PRODUKTIVITAS
NASIONAL REGIONAL SEKTORAL
2017
KERJASAMA
KEMENTERIAN KETENAGAKERJAAN REPUBLIK INDONESIA
DENGAN
BADAN PUSAT STATISTIK
TIM PENYUSUN
BUKU PENGUKURAN PRODUKTIVITAS NASIONAL, REGIONAL DAN SEKTORAL
2017
ISBN : 978-602-60611-1-9
Penerbit :
Direktorat Bina Produktivitas, Direktorat Jenderal Pembinaan Pelatihan dan
Produktivitas, Kemnaker
Jl. Jend Gatot Subroto Kav 51, Jakarta Selatan
Telp (021) 52963356. Faks (021) 52963356
Dicetak oleh : CV. Peka United Indonesia
iii
PENGUKURAN PRODUKTIVITAS NASIONAL DAN REGIONAL 2017
Akhir kata, kami menyampaikan terima kasih kepada Kementerian
Ketenagakerjaan atas kepercayaannya kepada BPS untuk
mengembangkan data produktivitas tenaga kerja. Terima kasih juga
kami sampaikan kepada semua pihak yang membantu tersusunnya
buku ini. Semoga buku ini dapat memberikan manfaat bagi semua
pihak. Semoga upaya yang telah kita bangun bersama membawa berkah
dan manfaat untuk menjadikan bangsa Indonesia sebagai bangsa yang
produktif dan berdaya saing.
Dr. Suhariyanto
iv
PENGUKURAN PRODUKTIVITAS NASIONAL DAN REGIONAL 2017
Kata Pengantar
Dalam rangka meningkatkan produktivitas tenaga kerja, maka setiap
tahun Kementerian Ketenagakerjaan R.I melalui Direktorat Jenderal
Pembinaan Pelatihan dan Produktivitas bekerjasama dengan Badan
Pusat Statistik (BPS) menyusun buku “Pengukuran Produktivitas Nasional,
Regional dan Sektoral“. Buku pengukuran produktivitas ini berisikan
data statistik dan gambaran tentang produktivitas tenaga kerja nasional,
regional dan sektoral.
Kami menyampaikan terima kasih kepada Badan Pusat Statistik (BPS) atas
dukungan dan kerjasamanya untuk mengembangkan data produktivitas
tenaga kerja. Terima kasih juga disampaikan untuk semua pihak yang
membantu tersusunnya buku ini. Semoga buku ini dapat memberikan
manfaat bagi semua pihak.
v
PENGUKURAN PRODUKTIVITAS NASIONAL DAN REGIONAL 2017
Daftar Isi
Bab 1 3
Urgensi Pengukuran Produktivitas
1.1. Peningkatan Produktivitas Sebagai Tujuan Pembangunan 5
1.2. Pentingnya Mengukur Produktivitas Kegiatan Ekonomi 6
Bab 2 9
Produktivitas dan Daya Saing Indonesia
Semakin Membaik
2.1. Kondisi Makro Ekonomi dan Pasar Pendorong Utama Daya Saing 11
2.2. Produktivitas Indonesia Semakin Tinggi 17
2.3. Produktivitas Indonesia Masih Prospektif di Asia dan ASEAN 18
2.4. Tenaga Kerja Terdidik: Indonesia Harus Berakselerasi 22
Bab 3 25
Tenaga Kerja dan Kesempatan Kerja Meningkat
3.1. Peluang dan Tantangan Bonus Demografi Indonesia 27
3.2. Jumlah Tenaga Kerja Indonesia Terus Meningkat 29
3.3. Produktivitas Tenaga Kerja Meningkat 31
Namun Mengalami Perlambatan
3.4. Tingkat Produktivitas Tenaga Kerja Sama dengan 33
Produktivitas Tenaga Kerja Penuh
3.5. Produktivitas Jam Kerja Meningkat 35
3.6. Peluang dan Tantangan dalam Meningkatkan Produktivitas 38
Bab 4 49
Produktivitas Regional Belum Merata
4.1. Sebagian Besar Provinsi Memiliki Produktivitas di Bawah Nasional 51
vii
PENGUKURAN PRODUKTIVITAS NASIONAL DAN REGIONAL 2017
Daftar Isi
Bab 5 69
Produktivitas Rendah Membayangi Lapangan Usaha Padat Karya
5.1. Produktivitas Sektoral Pertumbuhan Cenderung Menurun 72
5.2. Sebagian Besar Produktivitas Tenaga Kerja Masih Belum Efisien 83
5.3. Hampir Seluruh Kategori Lapangan Usaha Menerapkan Kerja Lembur 89
Bab 6 93
Pekerja Rentan Masih Mewarnai Pasar Tenaga Kerja
6.1. Angkatan Kerja dan Tingkat Partisipasi Angkatan Kerja Tidak Selaras 96
6.2. Masih Tingginya Pekerja Rentan Indonesia 101
6.3. Perempuan yang Memutuskan Menjadi Pekerja Paruh Waktu 103
6.4. Meningkatnya Penduduk yang Bekerja di Sektor Formal 105
6.5. Tingkat Pengangguran Terbuka yang Terus Menurun 107
6.6. Tingginya Angka Penganggur dengan Pendidikan Tinggi 109
6.7. Tingginya Tingkat Ketidakaktifan Perempuan dalam Pasar 112
Tenaga Kerja
Bab 7 115
Kesimpulan
viii
PENGUKURAN PRODUKTIVITAS NASIONAL DAN REGIONAL 2017
Daftar Gambar
ix
PENGUKURAN PRODUKTIVITAS NASIONAL DAN REGIONAL 2017
Daftar Gambar
Gambar 4.1. Produktivitas Tenaga Kerja Menurut Provinsi (Juta Rupiah per Tenaga 52
Kerja per Tahun), 2015-2016
Gambar 4.2. Konstribusi PDRB Berdasarkan Kategori Lapangan Usaha di Provinsi 54
DKI Jakarta (Persen), 2016
Gambar 4.3. Pertumbuhan PDB Indonesia dan Beberapa Negara di Dunia, 2011-2017*) 57
Gambar 4.4. PDRB Atas Dasar Harga Konstan 2010 Menurut Provinsi (Triliun 59
Rupiah), 2016
Gambar 4.5. Jumlah Tenaga Kerja Menurut Provinsi (Juta Orang), 2016 60
Gambar 4.6. Persentase Tenaga Kerja Berpendidikan Tertinggi yang Ditamatkan 62
SMA ke Atas Menurut Provinsi, 2016
Gambar 4.7. Hubungan Produktivitas Tenaga Kerja dengan Upah Tenaga Kerja 64
Tahun 2011, 2015, dan 2016
Gambar 4.8. Produktivitas Ekuivalen Tenaga Kerja dan Produktivitas Tenaga Kerja 66
Menurut Provinsi, 2016
Gambar 4.9. Produktivitas Jam Kerja Menurut Provinsi, 2015-2016 67
x
PENGUKURAN PRODUKTIVITAS NASIONAL DAN REGIONAL 2017
Daftar Gambar
Gambar 6.1. Jumlah Angkatan Kerja (Juta Orang) dan Tingkat Partisipasi 97
Angkatan Kerja (Persen), 2011-2016
Gambar 6.2. Jumlah Penduduk Bukan Angkatan Kerja Berdasarkan Kegiatan 97
Seminggu yang Lalu (Juta Orang), 2014-2016
Gambar 6.3. Tingkat Partisipasi Angkatan Kerja Berdasarkan Jenis Kelamin, 98
2011-2016
Gambar 6.4. EPR Total, Laki-laki, Perempuan, 2014-2016 99
Gambar 6.5. EPR Kelompok Muda dan Kelompok Dewasa 100
Gambar 6.6. EPR Berdasarkan Kelompok Umur, 2016 100
Gambar 6.7. Persentase Pekerja Rentan Total, Laki-laki, Perempuan, 2014-2016 102
Gambar 6.8. Persentase Pekerja Rentan Berdasarkan Status Pekerjaan Utama 103
dan Jenis Kelamin, 2016
Gambar 6.9. Tingkat Pekerja Paruh Waktu Indonesia (Persen), 2011-2016 104
Gambar 6.10. Share Perempuan pada Pekerja Paruh Waktu (Persen), 2011-2016 104
Gambar 6.11. Persentase Penduduk Bekerja Berdasarkan Sektor Formal dan 106
Informal Indonesia, 2011-2016
Gambar 6.12. Tingkat Pengangguran Terbuka Indonesia, 2011-2016 107
Gambar 6.13. Tingkat Pengangguran Terbuka Umur Muda Indonesia (Persen), 108
2011-2016
Gambar 6.14. Share Penganggur Umur Muda Terhadap Total Penganggur dan 109
Total Penduduk Umur Muda (Persen), 2011-2016
Gambar 6.15. Tingkat Pengangguran Terbuka (TPT) Penduduk Usia 15 Tahun ke 110
Atas Berdasarkan Pendidikan Terakhir yang Ditamatkan (Persen), 2014-2016
Gambar 6.16. Penduduk Bekerja yang Termasuk Setengah Penganggur (Juta 111
Orang), 2014-2016
Gambar 6.17. Persentase Setengah Pengangguran Terhadap Total Angkatan 112
Kerja dan Total Penduduk Bekerja, 2011-2016
Gambar 6.18. Tingkat Ketidakaktifan Indonesia, 2011-2016 113
xi
PENGUKURAN PRODUKTIVITAS NASIONAL DAN REGIONAL 2017
Daftar Tabel
xii
PENGUKURAN PRODUKTIVITAS NASIONAL DAN REGIONAL 2017
Daftar Lampiran
xiii
PENGUKURAN PRODUKTIVITAS NASIONAL DAN REGIONAL 2017
Daftar Lampiran
xiv
PENGUKURAN PRODUKTIVITAS NASIONAL DAN REGIONAL 2017
Daftar Lampiran
xv
PENGUKURAN PRODUKTIVITAS NASIONAL DAN REGIONAL 2017
Daftar Lampiran
xvi
PENGUKURAN PRODUKTIVITAS NASIONAL DAN REGIONAL 2017
RINGKASAN EKSEKUTIF
R i ngkasan
Eksekutif
P
erkembangan teori ekonomi telah membawa berbagai perubahan
pengukuran performa ekonomi suatu negara. Salah satu kriteria
yang sering digunakan untuk mengetahui kinerja ekonomi
suatu negara atau daerah adalah pertumbuhan ekonomi. Produktivitas
merupakan daya ungkit (leverage) bagi pertumbuhan ekonomi dalam
jangka panjang. Pengukuran produktivitas ditujukan untuk melihat
efisiensi proses produksi dengan membandingkan input yang digunakan
untuk memproduksi output berupa barang atau jasa. Hal ini menjadikan
produktivitas sebagai salah satu indikator penting dalam pengukuran
aktivitas dan kemajuan ekonomi di suatu negara.
1
PENGUKURAN PRODUKTIVITAS NASIONAL DAN REGIONAL 2017
RINGKASAN EKSEKUTIF
2
PENGUKURAN PRODUKTIVITAS NASIONAL DAN REGIONAL 2017
1
URGENSI
PENGUKURAN
PRODUKTIVITAS
NAWACITA
Menghadirkan kembali negara untuk melindungi segenap bangsa dan
memberikan rasa aman pada seluruh warga negara, melalui politik luar negeri
bebas aktif, keamanan nasional yang terpercaya dan pembangunan pertahanan 1
negara Tri Matra terpadu yang dilandasi kepentingan nasional dan memperkuat
jati diri sebagai negara maritim.
Membuat pemerintah tidak absen dengan membangun tata kelola pemerintahan
yang bersih, efektif, demokratis, dan terpercaya, dengan memberikan prioritas
pada upaya memulihkan kepercayaan publik pada institusi-institusi demokrasi 2
dengan melanjutkan konsolidasi demokrasi melalui reformasi sistem kepartaian,
pemilu, dan lembaga perwakilan.
Membangun Indonesia dari pinggiran dengan memperkuat daerah-daerah dan
3
desa dalam kerangka negara kesatuan.
Menolak negara lemah dengan melakukan reformasi sistem dan penegakan
hukum yang bebas korupsi, bermartabat, dan terpercaya.
Meningkatkan kualitas hidup manusia Indonesia melalui peningkatan kualitas
pendidikan dan pelatihan dengan program “Indonesia Pintar”; serta peningkatan
kesejahteraan masyarakat dengan program “Indonesia Kerja” dan “Indonesia 5
Sejahtera” dengan mendorong land reform dan program kepemilikan tanah seluas
9 hektar, program rumah kampung deret atau rumah susun murah yang disubsidi
serta jaminan sosial untuk rakyat di tahun 2019.
Meningkatkan produktivitas rakyat dan daya saing di pasar internasional sehingga
bangsa Indonesia bisa maju dan bangkit bersama bangsa-bangsa Asia lainnya. 6
Mewujudkan kemandirian ekonomi dengan menggerakkan sektor-sektor strategis
ekonomi domestik. 7
Melakukan revolusi karakter bangsa melalui kebijakan penataan kembali
kurikulum pendidikan nasional dengan mengedepankan aspek pendidikan
kewarganegaraan, yang menempatkan secara proporsional aspek pendidikan,
seperti pengajaran sejarah pembentukan bangsa, nilai-nilai patriotisme dan cinta
8
Tanah Air, semangat bela negara dan budi pekerti di dalam kurikulum pendidikan
Indonesia.
Memperteguh kebhinnekaan dan memperkuat restorasi sosial Indonesia melalui
kebijakan memperkuat pendidikan kebhinnekaan dan menciptakan ruang-ruang 9
dialog antarwarga.
