Anda di halaman 1dari 220

PENGUKURAN

PRODUKTIVITAS
NASIONAL REGIONAL SEKTORAL
2017

KERJASAMA
KEMENTERIAN KETENAGAKERJAAN REPUBLIK INDONESIA
DENGAN
BADAN PUSAT STATISTIK
TIM PENYUSUN
BUKU PENGUKURAN PRODUKTIVITAS NASIONAL, REGIONAL DAN SEKTORAL
2017

Pengarah : 1. Drs. Bambang Satrio Lelono, MA.


2. Dr. Suhariyanto
3. Sri Soelistyowati, M.A.
Penanggung Jawab : 1. Drs. Muhammad Zuhri, M.Si
2. Sentot Bangun Widoyono, M.A.
Editor : 1. Siti Kustiati, SE, M.Si
2. Isnarti Hasan, SE, M.Si
3. Iswadi, S.Si, MNat Res Econ.
4. I Gusti Ngurah Agung Rama Gunawan, S.ST, MT
Penulis : 1. Rizqi Akdes Prihatin, SE, Msi
2. Ema Tusianti, M.Sc
3. Yelfesy, ST, MM
4. Yoyo Karyono, S.ST
5. I Gusti Ngurah Agung Rama Gunawan, S.ST, MT
6. Nur Putri Cahyo Utami, S.ST
7. Adi Nugroho, S.ST
Pengolah Data : 1. Yoyo Karyono, S.ST
2. Moh Zaenal Arifin, SE
3. Nurul Huda Astuti, SE
4. Nur Putri Cahyo Utami, S.ST
Tata Letak : 1. Nur Putri Cahyo Utami, S.ST
2. Moh Zaenal Arifin, SE
3. Nurul Huda Astuti, SE
4. Adi Nugroho, S.ST
5. Taufan Tirtayasa

ISBN : 978-602-60611-1-9
Penerbit :
Direktorat Bina Produktivitas, Direktorat Jenderal Pembinaan Pelatihan dan
Produktivitas, Kemnaker
Jl. Jend Gatot Subroto Kav 51, Jakarta Selatan
Telp (021) 52963356. Faks (021) 52963356
Dicetak oleh : CV. Peka United Indonesia

Hak Cipta dilindungi oleh Undang-undang


Dilarang mengutip atau memperbanyak sebagian Atau seluruh isi buku ini tanpa
izin tertulis dari penerbit
Sambutan
Kepala Badan Pusat Statistik

Pertama, saya ingin menyampaikan puji syukur ke hadirat Allah SWT,


Tuhan Yang Maha Esa, karena hanya atas berkah, rahmat, dan karunia-
Nya, buku “Pengukuran Produktivitas Nasional, Regional, dan Sektoral
Tahun 2017” ini dapat diselesaikan dengan baik. Buku ini merupakan
wujud dari fungsi pembinaan dan fasilitasi terhadap kegiatan instansi
pemerintah di bidang statistik. Dalam penyusunannya, Badan Pusat
Statistik (BPS) bekerjasama dengan Kementerian Ketenagakerjaan.

Produktivitas merupakan kunci kemajuan suatu negara. Jika


dibandingkan dengan jumlah tenaga kerja dan pertumbuhan modal,
produktivitas memiliki peran paling besar dalam menghasilkan output
yang berkualitas. Output dalam bentuk barang maupun jasa yang
berkualitas akan meningkatkan keuntungan perusahaan/organisasi,
dan pada akhirnya akan meningkatkan pertumbuhan ekonomi dan
kesejahteraan masyarakat.

Pembahasan produktivitas tenaga kerja akan melibatkan semua unsur,


baik pemerintah, dunia usaha, dunia pendidikan, maupun masyarakat.
Buku ini memuat indikator statistik tentang gambaran produktivitas
tenaga kerja nasional, regional, dan sektoral di Indonesia. Informasi yang
disajikan antara lain mencakup produktivitas Indonesia dalam tataran
global, produktivitas tenaga kerja, produktivitas per jam kerja, Ekuivalen
Tenaga Kerja Penuh (ETK), serta hal-hal yang perlu ditindaklanjuti untuk
mewujudkan Indonesia sebagai negara produktif dan berdaya saing dari
sisi ketenagakerjaan. Data dan informasi yang tersaji dalam publikasi ini
diharapkan dapat membantu pemerintah, pengusaha, dan masyarakat
dalam menyusun strategi pembangunan ekonomi nasional, regional,
dan sektoral.

iii
PENGUKURAN PRODUKTIVITAS NASIONAL DAN REGIONAL 2017
Akhir kata, kami menyampaikan terima kasih kepada Kementerian
Ketenagakerjaan atas kepercayaannya kepada BPS untuk
mengembangkan data produktivitas tenaga kerja. Terima kasih juga
kami sampaikan kepada semua pihak yang membantu tersusunnya
buku ini. Semoga buku ini dapat memberikan manfaat bagi semua
pihak. Semoga upaya yang telah kita bangun bersama membawa berkah
dan manfaat untuk menjadikan bangsa Indonesia sebagai bangsa yang
produktif dan berdaya saing.

Jakarta, Desember 2017


Kepala Badan Pusat Statistik

Dr. Suhariyanto

iv
PENGUKURAN PRODUKTIVITAS NASIONAL DAN REGIONAL 2017
Kata Pengantar
Dalam rangka meningkatkan produktivitas tenaga kerja, maka setiap
tahun Kementerian Ketenagakerjaan R.I melalui Direktorat Jenderal
Pembinaan Pelatihan dan Produktivitas bekerjasama dengan Badan
Pusat Statistik (BPS) menyusun buku “Pengukuran Produktivitas Nasional,
Regional dan Sektoral“. Buku pengukuran produktivitas ini berisikan
data statistik dan gambaran tentang produktivitas tenaga kerja nasional,
regional dan sektoral.

Penyusunan buku ini bertujuan untuk mengetahui tingkat produktivitas


nasional, regional dan sektoral sehingga dapat digunakan oleh
pemerintah untuk menyusun strategi pembangunan ekonomi nasional
dalam upaya untuk meningkatkan produktivitas tenaga kerja Indonesia.
Informasi yang disajikan diantaranya mencakup produktivitas tenaga
kerja, daya saing tenaga kerja, produktivitas per jam kerja dan ekuivalen
tenaga kerja penuh (ETK).

Kami menyampaikan terima kasih kepada Badan Pusat Statistik (BPS) atas
dukungan dan kerjasamanya untuk mengembangkan data produktivitas
tenaga kerja. Terima kasih juga disampaikan untuk semua pihak yang
membantu tersusunnya buku ini. Semoga buku ini dapat memberikan
manfaat bagi semua pihak.

Jakarta, Desember 2017


Direktorat Jendral
Pembinaan Pelatihan dan Produktivitas

Drs. Bambang Satrio Lelono, MA

v
PENGUKURAN PRODUKTIVITAS NASIONAL DAN REGIONAL 2017
Daftar Isi

Sambutan Kepala Badan Pusat Statistik iii


Kata Pengantar v
Daftar Isi vii
Daftar Gambar ix
Daftar Tabel xii
Daftar Lampiran xiii
Ringkasan Eksekutif 1

Bab 1 3
Urgensi Pengukuran Produktivitas
1.1. Peningkatan Produktivitas Sebagai Tujuan Pembangunan 5
1.2. Pentingnya Mengukur Produktivitas Kegiatan Ekonomi 6

Bab 2 9
Produktivitas dan Daya Saing Indonesia
Semakin Membaik
2.1. Kondisi Makro Ekonomi dan Pasar Pendorong Utama Daya Saing 11
2.2. Produktivitas Indonesia Semakin Tinggi 17
2.3. Produktivitas Indonesia Masih Prospektif di Asia dan ASEAN 18
2.4. Tenaga Kerja Terdidik: Indonesia Harus Berakselerasi 22

Bab 3 25
Tenaga Kerja dan Kesempatan Kerja Meningkat
3.1. Peluang dan Tantangan Bonus Demografi Indonesia 27
3.2. Jumlah Tenaga Kerja Indonesia Terus Meningkat 29
3.3. Produktivitas Tenaga Kerja Meningkat 31
Namun Mengalami Perlambatan
3.4. Tingkat Produktivitas Tenaga Kerja Sama dengan 33
Produktivitas Tenaga Kerja Penuh
3.5. Produktivitas Jam Kerja Meningkat 35
3.6. Peluang dan Tantangan dalam Meningkatkan Produktivitas 38

Bab 4 49
Produktivitas Regional Belum Merata
4.1. Sebagian Besar Provinsi Memiliki Produktivitas di Bawah Nasional 51

vii
PENGUKURAN PRODUKTIVITAS NASIONAL DAN REGIONAL 2017
Daftar Isi

4.2. Produktivitas Tenaga Kerja di Beberapa Provinsi Belum Efisien 65


4.3. Masih Banyak Tenaga Kerja yang Bekerja di Atas Jam Kerja Normal 67

Bab 5 69
Produktivitas Rendah Membayangi Lapangan Usaha Padat Karya
5.1. Produktivitas Sektoral Pertumbuhan Cenderung Menurun 72
5.2. Sebagian Besar Produktivitas Tenaga Kerja Masih Belum Efisien 83
5.3. Hampir Seluruh Kategori Lapangan Usaha Menerapkan Kerja Lembur 89

Bab 6 93
Pekerja Rentan Masih Mewarnai Pasar Tenaga Kerja
6.1. Angkatan Kerja dan Tingkat Partisipasi Angkatan Kerja Tidak Selaras 96
6.2. Masih Tingginya Pekerja Rentan Indonesia 101
6.3. Perempuan yang Memutuskan Menjadi Pekerja Paruh Waktu 103
6.4. Meningkatnya Penduduk yang Bekerja di Sektor Formal 105
6.5. Tingkat Pengangguran Terbuka yang Terus Menurun 107
6.6. Tingginya Angka Penganggur dengan Pendidikan Tinggi 109
6.7. Tingginya Tingkat Ketidakaktifan Perempuan dalam Pasar 112
Tenaga Kerja

Bab 7 115
Kesimpulan

Daftar Pustaka 120


Lampiran 123
Catatan Teknis 179

viii
PENGUKURAN PRODUKTIVITAS NASIONAL DAN REGIONAL 2017
Daftar Gambar

Gambar 2.1. Indeks Daya Saing Global Beberapa Negara, 2017-2018 12


Gambar 2.2. Skor 12 Pilar Daya Saing Global Indonesia, 2017-2018 13
Gambar 2.3. Dimensi Ease of Doing Business Indonesia, 2018 14
Gambar 2.4. Perkembangan Skor Indeks Daya Saing Global Indonesia, 2012-2018 15
Gambar 2.5. Masalah Utama dalam Melakukan Bisnis di Indonesia, 2017 16
Gambar 2.6. Produktivitas per Pekerja dan Produktivitas per Jam Indonesia, 18
1970-2015
Gambar 2.7. Produktivitas per Pekerja di Beberapa Negara Asia (Ribu US$), 2015 19
Gambar 2.8. Produktivitas per Jam di Beberapa Negara Asia (US$), 2015 20
Gambar 2.9. Produktivitas Tenaga Kerja di Beberapa Negara Asia (Ribu US$), 2017 21
Gambar 2.10. Produktivitas per Jam di Beberapa Negara di Asia (US$), 2017 22
Gambar 2.11. Persentase Tenaga Kerja Berpendidikan SMA ke Atas di 23
Beberapa Negara, 2016

Gambar 3.1. Piramida Penduduk Tahun 2016 28


Gambar 3.2. Jumlah Angkatan Kerja dan Tenaga Kerja (Juta Orang), 2011-2016 29
Gambar 3.3. Tingkat Kesempatan Kerja (Persen), 2011-2016 30
Gambar 3.4. Persentase Penduduk Bekerja Berdasarkan Pendidikan yang 31
Ditamatkan, 2016
Gambar 3.5. Produktivitas Tenaga Kerja (Juta Rupiah per Tenaga Kerja per 32
Tahun), 2011-2016
Gambar 3.6. Persentase Tenaga Kerja dengan Pendidikan SMA ke Atas, 2011-2016 33
Gambar 3.7. Produktivitas Tenaga Kerja dan Produktivitas Tenaga Kerja Penuh 34
(Juta Rupiah per Tenaga Kerja per Tahun), 2011-2016
Gambar 3.8. Produktivitas Jam Kerja (Rupiah per Jam), 2011-2016 35
Gambar 3.9. Rata-rata Jam Kerja per Minggu, 2011-2016 36
Gambar 3.10. Persentase Tenaga Kerja Menurut Kategori Jam Kerja, 2011-2016 37
Gambar 3.11. Realisasi Penanaman Modal Asing (Juta US$), 2010-2016 39
Gambar 3.12. Panjang Jalan Beraspal (Km), 2011-2015 40
Gambar 3.13. Disparitas IPM Menurut Provinsi, 2016 42
Gambar 3.14. Jumlah BLK Menurut Provinsi, 2017 43
Gambar 3.15. Persentase Tenaga Kerja yang Pernah Mengikuti Pelatihan dan 44
Memperoleh Sertifikat, 2011-2016
Gambar 3.16. Persentase Tenaga Kerja yang Pernah Mengikuti Pelatihan dan 45
Memperoleh Sertifikat Menurut Pendidikan yang DItamatkan, 2011-2016
Gambar 3.17. Jumlah Rumah Sakit Umum, Rumah Sakit Bersalin, dan 46
Puskesmas Menurut Provinsi, 2015
Gambar 3.18. Rasio Jumlah Penduduk-Rumah Sakit Menurut Provinsi, 2015 46
Gambar 3.19. Indeks Perilaku Anti Korupsi 47

ix
PENGUKURAN PRODUKTIVITAS NASIONAL DAN REGIONAL 2017
Daftar Gambar

Gambar 4.1. Produktivitas Tenaga Kerja Menurut Provinsi (Juta Rupiah per Tenaga 52
Kerja per Tahun), 2015-2016
Gambar 4.2. Konstribusi PDRB Berdasarkan Kategori Lapangan Usaha di Provinsi 54
DKI Jakarta (Persen), 2016
Gambar 4.3. Pertumbuhan PDB Indonesia dan Beberapa Negara di Dunia, 2011-2017*) 57
Gambar 4.4. PDRB Atas Dasar Harga Konstan 2010 Menurut Provinsi (Triliun 59
Rupiah), 2016
Gambar 4.5. Jumlah Tenaga Kerja Menurut Provinsi (Juta Orang), 2016 60
Gambar 4.6. Persentase Tenaga Kerja Berpendidikan Tertinggi yang Ditamatkan 62
SMA ke Atas Menurut Provinsi, 2016
Gambar 4.7. Hubungan Produktivitas Tenaga Kerja dengan Upah Tenaga Kerja 64
Tahun 2011, 2015, dan 2016
Gambar 4.8. Produktivitas Ekuivalen Tenaga Kerja dan Produktivitas Tenaga Kerja 66
Menurut Provinsi, 2016
Gambar 4.9. Produktivitas Jam Kerja Menurut Provinsi, 2015-2016 67

Gambar 5.1. Produktivitas Tenaga Kerja dan Pertumbuhan PDB (Y on Y) 2013-2016 73


Gambar 5.2. Pertumbuhan Produktivitas Tenaga Kerja, 2015-2016 74
Gambar 5.3. Produktivitas Tenaga Kerja Indonesia Menurut Kategori Lapangan 76
Usaha (Juta Rupiah per Tenaga Kerja per Tahun), 2014-2016
Gambar 5.4. Grafik Pertumbuhan PDB dan Tenaga Kerja, 2016 (Persen) 77
Gambar 5.5. Kontribusi PDB dan Jumlah Penduduk Usia 15 Tahun ke Atas yang 79
Bekerja Menurut Kategori (Persen), 2016
Gambar 5.6. Tenaga Kerja Menurut Kategori Lapangan Usaha (Juta Orang), 2014-2016 80
Gambar 5.7. Jumlah Penduduk Usia 15 tahun ke Atas yang Bekerja Menurut 82
Tingkat Pendidikan yang Ditamatkan dan Kategori Lapangan Usaha Ekonomi
(Juta Orang), 2016
Gambar 5.8. Rata-rata Jam Kerja Tenaga Kerja Menurut Kategori Lapangan Usaha 84
di Indonesia Seminggu yang Lalu, 2015-2016
Gambar 5.9. Produktivitas Ekuivalen Tenaga Kerja Menurut Lapangan Usaha (Juta 85
Rupiah per Tenaga Kerja per Tahun), 2015-2016
Gambar 5.10. Produktivitas Tenaga Kerja dan Produktivitas Ekuivalen Tenaga Kerja 87
Menurut Lapangan Usaha (Juta Rupiah per Tenaga Kerja per Tahun), 2016
Gambar 5.11. Produktivitas Jam Kerja Menurut kategori Lapangan Usaha 90
Ekonomi (Rupiah/Jam), 2015-2016
Gambar 5.12. Rata-rata Jam Kerja dan Rata-Rata Upah/Gaji/Pendapatan Tenaga 92
Kerja (Juta Rupiah) Menurut Kategori Lapangan Usaha Ekonomi, 2016

x
PENGUKURAN PRODUKTIVITAS NASIONAL DAN REGIONAL 2017
Daftar Gambar

Gambar 6.1. Jumlah Angkatan Kerja (Juta Orang) dan Tingkat Partisipasi 97
Angkatan Kerja (Persen), 2011-2016
Gambar 6.2. Jumlah Penduduk Bukan Angkatan Kerja Berdasarkan Kegiatan 97
Seminggu yang Lalu (Juta Orang), 2014-2016
Gambar 6.3. Tingkat Partisipasi Angkatan Kerja Berdasarkan Jenis Kelamin, 98
2011-2016
Gambar 6.4. EPR Total, Laki-laki, Perempuan, 2014-2016 99
Gambar 6.5. EPR Kelompok Muda dan Kelompok Dewasa 100
Gambar 6.6. EPR Berdasarkan Kelompok Umur, 2016 100
Gambar 6.7. Persentase Pekerja Rentan Total, Laki-laki, Perempuan, 2014-2016 102
Gambar 6.8. Persentase Pekerja Rentan Berdasarkan Status Pekerjaan Utama 103
dan Jenis Kelamin, 2016
Gambar 6.9. Tingkat Pekerja Paruh Waktu Indonesia (Persen), 2011-2016 104
Gambar 6.10. Share Perempuan pada Pekerja Paruh Waktu (Persen), 2011-2016 104
Gambar 6.11. Persentase Penduduk Bekerja Berdasarkan Sektor Formal dan 106
Informal Indonesia, 2011-2016
Gambar 6.12. Tingkat Pengangguran Terbuka Indonesia, 2011-2016 107
Gambar 6.13. Tingkat Pengangguran Terbuka Umur Muda Indonesia (Persen), 108
2011-2016
Gambar 6.14. Share Penganggur Umur Muda Terhadap Total Penganggur dan 109
Total Penduduk Umur Muda (Persen), 2011-2016
Gambar 6.15. Tingkat Pengangguran Terbuka (TPT) Penduduk Usia 15 Tahun ke 110
Atas Berdasarkan Pendidikan Terakhir yang Ditamatkan (Persen), 2014-2016
Gambar 6.16. Penduduk Bekerja yang Termasuk Setengah Penganggur (Juta 111
Orang), 2014-2016
Gambar 6.17. Persentase Setengah Pengangguran Terhadap Total Angkatan 112
Kerja dan Total Penduduk Bekerja, 2011-2016
Gambar 6.18. Tingkat Ketidakaktifan Indonesia, 2011-2016 113

xi
PENGUKURAN PRODUKTIVITAS NASIONAL DAN REGIONAL 2017
Daftar Tabel

Tabel 5.1. Produktivitas Jam Kerja Per Sektor dan 91


Pertumbuhannya, 2015-2016
Tabel 6.1. Persentase Penduduk Bekerja Menurut Status 101
Pekerjaan Utama, 2014-2016

xii
PENGUKURAN PRODUKTIVITAS NASIONAL DAN REGIONAL 2017
Daftar Lampiran

Lampiran 1. Produktivitas Tenaga Kerja Menurut Provinsi, 2012-2016 (Juta 125


Rupiah per Pekerja per Tahun)
Lampiran 2. Produktivitas Ekuivalen Tenaga Kerja Penuh Menurut Provinsi, 126
2012-2016 (Juta Rupiah per Pekerja per Tahun)
Lampiran 3. Produktivitas Jam Kerja Menurut Provinsi, 2012-2016 (Rupiah per Jam) 127
Lampiran 4. Produktivitas Tenaga Kerja di Kategori Lapangan Usaha 128
Pertanian, Kehutanan, dan Perikanan Menurut Provinsi, 2012-2016
(Juta Rupiah per Pekerja per Tahun)
Lampiran 5. Produktivitas Tenaga Kerja di Kategori Lapangan Usaha 129
Pertambangan dan Penggalian Menurut Provinsi, 2012-2016 (Juta Rupiah
per Pekerja per Tahun)
Lampiran 6. Produktivitas Tenaga Kerja di Kategori Lapangan Usaha 130
Industri Pengolahan Menurut Provinsi, 2012-2016 (Juta Rupiah
per Pekerja per Tahun)
Lampiran 7. Produktivitas Tenaga Kerja di Kategori Lapangan Usaha 131
Pengadaan Listrik dan Gas Menurut Provinsi, 2012-2016 (Juta Rupiah
per Pekerja per Tahun)
Lampiran 8. Produktivitas Tenaga Kerja di Kategori Lapangan Usaha 132
Pengadaan Air, Pengelolaan Sampah, Limbah, dan Daur Ulang Menurut
Provinsi, 2012-2016 (Juta Rupiah per Pekerja per Tahun)
Lampiran 9. Produktivitas Tenaga Kerja di Kategori Lapangan Usaha 133
Konstruksi Menurut Provinsi, 2012-2016 (Juta Rupiah per Pekerja per Tahun)
Lampiran 10. Produktivitas Tenaga Kerja di Kategori Lapangan Usaha 134
Perdagangan Besar dan Eceran; Reparasi Mobil dan Sepeda Motor
Menurut Provinsi, 2012-2016 (Juta Rupiah per Pekerja per Tahun)
Lampiran 11. Produktivitas Tenaga Kerja di Kategori Lapangan Usaha 135
Transportasi dan Pergudangan Menurut Provinsi, 2012-2016 (Juta Rupiah
per Pekerja per Tahun)
Lampiran 12. Produktivitas Tenaga Kerja di Kategori Lapangan Usaha 136
Penyediaan Akomodasi dan Makan Minum Menurut Provinsi, 2012-2016
(Juta Rupiah per Pekerja per Tahun)
Lampiran 13. Produktivitas Tenaga Kerja di Kategori Lapangan Usaha 137
Informasi dan Komunikasi Menurut Provinsi, 2012-2016 (Juta Rupiah
per Pekerja per Tahun)
Lampiran 14. Produktivitas Tenaga Kerja di Kategori Lapangan Usaha Jasa 138
Keuangan dan Asuransi Menurut Provinsi, 2012-2016 (Juta Rupiah per
Pekerja per Tahun)
Lampiran 15. Produktivitas Tenaga Kerja di Kategori Lapangan Usaha Real 139
Estat Menurut Provinsi, 2012-2016 (Juta Rupiah per Pekerja per Tahun)
Lampiran 16. Produktivitas Tenaga Kerja di Kategori Lapangan Usaha Jasa 140
Perusahaan Menurut Provinsi, 2012-2016 (Juta Rupiah per Pekerja per Tahun)

xiii
PENGUKURAN PRODUKTIVITAS NASIONAL DAN REGIONAL 2017
Daftar Lampiran

Lampiran 17. Produktivitas Tenaga Kerja di Kategori Lapangan Usaha 141


Administrasi Pemerintahan, Pertahanan, dan Jaminan Sosial Wajib
Menurut Provinsi, 2012-2016 (Juta Rupiah per Pekerja per Tahun)
Lampiran 18. Produktivitas Tenaga Kerja di Kategori Lapangan Usaha Jasa 142
Pendidikan Menurut Provinsi, 2012-2016 (Juta Rupiah per Pekerja per Tahun)
Lampiran 19. Produktivitas Tenaga Kerja di Kategori Lapangan Usaha Jasa 143
Kesehatan dan Kegiatan Sosial Menurut Provinsi, 2012-2016 (Juta
Rupiah per Pekerja per Tahun)
Lampiran 20. Produktivitas Tenaga Kerja di Kategori Lapangan Usaha Jasa 144
Lainnya Menurut Provinsi, 2012-2016 (Juta Rupiah per Pekerja per Tahun)
Lampiran 21. Produktivitas Ekuivalen Tenaga Kerja di Kategori Lapangan 145
Usaha Pertanian, Kehutanan, dan Perikanan Menurut Provinsi, 2012-2016
(Juta Rupiah per Pekerja per Tahun)
Lampiran 22. Produktivitas Ekuivalen Tenaga Kerja di Kategori Lapangan 146
Usaha Pertambangan dan Penggalian Menurut Provinsi, 2012-2016
(Juta Rupiah per Pekerja per Tahun)
Lampiran 23. Produktivitas Ekuivalen Tenaga Kerja di Kategori Lapangan 147
Usaha Industri Pengolahan Menurut Provinsi, 2012-2016 (Juta Rupiah
per Pekerja per Tahun)
Lampiran 24. Produktivitas Ekuivalen Tenaga Kerja di Kategori Lapangan 148
Usaha Pengadaan Listrik dan Gas Menurut Provinsi, 2012-2016 (Juta
Rupiah per Pekerja per Tahun)
Lampiran 25. Produktivitas Ekuivalen Tenaga Kerja di Kategori Lapangan 149
Usaha Pengadaan Air, Pengelolaan Sampah, Limbah, dan Daur
Ulang Menurut Provinsi, 2012-2016 (Juta Rupiah per Pekerja per Tahun)
Lampiran 26. Produktivitas Ekuivalen Tenaga Kerja di Kategori Lapangan Usaha 150
Konstruksi Menurut Provinsi, 2012-2016 (Juta Rupiah per Pekerja per Tahun)
Lampiran 27. Produktivitas Ekuivalen Tenaga Kerja di Kategori Lapangan 151
Usaha Perdagangan Besar dan Eceran; Reparasi Mobil dan Sepeda
Motor Menurut Provinsi, 2012-2016 (Juta Rupiah per Pekerja per Tahun)
Lampiran 28. Produktivitas Ekuivalen Tenaga Kerja di Kategori Lapangan 152
Usaha Transportasi dan Pergudangan Menurut Provinsi, 2012-2016
(Juta Rupiah per Pekerja per Tahun)
Lampiran 29. Produktivitas Ekuivalen Tenaga Kerja di Kategori Lapangan 153
Usaha Penyediaan Akomodasi dan Makan Minum Menurut Provinsi,
2012-2016 (Juta Rupiah per Pekerja per Tahun)
Lampiran 30. Produktivitas Ekuivalen Tenaga Kerja di Kategori Lapangan 154
Usaha Informasi dan Komunikasi Menurut Provinsi, 2012-2016 (Juta Rupiah
per Pekerja per Tahun)

xiv
PENGUKURAN PRODUKTIVITAS NASIONAL DAN REGIONAL 2017
Daftar Lampiran

Lampiran 31. Produktivitas Ekuivalen Tenaga Kerja di Kategori Lapangan 155


Usaha Jasa Keuangan dan Asuransi Menurut Provinsi, 2012-2016 (Juta
Rupiah per Pekerja per Tahun)
Lampiran 32. Produktivitas Ekuivalen Tenaga Kerja di Kategori Lapangan Usaha 156
Real Estat Menurut Provinsi, 2012-2016 (Juta Rupiah per Pekerja per Tahun)
Lampiran 33. Produktivitas Ekuivalen Tenaga Kerja di Kategori Lapangan 157
Usaha Jasa Perusahaan Menurut Provinsi, 2012-2016 (Juta Rupiah per
Pekerja per Tahun)
Lampiran 34. Produktivitas Ekuivalen Tenaga Kerja di Kategori Lapangan Usaha 158
Administrasi Pemerintahan, Pertahanan, dan Jaminan Sosial Wajib Menurut
Provinsi, 2012-2016 (Juta Rupiah per Pekerja per Tahun)
Lampiran 35. Produktivitas Ekuivalen Tenaga Kerja di Kategori Lapangan 159
Usaha Jasa Pendidikan Menurut Provinsi, 2012-2016 (Juta Rupiah per
Pekerja per Tahun)
Lampiran 36. Produktivitas Ekuivalen Tenaga Kerja di Kategori Lapangan 160
Usaha Jasa Kesehatan dan Kegiatan Sosial Menurut Provinsi, 2012-2016
(Juta Rupiah per Pekerja per Tahun)
Lampiran 37. Produktivitas Ekuivalen Tenaga Kerja di Kategori Lapangan Usaha 161
Jasa Lainnya Menurut Provinsi, 2012-2016 (Juta Rupiah per Pekerja per Tahun)
Lampiran 38. Produktivitas Jam Kerja di Kategori Lapangan Usaha Pertanian, 162
Kehutanan, dan Perikanan Menurut Provinsi, 2012-2016 (Rupiah per Jam)
Lampiran 39. Produktivitas Jam Kerja di Kategori Lapangan Usaha 163
Pertambangan dan Penggalian Menurut Provinsi, 2012-2016 (Rupiah per Jam)
Lampiran 40. Produktivitas Jam Kerja di Kategori Lapangan Usaha Industri 164
Pengolahan Menurut Provinsi, 2012-2016 (Rupiah per Jam)
Lampiran 41. Produktivitas Jam Kerja di Kategori Lapangan Usaha 165
Pengadaan Listrik dan Gas Menurut Provinsi, 2012-2016 (Rupiah per Jam)
Lampiran 42. Produktivitas Jam Kerja di Kategori Lapangan Usaha 166
Pengadaan Air, Pengelolaan Sampah, Limbah, dan Daur Ulang Menurut
Provinsi, 2012-2016 (Rupiah per Jam)
Lampiran 43. Produktivitas Jam Kerja di Kategori Lapangan Usaha 167
Konstruksi Menurut Provinsi, 2012-2016 (Rupiah per Jam)
Lampiran 44. Produktivitas Jam Kerja di Kategori Lapangan Usaha 168
Perdagangan Besar dan Eceran; Reparasi Mobil dan Sepeda Motor
Menurut Provinsi, 2012-2016 (Rupiah per Jam)
Lampiran 45. Produktivitas Jam Kerja di Kategori Lapangan Usaha Transportasi 169
dan Pergudangan Menurut Provinsi, 2012-2016 (Rupiah per Jam)
Lampiran 46. Produktivitas Jam Kerja di Kategori Lapangan Usaha 170
Penyediaan Akomodasi dan Makan Minum Menurut Provinsi, 2012-
2016 (Rupiah per Jam)

xv
PENGUKURAN PRODUKTIVITAS NASIONAL DAN REGIONAL 2017
Daftar Lampiran

Lampiran 47. Produktivitas Jam Kerja di Kategori Lapangan Usaha 171


Informasi dan Komunikasi Menurut Provinsi, 2012-2016 (Rupiah per Jam)
Lampiran 48. Produktivitas Jam Kerja di Kategori Lapangan Usaha Jasa 172
Keuangan dan Asuransi Menurut Provinsi, 2012-2016 (Rupiah per Jam)
Lampiran 49. Produktivitas Jam Kerja di Kategori Lapangan Usaha Real 173
Estat Menurut Provinsi, 2012-2016 (Rupiah per Jam)
Lampiran 50. Produktivitas Jam Kerja di Kategori Lapangan Usaha Jasa 174
Perusahaan Menurut Provinsi, 2012-2016 (Rupiah per Jam)
Lampiran 51. Produktivitas Jam Kerja di Kategori Lapangan Usaha 175
Administrasi Pemerintahan, Pertahanan, dan Jaminan Sosial Wajib
Menurut Provinsi, 2012-2016 (Rupiah per Jam)
Lampiran 52. Produktivitas Jam Kerja di Kategori Lapangan Usaha Jasa 176
Pendidikan Menurut Provinsi, 2012-2016 (Rupiah per Jam)
Lampiran 53. Produktivitas Jam Kerja di Kategori Lapangan Usaha Jasa 177
Kesehatan dan Kegiatan Sosial Menurut Provinsi, 2012-2016 (Rupiah per Jam)
Lampiran 54. Produktivitas Jam Kerja di Kategori Lapangan Usaha Jasa 178
Lainnya Menurut Provinsi, 2012-2016 (Rupiah per Jam)

xvi
PENGUKURAN PRODUKTIVITAS NASIONAL DAN REGIONAL 2017
RINGKASAN EKSEKUTIF

R i ngkasan
Eksekutif

P
erkembangan teori ekonomi telah membawa berbagai perubahan
pengukuran performa ekonomi suatu negara. Salah satu kriteria
yang sering digunakan untuk mengetahui kinerja ekonomi
suatu negara atau daerah adalah pertumbuhan ekonomi. Produktivitas
merupakan daya ungkit (leverage) bagi pertumbuhan ekonomi dalam
jangka panjang. Pengukuran produktivitas ditujukan untuk melihat
efisiensi proses produksi dengan membandingkan input yang digunakan
untuk memproduksi output berupa barang atau jasa. Hal ini menjadikan
produktivitas sebagai salah satu indikator penting dalam pengukuran
aktivitas dan kemajuan ekonomi di suatu negara.

Selama periode 2011-2016, produktivitas tenaga kerja di Indonesia terus


mengalami peningkatan. Pada tahun 2016, pertumbuhan produktivitas
tenaga kerja lebih lambat jika dibandingkan tahun sebelumnya.
Sementara itu, produktivitas tenaga kerja penuh dan produktivitas jam
kerja, mencatat peningkatan dengan pertumbuhan yang mengalami
percepatan dari tahun 2015. Hal ini menunjukkan bahwa efisiensi tenaga
kerja Indonesia mengalami perbaikan. Namun, rata-rata jam kerja di
Indonesia pada tahun 2016 masih di atas jam kerja ideal.

Secara regional, pada tahun 2016 terdapat delapan provinsi di Indonesia


yang memiliki produktivitas tenaga kerja di atas angka nasional. Tiga
provinsi dengan capaian produktivitas tertinggi adalah Provinsi DKI
Jakarta, Provinsi Kalimantan Timur, dan Provinsi Kepulauan Riau.

1
PENGUKURAN PRODUKTIVITAS NASIONAL DAN REGIONAL 2017
RINGKASAN EKSEKUTIF

Sementara itu, produktivitas tenaga kerja terendah terjadi di Provinsi


Nusa Tenggara Timur. Provinsi DKI Jakarta menduduki peringkat
teratas dalam capaian produktivitas tenaga kerja, menggeser Provinsi
Kalimantan Timur. Bergesernya Provinsi Kalimantan Timur tidak terlepas
dari pengaruh ekonomi global yang belum menunjukan perbaikan
yang berarti di tahun ini. Kategori lapangan usaha Pertambangan
dan Penggalian berkontribusi sekitar 48,44 persen dari keseluruhan
PDRB provinsi ini, terutama dari ekspor batu bara. Belum stabilnya
perekonomian negara-negara mitra ekspor Indonesia berpengaruh
besar terhadap perekonomian di Provinsi Kalimantan Timur.

Produktivitas sektoral di Indonesia mengalami peningkatan di sembilan


kategori lapangan usaha pada tahun 2016. Tiga kategori lapangan
usaha dengan capaian produktivitas tenaga kerja tertinggi di tahun
ini adalah kategori lapangan usaha Real Estat (Kategori L); Informasi
dan Komunikasi (Kategori J); serta Pertambangan dan Penggalian
(Kategori B). Pada tahun yang sama, hampir seluruh kategori lapangan
usaha memiliki nilai produktivitas tenaga kerja penuh di bawah nilai
produktivitas tenaga kerja. Hal ini mengindikasikan bahwa tenaga
kerja pada kategori lapangan usaha tersebut memiliki rata-rata jam
kerja per minggu lebih dari 40 jam. Hanya tiga kategori lapangan usaha
yang menerapkan rata-rata jam kerja di bawah atau sama dengan
yang ditetapkan UU ketenagakerjaan, yaitu kategori lapangan usaha
Pertanian, Kehutanan, dan Perikanan (Kategori A); Jasa Pendidikan
(Kategori P); serta Pengadaan Air, Pengelolaan Sampah, Limbah, dan
Daur Ulang (Kategori E).
Pengaturan jam kerja di Indonesia sangat erat kaitannya dengan sistem
pengupahan. Secara umum, pekerja di Indonesia memiliki jam kerja
yang lama dengan upah yang relatif rendah. Hal ini terkait dengan
kualitas tenaga kerja di Indonesia. Pada tahun 2016, penduduk bekerja
di Indonesia yang tidak/belum pernah sekolah atau sudah menamatkan
pendidikan sampai tingkat Sekolah Dasar (SD) adalah sebesar 40,26
persen. Kondisi ini lebih baik dari tahun sebelumnya yang mencapai
44,27 persen. Peningkatan produktivitas tenaga kerja di Indonesia
dapat dilakukan melalui investasi di bidang sumber daya manusia dan
pemerataan infrastruktur.

2
PENGUKURAN PRODUKTIVITAS NASIONAL DAN REGIONAL 2017
1
URGENSI
PENGUKURAN
PRODUKTIVITAS
NAWACITA
Menghadirkan kembali negara untuk melindungi segenap bangsa dan
memberikan rasa aman pada seluruh warga negara, melalui politik luar negeri
bebas aktif, keamanan nasional yang terpercaya dan pembangunan pertahanan 1
negara Tri Matra terpadu yang dilandasi kepentingan nasional dan memperkuat
jati diri sebagai negara maritim.
Membuat pemerintah tidak absen dengan membangun tata kelola pemerintahan
yang bersih, efektif, demokratis, dan terpercaya, dengan memberikan prioritas
pada upaya memulihkan kepercayaan publik pada institusi-institusi demokrasi 2
dengan melanjutkan konsolidasi demokrasi melalui reformasi sistem kepartaian,
pemilu, dan lembaga perwakilan.
Membangun Indonesia dari pinggiran dengan memperkuat daerah-daerah dan
3
desa dalam kerangka negara kesatuan.
Menolak negara lemah dengan melakukan reformasi sistem dan penegakan
hukum yang bebas korupsi, bermartabat, dan terpercaya.
Meningkatkan kualitas hidup manusia Indonesia melalui peningkatan kualitas
pendidikan dan pelatihan dengan program “Indonesia Pintar”; serta peningkatan
kesejahteraan masyarakat dengan program “Indonesia Kerja” dan “Indonesia 5
Sejahtera” dengan mendorong land reform dan program kepemilikan tanah seluas
9 hektar, program rumah kampung deret atau rumah susun murah yang disubsidi
serta jaminan sosial untuk rakyat di tahun 2019.
Meningkatkan produktivitas rakyat dan daya saing di pasar internasional sehingga
bangsa Indonesia bisa maju dan bangkit bersama bangsa-bangsa Asia lainnya. 6
Mewujudkan kemandirian ekonomi dengan menggerakkan sektor-sektor strategis
ekonomi domestik. 7
Melakukan revolusi karakter bangsa melalui kebijakan penataan kembali
kurikulum pendidikan nasional dengan mengedepankan aspek pendidikan
kewarganegaraan, yang menempatkan secara proporsional aspek pendidikan,
seperti pengajaran sejarah pembentukan bangsa, nilai-nilai patriotisme dan cinta
8
Tanah Air, semangat bela negara dan budi pekerti di dalam kurikulum pendidikan
Indonesia.
Memperteguh kebhinnekaan dan memperkuat restorasi sosial Indonesia melalui
kebijakan memperkuat pendidikan kebhinnekaan dan menciptakan ruang-ruang 9
dialog antarwarga.
URGENSI PENGUKURAN PRODUKTIVITAS 1

Urgensi
1 Pengukuran
Produktivitas

Peningkatan Produktivitas
1.1 Sebagai Tujuan Pembangunan

Perkembangan teori ekonomi telah membawa berbagai perubahan


pengukuran performa ekonomi suatu negara. Salah satu kriteria yang
sering digunakan untuk mengetahui kinerja ekonomi suatu negara atau
daerah adalah melalui pertumbuhan ekonomi (Krisnamurthi, 1995 dan
Sukirno, 1996). Dalam menciptakan pertumbuhan ekonomi yang tinggi
diperlukan pertumbuhan output (Adam Smith dalam Arsyad, 1999),
yang biasanya diukur dengan Produk Domestik Bruto (PDB) atau Produk
Domestik Regional Bruto (PDRB).

Pembahasan tentang output suatu negara tidak terlepas dari pembahasan


sistem produksi yang terjadi di negara tersebut. Sumber daya alam,
sumber daya manusia, dan modal adalah tiga input yang dibutuhkan
dalam sistem produksi, atau sering disebut sebagai faktor produksi.
Pertumbuhan kualitas, kuantitas, dan pemanfaatan teknologi pada
faktor-faktor produksi tersebut akan menjadi pendorong pertumbuhan
ekonomi yang tinggi (Robert Solow dan Trevor Swan dalam Arsyad,
1999). Pertumbuhan ekonomi tidak dapat dipisahkan dari produktivitas
faktor-faktor produksinya. Secara teori, produktivitas diartikan sebagai
output barang atau jasa yang dihasilkan dari setiap input atau faktor
produksi yang digunakan dalam suatu proses produksi (Syverson, 2011).

5
PENGUKURAN PRODUKTIVITAS NASIONAL DAN REGIONAL 2017
1 URGENSI PENGUKURAN PRODUKTIVITAS

Produktivitas merupakan daya ungkit (leverage) bagi pertumbuhan


ekonomi dalam jangka panjang. Hal ini menjadikan produktivitas
sebagai salah satu indikator penting dalam pengukuran aktivitas dan
kemajuan ekonomi di suatu negara. Dewasa ini, negara-negara di dunia
berlomba-lomba dalam meningkatkan produktivitasnya.

Pada tataran nasional, produktivitas merupakan salah satu isu


pembangunan yang menjadi prioritas pemerintah saat ini. Peningkatan
produktivitas menjadi salah satu program pembangunan dalam
Rencana Pembangunan Jangka Menengah Nasional (RPJMN) 2015-2019.
Sasaran pembangunan ini juga diterjemahkan dalam Nawacita Presiden
Joko Widodo 2014-2019 pada butir keenam, yaitu “Meningkatkan
produktivitas rakyat dan daya saing di pasar internasional sehingga
bangsa Indonesia bisa maju dan bangkit bersama bangsa-bangsa Asia
lainnya”.

Pentingnya Mengukur Produktivitas


1.2. Kegiatan Ekonomi

Pengukuran produktivitas ditujukan untuk melihat efisiensi proses


produksi dengan membandingkan input yang digunakan untuk
memproduksi output berupa barang atau jasa. Faktor input diukur
melalui unit-unit sumber daya yang digunakan dalam proses produksi,
dapat berupa material atau bahan baku, tenaga kerja, mesin, metoda
serta modal. Sementara itu, pengukuran produktivitas adalah penilaian
kuantitatif atas perubahan produktivitas yang terjadi.

Pengukuran produktivitas dapat dilakukan dari masing-masing


komponen input secara terpisah, atau dari gabungan seluruh input
secara bersama-sama. Pengukuran produktivitas masing-masing
komponen input sering disebut dengan produktivitas parsial, biasanya
diukur dengan menghitung rasio output terhadap salah satu input
secara langsung. Sedangkan produktivitas total, diukur melalui seluruh
input secara simultan. Dikarenakan keterbatasan data yang tersedia,
pengukuran produktivitas yang akan dibahas dalam buku ini adalah
produktivitas tenaga kerja.

6
PENGUKURAN PRODUKTIVITAS NASIONAL DAN REGIONAL 2017
URGENSI PENGUKURAN PRODUKTIVITAS 1
Dengan mengukur tingkat produktivitas tenaga kerja, akan diketahui
kondisi dan kemampuan SDM suatu negara dalam merealisasikan cita-
cita pembangunan. Kondisi kapabilitas SDM ini sangat dibutuhkan
dalam pembangunan, sehingga perencanaan pembangunan akan lebih
terarah dan teratur.

Tingkat produktivitas tenaga kerja merupakan salah satu indikator


untuk melihat kondisi dan kemampuan sumber daya manusia (SDM)
suatu negara, dalam merealisasikan cita-cita pembangunannya. Melalui
pengukuran produktivitas tenaga kerja, kapabilitas SDM yang ada saat
ini dapat diketahui. Informasi ini sangat dibutuhkan dalam perumusan
kebijakan dan perencanaan program-program pembangunan, terutama
di bidang ketenagakerjaan. Dengan diketahuinya produktivitas tenaga
kerja, perencanaan pembangunan akan menjadi lebih terarah dan
terukur.

Kontribusi tenaga kerja terhadap pertumbuhan ekonomi dapat dilihat


melalui produktivitas tenaga kerja. Jika faktor tenaga kerja memiliki
kontribusi yang rendah terhadap pertumbuhan ekonomi, maka
dibutuhkan adanya pembenahan atau inovasi di bidang pengembangan
SDM. Peningkatan kompetensi SDM dan etos kerja dapat dilakukan
melalui dunia pendidikan dan pelatihan kerja, serta melalui kegiatan
magang. Sementara itu, perbaikan tata cara bekerja dapat dilakukan
melalui penggunaan teknologi atau melalui penerapan alat, teknik dan
metodologi untuk meningkatkan efisiensi, efektivitas, kualitas dan ramah
lingkungan. Kebijakan-kebijakan (social engineering) yang mendukung
peningkatan produktivitas tenaga kerja lainnya, seperti kesehatan dan
keselamatan kerja, hubungan industrial, pengupahan dan lain-lain,
juga perlu dibenahi ke arah yang lebih mengutamakan peningkatan
produktivitas tenaga kerja. Ketika produktivitas tenaga kerja sudah
mencapai tingkat yang diinginkan, upaya peningkatan produktivitas
tetap harus dilakukan untuk mencapai tingkat yang lebih tinggi lagi.
Upaya ini harus dilakukan terus sehingga membudaya.

7
PENGUKURAN PRODUKTIVITAS NASIONAL DAN REGIONAL 2017
1 URGENSI PENGUKURAN PRODUKTIVITAS

Pada tataran lokal, pengukuran produktivitas regional dibutuhkan


untuk mengetahui sejauh mana kemampuan masing-masing provinsi
dalam melaksanakan program-program pembangunan. Dengan adanya
pengukuran produktivitas, kebijakan dan perencanaan program nasional
maupun regional menjadi lebih fokus dan sesuai dengan kebutuhan.
Kebijakan dalam penentuan upah dapat mengacu pada produktivitas di
masing-masing provinsi. Sementara itu, tingkat disparitas antar kategori
lapangan usaha akan mudah dideteksi, sehingga alokasi anggaran
pembangunan akan terbagi adil dan proporsional sesuai dengan
prioritas sektor yang akan dikembangkan. Sektor-sektor yang potensial
namun belum memiliki produktivitas yang memadai dapat menjadi
sektor prioritas untuk dibenahi.

8
PENGUKURAN PRODUKTIVITAS NASIONAL DAN REGIONAL 2017
2
PRODUKTIVITAS DAN
DAYA SAING INDONESIA
SEMAKIN MEMBAIK
PRODUKTIVITAS DAN DAYA SAING INDONESIA SEMAKIN MEMBAIK 2

Produktivitas dan
2 Daya Saing Indonesia
Semakin Membaik

Kondisi Makro Ekonomi dan Pasar:


2.1 Pendorong Utama Daya Saing

Selain birokrasi dan institusi, pelayanan dasar, dan lainnya, daya saing
juga menjadi tolok ukur yang penting untuk mengembangkan iklim
investasi yang kondusif. Daya saing juga menjadi ukuran komprehensif
untuk melihat posisi tawar suatu negara. Di tingkat global, World Economic
Forum (WEF) mengembangkan suatu indikator untuk mengukur daya
saing antar negara, yang disebut dengan Global Competitiveness Index
(GCI) atau Indeks Daya Saing Global.

Berdasarkan The Global Competitiveness Report 2017-2018, skor indeks


daya saing global Indonesia pada tahun 2017 sebesar 4,7. Capaian ini
mengantarkan Indonesia pada posisi 36 di antara 137 negara. Di tingkat
ASEAN, Indonesia berada pada posisi keempat di antara sembilan negara
ASEAN yang tercatat dalam The Global Competitiveness Report 2017-2018.
Daya saing Indonesia masih berada di bawah Singapura, Malaysia, dan
Thailand. Namun demikian, daya saing Indonesia mengungguli Brunei
Darussalam, Vietnam, Filipina, Kamboja, dan Laos.

Pilar daya saing global Indonesia yang menunjukkan performa cukup


signifikan adalah kondisi makroekonomi dan ukuran pasar. Skor kedua
pilar ini mencapai 5,7 dari skala 1 hingga 7.

11
PENGUKURAN PRODUKTIVITAS NASIONAL DAN REGIONAL 2017
2 PRODUKTIVITAS DAN DAYA SAING INDONESIA SEMAKIN MEMBAIK

Gambar 2.1

Indeks Daya Saing Global Beberapa Negara, 2017-2018

CHINA JEPANG
5,0 (27/137) 5,5 (9/137)

VIETNAM
4,4 (55/137)
THAILAND
LAOS
4,7 (32/137)
3,9 (98/137)
INDIA
4,6 (40/137)
KAMBOJA
3,9 (94/137)

MALAYSIA FILIPINA

5,2 (23/137) 4,4 (56/137)

SINGAPURA
5,7 (3/137)

INDONESIA
4,7 (Peringkat 36/137)

Sumber: The Global Competitiveness Report 2017-2018, WEF

Kondisi makroekonomi yang bagus ini didukung oleh perform gross


national savings dan government debt, karena dari lima variabel yang
membentuk pilar kondisi makroekonomi, gross national savings
menempati urutan ke-19 sementara government debt menempati urutan
ke-21.

Ukuran pasar Indonesia sangat didukung oleh pasar domestik dan


Produk Domestik Bruto (PDB). Dari empat variabel yang membentuk
pilar ukuran pasar, baik indeks ukuran pasar domestik maupun PDB
menempati urutan ke-8. Ukuran pasar domestik sangat terkait dengan
jumlah penduduk Indonesia. Pada tahun 2017, jumlah penduduk
Indonesia yang dilaporkan dalam The Global Competitiveness Report
mencapai 258,7 juta orang. Sementara itu, dalam laporan yang sama
PDB Indonesia telah mencapai US$ 932,4 miliar.

12
PENGUKURAN PRODUKTIVITAS NASIONAL DAN REGIONAL 2017
PRODUKTIVITAS DAN DAYA SAING INDONESIA SEMAKIN MEMBAIK 2
Gambar 2.2

Skor 12 Pilar Daya Saing Global Indonesia, 2017-2018

Sumber: The Global Competitiveness Report 2017-2018, WEF

Sementara itu, pilar yang menunjukkan performa kurang bagus adalah


efisiensi pasar tenaga kerja dan penerapan teknologi. Skor kedua pilar
hanya mencapai 3,9 dari skala 1 hingga 7.

Efisiensi pasar tenaga kerja memang belum optimal. Hal ini tercermin
oleh masih tingginya redundancy cost dan rendahnya partisipasi
perempuan dalam tenaga kerja. Dari sepuluh variabel yang menyusun
pilar efisiensi pasar tenaga kerja, variabel redundancy cost menempati
urutan ke-133 sementara variabel partisipasi perempuan dalam tenaga
kerja menempati urutan ke-113.

Kondisi penerapan teknologi juga tidak jauh berbeda dengan kondisi


efisiensi pasar tenaga kerja. Dari sembilan variabel yang membentuk
pilar penerapan teknologi, dua diantaranya belum cukup optimal.
Variabel pengguna internet di Indonesia hanya menempati urutan ke-
109 sementara pengguna internet fixed-broadband hanya menempati
urutan ke-103.

13
PENGUKURAN PRODUKTIVITAS NASIONAL DAN REGIONAL 2017
2 PRODUKTIVITAS DAN DAYA SAING INDONESIA SEMAKIN MEMBAIK

Pilar lain yang utama adalah kemudahan dalam berbisnis. Berdasarkan


data World Economic Forum, Indonesia memiliki skor 4,6 dari skala 1
sampai 7, yang sudah mencapai peringkat 32 dari 137 negara. Hal ini
menandakan bahwa para pebisnis merasakan kemudahan dalam
melakukan bisnisnya di Indonesia.

