Anda di halaman 1dari 19

LAPORAN PRAKTIKUM FARMAKOLOGI DAN TOKSIKOLOGI

PRAKTIKUM 1
PEMELIHARAAN HEWAN PERCOBAAN

DISUSUN OLEH
KELOMPOK 3 GOLONGAN II

Ega Wida Agatta 2008551036


Kadek Angga Dwi Saputra 2008551037
I Gede Krishna Wira Pradnyana 2008551038
Jeditya Shalom 2008551039
Ni Made Sugi Pradnyasuari 2008551040

DOSEN PENGAMPU :
Dewa Ayu Swastini, S. Farm., M. Farm., Apt.

PROGRAM STUDI FARMASI


FAKULTAS MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN ALAM
UNIVERSITAS UDAYANA
2021
BAB I

PENDAHULUAN

1.1. Latar Belakang Praktikum


Model hewan adalah objek tiruan animasi dalam gambar manusia (atau spesies lain),
digunakan untuk menyelidiki fenomena biologis atau patobiologis. Model hewan laboratorium
menggambarkan fenomena biologis yang dimiliki spesies yang sama dengan spesies target.
Definisi yang lebih akurat telah diberikan oleh Held berdasarkan definisi asli Wessler:
“organisme hidup di mana biologi normatif atau perilaku dapat dipelajari, atau di mana proses
patologis spontan atau terinduksi dapat diselidiki, dan di mana fenomena dalam satu atau lebih
hal menyerupai fenomena yang sama pada manusia atau spesies hewan lainnya. " yang
umumnya dipahami dengan istilah “model hewan” adalah pemodelan manusia (Hau & Hoosier
Jr., 2003).
Hewan percobaan yang digunakan di laboratorium tidak ternilai jasanya dalam penilaian
efek, toksisitas dan efek samping serta keamanan dansenyawa bioaktif. Hewan percobaan
merupakan kunci di dalam pengembangan senyawa bioaktif dan usaha-usaha kesehatan
(Malole, 1989). Penggunaan hewan percobaan terus berkembang hingga kini. Disamping itu
dalam bidang farmasi juga digunakan sebagai alat untuk mengukur besaran kualitas dan
kuantitas suatu obat sebelum diberikan kepada manusia. Jadi dapat dilihat efek yang terjad
terlebih dahulu sebelum diaplikasikan pada manusia.
Hewan laboratorium berkualitas tinggi dan hasil eksperimen hewan yang akurat dalam
penelitian biomedis awalnya disebut pada tahun 1950-an. Dengan demikian, spesialisasi
independen pada hewan laboratorium dan eksperimen hewan muncul. Muatan laboratorium
ilmu hewan meliputi hereditas hewan, pemuliaan, pengendalian mutu, pencegahan penyakit,
dan kesejahteraan hewan. Ilmu eksperimen hewan mengacu pada eksperimen hewan untuk
mendapatkan data eksperimen ilmiah baru di bawah jaminan kesejahteraan hewan (Liu, 2018).
Tidak semua hewan coba dapat digunakan dalam suatu penelitian, harus dipilih mana
yang sesuai dan dapat diberikan memberikan gambaran tujuan yang akan dicapai. Hewan
sebagai model atau sarana percobaan harus memenuhi persyaratan-persyaratan tertentu, antara
lain jenis dan lingkungan untuk tempat pemeliharaannya,lebih baik memilih hewan dengan
harga yang ekonomis, mudah ditemukan atau tidak, serta mampu memberikan reaksi biologis
yang mirip kejadiannya pada manusia. Oleh karena itu, kita dapat lebih mudah menggunakan
hewan coba sebagai hewan percobaan suatu penelitian.
1.2. Maksud dan Tujuan Praktikum
1.2.1 Tujuan Umum
• Untuk mengetahui cara pemeliharaan hewan coba dengan baik dan benar sesuai
dengan prinsip dan aturan yang ada.
• Supaya mahasiswa mampu memelihara dan bertanggung jawab atas hewan
percobaan.
1.2.2 Tujuan Khusus
• Menghitung perubahan berat badan mencit (mus musculus) dalam masa
adaptasi selama 5 (lima) hari.