URGENSI PENGUKURAN PRODUKTIVITAS 1
Urgensi
1 Pengukuran
Produktivitas
Peningkatan Produktivitas
1.1 Sebagai Tujuan Pembangunan
5
PENGUKURAN PRODUKTIVITAS NASIONAL DAN REGIONAL 2017
1 URGENSI PENGUKURAN PRODUKTIVITAS
6
PENGUKURAN PRODUKTIVITAS NASIONAL DAN REGIONAL 2017
URGENSI PENGUKURAN PRODUKTIVITAS 1
Dengan mengukur tingkat produktivitas tenaga kerja, akan diketahui
kondisi dan kemampuan SDM suatu negara dalam merealisasikan cita-
cita pembangunan. Kondisi kapabilitas SDM ini sangat dibutuhkan
dalam pembangunan, sehingga perencanaan pembangunan akan lebih
terarah dan teratur.
7
PENGUKURAN PRODUKTIVITAS NASIONAL DAN REGIONAL 2017
1 URGENSI PENGUKURAN PRODUKTIVITAS
8
PENGUKURAN PRODUKTIVITAS NASIONAL DAN REGIONAL 2017
2
PRODUKTIVITAS DAN
DAYA SAING INDONESIA
SEMAKIN MEMBAIK
PRODUKTIVITAS DAN DAYA SAING INDONESIA SEMAKIN MEMBAIK 2
Produktivitas dan
2 Daya Saing Indonesia
Semakin Membaik
Selain birokrasi dan institusi, pelayanan dasar, dan lainnya, daya saing
juga menjadi tolok ukur yang penting untuk mengembangkan iklim
investasi yang kondusif. Daya saing juga menjadi ukuran komprehensif
untuk melihat posisi tawar suatu negara. Di tingkat global, World Economic
Forum (WEF) mengembangkan suatu indikator untuk mengukur daya
saing antar negara, yang disebut dengan Global Competitiveness Index
(GCI) atau Indeks Daya Saing Global.
11
PENGUKURAN PRODUKTIVITAS NASIONAL DAN REGIONAL 2017
2 PRODUKTIVITAS DAN DAYA SAING INDONESIA SEMAKIN MEMBAIK
Gambar 2.1
CHINA JEPANG
5,0 (27/137) 5,5 (9/137)
VIETNAM
4,4 (55/137)
THAILAND
LAOS
4,7 (32/137)
3,9 (98/137)
INDIA
4,6 (40/137)
KAMBOJA
3,9 (94/137)
MALAYSIA FILIPINA
SINGAPURA
5,7 (3/137)
INDONESIA
4,7 (Peringkat 36/137)
12
PENGUKURAN PRODUKTIVITAS NASIONAL DAN REGIONAL 2017
PRODUKTIVITAS DAN DAYA SAING INDONESIA SEMAKIN MEMBAIK 2
Gambar 2.2
Efisiensi pasar tenaga kerja memang belum optimal. Hal ini tercermin
oleh masih tingginya redundancy cost dan rendahnya partisipasi
perempuan dalam tenaga kerja. Dari sepuluh variabel yang menyusun
pilar efisiensi pasar tenaga kerja, variabel redundancy cost menempati
urutan ke-133 sementara variabel partisipasi perempuan dalam tenaga
kerja menempati urutan ke-113.
13
PENGUKURAN PRODUKTIVITAS NASIONAL DAN REGIONAL 2017
2 PRODUKTIVITAS DAN DAYA SAING INDONESIA SEMAKIN MEMBAIK
Gambar 2.3
Pilar kemudahan dalam berbisnis ini memiliki ukuran lain yang sudah
dipublikasikan oleh World Bank (WB), yaitu Ease of Doing Business.
Dalam Ease of Doing Business, Indonesia berhasil menempati urutan
ke-72 dengan capaian indeks sebesar 66,47. Dari sepuluh variabel
pembentuk Ease of Doing Business, Indonesia unggul dibandingkan 190
negara lainnya pada dimensi getting electricity (peringkat 38), protecting
minority investors (peringkat 43), dan resolving insolvency (peringkat
14
PENGUKURAN PRODUKTIVITAS NASIONAL DAN REGIONAL 2017
PRODUKTIVITAS DAN DAYA SAING INDONESIA SEMAKIN MEMBAIK 2
38). Namun untuk pencapaian Ease of Doing Business yang lebih baik
lagi, Indonesia perlu memperhatikan beberapa dimensi yang masih
berada pada peringkat bawah, yaitu enforcing contracts (peringkat 145),
starting a business (peringkat 144), dan paying taxes (peringkat 114).
Capaian ketiga dimensi tersebut masih berada pada peringkat bawah
jika dibandingkan dengan 190 negara lainnya.
Gambar 2.4
15
PENGUKURAN PRODUKTIVITAS NASIONAL DAN REGIONAL 2017
2 PRODUKTIVITAS DAN DAYA SAING INDONESIA SEMAKIN MEMBAIK
Gambar 2.5
Masalah Utama dalam Melakukan Bisnis di Indonesia, 2017
0 4 8 12 16
Sumber: World Economic Forum (WEF) dalam Executive Opinion Survey 2017
16
PENGUKURAN PRODUKTIVITAS NASIONAL DAN REGIONAL 2017
PRODUKTIVITAS DAN DAYA SAING INDONESIA SEMAKIN MEMBAIK 2
persoalan korupsi di Indonesia perlu mendapat perhatian serius. Skor
Indeks Persepsi Korupsi di Indonesia hanya naik 5 poin selama lima
tahun dan masih tertinggal jauh dari Malaysia dan Singapura, dengan
skor masing-masing 49 dan 84 pada tahun 2016.
17
PENGUKURAN PRODUKTIVITAS NASIONAL DAN REGIONAL 2017
2 PRODUKTIVITAS DAN DAYA SAING INDONESIA SEMAKIN MEMBAIK
Gambar 2.6
Produktivitas per Pekerja dan Produktivitas per Jam Indonesia, 1970-2015
Sumber : *APO Productivity Databook 2017, **Total Economy Database-The Conference Board
18
PENGUKURAN PRODUKTIVITAS NASIONAL DAN REGIONAL 2017
PRODUKTIVITAS DAN DAYA SAING INDONESIA SEMAKIN MEMBAIK 2
Sementara itu, dalam laporan yang sama, produktivitas per pekerja
Indonesia di ASEAN berada pada urutan ke-4. Dari delapan negara
ASEAN yang tergabung dalam APO, Indonesia berhasil unggul dari
Filipina, Laos, Viet Nam, dan Kamboja. Indonesia harus bekerja keras
untuk meningkatkan produktivitas per pekerja agar dapat mengungguli
Thailand yang berjarak tipis dari Indonesia. Lain halnya dengan
Malaysia dan Singapura yang berselisih cukup jauh dengan Indonesia.
Produktivitas per pekerja di Malaysia dua kali lipat lebih dibanding
Indonesia. Sementara itu, produktivitas per pekerja di Singapura lima
kali lipat lebih dibanding Indonesia. Dari sisi produktivitas per jam,
Indonesia juga masih berada pada urutan ke-4 dari delapan negara
ASEAN yang tergabung dalam APO. Produktivitas per jam Indonesia
masih lebih unggul dibandingkan dengan Filipina, Laos, Viet Nam, dan
Kamboja. Namun demikian, produktivitas per jam Indonesia masih
lebih rendah dibanding Thailand, Malaysia, dan Singapura. Bahkan,
perbedaan produktivitas per jam antara Indonesia dengan Singapura
lebih dari empat kali lipat.
Gambar 2.7
19
PENGUKURAN PRODUKTIVITAS NASIONAL DAN REGIONAL 2017
2 PRODUKTIVITAS DAN DAYA SAING INDONESIA SEMAKIN MEMBAIK
Gambar 2.8
20
PENGUKURAN PRODUKTIVITAS NASIONAL DAN REGIONAL 2017
PRODUKTIVITAS DAN DAYA SAING INDONESIA SEMAKIN MEMBAIK 2
Gambar 2.9
Produktivitas Tenaga Kerja di Beberapa Negara Asia (Ribu US$), 2017
21
PENGUKURAN PRODUKTIVITAS NASIONAL DAN REGIONAL 2017
2 PRODUKTIVITAS DAN DAYA SAING INDONESIA SEMAKIN MEMBAIK
Gambar 2.10
Produktivitas per Jam di Beberapa Negara di Asia (US$), 2017
Singapura 59,9
ROC 51,0
Jepang 45,4
Korea 35,6
Malaysia 28,2
Thailand 13,9
Indonesia 13,1
Filipina 9,8
Pakistan 8,8
Bangladesh 3,9
Kamboja 2,9
0 10 20 30 40 50 60 70
22
PENGUKURAN PRODUKTIVITAS NASIONAL DAN REGIONAL 2017
PRODUKTIVITAS DAN DAYA SAING INDONESIA SEMAKIN MEMBAIK 2
Indonesia perlu memberikan fokus lebih besar terhadap pendidikan. Hal
ini untuk menjamin bahwa tenaga kerja memiliki bekal pendidikan yang
cukup. International Labor Organization (ILO) melaporkan bahwa tenaga
kerja Indonesia yang berpendidikan SMA ke atas baru mencapai 11,79
persen pada tahun 2016. Jumlah ini cukup memprihatinkan. Di tingkat
Asia, ILO mencatat Indonesia merupakan negara dengan persentase
paling rendah. Negara tentangga seperti Malaysia telah mencapai level
yang lebih tinggi. Persentase tenaga kerja berpendidikan SMA ke atas
di Malaysia dua kali lipat lebih dibanding Indonesia. Kondisi yang sama
juga dicapai Filipina dengan persentase dua kali lipat lebih dibanding
Indonesia.
Gambar 2.11
Persentase Tenaga Kerja Berpendidikan SMA ke Atas di Beberapa Negara, 2016
23
PENGUKURAN PRODUKTIVITAS NASIONAL DAN REGIONAL 2017
3
TENAGA KERJA DAN
KESEMPATAN KERJA
MENINGKAT
3 TENAGA KERJA DAN KESEMPATAN KERJA MENINGKAT
26
PENGUKURAN PRODUKTIVITAS NASIONAL DAN REGIONAL 2017
TENAGA KERJA DAN KESEMPATAN KERJA MENINGKAT 3
27
PENGUKURAN PRODUKTIVITAS NASIONAL DAN REGIONAL 2017
3 TENAGA KERJA DAN KESEMPATAN KERJA MENINGKAT
Gambar 3.1
Piramida Penduduk Tahun 2016
28
PENGUKURAN PRODUKTIVITAS NASIONAL DAN REGIONAL 2017
TENAGA KERJA DAN KESEMPATAN KERJA MENINGKAT 3
Jumlah Tenaga Kerja Indonesia
3.2 Terus Meningkat
Peningkatan jumlah penduduk yang disertai dengan peningkatan
angkatan kerja dan tenaga kerja dapat berdampak pada meningkatnya
pertumbuhan ekonomi Indonesia. Pada tahun 2016 tercatat jumlah
penduduk Indonesia mencapai 258,71 juta, dengan jumlah angkatan
kerja mencapai 125,44 juta serta jumlah tenaga kerja mencapai 118,41
juta. Pertumbuhan penduduk Indonesia pada tahun 2016 sedikit
melambat jika dibandingkan tahun sebelumnya. Sementara itu, jumlah
angkatan kerja dan tenaga kerja pada tahun 2016 tumbuh lebih cepat
jika dibandingkan dengan tahun 2015. Pertumbuhan angkatan kerja
mencapai 2,50 persen, sedangkan pertumbuhan tenaga kerja mencapai
3,13 persen. Gambar 3.2. menunjukan jumlah angkatan kerja dan tenaga
kerja Indonesia dari tahun 2011 sampai dengan tahun 2016.
Gambar 3.2
Sumber: BPS, hasil olah dari hasil Survei Angkatan Kerja Nasional (Sakernas)
29
PENGUKURAN PRODUKTIVITAS NASIONAL DAN REGIONAL 2017
3 TENAGA KERJA DAN KESEMPATAN KERJA MENINGKAT
Gambar 3.3
Sumber: BPS, hasil olah dari dari hasil Survei Angkatan Kerja Nasional (Sakernas)
30
PENGUKURAN PRODUKTIVITAS NASIONAL DAN REGIONAL 2017
TENAGA KERJA DAN KESEMPATAN KERJA MENINGKAT 3
peningkatan dari tahun sebelumnya. Pada tahun 2015 persentasenya
sekitar 9,44 persen, sedangkan pada tahun 2016 meningkat 0,84 persen
menjadi 10,28 persen. Saat ini, lulusan SMK sudah dibekali dengan
sertifikasi kompetensi yang bisa meningkatkan efisiensi kerja dan dapat
meningkatkan produktivitas tenaga kerja.