Gambar 2.3

Dimensi Ease of Doing Business Indonesia, 2018

Sumber: Doing Business 2018 Reforming to Create Jobs, 2017, WB

Pilar kemudahan dalam berbisnis ini memiliki ukuran lain yang sudah
dipublikasikan oleh World Bank (WB), yaitu Ease of Doing Business.
Dalam Ease of Doing Business, Indonesia berhasil menempati urutan
ke-72 dengan capaian indeks sebesar 66,47. Dari sepuluh variabel
pembentuk Ease of Doing Business, Indonesia unggul dibandingkan 190
negara lainnya pada dimensi getting electricity (peringkat 38), protecting
minority investors (peringkat 43), dan resolving insolvency (peringkat

14
PENGUKURAN PRODUKTIVITAS NASIONAL DAN REGIONAL 2017
PRODUKTIVITAS DAN DAYA SAING INDONESIA SEMAKIN MEMBAIK 2
38). Namun untuk pencapaian Ease of Doing Business yang lebih baik
lagi, Indonesia perlu memperhatikan beberapa dimensi yang masih
berada pada peringkat bawah, yaitu enforcing contracts (peringkat 145),
starting a business (peringkat 144), dan paying taxes (peringkat 114).
Capaian ketiga dimensi tersebut masih berada pada peringkat bawah
jika dibandingkan dengan 190 negara lainnya.

Meskipun efisiensi pasar tenaga kerja dan penerapan teknologi


belum optimal pada 2017-2018, namun pangsa pasar dan kondisi
makroekonomi Indonesia menyebabkan indeks daya saing global
Indonesia mengalami peningkatan selama periode 2012-2018. Tercatat
skor pada 2017-2018 merupakan skor paling tinggi yang pernah dicapai
Indonesia. Peningkatan skor ini tentu mengindikasikan bahwa daya
saing Indonesia semakin meningkat.

Gambar 2.4

Perkembangan Skor Indeks Daya Saing Global Indonesia, 2012-2018

Sumber: The Global Competitiveness Report 2017-2018, WEF

Tren daya saing global Indonesia yang menunjukkan perkembangan


positif masih menyimpan berbagai macam persoalan. Berdasarkan
laporan World Economic Forum (WEF) dalam Executive Opinion Survey

15
PENGUKURAN PRODUKTIVITAS NASIONAL DAN REGIONAL 2017
2 PRODUKTIVITAS DAN DAYA SAING INDONESIA SEMAKIN MEMBAIK

2017, terdapat beberapa persoalan dalam dunia bisnis di Indonesia. Dari


berbagai persoalan yang menyelimuti dunia bisnis di Indonesia, tiga
diantaranya harus mendapatkan perhatian khusus.

Gambar 2.5
Masalah Utama dalam Melakukan Bisnis di Indonesia, 2017

0 4 8 12 16

Sumber: World Economic Forum (WEF) dalam Executive Opinion Survey 2017

Berdasarkan Executive Opinion Survey 2017 yang dilaksanakan WEF


(Gambar 2.5), persoalan korupsi, birokrasi pemerintahan yang tidak
efisien, dan akses ke lembaga keuangan menjadi masalah yang
mendasar di Indonesia. Ketiga permasalahan ini cukup mengganggu
aktivitas bisnis di Indonesia. Korupsi di Indonesia menjadi persoalan yang
mendapat sorotan tertinggi. Persoalan korupsi erat kaitannya dengan
birokrasi pemerintah yang tidak efektif sehingga menciptakan peluang
terjadinya korupsi. Berdasarkan laporan Transparency International,
Indeks Persepsi Korupsi (Corruption Perseptions Index) di Indonesia pada
tahun 2016 berada pada peringkat ke-90 dari 176 negara dengan skor
37. Meskipun skor Indonesia terus mengalami kenaikan dari tahun 2012,

16
PENGUKURAN PRODUKTIVITAS NASIONAL DAN REGIONAL 2017
PRODUKTIVITAS DAN DAYA SAING INDONESIA SEMAKIN MEMBAIK 2
persoalan korupsi di Indonesia perlu mendapat perhatian serius. Skor
Indeks Persepsi Korupsi di Indonesia hanya naik 5 poin selama lima
tahun dan masih tertinggal jauh dari Malaysia dan Singapura, dengan
skor masing-masing 49 dan 84 pada tahun 2016.

2.2 Produktivitas Indonesia Semakin Tinggi

Peningkatan produktivitas adalah salah satu pendorong meningkatnya


daya saing Indonesia. Selama kurun waktu 1990 hingga 2015, dua
indikator produktivitas Indonesia terus mengalami peningkatan.
Berdasarkan laporan Asian Productivity Organization (APO) dalam APO
Databook 2017, indikator produktivitas per pekerja dan produktivitas
per jam di Indonesia mengalami peningkatan.
Pada tahun 2015, APO mencatat produktivitas per pekerja Indonesia
mencapai 24,3 ribu US$. Angka ini dua kali lipat lebih tinggi dibanding
produktivitas pada tahun 1990. Kala itu, produktivitas Indonesia hanya
11,2 ribu US$. Selama 25 tahun, produktivitas Indonesia tumbuh 3,1
persen per tahun. Sementara itu, The Conference Board dalam Total
Economy Database mencatat produktivitas per pekerja Indonesia pada
tahun 2017 telah menembus 26,4 ribu US$. Capaian ini tentu memberikan
sinyal positif bahwa output (dalam hal ini adalah nilai tambah/value
added) yang dihasilkan oleh setiap pekerja semakin meningkat dari
waktu ke waktu.
Indikator kedua yang mengalami peningkatan adalah produktivitas
per jam. Tahun 2015, APO mencatat produktivitas per jam di Indonesia
mencapai 12,0 US$. Hal ini menunjukan bahwa pekerja Indonesia dapat
menciptakan output (nilai tambah) sebesar 12,0 US$ setiap jam. Apabila
dibandingkan dengan keadaan pada tahun 1990, produktivitas per jam
di Indonesia telah meningkat lebih dari dua kali lipat. Tercatat bahwa
produktivitas per jam pada tahun 1990 hanya sebesar 5,9 US$. Selama
kurun waktu 1990 hingga 2015, produktivitas per jam Indonesia telah
tumbuh sebesar 2,9 persen per tahun. Sementara itu, sumber lain The
Conference Board melaporkan bahwa produktivitas per jam di Indonesia
pada tahun 2017 bahkan telah menembus level 13,1 US$.

17
PENGUKURAN PRODUKTIVITAS NASIONAL DAN REGIONAL 2017
2 PRODUKTIVITAS DAN DAYA SAING INDONESIA SEMAKIN MEMBAIK

Gambar 2.6
Produktivitas per Pekerja dan Produktivitas per Jam Indonesia, 1970-2015

Sumber : *APO Productivity Databook 2017, **Total Economy Database-The Conference Board

Produktivitas Indonesia Masih Prospektif


2.3 di Asia dan ASEAN

Di kawasan Asia, produktivitas Indonesia masih memiliki peluang


yang cukup kompetitif untuk bersaing dengan 19 negara lain yang
tergabung dalam APO. Dalam laporan terakhir APO, produktivitas
per pekerja Indonesia berada pada urutan ke-11 dari 20 negara yang
terdaftar dalam APO. Meskipun demikian, posisi Indonesia berada pada
kelompok negara dengan produktivitas per pekerja di bawah 30 ribu
US$. Selain produktivitas per pekerja, produktivitas per jam Indonesia di
Asia juga cukup kompetitif. Berdasarkan laporan APO, produktivitas per
jam Indonesia menempati urutan ke-11 dari 20 negara yang tergabung
dalam APO. Posisi ini mirip dengan urutan produktivitas per pekerja.

18
PENGUKURAN PRODUKTIVITAS NASIONAL DAN REGIONAL 2017
PRODUKTIVITAS DAN DAYA SAING INDONESIA SEMAKIN MEMBAIK 2
Sementara itu, dalam laporan yang sama, produktivitas per pekerja
Indonesia di ASEAN berada pada urutan ke-4. Dari delapan negara
ASEAN yang tergabung dalam APO, Indonesia berhasil unggul dari
Filipina, Laos, Viet Nam, dan Kamboja. Indonesia harus bekerja keras
untuk meningkatkan produktivitas per pekerja agar dapat mengungguli
Thailand yang berjarak tipis dari Indonesia. Lain halnya dengan
Malaysia dan Singapura yang berselisih cukup jauh dengan Indonesia.
Produktivitas per pekerja di Malaysia dua kali lipat lebih dibanding
Indonesia. Sementara itu, produktivitas per pekerja di Singapura lima
kali lipat lebih dibanding Indonesia. Dari sisi produktivitas per jam,
Indonesia juga masih berada pada urutan ke-4 dari delapan negara
ASEAN yang tergabung dalam APO. Produktivitas per jam Indonesia
masih lebih unggul dibandingkan dengan Filipina, Laos, Viet Nam, dan
Kamboja. Namun demikian, produktivitas per jam Indonesia masih
lebih rendah dibanding Thailand, Malaysia, dan Singapura. Bahkan,
perbedaan produktivitas per jam antara Indonesia dengan Singapura
lebih dari empat kali lipat.

Gambar 2.7

Produktivitas per Pekerja di Beberapa Negara Asia (Ribu US$), 2015

Sumber : APO Productivity Databook 2017

19
PENGUKURAN PRODUKTIVITAS NASIONAL DAN REGIONAL 2017
2 PRODUKTIVITAS DAN DAYA SAING INDONESIA SEMAKIN MEMBAIK

Gambar 2.8

Produktivitas per Jam di Beberapa Negara Asia (US$), 2015

Sumber: APO Productivity Databook 2017

Selain APO, The Conference Board juga melaporkan produktivitas negara-


negara di dunia. Namun demikian, ada beberapa negara yang tergabung
dalam APO tidak tercakup dalam laporan The Conference Board. Pada
indikator produktivitas per pekerja, hanya 16 negara yang tercakup.
Sementara itu, hanya 14 negara yang tercakup dalam penghitungan
produktivitas per jam.
Berdasarkan laporan The Conference Board, produktivitas per pekerja
Indonesia pada tahun 2017 berada pada urutan ke-10 dari 16 negara
APO yang tercakup. Sementara itu, produktivitas per jam Indonesia
pada tahun 2017 berada pada urutan ke-9 dari 14 negara yang tercakup.
Baik produktivitas per pekerja maupun produktivitas per jam, posisi
Indonesia berada di atas Filipina, Viet Nam, dan Kamboja.
Jam kerja juga menunjukkan hal yang sama, dimana lima besar negara
dengan capaian produktivitas jam kerja tertinggi dikuasai oleh negara-
negara yang berada di kawasan Asia Timur. Jika dibandingkan dengan

20
PENGUKURAN PRODUKTIVITAS NASIONAL DAN REGIONAL 2017
PRODUKTIVITAS DAN DAYA SAING INDONESIA SEMAKIN MEMBAIK 2
Gambar 2.9
Produktivitas Tenaga Kerja di Beberapa Negara Asia (Ribu US$), 2017

Sumber: The Conference Board - Total Economy Database, 2017

negara-negara lain di Asia, Indonesia masih menempati peringkat 9.


Namun jika dilihat berdasarkan capaian produktivitas jam kerja dari 10
negara ASEAN (Gambar 2.10), capaian Indonesia sudah berada pada
peringkat 4. Produktivitas jam kerja Indonesia mencapai 13 US$ per jam
per tenaga kerja. Indonesia masih mengungguli Filipina, Vietnam, dan
Kamboja. Namun produktivitas jam kerja Indonesia masih tertinggal
jika dibandingkan Singapura, Jepang, Malaysia, dan Thailand. Dari sisi
output, tenaga kerja di Singapura dengan jam kerja yang jauh lebih
singkat dapat menghasilkan output yang sama dengan tenaga kerja di
Indonesia.

21
PENGUKURAN PRODUKTIVITAS NASIONAL DAN REGIONAL 2017
2 PRODUKTIVITAS DAN DAYA SAING INDONESIA SEMAKIN MEMBAIK

Gambar 2.10
Produktivitas per Jam di Beberapa Negara di Asia (US$), 2017
Singapura 59,9

Hong Kong 52,0

ROC 51,0

Jepang 45,4

Korea 35,6

Malaysia 28,2

Sri Lanka 15,8

Thailand 13,9

Indonesia 13,1

Filipina 9,8

Pakistan 8,8

Viet Nam 5,5

Bangladesh 3,9

Kamboja 2,9

0 10 20 30 40 50 60 70

Sumber: The Conference Board - Total Economy Database, 2017

Tenaga Kerja Terdidik:


2.4 Indonesia Harus Berakselerasi

Menurut Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2003 tentang Sistem


Pendidikan Nasional, pendidikan adalah usaha sadar untuk menyiapkan
peserta didik melalui kegiatan bimbingan, pengajaran dan atau latihan
bagi peranannya dimasa yang akan datang. Apabila dikaitkan dengan
penyiapan tenaga kerja, pendidikan berperan untuk membekali
tenaga kerja sehingga siap menjalani pekerjaan. Melalui pendidikan,
seseorang dipersiapkan untuk memiliki bekal agar siap tahu, mengenal
dan mengembangkan metode berpikir secara sistematik agar dapat
memecahkan masalah yang akan dihadapi dalam kehidupan dikemudian
hari. Oleh karena itu, pendidikan menjadi salah satu kunci penting untuk
meningkatkan produktivitas tenaga kerja.

22
PENGUKURAN PRODUKTIVITAS NASIONAL DAN REGIONAL 2017
PRODUKTIVITAS DAN DAYA SAING INDONESIA SEMAKIN MEMBAIK 2
Indonesia perlu memberikan fokus lebih besar terhadap pendidikan. Hal
ini untuk menjamin bahwa tenaga kerja memiliki bekal pendidikan yang
cukup. International Labor Organization (ILO) melaporkan bahwa tenaga
kerja Indonesia yang berpendidikan SMA ke atas baru mencapai 11,79
persen pada tahun 2016. Jumlah ini cukup memprihatinkan. Di tingkat
Asia, ILO mencatat Indonesia merupakan negara dengan persentase
paling rendah. Negara tentangga seperti Malaysia telah mencapai level
yang lebih tinggi. Persentase tenaga kerja berpendidikan SMA ke atas
di Malaysia dua kali lipat lebih dibanding Indonesia. Kondisi yang sama
juga dicapai Filipina dengan persentase dua kali lipat lebih dibanding
Indonesia.

Gambar 2.11
Persentase Tenaga Kerja Berpendidikan SMA ke Atas di Beberapa Negara, 2016

Sumber: International Labour Organization (ILO)

23
PENGUKURAN PRODUKTIVITAS NASIONAL DAN REGIONAL 2017
3
TENAGA KERJA DAN
KESEMPATAN KERJA
MENINGKAT
3 TENAGA KERJA DAN KESEMPATAN KERJA MENINGKAT

26
PENGUKURAN PRODUKTIVITAS NASIONAL DAN REGIONAL 2017
TENAGA KERJA DAN KESEMPATAN KERJA MENINGKAT 3

Tenaga Kerja dan


3 Kesempatan Kerja
Meningkat

Peluang dan Tantangan


3.1 Bonus Demografi Indonesia

Bonus demografi adalah kondisi dimana jumlah penduduk usia


produktif (15-64 tahun) lebih tinggi dibandingkan jumlah penduduk
usia non produktif, 0-14 tahun dan 65 tahun ke atas (UNFPA, 2014). Bonus
demografi merupakan fenomena yang seharusnya dapat memberikan
keuntungan yang besar untuk sebuah negara. Bonus demografi di
Indonesia diperkirakan terjadi pada tahun 2010-2030, dan puncaknya
diperkirakan terjadi pada tahun 2028-2030. Sejak tahun 2010 jumlah
penduduk usia produktif di Indonesia mulai merangkak naik dengan
kecepatan yang lebih tinggi dibandingkan tahun-tahun sebelumnya.
Pada tahun 2012, Indonesia sudah memasuki masa bonus demografi.
Pada tahun 2016, bonus demografi di Indonesia sudah sangat terlihat
nyata, ditunjukkan dengan piramida penduduk yang didominasi oleh
usia 15-64 tahun (Gambar 3.1).

Bonus demografi secara langsung memengaruhi pertumbuhan


ekonomi. Hal ini sejalan dengan teori yang mengatakan bahwa bonus
demografi adalah kondisi dimana penduduk usia kerja proporsinya
meningkat dan dapat mendorong pembangunan ekonomi ke arah yang
lebih baik (Mason and others, 2015 dalam Mason and others, 2017).

27
PENGUKURAN PRODUKTIVITAS NASIONAL DAN REGIONAL 2017
3 TENAGA KERJA DAN KESEMPATAN KERJA MENINGKAT

Gambar 3.1
Piramida Penduduk Tahun 2016

Sumber: BPS, Proyeksi Penduduk Indonesia 2010-2035

Pengelolaan bonus demografi dengan tepat akan memberikan manfaat


yang luar biasa bagi pembangunan Indonesia. Sementara itu, bonus
demografi yang terjadi dapat menjadi bencana bagi bangsa Indonesia
jika tidak terkelola dengan baik. Peran preventif dari pemerintah sangat
dibutuhkan untuk menghadapi bonus demografi ini. Jika pemerintah
dapat memanfaatkan bonus demografi ini dengan meningkatkan
kompetensi penduduk usia produktif maka akan sangat menguntungkan
dari sisi pembangunan, terutama dari jumlah penduduk usia produktif.
Namun jika pemerintah tidak mempersiapkan datangnya bonus
demografi, pemerintah akan kewalahan dalam mengatasi pengangguran
dan kemiskinan.

28
PENGUKURAN PRODUKTIVITAS NASIONAL DAN REGIONAL 2017
TENAGA KERJA DAN KESEMPATAN KERJA MENINGKAT 3
Jumlah Tenaga Kerja Indonesia
3.2 Terus Meningkat
Peningkatan jumlah penduduk yang disertai dengan peningkatan
angkatan kerja dan tenaga kerja dapat berdampak pada meningkatnya
pertumbuhan ekonomi Indonesia. Pada tahun 2016 tercatat jumlah
penduduk Indonesia mencapai 258,71 juta, dengan jumlah angkatan
kerja mencapai 125,44 juta serta jumlah tenaga kerja mencapai 118,41
juta. Pertumbuhan penduduk Indonesia pada tahun 2016 sedikit
melambat jika dibandingkan tahun sebelumnya. Sementara itu, jumlah
angkatan kerja dan tenaga kerja pada tahun 2016 tumbuh lebih cepat
jika dibandingkan dengan tahun 2015. Pertumbuhan angkatan kerja
mencapai 2,50 persen, sedangkan pertumbuhan tenaga kerja mencapai
3,13 persen. Gambar 3.2. menunjukan jumlah angkatan kerja dan tenaga
kerja Indonesia dari tahun 2011 sampai dengan tahun 2016.

Gambar 3.2

Jumlah Angkatan Kerja dan Tenaga Kerja (Juta Orang), 2011-2016

Sumber: BPS, hasil olah dari hasil Survei Angkatan Kerja Nasional (Sakernas)

29
PENGUKURAN PRODUKTIVITAS NASIONAL DAN REGIONAL 2017
3 TENAGA KERJA DAN KESEMPATAN KERJA MENINGKAT

Tingkat kesempatan kerja menggambarkan perbandingan antara


jumlah penduduk yang bekerja dengan jumlah angkatan kerja. Tingkat
kesempatan kerja Indonesia cenderung meningkat dari tahun ke tahun.
Peningkatan kesempatan kerja pada tahun 2016 mencapai 94,39 persen.
Angka ini meningkat jika dibandingkan tahun sebelumnya, yaitu sebesar
93,82 persen (Gambar 3.3).

Gambar 3.3

Tingkat Kesempatan Kerja (Persen), 2011-2016

Sumber: BPS, hasil olah dari dari hasil Survei Angkatan Kerja Nasional (Sakernas)

Todaro (2014) menyampaikan bahwa pendidikan dan latihan dipandang


sebagai suatu investasi di bidang sumber daya manusia yang bertujuan
untuk meningkatkan produktivitas tenaga kerja. Pada tahun 2016,
penduduk bekerja di Indonesia yang tidak/belum pernah sekolah atau
sudah menamatkan pendidikan sampai tingkat Sekolah Dasar (SD)
tercatat sebesar 40,26 persen, seperti ditunjukan pada Gambar 3.4.
Kondisi ini lebih baik dari tahun sebelumnya yang mencapai 44,27
persen. Hal ini mengindikasikan bahwa terjadi peningkatan kualitas
pekerja di Indonesia. Jika ditelusuri lebih jauh, persentase penduduk
yang bekerja dengan pendidikan SMK pada tahun 2016 mengalami

30
PENGUKURAN PRODUKTIVITAS NASIONAL DAN REGIONAL 2017
TENAGA KERJA DAN KESEMPATAN KERJA MENINGKAT 3
peningkatan dari tahun sebelumnya. Pada tahun 2015 persentasenya
sekitar 9,44 persen, sedangkan pada tahun 2016 meningkat 0,84 persen
menjadi 10,28 persen. Saat ini, lulusan SMK sudah dibekali dengan
sertifikasi kompetensi yang bisa meningkatkan efisiensi kerja dan dapat
meningkatkan produktivitas tenaga kerja.

Gambar 3.4

Persentase Penduduk Bekerja Berdasarkan Pendidikan yang Ditamatkan, 2016

Sumber: BPS, hasil olah dari hasil Survei Angkatan Kerja Nasional (Sakernas)

Produktivitas Tenaga Kerja Meningkat


3.3 Namun Mengalami Perlambatan
Penghitungan produktivitas tenaga kerja dibagi menjadi tiga ukuran,
yaitu produktivitas tenaga kerja, produktivitas tenaga kerja penuh, dan
produktivitas jam kerja. Produktivitas tenaga kerja merupakan indikator yang
menggambarkan output yang dihasilkan oleh setiap tenaga kerja selama
suatu periode tertentu. Referensi waktu yang digunakan dalam penghitungan
produktivitas tenaga kerja di Indonesia adalah satu tahun. Semakin tinggi
angka produktivitas mengindikasikan tenaga kerja semakin produktif.

31
PENGUKURAN PRODUKTIVITAS NASIONAL DAN REGIONAL 2017
3 TENAGA KERJA DAN KESEMPATAN KERJA MENINGKAT

Selama tahun 2011-2016 produktivitas tenaga kerja di Indonesia terus


mengalami peningkatan, seperti ditunjukan pada Gambar 3.5. Hal ini
menunjukkan bahwa kualitas tenaga kerja di Indonesia semakin baik.
Pada tahun 2016 produktivitas tenaga kerja Indonesia mencapai 79,66
juta rupiah per tenaga kerja. Capaian ini lebih tinggi dibandingkan tahun
sebelumnya, namun pertumbuhannya lebih lambat jika dibandingkan
tahun 2015. Pada tahun 2016 produktivitas tenaga kerja di Indonesia
tumbuh sebesar 1,83 persen, lebih lambat jika dibandingkan tahun
sebelumnya yang mencapai 4,70 persen.

Gambar 3.5
Produktivitas Tenaga Kerja (Juta Rupiah per Tenaga Kerja per Tahun), 2011-2016

Sumber: BPS, hasil olah Produk Domestik Bruto (PDB) dan Survei Angkatan Kerja Nasional
(Sakernas)

Pendidikan tenaga kerja memengaruhi produktivitas tenaga kerja.


Hingga tahun 2016, Indonesia masih didominasi oleh tenaga kerja
dengan tingkat pendidikan Sekolah Lanjutan Tingkat Pertama (SLTP)
ke bawah (60,23 persen). Meskipun demikian, setiap tahun terjadi
pergeseran struktur pendidikan tenaga kerja. Hal ini terlihat dari semakin
banyaknya tenaga kerja yang berpendidikan SMA ke atas, seperti
ditunjukan Gambar 3.6.

32
PENGUKURAN PRODUKTIVITAS NASIONAL DAN REGIONAL 2017
TENAGA KERJA DAN KESEMPATAN KERJA MENINGKAT 3
Gambar 3.6
Persentase Tenaga Kerja dengan Pendidikan SMA ke Atas, 2011-2016

Sumber: BPS, hasil olah dari Survei Angkatan Kerja Nasional (Sakernas)

Walaupun pendidikan dan produktivitas tidak terhubung secara


langsung, sumber daya manusia yang berpendidikan cenderung lebih
efisien dalam memanfaatkan sumber daya yang ada. Peningkatan
efisiensi ini akan berdampak pada peningkatan produktivitas tenaga
kerja. Selain itu, tenaga kerja berpendidikan juga dapat mendorong
proses produksi yang lebih efektif.

Tingkat Produktivitas Tenaga Kerja Sama dengan


3.4 Produktivitas Tenaga Kerja Penuh

Pengukuran kedua untuk produktivitas adalah produktivitas


tenaga kerja penuh. Pengukuran produktivitas tenaga kerja penuh
sangat penting karena angka ini digunakan sebagai pembanding
penghitungan produktivitas tenaga kerja konvensional yang sudah
dibahas sebelumnya. Penghitungan produktivitas tenaga kerja penuh
ini juga dilakukan untuk melihat efisiensi tenaga kerja di Indonesia.
Jika nilai produktivitas tenaga kerja penuh lebih tinggi dibandingkan

33
PENGUKURAN PRODUKTIVITAS NASIONAL DAN REGIONAL 2017
3 TENAGA KERJA DAN KESEMPATAN KERJA MENINGKAT

dengan produktivitas tenaga kerja, maka terjadi efisiensi tenaga kerja.


Hal ini dikarenakan tenaga kerja dapat menghasilkan output yang sama
dengan jam kerja yang digunakan lebih sedikit.

Lama bekerja yang digunakan dalam penghitungan produktivitas


tenaga kerja penuh adalah 40 jam per minggu. Pada tahun 2016, capaian
produktivitas ekuivalen tenaga kerja Indonesia sedikit dibawah capaian
produktivitas tenaga kerjanya. Hal ini menunjukkan bahwa tenaga kerja
Indonesia sudah bekerja efektif, dimana terlihat dari lama bekerja tenaga
kerja di Indonesia. Rata-rata jam kerja di Indonesia pada tahun 2016
sebesar 40,58 jam per minggu. Tren produktivitas ekuivalen tenaga kerja
di Indonesia cenderung sama dari tahun ke tahunnya. Kecuali tahun
2013, produktivitas tenaga kerja Indonesia memiliki capaian lebih tinggi
dibandingkan produktivitas tenaga kerjanya. Maka dapat disimpulkan
bahwa tenaga kerja di Indonesia sudah bekerja secara efektif.

Gambar 3.7
Produktivitas Tenaga Kerja dan Produktivitas Tenaga Kerja Penuh
(Juta Rupiah per Tenaga Kerja per Tahun), 2011-2016

Sumber: BPS, hasil olah Produk Domestik Bruto (PDB) dan Survei Angkatan Kerja Nasional
(Sakernas)

34
PENGUKURAN PRODUKTIVITAS NASIONAL DAN REGIONAL 2017
TENAGA KERJA DAN KESEMPATAN KERJA MENINGKAT 3

3.5 Produktivitas Jam Kerja Meningkat

Pengukuran produktivitas yang ketiga adalah produktivitas jam kerja.


Pengukuran ini merupakan lanjutan dari dua pengukuran produktivitas
sebelumnya. Antara jumlah jam kerja dan output yang dihasilkan terjadi
hubungan yang nonlinier. Penambahan jam kerja tidak serta merta
meningkatkan output yang dihasilkan. Pada saat jam kerja berada
di bawah normal, penambahan output akan bergerak proporsional
dengan penambahan jam kerja. Namun pada saat jam kerja di atas batas
normal, output akan berkurang seiring dengan bertambahnya jam kerja.
Bahkan Pencavel (2014) menyatakan bahwa jam kerja yang melebihi
batas normal dapat berakibat pada kesalahan dan kecelakaan kerja.
Gambar 3.8. menunjukan produktivitas jam kerja nasional dari tahun
2011 hingga tahun 2016.

Gambar 3.8
Produktivitas Jam Kerja (Rupiah per Jam), 2011-2016

Sumber: BPS, hasil olah Produk Domestik Bruto (PDB) dan Survei Angkatan Kerja Nasional
(Sakernas)

35
PENGUKURAN PRODUKTIVITAS NASIONAL DAN REGIONAL 2017
3 TENAGA KERJA DAN KESEMPATAN KERJA MENINGKAT

Hasil penghitungan produktivitas jam kerja menunjukan pola yang


hampir sama dengan produktivitas tenaga kerja penuh. Pola produktivitas
jam kerja pada tahun 2011-2016 mengalami peningkatan dari tahun
ke tahun, kecuali pada tahun 2014 yang mengalami penurunan. Pada
tahun 2016, produktivitas jam kerja nasional sebesar Rp 38.171 per jam
per tenaga kerja meningkat dari Rp 36.854 per jam per tenaga kerja pada
tahun 2015. Peningkatan ini mengindikasikan efisiensi penggunaan jam
kerja oleh tenaga kerja yang semakin baik.

Pertumbuhan produktivitas jam kerja pada tahun 2016 mencapai


3,57 persen, meningkat jika dibandingkan dengan tahun sebelumnya
dengan pertumbuhan sebesar 2,46 persen. Percepatan ini disebabkan
oleh peningkatan output yang cukup tinggi, dimana dengan durasi
jam kerja yang tidak jauh berbeda tenaga kerja mampu menghasilkan
output yang lebih tinggi (Gambar 3.9).

Gambar 3.9
Rata-rata Jam Kerja per Minggu, 2011-2016

Sumber: BPS, hasil olah Survei Angkatan Kerja Nasional (Sakernas) Agustus 2016

36
PENGUKURAN PRODUKTIVITAS NASIONAL DAN REGIONAL 2017
TENAGA KERJA DAN KESEMPATAN KERJA MENINGKAT 3
Jam kerja adalah salah satu faktor penentu dari efisiensi kerja dan
produktivitas tenaga kerja. International Labour Organization (ILO) telah
menetapkan batas jam kerja bagi pegawai dan karyawan kantor sebesar
8 jam per hari. Indonesia sendiri juga sudah menetapkan jam kerja ideal
di Indonesia selama 40 jam per minggu, sesuai dengan Undang-undang
Republik Indonesia Nomor 13 Tahun 2003 tentang ketenagakerjaan.
Pada pasal 77 ayat 1, UU No.13/2003 tercantum bahwa ketentuan jam
kerja ini telah diatur dalam 2 sistem yaitu:
• 7 jam kerja dalam 1 hari atau 40 jam kerja dalam 1 minggu untuk 6
hari kerja dalam 1 minggu; atau
• 8 jam kerja dalam 1 hari atau 40 jam kerja dalam 1 minggu untuk 5
hari kerja dalam 1 minggu.

Gambar 3.10

Persentase Tenaga Kerja Menurut Kategori Jam Kerja, 2011-2016

Sumber: BPS, hasil olah Survei Angkatan Kerja Nasional (Sakernas) Agustus 2011-2016

Pada tahun 2016, terjadi peningkatan tenaga kerja dengan jam kerja 40
jam per minggu dari 6,58 persen menjadi 6,79 persen jika dibandingkan
dengan tahun 2015, seperti ditunjukan pada Gambar 10. Namun, pada

37
PENGUKURAN PRODUKTIVITAS NASIONAL DAN REGIONAL 2017
3 TENAGA KERJA DAN KESEMPATAN KERJA MENINGKAT

tahun ini masih terdapat 49,95 persen tenaga kerja yang bekerja lebih
dari 40 jam per minggu. Hal ini perlu diulas mengingat Shepard dan
Clifton dalam J.KODZ dkk (2000) menyatakan bahwa lamanya jam kerja
seseorang, dapat menurunkan produktivitasnya serta berpengaruh
terhadap motivasi dari individu tersebut untuk bekerja.

Peluang dan Tantangan dalam


3.6 Meningkatkan Produktivitas

Peningkatan produktivitas tenaga kerja dapat dilakukan melalui


berbagai cara. Beberapa diantaranya dilakukan dengan meningkatkan
output dengan jumlah modal manusia yang sama, meningkatkan
kualitas modal manusia dengan pemanfaatan teknologi, meningkatkan
efisiensi waktu dan biaya dalam proses produksi, atau dapat juga dengan
penambahan investasi.

Indonesia diberkahi demografi yang mendukung dan pasar domestik


yang besar. Menurut World Economic Forum (WEF), Indonesia berada di
peringkat ke 10 sebagai negara dengan ukuran pasar terbesar di dunia.
Sementara itu, sejak tahun 2012 Indonesia sudah memasuki masa
bonus demografi. Tentunya hal tersebut menjadi peluang investasi
bagi Indonesia untuk terus meningkatkan output barang dan jasa.
Berdasarkan data dari Badan Koordinasi Penanaman Modal (BKPM),
realisasi penanaman modal asing di Indonesia cenderung mengalami
peningkatan dalam kurun waktu tujuh tahun terakhir (Gambar 3.11).

Pada tahun 2016, realisasi penanaman modal asing di Indonesia sudah


mencapai 28.964 Juta US$. Penanaman modal asing tersebar baik
di sektor primer, sekunder, maupun tersier. Penanaman modal asing
tertinggi terjadi di sektor sekunder, yang mencapai 57,61 persen.
Sementara itu, realisasi penanaman modal asing pada subsektor Industri
Logam, Mesin & Elektronik mencapai 13,45 persen dari seluruh realisasi
penanaman modal di Indonesia.

38
PENGUKURAN PRODUKTIVITAS NASIONAL DAN REGIONAL 2017
TENAGA KERJA DAN KESEMPATAN KERJA MENINGKAT 3
Gambar 3.11
Realisasi Penanaman Modal Asing (Juta US$), 2010-2016

Sumber: Laporan Kegiatan Penanaman Modal, http://www.bkpm.go.id/id/investasi-di-


indonesia/statistik

Selain investasi, ketersediaan infrastruktur seperti sarana transportasi,


teknologi informasi dan komunikasi juga merupakan faktor penting
yang mendukung peningkatan produktivitas, baik dari sisi input
maupun output. Dari sisi output, infrastruktur merupakan hal penting
dalam menunjang proses produksi dan distribusi yang nantinya akan
berdampak pada peningkatan output. Dari sisi input tenaga kerja,
infrastruktur transportasi, teknologi informasi dan komunikasi juga
merupakan sarana untuk meningkatkan mobilitas dan konektivitas
tenaga kerja. Kualitas infrastruktur Indonesia hingga saat ini masih terus
mengalami perbaikan, terlihat dari panjang jalan beraspal pada tahun
2015 yang sudah mencapai 523.974 km, meningkat sebesar 1,1 persen
jika dibandingkan dengan tahun sebelumnya (Gambar 3.12).

39
PENGUKURAN PRODUKTIVITAS NASIONAL DAN REGIONAL 2017
3 TENAGA KERJA DAN KESEMPATAN KERJA MENINGKAT

Gambar 3.12
Panjang Jalan Beraspal (Km), 2011-2015

Sumber : Kementerian Pekerjaan Umum dan Dinas Pekerjaan Umum Pemerintah Provinsi/
Kabupaten/Kota

Ketimpangan infrastruktur masih sangat terasa pada tingkat provinsi. Hal


ini ditunjukan oleh panjang jalan masih belum merata di tiap provinsi.
Berdasarkan publikasi Statistik Indonesia 2017, panjang jalan di wilayah
Indonesia timur yaitu Maluku, Maluku Utara, dan Papua Barat belum
mencapai 10 ribu kilometer. Hal ini sangat berbeda dengan wilayah
Indonesia barat. Jika dilihat dari proporsi luas wilayahnya, jumlah
panjang jalan di wilayah Indonesia barat masih jauh lebih besar. Hal ini
menjadi tantangan tersendiri untuk meningkatkan produktivitas.

Manusia merupakan modal yang penting dalam produktivitas tenaga


kerja. Modal manusia yang dimaksud adalah pengetahuan dan
keahlian yang diperoleh para pekerja melalui pendidikan, pelatihan dan
pengalaman (Mankiw, 2011). Sesuai dengan pendapat tersebut, bonus
demografi yang terjadi di Indonesia merupakan salah satu peluang emas
pembangunan, khususnya di bidang ekonomi. Dengan dominasi jumlah

40
PENGUKURAN PRODUKTIVITAS NASIONAL DAN REGIONAL 2017
TENAGA KERJA DAN KESEMPATAN KERJA MENINGKAT 3
penduduk produktif yang diselaraskan dengan peningkatan kualitas
SDM melalui pendidikan dan pelatihan serta pembangunan infrastruktur,
akan memberikan keunggulan bagi Indonesia dalam bersaing di tataran
global. Namun, jika bonus demografi ini tidak terkelola dengan baik,
seperti kurangnya lapangan pekerjaan, akan berdampak buruk pada
perekonomian Indonesia, seperti meningkatnya pengangguran dan
kemiskinan. Untuk mencegah dampak buruk tersebut, datangnya bonus
demografi harus disiapkan dan dimanfaatkan semaksimal mungkin.

Tantangan lain dalam menghadapi bonus demografi adalah perbedaan


bonus demografi antarwilayah di Indonesia. DKI Jakarta misalnya, sudah
menikmati bonus demografi sejak tahun 1980an. Faktornya karena
migrasi, usia produktif dari luar masuk ke Jakarta. Dampaknya, daerah
pengirim migran akan kehilangan usia produktif, seperti Nusa Tenggara
Timur. Dampak bonus demografi akan menjadi peluang jika pasar
tenaga kerja dapat dikelola dengan baik, karena pertumbuhan ekonomi
ditopang oleh peningkatan jumlah penduduk yang produktif.

Tantangan peningkatan produktivitas juga muncul dari aspek spasial.


Disparitas antarwilayah yang masih cukup lebar sulit untuk mewujudkan
produktivitas yang konvergen antarwilayah. Setiap wilayah memiliki
sektor unggulan masing-masing dengan karakteristik yang berbeda-
beda. Bagi wilayah yang menjadi sentra mineral seperti minyak dan
gas bumi, produktivitasnya akan sangat tinggi dibandingkan wilayah
yang menjadi sentra pertanian. Selain itu, setiap wilayah juga memiliki
kualitas SDM dan sumber daya fisik yang berbeda – beda.

Produktivitas secara spasial merupakan pokok bahasan pada bab


selanjutnya, sehingga akan tergambarkan perbedaan output setiap
tenaga kerja di masing-masing wilayah. Perbedaan produktivitas
antarwilayah juga menggambarkan bagaimana ketersediaan unsur
penunjang yang telah dibangun, seperti infrastruktur untuk mobilitas
pekerja dan untuk menjamin kualitas pekerja. Produktivitas juga
dipengaruhi oleh sarana dan prasarana pendidikan, pelatihan dan
kesehatan. Sarana-sarana ini dapat membantu dalam meningkatkan
keterampilan atau kapabilitas pekerja.

41
PENGUKURAN PRODUKTIVITAS NASIONAL DAN REGIONAL 2017
3 TENAGA KERJA DAN KESEMPATAN KERJA MENINGKAT

Kualitas SDM dapat dilihat dari Indeks Pembangunan Manusia (IPM) yang
diukur berdasarkan capaian pendidikan, kesehatan, dan standar hidup
layak. Status pembangunan manusia di Indonesia pada tahun 2016
sudah memasuki kategori tinggi. Namun, kondisi tersebut belum merata
di seluruh provinsi, masih ada provinsi dengan kategori pembangunan
manusia rendah. Disparitas pembangunan manusia yang paling
mencolok terjadi di Papua, sementara pembangunan manusia terendah
terjadi di Provinsi Sulawesi Barat (Gambar 3.13). Dengan perbedaan
kualitas SDM tersebut, produktivitas tenaga kerja antar wilayah akan
bervariasi.

Gambar 3.13

Disparitas IPM Menurut Provinsi, 2016

Sumber: BPS, Publikasi Indeks Pembangunan Manusia 2016 (2017)

42
PENGUKURAN PRODUKTIVITAS NASIONAL DAN REGIONAL 2017
TENAGA KERJA DAN KESEMPATAN KERJA MENINGKAT 3
Kualitas SDM dalam produktivitas tidak terlepas dari pengaruh sarana
dan prasarana pendidikan, pelatihan, dan kesehatan. Sarana dan
prasarana ini akan membantu dalam meningkatkan keahlian dan
kapabilitas pekerja. Salah satu indikator yang dapat dijadikan acuan
dalam menggambarkan keberadaan sarana pendidikan dan pelatihan
adalah jumlah Balai Latihan Kerja (BLK). Pada tahun 2017, jumlah BLK yang
tersebar di seluruh Indonesia mencapai 301 BLK. Seluruh provinsi sudah
memiliki BLK meskipun tidak proporsional dengan jumlah kabupaten/
kota di masing-masing provinsi. Tahun 2017 ini, BLK terbanyak berada
di Provinsi Jawa Tengah dengan jumlah BLK sebanyak 33 (Gambar 3.14).
Keberadaan dan fungsi BLK ini menjadi tantangan tersendiri dalam
peningkatan produktivitas tenaga kerja Indonesia.

Gambar 3.14

Jumlah BLK Menurut Provinsi, 2017

Sumber: http://www.binalattas.info

Selain ketersediaan sarana pelatihan, partisipasi untuk mengikuti


pelatihan tersebut juga menentukan keberhasilan dari pencapaian
kualitas tenaga kerja yang lebih baik. Data Survei Angkatan Kerja Nasional
2011-2016 memperlihatkan bahwa partisipasi tenaga kerja dalam
mengikuti pelatihan dan memperoleh sertifikat meningkat dari tahun

43
PENGUKURAN PRODUKTIVITAS NASIONAL DAN REGIONAL 2017
3 TENAGA KERJA DAN KESEMPATAN KERJA MENINGKAT

ke tahun (Gambar 3.15). Pada tahun 2016, 12,30 persen tenaga kerja
pernah mengikuti pelatihan dan memperoleh sertifikat. Peningkatan ini
tentunya memberikan sinyal positif, peningkatan kualitas tenaga kerja
bukan lagi sekedar harapan. Menariknya, tenaga kerja yang pernah
mengikuti pelatihan serta memperoleh sertifikat dengan pendidikan
SD ke bawah meningkat dari tahun ke tahunnya (Gambar 3.16). Sinyal
positif kembali muncul, dimana dengan pendidikan rendah mereka
dapat memiliki kualitas yang tinggi sebagai tenaga kerja.

Gambar 3.15

Persentase Tenaga Kerja yang Pernah Mengikuti Pelatihan dan Memperoleh Sertifikat,
2011-2016

Sumber: BPS, hasil olah Survei Angkatan Kerja Nasional (Sakernas) Agustus 2011-2016

Di sisi lain, ketersediaan sarana kesehatan menunjang kesehatan jasmani


tenaga kerja dalam menciptakan barang dan jasa. Menurut UNDP (1996),
produktivitas tenaga kerja di negara berkembang sangat dipengaruhi
oleh tingkat kesehatan dan nutrisi. Keberadaan sarana kesehatan dan
prasarana kesehatan pada tingkat regional, secara tidak langsung sangat
mendukung produktivitas tenaga kerja. Sarana dan prasarana kesehatan
dapat dilihat dari ketersediaan jumlah rumah sakit umum, rumah sakit
bersalin, dan puskesmas di masing-masing provinsi.

44
PENGUKURAN PRODUKTIVITAS NASIONAL DAN REGIONAL 2017
TENAGA KERJA DAN KESEMPATAN KERJA MENINGKAT 3
Gambar 3.16
Persentase Tenaga Kerja yang Pernah Mengikuti Pelatihan dan Memperoleh Sertifikat
Menurut Pendidikan yang Ditamatkan, 2011-2016

Sumber: BPS, hasil olah Survei Angkatan Kerja Nasional (Sakernas) Agustus 2014-2016

Sarana dan prasarana kesehatan di Indonesia masih belum merata


antarprovinsi. Terlihat jumlah sarana kesehatan baik rumah sakit umum,
rumah sakit bersalin, maupun puskesmas masih berpusat di Pulau Jawa
dan beberapa provinsi besar (Gambar 3.17). Jika dilihat dari rasio antara
rumah sakit dan jumlah penduduk, beban setiap rumah sakit di masing-
masing provinsi juga belum merata. Semakin tinggi rasionya, maka perlu
peningkatan sarana kesehatan guna menunjang produktivitasnya. Rasio
jumlah penduduk dengan rumah sakit terendah terjadi di Provinsi Papua.
Sebagai faktor input, sarana kesehatan di Provinsi Papua dianggap sudah
lebih layak jika dibandingkan propinsi lain, tetapi infrastruktur lainnya
harus ditingkatkan agar bisa meningkatkan produktivitas di provinsi ini.

45
PENGUKURAN PRODUKTIVITAS NASIONAL DAN REGIONAL 2017
3 TENAGA KERJA DAN KESEMPATAN KERJA MENINGKAT

Gambar 3.17

Jumlah Rumah Sakit Umum, Rumah Sakit Bersalin, dan Puskesman Menurut Provinsi, 2015

Sumber: Profil Kesehatan Indonesia, Kementerian Kesehatan, 2015

Gambar 3.18

Rasio Jumlah Penduduk-Rumah Sakit Menurut Provinsi, 2015

Sumber: diolah dari Profil Kesehatan Indonesia-Kementerian Kesehatan, Profil Penduduk


Indonesia hasil Survei Penduduk Antar Sensus 2015 (SUPAS2015)-BPS Tahun 2015

46
PENGUKURAN PRODUKTIVITAS NASIONAL DAN REGIONAL 2017
TENAGA KERJA DAN KESEMPATAN KERJA MENINGKAT 3
Tantangan lain dalam peningkatan produktivitas Indonesia adalah
tingkat korupsi di Indonesia yang masih tinggi. Tingginya tingkat korupsi
menghambat upaya peningkatan produktivitas di suatu wilayah. Hingga
saat ini, belum ada indikator yang bisa menggambarkan tingkat korupsi
Indonesia secara nyata. Pendekatan untuk indikator tingkat korupsi ini
adalah dengan Indeks Perilaku Anti Korupsi (IPAK). IPAK mulai dihitung
sejak tahun 2012. IPAK menggambarkan tingkat permisif masyarakat
Indonesia terhadap perilaku korupsi, dimana tingkat permisifitas ini
didasarkan dari pendapat dan pengalaman masyarakat dengan layanan
publik dalam hal perilaku penyuapan, pemerasan, dan nepotisme.

Gambar 3.19

Indeks Perilaku Anti Korupsi

Sumber: BPS

IPAK memiliki skala 0-5, dimana semakin tinggi angka IPAK maka semakin
tinggi pula tingkat anti korupsinya. IPAK pada tahun 2017 mencapai 3,71
dimana peningkatannya mencapai 3,34 persen. Meskipun meningkat,
IPAK pada tahun 2017 masih pada kategori yang sama dengan tahun
2015, yaitu anti korupsi (nilai indeks 0-1,25 sangat permisif terhadap

47
PENGUKURAN PRODUKTIVITAS NASIONAL DAN REGIONAL 2017
3 TENAGA KERJA DAN KESEMPATAN KERJA MENINGKAT

korupsi, 1,26-2,50 permisif terhadap korupsi, 2,51-3,75 anti korupsi, dan


3,76-5,00 sangat anti korupsi). Masih seringnya kasus korupsi yang terjadi
di Indonesia merupakan tantangan tersendiri dalam upaya peningkatan
produktivitas.

Ketergantungan Indonesia terhadap impor juga semakin menurun.


Proporsi impor Indonesia terhadap PDB pada tahun 2016 sudah berada
pada level 14,38 persen. Proporsi ini menurun mulai tahun 2012.
Dengan pola yang terus menurun ini, diharapkan penggunaan produk –
produk di negeri sendiri akan semakin meningkat. Hal ini akan memacu
peningkatan output dan kualitas produk-produk Indonesia, dan pada
akhirnya akan meningkatkan produktivitas.

World Economic Forum (WEF) mengumumkan daya saing Indonesia


berada pada peringkat 36 dari 137 negara. WEF pada tahun 2017
menyusun pilar-pilar pengukuran daya saing dari masing-masing
negara. Keduabelas pilar pengukuran daya saing yang digunakan
oleh WEF antara lain 1) Pemerintah, 2) Infrastruktur, 3) Macroeconomic
Environment, 4) Kesehatan dan Pendidikan Dasar, 5) Pendidikan Tinggi
dan Pelatihan, 6) Goods Market Efficiency, 7) Labor Market Efficiency, 8)
Financial Market Development, 9) Kesiapan Teknologi, 10) Market Size,
11) Business Sophistication, dan 12) Inovasi. Indonesia harus dapat
memanfaatkan peluang ini dengan dengan meningkatkan produktivitas
dan daya saing bangsa.

Daya saing ekonomi Indonesia dapat ditingkatkan melalui peningkatan


produktivitas tenaga kerja. Oleh sebab itu perlu dilakukan upaya
perbaikan kualitas sumber daya manusia di Indonesia. Salah satunya
adalah upaya peningkatan pendidikan, keahlian, dan keterampilan
yang mampu menjawab tantangan dunia kerja saat ini. Disamping
itu, pemetaan permintaan dan penawaran tenaga kerja juga sangat
diperlukan, agar angkatan kerja Indonesia dapat tertampung dan
bersaing pada pekerjaan yang tepat.

48
PENGUKURAN PRODUKTIVITAS NASIONAL DAN REGIONAL 2017
4
PRODUKTIVITAS
REGIONAL
BELUM MERATA
4 PRODUKTIVITAS REGIONAL BELUM MERATA

50
PENGUKURAN PRODUKTIVITAS NASIONAL DAN REGIONAL 2017
PRODUKTIVITAS REGIONAL BELUM MERATA 4

Produktivitas
4 Regional
Belum Merata

Produktivitas tenaga kerja menggambarkan kinerja pengelolaan tenaga


kerja dalam menghasilkan suatu output. Semakin tinggi produktivitas
tenaga kerja pada suatu usaha/perusahaan, menunjukkan semakin
tinggi efisiensi pemanfaatan tenaga kerja pada usaha/perusahaan
tersebut. Selain itu, produktivitas tenaga kerja juga merupakan salah
satu indikator penting dalam aktivitas ekonomi yang dapat dijadikan
pendorong atau daya ungkit pertumbuhan ekonomi nasional dalam
jangka panjang. Produktivitas tenaga kerja nasional dibangun dari
produktivitas tenaga kerja regional dan sektoral. Pada bab ini akan
dibahas mengenai gambaran produktivitas tenaga kerja regional dalam
membentuk produktivitas nasional di Indonesia.

Sebagian Besar Provinsi


4.1 Memiliki Produktivitas di Bawah Nasional

Produktivitas tenaga kerja merupakan salah satu fokus utama pemerintah


yang tercantum dalam agenda prioritas program Nawacita. Hal ini
dilakukan karena dalam kurun waktu 2011-2016, telah terjadi perlambatan
perekonomian Indonesia yang tercermin dalam pertumbuhan ekonomi
pada tahun 2011 sebesar 6,17 persen menjadi 5,02 persen pada tahun
2016. Namun, perekonomian Indonesia pada tahun 2016 mengalami
peningkatan jika dibandingkan tahun 2015. Peningkatan perekonomian
Indonesia pada tahun 2016 dibanding tahun sebelumnya salah satunya
didorong oleh jumlah tenaga kerja yang terus meningkat. Jumlah
tenaga kerja yang terserap pada tahun 2016 meningkat 9,47 persen

51
PENGUKURAN PRODUKTIVITAS NASIONAL DAN REGIONAL 2017
4 PRODUKTIVITAS REGIONAL BELUM MERATA

dibandingkan tahun 2011. Peningkatan jumlah tenaga kerja yang


terserap pada tahun 2016 juga merupakan peningkatan tertinggi jika
dibandingkan dengan tahun-tahun sebelumnya. Peningkatan jumlah
tenaga kerja dari tahun 2015 mencapai 3,13 persen.

Gambar 4.1

Produktivitas Tenaga Kerja menurut Provinsi (Juta Rupiah per Tenaga Kerja per Tahun),
2015-2016

Sumber: BPS, hasil olah Produk Domestik Bruto (PDB) dan Survei Angkatan Kerja Nasional
(Sakernas)

52
PENGUKURAN PRODUKTIVITAS NASIONAL DAN REGIONAL 2017
PRODUKTIVITAS REGIONAL BELUM MERATA 4
Produktivitas tenaga kerja Indonesia pada kurun waktu 2011-2016
terus menunjukkan peningkatan. Produktivitas tenaga kerja nasional
pada tahun 2016 sebesar Rp 79,66 juta per tenaga kerja per tahun, atau
meningkat sebesar 18,24 persen dari tahun 2011. Hal ini mengindikasikan
bahwa kualitas tenaga kerja di Indonesia terus mengalami peningkatan.
Secara regional, pada tahun 2016 terdapat delapan provinsi di Indonesia
yang memiliki produktivitas tenaga kerja di atas angka nasional, yaitu
Provinsi DKI Jakarta (Rp 316,62 juta), Provinsi Kalimantan Timur (Rp 277,62
juta), Provinsi Kepulauan Riau (Rp 189,49 juta), Provinsi Kalimantan Utara
(Rp 187,13 juta), Provinsi Riau (Rp 165,95 juta), Provinsi Papua Barat
(Rp 135,98 juta), Provinsi Papua (Rp 85,60 juta), dan Provinsi Jambi (Rp
80,33 juta). Produktivitas tenaga kerja terendah terjadi di Provinsi Nusa
Tenggara Timur dengan angka produktivitas tenaga kerja sebesar Rp
26,25 juta per tenaga kerja per tahun.