1.3. Prinsip Praktikum

Perubahan berat badan mencit (mus musculus) dapat ditentukan dengan persen selisih
berat badan sebelum adaptasi dan sesudah adaptasi
BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

2.1. Hewan Uji


Hewan coba/hewan uji adalah hewan yang sengaja dipelihara untuk digunakan sebagai
hewan model yang berkaitan untuk pembelajaran dan pengembangan berbagai macam bidang
ilmu dalam skala penelitian atau pengamatan di dalam laboratorium. Penggunanaan hewan
percobaan pada penelitian kesehatan banyak dilakukan untuk uji kelayakan atau keamanan
suatu bahan obat dan juga untuk penelitian yang berkaitan dengan suatu penyakit. Oleh karena
itu, hewan coba yang digunakan harus sehat atau bebas dari mikroorganisme patogen sehingga
hasil dari penelitian dapat dipertanggungjawabkan. Hewan coba banyak digunakan sebagai
penunjang dalam melakukan pengujian-pengujian terhadap obat, vaksin, atau dalam penelitian
biologi. Hewan bisa digunakan sebagai hewan coba apabila hewan tersebut bebas dari
mikroorganisme patogen, mempunyai kemampuan dalam memberikan reaksi imunitas yang
baik, kepekaan hewan terhadap sesuatu penyakit, dan performa atau performa atau anatomi
tubuh hewan percobaan yang dikaitkan dengan sifat genetiknya (Tolistiawaty, 2014). Adapun
hewan uji yang sering digunakan menurut Novita (2015) dan Stevani (2016) beserta
karakterisitiknya yaitu :
A. Rodent (binatang pengerat)
Hewan golongan ini telah lama digunakan yaitu selama lebih dari 100 tahun. Beberapa
jenis tikus ini sudah mengalami variasi genetik untuk meminimalisir dan mengendalikan
variabel asing yang dapat mempengaruhi hasil penelitian.
1) Tikus biobreeding
Tikus jenis ini merupakan tikus yang rentan terkena penyakit Diabetes Melitus
tipe 1 sehingga jenis ini banyak digunakan dalam penelitian yang berhubungan dengan
penemuan obat penyakit DM tipe 1.
2) Tikus putih galur Sprague dawley
Tikus ini memiliki berat 250-300gram untuk betina dan 450-520 gram untuk
yang jantan dengan usia hidup berkisar antara 2,5-3,5 tahun. Keuntungan dari
penggunaan tikus jenis ini adalah ketenangan dan kemudahan dalam penanganannya
dan berkembang biak dengan cepat. Tikus-tikus ini banyak digunakan dalam
penelitian biomedis seperti toksikologi, uji efikasi dan keamanan, uji reproduksi, uji
behavior, aging, teratogenik, onkologi, nutrisi, dan uji lainnya.
3) Tikus putih galur wistar
Tikus ini memiliki bobot yang lebih ringan dan lebih agresif daripada galur
Sprague dawley dan banyak digunakan pada toksikologi, penyakit infeksi, uji efikasi,
dan aging.
4) Tikus mungil (mencit)
Mencit paling sering digunakan dalam penelitian karena memiliki gen 99%
mirip manusia, sehingga sangat representative jika digunakan sebagai model penyakit
genetik. Selain itu, mencit juga sangat mudah untuk di rekayasa genetiknya, mudah
dalam penanganan, tempat penyimpanan, dan harganya realtif murah (Stevani, 2016).
5) Marmut
Marmut sangat sensitif terhadap infeksi M.tuberculosis dan memberikan
perangkat penting untuk mengidentifikasi anti-kemoterapi tuberculosis yang efektif,
vaksin serta memiliki peran potensial konstituen mikobakteri sebagai faktor virulensi.
(Novita, 2015)
B. Kelinci
Kelinci juga kerap digunakan sebagai hewan uji, misalnya kelinci albino yang
digunakan dalam uji iritasi mata karena kelinci memiliki air mata yang lebih sedikit dari
hewan lain dan pigmen mata yang juga sedikit sehingga efeknya lebih mudah diamati.
Kelinci juga banyak digunakan untuk menghasilkan antibody poliklonal.
C. Anjing
Anjing sering digunakan dalam penelitian penyakit jantung, paru-paru, kanker, dan
ortopedi. Jenis yang kerap digunakan dalam penelitian adalah anjing beagle karena memiliki
ukuran yang sedang dan tidak agresif, dikembangbiakkan secara khusus untuk kepentingan
penelitian dan usianya kurang dari satu tahun.
D. Kucing
Kucing umumnya digunakan dalam penelitian neurologis, penyakit yang
berhubungan dengan penglihatan, pendengaran, dan tidur. Selain itu juga digunakan dalam
uji/riset HIV/AIDS karena kucing sendiri memiliki penyakit yang serupa yakni feline
leukemia virus (FeLV).
E. Ferret (musang)
Ferret digunakan dalam percobaan influenza manusia dan tekah digunakan dalam
mempelajari virus flu babi (virus 2009 H1N1). Musang digunakan juga dalam studi
pathogenesis dan pengobatan dalam berbagai penyakit manusia seperti kardiovaskular,
nutrisi, fibrosis kisti, dan penyakit gastrointestinal. Selama pendemi Covid-19 ini musang
berkaki hitam (Mustela nigripes) telah digunakan dalam pengujian vaksin Covid-19
eksperimental di Colorado.
F. Babi
Selama lebih dari 30 tahun, ilmuan telah menggunakan babi dalam berbagai bidang
kedokteran yakni dermatologi, kradiologi, dan lainnya. Babi diguanakan sebagai hewan ujii
karena sistem biologinya sangat mirip dengan manusia dalam hal kesamaan anatomi dan
fisiologi.
G. Primata
Hewan primata adalah monyet, kera dan orang utan memiliki sejarah panjang dan
sudah digunakan selama bertahuntahun untuk uji vaksin dan obat. Infeksi TB pada monyet
biasanya merupakan penyakit paru progresif dengan penyebaran secara hematogen.
Selanjutnya, terjadi nekrosis caseous meluas bersama dengan pencairan bahan caseous
dengan pembentukan rongga. Keparahan infeksi berkurang ketika monyet diimunisasi
dengan BCG63 yang dapat mencegah lesi paru. Untuk studi tuberkulosis, baik Rhesus
(Macaca mulatta) dan cynomolgous (Macaca fasicularis) telah digunakan. Meskipun
dimungkinkan untuk menginfeksi monyet melalui aerosol, namun hal tersebut memerlukan
peralatan khusus dan membutuhkan standarisasi dosis infektif yang susah di monyet.
H. Sapi
Dalam 15 tahun terakhir, telah dilakukan penelitian tentang tuberculosis pada sapi dan
para peneliti melakukan upaya serius untuk memahami patogenesis penyakit,
mengembangkan diagnostik yang lebih baik, alat dan vaksin untuk pengendalian penyakit.
Berbeda dengan manusia, ternak dapat dilakukan uji tantang untuk menjadi sakit dan uji
coba dapat diselesaikan dalam waktu yang relatif singkat. Beberapa keuntungan memakai
hewan coba sapi yaitu