Gambar 3.4
Sumber: BPS, hasil olah dari hasil Survei Angkatan Kerja Nasional (Sakernas)
31
PENGUKURAN PRODUKTIVITAS NASIONAL DAN REGIONAL 2017
3 TENAGA KERJA DAN KESEMPATAN KERJA MENINGKAT
Gambar 3.5
Produktivitas Tenaga Kerja (Juta Rupiah per Tenaga Kerja per Tahun), 2011-2016
Sumber: BPS, hasil olah Produk Domestik Bruto (PDB) dan Survei Angkatan Kerja Nasional
(Sakernas)
32
PENGUKURAN PRODUKTIVITAS NASIONAL DAN REGIONAL 2017
TENAGA KERJA DAN KESEMPATAN KERJA MENINGKAT 3
Gambar 3.6
Persentase Tenaga Kerja dengan Pendidikan SMA ke Atas, 2011-2016
Sumber: BPS, hasil olah dari Survei Angkatan Kerja Nasional (Sakernas)
33
PENGUKURAN PRODUKTIVITAS NASIONAL DAN REGIONAL 2017
3 TENAGA KERJA DAN KESEMPATAN KERJA MENINGKAT
Gambar 3.7
Produktivitas Tenaga Kerja dan Produktivitas Tenaga Kerja Penuh
(Juta Rupiah per Tenaga Kerja per Tahun), 2011-2016
Sumber: BPS, hasil olah Produk Domestik Bruto (PDB) dan Survei Angkatan Kerja Nasional
(Sakernas)
34
PENGUKURAN PRODUKTIVITAS NASIONAL DAN REGIONAL 2017
TENAGA KERJA DAN KESEMPATAN KERJA MENINGKAT 3
Gambar 3.8
Produktivitas Jam Kerja (Rupiah per Jam), 2011-2016
Sumber: BPS, hasil olah Produk Domestik Bruto (PDB) dan Survei Angkatan Kerja Nasional
(Sakernas)
35
PENGUKURAN PRODUKTIVITAS NASIONAL DAN REGIONAL 2017
3 TENAGA KERJA DAN KESEMPATAN KERJA MENINGKAT
Gambar 3.9
Rata-rata Jam Kerja per Minggu, 2011-2016
Sumber: BPS, hasil olah Survei Angkatan Kerja Nasional (Sakernas) Agustus 2016
36
PENGUKURAN PRODUKTIVITAS NASIONAL DAN REGIONAL 2017
TENAGA KERJA DAN KESEMPATAN KERJA MENINGKAT 3
Jam kerja adalah salah satu faktor penentu dari efisiensi kerja dan
produktivitas tenaga kerja. International Labour Organization (ILO) telah
menetapkan batas jam kerja bagi pegawai dan karyawan kantor sebesar
8 jam per hari. Indonesia sendiri juga sudah menetapkan jam kerja ideal
di Indonesia selama 40 jam per minggu, sesuai dengan Undang-undang
Republik Indonesia Nomor 13 Tahun 2003 tentang ketenagakerjaan.
Pada pasal 77 ayat 1, UU No.13/2003 tercantum bahwa ketentuan jam
kerja ini telah diatur dalam 2 sistem yaitu:
• 7 jam kerja dalam 1 hari atau 40 jam kerja dalam 1 minggu untuk 6
hari kerja dalam 1 minggu; atau
• 8 jam kerja dalam 1 hari atau 40 jam kerja dalam 1 minggu untuk 5
hari kerja dalam 1 minggu.
Gambar 3.10
Sumber: BPS, hasil olah Survei Angkatan Kerja Nasional (Sakernas) Agustus 2011-2016
Pada tahun 2016, terjadi peningkatan tenaga kerja dengan jam kerja 40
jam per minggu dari 6,58 persen menjadi 6,79 persen jika dibandingkan
dengan tahun 2015, seperti ditunjukan pada Gambar 10. Namun, pada
37
PENGUKURAN PRODUKTIVITAS NASIONAL DAN REGIONAL 2017
3 TENAGA KERJA DAN KESEMPATAN KERJA MENINGKAT
tahun ini masih terdapat 49,95 persen tenaga kerja yang bekerja lebih
dari 40 jam per minggu. Hal ini perlu diulas mengingat Shepard dan
Clifton dalam J.KODZ dkk (2000) menyatakan bahwa lamanya jam kerja
seseorang, dapat menurunkan produktivitasnya serta berpengaruh
terhadap motivasi dari individu tersebut untuk bekerja.
38
PENGUKURAN PRODUKTIVITAS NASIONAL DAN REGIONAL 2017
TENAGA KERJA DAN KESEMPATAN KERJA MENINGKAT 3
Gambar 3.11
Realisasi Penanaman Modal Asing (Juta US$), 2010-2016
39
PENGUKURAN PRODUKTIVITAS NASIONAL DAN REGIONAL 2017
3 TENAGA KERJA DAN KESEMPATAN KERJA MENINGKAT
Gambar 3.12
Panjang Jalan Beraspal (Km), 2011-2015
Sumber : Kementerian Pekerjaan Umum dan Dinas Pekerjaan Umum Pemerintah Provinsi/
Kabupaten/Kota
40
PENGUKURAN PRODUKTIVITAS NASIONAL DAN REGIONAL 2017
TENAGA KERJA DAN KESEMPATAN KERJA MENINGKAT 3
penduduk produktif yang diselaraskan dengan peningkatan kualitas
SDM melalui pendidikan dan pelatihan serta pembangunan infrastruktur,
akan memberikan keunggulan bagi Indonesia dalam bersaing di tataran
global. Namun, jika bonus demografi ini tidak terkelola dengan baik,
seperti kurangnya lapangan pekerjaan, akan berdampak buruk pada
perekonomian Indonesia, seperti meningkatnya pengangguran dan
kemiskinan. Untuk mencegah dampak buruk tersebut, datangnya bonus
demografi harus disiapkan dan dimanfaatkan semaksimal mungkin.
41
PENGUKURAN PRODUKTIVITAS NASIONAL DAN REGIONAL 2017
3 TENAGA KERJA DAN KESEMPATAN KERJA MENINGKAT
Kualitas SDM dapat dilihat dari Indeks Pembangunan Manusia (IPM) yang
diukur berdasarkan capaian pendidikan, kesehatan, dan standar hidup
layak. Status pembangunan manusia di Indonesia pada tahun 2016
sudah memasuki kategori tinggi. Namun, kondisi tersebut belum merata
di seluruh provinsi, masih ada provinsi dengan kategori pembangunan
manusia rendah. Disparitas pembangunan manusia yang paling
mencolok terjadi di Papua, sementara pembangunan manusia terendah
terjadi di Provinsi Sulawesi Barat (Gambar 3.13). Dengan perbedaan
kualitas SDM tersebut, produktivitas tenaga kerja antar wilayah akan
bervariasi.
Gambar 3.13
42
PENGUKURAN PRODUKTIVITAS NASIONAL DAN REGIONAL 2017
TENAGA KERJA DAN KESEMPATAN KERJA MENINGKAT 3
Kualitas SDM dalam produktivitas tidak terlepas dari pengaruh sarana
dan prasarana pendidikan, pelatihan, dan kesehatan. Sarana dan
prasarana ini akan membantu dalam meningkatkan keahlian dan
kapabilitas pekerja. Salah satu indikator yang dapat dijadikan acuan
dalam menggambarkan keberadaan sarana pendidikan dan pelatihan
adalah jumlah Balai Latihan Kerja (BLK). Pada tahun 2017, jumlah BLK yang
tersebar di seluruh Indonesia mencapai 301 BLK. Seluruh provinsi sudah
memiliki BLK meskipun tidak proporsional dengan jumlah kabupaten/
kota di masing-masing provinsi. Tahun 2017 ini, BLK terbanyak berada
di Provinsi Jawa Tengah dengan jumlah BLK sebanyak 33 (Gambar 3.14).
Keberadaan dan fungsi BLK ini menjadi tantangan tersendiri dalam
peningkatan produktivitas tenaga kerja Indonesia.
Gambar 3.14
Sumber: http://www.binalattas.info
43
PENGUKURAN PRODUKTIVITAS NASIONAL DAN REGIONAL 2017
3 TENAGA KERJA DAN KESEMPATAN KERJA MENINGKAT
ke tahun (Gambar 3.15). Pada tahun 2016, 12,30 persen tenaga kerja
pernah mengikuti pelatihan dan memperoleh sertifikat. Peningkatan ini
tentunya memberikan sinyal positif, peningkatan kualitas tenaga kerja
bukan lagi sekedar harapan. Menariknya, tenaga kerja yang pernah
mengikuti pelatihan serta memperoleh sertifikat dengan pendidikan
SD ke bawah meningkat dari tahun ke tahunnya (Gambar 3.16). Sinyal
positif kembali muncul, dimana dengan pendidikan rendah mereka
dapat memiliki kualitas yang tinggi sebagai tenaga kerja.
Gambar 3.15
Persentase Tenaga Kerja yang Pernah Mengikuti Pelatihan dan Memperoleh Sertifikat,
2011-2016
Sumber: BPS, hasil olah Survei Angkatan Kerja Nasional (Sakernas) Agustus 2011-2016
44
PENGUKURAN PRODUKTIVITAS NASIONAL DAN REGIONAL 2017
TENAGA KERJA DAN KESEMPATAN KERJA MENINGKAT 3
Gambar 3.16
Persentase Tenaga Kerja yang Pernah Mengikuti Pelatihan dan Memperoleh Sertifikat
Menurut Pendidikan yang Ditamatkan, 2011-2016
Sumber: BPS, hasil olah Survei Angkatan Kerja Nasional (Sakernas) Agustus 2014-2016
45
PENGUKURAN PRODUKTIVITAS NASIONAL DAN REGIONAL 2017
3 TENAGA KERJA DAN KESEMPATAN KERJA MENINGKAT
Gambar 3.17
Jumlah Rumah Sakit Umum, Rumah Sakit Bersalin, dan Puskesman Menurut Provinsi, 2015
Gambar 3.18
46
PENGUKURAN PRODUKTIVITAS NASIONAL DAN REGIONAL 2017
TENAGA KERJA DAN KESEMPATAN KERJA MENINGKAT 3
Tantangan lain dalam peningkatan produktivitas Indonesia adalah
tingkat korupsi di Indonesia yang masih tinggi. Tingginya tingkat korupsi
menghambat upaya peningkatan produktivitas di suatu wilayah. Hingga
saat ini, belum ada indikator yang bisa menggambarkan tingkat korupsi
Indonesia secara nyata. Pendekatan untuk indikator tingkat korupsi ini
adalah dengan Indeks Perilaku Anti Korupsi (IPAK). IPAK mulai dihitung
sejak tahun 2012. IPAK menggambarkan tingkat permisif masyarakat
Indonesia terhadap perilaku korupsi, dimana tingkat permisifitas ini
didasarkan dari pendapat dan pengalaman masyarakat dengan layanan
publik dalam hal perilaku penyuapan, pemerasan, dan nepotisme.
Gambar 3.19
Sumber: BPS
IPAK memiliki skala 0-5, dimana semakin tinggi angka IPAK maka semakin
tinggi pula tingkat anti korupsinya. IPAK pada tahun 2017 mencapai 3,71
dimana peningkatannya mencapai 3,34 persen. Meskipun meningkat,
IPAK pada tahun 2017 masih pada kategori yang sama dengan tahun
2015, yaitu anti korupsi (nilai indeks 0-1,25 sangat permisif terhadap
47
PENGUKURAN PRODUKTIVITAS NASIONAL DAN REGIONAL 2017
3 TENAGA KERJA DAN KESEMPATAN KERJA MENINGKAT
48
PENGUKURAN PRODUKTIVITAS NASIONAL DAN REGIONAL 2017
4
PRODUKTIVITAS
REGIONAL
BELUM MERATA
4 PRODUKTIVITAS REGIONAL BELUM MERATA
50
PENGUKURAN PRODUKTIVITAS NASIONAL DAN REGIONAL 2017
PRODUKTIVITAS REGIONAL BELUM MERATA 4
Produktivitas
4 Regional
Belum Merata
51
PENGUKURAN PRODUKTIVITAS NASIONAL DAN REGIONAL 2017
4 PRODUKTIVITAS REGIONAL BELUM MERATA
Gambar 4.1
Produktivitas Tenaga Kerja menurut Provinsi (Juta Rupiah per Tenaga Kerja per Tahun),
2015-2016
Sumber: BPS, hasil olah Produk Domestik Bruto (PDB) dan Survei Angkatan Kerja Nasional
(Sakernas)
52
PENGUKURAN PRODUKTIVITAS NASIONAL DAN REGIONAL 2017
PRODUKTIVITAS REGIONAL BELUM MERATA 4
Produktivitas tenaga kerja Indonesia pada kurun waktu 2011-2016
terus menunjukkan peningkatan. Produktivitas tenaga kerja nasional
pada tahun 2016 sebesar Rp 79,66 juta per tenaga kerja per tahun, atau
meningkat sebesar 18,24 persen dari tahun 2011. Hal ini mengindikasikan
bahwa kualitas tenaga kerja di Indonesia terus mengalami peningkatan.
Secara regional, pada tahun 2016 terdapat delapan provinsi di Indonesia
yang memiliki produktivitas tenaga kerja di atas angka nasional, yaitu
Provinsi DKI Jakarta (Rp 316,62 juta), Provinsi Kalimantan Timur (Rp 277,62
juta), Provinsi Kepulauan Riau (Rp 189,49 juta), Provinsi Kalimantan Utara
(Rp 187,13 juta), Provinsi Riau (Rp 165,95 juta), Provinsi Papua Barat
(Rp 135,98 juta), Provinsi Papua (Rp 85,60 juta), dan Provinsi Jambi (Rp
80,33 juta). Produktivitas tenaga kerja terendah terjadi di Provinsi Nusa
Tenggara Timur dengan angka produktivitas tenaga kerja sebesar Rp
26,25 juta per tenaga kerja per tahun.