Pada tahun 2016, Provinsi DKI Jakarta menduduki peringkat teratas dalam
capaian produktivitas tenaga kerja, menggeser Provinsi Kalimantan
Timur yang menduduki peringkat teratas pada tahun 2015. Provinsi DKI
Jakarta merupakan kontributor terbesar dalam PDB Indonesia dengan
nilai PDRB sebesar Rp 1.539,38 triliun. Selain sebagai ibukota negara,
hampir seluruh kegiatan ekonomi berpusat di provinsi ini. Tiga kategori
lapangan usaha yang memberikan kontribusi terbesar dalam PDRB
provinsi ini adalah kategori lapangan usaha Perdagangan Besar dan
Eceran; Reparasi Mobil dan Sepeda Motor (G); Konstruksi (F); dan Industri
Pengolahan (C), dengan nilai kontribusi untuk masing-masing kategori
lapangan usaha tersebut sebesar 15,97 persen, 12,89 persen, dan 12,58
persen.

Provinsi DKI Jakarta memperoleh kontribusi PDRB terbesar dari


kategori lapangan usaha Perdagangan Besar dan Eceran; Reparasi
Mobil dan Sepeda Motor (Kategori G), terlihat dari keberadaan pusat
perdagangan tersebar di seluruh penjuru provinsi ini. Kategori lain
yang menjadi kontributor terbesar berikutnya dalam PDRB Provinsi
DKI Jakarta adalah kategori lapangan usaha Konstruksi (Kategori
F). Pembangunan infrastruktur khususnya yang berkaitan dengan
transportasi umum yang dilaksanakan pada tahun 2016 di ibu kota
mendongkrak kontribusi kategori lapangan usaha ini terhadap PDRB.

53
PENGUKURAN PRODUKTIVITAS NASIONAL DAN REGIONAL 2017
4 PRODUKTIVITAS REGIONAL BELUM MERATA

Gambar 4.2

Konstribusi PDRB Berdasarkan Kategori Lapangan Usaha di Provinsi DKI Jakarta (persen), 2016

Sumber: BPS, hasil olah PDB 2016

Keterangan

A : Pertanian, Perkebunan, dan Perikanan J : Informasi dan Komunikasi


B : Pertambangan dan Penggalian K : Jasa Keuangan
C : Industri Pengolahan L : Real Estat
D : Pengadaan Listrik dan Gas M, N : Jasa Perusahaan
E : Pengadaan Air, Pengelolaan Sampah, Limbah, dan O : Administrasi Pemerintahan, Pertahanan, dan
Daur Ulang Jaminan Sosial Wajib
F : Konstruksi P : Jasa Pendidikan
G : Perdagangan Besar dan Eceran; Reparasi Mobil dan
Q : Jasa Kesehatan dan Kegiatan Sosial
Sepeda Motor
H : Transportasi dan Pergudangan R,S,T,U : Jasa Lainnya
I : Penyediaan Akomodasi dan Makan Minum

54
PENGUKURAN PRODUKTIVITAS NASIONAL DAN REGIONAL 2017
PRODUKTIVITAS REGIONAL BELUM MERATA 4
Pembangunan tersebut antara lain penyelesaian beberapa jalur koridor
bus Transjakarta, pembangunan flyover dan underpass di beberapa
lokasi, serta pembangunan MRT (Mass Rapid Transit) dan LRT (Light
Rapid Transit). Sementara itu dari sisi industri pengolahan, beberapa
kawasan industri di DKI Jakarta juga berkontribusi besar dalam PDRB
provinsi ini, salah satunya adalah Kawasan Berikat Nusantara (KBN)
yang berada di Jakarta Utara dan Jakarta Industrial Estate Pulo Gadung
yang berada di Jakarta Timur.

Provinsi DKI Jakarta memiliki potensi sumber daya manusia yang


menjanjikan, dimana persentase tenaga kerja dengan pendidikan
SMA ke atas mencapai 67,01 persen. Persentase ini sedikit menurun
jika dibandingkan dengan tahun sebelumnya yang mencapai
67,12 persen. Sementara itu jika dilihat dari sisi penduduk, proporsi
tenaga kerja di Provinsi DKI adalah sebesar 47,42 persen dari jumlah
penduduknya. Di sisi lain, nilai tambah terhadap output (dalam hal ini
PDRB) di Provinsi DKI Jakarta tidak sepenuhnya dihasilkan oleh tenaga
kerja di provinsi ini, melainkan dihasilkan oleh gabungan tenaga kerja
Provinsi DKI Jakarta dan tenaga kerja provinsi disekitarnya, atau lebih
dikenal dengan pekerja komuter. Hal ini merupakan fenomena menarik
tentang tenaga kerja yang terjadi di provinsi ini.

Pekerja komuter adalah pekerja yang melakukan kegiatan bekerja


di luar kabupaten/kota tempat tinggal dan secara rutin pergi dan
pulang (PP) ke tempat tinggal pada hari yang sama. Survei komuter
Jabodetabek pada tahun 2014 mencatat penduduk DKI Jakarta
di siang hari bertambah sebanyak 1,38 juta orang. Kondisi ini
menggambarkan Provinsi DKI Jakarta kedatangan pekerja komuter
kurang lebih sebanyak 1,38 juta orang dengan tujuan untuk bekerja
setiap harinya.

55
PENGUKURAN PRODUKTIVITAS NASIONAL DAN REGIONAL 2017
4 PRODUKTIVITAS REGIONAL BELUM MERATA

Provinsi Kalimantan Timur berada di posisi kedua dalam capaian


produktivitas tenaga kerja. Pada tahun 2016 produktivitas tenaga kerja
di provinsi ini mencapai 277,62 juta rupiah per tenaga kerja per tahun.
Nilai PDRB Provinsi Kalimantan Timur pada tahun yang sama sebesar
438,98triliun rupiah. Provinsi ini kaya akan hasil tambang, seperti minyak
bumi, gas alam, dan batu bara. Hal ini selaras dengan nilai PDRB, dimana
kontribusi kategori lapangan usaha Pertambangan dan Penggalian
(Kategori B) mencapai 48,44 persen dari keseluruhan PDRB provinsi ini.
Kategori lapangan usaha ini terkonsentrasi di Kabupaten Kutai Timur,
tepatnya di Kota Sangatta. Kabupaten ini merupakan pusat penambangan
batubara terbesar di Provinsi Kalimantan Timur. Bahkan, Kota Sangatta
sendiri merupakan tempat tambang batu bara terbuka terbesar di dunia.
Selain batubara, di kabupaten ini juga terdapat ekplorasi minyak bumi
yang dilakukan oleh PT. Pertamina (persero). Selain kategori lapangan
usaha tersebut, kategori lapangan usaha Industri Pengolahan (C) juga
memiliki kontribusi yang cukup besar hingga 21,35 persen dari PDRB
provinsi. Sementara itu, Provinsi Kalimantan Timur pada tahun 2016
memiliki tenaga kerja berjumlah 1,58 juta orang. Sekitar 52,61 persen
dari tenaga kerja tersebut merupakan tenaga kerja dengan pendidikan
SMA ke atas. Hal ini menunjukan bahwa walaupun jumlah tenaga kerja
relatif kecil, namun jika berkualitas akan menghasilkan output yang
maksimum.

Posisi Kalimantan Timur tergeser oleh DKI Jakarta disebabkan oleh


pertumbuhan ekonomi di Kalimantan Timur sangat bergantung pada
kondisi perekonomian global. Kondisi perekonomian global tahun
2016 belum menunjukkan perbaikan yang berarti. Indikasi ini terlihat
dari pertumbuhan ekonomi dunia dan beberapa negara maju yang
hanya sedikit mengalami percepatan dari tahun sebelumnya. Selama
periode 2011-2016, pertumbuhan ekonomi dunia melambat dari 4,3
persen menjadi 3,2 persen. Demikian juga dengan beberapa negara
mitra dagang utama dan negara tujuan ekspor terbesar Indonesia
seperti Tiongkok, Jepang, Amerika Serikat, dan Singapura yang terlihat
fluktuatif dan tidak stabil. Perekonomian Provinsi Kalimantan Timur ini
masih mengandalkan ekspor hasil tambang (batu bara). Sehingga, pada
saat kondisi perekonomian dunia menurun, pertumbuhan ekonomi di
Kalimantan Timur juga menurun. Hal ini disebabkan saat perekonomian

56
PENGUKURAN PRODUKTIVITAS NASIONAL DAN REGIONAL 2017
PRODUKTIVITAS REGIONAL BELUM MERATA 4
dunia menurun, volume perdagangan menurun dan permintaan
komoditas juga menurun, bahkan harga batubara mencapai titik
terendah. Harga komoditas ini di bursa ekspor mengalami penurunan
hampir 50 persen selama periode 2011-2016, yaitu dari 118,4 US$/ton
menjadi 61,8 US$/ton dengan volume ekspor batubara yang mengalami
penurunan sebesar 12,25 persen dibandingkan tahun sebelumnya. Selain
itu, pertumbuhan ekonomi mengalami kontraksi yang dipengaruhi oleh
penurunan kategori lapangan usaha Pertambangan dan Penggalian
(Kategori B). Gambar 4.3. menunjukkan pertumbuhan ekonomi yang
mengalami kontraksi di beberapa negara.

Gambar 4.3

Pertumbuhan PDB Indonesia dan Beberapa Negara di Dunia, 2011-2016*)

*)
Angka Prediksi

Sumber: IMF World Economic Outlook, Oktober 2017

57
PENGUKURAN PRODUKTIVITAS NASIONAL DAN REGIONAL 2017
4 PRODUKTIVITAS REGIONAL BELUM MERATA

Berada satu tingkat di bawah Provinsi Kalimantan Timur, Provinsi


Kepulauan Riau memiliki nilai produktivitas tenaga kerja sebesar
Rp 189,49 juta rupiah per tenaga kerja per tahun. Sama seperti halnya
provinsi Kalimantan Timur, pada tahun 2016 provinsi ini memiliki PDRB
yang relatif tinggi namun jumlah tenaga kerja yang relatif sedikit. PDRB
Provinsi Kepulauan Riau pada tahun 2016 mencapai Rp 458,99triliun
rupiah. Perekonomian provinsi ini ditopang oleh kategori lapangan
usaha Industri Pengolahan (C) hingga 37,75 persen. Kontributor terbesar
selanjutnya dari perekonomian di provinsi ini adalah kategori lapangan
usaha Pertambangan dan Penggalian (Kategori B) serta Konstruksi
(Kategori F) dengan nilai kontribusinya masing-masing sebesar 16,53
persen dan 17,23 persen.

Salah satu kabupaten/kota yang memberikan kontribusi besar dalam


kategori lapangan usaha industri pengolahan adalah Kota Batam yang
memiliki beberapa kawasan industri. Kontribusi PDRB kategori lapangan
usaha Industri Pengolahan kota ini sebesar 89,70 persen terhadap PDRB
Provinsi Kepulauan Riau untuk kategori lapangan usaha yang sama.
Keberadaan kawasan industri Batamindo Industrial Park dan Bintang
Industrial Park II di Kota Batam memberikan kontribusi lebih terhadap
PDRB provinsi ini. Kota Batam sendiri merupakan tempat yang cukup
strategis secara geografis, kota ini berbatasan dengan Singapura dan
Malaysia serta terletak di Selat Malaka yang merupakan jalur pelayaran
sibuk di dunia.

Selain dari kategori lapangan usaha Industri Pengolahan (Kategori C),


Pertambangan dan Penggalian (Kategori B) juga memberikan
konstribusi yang tidak sedikit. Pusat kegiatan kategori lapangan usaha
Pertambangan dan Penggalian (Kategori B) menyebar hampir di seluruh
kabupaten/kota di Provinsi Kepulauan Riau, yaitu di Kabupaten Karimun,
Bintan, Lingga, dan Kepulauan Anambas dengan komoditi unggulan
bijih besi, timah, bauksit, pasir, dan batu granit. Sedangkan, untuk
kategori lapangan usaha Konstruksi (Kategori F) terpusat di Kota Batam.
Lebih lanjut, kontribusi PDRB kategori lapangan usaha konstruksi kota
ini sebesar 65,54 persen terhadap PDRB Provinsi Kepulauan Riau untuk
kategori lapangan usaha yang sama. Hal ini dikarenakan pada tahun

58
PENGUKURAN PRODUKTIVITAS NASIONAL DAN REGIONAL 2017
PRODUKTIVITAS REGIONAL BELUM MERATA 4
yang sama, Kota Batam sedang mengerjakan empat mega proyek
pembangunan seperti pembangunan dua jalan layang dan renovasi dua
pelabuhan domestik, serta pembangunan jalan tol.

Jumlah tenaga kerja di Kepulauan Riau meningkat dari tahun ke tahun,


bahkan hingga tahun 2016 peningkatannya mencapai 12,79 persen
dari tahun 2011. Jumlah tenaga kerja di provinsi ini pada tahun 2016
mencapai 859 ribu orang. Sementara itu, tenaga kerja berpendidikan
SMA ke atas di provinsi ini sebesar 58,88 persen.

Gambar 4.4

PDRB Atas Dasar Harga Konstan 2010 Menurut Provinsi (Triliun Rupiah), 2016

*)
Angka Prediksi
Sumber: BPS

Berbeda dengan ketiga provinsi di atas, provinsi Nusa Tenggara Timur


(NTT) memiliki produktivitas tenaga kerja terendah di Indonesia. Capaian
PDRB provinsi ini sebesar 59,78 triliun rupiah. Sementara itu, jumlah
tenaga kerja di Provinsi NTT mencapai 2,28 juta orang. Jika dibandingkan

59
PENGUKURAN PRODUKTIVITAS NASIONAL DAN REGIONAL 2017
4 PRODUKTIVITAS REGIONAL BELUM MERATA

dengan provinsi Kalimantan Timur dan Kepulauan Riau, provinsi ini


memiliki jumlah tenaga kerja hampir dua kali lipatnya. Namun output
yang dihasilkan dari tenaga kerja tersebut hanya seperlima dari output
yang dihasilkan di provinsi Kalimantan Timur dan hampir sepertiganya
dibandingkan dengan output tenaga kerja di Provinsi Kepulauan Riau.

Gambar 4.5

Jumlah Tenaga Kerja Menurut Provinsi, 2016 (Juta Orang)

Sumber: BPS, hasil olah data SAKERNAS Agustus 2016

60
PENGUKURAN PRODUKTIVITAS NASIONAL DAN REGIONAL 2017
PRODUKTIVITAS REGIONAL BELUM MERATA 4
Tingginya jumlah tenaga kerja di Provinsi NTT tidak diimbangi dengan
tingginya tingkat pendidikan dari tenaga kerja. Tenaga kerja di provinsi
ini sebagian besar masih berpendidikan SMP ke bawah, dan hanya 30,89
persen dari tenaga kerja yang menyelesaikan pendidikan SMA ke atas.
Sementara itu, lebih dari 50 persen tenaga kerja masih berpendidikan
SD ke bawah. Selain itu, 53,32 persen tenaga kerja bekerja di kategori
lapangan usaha Pertanian, Kehutanan, dan Perikanan (Kategori A)
dengan nilai tambah yang tidak terlalu besar.

Pada tahun 2016, provinsi dengan jumlah tenaga kerja terbanyak masih
ditempati oleh Provinsi Jawa Barat (19,20 juta), Provinsi Jawa Timur
(19,11 juta), dan Provinsi Jawa Tengah (16,51 juta), dimana posisi ini
masih sama dengan tahun 2015. Jumlah tenaga kerja pada tahun 2016
sebagian besar mengalami peningkatan. Peningkatan tenaga kerja
pada tahun 2016 ini berjalan beriringan dengan jumlah penduduk.
Penambahan jumlah penduduk pada tahun 2016 juga mendorong
terjadinya penambahan jumlah tenaga kerja. Hal ini tercermin dari
proporsi jumlah tenaga kerja terhadap jumlah penduduk pada tahun
2016 yang mencapai 45,92 persen, meningkat sedikit dari tahun 2015
yang sudah mencapai 45,05 persen.

Tingginya jumlah tenaga kerja belum diiringi dengan tingginya tingkat


pendidikan yang ditamatkan oleh tenaga kerja tersebut. Pada tiga
provinsi dengan jumlah tenaga kerja tertinggi tersebut, sekitar 59 persen
berpendidikan SMP ke bawah. Bahkan Provinsi Jawa Tengah memiliki
tenaga kerja yang berpendidikan SMP ke bawah lebih dari 70 persen.
Sekitar 30,70 persen dari tenaga kerja tersebut bekerja pada kategori
lapangan usaha Pertanian, Perkebunan, dan Perikanan (Kategori A).
Terlepas dari fakta bahwa provinsi tersebut menempati lima besar
provinsi dengan PDRB tertinggi, jumlah tenaga kerja yang banyak
berakibat pada produktivitas tenaga kerja di ketiga provinsi tersebut
masih berada di bawah angka produktivitas nasional (Rp 79,66 juta).

61
PENGUKURAN PRODUKTIVITAS NASIONAL DAN REGIONAL 2017
4 PRODUKTIVITAS REGIONAL BELUM MERATA

Gambar 4.6

Persentase Tenaga Kerja Berpendidikan Tertinggi yang Ditamatkan Menurut Provinsi, 2016

Sumber: BPS, hasil olah data SAKERNAS Agustus 2016

Produktivitas yang tinggi memiliki kecenderungan output yang


dihasilkan tinggi dengan jumlah tenaga kerja yang cenderung sedikit.
Hal ini berarti, semakin tinggi produktivitas tenaga kerja akan berdampak
pada upah yang diterima oleh tenaga kerja. Gambar 4.6. menyajikan
hubungan sebab akibat dari produktivitas tenaga kerja dan upah yang
diterima tenaga kerja. Hubungan ini terbagi menjadi empat kuadran
terpisah, dimana:
• Kuadran I memuat provinsi-provinsi dengan produktivitas tenaga
kerja dan upah tenaga kerja yang berada di atas nasional. Provinsi
yang termasuk di dalam kuadran ini antara lain Provinsi Riau, Kep.
Riau, DKI Jakarta, Kalimantan Timur, Kalimantan Utara, dan Papua
Barat.

62
PENGUKURAN PRODUKTIVITAS NASIONAL DAN REGIONAL 2017
PRODUKTIVITAS REGIONAL BELUM MERATA 4
• Kuadran II memuat provinsi yang memiliki produktivitas tenaga
kerja di atas nasional tetapi upah tenaga kerjanya berada di bawah
upah nasional. Dua provinsi yang termasuk dalam kuadran ini adalah
Provinsi Jambi dan Provinsi Papua. Provinsi pada kuadran ini perlu
menjadi perhatian dimana produktivitas tenaga kerja sudah baik
(di atas nasional), namun apresiasi berupa upah untuk tenaga kerja
masih di bawah nasional.
• Selanjutnya, provinsi-provinsi yang berada di kuadran III adalah
provinsi-provinsi yang memiliki produktivitas tenaga kerja di bawah
nasional, serta rata-rata upah tenaga kerjanya pun berada di bawah
nasional. Provinsi yang berada di kuadran ini pada tahun 2016
berjumlah 21 provinsi, dari 15 provinsi di tahun sebelumnya. Provinsi
yang mengalami pergeseran ke dalam kuadran ini sebagian besar
berasal dari kuadran IV.
• Pada kuadran terakhir atau kuadran IV adalah provinsi-provinsi
dengan produktivitas jam kerja di bawah nasional namun rata-rata
upah tenaga kerjanya di atas nasional. Pada tahun 2016 terdapat
lima provinsi yang berada pada kuadran ini, menurun dari tahun
sebelumnya sebanyak 11 provinsi. Provinsi yang berada di kuadran
ini adalah Jawa Barat, Banten, Bali, Kalimantan Tengah, dan Sulawesi
Utara.

Jika dibandingkan dengan tahun sebelumnya, pada tahun 2016 terjadi


banyak pergeseran kuadran. Pada kuadran I dan II masing-masing
terjadi satu pergeseran provinsi pada tahun 2016. Sementara itu, pada
kuadran IV terjadi pergeseran (pengurangan) enam provinsi dari tahun
sebelumnya. Namun, di kuadran III terdapat tambahan enam provinsi
berpindah ke kuadran ini. Hal ini mengindikasikan adanya pergeseran
balas jasa yang diterima oleh pekerja pada provinsi-provinsi yang
mengalami pergeseran.

63
PENGUKURAN PRODUKTIVITAS NASIONAL DAN REGIONAL 2017
4 PRODUKTIVITAS REGIONAL BELUM MERATA

Gambar 4.7

Hubungan Produktivitas Tenaga Kerja dengan Upah Tenaga Kerja Tahun 2011,2015, dan 2016

Sumber: BPS, hasil olah Produk Domestik Bruto (PDB) dan Survei Angkatan Kerja Nasional
(Sakernas)

64
PENGUKURAN PRODUKTIVITAS NASIONAL DAN REGIONAL 2017
PRODUKTIVITAS REGIONAL BELUM MERATA 4
Produktivitas Tenaga Kerja
4.2 di Beberapa Provinsi Belum Efisien

Berbeda dengan produktivitas tenaga kerja, produktivitas ekuivalen


tenaga kerja (pekerja penuh) menggunakan input tenaga kerja yang
sudah mempertimbangkan jam kerja. Setiap orang yang bekerja selama
40 jam seminggu dianggap 1 orang. Sementara itu, tenaga kerja yang
bekerja lebih dari 40 jam seminggu, misalnya 50 jam seminggu, dianggap
50/40 atau 1,25 orang. Begitu pula sebaliknya, jika bekerja dibawah 40 jam
seminggu, sebagai contoh 30 jam per minggu, maka dianggap sebagai
30/40 atau 0,7 orang. Sehingga, ekuivalen tenaga kerja (ETK) adalah
produktivitas tenaga kerja yang sudah mempertimbangkan jam kerja dari
tenaga kerja. Semakin banyak jumlah tenaga kerja ETK artinya semakin
banyak tenaga kerja yang bekerja dengan jam kerja di atas 40 jam. Hal
ini mengindikasikan produktivitas yang semakin rendah, dikarenakan
output yang dihasilkan sama tetapi jam kerja yang digunakan lebih
banyak. Oleh sebab itu, pengukuran produktivitas ekuivalen tenaga kerja
bisa menjelaskan produktivitas dengan lebih baik.

Melalui pengukuran produktivitas ekuivalen tenaga kerja, tiga provinsi


dengan produktivitas tertinggi masih tetap dipegang oleh provinsi
Kalimantan Timur, DKI Jakarta, dan Riau. Hal ini disebabkan oleh
produktivitas tenaga kerja yang tinggi akan diimbangi dengan tingginya
produktivitas ETK. Pada tahun 2016, terdapat 9 provinsi dengan capaian
produktivitas ETK di atas capaian nasional, yaitu Provinsi Sumatera Utara,
Riau, Jambi, Kepulauan Riau, DKI Jakarta, Kalimantan Timur, Kalimantan
Utara, Papua Barat, dan Papua.

Pada tahun 2016 produktivitas tenaga kerja dan produktivitas ETK pada
level nasional tidak jauh berbeda. Produktivitas tenaga kerja indonesia
mencapai 79,66 juta rupiah per tenaga kerja per tahun, sedangkan
produktivitas ETK mencapai 78,52 juta rupiah per tenaga kerja per tahun.
Hal ini mengindikasikan bahwa tenaga kerja Indonesia masih kurang
efisien dalam bekerja sehingga produktivitasnya masih rendah. Hal ini
dapat dilihat dari jumlah jam kerja yang digunakan melebihi 40 jam,
namun nilai output yang dihasilkan relatif sama. Pada tingkat provinsi,

65
PENGUKURAN PRODUKTIVITAS NASIONAL DAN REGIONAL 2017
4 PRODUKTIVITAS REGIONAL BELUM MERATA

sebagian besar provinsi memiliki perbedaan yang cukup jauh antara


produktivitas tenaga kerja dan produktivitas ETK. Perbedaan ini bermakna
positif, dimana terdapat 22 provinsi yang memiliki capaian produktivitas
ETK lebih tinggi jika dibandingkan dengan produktivitas tenaga kerjanya.

Gambar 4.8

Produktivitas Ekuivalen Tenaga Kerja dan Produktivitas Tenaga Kerja Menurut Provinsi, 2016

Sumber: BPS, diolah dari SAKERNAS Agustus 2016

66
PENGUKURAN PRODUKTIVITAS NASIONAL DAN REGIONAL 2017
PRODUKTIVITAS REGIONAL BELUM MERATA 4
Masih Banyak Tenaga Kerja yang Bekerja
4.3 di Atas Jam Kerja Normal

Selain mengukur produktivitas tenaga kerja maupun ekuivalen tenaga


kerja (ETK), buku pengukuran produktivitas ini juga menyajikan
pengukuran produktivitas menurut jam kerja. Selaras dengan

Gambar 4.9

Produktivitas Jam Kerja Menurut Provinsi, 2015-2016

Sumber: BPS, diolah dari SAKERNAS Agustus 2016

67
PENGUKURAN PRODUKTIVITAS NASIONAL DAN REGIONAL 2017
4 PRODUKTIVITAS REGIONAL BELUM MERATA

produktivitas tenaga kerja dan ETK, produktivitas jam kerja juga


mengalami tren yang meningkat dari Rp31.980 per jam pada tahun 2011
menjadi Rp38.171 per jam pada tahun 2016. Pada tahun 2016 terdapat
9 provinsi dengan produktivitas jam kerja di atas angka nasional, yaitu
Provinsi Sumatera Utara, Riau, Jambi, Kepulauan Riau, DKI Jakarta,
Kalimantan Timur, Kalimantan Utara, Papua Barat, dan Papua. Sementara
itu produktivitas jam kerja terendah terdapat di provinsi Nusa Tenggara
Timur.

68
PENGUKURAN PRODUKTIVITAS NASIONAL DAN REGIONAL 2017
5
PRODUKTIVITAS
RENDAH MEMBAYANGI
LAPANGAN USAHA
PADAT KARYA
5 PRODUKTIVITAS RENDAH MEMBAYANGI LAPANGAN USAHA PADAT KARYA

70
PENGUKURAN PRODUKTIVITAS NASIONAL DAN REGIONAL 2017
PRODUKTIVITAS RENDAH MEMBAYANGI LAPANGAN USAHA PADAT KARYA 5

5 Produktivitas
Rendah Membayangi
Lapangan Usaha
Padat Karya
Produktivitas tenaga kerja merupakan salah satu faktor penting
dalam peningkatan daya saing ekonomi suatu negara. Peningkatan
produktivitas tenaga kerja akan berdampak pada efisiensi penggunaan
sumber daya yang ada. Peningkatan efisiensi produksi akan berdampak
langsung terhadap peningkatan daya saing dan pertumbuhan
ekonomi suatu negara. Kesiapan bangsa Indonesia dalam menghadapi
tantangan perekonomian global tercermin dari kesiapan dari setiap
kategori lapangan usaha. Produktivitas tenaga kerja merupakan salah
satu indikator kesiapan dari masing-masing kategori lapangan usaha
dalam menghadapai persaingan global. Capaian produktivitas tenaga
kerja dapat dijadikan salah satu acuan dalam menentukan prioritas
pembangunan ekonomi di Indonesia.

Kategori lapangan usaha dengan kontribusi besar terhadap pertumbuhan


ekonomi Indonesia, belum tentu memiliki produktivitas dan penyerapan
tenaga kerja yang tinggi. Kontributor terbesar dalam PDB Indonesia masih
dipegang oleh kategori lapangan usaha Industri Pengolahan (Kategori C).
Meskipun kategori lapangan usaha ini adalah kontributor PDB terbesar,
namun penyerapan tenaga kerjanya masih jauh di bawah kategori
lapangan usaha Pertanian, Kehutanan, dan Perikanan (Kategori A) serta
kategori lapangan usaha Perdagangan Besar dan Eceran; Reparasi Mobil
dan Motor (Kategori G). Sementara itu, dari sisi produktivitas tenaga kerja
kategori lapangan usaha Industri Pengolahan masih jauh lebih rendah
dibandingkan kategori lapangan usaha Real Estat (Kategori L).

71
PENGUKURAN PRODUKTIVITAS NASIONAL DAN REGIONAL 2017
5 PRODUKTIVITAS RENDAH MEMBAYANGI LAPANGAN USAHA PADAT KARYA

Produktivitas Sektoral
5.1 Pertumbuhan Cenderung Menurun

Tahun 2016 merupakan tahun pertama berjalannya Masyarakat Ekonomi


ASEAN (MEA) di Indonesia. MEA memiliki tujuan untuk meningkatkan
stabilitas perekonomian di kawasan ASEAN, serta diharapkan mampu
mengatasi masalah-masalah di bidang ekonomi antarnegara ASEAN.
Hingga saat ini perjalanan MEA di Indonesia masih menghadapi banyak
tantangan, mulai dari rendahnya tingkat pendidikan tenaga kerja,
ketersediaan dan kualitas infrastruktur yang belum memadai, belum
optimalnya pasokan energi ke seluruh negeri, hingga membanjirnya
barang impor ke Indonesia.

Bergabungnya Indonesia ke dalam MEA merupakan suatu terobosan


strategis. Bagi Indonesia, MEA berpeluang untuk peningkatan
ekspor karena pasar yang terbuka semakin luas. Dampaknya adalah
meningkatnya Produk Domestik Bruto (PDB) dan peluang meningkatkan
daya saing Indonesia. Kondisi ini akan memicu peningkatan kualitas
barang dan jasa yang diproduksi oleh produsen di Indonesia melalui
kreasi dan inovasi.

Peningkatan PDB dan daya saing ekonomi Indonesia akan berimbas


pada meningkatnya produktivitas tenaga kerja di Indonesia. Pada
tahun 2016 ini terjadi peningkatan PDB dan angka produktivitas. Pada
Gambar 5.1 menunjukan PDB Indonesia tahun 2015 yang sempat
melambat jika dibandingkan dengan tahun sebelumnya, namun di
tahun 2016 kembali mengalami percepatan. Percepatan pertumbuhan
PDB pada tahun 2016 (Y on Y) mencapai 5,02 persen. Angka tersebut
mengalami peningkatan jika dibandingkan tahun 2015 (Y on Y) yang
sebesar 4,88 persen.

72
PENGUKURAN PRODUKTIVITAS NASIONAL DAN REGIONAL 2017
PRODUKTIVITAS RENDAH MEMBAYANGI LAPANGAN USAHA PADAT KARYA 5
Gambar 5.1

Produktivitas Tenaga Kerja dan Pertumbuhan PDB (Y on Y) 2013-2016

Sumber: BPS, hasil olah Produk Domestik Bruto (PDB) dan Survei Angkatan Kerja Nasional
(Sakernas)

Tahun 2016, produktivitas sektoral di Indonesia mengalami peningkatan


di 9 kategori lapangan usaha. Peningkatan ini terjadi pada kategori
lapangan usaha Pertanian, Kehutanan, dan Perikanan (Kategori A); Industri
Pengolahan (Kategori C); Pengadaan Air, Pengelolaan Sampah, Limbah,
dan Daur Ulang (Kategori E); Konstruksi (Kategori F); Perdagangan Besar
dan Eceran, Reparasi Mobil dan Sepeda Motor (Kategori G); Transportasi
dan Pergudangan (Kategori H); Jasa Keuangan dan Asuransi (Kategori
K); Jasa Perusahaan (Kategori M,N); serta pada kategori lapangan usaha
Jasa Lainnya (Kategori R,S,T,U). Gambar 5.2 menunjukan pertumbuhan
produktivitas tenaga kerja pada setiap kategori lapangan usaha tahun
2016.

73
PENGUKURAN PRODUKTIVITAS NASIONAL DAN REGIONAL 2017
5 PRODUKTIVITAS RENDAH MEMBAYANGI LAPANGAN USAHA PADAT KARYA

Gambar 5.2

Pertumbuhan Produktivitas Tenaga Kerja, 2015-2016

Sumber: BPS, hasil olah Produk Domestik Bruto (PDB) dan Survei Angkatan Kerja Nasional
(Sakernas)

Peningkatan produktivitas tenaga kerja tertinggi terjadi pada kategori


lapangan usaha jasa lainnya yang mencapai 15,64 persen. Selanjutnya
pada posisi kedua adalah kategori lapangan usaha Pengadaan Air,
Pengelolaan Sampah, Limbah, dan Daur Ulang (Kategori E), mengalami
peningkatan sampai dengan 14,63 persen. Sementara itu, pada posisi
ketiga ditempati oleh kategori lapangan usaha Konstruksi (Kategori F)
dengan capaian sebesar 8,24 persen pada tahun 2016. Tren produktivitas
tenaga kerja untuk kategori lapangan usaha Jasa Lainnya (Kategori
R,S,T,U) terus mengalami peningkatan dalam tiga tahun terakhir, namun
mengalami perlambatan pada tahun 2016 (Gambar 5.2).

74
PENGUKURAN PRODUKTIVITAS NASIONAL DAN REGIONAL 2017
PRODUKTIVITAS RENDAH MEMBAYANGI LAPANGAN USAHA PADAT KARYA 5
Kategori lapangan usaha Jasa Lainnya (Kategori R,S,T,U), Pengadaan Air,
Pengelolaan Sampah, Limbah, dan Daur Ulang (Kategori E), Konstruksi
(Kategori F) merupakan kategori lapangan usaha dengan peningkatan
produktivitas tenaga kerja tertinggi pada tahun 2016. Peningkatan ini
disebabkan oleh pertumbuhan PDB yang lebih besar jika dibandingkan
dengan pertumbuhan tenaga kerja. Pada kategori lapangan usaha
jasa lainnya (Kategori R,S,T,U), pertumbuhan PDB yang terjadi pada
tahun 2016 adalah 7,8 persen sedangkan tenaga kerja mengalami
perlambatan sebesar 6,73 persen. Tidak jauh berbeda dengan kategori
lapangan usaha jasa lainnya, kategori lapangan usaha Pengadaan
Air, Pengelolaan Sampah, Limbah, dan Daur Ulang (Kategori E) dan
Konstruksi (Kategori F) juga mengalami hal yang sama, dimana nilai
PDB masing-masing mengalami peningkatan sebesar 3,60 persen dan
5,22 persen serta tenaga kerja kedua kategori lapangan usaha tersebut
mengalami perlambatan masing-masing sebesar 9,61 persen dan 2,80
persen (Gambar 5.4).

Berbalik arah dengan ketiga kategori lapangan usaha di atas, kategori


lapangan usaha Pengadaan Listrik, Gas, Uap/Air Panas dan Udara Dingin
(Kategori D) mengalami penurunan produktivitas hingga 18,31 persen.
Kategori lapangan usaha Administrasi Pemerintahan, Pertahanan, dan
Jaminan Sosial Wajib (Kategori O) serta Real Estat (Kategori L) pun
mengalami penurunan, yaitu masing-masing sebesar 16,61 persen dan
14,99 persen (Gambar 5.2). Penurunan pada ketiga kategori lapangan
usaha di atas dikarenakan pertumbuhan tenaga kerjanya jauh lebih
cepat jika dibandingkan dengan pertumbuhan PDB. Pada kategori
lapangan usaha Pengadaan Listrik, Gas, Uap/Air Panas dan Udara Dingin
(Kategori D) pertumbuhan tenaga kerja mencapai 29,02 persen dimana
pertumbuhan ini merupakan pertumbuhan tenaga kerja tertinggi jika
dibandingkan dengan kategori lapangan usaha lainnya, sedangkan
pertumbuhan PDB pada kategori ini hanya sebesar 5,39 persen.
Hal serupa juga terjadi pada kategori lapangan usaha Administrasi
Pemerintahan, Pertahanan, dan Jaminan Sosial Wajib (Kategori O) serta
Real Estat (Kategori L), seperti ditunjukan pada Gambar 5.4.

75
PENGUKURAN PRODUKTIVITAS NASIONAL DAN REGIONAL 2017
5 PRODUKTIVITAS RENDAH MEMBAYANGI LAPANGAN USAHA PADAT KARYA

Gambar 5.3

Produktivitas Tenaga Kerja Indonesia Menurut Kategori Lapangan Usaha (Juta Rupiah per
Tenaga Kerja per Tahun), 2014-2016

Sumber: BPS, hasil olah Produk Domestik Bruto (PDB) dan Survei Angkatan Kerja Nasional
(Sakernas)

76
PENGUKURAN PRODUKTIVITAS NASIONAL DAN REGIONAL 2017
PRODUKTIVITAS RENDAH MEMBAYANGI LAPANGAN USAHA PADAT KARYA 5
Pada tahun 2016, kategori lapangan usaha Real Estat (Kategori L)
masih menduduki posisi tertinggi dalam produktivitas tenaga kerja,
dengan angka produktivitas tenaga kerja sebesar Rp782,79 juta per
tenaga kerja per tahun. Pertumbuhan PDB kategori lapangan usaha
Real Estat (Kategori L) pada tahun 2016 masih lebih rendah jika
dibandingkan dengan pertumbuhan tenaga kerjanya. Pertumbuhan
PDB pada kategori lapangan usaha ini hanya mencapai 4,3 persen,
sedangkan pertumbuhan tenaga kerjanya mencapai 22,70 persen. Hal
ini mengakibatkan produktivitas tenaga kerja pada kategori lapangan
usaha Real Estat (Kategori L) mengalami perlambatan jika dibandingkan
dengan tahun sebelumnya.

Gambar 5.4

Grafik Pertumbuhan PDB dan Tenaga Kerja, 2016 (Persen)

Sumber: BPS, hasil olah Produk Domestik Bruto (PDB) dan Survei Angkatan Kerja Nasional
(Sakernas)

77
PENGUKURAN PRODUKTIVITAS NASIONAL DAN REGIONAL 2017
5 PRODUKTIVITAS RENDAH MEMBAYANGI LAPANGAN USAHA PADAT KARYA

Kategori lapangan usaha Informasi dan Komunikasi (Kategori J)


merupakan kategori lapangan usaha dengan produktivitas tenaga
kerja berada di posisi kedua. Angka produktivitas tenaga kerja kategori
lapangan usaha ini sebesar Rp671,79 juta per tenaga kerja per tahun.
Kategori lapangan usaha ini juga mengalami perlambatan pada tahun
2016. Serupa dengan kategori lapangan usaha Real Estat (Kategori
L), penyebab perlambatan produktivitas tenaga kerja pada kategori
lapangan usaha ini adalah adanya ketimpangan antara pertumbuhan
PDB dan pertumbuhan tenaga kerja pada sektor yang sama. Pada
kategori lapangan usaha Informasi dan Komunikasi (Kategori J), PDB
meningkat sebesar 8,87 persen dan tenaga kerja meningkat hingga
26,26 persen. Kedua hal tersebut menyebabkan kategori lapangan usaha
ini mengalami perambatan hingga 13,77 persen. Meskipun mengalami
perlambatan, kategori lapangan usaha ini masih memberikan kontribusi
yang cukup besar pada PDB yaitu sebesar 4,87 persen. Saat ini sarana
komunikasi dan teknologi informasi sudah menjadi kebutuhan pokok
hampir di seluruh lapisan masyarakat. Indonesia sendiri pada tahun 2017
masuk kedalam tiga besar negara dengan pengguna internet terbanyak
di Asia dan akan terus meningkat (http://www.internetworldstats.com/
stats3.htm, 2017).

Kategori lapangan usaha dengan tingkat produktivitas tertinggi ketiga


adalah Pertambangan dan Penggalian (Kategori B), dengan produktivitas
tenaga kerja sebesar Rp527,60 juta per tenaga kerja per tahun. Sama
seperti kedua kategori lapangan usaha sebelumya, ketegori lapangan
usaha ini mengalami perlambatan mencapai 9,42 persen pada tahun
2016. Pertumbuhan PDB dan tenaga kerja pada kategori ini masing-
masing mencapai 1,06 persen dan 11,58 persen.

Kategori lapangan usaha Real Estat (Kategori L) menduduki posisi


tertinggi untuk produktivitas tenaga kerja, namun kontribusi PDB dari
kategori lapangan usaha ini cenderung rendah. Kontribusi kategori
lapangan usaha Real Estat (Kategori L) hanya sebesar 2,95 persen dari
PDB. Kontribusi PDB terbesar pada tahun 2016 dimiliki oleh kategori
lapangan usaha Industri Pengolahan (Kategori C); diikuti dengan
kategori lapangan usaha Perdagangan Besar dan Eceran, Reparasi Mobil

78
PENGUKURAN PRODUKTIVITAS NASIONAL DAN REGIONAL 2017
PRODUKTIVITAS RENDAH MEMBAYANGI LAPANGAN USAHA PADAT KARYA 5
dan Sepeda Motor (Kategori G); serta kategori lapangan usaha Pertanian,
Kehutanan, dan Perikanan (Kategori A), dengan nilai kontribusi masing-
masing sebesar 21,39 persen; 13,31 persen; dan 12,82 persen.

Gambar 5.5

Kontribusi PDB dan Jumlah Penduduk Usia 15 Tahun ke Atas yang Bekerja Menurut Kategori
(Persen), 2016

Sumber: BPS, hasil olah Produk Domestik Bruto (PDB) dan Survei Angkatan Kerja Nasional
(Sakernas)

Kontribusi kategori lapangan usaha Industri Pengolahan (Kategori C)


dalam PDB pada tahun 2016 mencapai sekitar 21 persen dari nilai PDB.
Namun tingginya kontribusi tersebut belum diikuti oleh produktivitas
tenaga kerja pada kategori lapangan usaha ini. Salah satu faktor yang
mempengaruhi rendahnya produktivitas kategori lapangan usaha Industri
Pengolahan (Kategori C) adalah masih rendahnya kualitas sumber daya
manusia (SDM). Sekitar 59 persen tenaga kerja pada kategori lapangan
usaha ini hanya mengenyam pendidikan SMP ke bawah. Faktor lainnya
adalah adanya ketimpangan infrastruktur antarwilayah di Indonesia.
Hal ini dapat dilihat dari ketimpangan jumlah industri besar sedang
antarwilayah hasil Sensus Ekonomi 2016 BPS. Data Sensus Ekonomi

79
PENGUKURAN PRODUKTIVITAS NASIONAL DAN REGIONAL 2017
5 PRODUKTIVITAS RENDAH MEMBAYANGI LAPANGAN USAHA PADAT KARYA

2016 menunjukkan 291.697 (65,21 persen) usaha menengah dan besar


berada di pulau Jawa, sebesar 74.276 usaha (16,60 persen) berada di
pulau Sumatera, dan kurang dari sepuluh persen berada di pulau lainnya.
Peningkatan produktivitas tenaga kerja pada kategori lapangan usaha
ini dapat dilakukan melalui peningkatan kualitas SDM, serta dengan
pemerataan pembangunan infrastruktur yang akan mendongkrak laju
pertumbuhan ekonomi Indonesia.

Gambar 5.6

Tenaga Kerja Menurut Kategori Lapangan Usaha, 2014-2016 (Juta Orang)

Sumber: BPS, hasil olah Survei Angkatan Kerja Nasional (Sakernas)

80
PENGUKURAN PRODUKTIVITAS NASIONAL DAN REGIONAL 2017
PRODUKTIVITAS RENDAH MEMBAYANGI LAPANGAN USAHA PADAT KARYA 5
Tiga kategori lapangan usaha dengan penyerapan tenaga kerja tertinggi
memiliki kesamaan dengan tiga kategori lapangan usaha dengan
kontribusi PDB tertinggi. Penyerapan tenaga kerja tertinggi terjadi pada
kategori lapangan usaha Pertanian, Kehutanan, dan Perikanan (Kategori
A), disusul oleh kategori lapangan usaha Perdagangan Besar dan Eceran,
Reparasi Mobil dan Sepeda Motor (Kategori G), dan Industri Pengolahan
(Kategori C). Penyerapan tenaga kerja dari masing-masing kategori
lapangan usaha tersebut secara berurutan adalah 37,77 persen, 21,55
persen, dan 15,87 persen.

Berdasarkan nilai PDB dan penyerapan tenaga kerja dari masing-


masing kategori lapangan usaha, terlihat bahwa kategori lapangan
usaha Real Estat (Kategori L), Informasi dan Komunikasi (Kategori J),
serta Pertambangan dan Penggalian (Kategori B) merupakan kategori
lapangan usaha yang padat modal. Tiga kategori lapangan usaha
tersebut dapat menghasilkan penambahan nilai output yang besar
dengan jumlah tenaga kerja yang relatif sedikit, sehingga produktivitas
tenaga kerjanya lebih tinggi jika dibandingkan dengan kategori
lapangan usaha lainnya.

Kategori lapangan usaha Real Estat (Kategori L) masih memiliki prospek


yang cemerlang di Indonesia. Dengan jumlah penduduk Indonesia
yang terus bertambah, maka kebutuhan akan tempat tinggal akan terus
meningkat. Berkenaan dengan hal tersebut, dapat dipastikan kategori
lapangan usaha ini akan terus bertumbuh. Selain untuk tempat tinggal,
kategori lapangan usaha ini banyak dimanfaatkan untuk melakukan
investasi. Investasi pada kategori lapangan usaha ini cenderung
tidak merugikan, mengingat harga hunian yang kini cenderung terus
meningkat.

Berdasarkan hasil pengukuran produktivitas tenaga kerja, kategori


lapangan usaha dengan produktivitas rendah cenderung memiliki
penyerapan tenaga kerja yang tinggi atau padat karya. Salah satu
kategori lapangan usaha yang termasuk dalam kategori padat karya
adalah Pertanian, Kehutanan, dan Perikanan (Kategori A). Kategori
lapangan usaha ini memiliki produktivitas tenaga kerja terendah ketiga
setelah kategori lapangan usaha Jasa Lainnya (Kategori R,S,T,U) dan

81
PENGUKURAN PRODUKTIVITAS NASIONAL DAN REGIONAL 2017
5 PRODUKTIVITAS RENDAH MEMBAYANGI LAPANGAN USAHA PADAT KARYA

Pengadaan Air, Pengelolaan Sampah, Limbah dan Daur Ulang (Kategori


E). Meskipun produktivitas tenaga kerja pada kategori lapangan usaha
Pertanian, Kehutanan, dan Perikanan (Kategori A) cenderung rendah,
kategori lapangan usaha ini merupakan kontributor ketiga terbesar
dalam PDB yaitu mencapai 12,82 persen. Sementara itu, jika dilihat dari
kontribusinya dalam penyerapan tenaga kerja kategori lapangan usaha
ini merupakan penyerap tenaga kerja tertinggi, mencapai 31,90 persen.

Gambar 5.7

Jumlah Penduduk Usia 15 tahun ke Atas yang Bekerja Menurut Tingkat Pendidikan yang
Ditamatkan dan Kategori Lapangan Usaha Ekonomi, 2016 (Juta Orang)

Sumber: BPS, hasil olah Survei Angkatan Kerja Nasional (Sakernas)

82
PENGUKURAN PRODUKTIVITAS NASIONAL DAN REGIONAL 2017
PRODUKTIVITAS RENDAH MEMBAYANGI LAPANGAN USAHA PADAT KARYA 5
Produktivitas kategori lapangan usaha Pertanian, Kehutanan, dan
Perikanan (Kategori A) masih tergolong rendah jika dibandingkan dengan
kategori lapangan usaha lainnya. Salah satu penyebabnya adalah belum
optimalnya kualitas sumber daya manusia pada kategori lapangan usaha
ini. Seperti ditunjukan pada Gambar 5.7, sekitar 70 persen tenaga kerja
pada kategori lapangan usaha ini berpendidikan SD ke bawah. Sekitar
39,37 persen sudah menyelesaikan hingga tamat SD, namun 29,97
persen lainnya belum menyelesaikan pendidikan di SD. Tenaga kerja
terdidik pada kategori lapangan usaha ini juga masih terkonsentrasi
pada tamatan SLTP. Masih terbatasnya tenaga kerja terdidik pada
kategori lapangan usaha ini, menyebabkan belum optimalnya peran
tenaga kerja dalam mendongkrak output yang dihasilkan. Penyebab lain
dari rendahnya produktivitas pada kategori lapangan usaha pertanian,
kehutanan, dan perikanan (A) di Indonesia adalah belum optimalnya
pemanfaatan teknologi informasi dalam proses pertanian. Sebagian
besar proses pertanian di Indonesia masih bersifat konvensional.

Sebagian Besar Produktivitas Tenaga Kerja


5.2 Masih Belum Efisien

Produktivitas ekuivalen tenaga kerja (ETK atau full time worker equivalent)
adalah metode lain untuk mengukur efisiensi dari tenaga kerja. Pada
pengukuran ini, efisiensi tenaga kerja diukur melalui jumlah tenaga
kerja dengan jumlah jam kerja yang dihabiskan dalam mengeluarkan
sejumlah output. Jam kerja yang diterapkan di Indonesia adalah 40 jam
per minggu, ini sesuai dengan Undang-undang (UU) Ketenagakerjaan
No. 13 Tahun 2003, jam kerja lebih dari 40 jam per minggu dianggap
sebagai jam kerja yang lama. Pengukuran produktivitas dengan ETK
dapat digunakan sebagai pembanding penghitungan produktivitas
dengan menggunakan metode produktivitas tenaga kerja. Produktivitas
ETK dapat menjelaskan produktivitas tenaga kerja dengan lebih baik. Hal
ini dikarenakan penghitungan produktivitas ETK sudah memperhatikan
jam kerja dari tenaga kerja di setiap kategori lapangan usaha. Semakin

83
PENGUKURAN PRODUKTIVITAS NASIONAL DAN REGIONAL 2017
5 PRODUKTIVITAS RENDAH MEMBAYANGI LAPANGAN USAHA PADAT KARYA

tinggi produktivitas ETK dibandingkan produktivitas tenaga kerja maka


semakin sedikit jam kerja yang digunakan tenaga kerja untuk bekerja
selama satu minggu untuk menghasilkan suatu output, atau tenaga
kerja sudah bekerja dengan efisien.

Tren produktivitas ekuivalen tenaga kerja mengalami peningkatan di


sebagian besar kategori lapangan usaha. Hal ini mengindikasikan bahwa
jam kerja tenaga kerja semakin berkurang, namun output yang dihasilkan
sama bahkan meningkat. Hal ini diperkuat dengan penurunan rata-rata
jam kerja yang terjadi pada kategori lapangan usaha yang mengalami
peningkatan produktivitas ekuivalen tenaga kerja. Data menunjukkan
hanya tujuh kategori lapangan usaha saja yang mengalami penurunan
rata-rata jam kerja dari tahun 2015, yaitu kategori lapangan usaha Real Estat
(Kategori L), Informasi dan Komunikasi (Kategori J), Pertambangan dan
Penggalian (Kategori B), Pengadaan Listrik dan Gas (Kategori D), Administrasi
Pemerintahan, Pertahanan, dan Jaminan Sosial Wajib (Kategori O), Jasa
Kesehatan dan Kegiatan Sosial (Kategori Q), dan Penyediaan Akomodasi
dan Makan Minum (Kategori I).

Gambar 5.8

Rata-rata Jam Kerja Tenaga Kerja Menurut Kategori Lapangan Usaha di Indonesia Seminggu
yang Lalu, 2015-2016

Sumber: BPS, hasil olah Survei Angkatan Kerja Nasional (Sakernas)

84
PENGUKURAN PRODUKTIVITAS NASIONAL DAN REGIONAL 2017
PRODUKTIVITAS RENDAH MEMBAYANGI LAPANGAN USAHA PADAT KARYA 5
Gambar 5.9

Produktivitas Ekuivalen Tenaga Kerja Menurut Lapangan Usaha (Juta Rupiah per Tenaga Kerja
per Tahun), 2015-2016

Sumber: BPS, hasil olah Produk Domestik Bruto (PDB) dan Survei Angkatan Kerja Nasional
(Sakernas)

85
PENGUKURAN PRODUKTIVITAS NASIONAL DAN REGIONAL 2017
5 PRODUKTIVITAS RENDAH MEMBAYANGI LAPANGAN USAHA PADAT KARYA

Selaras dengan produktivitas tenaga kerja, kategori lapangan usaha Real


Estat (Kategori L) masih memiliki produktivitas ekuivalen tenaga kerja
tertinggi tahun 2016, yakni sebesar Rp723,91 juta per tenaga kerja per
tahun. Tingginya produktivitas ekuivalen tenaga kerja pada kategori ini
menunjukkan bahwa dengan jam kerja normal, produktivitasnya tetap
lebih tinggi jika dibandingkan dengan kategori lapangan usaha lainnya.
Tingginya produktivitas ekuivalen tenaga kerja pada kategori lapangan
usaha Real Estat (Kategori L) diikuti oleh kategori lapangan usaha
Informasi dan Komunikasi (Kategori J) dengan capaian produktivitas
ekuivalen tenaga kerja sebesar Rp544,73 juta per tenaga kerja per tahun,
dan kategori lapangan usaha Pertambangan dan Penggalian (Kategori
B) dengan capaian sebesar Rp455,42 juta per tenaga kerja per tahun.