• Penyakit dapat dipelajari di host alami dengan infeksi diperoleh terutama melalui
rute pernapasan yang membantu dalam skrining vaksin,
• Penyakit secara klinis dapat dikembangkan dalam kurun waktu bertahun-tahun,
• Tuberkulosis pada sapi memiliki patologi identik dalam hal reaksi granuloma dan
kekebalan tubuh pada manusia,
• Ketersediaan sejumlah besar reagen imunologi,
• Anak sapi dapat menjadi kebal pada saat lahir, sehingga vaksinasi dapat diberikan
saat neonatal,
• Anak sapi peka terhadap antigen mikobakteri pada lingkungan di usia muda seperti
manusia (Novita, 2015).

2.2. Perawatan dan Pemeliharaan Hewan Uji


Pada dasamya pengelolaan hewan percobaan dalam hal perawatan maupun pemeliharaan
dititik beratkan pada (Stevani, 2016):
a. Kondisi bangunan
Biasanya dalam penelitian hewan uji ditempatkan di dalam kandang. Kandang wajib
didesain sedemikian rupa sehingga hewan dapat hidup dengan tenang, tidak terlalu lembab,
dapat menghasilkan peredaran udara yang baik, suhu cocok, ventilasi lengkap dengan insect
proof screen atau pelindung dari serangga seperti nyamuk. Kondisi kandang sangat
menentukan kondisi hewan percobaan, karena bentuk,ukuran serta bahan yang dipakai
merupakan elemen dalam physical environment bagi hewan percobaan.
b. Sanitasi
Selain kondisi bangunan yang baik, sistem sanitas seperti sistem drainase yang baik
dan terjaga kerbersihannya dengan baik dengan memberikan desinfektan (Lysol 35%) juga
sangat mempengaruhi kodisi hewan uji. Di samping itu perlunya mengenakan lab jas
(Protective clothing) maupun peralatan proteksi lainnya yang dapat menjaga kebersihan diri
atau hewan uji seperti masker dan sebagainya.
c. Tersedianya makanan
Tersedianya makanan sangat penting bagi kelangsungan hidup hewan uji. Hewan
percobaan harus diberikan makanan yang bernutrisi dan dalam jumlah yang cukup. Hindari
penyimpanan di lingkungan yang lembab dan usahakan bebas dari serangga atau hewan
penggerek lainnya, hal tersebut dilakukan karena dengan adanya serangga atau hewan
penggerek dapat menjadi petunjuk adanya kerusakan bahan makanan hewan.
d. Kebutuhan air
Kebutuhan air dapat diperoleh oleh hewan dengan mudah dan lancar dan usahakan
tidak terlalu tinggi kandungan mineralnya serta bersih, dan tidak membasahi kendang hewan
tersebut.
e. Sirkulasi udara
Dengan adanya sistem ventilasi yang baik, sehingga sirkulasi udara dapat diatur, lebih
baik lagi bila dipasang exhaust fan atau blower ruangan sehingga sirkulasi udara menjadi
terkontrol.
f. Penerangan
Penerangan merupakah salah satu faktor penting dalam perawatan karena
penerangan diperlukan sekali terutama dalam pengaturan proses reproduksi hewan,
perlu diperhatikan siklus terang dan gelap pada hewan karena pada beberapa hewan siklus
estrus (siklus reproduksinya) sangat tergantung oleh penerangan dan bila tidak terdapat
penerangan akan menyebabkan terhambatnya proses reproduksi.
g. Kelembaban dan temperatur ruangan
Komponen yang paling penting dari semua adalah suhu dan kelembaban ruangan,
karena suhu secara langsung mempengaruhi kemampuan hewan untuk mengatur panas
internalnya. Hilangnya panas pada hewan dapat menyebabkan hewan pingsan, bukan
dengan cara berkeringat. Dan juga kelembaban dan temperatur ruangan yang
direkomendasikan bagi masing-masing hewan percobaan masing-masing berbeda misalnya
tikus pada suhu 300C, dan kelinci pada suhu 250-280C
h. Keamanan
Keamanan yang dimaksud dalam perawatan dan pemeliharaan hewan uji coba adalah
menjaga kesehatan hewan uji coba sehingga tidak tejadi infeksi penyakit baik yang berasal
dari hewan maupun manusia. Sehingga sebagai usaha pencegahan tidak diperkenankan
semua orang boleh menyentuh atau mengeluarkan hewan hewan dari kandang (lebih-lebih
bila hewannya adalah bebas kuman atau yang disebut dengan Germ Free Animals) tanpa
suatu keperluan apapun.
i. Training/kursus bagi personil
Pada perawatan hewan percobaan yang baik dan benar memerperlukan tenaga yang