Pada tahun 2016, Provinsi DKI Jakarta menduduki peringkat teratas dalam
capaian produktivitas tenaga kerja, menggeser Provinsi Kalimantan
Timur yang menduduki peringkat teratas pada tahun 2015. Provinsi DKI
Jakarta merupakan kontributor terbesar dalam PDB Indonesia dengan
nilai PDRB sebesar Rp 1.539,38 triliun. Selain sebagai ibukota negara,
hampir seluruh kegiatan ekonomi berpusat di provinsi ini. Tiga kategori
lapangan usaha yang memberikan kontribusi terbesar dalam PDRB
provinsi ini adalah kategori lapangan usaha Perdagangan Besar dan
Eceran; Reparasi Mobil dan Sepeda Motor (G); Konstruksi (F); dan Industri
Pengolahan (C), dengan nilai kontribusi untuk masing-masing kategori
lapangan usaha tersebut sebesar 15,97 persen, 12,89 persen, dan 12,58
persen.
53
PENGUKURAN PRODUKTIVITAS NASIONAL DAN REGIONAL 2017
4 PRODUKTIVITAS REGIONAL BELUM MERATA
Gambar 4.2
Konstribusi PDRB Berdasarkan Kategori Lapangan Usaha di Provinsi DKI Jakarta (persen), 2016
Keterangan
54
PENGUKURAN PRODUKTIVITAS NASIONAL DAN REGIONAL 2017
PRODUKTIVITAS REGIONAL BELUM MERATA 4
Pembangunan tersebut antara lain penyelesaian beberapa jalur koridor
bus Transjakarta, pembangunan flyover dan underpass di beberapa
lokasi, serta pembangunan MRT (Mass Rapid Transit) dan LRT (Light
Rapid Transit). Sementara itu dari sisi industri pengolahan, beberapa
kawasan industri di DKI Jakarta juga berkontribusi besar dalam PDRB
provinsi ini, salah satunya adalah Kawasan Berikat Nusantara (KBN)
yang berada di Jakarta Utara dan Jakarta Industrial Estate Pulo Gadung
yang berada di Jakarta Timur.
55
PENGUKURAN PRODUKTIVITAS NASIONAL DAN REGIONAL 2017
4 PRODUKTIVITAS REGIONAL BELUM MERATA
56
PENGUKURAN PRODUKTIVITAS NASIONAL DAN REGIONAL 2017
PRODUKTIVITAS REGIONAL BELUM MERATA 4
dunia menurun, volume perdagangan menurun dan permintaan
komoditas juga menurun, bahkan harga batubara mencapai titik
terendah. Harga komoditas ini di bursa ekspor mengalami penurunan
hampir 50 persen selama periode 2011-2016, yaitu dari 118,4 US$/ton
menjadi 61,8 US$/ton dengan volume ekspor batubara yang mengalami
penurunan sebesar 12,25 persen dibandingkan tahun sebelumnya. Selain
itu, pertumbuhan ekonomi mengalami kontraksi yang dipengaruhi oleh
penurunan kategori lapangan usaha Pertambangan dan Penggalian
(Kategori B). Gambar 4.3. menunjukkan pertumbuhan ekonomi yang
mengalami kontraksi di beberapa negara.
Gambar 4.3
*)
Angka Prediksi
57
PENGUKURAN PRODUKTIVITAS NASIONAL DAN REGIONAL 2017
4 PRODUKTIVITAS REGIONAL BELUM MERATA
58
PENGUKURAN PRODUKTIVITAS NASIONAL DAN REGIONAL 2017
PRODUKTIVITAS REGIONAL BELUM MERATA 4
yang sama, Kota Batam sedang mengerjakan empat mega proyek
pembangunan seperti pembangunan dua jalan layang dan renovasi dua
pelabuhan domestik, serta pembangunan jalan tol.
Gambar 4.4
PDRB Atas Dasar Harga Konstan 2010 Menurut Provinsi (Triliun Rupiah), 2016
*)
Angka Prediksi
Sumber: BPS
59
PENGUKURAN PRODUKTIVITAS NASIONAL DAN REGIONAL 2017
4 PRODUKTIVITAS REGIONAL BELUM MERATA
Gambar 4.5
60
PENGUKURAN PRODUKTIVITAS NASIONAL DAN REGIONAL 2017
PRODUKTIVITAS REGIONAL BELUM MERATA 4
Tingginya jumlah tenaga kerja di Provinsi NTT tidak diimbangi dengan
tingginya tingkat pendidikan dari tenaga kerja. Tenaga kerja di provinsi
ini sebagian besar masih berpendidikan SMP ke bawah, dan hanya 30,89
persen dari tenaga kerja yang menyelesaikan pendidikan SMA ke atas.
Sementara itu, lebih dari 50 persen tenaga kerja masih berpendidikan
SD ke bawah. Selain itu, 53,32 persen tenaga kerja bekerja di kategori
lapangan usaha Pertanian, Kehutanan, dan Perikanan (Kategori A)
dengan nilai tambah yang tidak terlalu besar.
Pada tahun 2016, provinsi dengan jumlah tenaga kerja terbanyak masih
ditempati oleh Provinsi Jawa Barat (19,20 juta), Provinsi Jawa Timur
(19,11 juta), dan Provinsi Jawa Tengah (16,51 juta), dimana posisi ini
masih sama dengan tahun 2015. Jumlah tenaga kerja pada tahun 2016
sebagian besar mengalami peningkatan. Peningkatan tenaga kerja
pada tahun 2016 ini berjalan beriringan dengan jumlah penduduk.
Penambahan jumlah penduduk pada tahun 2016 juga mendorong
terjadinya penambahan jumlah tenaga kerja. Hal ini tercermin dari
proporsi jumlah tenaga kerja terhadap jumlah penduduk pada tahun
2016 yang mencapai 45,92 persen, meningkat sedikit dari tahun 2015
yang sudah mencapai 45,05 persen.
61
PENGUKURAN PRODUKTIVITAS NASIONAL DAN REGIONAL 2017
4 PRODUKTIVITAS REGIONAL BELUM MERATA
Gambar 4.6
Persentase Tenaga Kerja Berpendidikan Tertinggi yang Ditamatkan Menurut Provinsi, 2016
62
PENGUKURAN PRODUKTIVITAS NASIONAL DAN REGIONAL 2017
PRODUKTIVITAS REGIONAL BELUM MERATA 4
• Kuadran II memuat provinsi yang memiliki produktivitas tenaga
kerja di atas nasional tetapi upah tenaga kerjanya berada di bawah
upah nasional. Dua provinsi yang termasuk dalam kuadran ini adalah
Provinsi Jambi dan Provinsi Papua. Provinsi pada kuadran ini perlu
menjadi perhatian dimana produktivitas tenaga kerja sudah baik
(di atas nasional), namun apresiasi berupa upah untuk tenaga kerja
masih di bawah nasional.
• Selanjutnya, provinsi-provinsi yang berada di kuadran III adalah
provinsi-provinsi yang memiliki produktivitas tenaga kerja di bawah
nasional, serta rata-rata upah tenaga kerjanya pun berada di bawah
nasional. Provinsi yang berada di kuadran ini pada tahun 2016
berjumlah 21 provinsi, dari 15 provinsi di tahun sebelumnya. Provinsi
yang mengalami pergeseran ke dalam kuadran ini sebagian besar
berasal dari kuadran IV.
• Pada kuadran terakhir atau kuadran IV adalah provinsi-provinsi
dengan produktivitas jam kerja di bawah nasional namun rata-rata
upah tenaga kerjanya di atas nasional. Pada tahun 2016 terdapat
lima provinsi yang berada pada kuadran ini, menurun dari tahun
sebelumnya sebanyak 11 provinsi. Provinsi yang berada di kuadran
ini adalah Jawa Barat, Banten, Bali, Kalimantan Tengah, dan Sulawesi
Utara.
63
PENGUKURAN PRODUKTIVITAS NASIONAL DAN REGIONAL 2017
4 PRODUKTIVITAS REGIONAL BELUM MERATA
Gambar 4.7
Hubungan Produktivitas Tenaga Kerja dengan Upah Tenaga Kerja Tahun 2011,2015, dan 2016
Sumber: BPS, hasil olah Produk Domestik Bruto (PDB) dan Survei Angkatan Kerja Nasional
(Sakernas)
64
PENGUKURAN PRODUKTIVITAS NASIONAL DAN REGIONAL 2017
PRODUKTIVITAS REGIONAL BELUM MERATA 4
Produktivitas Tenaga Kerja
4.2 di Beberapa Provinsi Belum Efisien
Pada tahun 2016 produktivitas tenaga kerja dan produktivitas ETK pada
level nasional tidak jauh berbeda. Produktivitas tenaga kerja indonesia
mencapai 79,66 juta rupiah per tenaga kerja per tahun, sedangkan
produktivitas ETK mencapai 78,52 juta rupiah per tenaga kerja per tahun.
Hal ini mengindikasikan bahwa tenaga kerja Indonesia masih kurang
efisien dalam bekerja sehingga produktivitasnya masih rendah. Hal ini
dapat dilihat dari jumlah jam kerja yang digunakan melebihi 40 jam,
namun nilai output yang dihasilkan relatif sama. Pada tingkat provinsi,
65
PENGUKURAN PRODUKTIVITAS NASIONAL DAN REGIONAL 2017
4 PRODUKTIVITAS REGIONAL BELUM MERATA
Gambar 4.8
Produktivitas Ekuivalen Tenaga Kerja dan Produktivitas Tenaga Kerja Menurut Provinsi, 2016
66
PENGUKURAN PRODUKTIVITAS NASIONAL DAN REGIONAL 2017
PRODUKTIVITAS REGIONAL BELUM MERATA 4
Masih Banyak Tenaga Kerja yang Bekerja
4.3 di Atas Jam Kerja Normal
Gambar 4.9
67
PENGUKURAN PRODUKTIVITAS NASIONAL DAN REGIONAL 2017
4 PRODUKTIVITAS REGIONAL BELUM MERATA
68
PENGUKURAN PRODUKTIVITAS NASIONAL DAN REGIONAL 2017
5
PRODUKTIVITAS
RENDAH MEMBAYANGI
LAPANGAN USAHA
PADAT KARYA
5 PRODUKTIVITAS RENDAH MEMBAYANGI LAPANGAN USAHA PADAT KARYA
70
PENGUKURAN PRODUKTIVITAS NASIONAL DAN REGIONAL 2017
PRODUKTIVITAS RENDAH MEMBAYANGI LAPANGAN USAHA PADAT KARYA 5
5 Produktivitas
Rendah Membayangi
Lapangan Usaha
Padat Karya
Produktivitas tenaga kerja merupakan salah satu faktor penting
dalam peningkatan daya saing ekonomi suatu negara. Peningkatan
produktivitas tenaga kerja akan berdampak pada efisiensi penggunaan
sumber daya yang ada. Peningkatan efisiensi produksi akan berdampak
langsung terhadap peningkatan daya saing dan pertumbuhan
ekonomi suatu negara. Kesiapan bangsa Indonesia dalam menghadapi
tantangan perekonomian global tercermin dari kesiapan dari setiap
kategori lapangan usaha. Produktivitas tenaga kerja merupakan salah
satu indikator kesiapan dari masing-masing kategori lapangan usaha
dalam menghadapai persaingan global. Capaian produktivitas tenaga
kerja dapat dijadikan salah satu acuan dalam menentukan prioritas
pembangunan ekonomi di Indonesia.
71
PENGUKURAN PRODUKTIVITAS NASIONAL DAN REGIONAL 2017
5 PRODUKTIVITAS RENDAH MEMBAYANGI LAPANGAN USAHA PADAT KARYA
Produktivitas Sektoral
5.1 Pertumbuhan Cenderung Menurun
72
PENGUKURAN PRODUKTIVITAS NASIONAL DAN REGIONAL 2017
PRODUKTIVITAS RENDAH MEMBAYANGI LAPANGAN USAHA PADAT KARYA 5
Gambar 5.1
Sumber: BPS, hasil olah Produk Domestik Bruto (PDB) dan Survei Angkatan Kerja Nasional
(Sakernas)
73
PENGUKURAN PRODUKTIVITAS NASIONAL DAN REGIONAL 2017
5 PRODUKTIVITAS RENDAH MEMBAYANGI LAPANGAN USAHA PADAT KARYA
Gambar 5.2
Sumber: BPS, hasil olah Produk Domestik Bruto (PDB) dan Survei Angkatan Kerja Nasional
(Sakernas)
74
PENGUKURAN PRODUKTIVITAS NASIONAL DAN REGIONAL 2017
PRODUKTIVITAS RENDAH MEMBAYANGI LAPANGAN USAHA PADAT KARYA 5
Kategori lapangan usaha Jasa Lainnya (Kategori R,S,T,U), Pengadaan Air,
Pengelolaan Sampah, Limbah, dan Daur Ulang (Kategori E), Konstruksi
(Kategori F) merupakan kategori lapangan usaha dengan peningkatan
produktivitas tenaga kerja tertinggi pada tahun 2016. Peningkatan ini
disebabkan oleh pertumbuhan PDB yang lebih besar jika dibandingkan
dengan pertumbuhan tenaga kerja. Pada kategori lapangan usaha
jasa lainnya (Kategori R,S,T,U), pertumbuhan PDB yang terjadi pada
tahun 2016 adalah 7,8 persen sedangkan tenaga kerja mengalami
perlambatan sebesar 6,73 persen. Tidak jauh berbeda dengan kategori
lapangan usaha jasa lainnya, kategori lapangan usaha Pengadaan
Air, Pengelolaan Sampah, Limbah, dan Daur Ulang (Kategori E) dan
Konstruksi (Kategori F) juga mengalami hal yang sama, dimana nilai
PDB masing-masing mengalami peningkatan sebesar 3,60 persen dan
5,22 persen serta tenaga kerja kedua kategori lapangan usaha tersebut
mengalami perlambatan masing-masing sebesar 9,61 persen dan 2,80
persen (Gambar 5.4).