Sementara itu, kategori lapangan usaha Jasa Lainnya (R,S,T,U) memiliki


produktivitas ekuivalen tenaga kerja terendah pada tahun 2016, yaitu
sebesar Rp29,27 juta per tenaga kerja per tahun. Rendahnya produktivitas
ekuivalen tenaga kerja pada kategori lapangan usaha ini diikuti oleh
kategori lapangan usaha Pengadaan Air, Pengelolaan Sampah, Limbah,
dan Daur Ulang (Kategori E) dan Penyediaan Akomodasi dan Makan
Minum (Kategori I). Produktivitas ekuivalen tenaga kerja di kategori
lapangan usaha Pengadaan Air, Pengelolaan Sampah, Limbah, dan Daur
Ulang (Kategori E) sebesar Rp31,35 juta per tenaga kerja per tahun,
sedangkan produktivitas ekuivalen tenaga kerja di kategori lapangan
usaha Penyediaan Akomodasi dan Makan Minum (Kategori I) sebesar
Rp36,71 juta per tenaga kerja per tahun.

Pada tahun 2016, hampir seluruh kategori lapangan usaha memiliki


nilai produktivitas ETK di bawah nilai produktivitas tenaga kerja. Hal
ini mengindikasikan bahwa tenaga kerja pada kategori lapangan
usaha tersebut memiliki rata-rata jam kerja per minggu lebih dari 40
jam. Semakin besar selisih antara produktivitas tenaga kerja dengan
produktivitas tenaga kerja penuh, maka semakin tidak efisien tenaga
kerja dalam menghasilkan output. Jika dilihat dari selisih kedua capaian
tersebut, kategori lapangan usaha Informasi dan Komunikasi (Kategori
J) memiliki selisih terbesar yaitu mencapai 127,06 juta per tenaga kerja
per tahun.

86
PENGUKURAN PRODUKTIVITAS NASIONAL DAN REGIONAL 2017
PRODUKTIVITAS RENDAH MEMBAYANGI LAPANGAN USAHA PADAT KARYA 5
Gambar 5.10

Produktivitas Tenaga Kerja dan Produktivitas Ekuivalen Tenaga Kerja Menurut Lapangan Usaha
(Juta Rupiah per Tenaga Kerja per Tahun), 2016

Sumber: BPS, hasil olah Produk Domestik Bruto (PDB) dan Survei Angkatan Kerja Nasional
(Sakernas) Agustus, 2016

87
PENGUKURAN PRODUKTIVITAS NASIONAL DAN REGIONAL 2017
5 PRODUKTIVITAS RENDAH MEMBAYANGI LAPANGAN USAHA PADAT KARYA

Sementara itu, dua kategori lapangan usaha memiliki nilai produktivitas


ETK di atas nilai produktivitas tenaga kerja, yaitu kategori lapangan
usaha Pertanian, Kehutanan, dan Perikanan (Kategori A) dan Jasa
Pendidikan (Kategori P). Selisih capaian produktivitas tenaga kerja
penuh dan produktivitas tenaga kerja kedua kategori lapangan usaha
tersebut masing-masing berkisar pada 8 juta rupiah per tenaga kerja per
tahun. Capaian produktivitas tenaga kerja penuh yang lebih tinggi jika
dibandingkan dengan produktivitas tenaga kerja menunjukkan bahwa
secara rata-rata tenaga kerja di kategori lapangan usaha ini bekerja
kurang dari 40 jam per minggu, seperti ditunjukan pada Gambar 5.10.

Produktivitas tenaga kerja yang lebih rendah dibandingkan


produktivitas ekuivalen tenaga kerja pada kategori lapangan usaha
Pertanian, Kehutanan, dan Perikanan (Kategori A) tidak menunjukkan
bahwa kategori lapangan usaha ini lebih efisien. Faktor musiman sangat
mempengaruhi jumlah jam kerja dari kategori lapangan usaha ini. Pada
kategori lapangan usaha ini, tenaga kerja hanya bekerja pada masa
tanam dan masa panen saja. Pada jeda waktu masa tanam dan masa
panen, jam kerja tenaga kerja pada kategori lapangan usaha ini sangat
singkat. Selain itu, tenaga kerja pada kategori lapangan usaha Pertanian,
Kehutanan, dan Perikanan (Kategori A) akan beralih bekerja di kategori
lapangan usaha lainnya sambil menunggu masa panen ataupun masa
tanam kembali.

Terlihat pada gambar 5.10. sebagian besar kategori lapangan usaha


bekerja lebih dari jam kerja normal atau lebih dari 40 jam per minggu.
Kategori lapangan usaha Informasi dan Komunikasi (Kategori J) dan
Penyediaan Akomodasi dan Makan Minum (Kategori I) memiiki jam kerja
terbanyak diantara kategori lapangan usaha lainnya, yaitu sebesar 49
jam per minggu. Sedangkan kategori E memiliki jam kerja tepat 40 jam
per minggu.

88
PENGUKURAN PRODUKTIVITAS NASIONAL DAN REGIONAL 2017
PRODUKTIVITAS RENDAH MEMBAYANGI LAPANGAN USAHA PADAT KARYA 5
Hampir Seluruh Kategori Lapangan Usaha
5.3 Menerapkan Kerja Lembur

Penambahan durasi jam kerja dari tenaga kerja, belum tentu akan
menambah tingkat produksi tenaga kerja tersebut. Shepard dan Clifton
(2000) yang dikutip oleh Golden (2011) memandang bahwa produktivitas
produksi tidak selalu meningkat ketika jumlah jam kerja diperpanjang.
Di Indonesia, rata-rata lama jam kerja tahun 2016 adalah 40,58 jam per
minggu. Penerapan jam kerja berlebihan dapat menyebabkan terjadinya
kelelahan kerja dan meningkatnya absensi pekerja. Oleh karena itu,
penerapan jam kerja yang berlebihan akan menurunkan produktivitas
tenaga kerja.

Peningkatan produktivitas tenaga kerja adalah unsur penting dalam


kemajuan perekonomian Indonesia. Produktivitas jam kerja Indonesia
selama 2015-2016 mengalami peningkatan dengan rata-rata
peningkatan sebesar 3,57 persen. Sama halnya dengan produktivitas
tenaga kerja, penyumbang produktivitas jam kerja terbesar pada tahun
2016 adalah kategori lapangan usaha Real Estat (kategori L), yakni
sebesar Rp351.902 per jam kerja per tahun (Gambar 5.11). Sementara
itu, kategori usaha Jasa Lainnya (Kategori R,S,T,U) memiliki produktivitas
jam kerja paling rendah, yaitu sebesar Rp14.227 per jam kerja dalam
setahun.

Gambar 5.11 menunjukkan bahwa terdapat 8 kategori lapangan usaha


yang memiliki produktivitas jam kerja di atas produktivitas jam kerja
nasional pada tahun 2016. Delapan kategori tersebut adalah kategori
lapangan usaha Real Estat (Kategori L), Informasi dan Komunikasi
(Kategori J), Pertambangan dan Penggalian (Kategori B), Pengadaan
Listrik dan Gas (Kategori D), Jasa Keuangan (Kategori K), Industri
Pengolahan (Kategori C), Konstruksi (Kategori F), dan Jasa Perusahaan
(Kategori M,N).

89
PENGUKURAN PRODUKTIVITAS NASIONAL DAN REGIONAL 2017
5 PRODUKTIVITAS RENDAH MEMBAYANGI LAPANGAN USAHA PADAT KARYA

Gambar 5.11

Produktivitas Jam Kerja Menurut kategori Lapangan Usaha Ekonomi (Rupiah/Jam),


2015-2016

Sumber: BPS, hasil olah Produk Domestik Bruto (PDB) dan Survei Angkatan Kerja Nasional
(Sakernas)

90
PENGUKURAN PRODUKTIVITAS NASIONAL DAN REGIONAL 2017
PRODUKTIVITAS RENDAH MEMBAYANGI LAPANGAN USAHA PADAT KARYA 5
Sementara itu, jika dilihat dari pertumbuhan selama 2015-2016, terdapat
10 kategori lapangan usaha yang memiliki pertumbuhan produktivitas
jam kerja yang positif (Tabel 1). Tiga yang tertinggi adalah kategori
lapangan usaha Pengadaan Air, Pengelolaan Sampah, Limbah, dan Daur
Ulang (Kategori E) (22,21 persen); kategori lapangan usaha Jasa Lainnya
(Kategori R,S,T,U) (20,89 persen); kategori lapangan usaha Konstruksi
(Kategori F) (7,60 persen). Pertumbuhan produktivitas jam kerja positif
pada beberapa kategori lapangan usaha menunjukkan terjadinya
peningkatan efisiensi tenaga kerja dalam memproduksi output per jam
dalam setahun.

Tabel 5.1. Produktivitas Jam Kerja Per Sektor dan Pertumbuhannya, 2015-2016

Kategori 2015 2016 Pertumbuhan


A 18.554 19.756 6,48
B 246.478 221.385 -10,18
C 55.224 57.498 4,12
D 211.188 169.170 -19,90
E 12.468 15.238 22,21
F 44.564 47.950 7,60
G 22.631 23.491 3,80
H 30.270 31.060 2,61
I 20.213 17.846 -11,71
J 320.955 264.801 -17,50
K 91.362 96.793 5,94
L 432.319 351.902 -18,60
M, N 46.071 47.840 3,84
O 35.541 30.575 -13,97
P 27.605 27.827 0,80
Q 30.088 26.897 -10,60
R, S, T, U 11.769 14.227 20,89

Sumber: BPS, hasil olah Produk Domestik Bruto (PDB) dan Survei Angkatan Kerja Nasional
(Sakernas)

91
PENGUKURAN PRODUKTIVITAS NASIONAL DAN REGIONAL 2017
5 PRODUKTIVITAS RENDAH MEMBAYANGI LAPANGAN USAHA PADAT KARYA

Gambar 5.12 menunjukan bahwa hampir seluruh kategori lapangan


usaha menerapkan jam kerja di atas jam kerja normal (40 jam). Jika
ditinjau kembali, pengaturan jam kerja di Indonesia sangat erat kaitannya
dengan sistem pengupahan. Secara umum, pekerja di Indonesia memiliki
jam kerja yang lama dengan upah yang relatif rendah. Hanya tiga kategori
lapangan usaha yang menerapkan rata-rata jam kerja di bawah atau sama
dengan yang ditetapkan UU ketenagakerjaan, yaitu kategori lapangan
usaha Pertanian, Kehutanan, dan Perikanan (Kategori A) selama 32 jam
per minggu; Jasa Pendidikan (Kategori P) selama 34 jam per minggu; dan
Pengadaan Air, Pengelolaan Sampah, Limbah, dan Daur Ulang (Kategori
E) selama 40 jam per minggu. Peningkatan produktivitas tenaga kerja
di Indonesia dapat dilakukan melalui investasi di bidang sumber daya
manusia dan infrastruktur. Peran pemerintah sangat dibutuhkan dalam
mengatasi permasalahan ketenagakerjaan di Indonesia.

Gambar 5.12

Rata-rata Jam Kerja dan Rata-Rata Upah/Gaji/Pendapatan Tenaga Kerja (Juta Rupiah)
Menurut Kategori Lapangan Usaha Ekonomi, 2016

Sumber: BPS, hasil olah Survei Angkatan Kerja Nasional (Sakernas)

92
PENGUKURAN PRODUKTIVITAS NASIONAL DAN REGIONAL 2017
6
PEKERJA RENTAN
MASIH MEWARNAI
PASAR TENAGA KERJA
6 PEKERJA RENTAN MASIH MEWARNAI PASAR TENAGA KERJA

94
PENGUKURAN PRODUKTIVITAS NASIONAL DAN REGIONAL 2017
PEKERJA RENTAN MASIH MEWARNAI PASAR TENAGA KERJA 6

6 Pekerja Rentan
Masih Mewarnai
Pasar Tenaga Kerja
Tenaga kerja yang berkualitas adalah salah faktor utama pendukung
daya saing di suatu negara. International Labour Organization (ILO) telah
menerbitkan Key Indicator of the Labour Market (KILM) edisi ke-9 tahun
2015. Dari 17 indikator yang dimuat dalam KILM, data 14 indikator sudah
tersedia di Indonesia. Indikator – indikator tersebut menggambarkan
potensi tenaga kerja dan memetakan kesempatan kerja di Indonesia.
Keempat belas indikator tersebut yaitu:

KILM 1. Tingkat Partisipasi Angkatan Kerja (TPAK)


KILM 2. Rasio Penduduk Bekerja Terhadap Jumlah Penduduk Usia Kerja
KILM 3. Penduduk yang Bekerja Menurut Status Pekerjaan Utama
KILM 4. Penduduk yang Bekerja Menurut Lapangan Usaha
KILM 6. Pekerja Paruh Waktu
KILM 7. Penduduk yang Bekerja Menurut Jumlah Jam Kerja
KILM 8. Penduduk yang Bekerja di Sektor Informal
KILM 9. Pengangguran
KILM 10. Pengangguran pada Kelompok Umur Muda
KILM 11. Setengah Pengangguran
KILM 12. Tingkat Ketidakaktifan
KILM 13. Pencapaian Pendidikan dan Melek Huruf
KILM 14. Upah dan Biaya Kompensasi

95
PENGUKURAN PRODUKTIVITAS NASIONAL DAN REGIONAL 2017
6 PEKERJA RENTAN MASIH MEWARNAI PASAR TENAGA KERJA

Bab ini akan dimulai dengan memisahkan penduduk berdasarkan usia,


terbagi menjadi penduduk usia kerja dan bukan usia kerja. Batasan
usia kerja di Indonesia adalah 15 tahun ke atas. Setelah memisahkan
pendudukan berdasarkan usia, penduduk dengan usia kerja dibagi
menjadi dua kategori yaitu penduduk yang aktif secara ekonomi dan
yang tidak aktif secara ekonomi.

Angkatan Kerja dan Tingkat Partisipasi Angkatan Kerja


6.1 Tidak Selaras

Angkatan kerja Indonesia dari tahun ke tahun terus mengalami


peningkatan. Peningkatan angkatan kerja sampai tahun 2016 mencapai
6,88 persen dari tahun 2011. Gambar 6.1 menunjukkan terjadinya
peningkatan angkatan kerja yang signifikan pada tahun 2013-2014 dan
2015-2016. Angkatan kerja pada tahun 2016 mencapai 125,44 juta orang.
Jika dibandingkan dengan tahun 2015, jumlah angkatan kerja meningkat
sebesar 2,50 persen dari 122,38 juta orang. Peningkatan jumlah angkatan
kerja ini memberikan sinyal positif, dimana angkatan kerja dapat menjadi
motor penggerak dalam meningkatkan pembangunan.

Namun, peningkatan angkatan kerja yang terjadi di Indonesia tidak


diiringi oleh peningkatan tingkat partisipasi angkatan kerja (TPAK).
Tren TPAK cenderung mengalami penurunan dari tahun ke tahun,
terutama pada rentang tahun 2011-2015. Penurunan TPAK menunjukan
penambahan jumlah penduduk yang bukan angkatan kerja, seperti
penduduk sekolah dan mengurus rumah tangga. Sementara itu, pada
tahun 2016 TPAK Indonesia kembali meningkat menjadi 66,34 persen,
atau meningkat sebesar 0,88 persen dibandingkan tahun 2015.

96
PENGUKURAN PRODUKTIVITAS NASIONAL DAN REGIONAL 2017
PEKERJA RENTAN MASIH MEWARNAI PASAR TENAGA KERJA 6
Gambar 6.1

Jumlah Angkatan Kerja (Juta Orang) dan Tingkat Partisipasi Angkatan Kerja (Persen),
2011-2016

Sumber : Indikator Pasar Tenaga Kerja Indonesia, Agustus 2011-2016

Gambar 6.2

Jumlah Penduduk Bukan Angkatan Kerja Berdasarkan Kegiatan Seminggu yang Lalu (Juta
Orang), 2014-2016

Sumber: BPS, hasil olah data Survei Angkatan Kerja Nasional (Sakernas) 2014-2016

97
PENGUKURAN PRODUKTIVITAS NASIONAL DAN REGIONAL 2017
6 PEKERJA RENTAN MASIH MEWARNAI PASAR TENAGA KERJA

Jika dikelompokkan berdasarkan jenis kelamin, TPAK laki-laki lebih tinggi


dibandingkan perempuan. Capaian TPAK laki-laki hampir dua kali lipat
dari TPAK perempuan. Pada tahun 2016, capaian TPAK laki-laki mencapai
81,97 persen dan capaian TPAK perempuan sebesar 50,77 persen. Namun
jika dilihat dari tahun ke tahun, TPAK laki-laki cenderung mengalami tren
menurun sedangkan TPAK perempuan cenderung meningkat, terutama
pada tahun 2016. Berdasarkan data Sakernas Agustus 2015 dan 2016,
penurunan TPAK laki-laki dari tahun ke tahun disebabkan banyaknya
penduduk laki-laki yang keluar dari angkatan kerja.

Gambar 6.3

Tingkat Partisipasi Angkatan Kerja Berdasarkan Jenis Kelamin, 2011-2016

Sumber: Indikator Pasar Tenaga Kerja Indonesia, Agustus 2011-2016

Indikator pasar tenaga kerja yang kedua adalah rasio penduduk bekerja
terhadap jumlah penduduk usia kerja atau disebut Employment to
Population Ratio (EPR). Pada tahun 2015 EPR mengalami penurunan
dari tahun 2014, namun meningkat kembali pada tahun 2016 dengan
capaian 62,62 persen. Berdasarkan jenis kelamin, EPR laki-laki lebih
tinggi dibandingkan EPR Perempuan. EPR laki-laki pada tahun 2016
sebesar 77,29, sedangkan EPR perempuan sebesar 48 persen.

98
PENGUKURAN PRODUKTIVITAS NASIONAL DAN REGIONAL 2017
PEKERJA RENTAN MASIH MEWARNAI PASAR TENAGA KERJA 6
Gambar 6.4

EPR Total, Laki-laki, Perempuan, 2014-2016

Sumber: Indikator Pasar Tenaga Kerja Indonesia, Agustus 2011-2016

Berdasarkan kelompok usia, EPR kelompok dewasa lebih tinggi dari EPR
kelompok muda. EPR kelompok dewasa mencapai 69,86 persen pada
tahun 2016, sedangkan EPR kelompok muda masih sebesar 38,57 persen.
Rendahnya capaian EPR kelompok muda disebabkan dalam rentang usia
15-24 tahun masih banyak penduduk bersekolah, atau masuk ke dalam
kategori bukan angkatan kerja terutama pada rentang usia 15-19 tahun.

Hal tersebut terlihat dari EPR per kelompok umur. Capaian EPR umur
15-19 cenderung lebih rendah jika dibandingkan EPR usia 25 tahun ke
atas. Gambar 6.6 menunjukkan bahwa rasio ini memiliki kecenderungan
rendah di usia muda, terus meningkat hingga usia produktif maksimal
(40-44 tahun) dan kembali menurun hingga usia tua. Penurunan EPR
secara signifikan dimulai pada usia 55-59 tahun, hal ini disebabkan mulai
banyaknya penduduk yang memasuki usia purna bakti.

99
PENGUKURAN PRODUKTIVITAS NASIONAL DAN REGIONAL 2017
6 PEKERJA RENTAN MASIH MEWARNAI PASAR TENAGA KERJA

Gambar 6.5

EPR Kelompok Muda dan Kelompok Dewasa

Sumber: BPS, Indikator Pasar Tenaga Kerja Indonesia, Agustus 2014-2016

Gambar 6.6

EPR Berdasarkan Kelompok Umur, 2016

Sumber: BPS, Indikator Pasar Tenaga Kerja Indonesia, Agustus 2016

100
PENGUKURAN PRODUKTIVITAS NASIONAL DAN REGIONAL 2017
PEKERJA RENTAN MASIH MEWARNAI PASAR TENAGA KERJA 6
Penduduk yang bekerja jika dibagi berdasarkan status pekerjaan
utama, sebagian besar mengelompok pada kategori penduduk yang
bekerja dengan upah/gaji dan berusaha sendiri serta berusaha dibantu
buruh tidak tetap. Persentase tertinggi penduduk bekerja dalam status
pekerjaan utama mencapai 47,56 persen, dengan komposisi 3,70 persen
adalah pengusaha, 33,33 persen adalah penduduk yang berusaha
sendiri dan berusaha dibantu buruh tidak tetap, dan 10,53 persen adalah
penduduk yang merupakan pekerja bebas.

Tabel 6.1. Persentase Penduduk Bekerja Menurut Status Pekerjaan Utama, 2014-2016

Status Pekerjaan Utama 2014 2015 2016


(1) (2) (3) (4)
Penduduk bekerja dengan upah/gaji 36,97 38,70 38,70
Berusaha 48,37 47,31 47,56
Pengusaha 3,65 3,54 3,70
Berusaha sendiri + berusaha dibantu buruh
34,69 32,85 33,33
tidak tetap
Pekerja bebas 10,03 10,92 10,53
Pekerja keluarga 14,66 13,99 13,74
Sumber: BPS, Indikator Pasar Tenaga Kerja, 2014-2016

6.2 Masih Tingginya Pekerja Rentan Indonesia

Pekerja rentan merupakan pekerja yang berusaha sendiri, bekerja


dengan dibantu pekerja keluarga ataupun pekerja tidak dibayar, pekerja
bebas, dan pekerja keluarga. Pekerja rentan tidak memiliki pengaturan
pekerjaan yang formal. Selain itu, pekerja rentan juga cenderung tidak
memiliki kondisi kerja yang layak dan jaminan sosial yang kurang
memadai. Kondisi ini berakibat pada pendapatan yang diterima kurang
memadai dan produktivitasnya rendah (www.ilo.org). Persentase
pekerja rentan di Indonesia menurun dari tahun ke tahun. Pada tahun
2016, persentase pekerja rentan sebesar 57,60 persen, turun 0,16 persen
dibandingkan tahun 2015.

101
PENGUKURAN PRODUKTIVITAS NASIONAL DAN REGIONAL 2017
6 PEKERJA RENTAN MASIH MEWARNAI PASAR TENAGA KERJA

Gambar 6.7

Persentase Pekerja Rentan Total, Laki-laki, Perempuan, 2014-2016

Sumber: BPS, Indikator Pasar Tenaga Kerja Indonesia, Agustus 2014-2016

Perbedaan persentase antara pekerja rentan laki-laki dan perempuan


cukup tinggi, yaitu mencapai 6,89 persen. Pekerja rentan laki-laki lebih
tinggi dari pekerja rentan perempuan pada kategori berusaha sendiri,
berusaha dengan dibantu pekerja keluarga/tidak dibayar, dan pekerja
bebas. Berdasarkan data Sakernas Agustus 2016, 70,12 persen dari
pekerja bebas laki-laki bekerja di kategori lapangan usaha Konstruksi
(Kategori F). Sementara itu, pada kategori pekerja keluarga, persentase
perempuan sebagai pekerja rentan (mencapai 42,32 persen) jauh lebih
tinggi dibandingkan dengan laki – laki (mencapai 10,91 persen). Hampir
65 persen pekerja rentan perempuan yang bekerja sebagai pekerja
keluarga, bekerja di kategori lapangan usaha Pertanian, Perkebunan,
dan Perikanan (Kategori A). Selain itu, 18,83 persen lainnya bekerja di
kategori lapangan usaha Perdagangan Besar dan Eceran; Reparasi Mobil
dan Sepeda Motor (Kategori G).

102
PENGUKURAN PRODUKTIVITAS NASIONAL DAN REGIONAL 2017
PEKERJA RENTAN MASIH MEWARNAI PASAR TENAGA KERJA 6
Gambar 6.8

Persentase Pekerja Rentan Berdasarkan Status Pekerjaan Utama dan Jenis Kelamin, 2016

Sumber: BPS, Indikator Pasar Tenaga Kerja Indonesia, Agustus 2016

Perempuan yang Memutuskan


6.3 Menjadi Pekerja Paruh Waktu

Pekerja paruh waktu adalah pekerja dengan jam kerja kurang dari 35 jam
per minggu serta tidak mencari pekerjaan atau tidak bersedia menerima
pekerjaan lain. Tingkat pekerja paruh waktu pada tahun 2016 sebesar 19,64
persen. Secara total, tingkat pekerja paruh waktu Indonesia memiliki tren
menurun dari tahun ke tahun. Penurunan yang cukup tinggi terjadi pada
tahun 2016 sebesar 1,76 persen. Tingkat pekerja paruh waktu berdasarkan
gender juga menunjukkan hal yang serupa. Tingkat pekerja paruh waktu
laki-laki pada tahun 2016 sebesar 13,44 persen, sedangkan tingkat pekerja
paruh waktu perempuan sebesar 29,6 persen. Tingkat pekerja paruh
waktu perempuan mencapai lebih dari dua kali tingkat pekerja paruh
waktu laki-laki. Share pekerja paruh waktu perempuan pada tahun 2016
mencapai 57,86 persen dan memiliki tren meningkat dari tahun ke tahun.
Peningkatan pada tahun 2016 mencapai 2,62 persen.

103
PENGUKURAN PRODUKTIVITAS NASIONAL DAN REGIONAL 2017
6 PEKERJA RENTAN MASIH MEWARNAI PASAR TENAGA KERJA

Gambar 6.9

Tingkat Pekerja Paruh Waktu Indonesia (Persen), 2011-2016

Sumber : BPS, Indikator Pasar Tenaga Kerja Indonesia, Agustus 2011-2016

Gambar 6.10

Share Perempuan pada Pekerja Paruh Waktu (Persen), 2011-2016

Sumber: BPS, Indikator Pasar Tenaga Kerja Indonesia, Agustus 2011-2016

104
PENGUKURAN PRODUKTIVITAS NASIONAL DAN REGIONAL 2017
PEKERJA RENTAN MASIH MEWARNAI PASAR TENAGA KERJA 6
Meningkatnya Penduduk yang Bekerja
6.4 di Sektor Formal

Sektor informal didefinisikan oleh The International Conference of Labour


Statisticians (ICLS) ke-15 sebagai unit produksi dalam usaha rumah tangga
yang dimiliki rumah tangga. Mereka yang bekerja di sektor informal terdiri
dari semua orang yang selama periode waktu tertentu, bekerja setidaknya
di satu unit produksi yang memenuhi konsep sektor informal, terlepas
dari status mereka dalam pekerjaan tersebut baik merupakan pekerjaan
utama maupun sekunder. Sektor informal merupakan bagian penting
dari kehidupan ekonomi, sosial, dan politik di sebagian besar negara
berkembang. Di negara-negara dengan tingkat pertumbuhan penduduk
atau urbanisasi yang tinggi, ekonomi informal cenderung tumbuh untuk
menyerap sebagian besar tenaga kerja (BPS, 2016). Sedangkan sektor
formal adalah sektor lapangan atau bidang usaha yang membutuhkan
syarat-syatat tertentu untuk melakukan kegiatan usaha, seperti izin usaha,
jumlah modal, susunan pengurus, dan proposal kegiatan. Sektor formal
memiliki kewajiban untuk membayar pajak, tunduk kepada kebijakan
pemerintah, pembukuan jelas, dan umumnya berada di perkotaan.

Di negara maju, sektor informal memiliki beberapa peran positif seperti


menyerap banyak tenaga kerja karena siapapun bisa bekerja di sektor
ini tanpa perlu ketentuan pendidikan maupun keterampilan tertentu.
Di samping itu, sektor informal dapat memiliki catatan transaksi
(pemasukan dan pengeluaran) yang tidak dilaporkan ke pemerintah. Di
negara maju seperti Amerika Serikat, lebih banyak pekerja yang bekerja
di sektor informal dan juga sektor formal secara bersamaan. Sementara
itu, sektor informal di negara berkembang memegang peranan penting.
Sektor informal mampu menyerap tenaga kerja yang tidak terserap oleh
sektor formal dan tidak menuntut tingkat keterampilan yang tinggi bagi
para pekerjanya. Sektor ini dapat menjadi wadah pengembangan bagi
SDM yang memiliki tingkat pendidikan dan keterampilan yang rendah
untuk meningkatkan keterampilannya sebelum memasuki sektor
formal. Untuk Indonesia, sektor informal merupakan hidden engine
dalam menopang perekonomian nasional. Sektor informal juga turut
menyediakan barang maupun jasa yang dibutuhkan oleh sektor formal.

105
PENGUKURAN PRODUKTIVITAS NASIONAL DAN REGIONAL 2017
6 PEKERJA RENTAN MASIH MEWARNAI PASAR TENAGA KERJA

Gambar 6.11

Persentase Penduduk Bekerja Berdasarkan Sektor Formal dan Informal Indonesia, 2011-2016

Sumber: BPS, Indikator Pasar Tenaga Kerja Indonesia, Agustus 2011-2016

Persentase penduduk yang bekerja pada sektor informal di Indonesia


dari tahun 2011 sampai 2016 selalu lebih tinggi dibanding persentase
penduduk yang bekerja pada sektor formal. Namun, persentase
penduduk yang bekerja di sektor informal ini cenderung menurun setiap
tahunnya, kecuali tahun 2014 yang mengalami sedikit peningkatan
(dari 52,58 persen pada tahun 2013 menjadi 53,24 persen). Hal tersebut
menunjukkan telah terjadi sedikit pergeseran dari sektor informal
ke sektor formal, dimana penduduk yang bekerja di sektor informal
mengalami penurunan, persentase penduduk yang bekerja di sektor
formal mengalami peningkatan. Pada tahun 2016 persentase penduduk
yang bekerja di sektor informal (50,8 persen) hampir sama dengan
penduduk yang bekerja di sektor formal (49,2 persen).

106
PENGUKURAN PRODUKTIVITAS NASIONAL DAN REGIONAL 2017
PEKERJA RENTAN MASIH MEWARNAI PASAR TENAGA KERJA 6
Tingkat Pengangguran Terbuka
6.5 yang Terus Menurun
Pengangguran adalah mereka yang tidak mempunyai pekerjaan, sedang
mencari pekerjaan, dan bersedia untuk bekerja. Sedangkan Tingkat
Pengangguran Terbuka (TPT) atau biasanya disebut sebagai tingkat
pengangguran menggambarkan proporsi angkatan kerja yang tidak
memiliki pekerjaan dan secara aktif mencari dan bersedia untuk bekerja.
Tingkat pengangguran terbuka Indonesia menunjukkan perbaikan
dari tahun ke tahun. Hal ini terlihat dari tingkat pengangguran terbuka
yang semakin mengecil, dengan capaian pada tahun 2016 sebesar 5,61
persen. Dibandingkan dengan tahun 2015, terjadi penurunan sebesar
0,57 persen (pengangguran turun sebanyak 530 ribu orang).

Gambar 6.12

Tingkat Pengangguran Terbuka Indonesia, 2011-2016

Sumber: BPS, Indikator Pasar Tenaga Kerja Indonesia, Agustus 2011-2016

107
PENGUKURAN PRODUKTIVITAS NASIONAL DAN REGIONAL 2017
6 PEKERJA RENTAN MASIH MEWARNAI PASAR TENAGA KERJA

Berdasarkan jenis kelamin, pada tahun 2016 TPT laki-laki menurun


0,37 persen menjadi 5,70 persen, sedangkan TPT perempuan menurun
sebesar 0,92 persen menjadi 5,45 persen. Keberhasilan mengatasi
pengangguran didukung oleh menurunnya TPT umur muda(15-24
tahun). Pada tahun 2016, TPT umur muda mengalami penurunan yang
cukup signifikan jika dibandingkan dengan tahun 2015, yaitu mencapai
3,14 persen. Share penganggur umur muda terhadap total penganggur
dan total penduduk umur muda mengalami penurunan pada tahun
2016 dari 60,79 persen pada tahun 2015 menjadi 57,95 persen pada
tahun 2016. Sementara itu, share penganggur umur muda terhadap total
penduduk umur muda turun dari 10,55 persen menjadi 9,31 persen.

Gambar 6.13

Tingkat Pengangguran Terbuka Umur Muda Indonesia (Persen), 2011-2016

Sumber: BPS, Indikator Pasar Tenaga Kerja Indonesia, Agustus 2011-2016

108
PENGUKURAN PRODUKTIVITAS NASIONAL DAN REGIONAL 2017
PEKERJA RENTAN MASIH MEWARNAI PASAR TENAGA KERJA 6
Gambar 6.14

Share Penganggur Umur Muda Terhadap Total Penganggur dan Total Penduduk Umur Muda
(Persen), 2011-2016

Sumber: BPS, Indikator Pasar Tenaga Kerja Indonesia, Agustus 2011-2016

Tingginya Angka Penganggur


6.6 dengan Pendidikan Tinggi

Berdasarkan tingkat pendidikan yang ditamatkan, TPT dengan


pendidikan terakhir Sekolah Menengah Kejuruan (SMK) menempati
urutan teratas dengan angka TPT sebesar 11,11 persen. Sedangkan TPT
dengan pendidikan Sekolah Dasar (SD) ke bawah memiliki angka TPT
terendah, yaitu sebesar 2,88 persen. Hal ini disebabkan oleh penduduk
dengan pendidikan rendah cenderung mau menerima pekerjaan apa
saja, sedangkan penduduk dengan pendidikan tinggi cenderung memilih
pekerjaan dengan menyesuaikan pendidikan yang ditamatkannya (BPS,
2016). Pada tahun 2016 seluruh TPT mengalami penurunan kecuali pada
jenjang pendidikan Sekolah Dasar (SD) ke bawah.

109
PENGUKURAN PRODUKTIVITAS NASIONAL DAN REGIONAL 2017
6 PEKERJA RENTAN MASIH MEWARNAI PASAR TENAGA KERJA

Gambar 6.15

Tingkat Pengangguran Terbuka (TPT) Penduduk Usia 15 Tahun ke Atas Berdasarkan Pendidikan
Terakhir yang Ditamatkan (Persen), 2014-2016

Sumber: BRS Keadaan Ketenagakerjaan Agustus 2016 No. 103/11/Th. XIX, 07 November 2016

Berbeda dengan pekerja paruh waktu, penduduk bekerja yang termasuk


ke dalam kategori setengah pengangguran adalah tenaga kerja yang
bekerja kurang dari 35 jam per minggu namun memiliki kemauan
untuk menambah pekerjaan dan menambah jam kerja, dan tentunya
menambah penghasilan. Selain itu, tenaga kerja ini juga bersedia untuk
melakukan pekerjaan tambahan jika ditawari pekerjaan lainnya. Jumlah
setengah penganggur di Indonesia pada tahun 2016 sebanyak 8,97
juta orang yang terdiri dari 5,56 juta orang laki-laki dan 3,41 juta orang
perempuan.

110
PENGUKURAN PRODUKTIVITAS NASIONAL DAN REGIONAL 2017
PEKERJA RENTAN MASIH MEWARNAI PASAR TENAGA KERJA 6
Gambar 6.16

Penduduk Bekerja yang Termasuk Setengah Penganggur (Juta Orang), 2014-2016

Sumber: BPS, Indikator Pasar Tenaga Kerja Agustus 2014-2016

Jumlah penduduk setengah menganggur pada tahun 2016 mengalami


penurunan baik secara total, laki-laki, maupun perempuan. Penurunan
ini sejalan dengan persentase setengah pengangguran baik terhadap
total angkatan kerja maupun total penduduk bekerja. Kedua persentase
ini memiliki tren menurun dari tahun ke tahun. Penurunan tajam terjadi
pada tahun 2013 hingga 2014, tahun 2014 hingga 2015 melandai, dan
mengalami penurunan kembali di tahun 2016. Persentase setengah
menganggur terhadap total angkatan kerja sudah mencapai 7,15
persen pada tahun 2016, sedangkan persentase setengah menganggur
terhadap total penduduk bekerja sudah mencapai 7,58 persen pada
tahun yang sama.

111
PENGUKURAN PRODUKTIVITAS NASIONAL DAN REGIONAL 2017
6 PEKERJA RENTAN MASIH MEWARNAI PASAR TENAGA KERJA

Gambar 6.17

Persentase Setengah Pengangguran Terhadap Total Angkatan Kerja dan Total Penduduk
Bekerja, 2011-2016

Sumber: BPS, Indikator Pasar Tenaga Kerja Agustus 2011-2016

Tingginya Tingkat Ketidakaktifan Perempuan


6.7 dalam Pasar Tenaga Kerja

Tingkat ketidakaktifan merupakan persentase penduduk yang termasuk


kategori bukan angkatan kerja terhadap total penduduk usia kerja.
Penduduk yang termasuk kategori bukan angkatan kerja adalah
penduduk yang bersekolah, mengurus rumah tangga, dan lainnya
(penerima pendapatan). Penduduk tersebut merupakan penduduk yang
tidak aktif berpartisipasi dalam kegiatan ekonomi. Berdasarkan hasil
Sakernas Agustus 2016, tingkat ketidakaktifan di Indonesia mencapai
33,36 persen, artinya dari 100 orang penduduk usia kerja di Indonesia,
yang tidak aktif dalam pasar kerja (bukan angkatan kerja) sebanyak 33
orang.

112
PENGUKURAN PRODUKTIVITAS NASIONAL DAN REGIONAL 2017
PEKERJA RENTAN MASIH MEWARNAI PASAR TENAGA KERJA 6
Tingkat ketidakaktifan ini memiliki kecenderungan meningkat dari
tahun ke tahun baik secara total, maupun tingkat ketidakatifan laki-laki
serta perempuan. Pada tahun 2016, tingkat ketidakatifan perempuan
mencapai 49,23 persen, sedangkan laki-laki hanya sebesar 18,03 persen.
Tingginya tingkat ketidakatifan perempuan ini disebabkan tingginya
proporsi perempuan yang mengurus rumah tangga sebagai kegiatan
sehari-hari.

Gambar 6.18

Tingkat Ketidakaktifan Indonesia, 2011-2016

Sumber: BPS, Indikator Pasar Tenaga Kerja Agustus 2011-2016

113
PENGUKURAN PRODUKTIVITAS NASIONAL DAN REGIONAL 2017
7

KESIMPULAN
KESIMPULAN 7

7 Kesimpulan

B
onus demografi di Indonesia diperkirakan terjadi pada tahun
2010-2030, dan puncaknya diperkirakan terjadi pada tahun
2028-2030. Mulai tahun 2010 jumlah penduduk usia produktif di
Indonesia mulai merangkak naik dengan kecepatan yang lebih tinggi
dibandingkan tahun-tahun sebelumnya. Pada tahun 2012, Indonesia
sudah memasuki masa bonus demografi. Peningkatan jumlah penduduk
yang disertai dengan peningkatan angkatan kerja dan tenaga kerja dapat
berdampak pada meningkatnya pertumbuhan ekonomi Indonesia.
Pada tahun 2016 tercatat jumlah penduduk Indonesia mencapai 258,71
juta, dengan jumlah angkatan kerja mencapai 125,44 juta serta jumlah
tenaga kerja mencapai 118,41 juta. Sementara itu, tingkat kesempatan
kerja Indonesia cenderung meningkat dari tahun ke tahun. Peningkatan
kesempatan kerja pada tahun 2016 mencapai 94,39 persen. Angka ini
meningkat jika dibandingkan tahun sebelumnya, yaitu sebesar 93,82
persen.

Pada tahun 2016, Indonesia masih didominasi oleh tenaga kerja dengan
tingkat pendidikan Sekolah Lanjutan Tingkat Pertama (SLTP) ke bawah
(60,23 persen). Sementara itu, persentase penduduk yang bekerja dengan
pendidikan SMK pada tahun 2016 mengalami peningkatan sebesar 0,84
persen menjadi 10,28 persen di tahun 2016, dari 9,44 persen di tahun 2015.

Selama periode 2011-2016 produktivitas tenaga kerja di Indonesia terus


mengalami peningkatan. Pada tahun 2016 produktivitas tenaga kerja
Indonesia mencapai Rp79,66 juta per tenaga kerja. Capaian ini lebih
tinggi dibandingkan tahun sebelumnya, namun pertumbuhannya lebih
lambat jika dibandingkan tahun 2015. Pada tahun 2016 produktivitas
tenaga kerja di Indonesia tumbuh sebesar 1,83 persen, sedangkan di
tahun 2015 mencapai 4,70 persen.

117
PENGUKURAN PRODUKTIVITAS NASIONAL DAN REGIONAL 2017
7 KESIMPULAN

Pada tahun 2016, capaian produktivitas ekuivalen tenaga kerja


Indonesia sedikit di bawah capaian produktivitas tenaga kerja. Hal ini
menunjukkan bahwa lebih banyak tenaga kerja yang bekerja melebihi
jam kerja normal, atau terjadi inefisiensi pekerjaan. Rata-rata jam kerja
di Indonesia pada tahun 2016 adalah selama 40,58 jam per minggu,
lebih rendah dibanding tahun sebelumnya yang berdurasi 41,28 jam
per minggu. Hal ini menunjukkan bahwa tenaga kerja Indonesia yang
bekerja melebihi jam kerja normal tahun 2016 lebih sedikit dibanding
tahun 2015, atau terjadi peningkatan efisiensi pekerjaan.

Produktivitas jam kerja nasional tahun 2016 sebesar Rp38.171 per jam
per tenaga kerja, meningkat dari Rp36.854 per jam per tenaga kerja
pada tahun 2015. Selaras dengan produktivitas ekuivalen tenaga kerja,
peningkatan ini mengindikasikan peningkatan efisiensi penggunaan
jam kerja oleh tenaga kerja. Pertumbuhan produktivitas jam kerja
pada tahun 2016 mencapai 3,57 persen, meningkat jika dibandingkan
dengan tahun sebelumnya dengan pertumbuhan sebesar 2,46 persen.
Percepatan ini disebabkan oleh peningkatan output yang cukup tinggi,
dimana dengan durasi jam kerja yang tidak jauh berbeda tenaga kerja
mampu menghasilkan output yang lebih tinggi.

Secara regional, pada tahun 2016 terdapat delapan provinsi di Indonesia


yang memiliki produktivitas tenaga kerja di atas angka nasional, yaitu
Provinsi DKI Jakarta, Kalimantan Timur, Kepulauan Riau, Kalimantan
Utara, Riau, Papua Barat, Papua, dan Jambi. Produktivitas tenaga kerja
terendah terjadi di Provinsi Nusa Tenggara Timur.

Tahun 2016, terdapat 9 provinsi dengan capaian produktivitas ETK di atas


capaian nasional, yaitu Provinsi Sumatera Utara, Riau, Jambi, Kepulauan
Riau, DKI Jakarta, Kalimantan Timur, Kalimantan Utara, Papua Barat, dan
Papua. Sementara itu, 22 provinsi memiliki capaian produktivitas ETK yang
lebih tinggi jika dibandingkan dengan produktivitas tenaga kerja. Hal ini
mengindikasikan bahwa lebih banyak pekerja yang bekerja di bawah jam
kerja normal di provinsi tersebut. Selaras dengan produktivitas tenaga kerja
dan ETK, produktivitas jam kerja juga mengalami tren yang meningkat dari
Rp31.980 per jam pada tahun 2011 menjadi Rp38.171 per jam pada tahun
2016.

118
PENGUKURAN PRODUKTIVITAS NASIONAL DAN REGIONAL 2017
KESIMPULAN 7
Kontributor terbesar dalam PDB Indonesia tahun 2016 masih dipegang
oleh kategori lapangan usaha Industri Pengolahan (Kategori C). Namun,
penyerapan tenaga kerja pada kategori lapangan usaha ini masih jauh
di bawah kategori lapangan usaha Pertanian, Kehutanan, dan Perikanan
(Kategori A) serta kategori lapangan usaha Perdagangan Besar dan
Eceran; Reparasi Mobil dan Motor (Kategori G). Selain itu, produktivitas
tenaga kerja kategori lapangan usaha Industri Pengolahan masih jauh
lebih rendah dari kategori lapangan usaha Real Estat (Kategori L).

Kategori lapangan usaha Real Estat (Kategori L) masih menduduki posisi


tertinggi dalam produktivitas tenaga kerja, dengan angka produktivitas
tenaga kerja sebesar Rp782,79 juta per tenaga kerja per tahun. Sementara
itu, Kategori lapangan usaha Informasi dan Komunikasi (Kategori J)
berada pada peringkat kedua dengan produktivitas tenaga kerja sebesar
Rp671,79 juta per tenaga kerja per tahun.

Sama halnya dengan produktivitas tenaga kerja, kategori lapangan


usaha Real Estate (Kategori L) memiliki produktivitas ETK tertinggi tahun
2016, yakni sebesar 723,91 juta per tenaga kerja per tahun. Kategori
lapangan usaha ini juga memiliki produktivitas jam kerja tertinggi, yaitu
Rp351.902 per jam kerja per tahun.

119
PENGUKURAN PRODUKTIVITAS NASIONAL DAN REGIONAL 2017
Daftar Pustaka

Amalia, L. (2007). Ekonomi Pembangunan. Graha Ilmu:Yogyakarta.


Bappenas. 2009. Peran Sektor Informal sebagai Katup Pengaman Masalah
Ketenagakerjaan. Kedeputian Evaluasi Kinerja Pembangunan,
Bappenas, Jakarta
Bird, K. dan C. Manning (2003), “Economic Reform, Labour, Markets and
Poverty”, dalam K. Sharma (ed.), Trade Policy, Growth and Poverty
in Asian Developing Countries, Routledge, London/New York.
Borjas, George J. 2013. Labor Economics 6th Edition. New York: The
McGraw-Hill Companies Inc.
BPS. 2016. Berita Resmi Statistik Keadaan Ketenagakerjaan Agustus 2016
No. 103/11/Th. XIX, 07 November 2016.
BPS. 2013. Berita Resmi Statistik Indeks Perilaku Anti Korupsi Tahun 2012
No. 07/01/Th. XVI, 2 Januari 2013.
BPS. 2014. Berita Resmi Statistik Indeks Perilaku Anti Korupsi Tahun 2013
No. 07/01/Th. XVII, 2 Januari 2014.
BPS. 2015. Berita Resmi Statistik Indeks Perilaku Anti Korupsi Tahun 2014
No. 07/01/Th. XVIII, 2 Januari 2015.
BPS. 2016. Berita Resmi Statistik Indeks Perilaku Anti Korupsi Tahun 2015
No. 21/02/Th. XVIII, 22 Februari 2016.
BPS. 2017. Berita Resmi Statistik Indeks Perilaku Anti Korupsi Tahun 2017
No. 58/06/Th. XX, 15 Juni 2017.
BPS. 2011. Indikator Pasar Tenaga Kerja Indonesia Agustus 2011.
BPS:Jakarta.
BPS. 2012. Indikator Pasar Tenaga Kerja Indonesia Agustus 2012.
BPS:Jakarta.
BPS. 2013. Indikator Pasar Tenaga Kerja Indonesia Agustus 2013.
BPS:Jakarta.
BPS. 2014. Indikator Pasar Tenaga Kerja Indonesia Agustus 2014.
BPS:Jakarta.
BPS. 2015. Indikator Pasar Tenaga Kerja Indonesia Agustus 2015.
BPS:Jakarta.

