi dengan baik. Meskipun demikian,
hidup saling berdampingan) berbagai kajian menunjukkan bahwa tidak
Bahasa Bali masih digunakan baik secara semua konflik dapat berakibat buruk,
lisan maupun tertulis. Secara lisan, terbukti bahkan sebaliknya dapat menumbuhkan
karena bahasa Bali digunakan sebagai alat hal-hal yang positif. Konflik berguna untuk
komunikasi dalam kehidupan sehari-hari. menguji bagaimana karakteristik suatu
Untuk komedi pun bahasa Bali sangat hubungan antarpribadi, dua pihak yang
aplikatif untuk digunakan. Leluconnya mudah memiliki hubungan yang berkualitas akan
dipahami karena menggunakan bahasa yang mengelola konflik dengan cara yang positif.
ringan dan mudah dipahami. Penggunaan Konflik juga bermanfaat bagi
bahasa Bali lisan meski sedikit agak kasar, perkembangan individu dalam hal
khas Singaraja masih produktif digunakan menumbuhkan pengertian sosial. Inilah
dan juga kekinian. Bahasa Bali merupakan pesan yang ingin disampaikan Kadek Puja
bahasa yang berfungsi sebagai alat Astawa dalam videonya. Bahasa Bali dipilih
komunikasi bagi masyarakat Bali, karena agar konteksnya makin melekat di kalangan
bahasa Bali merupakan bahasa ibu bagi masyarakat Bali yang juga banyak
masyarakat Bali. Bahasa Bali merupakan mengalami konflik antara menantu dan
cerminan dari segala aspek kehidupan mertua. Penggunaan bahasa Bali khas
manusia dan juga sebagai bahasa pengantar Singaraja ini mampu menghadirkan
di dalam pergaulan. Bahasa Bali memiliki lawakan yang segar.
kedudukan dan fungsi yang mampu menjadi Beberapa akun yang membagikan video
identitas dan jati diri masyarakat Bali. ini di Facebook berkomentar positif terkait
Adapun beberapa fungsi bahasa Bali yang hubungan antara menantu dan mertua.
sangat penting bagi masyarakat antara lain Mereka menyadari jika konflik memang
sebagai lambang kebanggaan daerah Bali, tidak bisa dihindari, lantas bagaimana
sebagai alat komunikasi atau penghubung di konflik tersebut dapat membangun sebuah
masyarakat, dan sebagai identitas hubungan yang lebih baik. Istilah mare
masyarakat Bali. mepayas orange rangda, inilah yang paling
Ada pesan yang disampikan lewat video dibahas akun media sosial kebanyakan
ini, yaitu tetaplah menghargai istri dan sehingga cukup membuat video ini viral.
menghormati orang tua. Perselisihan antara
3.3 Analisis Parodi Hai Puja
menantu dengan mertua memang kerap
Berjudul “Selamat Hari Ibu,
terjadi, tapi pesan dari Hai Puja jangan
Memek”
pernah untuk memengaruhi suami untuk
Video selanjutnya yang berjudul “Selamat
membenci orang tuanya. Pesan ini sangat
hari Ibu, Memek”. Video ini sungguh viral
kontekstual di kehidupan masyarakat Bali
sebab menggambarkan bagaimana
saat ini. Video ini memberikan tips bagi para
masyarakat kekinian, terutama remaja
menantu untuk menjadi wanita yang
dalam menghadapi hal-hal yang sedang
mendamaikan bukan malah menjadi api
terjadi. Video dalam balutan bahasa Bali
penyulut kemarahan dalam keluarga. Konflik
khas Singaraja ini sukses memberi pesan
menantu versus mertua merupakan masalah
moral yang sangat dekat dengan apa yang
klasik. Apalagi kalau kebetulan tinggal
sudah terjadi.