75
PENGUKURAN PRODUKTIVITAS NASIONAL DAN REGIONAL 2017
5 PRODUKTIVITAS RENDAH MEMBAYANGI LAPANGAN USAHA PADAT KARYA
Gambar 5.3
Produktivitas Tenaga Kerja Indonesia Menurut Kategori Lapangan Usaha (Juta Rupiah per
Tenaga Kerja per Tahun), 2014-2016
Sumber: BPS, hasil olah Produk Domestik Bruto (PDB) dan Survei Angkatan Kerja Nasional
(Sakernas)
76
PENGUKURAN PRODUKTIVITAS NASIONAL DAN REGIONAL 2017
PRODUKTIVITAS RENDAH MEMBAYANGI LAPANGAN USAHA PADAT KARYA 5
Pada tahun 2016, kategori lapangan usaha Real Estat (Kategori L)
masih menduduki posisi tertinggi dalam produktivitas tenaga kerja,
dengan angka produktivitas tenaga kerja sebesar Rp782,79 juta per
tenaga kerja per tahun. Pertumbuhan PDB kategori lapangan usaha
Real Estat (Kategori L) pada tahun 2016 masih lebih rendah jika
dibandingkan dengan pertumbuhan tenaga kerjanya. Pertumbuhan
PDB pada kategori lapangan usaha ini hanya mencapai 4,3 persen,
sedangkan pertumbuhan tenaga kerjanya mencapai 22,70 persen. Hal
ini mengakibatkan produktivitas tenaga kerja pada kategori lapangan
usaha Real Estat (Kategori L) mengalami perlambatan jika dibandingkan
dengan tahun sebelumnya.
Gambar 5.4
Sumber: BPS, hasil olah Produk Domestik Bruto (PDB) dan Survei Angkatan Kerja Nasional
(Sakernas)
77
PENGUKURAN PRODUKTIVITAS NASIONAL DAN REGIONAL 2017
5 PRODUKTIVITAS RENDAH MEMBAYANGI LAPANGAN USAHA PADAT KARYA
78
PENGUKURAN PRODUKTIVITAS NASIONAL DAN REGIONAL 2017
PRODUKTIVITAS RENDAH MEMBAYANGI LAPANGAN USAHA PADAT KARYA 5
dan Sepeda Motor (Kategori G); serta kategori lapangan usaha Pertanian,
Kehutanan, dan Perikanan (Kategori A), dengan nilai kontribusi masing-
masing sebesar 21,39 persen; 13,31 persen; dan 12,82 persen.
Gambar 5.5
Kontribusi PDB dan Jumlah Penduduk Usia 15 Tahun ke Atas yang Bekerja Menurut Kategori
(Persen), 2016
Sumber: BPS, hasil olah Produk Domestik Bruto (PDB) dan Survei Angkatan Kerja Nasional
(Sakernas)
79
PENGUKURAN PRODUKTIVITAS NASIONAL DAN REGIONAL 2017
5 PRODUKTIVITAS RENDAH MEMBAYANGI LAPANGAN USAHA PADAT KARYA
Gambar 5.6
80
PENGUKURAN PRODUKTIVITAS NASIONAL DAN REGIONAL 2017
PRODUKTIVITAS RENDAH MEMBAYANGI LAPANGAN USAHA PADAT KARYA 5
Tiga kategori lapangan usaha dengan penyerapan tenaga kerja tertinggi
memiliki kesamaan dengan tiga kategori lapangan usaha dengan
kontribusi PDB tertinggi. Penyerapan tenaga kerja tertinggi terjadi pada
kategori lapangan usaha Pertanian, Kehutanan, dan Perikanan (Kategori
A), disusul oleh kategori lapangan usaha Perdagangan Besar dan Eceran,
Reparasi Mobil dan Sepeda Motor (Kategori G), dan Industri Pengolahan
(Kategori C). Penyerapan tenaga kerja dari masing-masing kategori
lapangan usaha tersebut secara berurutan adalah 37,77 persen, 21,55
persen, dan 15,87 persen.
81
PENGUKURAN PRODUKTIVITAS NASIONAL DAN REGIONAL 2017
5 PRODUKTIVITAS RENDAH MEMBAYANGI LAPANGAN USAHA PADAT KARYA
Gambar 5.7
Jumlah Penduduk Usia 15 tahun ke Atas yang Bekerja Menurut Tingkat Pendidikan yang
Ditamatkan dan Kategori Lapangan Usaha Ekonomi, 2016 (Juta Orang)
82
PENGUKURAN PRODUKTIVITAS NASIONAL DAN REGIONAL 2017
PRODUKTIVITAS RENDAH MEMBAYANGI LAPANGAN USAHA PADAT KARYA 5
Produktivitas kategori lapangan usaha Pertanian, Kehutanan, dan
Perikanan (Kategori A) masih tergolong rendah jika dibandingkan dengan
kategori lapangan usaha lainnya. Salah satu penyebabnya adalah belum
optimalnya kualitas sumber daya manusia pada kategori lapangan usaha
ini. Seperti ditunjukan pada Gambar 5.7, sekitar 70 persen tenaga kerja
pada kategori lapangan usaha ini berpendidikan SD ke bawah. Sekitar
39,37 persen sudah menyelesaikan hingga tamat SD, namun 29,97
persen lainnya belum menyelesaikan pendidikan di SD. Tenaga kerja
terdidik pada kategori lapangan usaha ini juga masih terkonsentrasi
pada tamatan SLTP. Masih terbatasnya tenaga kerja terdidik pada
kategori lapangan usaha ini, menyebabkan belum optimalnya peran
tenaga kerja dalam mendongkrak output yang dihasilkan. Penyebab lain
dari rendahnya produktivitas pada kategori lapangan usaha pertanian,
kehutanan, dan perikanan (A) di Indonesia adalah belum optimalnya
pemanfaatan teknologi informasi dalam proses pertanian. Sebagian
besar proses pertanian di Indonesia masih bersifat konvensional.
Produktivitas ekuivalen tenaga kerja (ETK atau full time worker equivalent)
adalah metode lain untuk mengukur efisiensi dari tenaga kerja. Pada
pengukuran ini, efisiensi tenaga kerja diukur melalui jumlah tenaga
kerja dengan jumlah jam kerja yang dihabiskan dalam mengeluarkan
sejumlah output. Jam kerja yang diterapkan di Indonesia adalah 40 jam
per minggu, ini sesuai dengan Undang-undang (UU) Ketenagakerjaan
No. 13 Tahun 2003, jam kerja lebih dari 40 jam per minggu dianggap
sebagai jam kerja yang lama. Pengukuran produktivitas dengan ETK
dapat digunakan sebagai pembanding penghitungan produktivitas
dengan menggunakan metode produktivitas tenaga kerja. Produktivitas
ETK dapat menjelaskan produktivitas tenaga kerja dengan lebih baik. Hal
ini dikarenakan penghitungan produktivitas ETK sudah memperhatikan
jam kerja dari tenaga kerja di setiap kategori lapangan usaha. Semakin
83
PENGUKURAN PRODUKTIVITAS NASIONAL DAN REGIONAL 2017
5 PRODUKTIVITAS RENDAH MEMBAYANGI LAPANGAN USAHA PADAT KARYA
Gambar 5.8
Rata-rata Jam Kerja Tenaga Kerja Menurut Kategori Lapangan Usaha di Indonesia Seminggu
yang Lalu, 2015-2016
84
PENGUKURAN PRODUKTIVITAS NASIONAL DAN REGIONAL 2017
PRODUKTIVITAS RENDAH MEMBAYANGI LAPANGAN USAHA PADAT KARYA 5
Gambar 5.9
Produktivitas Ekuivalen Tenaga Kerja Menurut Lapangan Usaha (Juta Rupiah per Tenaga Kerja
per Tahun), 2015-2016
Sumber: BPS, hasil olah Produk Domestik Bruto (PDB) dan Survei Angkatan Kerja Nasional
(Sakernas)
85
PENGUKURAN PRODUKTIVITAS NASIONAL DAN REGIONAL 2017
5 PRODUKTIVITAS RENDAH MEMBAYANGI LAPANGAN USAHA PADAT KARYA
86
PENGUKURAN PRODUKTIVITAS NASIONAL DAN REGIONAL 2017
PRODUKTIVITAS RENDAH MEMBAYANGI LAPANGAN USAHA PADAT KARYA 5
Gambar 5.10
Produktivitas Tenaga Kerja dan Produktivitas Ekuivalen Tenaga Kerja Menurut Lapangan Usaha
(Juta Rupiah per Tenaga Kerja per Tahun), 2016
Sumber: BPS, hasil olah Produk Domestik Bruto (PDB) dan Survei Angkatan Kerja Nasional
(Sakernas) Agustus, 2016
87
PENGUKURAN PRODUKTIVITAS NASIONAL DAN REGIONAL 2017
5 PRODUKTIVITAS RENDAH MEMBAYANGI LAPANGAN USAHA PADAT KARYA
88
PENGUKURAN PRODUKTIVITAS NASIONAL DAN REGIONAL 2017
PRODUKTIVITAS RENDAH MEMBAYANGI LAPANGAN USAHA PADAT KARYA 5
Hampir Seluruh Kategori Lapangan Usaha
5.3 Menerapkan Kerja Lembur
Penambahan durasi jam kerja dari tenaga kerja, belum tentu akan
menambah tingkat produksi tenaga kerja tersebut. Shepard dan Clifton
(2000) yang dikutip oleh Golden (2011) memandang bahwa produktivitas
produksi tidak selalu meningkat ketika jumlah jam kerja diperpanjang.
Di Indonesia, rata-rata lama jam kerja tahun 2016 adalah 40,58 jam per
minggu. Penerapan jam kerja berlebihan dapat menyebabkan terjadinya
kelelahan kerja dan meningkatnya absensi pekerja. Oleh karena itu,
penerapan jam kerja yang berlebihan akan menurunkan produktivitas
tenaga kerja.
89
PENGUKURAN PRODUKTIVITAS NASIONAL DAN REGIONAL 2017
5 PRODUKTIVITAS RENDAH MEMBAYANGI LAPANGAN USAHA PADAT KARYA
Gambar 5.11
Sumber: BPS, hasil olah Produk Domestik Bruto (PDB) dan Survei Angkatan Kerja Nasional
(Sakernas)
90
PENGUKURAN PRODUKTIVITAS NASIONAL DAN REGIONAL 2017
PRODUKTIVITAS RENDAH MEMBAYANGI LAPANGAN USAHA PADAT KARYA 5
Sementara itu, jika dilihat dari pertumbuhan selama 2015-2016, terdapat
10 kategori lapangan usaha yang memiliki pertumbuhan produktivitas
jam kerja yang positif (Tabel 1). Tiga yang tertinggi adalah kategori
lapangan usaha Pengadaan Air, Pengelolaan Sampah, Limbah, dan Daur
Ulang (Kategori E) (22,21 persen); kategori lapangan usaha Jasa Lainnya
(Kategori R,S,T,U) (20,89 persen); kategori lapangan usaha Konstruksi
(Kategori F) (7,60 persen). Pertumbuhan produktivitas jam kerja positif
pada beberapa kategori lapangan usaha menunjukkan terjadinya
peningkatan efisiensi tenaga kerja dalam memproduksi output per jam
dalam setahun.
Tabel 5.1. Produktivitas Jam Kerja Per Sektor dan Pertumbuhannya, 2015-2016
Sumber: BPS, hasil olah Produk Domestik Bruto (PDB) dan Survei Angkatan Kerja Nasional
(Sakernas)
91
PENGUKURAN PRODUKTIVITAS NASIONAL DAN REGIONAL 2017
5 PRODUKTIVITAS RENDAH MEMBAYANGI LAPANGAN USAHA PADAT KARYA
Gambar 5.12
Rata-rata Jam Kerja dan Rata-Rata Upah/Gaji/Pendapatan Tenaga Kerja (Juta Rupiah)
Menurut Kategori Lapangan Usaha Ekonomi, 2016
92
PENGUKURAN PRODUKTIVITAS NASIONAL DAN REGIONAL 2017
6
PEKERJA RENTAN
MASIH MEWARNAI
PASAR TENAGA KERJA
6 PEKERJA RENTAN MASIH MEWARNAI PASAR TENAGA KERJA
94
PENGUKURAN PRODUKTIVITAS NASIONAL DAN REGIONAL 2017
PEKERJA RENTAN MASIH MEWARNAI PASAR TENAGA KERJA 6
6 Pekerja Rentan
Masih Mewarnai
Pasar Tenaga Kerja
Tenaga kerja yang berkualitas adalah salah faktor utama pendukung
daya saing di suatu negara. International Labour Organization (ILO) telah
menerbitkan Key Indicator of the Labour Market (KILM) edisi ke-9 tahun
2015. Dari 17 indikator yang dimuat dalam KILM, data 14 indikator sudah
tersedia di Indonesia. Indikator – indikator tersebut menggambarkan
potensi tenaga kerja dan memetakan kesempatan kerja di Indonesia.