120
PENGUKURAN PRODUKTIVITAS NASIONAL DAN REGIONAL 2017
BPS. 2016. Indikator Pasar Tenaga Kerja Indonesia Agustus 2016.
BPS:Jakarta.
BPS. 2015. Keadaan Angkatan Kerja Di Indonesia Agustus 2015.
BPS:Jakarta.
BPS. 2016. Keadaan Angkatan Kerja Di Indonesia Agustus 2016.
BPS:Jakarta.
BPS. 2017. Keadaan Angkatan Kerja Di Indonesia Februari 2017.
BPS:Jakarta.
BPS. 2016. Statistik Indonesia 2016. BPS:Jakarta.
Chenery H.B. and Syrquin. 1975. Patterns of Development 1950 – 1970.
Oxford University Press, London.
Chenery, Hllis. 1979. Structural Change and Development Policy. Oxford
University Press, New York.
Ehrenberg Ronald G. dan Robert S. Smith. 2012. Modern Labor
Economics: Theory and Public Policy 11th Edition. Boston: Pearson
Education, Inc.
Firmanzah. 2014. “Pertumbuhan Ekonomi Berkualitas”. http://www.
neraca.co.id/article/38452/Pertumbuhan-Berkualitas [diakses 5
Oktober 2016]
Fitriadi. 2016. Struktur Ekonomi Provinsi Kalimantan Timur. Forum
Ekonomi, Vol 17 No.2 2016, Fakultas Ekonomi dan Bisnis
Universitas Mulawarman, Samarinda.
ILO. 2015. Key Indicators of The Labour Market (KILM)16: Labour
Productivity. http://www.ilo.org/wcmsp5/groups/public/---
dgreports/---stat/documents/publication/wcms_422456.pdf
Koran Sindo, 22 April 2015. 2030, Indonesia Masuk 20 Besar
Ekonomi Terbaik di Dunia. http://nasional.sindonews.com/
read/992470/149/2030-indonesia-masuk-20-besar-ekonomi-
terbaik-di-dunia-1429678339
Krisnamurthi, Y.B. 1995. Agribisnis dan Transformasi Struktur Ekonomi.
Tinjauan Aspek Ekonomi Makro dari Agribisnis Indonesia. Bunga
Rampai Agribisnis. MMA-IPB, Bogor.
Mankiw, N. Gregory. 2011. Best Principles of Macroeconomics. Mason:
Cengage Learning.
Meier, G.M. 1995. Leading Issues in Economic Development. Oxford
University Press. New York

121
PENGUKURAN PRODUKTIVITAS NASIONAL DAN REGIONAL 2017
Owens, Mark F. dan John H. Kagel. 2010. Minimum wage restrictions and
employee effort in incomplete labor markets: An experimental
investigation. Journal of Economic Behavior & Organization
Volume 73, Issue 3, March 2010, Pages 317–326
Pencavel, John. 2014. The Productivity of Working Hours. IZA Discussion
Paper No. 8129 April 2014
Pramudyo, Anung. 2015. Mempersiapkan Sumber Daya Manusia dalam
Menghadapi Masyarakat Ekonomi ASEAN Tahun 2015. JBMA,
Volume II, No. 2, September 2014, ISSN: 2252-5483. Diakses pada
tanggal 10 Oktober 2016.
Ramayani, Citra. 2012. Analisis Produktivitas Tenaga Kerja dan
Pertumbuhan Ekonomi Indonesia. Jurnal Kajian Ekonomi, Volume
I, Nomor I, April 2012.
Sukirno, Sadono. 2006. Makro Ekonomi Teori Pengantar. PT. Griya
Grafindo Persada, Jakarta.
Sukirno, Sadono. 2000. Makro Ekonomi Modern, PT. Raja Grafindo
Perkasa, Jakarta.
Swasono, Yudo dan Endang Sulistyaningsih. 1993. Pengembangan
Sumberdaya Manusia: Konsepsi Makro untuk Pelaksanaan di
Indonesia. Izufa Gempita, Jakarta.
Syverson, Chad. 2011. What Determines Productivity?. Journal of
Economic Literature 2011, 49:2, 326–365
Tambunan, Tulus T.H. 1996. Perekonomian Indonesia. Ghalia Indonesia.
Jakarta
Todaro, M. P. dan S. C. Smith. (2014). Economic Development, 12th
Edition. Pearson Education, Inc, New Jersey.
Todaro, M.P. dan Smith, S.C. (2006). Pembangunan Ekonomi. Jilid I Edisi
Kesembilan. Haris Munandar (penerjemah). Erlangga, Jakarta.
Todaro, Michael dan Stephen C. Smith. 2014. Economic Development
12th Edition. New Jersey: Pearson Education Inc.
Umar, Husein, 2002, Riset Sumber Daya Manusia, cetakan Keempat,
Gramedia Pustaka Utama, Jakarta.
World Economic Forum.2016. The Global Competitiveness Report 2017-
2018.Geneva: WEF

122
PENGUKURAN PRODUKTIVITAS NASIONAL DAN REGIONAL 2017
LAMPIRAN
LAMPIRAN

Lampiran 1. Produktivitas Tenaga Kerja Menurut Provinsi, 2012-2016


(Juta Rupiah per Pekerja per Tahun)

PROVINSI 2012 2013 2014 2015 2016

ACEH 59,81 60,65 58,75 57,30 55,77


SUMATERA UTARA 63,69 65,57 71,34 73,96 77,41
SUMATERA BARAT 56,68 61,10 61,16 64,41 63,08
RIAU 176,17 175,92 177,88 175,78 165,95
JAMBI 72,25 79,99 80,48 80,65 80,33
SUMATERA SELATAN 61,21 65,87 65,88 68,74 66,73
BENGKULU 37,64 41,26 41,68 42,09 41,54
LAMPUNG 48,34 52,03 51,67 54,89 53,37
KEP. BANGKA BELITUNG 68,13 70,60 73,08 73,66 69,67
KEPULAUAN RIAU 159,49 170,29 178,52 185,39 189,49
DKI JAKARTA 253,50 277,77 296,35 307,86 316,62
JAWA BARAT 54,95 58,38 59,76 64,24 66,43
JAWA TENGAH 41,67 44,12 46,22 49,09 51,44
D I YOGYAKARTA 37,51 40,10 40,66 44,14 42,93
JAWA TIMUR 57,93 61,00 65,40 68,74 73,52
BANTEN 66,20 70,63 71,97 76,31 76,17
BALI 47,33 50,89 53,59 55,54 56,77
NUSA TENGGARA BARAT 32,77 34,33 35,04 42,00 39,94
NUSA TENGGARA TIMUR 22,97 24,47 24,89 25,61 26,25
KALIMANTAN BARAT 43,55 46,94 48,11 50,24 51,66
KALIMANTAN TENGAH 57,58 61,75 63,86 64,95 67,22
KALIMANTAN SELATAN 52,57 55,63 57,18 58,68 58,89
KALIMANTAN TIMUR 290,03 273,41 313,67 309,45 277,62
KALIMANTAN UTARA 186,67 184,69 187,13
SULAWESI UTARA 60,06 64,66 67,66 70,42 67,33
SULAWESI TENGAH 50,63 55,05 55,43 62,38 62,39
SULAWESI SELATAN 58,80 64,44 66,34 71,94 72,90
SULAWESI TENGGARA 59,75 64,45 65,83 67,90 63,74
GORONTALO 39,24 42,20 43,36 44,70 43,00
SULAWESI BARAT 36,10 40,75 40,61 43,60 44,14
MALUKU 34,03 36,69 39,17 37,95 38,06
MALUKU UTARA 37,82 40,02 42,12 42,24 42,81
PAPUA BARAT 126,50 132,66 132,81 137,67 135,98
PAPUA 71,91 120,66 75,05 78,00 85,60
INDONESIA 68,37 72,71 74,72 78,23 79,66

125
PENGUKURAN PRODUKTIVITAS NASIONAL DAN REGIONAL 2017
LAMPIRAN

Lampiran 2. Produktivitas Ekuivalen Tenaga Kerja Penuh Menurut Provinsi, 2012-2016


(Juta Rupiah per Pekerja per Tahun)

PROVINSI 2012 2013 2014 2015 2016

ACEH 71,11 71,14 66,58 61,65 58,79


SUMATERA UTARA 62,40 65,86 71,17 73,33 79,55
SUMATERA BARAT 60,54 70,51 63,88 64,00 65,99
RIAU 178,03 181,53 180,90 174,72 173,85
JAMBI 80,63 104,27 92,55 87,27 87,06
SUMATERA SELATAN 65,82 77,65 70,51 71,74 68,15
BENGKULU 38,80 47,24 44,02 44,50 42,81
LAMPUNG 49,90 62,44 54,93 57,57 54,98
KEP. BANGKA BELITUNG 66,28 76,89 74,16 70,63 69,69
KEPULAUAN RIAU 132,36 149,61 153,23 160,71 169,36
DKI JAKARTA 212,32 237,38 246,31 255,22 266,16
JAWA BARAT 50,72 56,65 56,03 58,95 60,34
JAWA TENGAH 40,50 47,06 45,14 46,79 50,64
D I YOGYAKARTA 36,47 44,46 39,51 41,11 44,43
JAWA TIMUR 57,05 62,85 64,98 67,21 74,10
BANTEN 60,33 65,98 66,86 69,37 70,22
BALI 41,12 47,35 48,50 48,65 53,47
NUSA TENGGARA BARAT 36,80 39,89 38,18 44,13 43,50
NUSA TENGGARA TIMUR 26,80 29,56 30,14 30,66 31,37
KALIMANTAN BARAT 47,46 53,06 51,87 51,92 54,04
KALIMANTAN TENGAH 58,18 66,48 66,96 64,46 66,64
KALIMANTAN SELATAN 57,41 61,39 60,58 60,20 59,75
KALIMANTAN TIMUR 250,45 234,09 275,94 270,36 249,99
KALIMANTAN UTARA 177,54 163,11 154,57
SULAWESI UTARA 58,46 63,66 65,99 67,12 65,51
SULAWESI TENGAH 56,27 66,02 59,93 64,41 65,92
SULAWESI SELATAN 63,36 73,58 69,74 75,40 76,46
SULAWESI TENGGARA 67,21 78,01 72,52 70,29 67,36
GORONTALO 39,95 42,31 42,28 41,60 41,46
SULAWESI BARAT 48,15 63,07 52,36 53,81 52,38
MALUKU 35,34 38,26 40,70 37,26 40,66
MALUKU UTARA 43,59 45,14 47,36 45,59 42,52
PAPUA BARAT 127,73 137,07 136,93 135,42 139,77
PAPUA 77,79 133,56 83,18 87,49 93,87
INDONESIA 67,17 75,47 74,00 75,81 78,52

126
PENGUKURAN PRODUKTIVITAS NASIONAL DAN REGIONAL 2017
LAMPIRAN

Lampiran 3. Produktivitas Jam Kerja Menurut Provinsi, 2012-2016


(Rupiah per Jam)

PROVINSI 2012 2013 2014 2015 2016

ACEH 34.566 34.584 32.363 29.968 28.579


SUMATERA UTARA 30.334 32.017 34.598 35.648 38.672
SUMATERA BARAT 29.431 34.274 31.055 31.112 32.078
RIAU 86.543 88.243 87.938 84.933 84.513
JAMBI 39.197 50.688 44.992 42.423 42.319
SUMATERA SELATAN 31.997 37.745 34.275 34.874 33.127
BENGKULU 18.860 22.966 21.400 21.631 20.811
LAMPUNG 24.258 30.354 26.702 27.988 26.726
KEP. BANGKA BELITUNG 32.220 37.377 36.050 34.332 33.875
KEPULAUAN RIAU 64.344 72.727 74.489 78.123 82.329
DKI JAKARTA 103.210 115.391 119.736 124.064 129.385
JAWA BARAT 24.654 27.540 27.238 28.656 29.334
JAWA TENGAH 19.687 22.877 21.942 22.747 24.616
D I YOGYAKARTA 17.730 21.612 19.208 19.983 21.600
JAWA TIMUR 27.731 30.554 31.586 32.673 36.021
BANTEN 29.325 32.075 32.500 33.724 34.134
BALI 19.987 23.015 23.578 23.648 25.993
NUSA TENGGARA BARAT 17.887 19.393 18.560 21.452 21.148
NUSA TENGGARA TIMUR 13.026 14.368 14.650 14.905 15.251
KALIMANTAN BARAT 23.070 25.795 25.216 25.237 26.271
KALIMANTAN TENGAH 28.284 32.319 32.549 31.333 32.395
KALIMANTAN SELATAN 27.906 29.845 29.448 29.262 29.045
KALIMANTAN TIMUR 121.748 113.794 134.138 131.423 121.523
KALIMANTAN UTARA 86.305 79.290 75.136
SULAWESI UTARA 28.417 30.946 32.078 32.630 31.847
SULAWESI TENGAH 27.354 32.094 29.133 31.309 32.044
SULAWESI SELATAN 30.802 35.767 33.903 36.651 37.170
SULAWESI TENGGARA 32.671 37.923 35.251 34.167 32.745
GORONTALO 19.421 20.568 20.554 20.222 20.154
SULAWESI BARAT 23.407 30.659 25.454 26.158 25.465
MALUKU 17.180 18.597 19.787 18.113 19.765
MALUKU UTARA 21.190 21.941 23.023 22.161 20.668
PAPUA BARAT 62.090 66.630 66.561 65.831 67.946
PAPUA 37.817 64.926 40.436 42.531 45.631
INDONESIA 32.654 36.688 35.971 36.854 38.171

127
PENGUKURAN PRODUKTIVITAS NASIONAL DAN REGIONAL 2017
LAMPIRAN

Lampiran 4. Produktivitas Tenaga Kerja di Kategori Lapangan Usaha Pertanian, Kehutanan, dan
Perikanan Menurut Provinsi, 2012-2016
(Juta Rupiah per Pekerja per Tahun)

PROVINSI 2012 2013 2014 2015 2016

ACEH 32,41 33,69 34,86 35,33 43,98


SUMATERA UTARA 37,87 37,60 41,69 44,63 43,25
SUMATERA BARAT 34,27 37,14 39,27 39,18 39,98
RIAU 90,69 92,37 97,29 100,13 97,80
JAMBI 33,09 38,15 42,31 39,99 43,63
SUMATERA SELATAN 21,05 23,16 23,65 23,87 25,32
BENGKULU 22,62 24,48 24,90 22,84 28,27
LAMPUNG 33,35 33,24 34,31 35,94 34,63
KEP. BANGKA BELITUNG 41,86 44,54 43,50 38,27 41,33
KEPULAUAN RIAU 50,42 59,30 64,25 61,68 58,07
DKI JAKARTA 50,21 86,61 50,35 68,85 25,86
JAWA BARAT 21,56 24,29 24,25 29,98 31,12
JAWA TENGAH 20,09 21,04 20,83 24,17 22,93
D I YOGYAKARTA 14,10 14,43 15,11 17,56 16,37
JAWA TIMUR 18,97 20,30 21,45 22,72 23,61
BANTEN 29,39 26,13 32,16 33,00 31,42
BALI 29,34 31,66 34,34 35,80 37,97
NUSA TENGGARA BARAT 18,29 18,41 19,60 22,80 20,95
NUSA TENGGARA TIMUR 11,21 11,73 11,82 11,80 13,59
KALIMANTAN BARAT 17,66 19,42 19,42 19,78 24,01
KALIMANTAN TENGAH 23,44 25,19 26,22 30,11 38,90
KALIMANTAN SELATAN 18,98 20,16 21,03 23,54 23,43
KALIMANTAN TIMUR 67,09 59,20 75,12 88,99 82,89
KALIMANTAN UTARA 77,13 92,66 104,99
SULAWESI UTARA 40,14 41,32 44,38 45,74 38,06
SULAWESI TENGAH 35,59 37,57 40,10 39,60 40,19
SULAWESI SELATAN 29,26 31,53 34,66 37,18 39,79
SULAWESI TENGGARA 35,63 37,19 38,34 34,66 38,50
GORONTALO 39,04 42,69 40,94 46,90 51,00
SULAWESI BARAT 26,35 29,31 28,80 29,57 34,43
MALUKU 17,88 18,92 20,17 19,28 22,91
MALUKU UTARA 17,65 18,15 19,47 19,56 24,05
PAPUA BARAT 29,11 28,74 31,19 34,24 37,65
PAPUA 11,86 20,11 12,64 12,38 14,28
INDONESIA 26,04 27,95 28,97 31,03 32,02

128
PENGUKURAN PRODUKTIVITAS NASIONAL DAN REGIONAL 2017
LAMPIRAN

Lampiran 5. Produktivitas Tenaga Kerja di Kategori Lapangan Usaha Pertambangan dan


Penggalian Menurut Provinsi, 2012-2016
(Juta Rupiah per Pekerja per Tahun)

PROVINSI 2012 2013 2014 2015 2016

ACEH 1.054,51 1.031,32 793,45 634,33 433,16


SUMATERA UTARA 102,47 138,81 168,82 205,66 122,74
SUMATERA BARAT 162,97 158,95 144,83 196,60 98,04
RIAU 2.923,19 2.834,11 2.473,88 2.825,55 2.510,25
JAMBI 1.018,44 1.132,82 914,31 1.155,17 739,91
SUMATERA SELATAN 1.011,30 981,29 1.414,43 962,58 809,13
BENGKULU 172,80 137,43 146,18 129,59 79,83
LAMPUNG 368,10 847,16 765,17 437,89 729,50
KEP. BANGKA BELITUNG 48,84 49,83 60,08 84,61 82,37
KEPULAUAN RIAU 1.286,25 1.296,30 1.841,19 1.816,56 1.764,37
DKI JAKARTA 203,20 182,35 218,98 102,69 117,54
JAWA BARAT 139,80 191,31 191,69 201,17 238,89
JAWA TENGAH 147,14 213,26 179,64 128,79 154,70
D I YOGYAKARTA 32,22 50,80 34,58 30,02 22,35
JAWA TIMUR 405,31 492,90 425,02 526,97 564,48
BANTEN 46,80 52,05 39,74 92,51 332,19
BALI 191,38 174,41 159,95 167,57 1.199,90
NUSA TENGGARA BARAT 219,69 329,25 290,89 673,55 445,21
NUSA TENGGARA TIMUR 23,70 32,13 41,71 45,18 30,09
KALIMANTAN BARAT 53,33 51,33 54,30 123,88 110,51
KALIMANTAN TENGAH 160,10 160,26 177,68 189,31 105,71
KALIMANTAN SELATAN 323,84 384,06 390,27 427,51 544,94
KALIMANTAN TIMUR 1.520,73 1.466,80 1.447,20 1.627,60 1.634,31
KALIMANTAN UTARA 1.074,41 1.443,38 1.824,95
SULAWESI UTARA 95,71 129,18 155,66 189,20 229,92
SULAWESI TENGAH 242,89 458,68 451,20 383,74 560,22
SULAWESI SELATAN 484,59 589,80 827,73 625,71 396,44
SULAWESI TENGGARA 433,54 491,50 533,78 675,45 598,26
GORONTALO 13,83 20,69 23,36 20,54 22,67
SULAWESI BARAT 107,57 100,78 120,36 114,35 65,34
MALUKU 61,43 69,61 84,41 143,61 107,88
MALUKU UTARA 195,15 146,70 292,51 173,14 145,05
PAPUA BARAT 1.012,19 1.145,27 1.290,35 1.605,60 1.374,04
PAPUA 1.470,26 2.183,04 2.459,32 3.620,85 4.426,64
INDONESIA 481,10 555,70 553,66 582,49 527,60

129
PENGUKURAN PRODUKTIVITAS NASIONAL DAN REGIONAL 2017
LAMPIRAN

Lampiran 6. Produktivitas Tenaga Kerja di Kategori Lapangan Usaha Industri Pengolahan


Menurut Provinsi, 2012-2016
(Juta Rupiah per Pekerja per Tahun)

PROVINSI 2012 2013 2014 2015 2016

ACEH 108,51 106,58 81,36 63,72 46,74


SUMATERA UTARA 161,69 176,20 170,00 182,50 193,83
SUMATERA BARAT 79,63 100,47 93,42 98,87 74,54
RIAU 694,11 704,40 718,69 796,98 616,04
JAMBI 238,01 235,01 245,08 212,50 196,49
SUMATERA SELATAN 200,49 238,93 232,82 259,79 221,48
BENGKULU 52,90 76,39 80,80 62,73 48,56
LAMPUNG 86,66 105,77 111,40 103,89 107,88
KEP. BANGKA BELITUNG 261,53 276,47 289,43 290,09 190,09
KEPULAUAN RIAU 257,39 242,60 282,49 285,36 417,01
DKI JAKARTA 223,12 251,79 264,49 281,98 433,52
JAWA BARAT 110,76 119,57 126,43 133,06 139,46
JAWA TENGAH 69,01 76,46 83,27 85,05 89,83
D I YOGYAKARTA 31,43 37,86 36,82 37,74 39,80
JAWA TIMUR 108,68 118,61 130,88 141,94 146,75
BANTEN 97,12 107,86 102,34 112,85 123,80
BALI 22,34 23,44 25,26 30,30 22,79
NUSA TENGGARA BARAT 18,91 20,53 18,97 17,88 17,87
NUSA TENGGARA TIMUR 3,83 4,27 4,00 5,14 4,40
KALIMANTAN BARAT 193,64 222,35 209,76 211,73 153,38
KALIMANTAN TENGAH 302,55 300,81 399,36 266,29 195,75
KALIMANTAN SELATAN 93,23 93,26 116,01 106,91 102,07
KALIMANTAN TIMUR 802,39 960,58 979,25 1.101,92 894,71
KALIMANTAN UTARA 291,25 393,21 190,68
SULAWESI UTARA 108,67 122,07 101,07 108,33 110,23
SULAWESI TENGAH 54,54 60,65 62,66 140,61 118,65
SULAWESI SELATAN 114,75 143,17 155,55 141,24 129,53
SULAWESI TENGGARA 56,04 65,06 73,98 80,64 52,45
GORONTALO 17,44 20,99 19,82 23,57 21,33
SULAWESI BARAT 62,41 69,87 70,15 75,87 56,87
MALUKU 28,93 56,98 60,96 55,73 24,30
MALUKU UTARA 57,36 98,94 82,07 63,01 27,43
PAPUA BARAT 792,34 1.221,26 982,00 1.676,24 1.287,99
PAPUA 124,69 137,70 143,69 144,27 78,24
INDONESIA 105,16 114,00 118,71 124,50 127,09

130
PENGUKURAN PRODUKTIVITAS NASIONAL DAN REGIONAL 2017
LAMPIRAN

Lampiran 7. Produktivitas Tenaga Kerja di Kategori Lapangan Usaha Pengadaan Listrik dan Gas
Menurut Provinsi, 2012-2016
(Juta Rupiah per Pekerja per Tahun)

PROVINSI 2012 2013 2014 2015 2016

ACEH 58,69 44,38 64,29 43,65 34,85


SUMATERA UTARA 48,47 37,85 42,59 107,02 37,78
SUMATERA BARAT 34,85 34,32 34,40 28,29 17,14
RIAU 25,46 42,10 24,26 58,71 22,81
JAMBI 25,77 63,18 16,31 42,17 11,54
SUMATERA SELATAN 35,43 43,79 63,55 42,13 33,91
BENGKULU 19,44 20,19 21,87 19,48
LAMPUNG 47,75 34,66 180,85 46,68 54,49
KEP. BANGKA BELITUNG 17,36 21,69 35,69 16,59 7,01
KEPULAUAN RIAU 472,97 380,12 342,16 729,82
DKI JAKARTA 935,89 874,41 357,54 200,22 236,13
JAWA BARAT 133,82 117,09 146,83 160,32 179,43
JAWA TENGAH 30,99 52,33 45,22 36,07 39,84
D I YOGYAKARTA 49,72 24,00 56,19 190,03 87,42
JAWA TIMUR 162,95 214,90 163,42 189,78 135,72
BANTEN 344,21 341,76 294,65 200,75 177,52
BALI 41,86 34,51 49,42 68,62 91,56
NUSA TENGGARA BARAT 13,97 23,29 39,62 35,84 15,12
NUSA TENGGARA TIMUR 14,01 12,27 12,42 16,07 6,97
KALIMANTAN BARAT 37,32 30,07 22,69 33,43 28,10
KALIMANTAN TENGAH 32,14 20,37 29,68 47,82 25,86
KALIMANTAN SELATAN 18,46 30,51 23,36 32,28 48,19
KALIMANTAN TIMUR 28,89 40,58 62,57 49,80 58,66
KALIMANTAN UTARA 48,80 52,45 23,02
SULAWESI UTARA 24,86 29,28 47,81 33,41 19,58
SULAWESI TENGAH 10,79 10,00 18,26 12,90 15,83
SULAWESI SELATAN 14,31 24,94 30,03 67,26 31,03
SULAWESI TENGGARA 32,12 17,15 22,17 25,90 13,45
GORONTALO 44,16 22,49 20,58 12,42 7,85
SULAWESI BARAT 18,50 18,66 17,11 24,55
MALUKU 6,49 7,23 22,30 35,09 9,30
MALUKU UTARA 14,83 22,98 22,11 19,81 8,70
PAPUA BARAT 23,74 23,91 12,01 25,68 21,88
PAPUA 18,35 52,59 31,35 25,05 106,27
INDONESIA 424,67 459,88 460,56 471,54 385,19

131
PENGUKURAN PRODUKTIVITAS NASIONAL DAN REGIONAL 2017
LAMPIRAN

Lampiran 8. Produktivitas Tenaga Kerja di Kategori Lapangan Usaha Pengadaan Air, Pengelolaan
Sampah, Limbah, dan Daur Ulang Menurut Provinsi, 2012-2016
(Juta Rupiah per Pekerja per Tahun)

PROVINSI 2012 2013 2014 2015 2016

ACEH 12,51 7,97 12,87 9,20 7,42


SUMATERA UTARA 21,38 34,94 47,96 48,37 49,85
SUMATERA BARAT 43,28 31,93 26,41 50,66 52,75
RIAU 28,57 19,82 13,15 15,65 6,35
JAMBI 128,15 158,40 60,12 48,01 49,51
SUMATERA SELATAN 72,51 56,17 45,82 76,09 36,12
BENGKULU 77,14 92,56 36,30 193,22 35,12
LAMPUNG 61,37 44,65 27,42 74,74 31,44
KEP. BANGKA BELITUNG 23,88 9,02 14,22 5,63
KEPULAUAN RIAU 267,24 176,44 139,29 161,06 42,71
DKI JAKARTA 79,84 66,43 72,76 66,14 43,37
JAWA BARAT 21,28 19,68 17,36 8,84 14,22
JAWA TENGAH 50,67 35,97 26,82 28,52 27,63
D I YOGYAKARTA 31,01 60,68 22,63 38,54 14,79
JAWA TIMUR 54,37 43,98 51,82 50,73 76,17
BANTEN 16,87 11,95 9,90 14,61 25,90
BALI 73,64 92,25 68,48 36,87 109,62
NUSA TENGGARA BARAT 14,06 142,36 25,89 23,61 51,69
NUSA TENGGARA TIMUR 72,51 10,34 14,80 29,74 9,72
KALIMANTAN BARAT 52,38 42,25 73,86 89,46 106,10
KALIMANTAN TENGAH 34,55 31,59 20,64 28,11 18,34
KALIMANTAN SELATAN 248,83 148,72 89,51 131,78 110,51
KALIMANTAN TIMUR 38,98 44,85 38,94 23,02 44,55
KALIMANTAN UTARA 58,75 26,61 25,80
SULAWESI UTARA 42,08 52,65 48,71 41,61 66,68
SULAWESI TENGAH 153,09 70,38 27,12 43,91 26,86
SULAWESI SELATAN 50,80 107,51 74,02 42,80 42,25
SULAWESI TENGGARA 86,58 116,85 81,04 102,38
GORONTALO 13,24 73,42 9,33 24,24 23,94
SULAWESI BARAT 125,66 252,35 258,06
MALUKU 105,33 69,82 108,81 116,34 80,59
MALUKU UTARA 51,91 42,14 21,25 43,08 26,87
PAPUA BARAT 278,31 342,53 469,10 215,41 191,06
PAPUA 58,30 204,83 49,17 40,02 22,03
INDONESIA 38,92 35,37 30,82 27,55 31,58

132
PENGUKURAN PRODUKTIVITAS NASIONAL DAN REGIONAL 2017
LAMPIRAN

Lampiran 9. Produktivitas Tenaga Kerja di Kategori Lapangan Usaha Konstruksi


Menurut Provinsi, 2012-2016
(Juta Rupiah per Pekerja per Tahun)

PROVINSI 2012 2013 2014 2015 2016

ACEH 70,75 90,76 81,53 78,75 87,52


SUMATERA UTARA 117,06 120,41 136,50 150,79 185,85
SUMATERA BARAT 84,57 107,25 100,02 107,69 113,92
RIAU 236,42 220,53 255,24 235,79 229,03
JAMBI 104,54 129,45 138,47 136,09 103,58
SUMATERA SELATAN 171,61 202,14 170,00 169,20 179,78
BENGKULU 34,12 39,60 38,89 39,65 34,87
LAMPUNG 78,47 106,76 93,08 78,39 86,14
KEP. BANGKA BELITUNG 98,38 111,78 113,98 130,61 182,30
KEPULAUAN RIAU 361,94 363,61 432,05 390,30 513,27
DKI JAKARTA 942,51 996,07 858,82 852,83 1.076,97
JAWA BARAT 62,38 68,36 62,34 58,26 72,66
JAWA TENGAH 57,46 76,02 60,42 53,16 60,72
D I YOGYAKARTA 51,17 68,00 51,31 50,51 61,64
JAWA TIMUR 81,77 105,48 92,50 79,92 86,29
BANTEN 108,36 116,21 114,02 119,57 81,30
BALI 58,20 54,08 55,68 61,08 75,32
NUSA TENGGARA BARAT 66,67 61,80 68,84 49,44 54,56
NUSA TENGGARA TIMUR 62,87 71,39 72,28 80,70 63,25
KALIMANTAN BARAT 84,56 92,78 98,87 122,36 90,87
KALIMANTAN TENGAH 102,38 121,39 125,23 96,08 94,52
KALIMANTAN SELATAN 69,21 71,76 76,63 79,89 91,94
KALIMANTAN TIMUR 310,38 251,98 344,05 303,30 319,29
KALIMANTAN UTARA 501,67 355,48 474,68
SULAWESI UTARA 94,27 106,76 106,04 109,09 123,68
SULAWESI TENGAH 94,28 106,78 122,32 144,66 126,13
SULAWESI SELATAN 127,08 132,64 131,15 136,69 121,79
SULAWESI TENGGARA 106,69 137,25 136,95 131,68 126,65
GORONTALO 70,59 84,58 93,19 91,96 100,51
SULAWESI BARAT 63,68 70,42 75,38 69,92 41,35
MALUKU 71,46 54,27 75,56 52,76 65,10
MALUKU UTARA 61,39 69,30 53,24 57,22 65,96
PAPUA BARAT 257,09 374,83 274,65 270,39 216,81
PAPUA 377,20 571,00 354,36 328,83 362,46
INDONESIA 106,01 121,93 113,54 107,11 115,94

133
PENGUKURAN PRODUKTIVITAS NASIONAL DAN REGIONAL 2017
LAMPIRAN

Lampiran 10. Produktivitas Tenaga Kerja di Kategori Lapangan Usaha Perdagangan Besar dan
Eceran; Reparasi Mobil dan Sepeda Motor Menurut Provinsi, 2012-2016
(Juta Rupiah per Pekerja per Tahun)

PROVINSI 2012 2013 2014 2015 2016

ACEH 58,63 59,77 57,88 64,44 58,92


SUMATERA UTARA 63,64 66,62 71,45 73,35 85,15
SUMATERA BARAT 47,29 47,17 50,80 51,75 54,05
RIAU 75,19 81,51 83,12 84,54 100,65
JAMBI 42,35 44,47 46,32 50,09 49,92
SUMATERA SELATAN 43,06 45,43 42,85 44,26 44,66
BENGKULU 31,26 35,90 36,16 46,09 37,72
LAMPUNG 34,70 38,66 37,06 36,90 37,44
KEP. BANGKA BELITUNG 50,44 56,67 53,43 58,47 51,01
KEPULAUAN RIAU 53,51 60,89 62,77 72,63 83,88
DKI JAKARTA 165,20 164,12 183,05 184,05 179,48
JAWA BARAT 40,35 41,69 44,22 46,09 46,08
JAWA TENGAH 32,36 33,12 35,94 37,04 40,71
D I YOGYAKARTA 14,73 16,14 16,87 17,64 17,57
JAWA TIMUR 62,01 62,24 69,21 71,96 81,25
BANTEN 40,27 46,76 49,14 45,94 50,43
BALI 20,42 22,93 23,74 22,09 25,93
NUSA TENGGARA BARAT 23,38 25,51 25,18 25,24 25,86
NUSA TENGGARA TIMUR 35,69 36,98 35,94 36,26 30,58
KALIMANTAN BARAT 55,05 60,35 61,51 58,99 51,50
KALIMANTAN TENGAH 48,26 51,06 49,60 43,69 40,83
KALIMANTAN SELATAN 21,59 24,41 23,82 24,22 25,15
KALIMANTAN TIMUR 77,50 65,40 70,42 73,41 64,65
KALIMANTAN UTARA 134,72 105,64 138,25
SULAWESI UTARA 42,79 48,57 50,29 52,51 53,38
SULAWESI TENGAH 37,16 40,25 38,61 40,35 41,04
SULAWESI SELATAN 47,45 52,06 51,03 55,56 58,26
SULAWESI TENGGARA 38,49 42,26 44,09 48,05 44,51
GORONTALO 27,72 28,58 28,98 27,21 28,92
SULAWESI BARAT 24,51 31,55 30,54 45,80 37,07
MALUKU 33,52 41,33 45,09 36,89 52,22
MALUKU UTARA 53,32 60,35 62,70 62,79 63,44
PAPUA BARAT 49,35 55,33 51,85 55,08 55,14
PAPUA 75,41 124,82 95,10 92,17 74,07
INDONESIA 51,36 53,42 56,23 56,58 58,24

134
PENGUKURAN PRODUKTIVITAS NASIONAL DAN REGIONAL 2017
LAMPIRAN

Lampiran 11. Produktivitas Tenaga Kerja di Kategori Lapangan Usaha Transportasi dan
Pergudangan Menurut Provinsi, 2012-2016
(Juta Rupiah per Pekerja per Tahun)

PROVINSI 2012 2013 2014 2015 2016

ACEH 115,61 137,73 124,56 125,61 99,61


SUMATERA UTARA 63,86 72,11 74,02 66,93 71,99
SUMATERA BARAT 132,39 150,17 168,53 178,76 191,92
RIAU 36,03 41,35 42,96 43,03 38,74
JAMBI 79,86 68,70 72,42 74,47 89,10
SUMATERA SELATAN 32,68 33,65 31,29 37,11 35,96
BENGKULU 105,48 127,27 107,99 144,53 122,18
LAMPUNG 62,18 72,40 64,61 84,97 83,82
KEP. BANGKA BELITUNG 114,32 98,74 104,27 101,29 106,48
KEPULAUAN RIAU 66,35 77,90 78,35 85,96 87,28
DKI JAKARTA 96,27 108,29 123,42 139,39 117,72
JAWA BARAT 46,41 50,05 57,16 60,03 62,77
JAWA TENGAH 40,65 39,64 46,42 51,85 57,15
D I YOGYAKARTA 82,65 83,07 83,34 108,01 71,58
JAWA TIMUR 51,16 54,39 56,57 66,78 65,94
BANTEN 73,88 75,61 74,06 74,18 86,18
BALI 144,46 175,55 180,04 169,30 169,53
NUSA TENGGARA BARAT 67,60 71,90 67,89 86,51 62,15
NUSA TENGGARA TIMUR 24,61 24,77 30,80 27,88 24,49
KALIMANTAN BARAT 94,88 83,82 93,27 94,10 81,10
KALIMANTAN TENGAH 125,70 121,51 154,85 130,94 139,22
KALIMANTAN SELATAN 80,15 84,52 78,61 98,74 104,20
KALIMANTAN TIMUR 196,20 137,39 200,22 145,68 160,44
KALIMANTAN UTARA 227,94 247,30 178,35
SULAWESI UTARA 64,13 70,76 73,33 74,91 98,06
SULAWESI TENGAH 68,72 67,21 72,87 84,88 74,13
SULAWESI SELATAN 45,82 53,21 59,16 64,14 65,97
SULAWESI TENGGARA 57,33 60,24 70,97 78,75 69,62
GORONTALO 32,27 31,40 43,03 39,67 38,56
SULAWESI BARAT 20,54 21,68 27,57 22,43 24,03
MALUKU 30,17 32,83 28,75 28,48 24,66
MALUKU UTARA 35,03 41,05 42,07 37,16 38,05
PAPUA BARAT 46,11 53,97 56,26 52,79 62,46
PAPUA 83,43 137,45 105,60 126,02 79,93
INDONESIA 61,80 66,04 70,92 75,47 75,60

135
PENGUKURAN PRODUKTIVITAS NASIONAL DAN REGIONAL 2017
LAMPIRAN

Lampiran 12. Produktivitas Tenaga Kerja di Kategori Lapangan Usaha Penyediaan Akomodasi
dan Makan Minum Menurut Provinsi, 2012-2016
(Juta Rupiah per Pekerja per Tahun)

PROVINSI 2012 2013 2014 2015 2016

ACEH 32,86 20,74 21,51 19,75 12,41


SUMATERA UTARA 33,59 36,39 40,83 35,82 42,88
SUMATERA BARAT 16,00 15,23 13,20 12,76 12,68
RIAU 26,07 22,61 19,39 21,63 14,73
JAMBI 30,97 35,59 37,91 29,85 25,59
SUMATERA SELATAN 54,46 41,37 33,61 34,92 21,21
BENGKULU 38,69 34,41 40,82 31,13 14,67
LAMPUNG 31,79 30,50 28,48 29,71 23,46
KEP. BANGKA BELITUNG 75,06 68,33 70,54 52,88 38,81
KEPULAUAN RIAU 40,67 39,77 41,43 71,49 38,81
DKI JAKARTA 159,82 168,52 159,53 167,97 155,42
JAWA BARAT 37,22 35,92 29,04 26,44 27,22
JAWA TENGAH 35,67 31,52 31,27 30,65 29,50
D I YOGYAKARTA 72,98 55,56 55,16 71,69 44,21
JAWA TIMUR 78,43 74,93 75,45 76,27 71,12
BANTEN 41,01 34,46 34,01 49,94 38,59
BALI 109,48 113,03 104,77 94,48 93,58
NUSA TENGGARA BARAT 31,48 33,38 27,19 21,70 24,03
NUSA TENGGARA TIMUR 28,52 27,85 30,26 23,41 19,62
KALIMANTAN BARAT 57,86 44,91 40,00 35,62 32,63
KALIMANTAN TENGAH 67,40 63,44 48,61 51,57 39,42
KALIMANTAN SELATAN 27,84 23,33 22,37 21,97 17,77
KALIMANTAN TIMUR 61,64 53,30 61,36 46,15 35,46
KALIMANTAN UTARA 125,01 76,30 37,62
SULAWESI UTARA 43,46 36,18 47,18 39,74 33,15
SULAWESI TENGAH 20,09 22,43 19,02 13,88 10,36
SULAWESI SELATAN 46,83 49,37 47,28 42,08 25,26
SULAWESI TENGGARA 30,00 37,79 29,08 36,51 15,68
GORONTALO 51,30 38,02 42,33 31,03 18,40
SULAWESI BARAT 10,13 13,32 11,07 8,92 5,22
MALUKU 37,22 47,81 55,67 36,31 24,69
MALUKU UTARA 16,13 12,95 12,32 13,04 7,77
PAPUA BARAT 45,76 39,54 25,07 18,70 29,45
PAPUA 60,01 76,58 41,05 48,75 58,44
INDONESIA 60,18 57,50 53,52 51,34 45,14

136
PENGUKURAN PRODUKTIVITAS NASIONAL DAN REGIONAL 2017
LAMPIRAN

Lampiran 13. Produktivitas Tenaga Kerja di Kategori Lapangan Usaha Informasi dan Komunikasi
Menurut Provinsi, 2012-2016
(Juta Rupiah per Pekerja per Tahun)

PROVINSI 2012 2013 2014 2015 2016

ACEH 1.035,89 1.201,96 1.082,89 933,54 338,02


SUMATERA UTARA 327,72 368,27 349,35 470,44 453,64
SUMATERA BARAT 1.265,59 902,16 1.084,70 1.872,34 763,63
RIAU 278,97 218,62 330,05 368,34 188,90
JAMBI 552,11 586,81 490,36 1.377,38 437,43
SUMATERA SELATAN 450,33 740,18 532,44 948,94 534,52
BENGKULU 1.290,27 1.325,03 600,07 384,31 598,33
LAMPUNG 1.000,83 843,02 903,40 926,49 632,32
KEP. BANGKA BELITUNG 457,70 358,95 457,42 570,15 390,28
KEPULAUAN RIAU 309,78 579,18 371,68 499,34 368,79
DKI JAKARTA 1.114,94 1.062,04 1.125,32 1.340,08 1.799,38
JAWA BARAT 268,38 262,66 288,01 317,80 278,06
JAWA TENGAH 460,51 482,01 660,10 896,70 742,46
D I YOGYAKARTA 586,55 740,57 579,96 423,83 889,42
JAWA TIMUR 797,60 1.157,10 1.359,80 1.402,29 1.051,65
BANTEN 353,86 351,30 366,50 361,52 392,43
BALI 630,60 1.214,63 1.043,28 1.809,78 467,75
NUSA TENGGARA BARAT 511,44 388,43 334,65 525,77 163,39
NUSA TENGGARA TIMUR 1.862,52 1.772,07 1.403,15 1.092,18 1.354,71
KALIMANTAN BARAT 915,96 957,61 1.490,44 796,74 816,94
KALIMANTAN TENGAH 221,03 321,67 431,84 286,96 261,01
KALIMANTAN SELATAN 617,03 711,50 631,11 700,38 567,99
KALIMANTAN TIMUR 616,64 445,96 510,01 934,78 1.107,78
KALIMANTAN UTARA 510,54 649,53 763,20
SULAWESI UTARA 399,29 1.492,40 555,37 757,17 347,52
SULAWESI TENGAH 546,12 616,51 1.000,16 888,28 809,68
SULAWESI SELATAN 820,89 1.450,37 922,58 1.528,76 1.283,66
SULAWESI TENGGARA 531,74 541,80 443,78 1.819,65 216,61
GORONTALO 191,15 335,40 581,99 637,76 492,52
SULAWESI BARAT 3.193,55 836,52 2.127,94 2.434,11 909,17
MALUKU 731,71 554,54 490,98 486,67 371,76
MALUKU UTARA 1.858,15 623,47 989,23 1.011,81 4.067,94
PAPUA BARAT 658,42 666,72 348,38 490,55 1.005,46
PAPUA 1.580,55 5.226,09 1.764,04 2.675,57 2.256,47
INDONESIA 592,03 650,22 674,32 779,04 671,79

137
PENGUKURAN PRODUKTIVITAS NASIONAL DAN REGIONAL 2017
LAMPIRAN

Lampiran 14. Produktivitas Tenaga Kerja di Kategori Lapangan Usaha Jasa Keuangan dan
Asuransi Menurut Provinsi, 2012-2016
(Juta Rupiah per Pekerja per Tahun)

PROVINSI 2012 2013 2014 2015 2016

ACEH 145,71 172,53 170,63 192,27 108,11


SUMATERA UTARA 195,81 173,91 245,08 194,92 243,81
SUMATERA BARAT 158,65 184,66 187,35 160,96 132,76
RIAU 102,28 123,52 169,09 133,40 147,80
JAMBI 163,49 170,68 183,66 218,84 268,26
SUMATERA SELATAN 135,81 137,16 197,06 212,34 232,27
BENGKULU 146,66 114,34 161,29 117,85 181,96
LAMPUNG 202,01 151,22 152,81 168,29 225,91
KEP. BANGKA BELITUNG 109,44 111,13 115,16 105,51 139,67
KEPULAUAN RIAU 264,19 396,97 356,25 245,50 713,25
DKI JAKARTA 645,51 664,16 677,64 619,56 707,83
JAWA BARAT 96,11 101,66 96,13 97,64 74,24
JAWA TENGAH 112,12 107,85 105,15 106,83 123,39
D I YOGYAKARTA 74,44 85,96 89,42 107,42 113,18
JAWA TIMUR 142,03 155,31 149,05 155,02 175,17
BANTEN 79,90 81,52 92,53 91,73 97,11
BALI 70,26 75,11 90,74 86,66 92,41
NUSA TENGGARA BARAT 115,15 100,49 136,62 171,66 131,24
NUSA TENGGARA TIMUR 130,29 156,44 143,93 106,73 213,99
KALIMANTAN BARAT 171,06 221,32 212,04 192,97 239,14
KALIMANTAN TENGAH 359,80 313,61 386,24 255,62 331,61
KALIMANTAN SELATAN 159,86 205,73 252,56 145,07 191,22
KALIMANTAN TIMUR 303,94 230,51 308,77 209,86 238,41
KALIMANTAN UTARA 200,67 214,12 265,68
SULAWESI UTARA 179,45 125,37 137,91 151,26 235,09
SULAWESI TENGAH 123,58 162,53 186,43 196,79 166,72
SULAWESI SELATAN 217,15 194,68 175,27 161,43 338,20
SULAWESI TENGGARA 210,94 187,92 148,89 155,29 148,72
GORONTALO 160,48 123,88 109,64 229,36 134,97
SULAWESI BARAT 157,72 99,88 115,36 164,09 662,40
MALUKU 152,02 123,22 119,18 167,94 143,42
MALUKU UTARA 207,63 176,01 172,55 127,01 179,61
PAPUA BARAT 148,44 220,62 102,34 137,12 200,18
PAPUA 218,48 307,68 179,52 201,57 228,02
INDONESIA 201,53 204,85 211,45 207,96 218,54

138
PENGUKURAN PRODUKTIVITAS NASIONAL DAN REGIONAL 2017
LAMPIRAN

Lampiran 15. Produktivitas Tenaga Kerja di Kategori Lapangan Usaha Real Estat
Menurut Provinsi, 2012-2016
(Juta Rupiah per Pekerja per Tahun)

PROVINSI 2012 2013 2014 2015 2016

ACEH 6.663,21 10.365,44 12.641,56


SUMATERA UTARA 13.254,02 4.391,49 2.670,65 3.881,58 3.842,19
SUMATERA BARAT 3.456,32 51.506,82 1.691,44 10.692,98 2.071,21
RIAU 7.573,36 2.154,37 2.798,68 3.210,94 896,04
JAMBI 2.590,27
SUMATERA SELATAN 1.739,28 1.207,42 2.648,60 3.436,46 2.940,03
BENGKULU 9.989,79 13.797,85 2.590,03 6.540,04 3.759,16
LAMPUNG 6.204,56 7.948,12 1.613,81 35.512,78 5.021,30
KEP. BANGKA BELITUNG 10.215,65 9.869,45 6.162,22 2.742,81
KEPULAUAN RIAU 710,97 2.765,78 473,97 9.001,65 646,90
DKI JAKARTA 1.298,70 1.328,84 1.150,09 1.152,17 658,15
JAWA BARAT 183,80 224,40 167,67 160,87 223,48
JAWA TENGAH 1.482,35 2.373,19 3.772,42 1.587,82 1.850,10
D I YOGYAKARTA 2.226,67 1.960,22 1.278,24 2.432,02 1.571,30
JAWA TIMUR 1.005,87 1.226,37 743,44 645,28 763,98
BANTEN 756,21 1.144,26 865,03 702,93 706,90
BALI 1.212,60 923,60 1.608,93 1.035,39 1.024,96
NUSA TENGGARA BARAT 8.787,48 3.254,71 1.121,97
NUSA TENGGARA TIMUR 5.024,11 5.066,24 12.667,92
KALIMANTAN BARAT 6.431,41 10.372,67 1.932,42 4.773,37
KALIMANTAN TENGAH 75.635,68 6.743,45 3.508,24 721,19
KALIMANTAN SELATAN 1.073,69 6.970,94 859,44 1.564,31 1.118,61
KALIMANTAN TIMUR 851,20 1.744,16 1.381,25 1.807,37 557,73
KALIMANTAN UTARA 7.562,80 779,90
SULAWESI UTARA 2.765,41 3.897,96 2.953,54 5.855,05 1.099,30
SULAWESI TENGAH 2.032,66 2.800,06 7.394,51 2.340,93
SULAWESI SELATAN 2.600,53 3.511,56 2.921,05 2.226,98 10.739,48
SULAWESI TENGGARA 8.928,56 3.653,74 9.338,62 1.905,97 2.827,44
GORONTALO 2.310,70 2.445,98 10.995,68 739,56
SULAWESI BARAT
MALUKU 1.255,17 873,09 146,72
MALUKU UTARA 393,53
PAPUA BARAT 464,81 15.098,63 2.204,72 2.570,26
PAPUA 3.165,90 2.416,55 10.965,21 11.189,81 7.926,23
INDONESIA 1.051,45 1.243,80 961,34 920,85 782,79

139
PENGUKURAN PRODUKTIVITAS NASIONAL DAN REGIONAL 2017
LAMPIRAN

Lampiran 16. Produktivitas Tenaga Kerja di Kategori Lapangan Usaha Jasa Perusahaan
Menurut Provinsi, 2012-2016
(Juta Rupiah per Pekerja per Tahun)

PROVINSI 2012 2013 2014 2015 2016

ACEH 49,91 51,74 56,81 59,40 48,60


SUMATERA UTARA 86,88 67,18 79,65 71,57 89,68
SUMATERA BARAT 26,24 28,31 28,50 33,94 26,32
RIAU 0,53 0,65 0,62 0,63 0,81
JAMBI 139,60 187,58 131,33 160,61 128,49
SUMATERA SELATAN 8,39 8,99 7,49 11,46 14,04
BENGKULU 134,63 155,07 162,83 125,58 136,32
LAMPUNG 17,32 10,78 11,83 10,01 10,55
KEP. BANGKA BELITUNG 24,73 21,12 16,89 19,60 16,93
KEPULAUAN RIAU 0,55 0,57 0,56 0,56 0,68
DKI JAKARTA 475,76 436,40 563,36 510,04 435,31
JAWA BARAT 18,43 19,25 18,98 17,51 17,86
JAWA TENGAH 18,99 19,36 18,26 21,73 29,32
D I YOGYAKARTA 27,39 33,35 22,57 32,78 39,39
JAWA TIMUR 61,63 71,00 58,13 68,93 67,96
BANTEN 28,48 23,91 31,79 24,85 29,55
BALI 27,33 31,87 36,01 32,32 31,73
NUSA TENGGARA BARAT 10,30 9,73 11,01 12,80 7,44
NUSA TENGGARA TIMUR 26,92 16,38 17,46 19,72 17,15
KALIMANTAN BARAT 59,79 36,91 36,91 43,33 18,01
KALIMANTAN TENGAH 4,12 2,90 3,90 3,82 4,10
KALIMANTAN SELATAN 22,37 27,99 41,49 28,93 63,48
KALIMANTAN TIMUR 26,27 23,99 29,32 33,60 22,02
KALIMANTAN UTARA 39,35 69,52 79,81
SULAWESI UTARA 3,88 4,52 5,04 5,61 5,44
SULAWESI TENGAH 25,62 20,74 24,80 31,74 15,23
SULAWESI SELATAN 37,28 29,66 34,51 30,72 41,72
SULAWESI TENGGARA 17,64 15,46 20,39 19,24 25,89
GORONTALO 11,19 8,83 4,83 4,93 8,67
SULAWESI BARAT 13,55 25,14 18,85 6,92 5,75
MALUKU 147,60 88,75 107,50 73,69 32,33
MALUKU UTARA 32,48 57,27 68,40 37,22 42,52
PAPUA BARAT 32,73 36,42 21,83 33,72 42,16
PAPUA 300,33 301,56 222,84 158,22 193,49
INDONESIA 103,29 101,95 108,36 108,66 110,84

140
PENGUKURAN PRODUKTIVITAS NASIONAL DAN REGIONAL 2017
LAMPIRAN

Lampiran 17. Produktivitas Tenaga Kerja di Kategori Lapangan Usaha Administrasi Pemerintahan,
Pertahanan, dan Jaminan Sosial Wajib Menurut Provinsi, 2012-2016
(Juta Rupiah per Pekerja per Tahun)

PROVINSI 2012 2013 2014 2015 2016

ACEH 74,14 71,75 71,32 69,05 50,91


SUMATERA UTARA 91,12 90,77 106,11 78,73 63,98
SUMATERA BARAT 82,65 86,72 96,34 79,02 73,35
RIAU 100,91 92,55 86,96 65,56 57,54
JAMBI 55,20 54,36 76,13 68,11 70,40
SUMATERA SELATAN 66,40 60,67 70,23 77,04 47,34
BENGKULU 54,21 52,90 50,92 62,84 49,92
LAMPUNG 50,45 55,35 63,66 72,99 61,78
KEP. BANGKA BELITUNG 82,31 71,72 72,29 68,36 68,61
KEPULAUAN RIAU 70,88 78,95 67,43 64,54 40,27
DKI JAKARTA 330,03 303,30 376,37 342,13 234,86
JAWA BARAT 53,33 54,66 49,34 44,64 36,25
JAWA TENGAH 62,69 63,04 63,59 67,73 61,55
D I YOGYAKARTA 79,89 74,47 92,68 89,73 89,18
JAWA TIMUR 72,30 77,33 72,06 70,35 61,66
BANTEN 46,19 44,86 52,89 40,65 38,38
BALI 57,77 61,92 64,69 84,33 73,94
NUSA TENGGARA BARAT 43,17 45,60 43,90 45,65 46,13
NUSA TENGGARA TIMUR 56,83 64,08 65,15 74,31 54,61
KALIMANTAN BARAT 70,06 62,94 73,79 71,07 67,52
KALIMANTAN TENGAH 64,59 76,53 70,87 76,82 65,85
KALIMANTAN SELATAN 78,83 82,01 90,80 68,09 57,59
KALIMANTAN TIMUR 103,61 74,97 99,64 90,88 67,37
KALIMANTAN UTARA 95,42 91,78 94,09
SULAWESI UTARA 64,56 64,79 72,78 71,15 60,41
SULAWESI TENGAH 42,79 43,75 53,27 50,19 55,38
SULAWESI SELATAN 50,26 48,93 53,14 58,46 51,89
SULAWESI TENGGARA 42,11 41,38 47,11 56,80 48,21
GORONTALO 52,24 51,78 59,14 49,33 40,40
SULAWESI BARAT 52,61 68,41 59,67 71,99 73,21
MALUKU 96,83 94,52 87,86 99,34 76,43
MALUKU UTARA 70,88 72,33 80,61 79,08 74,64
PAPUA BARAT 107,12 105,24 119,33 115,39 90,08
PAPUA 98,32 154,65 126,92 122,00 93,27
INDONESIA 78,24 79,73 80,88 76,94 64,16

141
PENGUKURAN PRODUKTIVITAS NASIONAL DAN REGIONAL 2017
LAMPIRAN

Lampiran 18. Produktivitas Tenaga Kerja di Kategori Lapangan Usaha Jasa Pendidikan
Menurut Provinsi, 2012-2016
(Juta Rupiah per Pekerja per Tahun)

PROVINSI 2012 2013 2014 2015 2016

ACEH 16,93 15,76 15,09 16,96 17,97


SUMATERA UTARA 29,88 32,55 30,02 30,59 28,71
SUMATERA BARAT 30,01 30,02 29,26 35,03 33,25
RIAU 15,79 15,06 15,94 14,81 12,39
JAMBI 45,97 47,95 49,95 43,28 44,36
SUMATERA SELATAN 31,80 35,11 35,78 46,66 37,73
BENGKULU 46,15 49,15 45,71 48,06 38,07
LAMPUNG 24,95 26,23 27,07 35,98 27,55
KEP. BANGKA BELITUNG 38,23 39,45 43,28 39,84 33,25
KEPULAUAN RIAU 51,08 57,80 51,29 39,83 29,08
DKI JAKARTA 227,88 331,63 355,27 355,48 503,55
JAWA BARAT 29,55 31,46 35,77 34,37 34,50
JAWA TENGAH 35,80 41,08 41,17 43,99 49,30
D I YOGYAKARTA 60,07 59,19 59,36 56,71 51,29
JAWA TIMUR 39,03 45,34 40,87 40,86 41,36
BANTEN 42,76 43,37 38,36 47,21 48,31
BALI 51,88 59,35 63,09 85,68 84,51
NUSA TENGGARA BARAT 23,85 26,84 27,68 27,25 27,61
NUSA TENGGARA TIMUR 40,43 39,72 39,57 39,07 34,39
KALIMANTAN BARAT 46,40 51,52 51,58 57,98 41,25
KALIMANTAN TENGAH 55,79 47,79 53,42 52,32 50,62
KALIMANTAN SELATAN 47,47 44,66 43,61 44,31 41,81
KALIMANTAN TIMUR 50,18 49,93 71,30 66,15 66,94
KALIMANTAN UTARA 81,63 60,18 78,93
SULAWESI UTARA 27,86 28,47 32,84 32,19 30,79
SULAWESI TENGAH 43,73 36,19 37,56 41,85 33,38
SULAWESI SELATAN 53,59 53,98 53,24 60,63 66,02
SULAWESI TENGGARA 46,45 51,45 49,32 50,23 50,36
GORONTALO 30,27 32,51 34,90 32,47 22,14
SULAWESI BARAT 51,73 42,74 38,93 38,65 43,01
MALUKU 25,91 25,22 30,17 29,49 27,19
MALUKU UTARA 23,69 22,05 22,10 25,46 21,98
PAPUA BARAT 67,03 57,12 75,02 70,80 46,62
PAPUA 60,87 88,56 75,16 65,23 66,21
INDONESIA 45,92 49,66 48,58 50,49 48,29