SIROK BASTRA, Vol. 6 No. 1, Juni 2018: 51—65 60


Ni Nyoman Ayu Suciartini: Pemertahanan Bahasa Bali dalam Parodi “Hai Puja”

kasih sayang yang melimpah, tapi


“Mek, selamat hari ibu, mek. Foto malu mek,
kenyataannya banyak orang yang tidak
kal upload di media sosial pang kadene
bahagia” (Ibu, selamat hari ibu. foto dulu ya,
melakukan hal serupa di dunia nyata.
lalu unggah ke media sosial, biar dikira Mereka masih sering menjadi beban untuk
bahagia) ibu mereka, sering memarahi ibunya, dan
“Mek, idih pise mek” (Ibu, minta uangnya) berlaku kurang baik pada orang tua.
“Pis ape dek? Memek nak suung medagang. Perayaan Hari Ibu lainnya, yaitu dengan
Ujan-ujan. Sing ngelah pis, jek nagih pis mengajak sang bunda jalan-jalan,
doen” (Uang apa dek? Dagangan ibu sedang
sepi, hujan-hujan begini. Ibu tidak punya
membelikan hadiah-hadiah mewah, serta
uang. Jangan minta uang melulu) ramai-ramai mengunggahnya di media
“Yang kal melali mek. Ngidih pise mek” (Saya sosial. Namun, nyatanya selepas Hari Ibu,
mau lancong, Ibu. cepat berikan saya uang) tak jarang yang tidak mau menuruti nasihat
“Mih dek, memek tuah bedik ngelah pis” ibu, sering membangkang, dan sering
(Aduh dek, Ibu cuma punya uang sedikit) membuat ibunya bersedih. Video ini juga
“Nah teh mek”
“Nyanan inget nguliang susukne, Dek” (Nanti
menasihati kepada kaum anak muda bahwa
ingat dikembalikan sisanya) ibu itu sudah sepatutnya dihormati, dikasihi
“Anggo ape teh mek susukne” (Untuk apa sepanjang masa. Banyak hal sederhana
kembaliannya, Bu?) yang bisa dilakukan seseorang untuk
“Anggo meli baygon kal ngeracun cai, bes sai menunjukkan rasa hormat kepada sosok
ngidih pis jak memek” (Mau beli baygon, buat ibu. Tidak membuat seorang ibu susah dan
racun kamu)
bersedih hati saja akan mendatangkan
Masyarakat Bali dalam pergaulannya kebahagiaan yang lain.
dilandasi oleh sopan santun yang biasa
3.4 Analisis Parodi Hai Puja
disebut menyama braya. Menyama braya
Berjudul “Celengan Out”
dapat membentuk karakter dan pola pikir
Video lain yaitu berjudul “Celengan out”.
masyarakat Bali sehingga dalam
Video ini dibuat berdasarkan hal yang
berkomunikasi masyarakat Bali akan selalu
sedang viral di Indonesia, juga terjadi di
memilih dan memilah ketika memakai
Bali mengenai adanya pencurian uang 100
tingkatan-tingkatan bahasa Bali (sor singgih
ribuan dan 50 ribuan di celengan yang
basa Bali) yang sesuai dan tepat dengan
dimiliki oleh warga. Warga merasa
lawan bicaranya. Pemilihan penggunaan sor
penasaran mengapa uangnya bisa hilang.
singgih basa Bali dapat memengaruhi
Semua orang berspekulasi bahwa yang
pembicaraan. Jika penggunaan tepat maka
mengambil uang tersebut adalah makhluk
komunikasi akan terjalin lebih baik,
halus atau orang iseng yang memang
sebaliknya jika kurang tepat menggunakan
mengintip uang tersebut. Fenomena ini
sor singgih basa Bali maka akan terkesan
menghadirkan saling fitnah di antara orang
janggal, bahkan bisa membuat lawan bicara
yang satu dengan yang lainnya.
salah paham atau tersinggung. Begitu juga
dalam berkomunikasi di media sosial. Konsep “Jero..jero ane nyemak niki nak ten joh-joh
menyame braye ini juga yang dimanfaatkan jero. Nak paek niki.” (Jero, yang mengambil
orang Bali di dunia maya. Segala hal, mulai uang ini tidaklah orang jauh)
kehidupan pribadi dan kehidupan sosial tidak “Ya eyalah sing joh. Mun joh engkenange
nyemak, lengeh.” (Ya iyalah tidak jauh.
afdol rasanya jika tidak dibagi di media
Kalau jauh gimana caranya dia ngambil?)
sosial. Ada sebuah fenomena yang unik “Kene be mekrane liu anake uyut. Cai
melihat gaya bermedia sosial masyarakat demen gati ngae fitnah. Menuduh
saat ini. sembarangan ulian ciri-ciri lengar jak selem
Dalam video ini membahas mengenai hal doen.” (Ini yang membuat suasana jadi
kekinian yang banyak dilakukan masyarakat sering ribut. Kamu suka sekali buat fitnah.
Menuduh sembarangan hanya berdasarkan
Indonesia saat merayakan momen-momen
ciri-ciri hitam dan botak?)
penting, misalnya hari ibu. Video ini “Ake nak percaye jak balian.” (Saya percaya
menyinggung masyarakat di dunia maya sama orang pintar)
yang merayakan Hari Ibu begitu baiknya. “Dadi cai percaye ajak balian tapi dalam
Mulai dari unggah foto ibu tercinta dengan konteks lain. Nak Bali dadi percaye jak
tulisan-tulisan menarik dan menunjukkan balian tapi dalam konteks lain.” (Boleh saja
percaya dengan orang pintar, tapi konteks