Keempat belas indikator tersebut yaitu:
95
PENGUKURAN PRODUKTIVITAS NASIONAL DAN REGIONAL 2017
6 PEKERJA RENTAN MASIH MEWARNAI PASAR TENAGA KERJA
96
PENGUKURAN PRODUKTIVITAS NASIONAL DAN REGIONAL 2017
PEKERJA RENTAN MASIH MEWARNAI PASAR TENAGA KERJA 6
Gambar 6.1
Jumlah Angkatan Kerja (Juta Orang) dan Tingkat Partisipasi Angkatan Kerja (Persen),
2011-2016
Gambar 6.2
Jumlah Penduduk Bukan Angkatan Kerja Berdasarkan Kegiatan Seminggu yang Lalu (Juta
Orang), 2014-2016
Sumber: BPS, hasil olah data Survei Angkatan Kerja Nasional (Sakernas) 2014-2016
97
PENGUKURAN PRODUKTIVITAS NASIONAL DAN REGIONAL 2017
6 PEKERJA RENTAN MASIH MEWARNAI PASAR TENAGA KERJA
Gambar 6.3
Indikator pasar tenaga kerja yang kedua adalah rasio penduduk bekerja
terhadap jumlah penduduk usia kerja atau disebut Employment to
Population Ratio (EPR). Pada tahun 2015 EPR mengalami penurunan
dari tahun 2014, namun meningkat kembali pada tahun 2016 dengan
capaian 62,62 persen. Berdasarkan jenis kelamin, EPR laki-laki lebih
tinggi dibandingkan EPR Perempuan. EPR laki-laki pada tahun 2016
sebesar 77,29, sedangkan EPR perempuan sebesar 48 persen.
98
PENGUKURAN PRODUKTIVITAS NASIONAL DAN REGIONAL 2017
PEKERJA RENTAN MASIH MEWARNAI PASAR TENAGA KERJA 6
Gambar 6.4
Berdasarkan kelompok usia, EPR kelompok dewasa lebih tinggi dari EPR
kelompok muda. EPR kelompok dewasa mencapai 69,86 persen pada
tahun 2016, sedangkan EPR kelompok muda masih sebesar 38,57 persen.
Rendahnya capaian EPR kelompok muda disebabkan dalam rentang usia
15-24 tahun masih banyak penduduk bersekolah, atau masuk ke dalam
kategori bukan angkatan kerja terutama pada rentang usia 15-19 tahun.
Hal tersebut terlihat dari EPR per kelompok umur. Capaian EPR umur
15-19 cenderung lebih rendah jika dibandingkan EPR usia 25 tahun ke
atas. Gambar 6.6 menunjukkan bahwa rasio ini memiliki kecenderungan
rendah di usia muda, terus meningkat hingga usia produktif maksimal
(40-44 tahun) dan kembali menurun hingga usia tua. Penurunan EPR
secara signifikan dimulai pada usia 55-59 tahun, hal ini disebabkan mulai
banyaknya penduduk yang memasuki usia purna bakti.
99
PENGUKURAN PRODUKTIVITAS NASIONAL DAN REGIONAL 2017
6 PEKERJA RENTAN MASIH MEWARNAI PASAR TENAGA KERJA
Gambar 6.5
Gambar 6.6
100
PENGUKURAN PRODUKTIVITAS NASIONAL DAN REGIONAL 2017
PEKERJA RENTAN MASIH MEWARNAI PASAR TENAGA KERJA 6
Penduduk yang bekerja jika dibagi berdasarkan status pekerjaan
utama, sebagian besar mengelompok pada kategori penduduk yang
bekerja dengan upah/gaji dan berusaha sendiri serta berusaha dibantu
buruh tidak tetap. Persentase tertinggi penduduk bekerja dalam status
pekerjaan utama mencapai 47,56 persen, dengan komposisi 3,70 persen
adalah pengusaha, 33,33 persen adalah penduduk yang berusaha
sendiri dan berusaha dibantu buruh tidak tetap, dan 10,53 persen adalah
penduduk yang merupakan pekerja bebas.
Tabel 6.1. Persentase Penduduk Bekerja Menurut Status Pekerjaan Utama, 2014-2016
101
PENGUKURAN PRODUKTIVITAS NASIONAL DAN REGIONAL 2017
6 PEKERJA RENTAN MASIH MEWARNAI PASAR TENAGA KERJA
Gambar 6.7
102
PENGUKURAN PRODUKTIVITAS NASIONAL DAN REGIONAL 2017
PEKERJA RENTAN MASIH MEWARNAI PASAR TENAGA KERJA 6
Gambar 6.8
Persentase Pekerja Rentan Berdasarkan Status Pekerjaan Utama dan Jenis Kelamin, 2016
Pekerja paruh waktu adalah pekerja dengan jam kerja kurang dari 35 jam
per minggu serta tidak mencari pekerjaan atau tidak bersedia menerima
pekerjaan lain. Tingkat pekerja paruh waktu pada tahun 2016 sebesar 19,64
persen. Secara total, tingkat pekerja paruh waktu Indonesia memiliki tren
menurun dari tahun ke tahun. Penurunan yang cukup tinggi terjadi pada
tahun 2016 sebesar 1,76 persen. Tingkat pekerja paruh waktu berdasarkan
gender juga menunjukkan hal yang serupa. Tingkat pekerja paruh waktu
laki-laki pada tahun 2016 sebesar 13,44 persen, sedangkan tingkat pekerja
paruh waktu perempuan sebesar 29,6 persen. Tingkat pekerja paruh
waktu perempuan mencapai lebih dari dua kali tingkat pekerja paruh
waktu laki-laki. Share pekerja paruh waktu perempuan pada tahun 2016
mencapai 57,86 persen dan memiliki tren meningkat dari tahun ke tahun.
Peningkatan pada tahun 2016 mencapai 2,62 persen.
103
PENGUKURAN PRODUKTIVITAS NASIONAL DAN REGIONAL 2017
6 PEKERJA RENTAN MASIH MEWARNAI PASAR TENAGA KERJA
Gambar 6.9
Gambar 6.10
104
PENGUKURAN PRODUKTIVITAS NASIONAL DAN REGIONAL 2017
PEKERJA RENTAN MASIH MEWARNAI PASAR TENAGA KERJA 6
Meningkatnya Penduduk yang Bekerja
6.4 di Sektor Formal
105
PENGUKURAN PRODUKTIVITAS NASIONAL DAN REGIONAL 2017
6 PEKERJA RENTAN MASIH MEWARNAI PASAR TENAGA KERJA
Gambar 6.11
Persentase Penduduk Bekerja Berdasarkan Sektor Formal dan Informal Indonesia, 2011-2016
106
PENGUKURAN PRODUKTIVITAS NASIONAL DAN REGIONAL 2017
PEKERJA RENTAN MASIH MEWARNAI PASAR TENAGA KERJA 6
Tingkat Pengangguran Terbuka
6.5 yang Terus Menurun
Pengangguran adalah mereka yang tidak mempunyai pekerjaan, sedang
mencari pekerjaan, dan bersedia untuk bekerja. Sedangkan Tingkat
Pengangguran Terbuka (TPT) atau biasanya disebut sebagai tingkat
pengangguran menggambarkan proporsi angkatan kerja yang tidak
memiliki pekerjaan dan secara aktif mencari dan bersedia untuk bekerja.
Tingkat pengangguran terbuka Indonesia menunjukkan perbaikan
dari tahun ke tahun. Hal ini terlihat dari tingkat pengangguran terbuka
yang semakin mengecil, dengan capaian pada tahun 2016 sebesar 5,61
persen. Dibandingkan dengan tahun 2015, terjadi penurunan sebesar
0,57 persen (pengangguran turun sebanyak 530 ribu orang).
Gambar 6.12
107
PENGUKURAN PRODUKTIVITAS NASIONAL DAN REGIONAL 2017
6 PEKERJA RENTAN MASIH MEWARNAI PASAR TENAGA KERJA
Gambar 6.13
108
PENGUKURAN PRODUKTIVITAS NASIONAL DAN REGIONAL 2017
PEKERJA RENTAN MASIH MEWARNAI PASAR TENAGA KERJA 6
Gambar 6.14
Share Penganggur Umur Muda Terhadap Total Penganggur dan Total Penduduk Umur Muda
(Persen), 2011-2016
109
PENGUKURAN PRODUKTIVITAS NASIONAL DAN REGIONAL 2017
6 PEKERJA RENTAN MASIH MEWARNAI PASAR TENAGA KERJA
Gambar 6.15
Tingkat Pengangguran Terbuka (TPT) Penduduk Usia 15 Tahun ke Atas Berdasarkan Pendidikan
Terakhir yang Ditamatkan (Persen), 2014-2016
Sumber: BRS Keadaan Ketenagakerjaan Agustus 2016 No. 103/11/Th. XIX, 07 November 2016
110
PENGUKURAN PRODUKTIVITAS NASIONAL DAN REGIONAL 2017
PEKERJA RENTAN MASIH MEWARNAI PASAR TENAGA KERJA 6
Gambar 6.16
111
PENGUKURAN PRODUKTIVITAS NASIONAL DAN REGIONAL 2017
6 PEKERJA RENTAN MASIH MEWARNAI PASAR TENAGA KERJA
Gambar 6.17
Persentase Setengah Pengangguran Terhadap Total Angkatan Kerja dan Total Penduduk
Bekerja, 2011-2016
112
PENGUKURAN PRODUKTIVITAS NASIONAL DAN REGIONAL 2017
PEKERJA RENTAN MASIH MEWARNAI PASAR TENAGA KERJA 6
Tingkat ketidakaktifan ini memiliki kecenderungan meningkat dari
tahun ke tahun baik secara total, maupun tingkat ketidakatifan laki-laki
serta perempuan. Pada tahun 2016, tingkat ketidakatifan perempuan
mencapai 49,23 persen, sedangkan laki-laki hanya sebesar 18,03 persen.
Tingginya tingkat ketidakatifan perempuan ini disebabkan tingginya
proporsi perempuan yang mengurus rumah tangga sebagai kegiatan
sehari-hari.
Gambar 6.18
113
PENGUKURAN PRODUKTIVITAS NASIONAL DAN REGIONAL 2017
7
KESIMPULAN
KESIMPULAN 7
7 Kesimpulan
B
onus demografi di Indonesia diperkirakan terjadi pada tahun
2010-2030, dan puncaknya diperkirakan terjadi pada tahun
2028-2030. Mulai tahun 2010 jumlah penduduk usia produktif di
Indonesia mulai merangkak naik dengan kecepatan yang lebih tinggi
dibandingkan tahun-tahun sebelumnya. Pada tahun 2012, Indonesia
sudah memasuki masa bonus demografi. Peningkatan jumlah penduduk
yang disertai dengan peningkatan angkatan kerja dan tenaga kerja dapat
berdampak pada meningkatnya pertumbuhan ekonomi Indonesia.
Pada tahun 2016 tercatat jumlah penduduk Indonesia mencapai 258,71
juta, dengan jumlah angkatan kerja mencapai 125,44 juta serta jumlah
tenaga kerja mencapai 118,41 juta. Sementara itu, tingkat kesempatan
kerja Indonesia cenderung meningkat dari tahun ke tahun. Peningkatan
kesempatan kerja pada tahun 2016 mencapai 94,39 persen. Angka ini
meningkat jika dibandingkan tahun sebelumnya, yaitu sebesar 93,82
persen.
Pada tahun 2016, Indonesia masih didominasi oleh tenaga kerja dengan
tingkat pendidikan Sekolah Lanjutan Tingkat Pertama (SLTP) ke bawah
(60,23 persen). Sementara itu, persentase penduduk yang bekerja dengan
pendidikan SMK pada tahun 2016 mengalami peningkatan sebesar 0,84
persen menjadi 10,28 persen di tahun 2016, dari 9,44 persen di tahun 2015.
117
PENGUKURAN PRODUKTIVITAS NASIONAL DAN REGIONAL 2017
7 KESIMPULAN
Produktivitas jam kerja nasional tahun 2016 sebesar Rp38.171 per jam
per tenaga kerja, meningkat dari Rp36.854 per jam per tenaga kerja
pada tahun 2015. Selaras dengan produktivitas ekuivalen tenaga kerja,
peningkatan ini mengindikasikan peningkatan efisiensi penggunaan
jam kerja oleh tenaga kerja. Pertumbuhan produktivitas jam kerja
pada tahun 2016 mencapai 3,57 persen, meningkat jika dibandingkan
dengan tahun sebelumnya dengan pertumbuhan sebesar 2,46 persen.
Percepatan ini disebabkan oleh peningkatan output yang cukup tinggi,
dimana dengan durasi jam kerja yang tidak jauh berbeda tenaga kerja
mampu menghasilkan output yang lebih tinggi.
118
PENGUKURAN PRODUKTIVITAS NASIONAL DAN REGIONAL 2017
KESIMPULAN 7
Kontributor terbesar dalam PDB Indonesia tahun 2016 masih dipegang
oleh kategori lapangan usaha Industri Pengolahan (Kategori C). Namun,
penyerapan tenaga kerja pada kategori lapangan usaha ini masih jauh
di bawah kategori lapangan usaha Pertanian, Kehutanan, dan Perikanan
(Kategori A) serta kategori lapangan usaha Perdagangan Besar dan
Eceran; Reparasi Mobil dan Motor (Kategori G). Selain itu, produktivitas
tenaga kerja kategori lapangan usaha Industri Pengolahan masih jauh
lebih rendah dari kategori lapangan usaha Real Estat (Kategori L).
119
PENGUKURAN PRODUKTIVITAS NASIONAL DAN REGIONAL 2017
Daftar Pustaka
120
PENGUKURAN PRODUKTIVITAS NASIONAL DAN REGIONAL 2017
BPS. 2016. Indikator Pasar Tenaga Kerja Indonesia Agustus 2016.
BPS:Jakarta.
BPS. 2015. Keadaan Angkatan Kerja Di Indonesia Agustus 2015.
BPS:Jakarta.
BPS. 2016. Keadaan Angkatan Kerja Di Indonesia Agustus 2016.
BPS:Jakarta.