142
PENGUKURAN PRODUKTIVITAS NASIONAL DAN REGIONAL 2017
LAMPIRAN

Lampiran 19. Produktivitas Tenaga Kerja di Kategori Lapangan Usaha Jasa Kesehatan dan
Kegiatan Sosial Menurut Provinsi, 2012-2016
(Juta Rupiah per Pekerja per Tahun)

PROVINSI 2012 2013 2014 2015 2016

ACEH 59,42 63,24 61,60 65,64 46,58


SUMATERA UTARA 40,74 58,69 64,47 53,59 52,13
SUMATERA BARAT 61,23 63,59 63,28 49,99 38,36
RIAU 22,62 18,81 31,10 29,13 19,53
JAMBI 61,49 70,75 77,92 79,50 56,71
SUMATERA SELATAN 39,51 31,28 37,34 42,87 22,06
BENGKULU 52,51 60,05 53,00 53,35 33,53
LAMPUNG 61,48 59,56 58,69 83,38 67,32
KEP. BANGKA BELITUNG 42,97 41,11 44,36 52,24 69,04
KEPULAUAN RIAU 119,44 135,55 169,58 61,74 81,96
DKI JAKARTA 149,40 188,17 200,38 242,00 260,45
JAWA BARAT 40,91 37,26 39,02 44,55 39,02
JAWA TENGAH 38,95 36,60 41,92 36,17 35,71
D I YOGYAKARTA 49,58 49,68 65,71 51,46 47,55
JAWA TIMUR 46,83 46,06 43,70 43,30 44,18
BANTEN 55,14 71,98 81,22 60,40 53,75
BALI 66,65 72,97 61,82 73,37 76,68
NUSA TENGGARA BARAT 63,07 58,73 63,71 69,08 46,89
NUSA TENGGARA TIMUR 47,35 49,19 44,10 41,96 41,58
KALIMANTAN BARAT 76,57 83,63 89,86 55,47 79,49
KALIMANTAN TENGAH 109,34 120,17 120,06 76,46 79,05
KALIMANTAN SELATAN 90,37 86,54 86,17 65,99 65,51
KALIMANTAN TIMUR 87,56 73,19 82,70 83,75 58,96
KALIMANTAN UTARA 71,88 83,27 88,40
SULAWESI UTARA 159,68 142,23 135,12 189,68 200,20
SULAWESI TENGAH 61,92 55,80 52,09 81,38 45,25
SULAWESI SELATAN 62,70 68,27 69,12 72,33 61,52
SULAWESI TENGGARA 31,20 33,08 44,45 42,42 34,71
GORONTALO 106,57 116,83 127,28 112,99 93,23
SULAWESI BARAT 49,38 51,08 49,81 68,31 55,23
MALUKU 77,07 51,47 50,06 81,89 43,00
MALUKU UTARA 57,34 77,58 73,50 77,29 66,86
PAPUA BARAT 63,26 45,98 63,38 43,00 39,62
PAPUA 148,36 182,48 189,77 135,79 113,92
INDONESIA 63,36 65,99 68,71 66,77 58,37

143
PENGUKURAN PRODUKTIVITAS NASIONAL DAN REGIONAL 2017
LAMPIRAN

Lampiran 20. Produktivitas Tenaga Kerja di Kategori Lapangan Usaha Jasa Lainnya
Menurut Provinsi, 2012-2016
(Juta Rupiah per Pekerja per Tahun)

PROVINSI 2012 2013 2014 2015 2016

ACEH 18,79 20,41 20,97 22,98 19,78


SUMATERA UTARA 5,21 5,04 6,05 7,49 11,62
SUMATERA BARAT 29,62 29,68 16,56 33,57 55,92
RIAU 17,47 20,45 21,62 21,66 27,46
JAMBI 30,17 36,04 10,98 35,08 37,51
SUMATERA SELATAN 16,03 17,01 17,40 18,47 14,71
BENGKULU 9,60 8,86 8,98 11,40 9,80
LAMPUNG 11,47 13,60 9,42 16,98 14,60
KEP. BANGKA BELITUNG 11,84 10,38 15,83 16,34 10,72
KEPULAUAN RIAU 18,78 19,70 16,16 19,11 20,92
DKI JAKARTA 54,00 70,32 76,63 87,76 100,58
JAWA BARAT 16,42 14,69 14,99 22,25 25,55
JAWA TENGAH 12,63 11,05 14,29 17,85 21,99
D I YOGYAKARTA 17,44 17,25 16,32 18,17 22,58
JAWA TIMUR 17,94 11,92 17,14 18,91 26,81
BANTEN 11,49 14,84 12,89 19,02 15,06
BALI 13,73 14,92 17,62 16,81 16,81
NUSA TENGGARA BARAT 22,10 22,96 26,91 24,15 20,38
NUSA TENGGARA TIMUR 35,39 36,15 33,76 36,13 37,54
KALIMANTAN BARAT 19,39 19,36 19,20 18,32 16,75
KALIMANTAN TENGAH 27,27 24,50 23,24 22,21 26,66
KALIMANTAN SELATAN 12,41 12,00 13,38 14,16 18,22
KALIMANTAN TIMUR 24,73 22,59 27,32 30,30 33,88
KALIMANTAN UTARA 32,81 29,45 32,52
SULAWESI UTARA 19,38 27,03 23,89 26,13 26,94
SULAWESI TENGAH 18,44 20,64 12,22 23,96 18,72
SULAWESI SELATAN 28,76 30,65 18,24 35,99 51,13
SULAWESI TENGGARA 30,90 33,78 39,65 58,16 36,13
GORONTALO 17,72 17,43 19,21 18,38 16,67
SULAWESI BARAT 40,15 55,22 62,22 46,76 80,06
MALUKU 29,96 25,79 25,66 31,64 25,77
MALUKU UTARA 21,63 21,07 19,95 22,93 14,48
PAPUA BARAT 13,52 17,61 15,11 10,31 13,20
PAPUA 66,38 109,79 14,51 103,70 75,58
INDONESIA 20,17 18,86 20,67 26,99 31,21

144
PENGUKURAN PRODUKTIVITAS NASIONAL DAN REGIONAL 2017
LAMPIRAN

Lampiran 21. Produktivitas Ekuivalen Tenaga Kerja di Kategori Lapangan Usaha Pertanian,
Kehutanan, dan Perikanan Menurut Provinsi, 2012-2016
(Juta Rupiah per Pekerja per Tahun)

PROVINSI 2012 2013 2014 2015 2016

ACEH 47,09 47,32 48,90 45,00 54,89


SUMATERA UTARA 44,38 44,12 50,59 53,62 55,15
SUMATERA BARAT 45,24 54,06 50,05 46,91 51,45
RIAU 113,72 119,64 121,19 123,25 133,75
JAMBI 44,64 64,57 58,60 51,54 57,78
SUMATERA SELATAN 27,06 32,57 30,51 29,02 29,82
BENGKULU 27,25 32,44 31,23 27,41 32,94
LAMPUNG 40,63 47,76 42,69 45,12 42,43
KEP. BANGKA BELITUNG 45,98 55,95 50,27 39,77 44,17
KEPULAUAN RIAU 51,52 74,56 75,20 64,55 56,06
DKI JAKARTA 45,38 94,80 41,59 62,93 21,78
JAWA BARAT 27,16 31,23 31,08 37,74 37,57
JAWA TENGAH 24,53 26,99 25,71 29,21 29,49
D I YOGYAKARTA 18,42 22,49 18,92 20,62 24,05
JAWA TIMUR 23,80 25,89 27,69 28,71 31,84
BANTEN 37,93 32,54 41,53 39,44 38,50
BALI 32,31 36,51 38,98 38,19 47,26
NUSA TENGGARA BARAT 24,84 25,79 26,42 29,21 27,68
NUSA TENGGARA TIMUR 15,18 16,15 16,76 16,56 19,47
KALIMANTAN BARAT 22,70 26,26 24,67 23,43 30,88
KALIMANTAN TENGAH 26,86 31,79 30,84 34,05 48,29
KALIMANTAN SELATAN 24,40 25,54 27,15 29,06 28,25
KALIMANTAN TIMUR 68,82 58,05 81,14 90,93 88,66
KALIMANTAN UTARA 80,28 86,26 97,35
SULAWESI UTARA 44,42 45,20 50,83 49,18 42,15
SULAWESI TENGAH 45,94 50,46 49,14 45,93 47,92
SULAWESI SELATAN 39,52 43,93 44,24 48,38 51,05
SULAWESI TENGGARA 50,21 55,23 50,18 42,99 47,12
GORONTALO 44,58 48,93 45,21 49,14 54,40
SULAWESI BARAT 42,78 52,86 44,42 43,11 49,63
MALUKU 21,80 23,26 24,89 21,77 27,28
MALUKU UTARA 22,91 23,11 24,77 25,09 26,34
PAPUA BARAT 34,00 35,64 38,26 39,38 46,95
PAPUA 14,12 25,36 15,34 15,37 17,85
INDONESIA 32,63 36,52 36,69 38,17 40,64

145
PENGUKURAN PRODUKTIVITAS NASIONAL DAN REGIONAL 2017
LAMPIRAN

Lampiran 22. Produktivitas Ekuivalen Tenaga Kerja di Kategori Lapangan Usaha Pertambangan
dan Penggalian Menurut Provinsi, 2012-2016
(Juta Rupiah per Pekerja per Tahun)

PROVINSI 2012 2013 2014 2015 2016

ACEH 1.033,20 1.155,93 829,13 567,63 374,50


SUMATERA UTARA 95,32 128,41 166,72 191,95 124,91
SUMATERA BARAT 165,83 202,58 146,93 207,15 94,96
RIAU 2.443,51 2.399,89 2.099,57 2.169,42 1.861,83
JAMBI 786,25 1.208,09 888,04 1.021,20 726,32
SUMATERA SELATAN 774,06 887,62 1.139,40 831,86 673,92
BENGKULU 140,23 158,54 145,90 124,84 73,85
LAMPUNG 353,53 805,08 776,99 432,66 569,82
KEP. BANGKA BELITUNG 43,99 54,52 59,26 81,11 76,96
KEPULAUAN RIAU 941,76 1.044,46 1.563,89 1.693,79 1.282,31
DKI JAKARTA 189,98 163,76 209,14 92,78 120,46
JAWA BARAT 117,56 191,17 163,40 185,15 209,52
JAWA TENGAH 140,02 229,75 166,82 120,43 160,02
D I YOGYAKARTA 29,59 55,94 31,03 25,72 20,48
JAWA TIMUR 388,10 461,39 383,59 481,06 488,72
BANTEN 51,02 55,91 39,42 88,75 304,28
BALI 175,46 189,32 148,84 129,38 3.428,27
NUSA TENGGARA BARAT 251,07 325,41 299,52 738,26 426,49
NUSA TENGGARA TIMUR 23,05 33,22 41,99 52,76 35,17
KALIMANTAN BARAT 48,36 43,82 49,23 116,38 92,87
KALIMANTAN TENGAH 131,28 131,46 151,30 147,87 79,61
KALIMANTAN SELATAN 247,33 337,37 306,03 332,34 370,91
KALIMANTAN TIMUR 991,84 970,33 951,28 1.094,16 1.178,20
KALIMANTAN UTARA 834,94 1.040,29 1.465,39
SULAWESI UTARA 80,37 115,28 137,13 169,94 202,44
SULAWESI TENGAH 207,51 449,14 410,74 338,85 454,27
SULAWESI SELATAN 466,92 601,02 771,68 574,53 370,63
SULAWESI TENGGARA 418,21 526,66 594,53 701,80 568,40
GORONTALO 11,11 21,19 17,99 16,09 18,97
SULAWESI BARAT 122,72 169,82 119,04 144,94 67,50
MALUKU 50,57 51,38 71,23 119,86 110,97
MALUKU UTARA 162,75 114,92 269,28 158,46 133,26
PAPUA BARAT 762,01 828,83 1.003,13 1.299,13 1.052,03
PAPUA 1.114,59 1.674,72 2.002,86 2.917,61 3.759,99
INDONESIA 411,72 505,96 481,18 507,04 455,42

146
PENGUKURAN PRODUKTIVITAS NASIONAL DAN REGIONAL 2017
LAMPIRAN

Lampiran 23. Produktivitas Ekuivalen Tenaga Kerja di Kategori Lapangan Usaha Industri
Pengolahan Menurut Provinsi, 2012-2016
(Juta Rupiah per Pekerja per Tahun)

PROVINSI 2012 2013 2014 2015 2016

ACEH 122,70 131,95 89,05 69,49 52,06


SUMATERA UTARA 143,54 161,58 151,06 166,60 176,06
SUMATERA BARAT 81,08 117,29 97,16 98,71 82,32
RIAU 606,05 639,52 663,75 722,99 609,29
JAMBI 214,65 250,29 225,04 193,13 177,45
SUMATERA SELATAN 186,13 253,83 227,08 237,67 229,86
BENGKULU 46,66 81,02 81,57 60,30 55,03
LAMPUNG 81,54 112,19 108,16 99,53 100,37
KEP. BANGKA BELITUNG 276,78 323,09 293,36 279,64 206,45
KEPULAUAN RIAU 212,77 202,54 239,31 240,98 381,29
DKI JAKARTA 193,50 237,74 229,79 246,98 381,41
JAWA BARAT 97,19 111,85 113,84 119,04 124,22
JAWA TENGAH 63,46 81,17 77,74 78,01 83,10
D I YOGYAKARTA 28,11 39,41 34,83 34,67 39,07
JAWA TIMUR 95,39 114,20 117,46 126,89 134,19
BANTEN 85,82 100,92 92,67 103,26 111,00
BALI 19,31 22,28 23,35 27,45 21,99
NUSA TENGGARA BARAT 19,99 22,31 20,77 18,28 20,16
NUSA TENGGARA TIMUR 4,74 5,48 5,05 6,36 5,91
KALIMANTAN BARAT 175,26 222,77 192,31 192,19 153,06
KALIMANTAN TENGAH 294,47 318,44 410,70 266,61 201,38
KALIMANTAN SELATAN 97,72 102,04 119,27 107,10 104,70
KALIMANTAN TIMUR 650,16 814,95 850,04 961,30 821,20
KALIMANTAN UTARA 262,19 309,90 135,19
SULAWESI UTARA 104,09 120,10 97,11 106,40 108,37
SULAWESI TENGAH 56,22 70,98 67,78 146,75 126,35
SULAWESI SELATAN 113,16 157,12 153,26 132,53 134,11
SULAWESI TENGGARA 60,01 77,01 80,03 81,64 58,38
GORONTALO 16,46 20,19 20,43 22,81 20,21
SULAWESI BARAT 77,37 116,30 87,76 87,41 60,67
MALUKU 30,23 54,91 61,01 50,42 28,67
MALUKU UTARA 67,04 121,67 97,14 73,34 29,20
PAPUA BARAT 655,05 1.025,61 917,96 1.852,09 1.074,36
PAPUA 110,11 112,18 137,21 140,29 70,83
INDONESIA 94,69 112,10 109,30 113,60 118,28

147
PENGUKURAN PRODUKTIVITAS NASIONAL DAN REGIONAL 2017
LAMPIRAN

Lampiran 24. Produktivitas Ekuivalen Tenaga Kerja di Kategori Lapangan Usaha Pengadaan
Listrik dan Gas Menurut Provinsi, 2012-2016
(Juta Rupiah per Pekerja per Tahun)

PROVINSI 2012 2013 2014 2015 2016

ACEH 55,28 45,82 75,20 42,18 37,67


SUMATERA UTARA 42,32 35,82 35,98 91,48 33,70
SUMATERA BARAT 32,60 34,94 40,44 25,75 14,92
RIAU 18,55 43,58 31,96 59,90 22,04
JAMBI 32,14 80,65 16,49 38,24 10,81
SUMATERA SELATAN 27,52 36,28 59,31 35,46 29,59
BENGKULU 17,35 21,58 21,75 22,05
LAMPUNG 47,35 35,10 140,96 35,53 50,69
KEP. BANGKA BELITUNG 16,23 20,63 36,51 13,39 6,04
KEPULAUAN RIAU 390,98 346,36 307,77 769,63
DKI JAKARTA 843,06 826,79 314,45 197,46 241,54
JAWA BARAT 129,68 110,55 131,48 150,20 154,79
JAWA TENGAH 28,23 50,13 37,86 33,79 40,45
D I YOGYAKARTA 39,46 27,61 45,60 130,16 62,45
JAWA TIMUR 132,57 207,66 143,02 167,11 116,13
BANTEN 314,11 350,78 277,82 187,78 155,66
BALI 39,63 31,53 47,78 56,12 99,86
NUSA TENGGARA BARAT 18,97 25,90 37,66 42,38 13,83
NUSA TENGGARA TIMUR 10,32 12,50 11,23 15,34 5,69
KALIMANTAN BARAT 30,81 33,65 20,14 29,02 26,58
KALIMANTAN TENGAH 38,12 20,87 28,83 42,12 21,72
KALIMANTAN SELATAN 18,57 30,32 20,87 28,94 39,11
KALIMANTAN TIMUR 26,62 32,88 52,32 45,29 39,60
KALIMANTAN UTARA 53,63 47,41 24,45
SULAWESI UTARA 23,27 28,84 49,47 32,67 17,53
SULAWESI TENGAH 10,03 10,51 17,16 18,08 16,75
SULAWESI SELATAN 13,24 24,96 30,15 55,93 28,39
SULAWESI TENGGARA 36,42 20,71 21,83 28,65 11,52
GORONTALO 38,68 18,64 15,60 11,89 6,61
SULAWESI BARAT 15,84 22,78 14,31 28,89
MALUKU 4,48 6,94 17,16 26,40 10,36
MALUKU UTARA 19,00 21,27 19,79 14,94 6,47
PAPUA BARAT 21,04 28,05 10,99 23,93 30,58
PAPUA 14,85 47,62 25,35 19,63 128,82
INDONESIA 381,54 446,03 421,04 434,44 348,01

148
PENGUKURAN PRODUKTIVITAS NASIONAL DAN REGIONAL 2017
LAMPIRAN

Lampiran 25. Produktivitas Ekuivalen Tenaga Kerja di Kategori Lapangan Usaha Pengadaan Air,
Pengelolaan Sampah, Limbah, dan Daur Ulang Menurut Provinsi, 2012-2016
(Juta Rupiah per Pekerja per Tahun)

PROVINSI 2012 2013 2014 2015 2016

ACEH 11,59 8,12 14,86 10,15 8,14


SUMATERA UTARA 19,33 29,99 36,84 42,22 50,58
SUMATERA BARAT 40,11 35,60 24,05 43,18 64,09
RIAU 28,74 16,27 12,56 14,21 7,07
JAMBI 107,77 165,82 47,69 39,69 47,22
SUMATERA SELATAN 62,09 59,82 42,51 66,83 41,10
BENGKULU 64,05 90,82 35,57 218,14 36,26
LAMPUNG 58,58 40,36 20,62 82,08 36,14
KEP. BANGKA BELITUNG 17,53 8,45 17,81 4,92
KEPULAUAN RIAU 210,41 184,88 152,67 148,72 38,81
DKI JAKARTA 70,07 65,40 76,25 47,58 45,91
JAWA BARAT 17,69 17,70 16,32 8,78 13,38
JAWA TENGAH 49,60 36,60 26,99 25,98 26,80
D I YOGYAKARTA 35,27 171,77 21,27 32,86 11,84
JAWA TIMUR 48,66 46,48 51,03 45,23 74,07
BANTEN 15,47 10,27 8,43 12,90 26,10
BALI 71,51 102,47 66,28 39,50 158,16
NUSA TENGGARA BARAT 15,25 131,96 28,67 25,38 50,42
NUSA TENGGARA TIMUR 93,50 11,17 15,01 20,26 6,95
KALIMANTAN BARAT 46,34 42,33 72,72 75,63 85,45
KALIMANTAN TENGAH 29,95 32,08 23,50 28,39 19,96
KALIMANTAN SELATAN 390,76 153,02 132,53 127,46 150,47
KALIMANTAN TIMUR 26,76 32,40 34,61 17,39 37,23
KALIMANTAN UTARA 30,08 19,18 19,02
SULAWESI UTARA 41,08 63,58 50,45 36,46 54,72
SULAWESI TENGAH 174,09 104,50 37,61 99,49 45,96
SULAWESI SELATAN 45,23 106,30 67,50 35,81 45,68
SULAWESI TENGGARA 78,58 141,78 76,91 103,16
GORONTALO 16,18 73,42 9,05 18,43 28,16
SULAWESI BARAT 151,05 630,89 688,16
MALUKU 57,28 61,46 134,17 225,39 145,04
MALUKU UTARA 57,56 29,36 23,35 36,01 35,82
PAPUA BARAT 184,13 334,86 426,46 234,67 272,94
PAPUA 66,86 200,63 43,48 35,65 17,06
INDONESIA 34,70 33,75 29,03 25,65 31,35

149
PENGUKURAN PRODUKTIVITAS NASIONAL DAN REGIONAL 2017
LAMPIRAN

Lampiran 26. Produktivitas Ekuivalen Tenaga Kerja di Kategori Lapangan Usaha Konstruksi
Menurut Provinsi, 2012-2016
(Juta Rupiah per Pekerja per Tahun)

PROVINSI 2012 2013 2014 2015 2016

ACEH 72,25 97,66 78,98 72,12 82,37


SUMATERA UTARA 101,10 108,13 120,04 132,57 158,54
SUMATERA BARAT 76,59 110,85 92,36 96,28 103,81
RIAU 197,52 194,76 232,20 210,87 208,30
JAMBI 92,44 124,63 137,19 121,37 90,49
SUMATERA SELATAN 143,73 200,55 147,55 147,92 153,57
BENGKULU 29,02 39,74 34,16 35,39 30,08
LAMPUNG 66,26 111,37 83,39 67,26 70,29
KEP. BANGKA BELITUNG 91,95 106,27 106,07 113,58 165,99
KEPULAUAN RIAU 290,76 314,27 366,16 325,13 435,77
DKI JAKARTA 777,79 865,27 711,48 705,10 905,06
JAWA BARAT 52,83 64,78 54,24 50,27 61,07
JAWA TENGAH 48,52 76,79 52,43 44,96 51,12
D I YOGYAKARTA 42,73 67,16 43,57 43,42 56,42
JAWA TIMUR 66,45 96,60 77,66 67,16 72,70
BANTEN 93,21 102,97 97,89 102,43 68,22
BALI 44,72 44,94 45,18 48,83 64,64
NUSA TENGGARA BARAT 58,61 59,49 60,30 42,55 48,52
NUSA TENGGARA TIMUR 54,40 64,94 65,80 73,08 58,12
KALIMANTAN BARAT 72,89 87,64 86,70 105,19 76,19
KALIMANTAN TENGAH 86,84 107,15 113,35 84,37 82,92
KALIMANTAN SELATAN 62,72 69,38 70,96 72,77 80,06
KALIMANTAN TIMUR 239,11 207,76 295,19 259,22 260,35
KALIMANTAN UTARA 429,08 279,88 349,34
SULAWESI UTARA 84,61 99,52 98,44 99,04 110,08
SULAWESI TENGAH 83,82 113,97 111,70 130,64 113,56
SULAWESI SELATAN 109,87 123,07 116,22 117,20 102,88
SULAWESI TENGGARA 93,62 136,61 126,18 108,16 106,24
GORONTALO 58,64 75,04 79,14 76,73 79,25
SULAWESI BARAT 54,92 85,92 74,27 62,03 37,32
MALUKU 60,54 44,13 63,74 43,22 57,21
MALUKU UTARA 56,78 68,45 47,25 51,33 52,80
PAPUA BARAT 241,77 317,37 245,16 225,42 193,47
PAPUA 314,66 450,74 301,35 279,85 304,09
INDONESIA 89,49 114,62 98,64 91,67 98,64

150
PENGUKURAN PRODUKTIVITAS NASIONAL DAN REGIONAL 2017
LAMPIRAN

Lampiran 27. Produktivitas Ekuivalen Tenaga Kerja di Kategori Lapangan Usaha Perdagangan
Besar dan Eceran; Reparasi Mobil dan Sepeda Motor Menurut Provinsi, 2012-2016
(Juta Rupiah per Pekerja per Tahun)

PROVINSI 2012 2013 2014 2015 2016

ACEH 52,38 52,56 50,81 53,74 49,74


SUMATERA UTARA 51,68 56,85 58,99 60,59 69,97
SUMATERA BARAT 41,47 43,47 42,95 42,27 46,87
RIAU 60,70 66,15 67,82 66,41 80,12
JAMBI 35,08 41,62 39,86 41,93 41,05
SUMATERA SELATAN 35,55 39,94 35,05 36,92 37,01
BENGKULU 25,53 31,83 29,64 38,55 32,39
LAMPUNG 28,77 36,32 31,58 31,31 30,23
KEP. BANGKA BELITUNG 43,32 52,54 48,55 49,29 45,01
KEPULAUAN RIAU 39,63 50,14 46,98 57,54 66,51
DKI JAKARTA 127,69 129,28 142,03 144,09 146,58
JAWA BARAT 32,64 34,78 35,83 37,26 36,95
JAWA TENGAH 27,35 30,24 30,14 31,10 34,80
D I YOGYAKARTA 12,53 15,43 14,79 14,66 16,14
JAWA TIMUR 50,87 54,29 57,00 59,06 67,15
BANTEN 33,08 37,86 39,99 37,35 43,46
BALI 15,47 18,67 19,28 17,82 21,11
NUSA TENGGARA BARAT 21,16 23,66 22,17 22,27 23,17
NUSA TENGGARA TIMUR 30,00 32,37 30,85 30,56 26,30
KALIMANTAN BARAT 44,78 50,76 49,80 46,96 39,34
KALIMANTAN TENGAH 37,54 41,94 41,14 35,66 32,81
KALIMANTAN SELATAN 20,05 22,70 21,05 21,58 21,54
KALIMANTAN TIMUR 60,65 50,38 55,02 58,00 52,54
KALIMANTAN UTARA 112,89 80,86 92,99
SULAWESI UTARA 37,66 42,01 42,84 44,07 43,09
SULAWESI TENGAH 31,50 38,66 34,23 34,15 34,02
SULAWESI SELATAN 39,95 48,50 43,82 48,82 51,23
SULAWESI TENGGARA 34,19 41,16 39,98 40,26 40,68
GORONTALO 23,65 24,26 24,34 22,10 24,33
SULAWESI BARAT 23,03 34,29 28,68 40,68 32,51
MALUKU 29,11 35,60 37,65 31,73 44,51
MALUKU UTARA 48,04 55,19 59,09 52,25 49,96
PAPUA BARAT 41,22 46,33 43,07 45,61 48,31
PAPUA 61,47 102,92 75,44 75,37 57,69
INDONESIA 42,30 46,20 46,48 46,56 48,32

151
PENGUKURAN PRODUKTIVITAS NASIONAL DAN REGIONAL 2017
LAMPIRAN

Lampiran 28. Produktivitas Ekuivalen Tenaga Kerja di Kategori Lapangan Usaha Transportasi dan
Pergudangan Menurut Provinsi, 2012-2016
(Juta Rupiah per Pekerja per Tahun)

PROVINSI 2012 2013 2014 2015 2016

ACEH 100,63 121,68 109,38 111,63 86,76


SUMATERA UTARA 48,12 56,08 56,36 50,21 57,84
SUMATERA BARAT 109,72 134,08 147,71 148,41 160,00
RIAU 30,08 36,06 34,99 35,87 29,20
JAMBI 68,68 65,14 64,50 63,48 79,14
SUMATERA SELATAN 26,70 29,84 25,86 31,01 30,73
BENGKULU 81,51 111,51 87,99 125,30 103,00
LAMPUNG 52,02 67,00 54,14 71,21 72,54
KEP. BANGKA BELITUNG 106,96 97,82 95,28 93,31 101,82
KEPULAUAN RIAU 47,38 55,50 66,52 67,84 71,09
DKI JAKARTA 77,62 86,60 97,27 113,99 93,65
JAWA BARAT 37,45 42,12 47,79 50,43 51,78
JAWA TENGAH 33,39 35,51 38,92 42,88 48,40
D I YOGYAKARTA 68,15 72,71 70,72 91,12 76,19
JAWA TIMUR 41,18 46,16 45,81 55,47 58,12
BANTEN 59,57 65,41 63,55 60,03 75,58
BALI 108,78 139,84 147,94 132,23 135,55
NUSA TENGGARA BARAT 60,85 64,05 61,67 75,18 56,55
NUSA TENGGARA TIMUR 20,61 21,52 27,34 24,03 21,61
KALIMANTAN BARAT 79,16 72,26 81,68 81,03 74,77
KALIMANTAN TENGAH 107,46 102,00 143,05 118,69 123,93
KALIMANTAN SELATAN 74,92 74,38 70,58 90,48 99,97
KALIMANTAN TIMUR 153,51 109,34 165,62 118,81 138,29
KALIMANTAN UTARA 213,97 194,49 131,85
SULAWESI UTARA 52,57 59,64 60,62 61,20 85,02
SULAWESI TENGAH 59,54 67,17 63,16 75,37 65,33
SULAWESI SELATAN 37,02 46,62 48,67 52,02 52,58
SULAWESI TENGGARA 48,50 55,87 63,10 64,06 57,57
GORONTALO 25,87 25,13 33,41 29,47 30,76
SULAWESI BARAT 18,80 30,82 28,48 22,02 26,04
MALUKU 23,17 26,24 24,14 21,60 23,04
MALUKU UTARA 29,29 33,64 34,27 30,04 29,83
PAPUA BARAT 37,34 42,15 47,19 42,18 51,25
PAPUA 68,50 105,42 80,24 96,62 66,60
INDONESIA 50,16 56,28 58,89 62,27 63,89

152
PENGUKURAN PRODUKTIVITAS NASIONAL DAN REGIONAL 2017
LAMPIRAN

Lampiran 29. Produktivitas Ekuivalen Tenaga Kerja di Kategori Lapangan Usaha Penyediaan
Akomodasi dan Makan Minum Menurut Provinsi, 2012-2016
(Juta Rupiah per Pekerja per Tahun)

PROVINSI 2012 2013 2014 2015 2016

ACEH 32,92 18,01 16,98 16,30 10,42


SUMATERA UTARA 29,14 30,95 34,37 29,66 36,75
SUMATERA BARAT 14,60 13,06 11,14 10,05 10,12
RIAU 23,61 18,19 14,87 16,47 12,14
JAMBI 28,43 33,30 35,69 25,95 21,22
SUMATERA SELATAN 43,64 35,66 26,11 29,30 16,22
BENGKULU 31,71 29,05 32,00 25,61 12,08
LAMPUNG 27,06 30,10 24,02 24,76 19,66
KEP. BANGKA BELITUNG 64,56 60,56 61,66 44,81 39,29
KEPULAUAN RIAU 31,74 30,62 35,60 59,95 32,36
DKI JAKARTA 124,24 132,28 123,83 130,60 123,33
JAWA BARAT 31,77 31,52 23,78 21,88 21,74
JAWA TENGAH 29,89 28,28 26,26 25,16 24,25
D I YOGYAKARTA 63,42 48,23 47,44 57,48 39,33
JAWA TIMUR 64,84 61,44 60,63 59,93 55,74
BANTEN 36,49 29,64 29,21 40,49 29,91
BALI 85,90 92,76 85,21 72,57 79,17
NUSA TENGGARA BARAT 29,75 30,80 22,92 18,08 19,98
NUSA TENGGARA TIMUR 19,62 20,14 20,80 19,13 15,81
KALIMANTAN BARAT 47,27 35,88 32,86 28,95 25,99
KALIMANTAN TENGAH 54,98 51,64 41,84 43,31 31,69
KALIMANTAN SELATAN 26,83 23,35 20,30 19,28 16,16
KALIMANTAN TIMUR 50,23 43,11 51,35 37,64 27,96
KALIMANTAN UTARA 100,66 70,96 26,37
SULAWESI UTARA 39,07 33,05 41,12 35,03 25,98
SULAWESI TENGAH 17,24 25,69 16,94 10,95 9,98
SULAWESI SELATAN 40,12 43,97 38,22 34,28 21,58
SULAWESI TENGGARA 30,08 33,18 25,57 28,89 14,35
GORONTALO 49,00 35,40 37,40 26,16 16,46
SULAWESI BARAT 10,50 17,64 11,12 7,87 4,76
MALUKU 31,30 42,41 38,15 26,87 25,81
MALUKU UTARA 15,18 9,89 13,32 12,53 7,18
PAPUA BARAT 35,91 31,72 20,47 15,97 21,70
PAPUA 44,36 59,61 34,07 41,34 47,36
INDONESIA 50,53 49,08 43,97 41,58 36,71

153
PENGUKURAN PRODUKTIVITAS NASIONAL DAN REGIONAL 2017
LAMPIRAN

Lampiran 30. Produktivitas Ekuivalen Tenaga Kerja di Kategori Lapangan Usaha Informasi dan
Komunikasi Menurut Provinsi, 2012-2016
(Juta Rupiah per Pekerja per Tahun)

PROVINSI 2012 2013 2014 2015 2016

ACEH 961,49 1.193,02 982,50 796,14 271,71


SUMATERA UTARA 266,60 302,38 271,05 403,83 371,52
SUMATERA BARAT 928,09 757,57 734,31 1.426,70 591,80
RIAU 228,70 182,39 230,24 290,78 132,17
JAMBI 504,07 490,46 430,01 1.165,34 340,78
SUMATERA SELATAN 336,27 604,26 384,82 832,98 393,43
BENGKULU 837,83 1.117,42 539,00 306,55 496,56
LAMPUNG 850,37 735,23 805,45 829,98 466,05
KEP. BANGKA BELITUNG 315,92 289,76 343,73 479,90 269,41
KEPULAUAN RIAU 225,46 421,78 304,12 449,74 287,82
DKI JAKARTA 896,32 895,14 946,64 1.137,40 1.458,87
JAWA BARAT 207,39 238,81 244,74 274,19 237,55
JAWA TENGAH 398,24 442,13 545,56 721,33 611,64
D I YOGYAKARTA 538,94 663,43 486,19 367,78 807,53
JAWA TIMUR 613,54 1.032,23 1.128,71 1.100,27 805,03
BANTEN 293,94 311,48 355,80 315,81 337,35
BALI 536,03 1.259,20 856,59 1.531,30 305,28
NUSA TENGGARA BARAT 535,72 432,76 394,41 436,31 153,30
NUSA TENGGARA TIMUR 1.336,39 1.446,64 1.167,40 984,43 1.429,73
KALIMANTAN BARAT 679,44 767,86 1.223,78 734,81 660,42
KALIMANTAN TENGAH 176,13 282,11 416,11 265,51 247,92
KALIMANTAN SELATAN 611,19 586,98 658,42 601,22 481,96
KALIMANTAN TIMUR 507,62 393,81 384,59 851,11 890,35
KALIMANTAN UTARA 474,12 447,90 347,25
SULAWESI UTARA 301,17 1.434,74 432,48 672,30 315,55
SULAWESI TENGAH 493,98 608,90 953,24 855,85 509,12
SULAWESI SELATAN 675,74 1.341,69 796,16 1.335,26 1.089,05
SULAWESI TENGGARA 393,13 472,74 424,27 1.523,23 199,07
GORONTALO 166,68 305,28 326,05 440,39 332,24
SULAWESI BARAT 2.745,52 1.769,62 2.859,71 1.433,08 989,09
MALUKU 627,25 485,25 400,31 427,34 281,62
MALUKU UTARA 1.688,37 481,74 890,78 981,38 4.067,94
PAPUA BARAT 562,94 571,70 293,93 431,18 821,93
PAPUA 1.178,88 5.000,69 1.566,19 2.141,53 2.085,54
INDONESIA 476,26 572,07 567,56 660,25 544,73

154
PENGUKURAN PRODUKTIVITAS NASIONAL DAN REGIONAL 2017
LAMPIRAN

Lampiran 31. Produktivitas Ekuivalen Tenaga Kerja di Kategori Lapangan Usaha Jasa Keuangan
dan Asuransi Menurut Provinsi, 2012-2016
(Juta Rupiah per Pekerja per Tahun)

PROVINSI 2012 2013 2014 2015 2016

ACEH 139,27 169,65 170,84 173,67 106,46


SUMATERA UTARA 173,77 164,23 224,85 180,80 203,37
SUMATERA BARAT 151,62 187,22 170,48 150,72 114,16
RIAU 92,63 126,19 153,63 124,33 134,62
JAMBI 144,93 177,35 167,21 207,73 232,10
SUMATERA SELATAN 121,42 146,14 177,42 190,72 205,41
BENGKULU 120,88 114,65 145,35 100,00 179,82
LAMPUNG 179,85 143,11 136,65 153,22 193,01
KEP. BANGKA BELITUNG 99,54 122,81 109,25 101,20 120,15
KEPULAUAN RIAU 234,54 380,68 294,13 216,28 673,64
DKI JAKARTA 575,69 614,75 625,09 576,98 660,49
JAWA BARAT 86,69 93,93 85,32 87,92 66,81
JAWA TENGAH 98,13 106,33 90,45 95,14 112,94
D I YOGYAKARTA 68,60 85,69 81,19 99,51 98,38
JAWA TIMUR 121,71 142,28 130,53 135,60 163,54
BANTEN 70,93 75,69 85,54 83,29 96,50
BALI 59,57 72,29 78,16 75,76 81,29
NUSA TENGGARA BARAT 121,50 100,48 120,32 158,26 131,60
NUSA TENGGARA TIMUR 112,25 149,60 129,88 95,42 184,46
KALIMANTAN BARAT 147,33 211,27 189,91 169,93 216,15
KALIMANTAN TENGAH 306,41 279,45 365,88 226,03 273,57
KALIMANTAN SELATAN 144,95 210,09 230,59 135,75 152,52
KALIMANTAN TIMUR 266,85 207,06 288,73 201,38 261,68
KALIMANTAN UTARA 193,10 201,39 204,89
SULAWESI UTARA 164,02 120,58 117,99 147,15 195,14
SULAWESI TENGAH 108,02 173,21 162,56 181,35 164,48
SULAWESI SELATAN 207,19 185,17 164,81 149,77 285,37
SULAWESI TENGGARA 185,44 180,73 133,65 125,11 130,50
GORONTALO 148,33 105,72 89,97 177,87 118,64
SULAWESI BARAT 153,26 131,75 131,26 156,10 563,74
MALUKU 108,52 115,12 104,25 144,90 141,09
MALUKU UTARA 179,96 165,82 160,84 111,65 148,82
PAPUA BARAT 116,27 181,45 85,86 119,00 170,29
PAPUA 188,61 260,76 150,34 166,14 170,71
INDONESIA 178,83 194,42 188,94 187,94 199,12

155
PENGUKURAN PRODUKTIVITAS NASIONAL DAN REGIONAL 2017
LAMPIRAN

Lampiran 32. Produktivitas Ekuivalen Tenaga Kerja di Kategori Lapangan Usaha Real Estat
Menurut Provinsi, 2012-2016
(Juta Rupiah per Pekerja per Tahun)

PROVINSI 2012 2013 2014 2015 2016

ACEH 5.818,31 12.569,61 201.093,49


SUMATERA UTARA 13.674,87 5.251,58 2.942,21 2.749,78 2.707,94
SUMATERA BARAT 25.568,83 515.068,20 1.378,71 3.367,91
RIAU 9.309,58 3.610,45 2.071,13 4.297,02 1.114,19
JAMBI 2.158,56
SUMATERA SELATAN 3.410,95 1.093,75 2.389,71 3.436,38 2.045,64
BENGKULU 57.084,51 551.913,81 1.644,46 6.014,66
LAMPUNG 5.706,27 9.935,15 1.743,46 44.390,97 9.564,39
KEP. BANGKA BELITUNG 9.502,93 16.620,92 7.253,32 36.570,80
KEPULAUAN RIAU 897,55 9.039,57 390,19 8.166,19 558,97
DKI JAKARTA 1.306,69 1.469,63 1.214,41 1.268,98 531,79
JAWA BARAT 169,74 205,66 149,49 147,87 222,07
JAWA TENGAH 1.069,84 1.953,43 4.220,27 1.383,21 2.242,88
D I YOGYAKARTA 1.785,63 2.335,77 1.586,26 1.951,20 1.897,55
JAWA TIMUR 841,84 998,36 633,70 550,47 672,63
BANTEN 783,86 1.187,00 888,80 635,30 779,17
BALI 1.458,51 865,67 1.732,62 1.438,79 1.422,86
NUSA TENGGARA BARAT 8.369,03 2.650,19 2.281,70
NUSA TENGGARA TIMUR 16.747,05 11.390,44 7.343,72
KALIMANTAN BARAT 4.993,45 10.290,42 2.103,66 6.957,86
KALIMANTAN TENGAH 336.158,58 38.533,99 3.213,65 735,61
KALIMANTAN SELATAN 1.318,41 17.539,77 1.237,92 2.140,17 2.622,09
KALIMANTAN TIMUR 677,52 1.834,71 1.482,66 2.191,03 964,35
KALIMANTAN UTARA 10.398,70
SULAWESI UTARA 2.616,15 3.856,09 2.344,08 5.089,36 926,72
SULAWESI TENGAH 3.015,49 3.612,56 7.394,51 6.688,37
SULAWESI SELATAN 1.839,63 2.997,06 2.741,87 1.943,69 8.949,57
SULAWESI TENGGARA 6.377,55 2.580,21 8.893,92 22.689,29 2.308,11
GORONTALO 4.401,34 2.038,32 29.582,60
SULAWESI BARAT
MALUKU 1.045,98 122,27
MALUKU UTARA 749,57
PAPUA BARAT 5.574,30 3.382,76 20.562,05
PAPUA 6.358,67 4.697,00 6.265,83 12.764,75 10.568,31
INDONESIA 1.013,96 1.241,01 931,43 889,34 723,91

156
PENGUKURAN PRODUKTIVITAS NASIONAL DAN REGIONAL 2017
LAMPIRAN

Lampiran 33. Produktivitas Ekuivalen Tenaga Kerja di Kategori Lapangan Usaha Jasa Perusahaan
Menurut Provinsi, 2012-2016
(Juta Rupiah per Pekerja per Tahun)

PROVINSI 2012 2013 2014 2015 2016

ACEH 47,54 54,63 51,39 62,49 42,60


SUMATERA UTARA 77,61 60,70 68,62 65,27 78,21
SUMATERA BARAT 24,43 26,22 26,90 32,57 22,83
RIAU 0,43 0,55 0,55 0,53 0,81
JAMBI 120,74 177,55 120,23 137,63 124,33
SUMATERA SELATAN 7,66 8,74 7,64 10,68 11,83
BENGKULU 115,08 157,55 163,28 117,11 129,35
LAMPUNG 15,16 10,80 11,17 9,61 12,90
KEP. BANGKA BELITUNG 22,74 23,70 15,71 18,79 16,71
KEPULAUAN RIAU 0,47 0,52 0,50 0,46 0,62
DKI JAKARTA 421,56 381,12 493,42 446,92 402,99
JAWA BARAT 16,08 17,63 16,81 15,31 15,20
JAWA TENGAH 16,46 19,19 16,35 19,09 26,31
D I YOGYAKARTA 24,78 36,36 21,89 29,10 46,21
JAWA TIMUR 52,21 58,55 51,51 59,10 57,93
BANTEN 24,73 21,46 28,37 20,61 25,15
BALI 20,46 26,78 27,56 26,18 27,06
NUSA TENGGARA BARAT 10,55 10,12 10,92 11,01 6,10
NUSA TENGGARA TIMUR 26,48 15,53 16,52 18,49 13,93
KALIMANTAN BARAT 52,60 32,93 29,12 37,89 16,21
KALIMANTAN TENGAH 3,91 2,66 3,34 3,17 3,34
KALIMANTAN SELATAN 21,60 34,16 40,76 25,32 44,80
KALIMANTAN TIMUR 21,08 19,88 25,44 29,28 18,78
KALIMANTAN UTARA 31,07 69,00 100,39
SULAWESI UTARA 3,56 4,28 4,70 5,43 5,37
SULAWESI TENGAH 22,53 21,65 22,54 30,22 13,66
SULAWESI SELATAN 35,11 29,62 32,62 27,13 41,41
SULAWESI TENGGARA 19,13 18,36 19,90 15,63 27,57
GORONTALO 15,22 7,56 4,27 4,29 6,50
SULAWESI BARAT 11,14 25,09 14,84 6,55 4,94
MALUKU 116,16 84,22 84,80 64,05 30,90
MALUKU UTARA 31,88 60,18 62,60 37,07 39,40
PAPUA BARAT 28,64 35,37 19,98 31,56 29,36
PAPUA 256,02 230,32 188,95 129,75 167,52
INDONESIA 90,09 92,97 96,61 94,77 98,41

157
PENGUKURAN PRODUKTIVITAS NASIONAL DAN REGIONAL 2017
LAMPIRAN

Lampiran 34. Produktivitas Ekuivalen Tenaga Kerja di Kategori Lapangan Usaha Administrasi
Pemerintahan, Pertahanan, dan Jaminan Sosial Wajib Menurut Provinsi, 2012-2016
(Juta Rupiah per Pekerja per Tahun)

PROVINSI 2012 2013 2014 2015 2016

ACEH 76,79 74,07 70,27 66,71 50,57


SUMATERA UTARA 84,54 89,67 96,66 73,72 61,84
SUMATERA BARAT 83,75 89,50 91,92 74,37 74,69
RIAU 99,22 90,36 85,61 64,85 56,67
JAMBI 59,69 61,03 77,94 68,36 74,42
SUMATERA SELATAN 66,10 64,93 68,05 75,37 47,22
BENGKULU 54,78 54,32 50,15 62,61 50,85
LAMPUNG 46,58 57,15 62,14 71,60 63,19
KEP. BANGKA BELITUNG 84,43 75,51 68,12 67,16 69,10
KEPULAUAN RIAU 67,76 79,06 65,65 59,35 40,85
DKI JAKARTA 312,32 279,68 349,62 319,67 190,89
JAWA BARAT 48,90 53,20 46,48 41,45 34,06
JAWA TENGAH 61,13 63,37 58,61 61,49 59,10
D I YOGYAKARTA 74,18 71,07 82,13 80,03 84,72
JAWA TIMUR 68,16 71,39 66,49 64,80 59,61
BANTEN 43,72 41,87 50,77 38,57 36,57
BALI 51,16 60,48 57,72 77,58 72,77
NUSA TENGGARA BARAT 42,74 50,07 41,02 44,14 50,95
NUSA TENGGARA TIMUR 55,12 67,08 63,62 72,39 55,83
KALIMANTAN BARAT 67,20 61,99 71,20 68,36 70,36
KALIMANTAN TENGAH 65,73 79,84 73,14 72,68 65,86
KALIMANTAN SELATAN 80,72 88,46 89,84 67,08 62,70
KALIMANTAN TIMUR 102,62 74,94 95,50 90,11 66,49
KALIMANTAN UTARA 94,64 92,44 98,93
SULAWESI UTARA 61,60 64,11 68,01 66,71 59,81
SULAWESI TENGAH 44,72 46,86 54,49 50,11 60,41
SULAWESI SELATAN 49,59 52,37 52,60 57,70 52,89
SULAWESI TENGGARA 44,20 47,90 49,31 55,71 50,05
GORONTALO 61,75 53,52 58,28 47,97 41,59
SULAWESI BARAT 62,98 83,74 67,11 76,71 82,09
MALUKU 97,46 88,34 79,14 95,23 75,74
MALUKU UTARA 75,83 78,92 87,01 81,24 80,20
PAPUA BARAT 115,45 104,59 125,51 113,76 100,11
PAPUA 97,42 151,34 128,54 119,85 97,58
INDONESIA 75,89 79,81 77,28 73,11 62,90

158
PENGUKURAN PRODUKTIVITAS NASIONAL DAN REGIONAL 2017
LAMPIRAN

Lampiran 35. Produktivitas Ekuivalen Tenaga Kerja di Kategori Lapangan Usaha Jasa Pendidikan
Menurut Provinsi, 2012-2016
(Juta Rupiah per Pekerja per Tahun)

PROVINSI 2012 2013 2014 2015 2016

ACEH 25,50 21,57 19,76 21,18 23,78


SUMATERA UTARA 35,68 39,23 35,05 36,28 35,04
SUMATERA BARAT 36,51 41,13 33,56 39,01 40,37
RIAU 20,86 19,39 19,98 17,94 14,86
JAMBI 59,22 83,23 63,70 53,86 59,71
SUMATERA SELATAN 38,91 48,85 41,77 52,58 45,81
BENGKULU 56,20 72,35 51,44 55,18 47,53
LAMPUNG 31,28 37,90 31,72 43,19 35,16
KEP. BANGKA BELITUNG 46,41 56,46 50,48 44,78 38,97
KEPULAUAN RIAU 62,75 70,93 54,36 41,54 32,64
DKI JAKARTA 240,70 383,54 369,46 388,28 561,65
JAWA BARAT 33,58 40,88 40,18 38,73 38,83
JAWA TENGAH 41,24 56,70 43,93 46,77 55,47
D I YOGYAKARTA 65,17 78,92 60,56 55,59 55,96
JAWA TIMUR 45,89 57,28 45,83 45,36 47,77
BANTEN 45,96 48,28 44,54 54,57 57,73
BALI 50,05 66,53 63,36 85,26 97,61
NUSA TENGGARA BARAT 31,46 41,56 31,78 32,59 38,23
NUSA TENGGARA TIMUR 45,50 50,34 43,86 42,77 41,14
KALIMANTAN BARAT 55,05 65,21 60,48 66,67 51,78
KALIMANTAN TENGAH 70,63 64,20 68,70 63,62 68,17
KALIMANTAN SELATAN 100,98 67,65 55,09 53,00 51,60
KALIMANTAN TIMUR 59,74 58,64 83,27 74,74 78,13
KALIMANTAN UTARA 97,87 69,32 103,93
SULAWESI UTARA 31,29 33,80 35,89 34,49 35,08
SULAWESI TENGAH 93,17 55,05 42,44 45,98 40,36
SULAWESI SELATAN 85,77 77,20 61,97 71,50 85,11
SULAWESI TENGGARA 81,58 80,44 60,45 57,88 64,00
GORONTALO 66,07 37,79 38,47 34,91 25,71
SULAWESI BARAT 187,56 76,62 49,61 49,23 61,21
MALUKU 27,60 28,51 32,96 31,23 34,23
MALUKU UTARA 44,08 32,28 26,20 28,43 29,37
PAPUA BARAT 79,44 67,95 90,47 80,61 53,97
PAPUA 63,95 96,57 80,01 70,09 76,41
INDONESIA 55,39 65,03 55,06 56,79 57,24

159
PENGUKURAN PRODUKTIVITAS NASIONAL DAN REGIONAL 2017
LAMPIRAN

Lampiran 36. Produktivitas Ekuivalen Tenaga Kerja di Kategori Lapangan Usaha Jasa Kesehatan
dan Kegiatan Sosial Menurut Provinsi, 2012-2016
(Juta Rupiah per Pekerja per Tahun)