SIROK BASTRA, Vol. 6 No. 1, Juni 2018: 51—65 61


Ni Nyoman Ayu Suciartini: Pemertahanan Bahasa Bali dalam Parodi “Hai Puja”

yang berbeda. Kalau maslaah kehilangan dan mitos tetap punya tempat di hati
uang, bukan ke orang pintar) masyarakat. Jika masyarakat mempercayai
“Coba keneh-kenehang. Yen sajan baliane
keberadaannya, artinya masyarakat
nawang mekejang be panggile jak Jokowi
oraine dadi Ketua KPK.” (Coba dipikir-pikir sekaligus mempercayai bahwa kaya lewat
lagi. Kalau benar orang pintar itu pintar dan jalan pesugihan benar adanya.
tahu pencurinya, kan sudah dipanggil sama Lelucon berbahasa Bali juga ikut viral
Pak Jokowi untuk jadi Ketua KPK?) akibat video ini Sing ade tuyul nyontol di
“Mun seken ade tuyul, sing nyontol ye di ATM ATM. Lelucon ini dibuat untuk menyadarkan
e. Ngujang nongosin celengan caine?” (Jika
pola pikir masyarakat yang masih meyakini
tuyul itu ada, kan di ATM dia curi uang, bukan
di celengan kamu yang duitnya tidak adanya tuyul atau masih percaya pada
seberapa) orang pintar atau balian. Melalui video ini,
pembuat video sesungguhnya ingin
Siapa bilang bahasa Bali tidak kekinian? memberi pesan bahwa menuduh orang
Bahasa Bali itu adalah alat komunikasi yang tanpa bukti yang kuat bisa menimbulkan
kekinian dan sangat efektif untuk membahas fitnah yang mengakibatkan perselisihan dan
hal yang sedang marak terjadi. Dengan kegaduhan dalam masyarakat. Video ini
menggunakan bahas Bali, hal yang sedang juga viral di kalangan remaja.
dibahas akan lebih hangat.
Mengapa tuyul tidak bisa mencuri di ATM 3.5 Faktor yang Memengaruhi
adalah pertanyaan paling besar yang Pemertahanan Bahasa Bali
membuka tahun ini seperti yang diungkap dalam Parodi Hai Puja
dalam video Hai Puja tersebut. Satu hal yang Pemertahanan bahasa adalah usaha sejauh
merayap di lini masa, menimbulkan mana seorang individu atau kelompok terus
kegemparan tapi tidak gaduh, tidak masuk menggunakan bahasa mereka, terutama
televisi, tidak viral di akun IG gosip, tidak sebagai identitas kelompok. Pemeliharaan
jadi bahan debat di ILC, tetapi sungguh bahasa mengacu pada situasi di mana
penting dan darurat adalah soal tuyul. Dari suatu komunitas terus menggunakan
unggahan-unggahan itu diketahui, uang bahasa tradisionalnya atau bahasa ibu
yang hilang memang umumnya hanya dalam menghadapi sejumlah kondisi yang
pecahan Rp 50.000 dan Rp 100.000. Selain mungkin mendorong pergeseran bahasa ke
itu, ada yang mendapati bahwa uang Rp bahasa lain. Berdasarkan analisis kalimat
50.000 dan Rp 100.000 dalam celengan dalam video parodi Hai Puja ini, ditemukan
mereka berganti menjadi pecahan Rp 2.000. bapa faktor yang turut memengaruhi
Kondisi uang Rp 2.000 itu juga kotor dengan pemertahan bahasa Bai untuk generasi
bercak lumpur. Bercak inilah yang menurut milenial, terutama mereka yang aktif
korban menguatkan bukti bahwa pencurinya menggunakan media sosial.
adalah tuyul.
Dari satu dua unggahan aduan kehilangan 3.5.1 Loyalitas terhadap Bahasa Ibu
akibat tuyul viral, efek lanjutannya adalah Bahasa sebagai lambang identitas kelompok
banyak orang yang punya celengan juga atau guyup yang memilikinya. Proses
membongkarnya. Ada yang mengaku ikutan pengalihan bahasa kepada generasi
kehilangan uang, ada pula yang bilang uang berikutnya jelas menggambarkan kesetiaan
mereka aman-aman saja. Yang jenis kedua generasi tua terhadap bahasanya. Loyalitas
itu karena uang di celengan mereka adalah atau kesetiaan terhadap B1 makin jelas
koin semua. Bagi yang percaya, tentu kabar manakala penuturnya menjelaskan alasan
ini membuat panik. Bagi yang tidak percaya yang melandasi pengalihan B1. Jika
ataupun abstain, fenomena seperti ini generasi tua mengalihkan B1 kepada
menarik sebagai amatan antropologis. generasi muda dengan cara pengungkapan
Kita jadi tahu bahwa (1) banyak orang yang berbeda-beda, hal ini sangat
Indonesia yang masih menyimpan uang di berpengaruh pada pemertahanan suatu
celengan (mungkin ditumpuk dulu di bahasa. Selain itu, generasi muda juga
celengan, kalau banyak baru disimpan ke harus memiliki kesadaran yang tinggi
bank), (2) celengan yang dipakai variatif terhadap penggunaan B1 sesuai dengan
antara plastik, kaleng, dan tanah liat, serta proporsinya. Hal ini bisa dilihat dalam
(3) sesyari apa pun bangsa ini, dunia klenik jumlah pengunggah dan pemakai istilah