terlatih dan berpangalaman karena ilmu yang menyangkut hewan percobaan dapat
melibatkan banyak aspek ilmu, sehingga diperlukan sekali adanya kursus baik tenaga
administrasi maupun tenaga teknis (Stevani, 2016).
Selain itu, dalam pemeliharaan dan perawatan hewan uji harus diperhatikan hak-hak
hewan uji coba yang dikenal sebagai Animal Welfare seperti yang tercantum dalam five of
freedom yang terdiri dari 5 kebebasan yaitu :
a. Freedom from hunger and thirst.
Hewan bebas dari rasa lapar dan haus dapat dilakukan dengan cara diberikan pangan
yang sesuai dengan jenis hewan dalam jumlah yang proporsional, hiegenis dan disertai
dengan kandungan gizi yang cukup
b. Freedom from thermal and physical discomfort.
Hewan bebas dari kepanasan dan ketidak nyamanan fisik dapat dilakukan dengan cara
menyediakan tempat tinggal yang sesuai dengan prilaku hewan tersebut
c. Freedom from injury, disease and pain.
Hewan harus bebas dari luka, penyakit dan rasa sakit dapat dilakukan dengan cara
melakukan perawatan, tindakan untuk pencegahan penyakit, diagnosa penyakit serta
pengobatan yang tepat terhadap binatang peliharaan
d. Freedom to express most normal pattern of behavior.
Hewan harus bebas mengekspresikan perilaku normal dan alami dapat dilakukan
dengan cara menyediakan kandang yang sesuai baik ukuran maupun bentuk, termasuk
penyediaan teman (binatang sejenis) atau bahkan pasangan untuk berinteraksi sosial
maupun melakukan perkawinan.
e. Freedom from fear and distresss.
Hewan bebas dari rasa takut dan penderitaan dapat dilakukan dengan cara memastikan
bahwa kondisi dan perlakuan yang diterima hewan peliharaan bebas dari segala hal yang
menyebabkan rasa (Stevani,2016).
Selain itu juga terdapat pedoman untuk menggunakan hewan laboratorium, yakni 3R dari
Russel & Burch yaitu :
a. Replacement
Replacement merupakan tindakan menghindari sebisa mungkin penggunaan hewan di
dalam penelitian. Pada prinsip ini kita diminta menjajaki kemungkinan penggunaan kultur
organ/jaringan/sel sebagai pengganti penggunaan hewan hidup. Selain itu penjajakan
penggunaan hewan yang lebih rendah ordonya, misal alih-alih menggunakan monyet, kita
dapat 7 menggunakan tikus; tikus digantikan dengan unggas, unggas digantikan dengan
ikan, dan seterusnya. Replacement dapat dibagi menjadi dua bagian, yaitu: relatif
(mengganti hewan percobaan dengan memakai organ/jaringan hewan dari rumah potong,
hewan dari ordo lebih rendah) dan absolut (mengganti hewan percobaan dengan kultur sel,
jaringan, atau program komputer).
b. Reduction
Reduction (pengurangan) merupakan strategi penggunaan hewan dalam jumlah yang
lebih sedikit untuk menghasilkan data yang serupa yang diharapkan dari penelitian. Prinsip
ini juga meliputi memaksimalkan informasi yang diperoleh dari suatu percobaan tanpa
menambah jumlah hewan atau jumlah perlakuan sehingga manfaat yang diperoleh dapat
dimaksimalkan tanpa menambah penderitaan dan jumlah hewan coba. Mengurangi jumlah
hewan digunakan untuk memperoleh sejumlah informasi dan ketetapan tertentu. Dari satu
ekor hewan saja dapat digunakan untuk beberapa kali ataupun penelitian yang berbeda.
Tidak diperkenankan membuang-buang atau memboroskan organ yang tidak digunakan.
Gunakan seefisiensi ataupan seefektif mungkin dari satu ekor hewan percobaan.
c. Refinement
Refinement (memperhalus) merupakan upaya dalam melakukan modifikasi di dalam
manajemen pemeliharaan atau prosedur tindakan penelitian sedemikian rupa sehingga dapat
meningkatkan kesejahteraan hewan atau mengurangi atau menghilangkan rasa sakit dan
stress pada hewan uji coba. Pengurangan indikasi maupun keparahan (severity) prosedur
yang tidak berperikemanusiaan (inhumane) yang diterapkan pada hewan harus digunakan.
Sedapat mungkin kita mengurangi rasa sakit yang dirasakan oleh hewan yang diujicobakan.
Gunakan prosedur yang baik untuk memberlakukan hewan percobaan. (Ridwan, 2013).
BAB III