BPS. 2017. Keadaan Angkatan Kerja Di Indonesia Februari 2017.
BPS:Jakarta.
BPS. 2016. Statistik Indonesia 2016. BPS:Jakarta.
Chenery H.B. and Syrquin. 1975. Patterns of Development 1950 – 1970.
Oxford University Press, London.
Chenery, Hllis. 1979. Structural Change and Development Policy. Oxford
University Press, New York.
Ehrenberg Ronald G. dan Robert S. Smith. 2012. Modern Labor
Economics: Theory and Public Policy 11th Edition. Boston: Pearson
Education, Inc.
Firmanzah. 2014. “Pertumbuhan Ekonomi Berkualitas”. http://www.
neraca.co.id/article/38452/Pertumbuhan-Berkualitas [diakses 5
Oktober 2016]
Fitriadi. 2016. Struktur Ekonomi Provinsi Kalimantan Timur. Forum
Ekonomi, Vol 17 No.2 2016, Fakultas Ekonomi dan Bisnis
Universitas Mulawarman, Samarinda.
ILO. 2015. Key Indicators of The Labour Market (KILM)16: Labour
Productivity. http://www.ilo.org/wcmsp5/groups/public/---
dgreports/---stat/documents/publication/wcms_422456.pdf
Koran Sindo, 22 April 2015. 2030, Indonesia Masuk 20 Besar
Ekonomi Terbaik di Dunia. http://nasional.sindonews.com/
read/992470/149/2030-indonesia-masuk-20-besar-ekonomi-
terbaik-di-dunia-1429678339
Krisnamurthi, Y.B. 1995. Agribisnis dan Transformasi Struktur Ekonomi.
Tinjauan Aspek Ekonomi Makro dari Agribisnis Indonesia. Bunga
Rampai Agribisnis. MMA-IPB, Bogor.
Mankiw, N. Gregory. 2011. Best Principles of Macroeconomics. Mason:
Cengage Learning.
Meier, G.M. 1995. Leading Issues in Economic Development. Oxford
University Press. New York
121
PENGUKURAN PRODUKTIVITAS NASIONAL DAN REGIONAL 2017
Owens, Mark F. dan John H. Kagel. 2010. Minimum wage restrictions and
employee effort in incomplete labor markets: An experimental
investigation. Journal of Economic Behavior & Organization
Volume 73, Issue 3, March 2010, Pages 317–326
Pencavel, John. 2014. The Productivity of Working Hours. IZA Discussion
Paper No. 8129 April 2014
Pramudyo, Anung. 2015. Mempersiapkan Sumber Daya Manusia dalam
Menghadapi Masyarakat Ekonomi ASEAN Tahun 2015. JBMA,
Volume II, No. 2, September 2014, ISSN: 2252-5483. Diakses pada
tanggal 10 Oktober 2016.
Ramayani, Citra. 2012. Analisis Produktivitas Tenaga Kerja dan
Pertumbuhan Ekonomi Indonesia. Jurnal Kajian Ekonomi, Volume
I, Nomor I, April 2012.
Sukirno, Sadono. 2006. Makro Ekonomi Teori Pengantar. PT. Griya
Grafindo Persada, Jakarta.
Sukirno, Sadono. 2000. Makro Ekonomi Modern, PT. Raja Grafindo
Perkasa, Jakarta.
Swasono, Yudo dan Endang Sulistyaningsih. 1993. Pengembangan
Sumberdaya Manusia: Konsepsi Makro untuk Pelaksanaan di
Indonesia. Izufa Gempita, Jakarta.
Syverson, Chad. 2011. What Determines Productivity?. Journal of
Economic Literature 2011, 49:2, 326–365
Tambunan, Tulus T.H. 1996. Perekonomian Indonesia. Ghalia Indonesia.
Jakarta
Todaro, M. P. dan S. C. Smith. (2014). Economic Development, 12th
Edition. Pearson Education, Inc, New Jersey.
Todaro, M.P. dan Smith, S.C. (2006). Pembangunan Ekonomi. Jilid I Edisi
Kesembilan. Haris Munandar (penerjemah). Erlangga, Jakarta.
Todaro, Michael dan Stephen C. Smith. 2014. Economic Development
12th Edition. New Jersey: Pearson Education Inc.
Umar, Husein, 2002, Riset Sumber Daya Manusia, cetakan Keempat,
Gramedia Pustaka Utama, Jakarta.
World Economic Forum.2016. The Global Competitiveness Report 2017-
2018.Geneva: WEF
122
PENGUKURAN PRODUKTIVITAS NASIONAL DAN REGIONAL 2017
LAMPIRAN
LAMPIRAN
125
PENGUKURAN PRODUKTIVITAS NASIONAL DAN REGIONAL 2017
LAMPIRAN
126
PENGUKURAN PRODUKTIVITAS NASIONAL DAN REGIONAL 2017
LAMPIRAN
127
PENGUKURAN PRODUKTIVITAS NASIONAL DAN REGIONAL 2017
LAMPIRAN
Lampiran 4. Produktivitas Tenaga Kerja di Kategori Lapangan Usaha Pertanian, Kehutanan, dan
Perikanan Menurut Provinsi, 2012-2016
(Juta Rupiah per Pekerja per Tahun)
128
PENGUKURAN PRODUKTIVITAS NASIONAL DAN REGIONAL 2017
LAMPIRAN
129
PENGUKURAN PRODUKTIVITAS NASIONAL DAN REGIONAL 2017
LAMPIRAN
130
PENGUKURAN PRODUKTIVITAS NASIONAL DAN REGIONAL 2017
LAMPIRAN
Lampiran 7. Produktivitas Tenaga Kerja di Kategori Lapangan Usaha Pengadaan Listrik dan Gas
Menurut Provinsi, 2012-2016
(Juta Rupiah per Pekerja per Tahun)
131
PENGUKURAN PRODUKTIVITAS NASIONAL DAN REGIONAL 2017
LAMPIRAN
Lampiran 8. Produktivitas Tenaga Kerja di Kategori Lapangan Usaha Pengadaan Air, Pengelolaan
Sampah, Limbah, dan Daur Ulang Menurut Provinsi, 2012-2016
(Juta Rupiah per Pekerja per Tahun)
132
PENGUKURAN PRODUKTIVITAS NASIONAL DAN REGIONAL 2017
LAMPIRAN
133
PENGUKURAN PRODUKTIVITAS NASIONAL DAN REGIONAL 2017
LAMPIRAN
Lampiran 10. Produktivitas Tenaga Kerja di Kategori Lapangan Usaha Perdagangan Besar dan
Eceran; Reparasi Mobil dan Sepeda Motor Menurut Provinsi, 2012-2016
(Juta Rupiah per Pekerja per Tahun)
134
PENGUKURAN PRODUKTIVITAS NASIONAL DAN REGIONAL 2017
LAMPIRAN
Lampiran 11. Produktivitas Tenaga Kerja di Kategori Lapangan Usaha Transportasi dan
Pergudangan Menurut Provinsi, 2012-2016
(Juta Rupiah per Pekerja per Tahun)
135
PENGUKURAN PRODUKTIVITAS NASIONAL DAN REGIONAL 2017
LAMPIRAN
Lampiran 12. Produktivitas Tenaga Kerja di Kategori Lapangan Usaha Penyediaan Akomodasi
dan Makan Minum Menurut Provinsi, 2012-2016
(Juta Rupiah per Pekerja per Tahun)
136
PENGUKURAN PRODUKTIVITAS NASIONAL DAN REGIONAL 2017
LAMPIRAN
Lampiran 13. Produktivitas Tenaga Kerja di Kategori Lapangan Usaha Informasi dan Komunikasi
Menurut Provinsi, 2012-2016
(Juta Rupiah per Pekerja per Tahun)
137
PENGUKURAN PRODUKTIVITAS NASIONAL DAN REGIONAL 2017
LAMPIRAN
Lampiran 14. Produktivitas Tenaga Kerja di Kategori Lapangan Usaha Jasa Keuangan dan
Asuransi Menurut Provinsi, 2012-2016
(Juta Rupiah per Pekerja per Tahun)
138
PENGUKURAN PRODUKTIVITAS NASIONAL DAN REGIONAL 2017
LAMPIRAN
Lampiran 15. Produktivitas Tenaga Kerja di Kategori Lapangan Usaha Real Estat
Menurut Provinsi, 2012-2016
(Juta Rupiah per Pekerja per Tahun)
139
PENGUKURAN PRODUKTIVITAS NASIONAL DAN REGIONAL 2017
LAMPIRAN
Lampiran 16. Produktivitas Tenaga Kerja di Kategori Lapangan Usaha Jasa Perusahaan
Menurut Provinsi, 2012-2016
(Juta Rupiah per Pekerja per Tahun)
140
PENGUKURAN PRODUKTIVITAS NASIONAL DAN REGIONAL 2017
LAMPIRAN
Lampiran 17. Produktivitas Tenaga Kerja di Kategori Lapangan Usaha Administrasi Pemerintahan,
Pertahanan, dan Jaminan Sosial Wajib Menurut Provinsi, 2012-2016
(Juta Rupiah per Pekerja per Tahun)
141
PENGUKURAN PRODUKTIVITAS NASIONAL DAN REGIONAL 2017
LAMPIRAN
Lampiran 18. Produktivitas Tenaga Kerja di Kategori Lapangan Usaha Jasa Pendidikan
Menurut Provinsi, 2012-2016
(Juta Rupiah per Pekerja per Tahun)
142
PENGUKURAN PRODUKTIVITAS NASIONAL DAN REGIONAL 2017
LAMPIRAN
Lampiran 19. Produktivitas Tenaga Kerja di Kategori Lapangan Usaha Jasa Kesehatan dan
Kegiatan Sosial Menurut Provinsi, 2012-2016
(Juta Rupiah per Pekerja per Tahun)
143
PENGUKURAN PRODUKTIVITAS NASIONAL DAN REGIONAL 2017
LAMPIRAN
Lampiran 20. Produktivitas Tenaga Kerja di Kategori Lapangan Usaha Jasa Lainnya
Menurut Provinsi, 2012-2016
(Juta Rupiah per Pekerja per Tahun)
144
PENGUKURAN PRODUKTIVITAS NASIONAL DAN REGIONAL 2017
LAMPIRAN
Lampiran 21. Produktivitas Ekuivalen Tenaga Kerja di Kategori Lapangan Usaha Pertanian,
Kehutanan, dan Perikanan Menurut Provinsi, 2012-2016
(Juta Rupiah per Pekerja per Tahun)
145
PENGUKURAN PRODUKTIVITAS NASIONAL DAN REGIONAL 2017
LAMPIRAN
Lampiran 22. Produktivitas Ekuivalen Tenaga Kerja di Kategori Lapangan Usaha Pertambangan
dan Penggalian Menurut Provinsi, 2012-2016
(Juta Rupiah per Pekerja per Tahun)
146
PENGUKURAN PRODUKTIVITAS NASIONAL DAN REGIONAL 2017
LAMPIRAN
Lampiran 23. Produktivitas Ekuivalen Tenaga Kerja di Kategori Lapangan Usaha Industri
Pengolahan Menurut Provinsi, 2012-2016
(Juta Rupiah per Pekerja per Tahun)
147
PENGUKURAN PRODUKTIVITAS NASIONAL DAN REGIONAL 2017
LAMPIRAN
Lampiran 24. Produktivitas Ekuivalen Tenaga Kerja di Kategori Lapangan Usaha Pengadaan
Listrik dan Gas Menurut Provinsi, 2012-2016
(Juta Rupiah per Pekerja per Tahun)
148
PENGUKURAN PRODUKTIVITAS NASIONAL DAN REGIONAL 2017
LAMPIRAN
Lampiran 25. Produktivitas Ekuivalen Tenaga Kerja di Kategori Lapangan Usaha Pengadaan Air,
Pengelolaan Sampah, Limbah, dan Daur Ulang Menurut Provinsi, 2012-2016
(Juta Rupiah per Pekerja per Tahun)
149
PENGUKURAN PRODUKTIVITAS NASIONAL DAN REGIONAL 2017
LAMPIRAN
Lampiran 26. Produktivitas Ekuivalen Tenaga Kerja di Kategori Lapangan Usaha Konstruksi
Menurut Provinsi, 2012-2016
(Juta Rupiah per Pekerja per Tahun)
150
PENGUKURAN PRODUKTIVITAS NASIONAL DAN REGIONAL 2017
LAMPIRAN
Lampiran 27. Produktivitas Ekuivalen Tenaga Kerja di Kategori Lapangan Usaha Perdagangan
Besar dan Eceran; Reparasi Mobil dan Sepeda Motor Menurut Provinsi, 2012-2016
(Juta Rupiah per Pekerja per Tahun)
151
PENGUKURAN PRODUKTIVITAS NASIONAL DAN REGIONAL 2017
LAMPIRAN
Lampiran 28. Produktivitas Ekuivalen Tenaga Kerja di Kategori Lapangan Usaha Transportasi dan
Pergudangan Menurut Provinsi, 2012-2016
(Juta Rupiah per Pekerja per Tahun)
152
PENGUKURAN PRODUKTIVITAS NASIONAL DAN REGIONAL 2017
LAMPIRAN
Lampiran 29. Produktivitas Ekuivalen Tenaga Kerja di Kategori Lapangan Usaha Penyediaan