SIROK BASTRA, Vol. 6 No. 1, Juni 2018: 51—65 62


Ni Nyoman Ayu Suciartini: Pemertahanan Bahasa Bali dalam Parodi “Hai Puja”

“mantu cager”, “ngasukang”, “sarjana milenial menyambut hangat sebagai hal


dongkrak”, yang terkenal dalam parodi Hai yang mengedepankan bahasa Bali. Salah
Puja yang turut digunakan oleh generasi satunya adalah dengan ikut memopulerkan
muda dalam hal berkomunikasi secara parodi Hai Puja dan mengundang Kadek
langsung maupun berkomunikasi di dunia Puja Astawa dalam berbagai kegiatan agar
maya. tumbuh rasa atau sikap positif dalam
Generasi muda, di antaranya yang tinggal mempertahankan bahasa Bali.
di Kota Denpasar, banyak mengunggah
status dengan kalimat-kalimat dan istilah 3.5.3 Penggunaan Bahasa Bali oleh
khas yang dimiliki oleh Hai puja. Status ini Kelompok dalam Media Sosial
bisa dijumpai dalam Facebook, Instagram, Dalam penggunaan bahasa oleh
maupun Twitter. Istilah ini menjadi popuer dwibahasawan, pilihan bahasa mana yang
karena mereka menyatakan memiliki dipakai dalam situasi tertentu merupakan
loyalitas terhadap bahasa daerah atau kajian menarik. Dalam penelitian ini,
bahasa ibunya. Loyalitas ini juga ditunjukkan penggunaan bahasa yang terkait dengan
oleh Kadek Puja Astawa sendiri sebagai pilihan bahasa dibatasi pada ranah keluarga
penerbit konten kreatif berbahasa Bali (family domain), tetangga (neighborhood
dengan bantuan saluran Youtube sebagai domain), pendidikan (education domain),
media penyebarannya. agama (religion domain), transaksi
(transactional domain), dan pemerintahan
3.5.2 Sikap Bahasa Golongan Muda (Sumarsono: 1993).
Golongan muda dimaksud berusia paling Video Hai Puja yang diunggah di
tinggi 21 tahun dan belum menikah. Paling Youtube maupun akun Instagram telah
tidak mereka semua pernah bersekolah. memiliki ribuan pengikut. Hal ini sangat
Dalam proses pemertahanan bahasa, sangat potensial dalam membentuk kelompok
diperlukan peran orang tua terhadap perilaku pengguna bahasa Bali aktif, terutama di
atau sikap bahasa anak-anak mereka. Itu dunia maya. Kelompok inilah yang aktif
karena mereka sudah terkontaminasi membagikan berbagai konten kreatif yang
perolehan B2 di sekolah, maupun dalam semakin membuat istilah bahasa Bali
pergaulan dengan temannya. Pemerolehan kekinian sering muncul dan terdengar
B2 inilah yang dimaksudkan dengan dalam setiap percakapan generasi muda
khasanah bahasa. Penguasaan oleh kekinian. Berkembangnya teknologi
golongan muda dapat memengaruhi memberi pengaruh tersendiri bagi
pemertahanan B1. Jika golongan muda pemakaian bahasa, terutama bahasa
menggunakan B2 hanya sebagai daerah. Bahasa Bali sendiri sebagai bahasa
instrumental, misalnya dalam rangka ibu atau bahasa daerah harus terus
mencari atau hubungan kerja, berarti produktif dan dikenalkan dengan cara-cara
golongan muda tersebut masih memiliki kekinian untuk tetap bertahan pada
ikatan batin terhadap bahasa B1-nya. Kondisi generasi muda. Geliat perkembangan