METODE KERJA

3.1. Alat dan Bahan :


3.1.1. Alat :
• Kandang mencit
• Alat pelindung diri
• Sumber cahaya
3.1.2. Bahan:
• Pakan normal mencit
• Air minum

3.2. Hewan yang Digunakan


Hewan yang digunakan adalah mecit jantan, galur lokal dengan berat badan berkisar
antara 20 g─30 g dan berumur antara 6─8 minggu.

3.3. Cara Kerja


1. Digunakan hewan percobaan berupa mencit berjenis kelamin jantan sebanyak 5 ekor
tiap kelompok.
2. Ditimbang berat badan dari hewan percobaan yang digunakan
3. Kelompok mencit dipisahkan dalam kandang yang berbeda.
4. Mencit diaklimatisasi selama 5 hari dengan diberikan makan berupa pakan reguler
dan air minum.
5. Mencit dipelihara dalam ruangan dengan suhu kamar sama.
6. Kemudian ditimbang berat badannya dan dicatat setelah 5 hari dipelihara
7. Dihitung persen perubahan berat badan sebelum dan sesudah perlakuan.
Mengatasi hewan uji dalam sebuah penelitian memerlukan teknik khusus agar hewan uji
yang digunakan tidak merasa stress sehingga mempengaruhi hasil penelitian. Salah satu teknik
penting yang harus diperhatikan adalah cara memegang hewan uji..