PROVINSI 2012 2013 2014 2015 2016

ACEH 64,31 68,64 65,07 70,49 49,24


SUMATERA UTARA 36,65 55,81 57,88 46,17 47,34
SUMATERA BARAT 61,47 63,43 57,39 45,16 38,27
RIAU 20,74 17,42 28,72 28,27 18,25
JAMBI 63,75 74,13 80,70 75,19 58,98
SUMATERA SELATAN 39,25 33,61 36,79 39,80 23,45
BENGKULU 54,17 64,01 49,07 54,17 35,77
LAMPUNG 59,17 57,57 61,40 76,11 73,55
KEP. BANGKA BELITUNG 41,38 42,16 45,68 47,72 66,01
KEPULAUAN RIAU 107,79 134,33 142,38 53,31 77,42
DKI JAKARTA 131,95 168,68 180,66 221,02 247,24
JAWA BARAT 38,69 33,27 35,23 40,04 34,77
JAWA TENGAH 36,21 34,51 38,85 33,51 32,15
D I YOGYAKARTA 45,41 50,96 62,24 47,60 43,18
JAWA TIMUR 42,02 44,45 39,69 38,67 38,14
BANTEN 49,77 67,07 78,38 56,55 54,14
BALI 60,74 68,12 57,55 64,58 80,51
NUSA TENGGARA BARAT 63,40 59,09 62,49 68,84 45,54
NUSA TENGGARA TIMUR 45,05 51,21 40,64 41,24 43,45
KALIMANTAN BARAT 71,79 83,42 83,47 51,95 75,27
KALIMANTAN TENGAH 107,04 134,24 125,52 81,95 80,58
KALIMANTAN SELATAN 96,70 100,79 89,54 65,63 63,42
KALIMANTAN TIMUR 81,27 65,72 77,85 77,48 57,76
KALIMANTAN UTARA 77,36 81,72 93,18
SULAWESI UTARA 150,49 135,68 128,75 163,76 194,01
SULAWESI TENGAH 64,99 63,27 53,88 76,39 47,35
SULAWESI SELATAN 59,86 71,35 69,75 71,62 58,49
SULAWESI TENGGARA 32,58 36,78 44,63 46,26 40,13
GORONTALO 107,42 115,91 126,15 101,80 90,87
SULAWESI BARAT 51,49 68,69 53,83 82,70 65,27
MALUKU 70,22 56,71 49,47 83,32 41,60
MALUKU UTARA 62,59 86,93 76,26 73,65 61,32
PAPUA BARAT 63,49 47,34 65,90 40,20 38,82
PAPUA 146,50 170,96 172,02 130,15 107,21
INDONESIA 59,44 63,88 64,66 61,89 55,33

160
PENGUKURAN PRODUKTIVITAS NASIONAL DAN REGIONAL 2017
LAMPIRAN

Lampiran 37. Produktivitas Ekuivalen Tenaga Kerja di Kategori Lapangan Usaha Jasa Lainnya
Menurut Provinsi, 2012-2016
(Juta Rupiah per Pekerja per Tahun)

PROVINSI 2012 2013 2014 2015 2016

ACEH 20,56 23,36 23,20 25,25 24,97


SUMATERA UTARA 5,12 5,00 6,14 7,74 11,20
SUMATERA BARAT 27,64 33,68 19,33 33,41 58,65
RIAU 15,42 17,69 21,26 18,94 27,40
JAMBI 30,60 37,68 14,94 34,65 36,55
SUMATERA SELATAN 14,49 18,58 17,44 17,45 14,44
BENGKULU 9,31 9,81 9,44 12,13 9,56
LAMPUNG 11,71 14,14 11,17 16,74 14,67
KEP. BANGKA BELITUNG 12,64 10,63 16,90 15,52 12,70
KEPULAUAN RIAU 16,21 20,35 12,21 17,13 18,43
DKI JAKARTA 45,74 59,51 63,10 64,78 82,47
JAWA BARAT 14,22 14,39 14,92 20,05 24,86
JAWA TENGAH 11,01 10,84 13,51 15,91 19,96
D I YOGYAKARTA 15,46 17,42 14,88 16,72 21,08
JAWA TIMUR 16,09 11,45 16,02 16,72 24,95
BANTEN 10,21 13,16 12,18 17,62 12,66
BALI 11,05 12,46 14,74 13,82 14,74
NUSA TENGGARA BARAT 21,43 22,96 26,43 24,35 19,79
NUSA TENGGARA TIMUR 29,00 33,39 35,60 36,45 41,15
KALIMANTAN BARAT 19,35 19,55 19,29 18,07 18,09
KALIMANTAN TENGAH 27,19 28,01 26,30 23,02 33,06
KALIMANTAN SELATAN 13,76 13,67 14,64 14,89 18,94
KALIMANTAN TIMUR 23,17 19,73 27,94 28,47 31,12
KALIMANTAN UTARA 27,15 28,76 23,24
SULAWESI UTARA 21,36 27,98 25,38 27,21 35,18
SULAWESI TENGAH 19,41 23,88 15,27 24,49 20,84
SULAWESI SELATAN 25,28 28,14 19,70 35,44 52,97
SULAWESI TENGGARA 33,25 36,94 42,58 54,54 37,12
GORONTALO 20,18 20,91 21,40 20,66 21,70
SULAWESI BARAT 41,16 74,03 63,20 44,33 82,18
MALUKU 38,09 29,41 35,83 31,46 28,38
MALUKU UTARA 26,40 21,99 26,73 23,20 14,19
PAPUA BARAT 13,26 16,18 16,17 8,85 12,07
PAPUA 62,56 104,31 17,99 94,38 68,54
INDONESIA 18,08 18,14 20,11 24,21 29,27

161
PENGUKURAN PRODUKTIVITAS NASIONAL DAN REGIONAL 2017
LAMPIRAN

Lampiran 38. Produktivitas Jam Kerja di Kategori Lapangan Usaha Pertanian, Kehutanan, dan
Perikanan Menurut Provinsi, 2012-2016
(Rupiah per Jam)

PROVINSI 2012 2013 2014 2015 2016

ACEH 22.893 23.002 23.772 21.875 26.684


SUMATERA UTARA 21.574 21.449 24.591 26.065 26.809
SUMATERA BARAT 21.990 26.278 24.328 22.804 25.012
RIAU 55.281 58.158 58.912 59.914 65.015
JAMBI 21.700 31.390 28.486 25.053 28.089
SUMATERA SELATAN 13.153 15.833 14.833 14.109 14.494
BENGKULU 13.249 15.772 15.183 13.323 16.013
LAMPUNG 19.749 23.218 20.752 21.932 20.623
KEP. BANGKA BELITUNG 22.352 27.199 24.439 19.335 21.473
KEPULAUAN RIAU 25.046 36.243 36.554 31.377 27.251
DKI JAKARTA 22.062 46.084 20.218 30.590 10.586
JAWA BARAT 13.202 15.179 15.109 18.344 18.264
JAWA TENGAH 11.925 13.120 12.498 14.199 14.337
D I YOGYAKARTA 8.954 10.931 9.200 10.021 11.692
JAWA TIMUR 11.572 12.586 13.459 13.954 15.478
BANTEN 18.438 15.818 20.189 19.171 18.715
BALI 15.706 17.747 18.951 18.565 22.975
NUSA TENGGARA BARAT 12.077 12.535 12.841 14.202 13.454
NUSA TENGGARA TIMUR 7.379 7.849 8.145 8.052 9.465
KALIMANTAN BARAT 11.035 12.767 11.990 11.388 15.013
KALIMANTAN TENGAH 13.058 15.452 14.992 16.551 23.475
KALIMANTAN SELATAN 11.860 12.415 13.200 14.124 13.732
KALIMANTAN TIMUR 33.452 28.221 39.442 44.200 43.098
KALIMANTAN UTARA 39.025 41.934 47.323
SULAWESI UTARA 21.595 21.970 24.707 23.906 20.490
SULAWESI TENGAH 22.334 24.531 23.887 22.325 23.296
SULAWESI SELATAN 19.212 21.355 21.505 23.520 24.814
SULAWESI TENGGARA 24.409 26.849 24.394 20.897 22.908
GORONTALO 21.670 23.784 21.975 23.889 26.443
SULAWESI BARAT 20.798 25.696 21.593 20.956 24.124
MALUKU 10.599 11.309 12.101 10.582 13.263
MALUKU UTARA 11.139 11.234 12.039 12.195 12.805
PAPUA BARAT 16.529 17.323 18.599 19.142 22.823
PAPUA 6.863 12.327 7.456 7.470 8.675
INDONESIA 15.861 17.755 17.834 18.554 19.756

162
PENGUKURAN PRODUKTIVITAS NASIONAL DAN REGIONAL 2017
LAMPIRAN

Lampiran 39. Produktivitas Jam Kerja di Kategori Lapangan Usaha Pertambangan


dan Penggalian Menurut Provinsi, 2012-2016
(Rupiah per Jam)

PROVINSI 2012 2013 2014 2015 2016

ACEH 502.250 561.909 403.051 275.930 182.049


SUMATERA UTARA 46.338 62.420 81.045 93.311 60.719
SUMATERA BARAT 80.614 98.476 71.422 100.699 46.162
RIAU 1.187.819 1.166.614 1.020.626 1.054.578 905.054
JAMBI 382.206 587.266 431.688 496.414 353.071
SUMATERA SELATAN 376.278 431.482 553.876 404.376 327.598
BENGKULU 68.169 77.067 70.925 60.684 35.901
LAMPUNG 171.857 391.358 377.704 210.321 276.998
KEP. BANGKA BELITUNG 21.384 26.505 28.807 39.430 37.411
KEPULAUAN RIAU 457.801 507.722 760.226 823.369 623.346
DKI JAKARTA 92.352 79.607 101.666 45.103 58.555
JAWA BARAT 57.146 92.929 79.432 90.002 101.852
JAWA TENGAH 68.065 111.682 81.093 58.541 77.788
D I YOGYAKARTA 14.382 27.192 15.082 12.502 9.955
JAWA TIMUR 188.658 224.285 186.469 233.847 237.573
BANTEN 24.804 27.180 19.162 43.144 147.913
BALI 85.293 92.032 72.355 62.895 1.666.521
NUSA TENGGARA BARAT 122.050 158.187 145.601 358.877 207.322
NUSA TENGGARA TIMUR 11.204 16.149 20.413 25.646 17.098
KALIMANTAN BARAT 23.510 21.302 23.931 56.573 45.147
KALIMANTAN TENGAH 63.815 63.906 73.551 71.882 38.701
KALIMANTAN SELATAN 120.230 164.001 148.766 161.555 180.303
KALIMANTAN TIMUR 482.147 471.688 462.428 531.885 572.735
KALIMANTAN UTARA 405.871 505.698 712.341
SULAWESI UTARA 39.069 56.037 66.659 82.608 98.410
SULAWESI TENGAH 100.871 218.330 199.667 164.718 220.826
SULAWESI SELATAN 226.975 292.161 375.124 279.286 180.168
SULAWESI TENGGARA 203.297 256.015 289.006 341.155 276.305
GORONTALO 5.400 10.302 8.747 7.820 9.221
SULAWESI BARAT 59.655 82.551 57.864 70.456 32.811
MALUKU 24.583 24.978 34.626 58.267 53.945
MALUKU UTARA 79.113 55.865 130.898 77.028 64.779
PAPUA BARAT 370.423 402.904 487.633 631.524 511.404
PAPUA 541.814 814.098 973.613 1.418.280 1.827.771
INDONESIA 200.142 245.952 233.905 246.478 221.385

163
PENGUKURAN PRODUKTIVITAS NASIONAL DAN REGIONAL 2017
LAMPIRAN

Lampiran 40. Produktivitas Jam Kerja di Kategori Lapangan Usaha Industri Pengolahan
Menurut Provinsi, 2012-2016
(Rupiah per Jam)

PROVINSI 2012 2013 2014 2015 2016

ACEH 59.645 64.142 43.286 33.780 25.309


SUMATERA UTARA 69.777 78.548 73.430 80.985 85.585
SUMATERA BARAT 39.412 57.016 47.230 47.985 40.018
RIAU 294.606 310.879 322.658 351.453 296.182
JAMBI 104.343 121.670 109.396 93.880 86.259
SUMATERA SELATAN 90.478 123.390 110.387 115.533 111.736
BENGKULU 22.681 39.385 39.653 29.313 26.750
LAMPUNG 39.635 54.537 52.576 48.384 48.792
KEP. BANGKA BELITUNG 134.546 157.059 142.606 135.936 100.355
KEPULAUAN RIAU 103.430 98.456 116.331 117.144 185.348
DKI JAKARTA 94.065 115.569 111.701 120.057 185.408
JAWA BARAT 47.247 54.371 55.337 57.865 60.386
JAWA TENGAH 30.847 39.458 37.788 37.921 40.398
D I YOGYAKARTA 13.666 19.156 16.929 16.851 18.993
JAWA TIMUR 46.371 55.515 57.098 61.681 65.230
BANTEN 41.717 49.056 45.049 50.197 53.959
BALI 9.389 10.830 11.349 13.342 10.689
NUSA TENGGARA BARAT 9.718 10.847 10.099 8.886 9.799
NUSA TENGGARA TIMUR 2.304 2.666 2.455 3.092 2.875
KALIMANTAN BARAT 85.198 108.289 93.485 93.427 74.403
KALIMANTAN TENGAH 143.146 154.799 199.647 129.600 97.895
KALIMANTAN SELATAN 47.504 49.602 57.980 52.061 50.898
KALIMANTAN TIMUR 316.048 396.158 413.212 467.300 399.196
KALIMANTAN UTARA 127.454 150.646 65.715
SULAWESI UTARA 50.598 58.382 47.205 51.724 52.680
SULAWESI TENGAH 27.330 34.505 32.951 71.339 61.418
SULAWESI SELATAN 55.008 76.377 74.500 64.425 65.194
SULAWESI TENGGARA 29.172 37.435 38.902 39.686 28.381
GORONTALO 8.002 9.814 9.930 11.089 9.825
SULAWESI BARAT 37.608 56.537 42.661 42.493 29.493
MALUKU 14.695 26.694 29.657 24.511 13.938
MALUKU UTARA 32.588 59.143 47.222 35.652 14.194
PAPUA BARAT 318.426 498.560 446.231 900.323 522.259
PAPUA 53.526 54.534 66.698 68.197 34.431
INDONESIA 46.029 54.495 53.134 55.224 57.498

164
PENGUKURAN PRODUKTIVITAS NASIONAL DAN REGIONAL 2017
LAMPIRAN

Lampiran 41. Produktivitas Jam Kerja di Kategori Lapangan Usaha Pengadaan Listrik dan Gas
Menurut Provinsi, 2012-2016
(Rupiah per Jam)

PROVINSI 2012 2013 2014 2015 2016

ACEH 26.872 22.273 36.555 20.503 18.313


SUMATERA UTARA 20.574 17.414 17.489 44.470 16.381
SUMATERA BARAT 15.847 16.986 19.661 12.517 7.253
RIAU 9.017 21.186 15.537 29.120 10.714
JAMBI 15.624 39.205 8.018 18.588 5.253
SUMATERA SELATAN 13.376 17.635 28.829 17.235 14.383
BENGKULU 8.436 10.489 10.574 10.717
LAMPUNG 23.019 17.061 68.524 17.272 24.643
KEP. BANGKA BELITUNG 7.888 10.031 17.747 6.507 2.936
KEPULAUAN RIAU 190.059 168.370 149.612 374.126
DKI JAKARTA 409.820 401.911 152.856 95.989 117.415
JAWA BARAT 63.040 53.738 63.915 73.013 75.244
JAWA TENGAH 13.724 24.371 18.403 16.423 19.663
D I YOGYAKARTA 19.181 13.424 22.166 63.271 30.355
JAWA TIMUR 64.442 100.948 69.524 81.234 56.450
BANTEN 152.691 170.518 135.050 91.282 75.669
BALI 19.266 15.329 23.226 27.280 48.545
NUSA TENGGARA BARAT 9.220 12.591 18.308 20.602 6.722
NUSA TENGGARA TIMUR 5.018 6.075 5.458 7.455 2.768
KALIMANTAN BARAT 14.979 16.358 9.791 14.106 12.922
KALIMANTAN TENGAH 18.532 10.144 14.013 20.473 10.558
KALIMANTAN SELATAN 9.027 14.740 10.146 14.067 19.013
KALIMANTAN TIMUR 12.941 15.985 25.434 22.018 19.252
KALIMANTAN UTARA 26.070 23.049 11.883
SULAWESI UTARA 11.311 14.018 24.050 15.883 8.521
SULAWESI TENGAH 4.876 5.110 8.342 8.787 8.141
SULAWESI SELATAN 6.438 12.133 14.655 27.186 13.800
SULAWESI TENGGARA 17.706 10.068 10.611 13.929 5.600
GORONTALO 18.805 9.062 7.583 5.781 3.212
SULAWESI BARAT 7.698 11.074 6.957 14.041
MALUKU 2.177 3.375 8.340 12.833 5.035
MALUKU UTARA 9.235 10.341 9.620 7.265 3.146
PAPUA BARAT 10.228 13.635 5.342 11.632 14.863
PAPUA 7.218 23.147 12.325 9.544 62.619
INDONESIA 185.469 216.822 204.672 211.188 169.170

165
PENGUKURAN PRODUKTIVITAS NASIONAL DAN REGIONAL 2017
LAMPIRAN

Lampiran 42. Produktivitas Jam Kerja di Kategori Lapangan Usaha Pengadaan Air,
Pengelolaan Sampah, Limbah, dan Daur Ulang Menurut Provinsi, 2012-2016
(Rupiah per Jam)

PROVINSI 2012 2013 2014 2015 2016

ACEH 5.633 3.946 7.224 4.932 3.957


SUMATERA UTARA 9.398 14.579 17.908 20.526 24.588
SUMATERA BARAT 19.496 17.307 11.692 20.992 31.156
RIAU 13.968 7.908 6.107 6.909 3.439
JAMBI 52.388 80.609 23.182 19.294 22.955
SUMATERA SELATAN 30.181 29.081 20.665 32.489 19.981
BENGKULU 31.137 44.148 17.291 106.041 17.624
LAMPUNG 28.476 19.619 10.022 39.898 17.570
KEP. BANGKA BELITUNG 8.519 4.109 8.658 2.389
KEPULAUAN RIAU 102.284 89.873 74.216 72.295 18.867
DKI JAKARTA 34.062 31.791 37.067 23.130 22.317
JAWA BARAT 8.599 8.604 7.932 4.270 6.504
JAWA TENGAH 24.112 17.793 13.122 12.630 13.027
D I YOGYAKARTA 17.145 83.499 10.342 15.973 5.755
JAWA TIMUR 23.654 22.594 24.804 21.985 36.004
BANTEN 7.518 4.991 4.098 6.269 12.689
BALI 34.762 49.813 32.219 19.202 76.882
NUSA TENGGARA BARAT 7.411 64.148 13.936 12.338 24.512
NUSA TENGGARA TIMUR 45.452 5.428 7.294 9.848 3.379
KALIMANTAN BARAT 22.524 20.578 35.351 36.763 41.539
KALIMANTAN TENGAH 14.560 15.594 11.425 13.803 9.703
KALIMANTAN SELATAN 189.953 74.383 64.426 61.959 73.147
KALIMANTAN TIMUR 13.006 15.748 16.824 8.452 18.096
KALIMANTAN UTARA 14.622 9.326 9.246
SULAWESI UTARA 19.971 30.909 24.525 17.722 26.601
SULAWESI TENGAH 84.629 50.796 18.284 48.363 22.340
SULAWESI SELATAN 21.985 51.676 32.811 17.407 22.207
SULAWESI TENGGARA 38.200 68.920 37.385 50.146
GORONTALO 7.865 35.691 4.397 8.960 13.689
SULAWESI BARAT 73.427 306.681 334.521
MALUKU 27.846 29.877 65.222 109.565 70.506
MALUKU UTARA 27.981 14.274 11.350 17.505 17.415
PAPUA BARAT 89.505 162.777 207.305 114.074 132.681
PAPUA 32.501 97.527 21.135 17.330 8.291
INDONESIA 16.869 16.407 14.112 12.468 15.238

166
PENGUKURAN PRODUKTIVITAS NASIONAL DAN REGIONAL 2017
LAMPIRAN

Lampiran 43. Produktivitas Jam Kerja di Kategori Lapangan Usaha Konstruksi


Menurut Provinsi, 2012-2016
(Rupiah per Jam)

PROVINSI 2012 2013 2014 2015 2016

ACEH 35.122 47.472 38.393 35.059 40.041


SUMATERA UTARA 49.145 52.563 58.352 64.442 77.067
SUMATERA BARAT 37.232 53.885 44.895 46.801 50.462
RIAU 96.015 94.674 112.874 102.507 101.255
JAMBI 44.937 60.582 66.688 58.999 43.987
SUMATERA SELATAN 69.868 97.487 71.728 71.907 74.650
BENGKULU 14.109 19.320 16.605 17.205 14.621
LAMPUNG 32.208 54.139 40.538 32.698 34.168
KEP. BANGKA BELITUNG 44.699 51.659 51.560 55.214 80.688
KEPULAUAN RIAU 141.343 152.769 177.997 158.050 211.834
DKI JAKARTA 378.092 420.619 345.857 342.756 439.960
JAWA BARAT 25.681 31.489 26.367 24.437 29.684
JAWA TENGAH 23.588 37.330 25.489 21.856 24.851
D I YOGYAKARTA 20.772 32.649 21.179 21.107 27.427
JAWA TIMUR 32.304 46.958 37.753 32.648 35.339
BANTEN 45.310 50.055 47.584 49.794 33.162
BALI 21.739 21.845 21.960 23.739 31.424
NUSA TENGGARA BARAT 28.493 28.918 29.313 20.685 23.586
NUSA TENGGARA TIMUR 26.444 31.567 31.986 35.525 28.252
KALIMANTAN BARAT 35.431 42.604 42.148 51.134 37.035
KALIMANTAN TENGAH 42.213 52.088 55.100 41.016 40.308
KALIMANTAN SELATAN 30.491 33.724 34.494 35.373 38.918
KALIMANTAN TIMUR 116.233 100.995 143.494 126.010 126.558
KALIMANTAN UTARA 208.580 136.053 169.820
SULAWESI UTARA 41.128 48.378 47.855 48.145 53.511
SULAWESI TENGAH 40.746 55.402 54.299 63.505 55.201
SULAWESI SELATAN 53.407 59.826 56.496 56.973 50.010
SULAWESI TENGGARA 45.509 66.406 61.338 52.576 51.643
GORONTALO 28.507 36.478 38.470 37.299 38.525
SULAWESI BARAT 26.695 41.769 36.104 30.152 18.140
MALUKU 29.427 21.454 30.987 21.010 27.812
MALUKU UTARA 27.603 33.276 22.966 24.950 25.668
PAPUA BARAT 117.529 154.278 119.174 109.580 94.049
PAPUA 152.959 219.109 146.491 136.038 147.823
INDONESIA 43.500 55.717 47.951 44.564 47.950

167
PENGUKURAN PRODUKTIVITAS NASIONAL DAN REGIONAL 2017
LAMPIRAN

Lampiran 44. Produktivitas Jam Kerja di Kategori Lapangan Usaha Perdagangan Besar dan
Eceran; Reparasi Mobil dan Sepeda Motor Menurut Provinsi, 2012-2016
(Rupiah per Jam)

PROVINSI 2012 2013 2014 2015 2016

ACEH 25.464 25.551 24.699 26.125 24.181


SUMATERA UTARA 25.121 27.636 28.675 29.452 34.012
SUMATERA BARAT 20.157 21.132 20.880 20.550 22.782
RIAU 29.508 32.155 32.969 32.283 38.946
JAMBI 17.051 20.231 19.375 20.383 19.955
SUMATERA SELATAN 17.283 19.417 17.039 17.945 17.993
BENGKULU 12.410 15.471 14.408 18.739 15.747
LAMPUNG 13.983 17.655 15.353 15.220 14.696
KEP. BANGKA BELITUNG 21.059 25.542 23.603 23.963 21.880
KEPULAUAN RIAU 19.267 24.375 22.839 27.969 32.333
DKI JAKARTA 62.069 62.843 69.042 70.046 71.254
JAWA BARAT 15.867 16.905 17.416 18.113 17.964
JAWA TENGAH 13.294 14.700 14.651 15.119 16.914
D I YOGYAKARTA 6.091 7.501 7.190 7.127 7.845
JAWA TIMUR 24.730 26.389 27.708 28.711 32.642
BANTEN 16.083 18.402 19.437 18.154 21.127
BALI 7.519 9.078 9.374 8.662 10.260
NUSA TENGGARA BARAT 10.286 11.499 10.779 10.828 11.262
NUSA TENGGARA TIMUR 14.583 15.737 14.996 14.853 12.786
KALIMANTAN BARAT 21.768 24.676 24.211 22.828 19.122
KALIMANTAN TENGAH 18.250 20.388 19.998 17.336 15.951
KALIMANTAN SELATAN 9.746 11.035 10.234 10.489 10.472
KALIMANTAN TIMUR 29.485 24.492 26.744 28.194 25.538
KALIMANTAN UTARA 54.875 39.308 45.205
SULAWESI UTARA 18.309 20.419 20.826 21.423 20.948
SULAWESI TENGAH 15.314 18.794 16.641 16.602 16.536
SULAWESI SELATAN 19.420 23.576 21.301 23.734 24.905
SULAWESI TENGGARA 16.621 20.006 19.433 19.571 19.776
GORONTALO 11.495 11.795 11.832 10.744 11.825
SULAWESI BARAT 11.193 16.668 13.941 19.776 15.806
MALUKU 14.151 17.308 18.304 15.423 21.638
MALUKU UTARA 23.352 26.828 28.723 25.398 24.287
PAPUA BARAT 20.036 22.523 20.938 22.173 23.483
PAPUA 29.879 50.028 36.674 36.637 28.042
INDONESIA 20.562 22.456 22.596 22.631 23.491

168
PENGUKURAN PRODUKTIVITAS NASIONAL DAN REGIONAL 2017
LAMPIRAN

Lampiran 45. Produktivitas Jam Kerja di Kategori Lapangan Usaha Transportasi dan Pergudangan
Menurut Provinsi, 2012-2016
(Rupiah per Jam)

PROVINSI 2012 2013 2014 2015 2016

ACEH 48.917 59.152 53.173 54.264 42.175


SUMATERA UTARA 23.392 27.261 27.396 24.407 28.117
SUMATERA BARAT 53.336 65.177 71.801 72.145 77.777
RIAU 14.624 17.531 17.009 17.439 14.195
JAMBI 33.387 31.667 31.353 30.860 38.473
SUMATERA SELATAN 12.977 14.506 12.573 15.075 14.940
BENGKULU 39.621 54.204 42.774 60.911 50.070
LAMPUNG 25.287 32.571 26.318 34.618 35.263
KEP. BANGKA BELITUNG 51.996 47.552 46.316 45.360 49.498
KEPULAUAN RIAU 23.032 26.981 32.335 32.977 34.558
DKI JAKARTA 37.734 42.097 47.285 55.414 45.522
JAWA BARAT 18.204 20.477 23.230 24.515 25.171
JAWA TENGAH 16.229 17.260 18.921 20.842 23.526
D I YOGYAKARTA 33.126 35.347 34.379 44.293 37.039
JAWA TIMUR 20.017 22.440 22.268 26.965 28.255
BANTEN 28.956 31.797 30.892 29.182 36.742
BALI 52.879 67.977 71.917 64.279 65.893
NUSA TENGGARA BARAT 29.581 31.135 29.980 36.544 27.490
NUSA TENGGARA TIMUR 10.018 10.462 13.290 11.680 10.507
KALIMANTAN BARAT 38.479 35.128 39.705 39.391 36.345
KALIMANTAN TENGAH 52.237 49.585 69.539 57.697 60.242
KALIMANTAN SELATAN 36.420 36.157 34.308 43.982 48.596
KALIMANTAN TIMUR 74.621 53.150 80.510 57.755 67.225
KALIMANTAN UTARA 104.014 94.545 64.095
SULAWESI UTARA 25.556 28.993 29.470 29.750 41.328
SULAWESI TENGAH 28.942 32.651 30.701 36.636 31.758
SULAWESI SELATAN 17.997 22.661 23.657 25.288 25.560
SULAWESI TENGGARA 23.576 27.158 30.675 31.140 27.986
GORONTALO 12.578 12.217 16.243 14.325 14.952
SULAWESI BARAT 9.140 14.980 13.845 10.705 12.657
MALUKU 11.263 12.756 11.737 10.498 11.200
MALUKU UTARA 14.239 16.351 16.657 14.601 14.501
PAPUA BARAT 18.150 20.489 22.941 20.505 24.912
PAPUA 33.301 51.245 39.005 46.966 32.377
INDONESIA 24.382 27.357 28.628 30.270 31.060

169
PENGUKURAN PRODUKTIVITAS NASIONAL DAN REGIONAL 2017
LAMPIRAN

Lampiran 46. Produktivitas Jam Kerja di Kategori Lapangan Usaha Penyediaan Akomodasi dan
Makan Minum Menurut Provinsi, 2012-2016
(Rupiah per Jam)

PROVINSI 2012 2013 2014 2015 2016

ACEH 16.003 8.755 8.252 7.925 5.064


SUMATERA UTARA 14.167 15.045 16.707 14.416 17.862
SUMATERA BARAT 7.097 6.349 5.415 4.884 4.921
RIAU 11.477 8.844 7.227 8.007 5.902
JAMBI 13.822 16.188 17.349 12.614 10.317
SUMATERA SELATAN 21.213 17.334 12.693 14.243 7.884
BENGKULU 15.416 14.123 15.557 12.450 5.871
LAMPUNG 13.153 14.632 11.675 12.038 9.556
KEP. BANGKA BELITUNG 31.382 29.438 29.974 21.785 19.098
KEPULAUAN RIAU 15.429 14.883 17.303 29.142 15.731
DKI JAKARTA 60.395 64.304 60.193 63.488 59.950
JAWA BARAT 15.446 15.324 11.559 10.635 10.568
JAWA TENGAH 14.530 13.745 12.767 12.228 11.786
D I YOGYAKARTA 30.827 23.444 23.061 27.941 19.118
JAWA TIMUR 31.520 29.864 29.471 29.135 27.097
BANTEN 17.739 14.407 14.197 19.684 14.539
BALI 41.758 45.091 41.424 35.275 38.485
NUSA TENGGARA BARAT 14.462 14.971 11.143 8.791 9.713
NUSA TENGGARA TIMUR 9.538 9.792 10.112 9.299 7.683
KALIMANTAN BARAT 22.977 17.443 15.973 14.073 12.636
KALIMANTAN TENGAH 26.727 25.101 20.338 21.053 15.406
KALIMANTAN SELATAN 13.040 11.351 9.870 9.374 7.855
KALIMANTAN TIMUR 24.416 20.955 24.963 18.298 13.593
KALIMANTAN UTARA 48.931 34.496 12.819
SULAWESI UTARA 18.994 16.064 19.990 17.028 12.630
SULAWESI TENGAH 8.382 12.489 8.234 5.325 4.853
SULAWESI SELATAN 19.501 21.374 18.578 16.665 10.490
SULAWESI TENGGARA 14.624 16.131 12.428 14.044 6.974
GORONTALO 23.821 17.209 18.181 12.718 7.999
SULAWESI BARAT 5.104 8.575 5.406 3.827 2.313
MALUKU 15.213 20.616 18.547 13.060 12.548
MALUKU UTARA 7.381 4.807 6.474 6.091 3.490
PAPUA BARAT 17.458 15.418 9.950 7.761 10.548
PAPUA 21.563 28.979 16.562 20.097 23.021
INDONESIA 24.563 23.860 21.376 20.213 17.846

170
PENGUKURAN PRODUKTIVITAS NASIONAL DAN REGIONAL 2017
LAMPIRAN

Lampiran 47. Produktivitas Jam Kerja di Kategori Lapangan Usaha Informasi dan Komunikasi
Menurut Provinsi, 2012-2016
(Rupiah per Jam)

PROVINSI 2012 2013 2014 2015 2016

ACEH 467.389 579.941 477.602 387.012 132.080


SUMATERA UTARA 129.598 146.989 131.758 196.306 180.599
SUMATERA BARAT 451.157 368.265 356.958 693.536 287.678
RIAU 111.172 88.663 111.924 141.352 64.248
JAMBI 245.036 238.420 209.031 566.484 165.656
SUMATERA SELATAN 163.466 293.736 187.064 404.921 191.249
BENGKULU 407.277 543.190 262.014 149.015 241.384
LAMPUNG 413.373 357.402 391.537 403.462 226.552
KEP. BANGKA BELITUNG 153.572 140.854 167.089 233.287 130.964
KEPULAUAN RIAU 109.597 205.034 147.836 218.625 139.911
DKI JAKARTA 435.711 435.135 460.170 552.904 709.172
JAWA BARAT 100.815 116.088 118.973 133.289 115.474
JAWA TENGAH 193.589 214.926 265.204 350.645 297.323
D I YOGYAKARTA 261.983 322.501 236.340 178.781 392.548
JAWA TIMUR 298.250 501.779 548.681 534.852 391.333
BANTEN 142.888 151.413 172.956 153.517 163.991
BALI 260.568 612.110 416.396 744.382 148.402
NUSA TENGGARA BARAT 260.420 210.368 191.726 212.095 74.520
NUSA TENGGARA TIMUR 649.634 703.226 567.485 478.543 695.007
KALIMANTAN BARAT 330.282 373.263 594.892 357.199 321.038
KALIMANTAN TENGAH 85.617 137.137 202.274 129.067 120.517
KALIMANTAN SELATAN 297.105 285.340 320.067 292.261 234.285
KALIMANTAN TIMUR 246.762 191.437 186.953 413.732 432.811
KALIMANTAN UTARA 230.476 217.729 168.802
SULAWESI UTARA 146.400 697.445 210.234 326.813 153.392
SULAWESI TENGAH 240.129 295.992 463.382 416.037 247.488
SULAWESI SELATAN 328.484 652.211 387.024 649.084 529.399
SULAWESI TENGGARA 191.105 229.803 206.241 740.460 96.768
GORONTALO 81.023 148.398 158.496 214.078 161.504
SULAWESI BARAT 1.334.626 860.233 1.390.137 696.636 480.809
MALUKU 304.915 235.884 194.596 207.733 136.897
MALUKU UTARA 820.735 234.177 433.017 477.058 1.977.470
PAPUA BARAT 273.650 277.908 142.882 209.600 399.549
PAPUA 573.067 2.430.891 761.343 1.041.023 1.013.803
INDONESIA 231.517 278.091 275.897 320.955 264.801

171
PENGUKURAN PRODUKTIVITAS NASIONAL DAN REGIONAL 2017
LAMPIRAN

Lampiran 48. Produktivitas Jam Kerja di Kategori Lapangan Usaha Jasa Keuangan
dan Asuransi Menurut Provinsi, 2012-2016
(Rupiah per Jam)

PROVINSI 2012 2013 2014 2015 2016

ACEH 67.699 82.469 83.048 84.425 51.750


SUMATERA UTARA 84.472 79.834 109.301 87.889 98.862
SUMATERA BARAT 73.705 91.010 82.870 73.264 55.493
RIAU 45.028 61.343 74.681 60.436 65.441
JAMBI 70.453 86.213 81.283 100.979 112.828
SUMATERA SELATAN 59.025 71.042 86.247 92.712 99.854
BENGKULU 58.762 55.731 70.658 48.609 87.411
LAMPUNG 87.427 69.566 66.426 74.482 93.822
KEP. BANGKA BELITUNG 48.388 59.698 53.107 49.192 58.408
KEPULAUAN RIAU 114.014 185.051 142.980 105.137 327.462
DKI JAKARTA 279.849 298.835 303.862 280.477 321.071
JAWA BARAT 42.141 45.662 41.476 42.738 32.476
JAWA TENGAH 47.704 51.689 43.967 46.247 54.903
D I YOGYAKARTA 33.349 41.655 39.469 48.374 47.822
JAWA TIMUR 59.166 69.163 63.454 65.915 79.499
BANTEN 34.478 36.791 41.582 40.487 46.911
BALI 28.956 35.143 37.996 36.830 39.517
NUSA TENGGARA BARAT 59.063 48.844 58.488 76.931 63.972
NUSA TENGGARA TIMUR 54.567 72.722 63.138 46.384 89.669
KALIMANTAN BARAT 71.621 102.702 92.316 82.603 105.073
KALIMANTAN TENGAH 148.950 135.843 177.861 109.874 132.983
KALIMANTAN SELATAN 70.464 102.125 112.095 65.991 74.144
KALIMANTAN TIMUR 129.718 100.653 140.354 97.891 127.203
KALIMANTAN UTARA 93.867 97.898 99.600
SULAWESI UTARA 79.734 58.614 57.356 71.530 94.860
SULAWESI TENGAH 52.511 84.198 79.022 88.154 79.955
SULAWESI SELATAN 100.719 90.015 80.115 72.804 138.723
SULAWESI TENGGARA 90.144 87.855 64.968 60.818 63.440
GORONTALO 72.107 51.391 43.734 86.462 57.672
SULAWESI BARAT 74.501 64.046 63.805 75.880 274.042
MALUKU 52.752 55.960 50.679 70.440 68.584
MALUKU UTARA 87.480 80.609 78.186 54.276 72.342
PAPUA BARAT 56.520 88.205 41.737 57.849 82.778
PAPUA 91.685 126.757 73.080 80.763 82.985
INDONESIA 86.931 94.511 91.847 91.362 96.793

172
PENGUKURAN PRODUKTIVITAS NASIONAL DAN REGIONAL 2017
LAMPIRAN

Lampiran 49. Produktivitas Jam Kerja di Kategori Lapangan Usaha Real Estat
Menurut Provinsi, 2012-2016
(Rupiah per Jam)

PROVINSI 2012 2013 2014 2015 2016

ACEH 2.828.346 6.110.227 97.753.781


SUMATERA UTARA 6.647.508 2.552.852 1.430.243 1.336.701 1.316.358
SUMATERA BARAT 12.429.292 250.380.375 670.205 1.637.176
RIAU 4.525.492 1.755.079 1.006.800 2.088.829 541.618
JAMBI 1.049.300
SUMATERA SELATAN 1.658.101 531.682 1.161.665 1.670.461 994.408
BENGKULU 27.749.414 268.291.437 799.391 2.923.793
LAMPUNG 2.773.883 4.829.586 847.517 21.578.944 4.649.355
KEP. BANGKA BELITUNG 4.619.480 8.079.614 3.525.917 17.777.474
KEPULAUAN RIAU 436.308 4.394.237 189.677 3.969.675 271.720
DKI JAKARTA 635.197 714.405 590.338 616.867 258.508
JAWA BARAT 82.512 99.974 72.667 71.883 107.949
JAWA TENGAH 520.063 949.583 2.051.521 672.395 1.090.290
D I YOGYAKARTA 868.012 1.135.446 771.101 948.502 922.419
JAWA TIMUR 409.226 485.312 308.049 267.589 326.971
BANTEN 381.045 577.014 432.056 308.824 378.764
BALI 708.996 420.812 842.246 699.409 691.670
NUSA TENGGARA BARAT 4.068.279 1.288.285 1.109.160
NUSA TENGGARA TIMUR 8.140.926 5.537.020 3.569.864
KALIMANTAN BARAT 2.427.370 5.002.285 1.022.615 3.382.292
KALIMANTAN TENGAH 163.410.422 18.731.801 1.562.191 357.588
KALIMANTAN SELATAN 640.892 8.526.279 601.765 1.040.360 1.274.626
KALIMANTAN TIMUR 329.349 891.875 720.739 1.065.085 468.780
KALIMANTAN UTARA 5.054.925
SULAWESI UTARA 1.271.741 1.874.490 1.139.483 2.473.996 450.488
SULAWESI TENGAH 1.465.863 1.756.106 3.594.552 3.251.290
SULAWESI SELATAN 894.267 1.456.904 1.332.854 944.852 4.350.484
SULAWESI TENGGARA 3.100.196 1.254.270 4.323.435 11.029.518 1.121.999
GORONTALO 2.139.539 990.848 14.380.429
SULAWESI BARAT
MALUKU 508.461 59.435
MALUKU UTARA 364.377
PAPUA BARAT 2.709.728 1.644.398 9.995.439
PAPUA 3.091.021 2.283.262 3.045.892 6.205.085 5.137.374
INDONESIA 492.899 603.270 452.779 432.319 351.902

173
PENGUKURAN PRODUKTIVITAS NASIONAL DAN REGIONAL 2017
LAMPIRAN

Lampiran 50. Produktivitas Jam Kerja di Kategori Lapangan Usaha Jasa Perusahaan
Menurut Provinsi, 2012-2016
(Rupiah per Jam)

PROVINSI 2012 2013 2014 2015 2016

ACEH 23.109 26.557 24.981 30.376 20.706


SUMATERA UTARA 37.728 29.507 33.359 31.730 38.017
SUMATERA BARAT 11.875 12.746 13.075 15.830 11.099
RIAU 210 267 270 257 396
JAMBI 58.694 86.310 58.447 66.904 60.440
SUMATERA SELATAN 3.726 4.248 3.713 5.190 5.752
BENGKULU 55.941 76.586 79.370 56.927 62.881
LAMPUNG 7.369 5.252 5.429 4.673 6.269
KEP. BANGKA BELITUNG 11.052 11.523 7.636 9.132 8.124
KEPULAUAN RIAU 231 251 241 224 302
DKI JAKARTA 204.924 185.266 239.858 217.252 195.899
JAWA BARAT 7.814 8.571 8.171 7.442 7.387
JAWA TENGAH 8.000 9.330 7.948 9.278 12.790
D I YOGYAKARTA 12.045 17.677 10.639 14.146 22.463
JAWA TIMUR 25.378 28.463 25.041 28.730 28.161
BANTEN 12.023 10.434 13.791 10.018 12.227
BALI 9.945 13.018 13.397 12.727 13.153
NUSA TENGGARA BARAT 5.129 4.919 5.307 5.354 2.967
NUSA TENGGARA TIMUR 12.872 7.548 8.030 8.989 6.773
KALIMANTAN BARAT 25.569 16.008 14.155 18.420 7.879
KALIMANTAN TENGAH 1.902 1.294 1.623 1.541 1.626
KALIMANTAN SELATAN 10.498 16.607 19.815 12.310 21.779
KALIMANTAN TIMUR 10.249 9.662 12.366 14.235 9.127
KALIMANTAN UTARA 15.105 33.541 48.801
SULAWESI UTARA 1.729 2.080 2.284 2.641 2.610
SULAWESI TENGAH 10.952 10.522 10.956 14.688 6.640
SULAWESI SELATAN 17.067 14.400 15.857 13.189 20.128
SULAWESI TENGGARA 9.301 8.927 9.671 7.598 13.401
GORONTALO 7.396 3.675 2.074 2.085 3.159
SULAWESI BARAT 5.414 12.195 7.215 3.184 2.400
MALUKU 56.467 40.940 41.222 31.135 15.022
MALUKU UTARA 15.497 29.255 30.428 18.020 19.153
PAPUA BARAT 13.923 17.193 9.714 15.343 14.273
PAPUA 124.454 111.960 91.849 63.071 81.434
INDONESIA 43.792 45.196 46.965 46.071 47.840

174
PENGUKURAN PRODUKTIVITAS NASIONAL DAN REGIONAL 2017
LAMPIRAN

Lampiran 51. Produktivitas Jam Kerja di Kategori Lapangan Usaha Administrasi


Pemerintahan, Pertahanan, dan Jaminan Sosial Wajib Menurut Provinsi, 2012-2016
(Rupiah per Jam)

PROVINSI 2012 2013 2014 2015 2016

ACEH 37.327 36.007 34.158 32.431 24.582


SUMATERA UTARA 41.097 43.591 46.988 35.835 30.061
SUMATERA BARAT 40.712 43.506 44.682 36.151 36.305
RIAU 48.231 43.927 41.615 31.526 27.550
JAMBI 29.018 29.667 37.888 33.232 36.175
SUMATERA SELATAN 32.130 31.562 33.082 36.638 22.954
BENGKULU 26.629 26.404 24.378 30.438 24.721
LAMPUNG 22.642 27.783 30.207 34.806 30.716
KEP. BANGKA BELITUNG 41.041 36.705 33.111 32.649 33.591
KEPULAUAN RIAU 32.937 38.434 31.912 28.851 19.856
DKI JAKARTA 151.824 135.956 169.952 155.397 92.794
JAWA BARAT 23.769 25.859 22.594 20.151 16.557
JAWA TENGAH 29.715 30.805 28.489 29.891 28.729
D I YOGYAKARTA 36.062 34.550 39.927 38.905 41.182
JAWA TIMUR 33.131 34.702 32.322 31.499 28.979
BANTEN 21.251 20.352 24.682 18.751 17.778
BALI 24.868 29.399 28.057 37.712 35.374
NUSA TENGGARA BARAT 20.775 24.339 19.942 21.459 24.767
NUSA TENGGARA TIMUR 26.795 32.610 30.928 35.190 27.137
KALIMANTAN BARAT 32.667 30.133 34.612 33.229 34.201
KALIMANTAN TENGAH 31.951 38.809 35.554 35.328 32.017
KALIMANTAN SELATAN 39.240 43.003 43.673 32.609 30.480
KALIMANTAN TIMUR 49.883 36.430 46.424 43.806 32.323
KALIMANTAN UTARA 46.005 44.936 48.089
SULAWESI UTARA 29.944 31.165 33.063 32.430 29.072
SULAWESI TENGAH 21.737 22.779 26.487 24.359 29.366
SULAWESI SELATAN 24.108 25.458 25.568 28.050 25.710
SULAWESI TENGGARA 21.487 23.284 23.968 27.081 24.328
GORONTALO 30.016 26.015 28.329 23.320 20.218
SULAWESI BARAT 30.617 40.709 32.623 37.288 39.907
MALUKU 47.375 42.944 38.469 46.292 36.819
MALUKU UTARA 36.862 38.365 42.295 39.493 38.988
PAPUA BARAT 56.119 50.843 61.011 55.302 48.664
PAPUA 47.359 73.569 62.486 58.261 47.433
INDONESIA 36.892 38.797 37.566 35.541 30.575

175
PENGUKURAN PRODUKTIVITAS NASIONAL DAN REGIONAL 2017
LAMPIRAN

Lampiran 52. Produktivitas Jam Kerja di Kategori Lapangan Usaha Jasa Pendidikan
Menurut Provinsi, 2012-2016
(Rupiah per Jam)

PROVINSI 2012 2013 2014 2015 2016

ACEH 12.397 10.484 9.606 10.295 11.561


SUMATERA UTARA 17.342 19.068 17.037 17.636 17.032
SUMATERA BARAT 17.750 19.993 16.316 18.964 19.622
RIAU 10.143 9.425 9.712 8.719 7.222
JAMBI 28.790 40.457 30.966 26.183 29.028
SUMATERA SELATAN 18.913 23.746 20.307 25.559 22.267
BENGKULU 27.319 35.172 25.008 26.823 23.103
LAMPUNG 15.208 18.422 15.419 20.997 17.092
KEP. BANGKA BELITUNG 22.560 27.444 24.540 21.770 18.946
KEPULAUAN RIAU 30.504 34.478 26.425 20.191 15.864
DKI JAKARTA 117.005 186.443 179.599 188.746 273.022
JAWA BARAT 16.324 19.871 19.534 18.829 18.878
JAWA TENGAH 20.047 27.564 21.354 22.736 26.967
D I YOGYAKARTA 31.681 38.365 29.438 27.020 27.203
JAWA TIMUR 22.309 27.847 22.281 22.051 23.220
BANTEN 22.344 23.468 21.653 26.526 28.061
BALI 24.330 32.343 30.802 41.448 47.450
NUSA TENGGARA BARAT 15.295 20.201 15.447 15.845 18.583
NUSA TENGGARA TIMUR 22.116 24.471 21.320 20.790 20.000
KALIMANTAN BARAT 26.763 31.701 29.402 32.411 25.171
KALIMANTAN TENGAH 34.334 31.211 33.396 30.927 33.139
KALIMANTAN SELATAN 49.090 32.888 26.778 25.762 25.085
KALIMANTAN TIMUR 29.038 28.507 40.480 36.332 37.979
KALIMANTAN UTARA 47.576 33.699 50.522
SULAWESI UTARA 15.212 16.430 17.445 16.765 17.050
SULAWESI TENGAH 45.292 26.762 20.632 22.350 19.621
SULAWESI SELATAN 41.694 37.527 30.125 34.758 41.372
SULAWESI TENGGARA 39.658 39.104 29.386 28.135 31.110
GORONTALO 32.117 18.369 18.700 16.972 12.500
SULAWESI BARAT 91.175 37.247 24.118 23.933 29.756
MALUKU 13.419 13.860 16.021 15.179 16.640
MALUKU UTARA 21.429 15.693 12.736 13.818 14.275
PAPUA BARAT 38.619 33.032 43.978 39.183 26.235
PAPUA 31.088 46.946 38.895 34.071 37.144
INDONESIA 26.928 31.614 26.765 27.605 27.827

176
PENGUKURAN PRODUKTIVITAS NASIONAL DAN REGIONAL 2017
LAMPIRAN

Lampiran 53. Produktivitas Jam Kerja di Kategori Lapangan Usaha Jasa Kesehatan
dan Kegiatan Sosial Menurut Provinsi, 2012-2016
(Rupiah per Jam)

PROVINSI 2012 2013 2014 2015 2016

ACEH 31.263 33.368 31.633 34.267 23.934


SUMATERA UTARA 17.817 27.129 28.136 22.442 23.015
SUMATERA BARAT 29.879 30.833 27.900 21.953 18.605
RIAU 10.084 8.467 13.962 13.745 8.872
JAMBI 30.991 36.036 39.229 36.552 28.669
SUMATERA SELATAN 19.081 16.338 17.885 19.350 11.398
BENGKULU 26.331 31.114 23.851 26.331 17.387
LAMPUNG 28.764 27.988 29.846 36.997 35.755
KEP. BANGKA BELITUNG 20.116 20.494 22.205 23.197 32.088
KEPULAUAN RIAU 52.400 65.299 69.211 25.913 37.636
DKI JAKARTA 64.144 81.998 87.822 107.440 120.188
JAWA BARAT 18.806 16.174 17.125 19.463 16.904
JAWA TENGAH 17.600 16.776 18.885 16.288 15.627
D I YOGYAKARTA 22.076 24.770 30.258 23.140 20.990
JAWA TIMUR 20.426 21.610 19.293 18.798 18.539
BANTEN 24.195 32.603 38.102 27.491 26.320
BALI 29.527 33.116 27.977 31.392 39.138
NUSA TENGGARA BARAT 30.821 28.723 30.378 33.466 22.136
NUSA TENGGARA TIMUR 21.900 24.894 19.758 20.046 21.120
KALIMANTAN BARAT 34.899 40.553 40.577 25.253 36.590
KALIMANTAN TENGAH 52.031 65.254 61.015 39.838 39.173
KALIMANTAN SELATAN 47.006 48.997 43.527 31.906 30.829
KALIMANTAN TIMUR 39.507 31.946 37.843 37.662 28.080
KALIMANTAN UTARA 37.605 39.725 45.298
SULAWESI UTARA 73.154 65.957 62.586 79.603 94.309
SULAWESI TENGAH 31.593 30.754 26.193 37.136 23.017
SULAWESI SELATAN 29.097 34.685 33.906 34.817 28.432
SULAWESI TENGGARA 15.839 17.877 21.695 22.490 19.509
GORONTALO 52.220 56.346 61.324 49.487 44.172
SULAWESI BARAT 25.032 33.390 26.166 40.202 31.728
MALUKU 34.135 27.569 24.047 40.501 20.220
MALUKU UTARA 30.426 42.259 37.070 35.802 29.808
PAPUA BARAT 30.864 23.010 32.034 19.542 18.872
PAPUA 71.216 83.104 83.619 63.267 52.117
INDONESIA 28.894 31.054 31.431 30.088 26.897

177
PENGUKURAN PRODUKTIVITAS NASIONAL DAN REGIONAL 2017
LAMPIRAN

Lampiran 54. Produktivitas Jam Kerja di Kategori Lapangan Usaha Jasa Lainnya
Menurut Provinsi, 2012-2016
(Rupiah per Jam)

PROVINSI 2012 2013 2014 2015 2016

ACEH 9.995 11.354 11.278 12.274 12.137


SUMATERA UTARA 2.489 2.429 2.986 3.762 5.447
SUMATERA BARAT 13.435 16.373 9.397 16.241 28.509
RIAU 7.495 8.601 10.336 9.206 13.320
JAMBI 14.875 18.317 7.262 16.842 17.766
SUMATERA SELATAN 7.044 9.032 8.479 8.482 7.017
BENGKULU 4.527 4.769 4.587 5.898 4.646
LAMPUNG 5.690 6.873 5.429 8.138 7.133
KEP. BANGKA BELITUNG 6.146 5.165 8.216 7.545 6.171
KEPULAUAN RIAU 7.879 9.895 5.934 8.328 8.961
DKI JAKARTA 22.237 28.928 30.672 31.491 40.090
JAWA BARAT 6.913 6.996 7.253 9.745 12.084
JAWA TENGAH 5.352 5.270 6.570 7.735 9.702
D I YOGYAKARTA 7.516 8.469 7.233 8.129 10.247
JAWA TIMUR 7.821 5.564 7.789 8.127 12.127
BANTEN 4.964 6.397 5.923 8.566 6.156
BALI 5.369 6.056 7.165 6.716 7.165
NUSA TENGGARA BARAT 10.417 11.161 12.846 11.839 9.621
NUSA TENGGARA TIMUR 14.097 16.229 17.307 17.718 20.005
KALIMANTAN BARAT 9.404 9.505 9.377 8.784 8.794
KALIMANTAN TENGAH 13.217 13.616 12.784 11.192 16.069
KALIMANTAN SELATAN 6.688 6.645 7.118 7.239 9.206
KALIMANTAN TIMUR 11.261 9.590 13.580 13.840 15.130
KALIMANTAN UTARA 13.199 13.981 11.298
SULAWESI UTARA 10.385 13.601 12.337 13.228 17.100
SULAWESI TENGAH 9.437 11.609 7.425 11.905 10.128
SULAWESI SELATAN 12.287 13.680 9.576 17.228 25.748
SULAWESI TENGGARA 16.162 17.957 20.700 26.515 18.045
GORONTALO 9.810 10.163 10.404 10.041 10.549
SULAWESI BARAT 20.007 35.988 30.723 21.549 39.947
MALUKU 18.514 14.295 17.415 15.293 13.795
MALUKU UTARA 12.834 10.688 12.995 11.278 6.899
PAPUA BARAT 6.447 7.866 7.859 4.300 5.868
PAPUA 30.412 50.708 8.746 45.877 33.319
INDONESIA 8.788 8.820 9.776 11.769 14.227

178
PENGUKURAN PRODUKTIVITAS NASIONAL DAN REGIONAL 2017
CATATAN TEKNIS
CATATAN TEKNIS

CT Catatan Teknis

Produktivitas
Produktivitas merupakan konsep yang universal yang mencerminkan
adanya hubungan yang erat antara output dan input dalam suatu
proses produksi. Biasanya hubungan keduanya dinyatakan dalam fungsi
sebagai berikut:

O = P { f ( X 1 , X 2 , X 3 , , X n )}

dimana:
O = Output atau keluaran
X = Input atau masukan
P = Produktivitas
f = Fungsi

Secara sederhana, produktivitas parsial dirumuskan sebagai berikut:


O
P=
I
dimana:
O = Output atau keluaran
I = Input atau masukan

Fungsi tersebut mencerminkan bahwa output yang dihasilkan dalam


suatu proses produksi sangat tergantung pada tingkat produktivitas
masing-masing input yang digunakan. Termasuk dalam input tersebut
adalah tenaga kerja. Jadi, dari persamaan tersebut di atas terlihat adanya
hubungan antara output dengan produktivitas dari berbagai jenis

181
PENGUKURAN PRODUKTIVITAS NASIONAL DAN REGIONAL 2017
CATATAN TEKNIS

input yang digunakannya. Produktivitas dapat dilihat dari kontribusi


penggunaan sumber daya manusia dan teknologi dalam suatu proses
produksi untuk dapat menghasilkan suatu output tertentu yang telah
ditargetkan. Secara umum produktivitas diformulasikan sebagai rasio
output (keluaran) dengan input (masukan).