seperti itu dapat memengaruhi bahasa Bali semakin semarak sejak
pemertahanan B1 dalam jangka lebih kemunculan parody Hai Puja di media
panjang. Demi pemertahanan bahasa, sosial. Hal ini memicu generasi muda Bali
golongan muda harus memiliki sikap positif untuk lebih bereksplorasi.
terhadap B1-nya. Mereka harus memiliki Sebagai contoh, dalam perlombaan,
loyalitas terhadap penggunaan bahasa ibu yang dulunya sarat akan lomba tradisional,
dengan menempatkannya pada posisi yang kini sudah mulai berkreasi dengan
pas, meskipun tidak menutup kemungkinan mengadakan lomba meme berbahasa Bali,
memerlukan bahasa lain. Sikap bahasa membuat video pendek berbahasa Bali, dan
seorang penutur bahasa memang tidak bisa kreasi lainnya yang turut membangun citra
diamati secara empiris. Sikap yang positif terhadap bahasa Bali. Ini dibuktikan
menyangkut batin dapat diduga dari dengan ketertarikan anak-anak hingga
tindakan dan perilaku. orang dewasa untuk mendalami kembali
Hal ini bisa diamati ketika analisis bahasa Bali. Banyak penulis berbahasa Bali
wawancara dan analisis kuesioner yang bermunculan. Banyak juga orang kini
disebarkan. Anak muda dalam generasi terbiasa menggunakan bahasa Bali dalam

SIROK BASTRA, Vol. 6 No. 1, Juni 2018: 51—65 63


Ni Nyoman Ayu Suciartini: Pemertahanan Bahasa Bali dalam Parodi “Hai Puja”

komunikasi, baik secara langsung maupun kehidupan manusia dan juga sebagai
dunia maya. Hal tersebut mencerminkan bahasa pengantar di dalam pergaulan.
geliat perkembangan bahasa, akasara, dan Bahasa Bali memiliki kedudukan dan fungsi
sastra Bali yang perlahan semakin memicu yang mampu menjadi identitas dan jati diri
semangat semua kalangan untuk masyarakat Bali. Adapun beberapa fungsi
menggunakan bahasa Bali dalam kehidupan bahasa Bali yang sangat penting bagi
sehari-hari. masyarakat antara lain sebagai lambang
kebanggaan daerah Bali, sebagai alat
4. SIMPULAN komunikasi atau penghubung di
Penggunaan bahasa Bali dalam video ini masyarakat, sebagai identitas masyarakat
merupakan bukti eksistensi bahasa Bali di Bali.
era milenial. Buktinya, penonton video ini Berkembangnya teknologi memberi
sebagian besar merupakan golongan remaja pengaruh tersendiri bagi pemakaian
yang menikmatinya lewat unggahan media bahasa, terutama bahasa daerah. Bahasa
sosial Instagram, Facebook, dan Youtube. Bali sebagai bahasa ibu atau bahasa daerah
Istilah-istilah yang dipopulerkan dalam harus terus produktif dan dikenalkan
bahasa Bali pun banyak diikuti dan dengan cara-cara kekinian untuk tetap
diperbincangkan secara aktif oleh bertahan pada generasi milenial.
masyarakat, khususnya remaja. Bahasa Bali Kemunculan saluran Youtube dalam bentuk
merupakan bahasa yang berfungsi sebagai parodi Hai Puja penting diapresiasi sebagai
alat komunikasi bagi masyarakat Bali. Bahasa salah satu media pemertahanan bahasa
Bali merupakan cerminan dari segala aspek Bali.