1. Memegang Mencit
Memegang mencit dilakukan dengan cara memegang ekor mencit dengan tangan
kanan, lalu biarkan mencit mencengkram alas dengan permukaan kasar. Selanjutnya
tangan kiri dengan jari telunjuk dan ibu jari menjept kulit tengkuknya seerat mungkin,
ekor dipindahkan dari tangan kiri dengan posisi dijepit diantara jari kelingking dan jari
manis tangan kiri.

Gambar 1. Cara memegang mencit yang benar


2. Memegang tikus
Ambil tikus dengan cara mengangkat ekornya kemudian letakkan diatas
permukaan kandang. Lalu tangan kiri bergerak dari belakang, jari telunjuk dan jari tengah
menjepit tengkuknya seperti mengunci dan ibu jari tangan kiri menjepit kaki depannya.

Gambar 2. Cara memegang dan mengangkat tikus

3. Memegang kelinci
Kelinci diperlakukan dengan halus, jangan memegang telinga saat mengankat
ataupun menangkap kelinci, tetapi pegang kulit leher kelinci dengan tangan kiri lalu
dekap kearah tubuh penguji.
Gambar 3. Cara memegang kelinci
BAB IV

HASIL PERCOBAAN DAN PEMBAHASAN

4.1. Data Perhitungan

Berat badan (g) Persen


Kelompok Mencit
Sebelum Sesudah perubahan
1 22 24 9%
2 23 22 -4%
3 3 24 23 -4%
4 22 24 9%
5 22 23 5%

4.2. Perhitungan
1. Mencit 1
Berat badan sebelum : 22g
Berat badan sesudah : 24g
𝐵𝑒𝑟𝑎𝑡 𝑏𝑎𝑑𝑎𝑛 𝑠𝑒𝑠𝑢𝑑𝑎ℎ
Persentase sesudah : 𝐵𝑒𝑟𝑎𝑡 𝑏𝑎𝑑𝑎𝑛 𝑠𝑒𝑏𝑒𝑙𝑢𝑚 × 100%
24
× 100% = 109,09% ≈ 109%
22

Persentase perubahan : Persentase sesudah – persentase sebelum


109% − 100% = 9%
2. Mencit 2
Berat badan sebelum : 23g
Berat badan sesudah : 22g
𝐵𝑒𝑟𝑎𝑡 𝑏𝑎𝑑𝑎𝑛 𝑠𝑒𝑠𝑢𝑑𝑎ℎ
Persentase sesudah : 𝐵𝑒𝑟𝑎𝑡 𝑏𝑎𝑑𝑎𝑛 𝑠𝑒𝑏𝑒𝑙𝑢𝑚 × 100%
22
× 100% = 95,6% ≈ 96%
23

Persentase perubahan : Persentase sesudah – persentase sebelum


96% − 100% = −4%
3. Mencit 3
Berat badan sebelum : 24g
Berat badan sesudah : 23g
𝐵𝑒𝑟𝑎𝑡 𝑏𝑎𝑑𝑎𝑛 𝑠𝑒𝑠𝑢𝑑𝑎ℎ
Persentase sesudah : 𝐵𝑒𝑟𝑎𝑡 𝑏𝑎𝑑𝑎𝑛 𝑠𝑒𝑏𝑒𝑙𝑢𝑚 × 100%
23
× 100% = 95,83% ≈ 96%
24

Persentase perubahan : Persentase sesudah – persentase sebelum


96% − 100% = −4%
4. Mencit 4
Berat badan sebelum : 22g
Berat badan sesudah : 24g
𝐵𝑒𝑟𝑎𝑡 𝑏𝑎𝑑𝑎𝑛 𝑠𝑒𝑠𝑢𝑑𝑎ℎ
Persentase sesudah : 𝐵𝑒𝑟𝑎𝑡 𝑏𝑎𝑑𝑎𝑛 𝑠𝑒𝑏𝑒𝑙𝑢𝑚 × 100%
24
× 100% = 109,09% ≈ 109%
22