Akomodasi dan Makan Minum Menurut Provinsi, 2012-2016
(Juta Rupiah per Pekerja per Tahun)
153
PENGUKURAN PRODUKTIVITAS NASIONAL DAN REGIONAL 2017
LAMPIRAN
Lampiran 30. Produktivitas Ekuivalen Tenaga Kerja di Kategori Lapangan Usaha Informasi dan
Komunikasi Menurut Provinsi, 2012-2016
(Juta Rupiah per Pekerja per Tahun)
154
PENGUKURAN PRODUKTIVITAS NASIONAL DAN REGIONAL 2017
LAMPIRAN
Lampiran 31. Produktivitas Ekuivalen Tenaga Kerja di Kategori Lapangan Usaha Jasa Keuangan
dan Asuransi Menurut Provinsi, 2012-2016
(Juta Rupiah per Pekerja per Tahun)
155
PENGUKURAN PRODUKTIVITAS NASIONAL DAN REGIONAL 2017
LAMPIRAN
Lampiran 32. Produktivitas Ekuivalen Tenaga Kerja di Kategori Lapangan Usaha Real Estat
Menurut Provinsi, 2012-2016
(Juta Rupiah per Pekerja per Tahun)
156
PENGUKURAN PRODUKTIVITAS NASIONAL DAN REGIONAL 2017
LAMPIRAN
Lampiran 33. Produktivitas Ekuivalen Tenaga Kerja di Kategori Lapangan Usaha Jasa Perusahaan
Menurut Provinsi, 2012-2016
(Juta Rupiah per Pekerja per Tahun)
157
PENGUKURAN PRODUKTIVITAS NASIONAL DAN REGIONAL 2017
LAMPIRAN
Lampiran 34. Produktivitas Ekuivalen Tenaga Kerja di Kategori Lapangan Usaha Administrasi
Pemerintahan, Pertahanan, dan Jaminan Sosial Wajib Menurut Provinsi, 2012-2016
(Juta Rupiah per Pekerja per Tahun)
158
PENGUKURAN PRODUKTIVITAS NASIONAL DAN REGIONAL 2017
LAMPIRAN
Lampiran 35. Produktivitas Ekuivalen Tenaga Kerja di Kategori Lapangan Usaha Jasa Pendidikan
Menurut Provinsi, 2012-2016
(Juta Rupiah per Pekerja per Tahun)
159
PENGUKURAN PRODUKTIVITAS NASIONAL DAN REGIONAL 2017
LAMPIRAN
Lampiran 36. Produktivitas Ekuivalen Tenaga Kerja di Kategori Lapangan Usaha Jasa Kesehatan
dan Kegiatan Sosial Menurut Provinsi, 2012-2016
(Juta Rupiah per Pekerja per Tahun)
160
PENGUKURAN PRODUKTIVITAS NASIONAL DAN REGIONAL 2017
LAMPIRAN
Lampiran 37. Produktivitas Ekuivalen Tenaga Kerja di Kategori Lapangan Usaha Jasa Lainnya
Menurut Provinsi, 2012-2016
(Juta Rupiah per Pekerja per Tahun)
161
PENGUKURAN PRODUKTIVITAS NASIONAL DAN REGIONAL 2017
LAMPIRAN
Lampiran 38. Produktivitas Jam Kerja di Kategori Lapangan Usaha Pertanian, Kehutanan, dan
Perikanan Menurut Provinsi, 2012-2016
(Rupiah per Jam)
162
PENGUKURAN PRODUKTIVITAS NASIONAL DAN REGIONAL 2017
LAMPIRAN
163
PENGUKURAN PRODUKTIVITAS NASIONAL DAN REGIONAL 2017
LAMPIRAN
Lampiran 40. Produktivitas Jam Kerja di Kategori Lapangan Usaha Industri Pengolahan
Menurut Provinsi, 2012-2016
(Rupiah per Jam)
164
PENGUKURAN PRODUKTIVITAS NASIONAL DAN REGIONAL 2017
LAMPIRAN
Lampiran 41. Produktivitas Jam Kerja di Kategori Lapangan Usaha Pengadaan Listrik dan Gas
Menurut Provinsi, 2012-2016
(Rupiah per Jam)
165
PENGUKURAN PRODUKTIVITAS NASIONAL DAN REGIONAL 2017
LAMPIRAN
Lampiran 42. Produktivitas Jam Kerja di Kategori Lapangan Usaha Pengadaan Air,
Pengelolaan Sampah, Limbah, dan Daur Ulang Menurut Provinsi, 2012-2016
(Rupiah per Jam)
166
PENGUKURAN PRODUKTIVITAS NASIONAL DAN REGIONAL 2017
LAMPIRAN
167
PENGUKURAN PRODUKTIVITAS NASIONAL DAN REGIONAL 2017
LAMPIRAN
Lampiran 44. Produktivitas Jam Kerja di Kategori Lapangan Usaha Perdagangan Besar dan
Eceran; Reparasi Mobil dan Sepeda Motor Menurut Provinsi, 2012-2016
(Rupiah per Jam)
168
PENGUKURAN PRODUKTIVITAS NASIONAL DAN REGIONAL 2017
LAMPIRAN
Lampiran 45. Produktivitas Jam Kerja di Kategori Lapangan Usaha Transportasi dan Pergudangan
Menurut Provinsi, 2012-2016
(Rupiah per Jam)
169
PENGUKURAN PRODUKTIVITAS NASIONAL DAN REGIONAL 2017
LAMPIRAN
Lampiran 46. Produktivitas Jam Kerja di Kategori Lapangan Usaha Penyediaan Akomodasi dan
Makan Minum Menurut Provinsi, 2012-2016
(Rupiah per Jam)
170
PENGUKURAN PRODUKTIVITAS NASIONAL DAN REGIONAL 2017
LAMPIRAN
Lampiran 47. Produktivitas Jam Kerja di Kategori Lapangan Usaha Informasi dan Komunikasi
Menurut Provinsi, 2012-2016
(Rupiah per Jam)
171
PENGUKURAN PRODUKTIVITAS NASIONAL DAN REGIONAL 2017
LAMPIRAN
Lampiran 48. Produktivitas Jam Kerja di Kategori Lapangan Usaha Jasa Keuangan
dan Asuransi Menurut Provinsi, 2012-2016
(Rupiah per Jam)
172
PENGUKURAN PRODUKTIVITAS NASIONAL DAN REGIONAL 2017
LAMPIRAN
Lampiran 49. Produktivitas Jam Kerja di Kategori Lapangan Usaha Real Estat
Menurut Provinsi, 2012-2016
(Rupiah per Jam)
173
PENGUKURAN PRODUKTIVITAS NASIONAL DAN REGIONAL 2017
LAMPIRAN
Lampiran 50. Produktivitas Jam Kerja di Kategori Lapangan Usaha Jasa Perusahaan
Menurut Provinsi, 2012-2016
(Rupiah per Jam)
174
PENGUKURAN PRODUKTIVITAS NASIONAL DAN REGIONAL 2017
LAMPIRAN
175
PENGUKURAN PRODUKTIVITAS NASIONAL DAN REGIONAL 2017
LAMPIRAN
Lampiran 52. Produktivitas Jam Kerja di Kategori Lapangan Usaha Jasa Pendidikan
Menurut Provinsi, 2012-2016
(Rupiah per Jam)
176
PENGUKURAN PRODUKTIVITAS NASIONAL DAN REGIONAL 2017
LAMPIRAN
Lampiran 53. Produktivitas Jam Kerja di Kategori Lapangan Usaha Jasa Kesehatan
dan Kegiatan Sosial Menurut Provinsi, 2012-2016
(Rupiah per Jam)
177
PENGUKURAN PRODUKTIVITAS NASIONAL DAN REGIONAL 2017
LAMPIRAN
Lampiran 54. Produktivitas Jam Kerja di Kategori Lapangan Usaha Jasa Lainnya
Menurut Provinsi, 2012-2016
(Rupiah per Jam)
178
PENGUKURAN PRODUKTIVITAS NASIONAL DAN REGIONAL 2017
CATATAN TEKNIS
CATATAN TEKNIS
CT Catatan Teknis
Produktivitas
Produktivitas merupakan konsep yang universal yang mencerminkan
adanya hubungan yang erat antara output dan input dalam suatu
proses produksi. Biasanya hubungan keduanya dinyatakan dalam fungsi
sebagai berikut:
O = P { f ( X 1 , X 2 , X 3 , , X n )}
dimana:
O = Output atau keluaran
X = Input atau masukan
P = Produktivitas
f = Fungsi
181
PENGUKURAN PRODUKTIVITAS NASIONAL DAN REGIONAL 2017
CATATAN TEKNIS
182
PENGUKURAN PRODUKTIVITAS NASIONAL DAN REGIONAL 2017
CATATAN TEKNIS
183
PENGUKURAN PRODUKTIVITAS NASIONAL DAN REGIONAL 2017
CATATAN TEKNIS
184
PENGUKURAN PRODUKTIVITAS NASIONAL DAN REGIONAL 2017
CATATAN TEKNIS
Ketenagakerjaan
Bagan Tenaga Kerja
Penduduk
Bukan Usia
Usia Kerja
Kerja
Angkatan Bukan
Kerja Angkatan Kerja
Mengurus
Bekerja Pengangguran Sekolah Lainnnya
rumah tangga
Sudah punya
Sedang Putus asa: merasa tidak
Sementara Mencari Mempersiapkan pekerjaan, tetapi
mungkin mendapat
bekerja tidak bekerja pekerjaan Usaha pekerjaan
belum mulai
bekerja
185
PENGUKURAN PRODUKTIVITAS NASIONAL DAN REGIONAL 2017
CATATAN TEKNIS
186
PENGUKURAN PRODUKTIVITAS NASIONAL DAN REGIONAL 2017
CATATAN TEKNIS
187
PENGUKURAN PRODUKTIVITAS NASIONAL DAN REGIONAL 2017
CATATAN TEKNIS
• Jumlah jam kerja seluruh pekerjaan adalah lamanya waktu dalam jam
yang digunakan untuk bekerja dari seluruh pekerjaan, tidak termasuk
jam kerja istirahat resmi dan jam kerja yang digunakan untuk hal-hal
di luar pekerjaan selama seminggu yang lalu. Bagi pedagang keliling,
jumlah jam kerja dihitung molai berangkat dari rumah sampai tiba
kembali di rumah dikurangi waktu yang tidak merupakan jam kerja,
seperti mampir ke rumah famili/kawan dan sebagainya.
188
PENGUKURAN PRODUKTIVITAS NASIONAL DAN REGIONAL 2017
CATATAN TEKNIS
189
PENGUKURAN PRODUKTIVITAS NASIONAL DAN REGIONAL 2017
CATATAN TEKNIS
190
PENGUKURAN PRODUKTIVITAS NASIONAL DAN REGIONAL 2017
CATATAN TEKNIS
Pengukuran Produktivitas
Pengukuran produktivitas Indonesia yang dilakukan dalam buku ini
mengacu pada pengukuran yang dilakukan oleh APO dan Conference
Board. Satuan pengukuran produktivitas yang dihitung oleh APO
dan Conference Board adalah US$ Purchasing Power Parity (PPP).
Tujuan penggunaan satuan US$ adalah untuk mempermudah dalam
membandingkan antarnegara. Sementara itu, pengukuran produktivitas
yang digunakan dalam buku ini menggunakan satuan Rupiah.
Perbedaan satuan ini menyebabkan ketiga hasil pengukuran tidak dapat
diperbandingkan secara langsung. Hal ini karena nilai US$ PPP dihitung
melalui paket komoditas (bundle commodity) tersendiri dan bukan
merupakan nilai tukar rupiah.
dan
dan
Keterangan:
191
PENGUKURAN PRODUKTIVITAS NASIONAL DAN REGIONAL 2017
CATATAN TEKNIS
dan
192
PENGUKURAN PRODUKTIVITAS NASIONAL DAN REGIONAL 2017
CATATAN TEKNIS
193
PENGUKURAN PRODUKTIVITAS NASIONAL DAN REGIONAL 2017
CATATAN TEKNIS
194
PENGUKURAN PRODUKTIVITAS NASIONAL DAN REGIONAL 2017
CATATAN TEKNIS
1. Berusaha sendiri;
2. Berusaha dibantu buruh tidak tetap/buruh tak dibayar;
3. Berusaha dibantu buruh tetap/buruh dibayar;
4. Buruh/karyawan/pegawai;
5. Pekerja bebas di pertanian;
6. Pekerja bebas di nonpertanian; dan
7. Pekerja keluarga/tak dibayar.
195
PENGUKURAN PRODUKTIVITAS NASIONAL DAN REGIONAL 2017
CATATAN TEKNIS
196
PENGUKURAN PRODUKTIVITAS NASIONAL DAN REGIONAL 2017
CATATAN TEKNIS
197
PENGUKURAN PRODUKTIVITAS NASIONAL DAN REGIONAL 2017
CATATAN TEKNIS
198
PENGUKURAN PRODUKTIVITAS NASIONAL DAN REGIONAL 2017
CATATAN TEKNIS
KILM 9. Pengangguran
199
PENGUKURAN PRODUKTIVITAS NASIONAL DAN REGIONAL 2017
CATATAN TEKNIS
tenaga kerja.
200
PENGUKURAN PRODUKTIVITAS NASIONAL DAN REGIONAL 2017
CATATAN TEKNIS
201
PENGUKURAN PRODUKTIVITAS NASIONAL DAN REGIONAL 2017
CATATAN TEKNIS
202
PENGUKURAN PRODUKTIVITAS NASIONAL DAN REGIONAL 2017
CATATAN TEKNIS
203
PENGUKURAN PRODUKTIVITAS NASIONAL DAN REGIONAL 2017
CATATAN TEKNIS
204
PENGUKURAN PRODUKTIVITAS NASIONAL DAN REGIONAL 2017