DAFTAR PUSTAKA

Rajistha, Adi. (2016). Beblabadan Bahasa Bali dalam Perspektif Ekolinguistik. Denpasar: Jurnal
Retorika.

Alwasilah, A. Chaedar. (1993). Pengantar Sosiologi Bahasa. Bandung: Angkasa.

Chaer, Abdul dan Leonie Agustina. (2004). Sosiolinguistik: Perkenalan Awal. Edisi Revisi. Jakarta:
PT Rineka Cipta.

Crystal, David. (2003). Language Death. New York: Cambridge University Press.

Dhana, I Nyoman. (1994). Pembinaan Budaya dalam Keluarga Daerah Bali. Jakarta

Dirgeyasa, I Wayan. (2016). “Potret Penggunaan Bahasa Bali bagi Komunitas Bali di Kota Medan”.
Medan: Unika Atma Jaya.

Eny Parwati, Sang Ayu Putu. (2011). Kebertahanan Bahasa Bali Komunitas Remaja Kuta, Badung.
Jakarta: Badan Pengembangan dan Pembinaan Bahasa.

Kunjana Rahardi. “Urgensi Memakai Bahasa Sendiri,” dalam Harian Jogja, 23 Juli 2008.

Mahsun. (2007). Metode Penelitian Bahasa. Jakarta: PT Raja Grafindo Persada.

Miles, M. & Huberman, A.M. (1992). Analisis Data Kualitatif, diterjemahkan oleh Tjetjep Rohendi
Rohidi. Jakarta: Universitas Indonesia Press.

Nancy, Hornberger (Ed.). (2006). Language Loyalty, Continuity and Change. Toronto: Multilingual
Matters Ltd.

SIROK BASTRA, Vol. 6 No. 1, Juni 2018: 51—65 64


Ni Nyoman Ayu Suciartini: Pemertahanan Bahasa Bali dalam Parodi “Hai Puja”

Partana, Paina dan Sumarsono. (2004). Sosiolinguistik. Yogyakarta: Sabda bekerja sama dengan
Pustaka Pelajar.

Suastra, I.M. (2002). “Categorisation of Balinese Speech Levels,” dalam Austronesia: Bahasa,
Budaya, dan Sastra. Denpasar: CV. Bali Media Adhikarsa.

Sugiyono. (2008). Metode Penelitian Pendidikan: Pendekatan Kuantitatif, Kualitatif, dan R&D.
Bandung: CV Alfabeta.

Suhardi, B. (1996). “Sikap Bahasa: Suatu Telaah Eksploratif atas Sekelompok Sarjana dan
Mahasiswa di Jakarta”. Depok: Fakultas Sastra UI.

Sumarsono. (2011). Sosiolinguistik. Yogyakarta: Pustaka Pelajar.

Sumarsono dan Paina Partana. (2002). Sosiolinguistik. Yogyakarta: Penerbit Sabda.

www.ui.edu. “Ayip Rosidi dan Kepunahan Bahasa Daerah,” diakses tanggal 2 Februari 2018.

SIROK BASTRA, Vol. 6 No. 1, Juni 2018: 51—65 65


Ni Nyoman Ayu Suciartini: Pemertahanan Bahasa Bali dalam Parodi “Hai Puja”

SIROK BASTRA, Vol. 6 No. 1, Juni 2018: 51—65 66

Anda mungkin juga menyukai