Persentase perubahan : Persentase sesudah – persentase sebelum


109% − 100% = 9%
5. Mencit 5
Berat badan sebelum : 22g
Berat badan sesudah : 23g
𝐵𝑒𝑟𝑎𝑡 𝑏𝑎𝑑𝑎𝑛 𝑠𝑒𝑠𝑢𝑑𝑎ℎ
Persentase sesudah : 𝐵𝑒𝑟𝑎𝑡 𝑏𝑎𝑑𝑎𝑛 𝑠𝑒𝑏𝑒𝑙𝑢𝑚 × 100%
23
× 100% = 104,54% ≈ 105%
22

Persentase perubahan : Persentase sesudah – persentase sebelum


105% − 100% = 5%

4.3. Pembahasan

Mencit merupakan hewan percobaan yang sering digunakan dalam laboratorium


farmakologi dalam berbagai percobaan. Percobaan kali ini adalah membahas cara memelihara
hewan percobaan dengan baik dan bertanggung jawab, hewan percobaan yang akan diteliti
adalah mencit (Mus Musculus L.). Pada praktikum kali ini untuk melihat perkembangan mencit
dilakukan penimbangan berat badan pada ke lima mencit sebelum dan sesudah praktikum.
Pertumbuhan ditentukan oleh faktor internal berupa genetik dan hormon serta faktor eksternal
seperti keadaan lingkungan dan makanan. Pertumbuhan sangat ditentukan oleh nutrisi yang
terdapat pada makanan. Jika mencit mengalami defisiensi suatu zat makanan,maka laju
pertumbuhan mencit tadi akan terhambat. Pertumbuhan berjalan normal bila makanan yang
diberikan mengandung nutrisi dalam kualitas dan kuantitas yang baik.
Hasil dari penimbangan kelima mencit menunjukkan adanya kenaikan berat badan pada
mencit kesatu, keempat, dan kelima sebesar 5-9%, sedangkan pada mencit kedua dan ketiga
terjadi penurunan berat sebesar 4%. Penurunan berat badan pada mencit diduga disebabkan
oleh konsumsi pakan mencit yang berada dibawa standar untuk terjadinya pertumbuhan,
menurut Kusumawati (2004), konsumsi pakan untuk mencit adalah 5gram/ ekor/ hari.
Berdasarkan Farmakope Indonesia edisi III, bobot mencit yang sesuai kriteria sebagai hewan
uji adalah 17-25 gram (Depkes RI, 1979). Pada tabel tersebut didapatkan bahwa rentang bobot
mencit yang telah diaklimatisasi berada pada rentang normal yaitu 22-24 gram. Oleh karena
itu, mencit pada praktikum ini sudah memenuhi kriteria untuk dijadikan sebagai hewan uji
Mencit banyak digunakan dalam percobaan laboraturium karena gennya yang hampir
mirip dengan manusia sehingga dapat digunakan sebagai model penyakit genetic yang baik.
Selain itu, mencit juga mudah penanganannya dan harganya relatif murah. Namun selain
mencit, hewan- hewan lain yang juga sering digunakan sebagai hewan percobaan. Dalam
pemilihan jenis hewan percobaan, tujuan penelitian merupakan pertimbangan dalam
pemilihan, akan dipilih hewan yang karakteristiknya memenuhi jenis penelitian yang akan
dilakukan. Seperti babi digunakan pada bdang dermatologi, kardiologi, dan lainnya karena
sistem biologinnya mirip dengan anusia dalam hal kesamaan anatomi dan fisiolodi.mTikus
biobreeding banyak digunakan dalam penelitian untuk obat Diabetes Melitus tipe 1 karena
tikus jenis ini rentan terkena DM tipe 1.
Dalam memperlakukan hewan wajib memperhatikan kesejahteraan hewan atau Animal
welfare. Konsep animal walfare yang paling sering digunakan adalah konsep “Five (5)
Freedom” dari World Society for Protection of Animals (WSPA). Ketentuan ini mewajibkan
semua hewan yang dipelihara atau hidup bebas di alam memiliki hak-hak/kebebasan berikut :
1. Freedom from hunger and thirst (bebas dari rasa lapar dan haus).
2. Freedom from discomfort (bebas dari rasa panas dan tidak nyaman).
3. Freedom from pain, injury, and disease (bebas dari luka, penyakit dan sakit).
4. Freedom from fear and distress (bebas dari rasa takut dan penderitaan).
5. Freedom to express normal behavior (bebas mengekspresikan perilaku normal dan
alami)
Selain konsep Five Freedom, dalam memperhatikan kesejahteraan hewan laboratorium
harus mengikuti pedoman 3R dari Rusel & Burch, yaitu :
1. Replacement (menggantikan),
2. Reduction (pengurangan),
3. Refinement (memperhalus).
BAB V

KESIMPULAN

Hewan coba/hewan uji adalah hewan yang sengaja dipelihara untuk digunakan sebagai
hewan model yang berkaitan untuk pembelajaran dan pengembangan berbagai macam bidang
ilmu dalam skala penelitian atau pengamatan di dalam laboratorium. Hewan uji yang sering
digunakan, yaitu rodent (binatang pengerat), klinci, anjing, kucing, ferret (musang), babi,
primata, dan sapi. Diantara hewan-hewan tersebut, yang paling sering digunakan adalah mencit
yang masuk ke dalam kategori rodent (binatang pengerat). Mencit banyak digunakan dalam
percobaan laboraturium karena gennya yang hampir mirip dengan manusia sehingga dapat
digunakan sebagai model penyakit genetic yang baik. Selain itu, mencit juga mudah
penanganannya dan harganya relatif murah.

Pada kegiatan praktikum ini dilakukan pengamatan terhadap perubahan persentase bobot
mencit yang telah diaklimatisasi selama lima hari dan diberikan pakan regular beserta air
minum. Hasilnya didapatkan rentang bobot mencit sebesar 22-24 gram dan persentase
perubahan bobot yang tidak terlalu ekstrem, yaitu pada mencit kesatu, keempat, dan kelima
sebesar 5-9%, sedangkan pada mencit kedua dan ketiga terjadi penurunan berat sebesar 4%.
Rentang bobot mencit tersebut masih berada pada rentang normal yang dinyatakan pada
Farmakope Indonesia edisi III yang sesuai dengan kriteria mencit sebagai hewan uji yaitu
dalam rentang bobot 17-25 gram.
DAFTAR PUSTAKA

Cara memegang kelinci didapat melaui situs internet:


https://www.hewanpeliharaan.org/kelinci/cara-memegang-atau-mengangkat-kelinci/.
Diunduh pada tanggal 28 Februari 2021.

Cara memegang mencit didapat melalui situs internet:


https://www.slideshare.net/pratiwinengsi/mencit-mus-musculus-sebagai-hewan-coba.
Diunduh pada tanggal 28 Februari 2021.

Depkes RI. 1979. Farmakope Indonesia. Edisi ke-3. Jakarta: Departemen Kesehatan Republik
Indonesia. 901-902.

Hau, J., & Hoosier Jr., G. L. 2003. Handbook of Laboratory Animal Science Second Edition.
Boca Raton: CRC Press.

Kusumawati, D. 2004. Bersahabat Dengan Hewan Coba. Yogyakarta: Gadjah Mada


University Press.

Liu, E., & Fan, J. 2018. Fundamental of Laboratory Animal Science. Boca Raton: CRC Press.

Malole, M.M.B, Pramono, C.S.U. 1989. Penggunaan Hewan-hewan Percobaan di


Laboratorium. Bogor: PAU Pangan dan Gizi, IPB.

Novita, Risqa. 2015. Pemilihan Hewan Coba pada Penelitian Pengembangan Vaksin
Tuberculosis. Jurnal Biotek Medisiana Indonesia . 4(1):15−23.

Penanganan Hewan Percobaan didapat melalui situs internet:


http://destirumapea24.blogspot.com/2015/02/penanganan-hewan-percobaan.html.
Diunduh pada tanggal 28 Februari 2021.

Ridwan,Endi. 2013. Etika Pemanfaatan Hewan Percobaan dalam Penelitian Kesehatan. J Indon
Med Assoc. 63 (3): 112−116.

Seprianto. 2017. Laporan Strategi Pengembangan Laboratory Animal Center Berstandar


Internasional. Jakarta: Universitas Esa Unggul.

Stevani, Hendra. 2016. Praktikum Farmakologi. Jakarta : Kementrian Kesehatan RI.


Tolistiawaty, Intan, Junus Widjaja, dan Phetisya Pamela F. Sumolang, Octaviani. 2014.
Gambaran Kesehatan pada Mencit (Mus musculus) di Instalasi Hewan Coba. Jurnal
Vektor PenyakiT. 8 (1) : 27–32.

Anda mungkin juga menyukai