Yang dimaksud dengan output dalam produktivitas parsial maupun


produktivitas total adalah nilai produksi atau nilai tambah masing-
masing kegiatan ekonomi. Sedangkan yang dimaksud dengan input
adalah tenaga kerja, modal, teknologi, manajemen, dan input lainnya.
Dalam pengukuran produktivitas di sini, hanya menggunakan input
tenaga kerja.

Kebutuhan data Input yang digunakan dalam perhitungan Produktivitas


tenaga kerja, Ekuivalen Tenaga Kerja (ETK), dan jam kerja di tingkat
Nasional, regional, dan kategori usaha terdiri dari PDB/ PDRB per kategori
usaha, data tenaga kerja, data ETK, dan jumlah jam kerja regional per
kategori usaha.

Produk Domestik Bruto


Penjumlahan nilai tambah dalam satu periode tertentu di suatu wilayah
tertentu dikenal dengan Produk Domestik Bruto (PDB). Nilai tambah
yang diciptakan, diklasifikasikan ke dalam tujuh belas kategori usaha
(yang lamanya menggunakan sektor atau lapangan usaha), sebagai
berikut:

1. Kategori A: Pertanian, Kehutanan, dan Perikanan yang terdiri dari


3 Subkategori, yaitu Subkategori Pertanian, Peternakan, Perburuan
dan Jasa Pertanian; Subkategori Kehutanan dan Penebangan Kayu;
serta Subkategori Perikanan Sektor Pertambangan dan Penggalian.
2. Kategori B: Pertambangan dan Penggalian meliputi 4 Subkategori
yaitu Subkategori Pertambangan Minyak, Gas dan Panas Bumi
Subkategori Pertambangan Batubara dan Lignit Subkategori
Pertambangan Bijih Logam serta Subkategori Pertambangan dan
Penggalian Lainnya Sektor Industri Pengolahan.

182
PENGUKURAN PRODUKTIVITAS NASIONAL DAN REGIONAL 2017
CATATAN TEKNIS

3. Kategori C: Industri Pengolahan terdiri dari 16 Subkategori yaitu


Subkategori Industri Pengolahan Batubara dan Pengilangan Minyak
dan Gas Bumi; Subkategori Industri Makanan dan Minuman,
Subkategori Industri Pengolahan Tembakau; Subkategori Industri
Tekstil dan Pakaian Jadi, Subkategori Industri Kulit, Barang dari
Kulit, dan Alas Kaki; Subkategori Industri Kayu, Barang dari Kayu dan
Gabus, dan Barang Anyaman; Subkategori Industri Kertas dan Barang
dari Kertas, Percetakan, dan Reproduksi Media Rekam; Subkategori
Industri Kimia, Farmasi, dan Obat Tradisional; Subkategori Industri
Karet, Barang dari Karet, dan Plastik; Subkategori Industri Barang
Galian Bukan Logam; Subkategori Industri Logam Dasar; Subkategori
Industri Barang Logam, Komputer, Barang Elektronik, Optik, dan
Peralatan Listrik; Subkategori Industri Mesin dan Perlengkapan;
Subkategori Industri Alat Angkutan; Subkategori Industri Furnitur;
dan Subkategori Industri Pengolahan Lainnya, Jasa Reparasi, dan
Pemasangan Mesin dan Peralatan.
4. Kategori D: Pengadaan Listrik dan Gas terdiri dari Subkategori
Ketenagalistrikan; dan Subkategori Pengadaan Gas dan Produksi Es.
5. Kategori E: Pengelolaan air, pengelolaan air limbah, dan pengelolaan
dan daur ulang sampah, dan aktivitas remediasi.
6. Kategori F: Konstruksi, terdiri dari Kontruksi gedung, kontruksi
bangunan sipil (jalan, rel kereta api, jaringan saluran untuk irigasi,
komunikasi, dan limbah, bangunan sipil lainnya), dan konstruksi
khusus (pembongkaran dan penyiapan lahan, instalasi sistem
kelistrikan, air (pipa) dan instalasi konstruksi lainnya, penyelesaian
konstruksi bangunan, dan konstruksi khusus lainnya).
7. Kategori G: Perdagangan Besar dan Eceran; Reparasi Mobil dan
Sepeda Motor terdiri dari Subkategori Perdagangan Mobil, Sepeda
Motor dan Reparasinya dan Subkategori Perdagangan Besar dan
Eceran, Bukan Mobil dan Sepeda Motor.
8. Kategori H: Transportasi dan Pergudangan terdiri dari 6 Subkategori
yaitu Subkategori Angkutan Rel, Subkategori Angkutan Darat,
Subkategori Angkutan Laut, Subkategori Angkutan Sungai, Danau,
dan Penyeberangan, Subkategori Angkutan Udara, Subkategori Jasa
Penunjang Angkutan, Pergudangan dan Pos dan Kurir.

183
PENGUKURAN PRODUKTIVITAS NASIONAL DAN REGIONAL 2017
CATATAN TEKNIS

9. Kategori I: Penyediaan Akomodasi dan Makan Minum terdiri dari


Subkategori Penyediaan Akomodasi dan Subkategori penyediaan
makan minum.
10. Kategori J: Informasi dan Komunikasi
• Penerbitan (Penerbitan buku, majalah, dan terbitan lainnya,
penerbitan piranti lunak (software)).
• Aktivitas produksi gambar bergerak, video, dan program televisi,
perekaman suara, dan penerbitan musik.
• Aktivitas penyiaran dan pemrograman (penyiaran radio dan
pemrograman televisi).
• Telekomunikasi (telekomunikasi dengan kabel, tanpa kabel,
satelit, perdagangan eceran khusus peralatan informasi dan
komunikasi di toko, telekomunikasi lainnya.
• Aktivitas pemrograman, konsultasi komputer, dan kegiatan ybdi.
Aktivitas jasa informasi (kegiatan pengolahan data, penyimpan
data di server (hosting) dan kegiatan ybdi, portal web, kegiatan
jasa informasi lainnya).
11. Kategori K: Jasa Keuangan dan Asuransi.
• Aktivitas jasa keuangan, bukan asuransi, dan dana pensiun.
• Asuransi, reasuransi, dan dana pensiun, bukan jaminan sosial
wajib.
• Aktivitas penunjang jasa keuangan, asuransi dan dana pensiun.
12. Kategori L: Real Estat. Real estat yang dimiliki sendiri atau disewa,
kawasan industri, dan kawasan pariwisata, real estat atas dasar balas
jasa (fee) atau kontrak.
13. Kategori (M,N): Jasa Perusahaan.
• Kategori M: Aktivitas professional ilmiah dan teknis.
• Kategori N: Aktivitas persewaan dan sewa guna usaha tanpa hak
opsi, ketenagakerjaan, agen perjalanan dan penunjang usaha
lainnya.
14. Kategori O: Administrasi Pemerintahan Pertahanan dan Jaminan
Sosial Wajib.

184
PENGUKURAN PRODUKTIVITAS NASIONAL DAN REGIONAL 2017
CATATAN TEKNIS

15. Kategori P: Jasa Pendidikan.


16. Kategori Q: Jasa Kesehatan dan Kegiatan Sosial.
17. Kategori (R,S,T,U): Jasa lainnya.
• Kategori R: Kesenian, hiburan, dan rekreasi.
• Kategori S: Aktivitas jasa lainnya.
• Kategori T: Aktivitas rumah tangga sebagai pemberi kerja,
aktivitas yang menghasilkan barang dan jasa oleh rumah tangga
yang digunakan untuk memenuhi kebutuhan sendiri.
• Kategori U:
Aktivitas badan internasional dan badan ekstra
internasional lainnya.

Ketenagakerjaan
Bagan Tenaga Kerja

Penduduk

Bukan Usia
Usia Kerja
Kerja

Angkatan Bukan
Kerja Angkatan Kerja

Mengurus
Bekerja Pengangguran Sekolah Lainnnya
rumah tangga

Sudah punya
Sedang Putus asa: merasa tidak
Sementara Mencari Mempersiapkan pekerjaan, tetapi
mungkin mendapat
bekerja tidak bekerja pekerjaan Usaha pekerjaan
belum mulai
bekerja

• Penduduk adalah semua orang yang berdomisili di wilayah geografis


Republik Indonesia selama 6 bulan atau lebih dan atau mereka yang
berdomisili kurang dari 6 bulan tetapi bertujuan untuk menetap.

• Penduduk usia kerja adalah penduduk berumur 15 tahun dan lebih.

185
PENGUKURAN PRODUKTIVITAS NASIONAL DAN REGIONAL 2017
CATATAN TEKNIS

• Penduduk yang termasuk angkatan kerja adalah penduduk usia kerja


(15 tahun dan lebih) yang bekerja, atau punya pekerjaan namun
sementara tidak bekerja dan pengangguran.

• Penduduk yang termasuk bukan angkatan kerja adalah penduduk


usia kerja (15 tahun dan lebih) yang masih sekolah, mengurus rumah
tangga atau melaksanakan kegiatan lainnya selain kegiatan pribadi.

• Bekerja adalah kegiatan ekonomi yang dilakukan oleh seseorang


dengan maksud memperoleh atau membantu memperoleh
pendapatan atau keuntungan, paling sedikit 1 jam (tidak terputus)
dalam seminggu yang lalu. Kegiatan tersebut termasuk pola kegiatan
pekerja tak dibayar yang membantu dalam suatu usaha/kegiatan
ekonomi.

• Punya pekerjaan tetapi sementara tidak bekerja adalah keadaan dari


seseorang yang mempunyai pekerjaan tetapi selama seminggu yang
lalu sementara tidak bekerja karena berbagai sebab, seperti: sakit,
cuti, menunggu panenan, mogok dan sebagainya. Contoh:
1. Pekerja tetap, pegawai pemerintah/swasta yang sedang tidak
bekerja karena cuti, sakit, mogok, mangkir, mesin/ peralatan
perusahaan mengalami kerusakan, dan sebagainya.
2. Petani yang mengusahakan tanah pertanian dan sedang tidak
bekerja karena alasan sakit atau menunggu pekerjaan berikutnya
(menunggu panen atau musim hujan untuk menggarap
sawah).
3. Pekerja profesional (mempunyai keahlian tertentu/khusus)
yang sedang tidak bekerja karena sakit, menunggu pekerjaan
berikutnya/pesanan dan sebagainya. Seperti dalang, tukang
cukur, tukang pijat, dukun, penyanyi komersial dan sebagainya.

• Penganggur terbuka, terdiri dari


1. Mereka yang tak punya pekerjaan dan mencari pekerjaan.
2. Mereka yang tak punya pekerjaan dan mempersiapkan usaha.

186
PENGUKURAN PRODUKTIVITAS NASIONAL DAN REGIONAL 2017
CATATAN TEKNIS

3. Mereka yang tak punya pekerjaan dan tidak mencari pekerjaan,


karena merasa tidak mungkin mendapatkan pekerjaan.
4. Mereka yang sudah punya pekerjaan, tetapi belum mulai bekerja.

• Mencari pekerjaan adalah kegiatan seseorang yang pada saat survei


orang tersebut sedang mencari pekerjaan, seperti mereka:
1. Yang belum pernah bekerja dan sedang berusaha mendapatkan
pekerjaan.
2. Yang sudah pernah bekerja, karena sesuatu hal berhenti atau
diberhentikan dan sedang berusaha untuk mendapatkan
pekerjaan.
3. Yang bekerja atau mempunyai pekerjaan, tetapi karena sesuatu
hal masih berusaha untuk mendapatkan pekerjaan lain.
4. Usaha mencari pekerjaan ini tidak terbatas pada seminggu
sebelum pencacahan, jadi mereka yang sedang berusaha
mendapatkan pekerjaan dan yang permohonannya telah dikirim
lebih dari satu minggu yang lalu tetap dianggap sebagai mencari
pekerjaan asalkan seminggu yang lalu masih mengharapkan
pekerjaan yang dicari. Mereka yang sedang bekerja dan berusaha
untuk mendapatkan pekerjaan yang lain tidak dapat disebut
sebagai penganggur terbuka.

• Mempersiapkan suatu usaha adalah suatu kegiatan yang dilakukan


seseorang dalam rangka mempersiapkan suatu usaha/pekerjaan
yang “baru”, yang bertujuan untuk memperoleh penghasilan/
keuntungan atas resiko sendiri, baik dengan atau tanpa
mempekerjakan buruh/pekerja dibayar maupun tidak dibayar.
Mempersiapkan yang dimaksud adalah apabila “tindakannya nyata”,
seperti: mengumpulkan modal atau perlengkapan/alat, mencari
lokasi/tempat, mengurus surat ijin usaha dan sebagainya, telah/
sedang dilakukan. Mempersiapkan usaha tidak termasuk yang baru
merencanakan, berniat, dan baru mengikuti kursus/pelatihan dalam
rangka membuka usaha. Mempersiapkan suatu usaha yang nantinya
cenderung pada pekerjaan sebagai berusaha sendiri (own account
worker) atau sebagai berusaha dibantu buruh tidak tetap/buruh tak

187
PENGUKURAN PRODUKTIVITAS NASIONAL DAN REGIONAL 2017
CATATAN TEKNIS

dibayar atau sebagai berusaha dibantu buruh tetap/buruh dibayar.


Kegiatan mempersiapkan suatu usaha/pekerjaan tidak terbatas
dalam jangka waktu seminggu yang lalu saja, tetapi bisa dilakukan
beberapa waktu yang lalu asalkan seminggu yang lalu masih
berusaha untuk mempersiapkan suatu kegiatan usaha.

• TPT (Tingkat Pengangguran Terbuka) adalah persentase jumlah


pengangguran terhadap jumlah angkatan kerja.

• Sekolah adalah kegiatan seseorang untuk bersekolah di sekolah


formal, molai dari pendidikan dasar sampai dengan pendidikan
tinggi selama seminggu yang lalu sebelum pencacahan. Tidak
termasuk yang sedang libur sekolah.

• Mengurus rumah tangga adalah kegiatan seseorang yang mengurus


rumah tangga tanpa mendapatkan upah, misalnya: ibu-ibu rumah
tangga dan anaknya yang membantu mengurus rumah tangga.
Sebaliknya pembantu rumah tangga yang mendapatkan upah
walaupun pekerjaannya mengurus rumah tangga dianggap bekerja.

• Kegiatan lainnya adalah kegiatan seseorang selain disebut di atas,


yakni mereka yang sudah pensiun, orang-orang yang cacat jasmani
(buta, bisu dan sebagainya) yang tidak melakukan sesuatu pekerjaan
seminggu yang lalu.

• Pendidikan tertinggi yang ditamatkan adalah tingkat pendidikan


yang dicapai seseorang setelah mengikuti pelajaran pada kelas
tertinggi suatu tingkatan sekolah dengan mendapatkan tanda tamat
(ijazah).

• Jumlah jam kerja seluruh pekerjaan adalah lamanya waktu dalam jam
yang digunakan untuk bekerja dari seluruh pekerjaan, tidak termasuk
jam kerja istirahat resmi dan jam kerja yang digunakan untuk hal-hal
di luar pekerjaan selama seminggu yang lalu. Bagi pedagang keliling,
jumlah jam kerja dihitung molai berangkat dari rumah sampai tiba
kembali di rumah dikurangi waktu yang tidak merupakan jam kerja,
seperti mampir ke rumah famili/kawan dan sebagainya.

188
PENGUKURAN PRODUKTIVITAS NASIONAL DAN REGIONAL 2017
CATATAN TEKNIS

• Status pekerjaan adalah jenis kedudukan seseorang dalam


melakukan pekerjaan di suatu unit usaha/kegiatan. Mulai tahun
2001 status pekerjaan dibedakan menjadi 7 kategori yaitu:

1. Berusaha sendiri, adalah bekerja atau berusaha dengan menanggung


resiko secara ekonomis, yaitu dengan tidak kembalinya ongkos
produksi yang telah dikeluarkan dalam rangka usahanya tersebut,
serta tidak menggunakan pekerja dibayar maupun pekerja tak
dibayar, termasuk yang sifat pekerjaannya memerlukan teknologi
atau keahlian khusus.

2. Berusaha dibantu buruh tidak tetap/buruh tak dibayar, adalah


bekerja atau berusaha atas resiko sendiri, dan menggunakan buruh/
pekerja tak dibayar dan atau buruh/pekerja tidak tetap.

3. Berusaha dibantu buruh tetap/buruh dibayar, adalah berusaha atas


resiko sendiri dan mempekerjakan paling sedikit satu orang buruh/
pekerja tetap yang dibayar.

4. Buruh/Karyawan/Pegawai, adalah seseorang yang bekerja pada


orang lain atau instansi/kantor/perusahaan secara tetap dengan
menerima upah/gaji baik berupa uang maupun barang. Buruh
yang tidak mempunyai majikan tetap, tidak digolongkan sebagai
buruh/karyawan, tetapi sebagai pekerja bebas. Seseorang dianggap
memiliki majikan tetap jika memiliki 1 (satu) majikan (orang/rumah
tangga) yang sama dalam sebulan terakhir, khusus pada sektor
bangunan batasannya tiga bulan. Apabila majikannya instansi/
lembaga, boleh lebih dari satu.

5. Pekerja bebas di pertanian, adalah seseorang yang bekerja pada


orang lain/majikan/institusi yang tidak tetap (lebih dari 1 majikan
dalam sebulan terakhir) di usaha pertanian baik berupa usaha rumah
tangga maupun bukan usaha rumah tangga atas dasar balas jasa
dengan menerima upah atau imbalan baik berupa uang maupun
barang, dan baik dengan sistem pembayaran harian maupun

189
PENGUKURAN PRODUKTIVITAS NASIONAL DAN REGIONAL 2017
CATATAN TEKNIS

borongan. Usaha pertanian meliputi: pertanian tanaman pangan,


perkebunan, kehutanan, peternakan, perikanan dan perburuan,
termasuk juga jasa pertanian. Majikan adalah orang atau pihak yang
memberikan pekerjaan dengan pembayaran yang disepakati.

6. Pekerja bebas di nonpertanian adalah seseorang yang bekerja pada


orang lain/majikan/institusi yang tidak tetap (lebih dari 1 majikan
dalam sebulan terakhir), di usaha non pertanian dengan menerima
upah atau imbalan baik berupa uang maupun barang dan baik
dengan sistem pembayaran harian maupun borongan. Usaha non
pertanian meliputi: usaha di sektor pertambangan, industri, listrik,
gas dan air, sektor konstruksi/ bangunan, sektor perdagangan, sektor
angkutan, pergudangan dan komunikasi, sektor keuangan, asuransi,
usaha persewaan bangunan, tanah dan jasa perusahaan, sektor jasa
kemasyarakatan, sosial dan perorangan.

7. Pekerja keluarga/tak dibayar adalah seseorang yang bekerja


membantu orang lain yang berusaha dengan tidak mendapat upah/
gaji, baik berupa uang maupun barang. Pekerja tak dibayar tersebut
dapat terdiri dari
a. Anggota rumah tangga dari orang yang dibantunya, seperti istri/
anak yang membantu suaminya/ayahnya bekerja di sawah dan
tidak dibayar.
b. Bukan anggota rumah tangga tetapi keluarga dari orang yang
dibantunya, seperti famili yang membantu melayani penjualan
di warung dan tidak dibayar. Bukan anggota rumah tangga
dan bukan keluarga dari orang yang dibantunya, seperti orang
yang membantu menganyam topi pada industri rumah tangga
tetangganya dan tidak dibayar.

190
PENGUKURAN PRODUKTIVITAS NASIONAL DAN REGIONAL 2017
CATATAN TEKNIS

Pengukuran Produktivitas
Pengukuran produktivitas Indonesia yang dilakukan dalam buku ini
mengacu pada pengukuran yang dilakukan oleh APO dan Conference
Board. Satuan pengukuran produktivitas yang dihitung oleh APO
dan Conference Board adalah US$ Purchasing Power Parity (PPP).
Tujuan penggunaan satuan US$ adalah untuk mempermudah dalam
membandingkan antarnegara. Sementara itu, pengukuran produktivitas
yang digunakan dalam buku ini menggunakan satuan Rupiah.
Perbedaan satuan ini menyebabkan ketiga hasil pengukuran tidak dapat
diperbandingkan secara langsung. Hal ini karena nilai US$ PPP dihitung
melalui paket komoditas (bundle commodity) tersendiri dan bukan
merupakan nilai tukar rupiah.

Rumus yang yang digunakan dalam metode pengukuran produktivitas


adalah:

1. Produktivitas Tenaga Kerja

dan

2. Produktivitas Ekuivalen Tenaga Kerja Penuh (ETK)

dan

Keterangan:

ETK = Ekuivalen Tenaga Kerja

Ekuivalen tenaga kerja (ETK) adalah ukuran produktivitas tenaga kerja,


yang artinya 1 (satu) ETK setara dengan 1 (satu) tenaga kerja yang bekerja
selama 40 jam seminggu, sehingga bila seorang tenaga kerja bekerja
kurang dari 40 jam seminggu maka tenaga kerja tersebut dihitung
sebagai kurang dari 1 (satu) ETK, demikian juga sebaliknya.

191
PENGUKURAN PRODUKTIVITAS NASIONAL DAN REGIONAL 2017
CATATAN TEKNIS

3. Produktivitas Jam Kerja

dan

Indikator Pasar Tenaga Kerja


Organisasi Perburuhan Internasional (International Labour Organization-
ILO) meluncurkan Key Indicator of Labour Market (KILM) edisi ke-9 pada
tahun 2015, untuk melengkapi program pengumpulan data secara rutin
dan untuk meningkatkan penyebaran data pada elemen kunci dari pasar
tenaga kerja dunia.

Terdapat 17 (tujuh belas) indikator yang disusun oleh ILO, yang


dikelompokkan ke dalam 8 (delapan) kelompok, yaitu:

1. Partisipasi di dunia kerja, yang terdiri dari KILM 1, yaitu Tingkat


Partisipasi Angkatan Kerja;
2. Indikator penduduk yang bekerja, terdiri dari KILM 2 (Rasio Penduduk
yang Bekerja Terhadap Jumlah Penduduk), KILM 3 (Penduduk yang
Bekerja Menurut Status Pekerjaan Utama), KILM 4 (Penduduk yang
Bekerja Menurut Lapangan Pekerjaan Utama), KILM 5 (Penduduk
yang Bekerja Menurut Jenis Pekerjaan Utama), KILM 6 (Pekerja Paruh
Waktu), KILM 7 (Penduduk yang Bekerja Menurut Jumlah Jam Kerja),
dan KILM 8 (Penduduk yang Bekerja di Sektor Informal);
3. Indikator pengangguran dan setengah penganggur
(underemployment), yang terdiri dari KILM 9 (Pengangguran), KILM
10 (Pengangguran pada Kelompok Umur Muda), KILM 12 (Setengah
Pengangguran/underemployment);
4. Indikator bukan angkatan kerja (ketidakaktifan), yang terdiri dari
KILM 13 (Tingkat Ketidakaktifan);
5. Indikator pendidikan dan melek huruf, yang terdiri dari KILM 14
(Pencapaian Pendidikan dan Melek Huruf );
6. Indikator upah dan biaya tenaga kerja, yang terdiri dari KILM 15
(Upah dan Biaya Kompensasi);

192
PENGUKURAN PRODUKTIVITAS NASIONAL DAN REGIONAL 2017
CATATAN TEKNIS

7. Produktivitas tenaga kerja yang termuat dalam KILM 16 (Produktivitas


Tenaga Kerja);
8. Indikator kemiskinan, penduduk bekerja yang miskin, dan distribusi
pendapatan yang tertuang dalam KILM 17 (Indikator Kemiskinan,
Penduduk Bekerja yang Miskin, dan Distribusi Pendapatan).

KILM 1. Tingkat Partisipasi Angkatan Kerja (TPAK)

Tingkat Partisipasi Angkatan Kerja (TPAK) adalah ukuran proporsi


penduduk umur kerja yang terlibat aktif di pasar tenaga kerja, baik
dengan bekerja atau mencari pekerjaan, yang memberikan indikasi
ukuran relatif dari pasokan tenaga kerja yang tersedia untuk terlibat
dalam produksi barang dan jasa. Rincian angkatan kerja menurut jenis
kelamin dan kelompok umur memberikan profil distribusi penduduk
yang aktif secara ekonomi. Secara umum, kegunaan indikator ini
adalah untuk mengindikasikan besarnya penduduk umur kerja (15
tahun ke atas) yang aktif secara ekonomi di suatu negara atau wilayah,
dan menunjukkan besaran relatif dan pasokan tenaga kerja (labour
supply) yang tersedia untuk produksi barang dan jasa dalam suatu
perekonomian. TPAK diukur sebagai persentase jumlah angkatan kerja
terhadap jumlah penduduk umur kerja.

Tabel publikasi standar yang dikeluarkan ILO menyajikan estimasi tingkat


partisipasi angkatan kerja menurut jenis kelamin dan kelompok umur,
dengan standar sebagai berikut: 15+, 15-24, 15-64, 25-54, 25-34, 35-54,
55-64, dan 65 tahun ke atas. Penggunaan kelompok umur ini digunakan
pada lebih dari 190 negara selama tahun 1980 sampai 2010.

KILM 2. Rasio Penduduk yang Bekerja terhadap Jumlah Penduduk


Usia Kerja (Employment to Population Ratio-EPR)

Rasio penduduk yang bekerja terhadap jumlah penduduk usia kerja


(Employment to Population Ratio-EPR) didefinisikan sebagai proporsi
penduduk umur kerja suatu negara yang berstatus bekerja terhadap
penduduk umur kerja. Rasio yang tinggi berarti sebagian besar penduduk
suatu negara adalah bekerja, sementara rasio rendah berarti bahwa

193
PENGUKURAN PRODUKTIVITAS NASIONAL DAN REGIONAL 2017
CATATAN TEKNIS

sebagian besar penduduk tidak terlibat langsung dalam kegiatan yang


berhubungan dengan pasar, karena mereka menganggur atau (lebih
mungkin) tidak termasuk dalam angkatan kerja, yang sering disebut
sebagai Bukan Angkatan Kerja (BAK).

Rasio ini memberikan informasi tentang kemampuan ekonomi untuk


menciptakan lapangan kerja, karena di banyak negara indikator ini
menghasilkan analisis yang lebih mendalam dibandingkan dengan
tingkat pengangguran. Meskipun secara keseluruhan rasio tinggi
biasanya dianggap sebagai positif, indikator ini saja tidak cukup untuk
menilai tingkat pekerjaan yang layak atau tingkat defisit pekerjaan yang
layak. Indikator tambahan diperlukan untuk menilai isu-isu seperti upah/
gaji, jam kerja, lapangan kerja sektor informal, setengah pengangguran,
dan kondisi kerja. Bahkan, nilai rasio ini bisa tinggi untuk alasan yang
tidak selalu positif misalnya, pilihan pendidikan yang terbatas sehingga
kaum muda mengambil pekerjaan yang tersedia daripada tinggal di
sekolah untuk membangun sumber daya mereka (memilih bekerja
demi melanjutkan sekolah/membiayai sekolah). Untuk alasan ini, sangat
disarankan bahwa indikator ini harus ditinjau ulang secara kolektif dalam
setiap evaluasi kebijakan tenaga kerja di suatu negara/wilayah.

KILM 3. Penduduk yang Bekerja Menurut Status Pekerjaan Utama

Kategorisasi menurut status pekerjaan utama dapat membantu dalam


memahami dinamika pasar tenaga kerja dan tingkat pembangunan
suatu negara. Selama bertahun-tahun, dan dengan kemajuan
pembangunan, suatu negara biasanya akan mengharapkan untuk
dapat melihat pergeseran pekerjaan dari sektor pertanian ke sektor
industri dan jasa, dengan peningkatan pada jumlah penduduk bekerja
yang digaji (buruh/karyawan/pegawai) dan penurunan jumlah pekerja
keluarga yang sebelumnya berkontribusi/bekerja di sektor pertanian.

Status pekerjaan adalah kedudukan seseorang dalam melakukan


pekerjaan di suatu unit usaha/kegiatan. Informasi mengenai status
dalam pekerjaan utama yang dikumpulkan dalam Sakernas adalah:

194
PENGUKURAN PRODUKTIVITAS NASIONAL DAN REGIONAL 2017
CATATAN TEKNIS

1. Berusaha sendiri;
2. Berusaha dibantu buruh tidak tetap/buruh tak dibayar;
3. Berusaha dibantu buruh tetap/buruh dibayar;
4. Buruh/karyawan/pegawai;
5. Pekerja bebas di pertanian;
6. Pekerja bebas di nonpertanian; dan
7. Pekerja keluarga/tak dibayar.

Dalam publikasi ini, pengelompokan status dalam pekerjaan utama


adalah sebagai berikut:

1. Penduduk yang bekerja dengan upah/gaji adalah penduduk bekerja


dengan status pekerjaan buruh/karyawan/pegawai;
2. Penduduk yang bekerja dengan status berusaha, terdiri dari
a. Pengusaha, yaitu penduduk bekerja dengan status pekerjaan
berusaha dibantu buruh tetap/buruh dibayar;
b. Berusaha sendiri dan berusaha dibantu buruh tidak tetap/buruh
tak dibayar;
c. Pekerja bebas yang terdiri dari pekerja bebas di pertanian dan
nonpertanian;
3. Pekerja keluarga atau pekerja tak dibayar.

Selain itu, disajikan juga persentase pekerja rentan (vulnerable


employment) terhadap total penduduk bekerja. Konsep pekerja rentan
mengacu pada publikasi KILM-ILO, yaitu penduduk bekerja dengan
status dalam pekerjaan utama adalah berusaha sendiri, pekerja bebas
baik di pertanian dan nonpertanian, serta pekerja keluarga atau pekerja
tak dibayar.

195
PENGUKURAN PRODUKTIVITAS NASIONAL DAN REGIONAL 2017
CATATAN TEKNIS

KILM 4. Penduduk yang Bekerja Menurut Lapangan Pekerjaan


Utama

Informasi sektoral biasanya berguna untuk mengidentifikasi pergeseran


yang besar dalam ketenagakerjaan dan tingkat pembangunan. Dalam
buku teks pembangunan ekonomi, tenaga kerja bergeser dari pertanian
dan aktivitas tenaga kerja intensif lainnya ke sektor industri dan akhirnya
menuju ke sektor jasa, dalam prosesnya, penduduk yang bekerja
berpindah dari desa ke kota.

Klasifikasi baku yang digunakan dalam penggolongan lapangan


pekerjaan adalah Klasifikasi Baku Lapangan Usaha Indonesia (KBLI) 2015.
Kemudian di konversi ke dalam Klasifikasi Lapangan Usaha Indonesia
(KLUI) 1990 menjadi 9 (sembilan) sektor:
1. Pertanian, kehutanan, perburuan, dan perikanan;
2. Pertambangan dan penggalian;
3. Industri pengolahan;
4. Listrik, gas, dan air;
5. Konstruksi;
6. Perdagangan besar, eceran, rumah makan, dan hotel;
7. Transportasi, pergudangan, dan komunikasi;
8. Keuangan, asuransi, usaha persewaan bangunan, tanah, dan jasa
perusahaan;
9. Jasa kemasyarakatan.

KILM 5. Penduduk yang Bekerja Menurut Jenis Pekerjaan Utama

Klasifikasi jenis pekerjaan menggunakan Klasifikasi Baku Jabatan


Indonesia (KBJI) 2014 yang mengacu kepada ISCO 2008 dengan uraian
jenis pekerjaan lebih rinci. Dalam penyajian publikasi ini klasifikasi
tersebut dikonversikan ke Klasifikasi Jabatan Indonesia (KJI) 1982.
Dengan kategori sebagai berikut:

0/1. Tenaga profesional, teknisi, dan yang sejenis;


2. Tenaga kepemimpinan dan ketatalaksanaan;

196
PENGUKURAN PRODUKTIVITAS NASIONAL DAN REGIONAL 2017
CATATAN TEKNIS

3. Tenaga tata usaha dan yang sejenis;


4. Tenaga usaha penjualan;
5. Tenaga usaha jasa;
6. Tenaga usaha pertanian, kehutanan, perburuan, dan perikanan;
7/8/9. Tenaga produksi, operator alat-alat angkutan, dan pekerja kasar;
X/00. Lainnya

KILM 6. Pekerja Paruh Waktu

Jumlah jam kerja berdampak pada kesehatan dan kesejahteraan orang


yang bekerja serta tingkat produktivitas dan biaya tenaga kerja yang
harus dikeluarkan oleh perusahaan. Mengukur tingkat dan tren di
jam-jam bekerja di masyarakat, untuk berbagai kelompok penduduk
bekerja dan untuk penduduk bekerja secara individu, menjadi penting
ketika melakukan pemantauan kerja dan kondisi hidup maupun ketika
menganalisis perkembangan ekonomi.

Indikator pekerja paruh waktu berfokus pada individu dengan jumlah


jam kerja kurang dari pekerjaan penuh-waktu (full time), yang merupakan
proporsi dari total penduduk yang bekerja. Dalam hal ini, pekerja paruh
waktu yang dimaksud adalah mereka yang bekerja di bawah jam kerja
penuh-waktu/normal, tetapi tidak mencari pekerjaan atau tidak bersedia
menerima pekerjaan lain.

Karena tidak ada definisi yang disepakati secara internasional untuk


jumlah minimum jam dalam seminggu yang merupakan pekerjaan
penuh-waktu (full time), biasanya digunakan batas 35 jam seminggu
sebagai jam kerja normal. Beberapa negara yang menggunakan batas
35 jam adalah Republik Korea, Amerika, dan El Salvador1. Untuk kasus
Indonesia, batas yang digunakan adalah kurang dari 35 jam seminggu
dan mencari pekerjaan.

1 Hussmanns, R., Mehran, F., Verma, V. Surveys of economically active popu-


lation, employment, unemployment and underemployment: An ILO manual in con-
cepts and methods. Geneva, International Labour Office, 1990.

197
PENGUKURAN PRODUKTIVITAS NASIONAL DAN REGIONAL 2017
CATATAN TEKNIS

KILM 7. Penduduk yang Bekerja Menurut Jam Kerja

KILM ini bertujuan untuk menunjukkan jumlah orang yang dipekerjakan


menurut jam bekerja (biasanya atau sebenarnya): 0 jam, 1-34 jam, 35-48
jam, dan lebih besar dari 48 jam.

KILM 8. Penduduk yang Bekerja di Sektor Informal

Penduduk yang bekerja di sektor informal terkait perkiraan jumlah


orang yang bekerja di sektor informal dibandingkan dengan jumlah
orang bekerja. Dalam hal ukuran dan pertumbuhan, sektor informal
merupakan bagian penting dari kehidupan ekonomi, sosial, dan politik
di sebagian besar negara berkembang, serta beberapa negara maju. Di
negara-negara dengan tingkat pertumbuhan penduduk atau urbanisasi
yang tinggi, ekonomi informal cenderung tumbuh untuk menyerap
sebagian besar tenaga kerja. Konferensi Internasional Statistik Tenaga
Kerja (The International Conference of Labour Statisticians-ICLS) ke-15
mendefinisikan sektor informal sebagai unit produksi dalam usaha
rumah tangga yang dimiliki oleh rumah tangga. Mereka yang bekerja di
sektor informal terdiri semua orang yang selama periode acuan tertentu
yang bekerja pada setidaknya satu unit produksi yang memenuhi
konsep sektor informal, terlepas dari status mereka dalam pekerjaan
dan apakah itu pekerjaan utama atau pekerjaan sekunder. Resolusi
ICLS memperbolehkan beberapa variasi konsep nasional. Akibatnya,
informasi untuk indikator ini sering didasarkan pada definisi nasional
dan pengukuran ekonomi informal.

Selain itu, pekerjaan informal dicirikan oleh ketiadaan kontrak,


perlindungan sosial, hak untuk berbagai jaminan dan tidak tunduk pada
undang-undang tenaga kerja dan pendapatan pajak, yang mungkin
tidak sepenuhnya tertangkap dengan fokus hanya pada pekerjaan di
sektor informal.

ICLS ke-17 mendefinisikan pekerja sektor informal sebagai “karyawan


dengan hubungan kerja yang tidak tercakup dalam perundang-undangan
atau dalam praktiknya, tidak tunduk pada undang-undang tenaga kerja,
pajak, pendapatan, perlindungan sosial atau hak tertentu untuk jaminan

198
PENGUKURAN PRODUKTIVITAS NASIONAL DAN REGIONAL 2017
CATATAN TEKNIS

kerja tertentu (pemberitahuan pemecatan sebelumnya, pembayaran


yang buruk, dibayar tahunan atau izin sakit, dan sebagainya)”. Perlu
diketahui bahwa definisi ini dibuat untuk tingkat pekerjaan dan bukan
untuk perorangan karena setiap orang dapat secara bersamaan memiliki
dua pekerjaan atau lebih.

Pekerjaan informal dapat diklasifikasikan lebih lanjut menjadi dua:


usaha sendiri informal dan pekerjaan upahan informal yang mencakup
karyawan tanpa kontrak resmi, jaminan pekerja atau perlindungan sosial
yang dipekerjakan di usaha formal atau informal. Yang termasuk usaha
sendiri informal adalah pengusaha pada sektor informal, berusaha
sendiri pada usaha informal, pekerja keluarga tidak dibayar, dan anggota
koperasi produksi informal (Chen, 2006 seperti dikutip dalam Maligalig,
dkk, 2008). Pembedaan ini menyarankan agar pekerja informal dibagi
dalam seluruh kategori status pekerja: pengusaha, buruh, berusaha
sendiri, pekerja keluarga tidak dibayar, dan anggota koperasi produksi.

BPS melakukan pendekatan khusus dalam menentukan penduduk


yang bekerja di sektor formal/informal, yaitu berdasarkan status dalam
pekerjaan utama dan jenis pekerjaan/jabatan2.

KILM 9. Pengangguran

Tingkat Pengangguran Terbuka (TPT) atau biasanya disebut sebagai


tingkat pengangguran menggambarkan proporsi angkatan kerja yang
tidak memiliki pekerjaan dan secara aktif mencari dan bersedia untuk
bekerja. Ini tidak boleh disalahartikan sebagai kesulitan ekonomi,
meskipun korelasi antara tingkat pengangguran dan kemiskinan sering
ada dan cenderung memiliki korelasi negatif3. Definisi baku untuk
penganggur adalah mereka yang tidak mempunyai pekerjaan, sedang
mencari pekerjaan, dan bersedia untuk bekerja.

Bersama dengan rasio penduduk bekerja terhadap jumlah penduduk


(KILM 2), tingkat pengangguran menyediakan indikator situasi pasar
tenaga kerja di negara-negara yang mengumpulkan informasi tentang

2 Lihat lampiran untuk matriks penentuan sektor formal/informal


3 Tingkat pengangguran relatif rendah pada orang-orang miskin

199
PENGUKURAN PRODUKTIVITAS NASIONAL DAN REGIONAL 2017
CATATAN TEKNIS

tenaga kerja.

Secara spesifik, penganggur terbuka dalam Sakernas, terdiri atas:

1. Mereka yang tidak bekerja dan mencari pekerjaan;


2. Mereka yang tidak bekerja dan mempersiapkan usaha;
3. Mereka yang tidak bekerja, dan tidak mencari pekerjaan, karena
merasa tidak mungkin mendapatkan pekerjaan;
4. Mereka yang tidak bekerja, dan tidak mencari pekerjaan karena
sudah diterima bekerja, tetapi belum mulai bekerja.

Tingkat pengangguran oleh banyak negara digunakan untuk


mengukur tingkat penawaran tenaga kerja yang tidak digunakan. Jika
bekerja diartikan sebagai situasi yang diinginkan bagi orang-orang
dalam populasi yang secara ekonomi aktif (angkatan kerja), maka
pengangguran menjadi situasi yang tidak diinginkan. Namun ada
kalanya pengangguran jangka pendek menjadi suatu kondisi yang
diinginkan dan diperlukan untuk memastikan penyesuaian (adjustment)
terhadap fluktuasi ekonomi. Tingkat pengangguran pada kelompok
tertentu yang diklasifikasikan berdasarkan umur, jenis kelamin, dan
pendidikan berguna dalam mengidentifikasi kelompok penduduk
bekerja dan sektor-sektor yang paling rentan terhadap pengangguran.

Sementara tingkat pengangguran tenaga kerja, dapat dianggap sebagai


indikator yang paling informatif yang mencerminkan indikasi pasar umum
dan kinerja pasar tenaga kerja dan ekonomi secara keseluruhan, tidak
harus ditafsirkan sebagai ukuran kesulitan ekonomi atau kesejahteraan.
Bila didasarkan pada standar internasional yang direkomendasikan,
tingkat pengangguran hanya memberikan gambaran proporsi angkatan
kerja yang tidak memiliki pekerjaan tapi bersedia dan secara aktif
mencari pekerjaan. Angka ini menggambarkan tentang sumber daya
ekonomi penganggur atau anggota keluarga mereka. Penggunaannya
harus dibatasi sebagai ukuran pemanfaatan tenaga kerja serta indikasi
kegagalan untuk mencari pekerjaan. Tindakan- tindakan lain, termasuk
indikator pendapatan yang terkait, akan diperlukan untuk mengevaluasi
kesulitan ekonomi.

200
PENGUKURAN PRODUKTIVITAS NASIONAL DAN REGIONAL 2017
CATATAN TEKNIS

Tingkat pengangguran secara matematis didefinisikan sebagai hasil bagi


dari jumlah pengangguran (untuk negara atau kelompok penduduk
bekerja tertentu) dengan jumlah angkatan kerja. Harus ditekankan bahwa
denominator/faktor pembagi yang berfungsi sebagai dasar statistik ini
adalah tenaga kerja atau penduduk yang aktif secara ekonomi, bukan
jumlah penduduk. Perbedaan ini tidak selalu dipahami oleh publik.
Memang, istilah “angkatan kerja” dan “bekerja” kadang- kadang keliru
digunakan secara bergantian. Misalnya, tingkat pengangguran adalah 6
persen, maka dapat dikatakan bahwa terdapat 6 persen dari penduduk
yang aktif secara ekonomi (angkatan kerja) yang saat ini sedang tidak
bekerja dan mencari pekerjaan atau bersedia bekerja.

Pengangguran pada Kelompok Umur Muda

Tingkat pengangguran penduduk umur muda memberikan gambaran


kepada kita mengenai proporsi angkatan kerja pada kelompok
umur muda dengan kondisi: (a) tidak memiliki pekerjaan, (b) secara aktif
mencari pekerjaan, dan (c) tersedia untuk bekerja dalam pasar tenaga
kerja. Penduduk umur muda yang menganggur merupakan salah satu
masalah yang memerlukan penanganan kebijakan khusus yang penting
bagi banyak negara, terlepas dari tahap pembangunan. Untuk tujuan
indikator ini, istilah “umur muda” mencakup orang yang berumur 15
sampai 24 tahun, sedangkan “orang dewasa” didefinisikan sebagai orang
yang berumur 25 tahun ke atas.

KILM 10. Pengangguran Jangka Panjang

Pengangguran jangka panjang merupakan stok tenaga kerja yang tidak


dapat dimanfaatkan, merupakan bagian dari angkatan kerja, tetapi
tidak memiliki pekerjaan (menganggur) dalam jangka waktu tertentu.
Sayangnya, Sakernas tidak mengumpulkan informasi mengenai berapa
lama seseorang menganggur. Indikator ini tidak dapat disajikan karena
keterbatasan variabel yang dikumpulkan dalam Sakernas.

201
PENGUKURAN PRODUKTIVITAS NASIONAL DAN REGIONAL 2017
CATATAN TEKNIS

KILM12. Setengah Penganggur (Underemployment)

Mereka yang dikategorikan dalam setengah penganggur adalah mereka


yang jumlah jam kerjanya di bawah ambang batas jam kerja normal
(bekerja kurang dari 35 jam dalam seminggu yang lalu), dengan kondisi:

1. Mereka yang dengan sukarela mencari pekerjaan tambahan,


meliputi:
a. Mereka yang menginginkan pekerjaan lain untuk menambah
jam kerjanya dari pekerjaannya yang sekarang;
b. Mereka yang menginginkan mendapat ganti dari pekerjaannya
yang sekarang dengan pekerjaan lain yang mempunyai jam
kerja lebih banyak.
2. Mereka yang bersedia menerima pekerjaan tambahan.

KILM 13. Tingkat Ketidakaktifan

Tingkat ketidakaktifan adalah ukuran proporsi penduduk umur kerja


suatu negara yang tidak terlibat aktif dalam pasar tenaga kerja, baik
dengan bekerja atau mencari pekerjaan (bukan angkatan kerja). Tingkat
ketidakaktifan ini jika dijumlahkan dengan Tingkat Partisipasi Angkatan
Kerja (TPAK--lihat KILM 1) maka hasilnya adalah 100 persen, dengan
perkataan lain tingkat ketidakaktifan ama dengan 1 (satu) dikurangi
dengan TPAK (1-TPAK).

Dalam beberapa situasi, tingkat ketidakaktifan tinggi untuk kelompok


populasi tertentu tidak harus selalu dilihat sebagai suatu kondisi
“buruk”, misalnya tingkat ketidakaktifan yang relatif tinggi untuk wanita
umur 25-34 tahun mungkin karena mereka meninggalkan pasar kerja
untuk mengurus keluarga dan melaksanakan tanggung jawab seperti
melahirkan dan mengasuh anak. Dengan menggunakan data dalam
KILM 13, pengguna dapat melihat sejauh mana ibu berkaitan dengan
pola tenaga kerja perempuan. Telah lama diakui bahwa aspek-aspek
struktur rumah tangga terkait dengan aktivitas pasar tenaga kerja,
misalnya kepala rumah tangga perempuan cenderung memiliki tingkat
ketidakaktifan yang relatif rendah. Pada pasangan yang menikah, suami
biasanya memiliki tingkat ketidakaktifan yang rendah, terutama jika ada

202
PENGUKURAN PRODUKTIVITAS NASIONAL DAN REGIONAL 2017
CATATAN TEKNIS

anak-anak dalam keluarga. Tingkat ketidakaktifan yang rendah pada


wanita bisa berkorelasi dengan tingginya tingkat ketidakaktifan untuk
laki-laki, yaitu suami, jika laki-laki sedang menyelesaikan pendidikan
atau secara fisik tidak mampu bekerja, sehingga membuat istri sebagai
pencari nafkah utama.

KILM 14. Pencapaian Pendidikan dan Melek Huruf

Informasi tentang tingkat pencapaian pendidikan saat ini adalah


indikator terbaik yang tersedia untuk melihat tingkat keahlian tenaga
kerja. Pendidikan merupakan salah satu faktor penentu penting untuk
menilai kemampuan suatu negara untuk bersaing dengan sukses di
pasar dunia dan membuat efisiensi penggunaan kemajuan teknologi
yang cepat. Tabel KILM 14 menyajikan informasi mengenai tingkat
pendidikan angkatan kerja dengan lima tingkat pendidikan, yaitu tidak
pernah bersekolah, tingkat pra-dasar, tingkat dasar, tingkat menengah,
dan tingkat tinggi (dalam publikasi ini hanya dikategorikan dalam empat
tingkat pendidikan, yaitu tidak pernah bersekolah, tingkat dasar, tingkat
menengah, dan tingkat tinggi).

Kategori yang digunakan dalam indikator ini secara konseptual


berdasarkan tingkat Standar Internasional Klasifikasi Pendidikan
(International Standard Classification of Education-ISCED-97).
Pengelompokan tingkat pendidikan berdasarkan ISCED-97 adalah
sebagai berikut:
1. Tidak pernah bersekolah adalah mereka yang tidak/belum pernah
bersekolah sama sekali;
2. Sekolah dasar, yaitu mereka yang memiliki pendidikan tidak/belum
tamat SD, SD/Ibtidaiyah, Paket A, SMP/Tsanawiyah, SMP Kejuruan,
dan Paket B;
3. Sekolah menengah, yaitu mereka dengan pendidikan SMA/Aliyah,
SMK, dan Paket C;
4. Sekolah tinggi, yaitu mereka yang memiliki ijazah Diploma I/II,
Diploma III, Diploma IV/S1, dan S2/S3.

203
PENGUKURAN PRODUKTIVITAS NASIONAL DAN REGIONAL 2017
CATATAN TEKNIS

Disamping itu, disajikan pula pencapaian pendidikan angkatan kerja


menurut kelompok umur sebagai berikut: umur muda (15-24 tahun),
pemuda (16-30 tahun), dan “dewasa” yang didefinisikan sebagai orang
yang berumur 25 tahun ke atas.

KILM 15. Indikator Upah dan Biaya Tenaga Kerja

Indikator ini dapat memberikan gambaran mengenai tingkat


kesejahteraan penduduk bekerja melalui indeks upah pada sektor
ini. Tetapi, terdapat survei khusus (Survei Upah dan Survei Struktur
Upah) yang bukan merupakan bagian dari Sakernas yang dilakukan
untuk mengumpulkan data terkait dengan indikator ini. Salah satu
keterbatasan variabel pada Sakernas adalah hanya menanyakan upah/
pendapatan sebulan terakhir pada status pekerjaan tertentu, maka
yang dapat disajikan hanya rata-rata upah/pendapatan sebulan terakhir
buruh/karyawan/pegawai.

KILM 16. Produktivitas Tenaga Kerja

Tingkat produktivitas tenaga kerja merupakan ukuran penting untuk


melihat sejauh mana faktor produksi L (Labour/Tenaga Kerja) berperan
dalam proses produksi. Tingkat produktivitas tenaga kerja memberikan
gambaran mengenai output yang dihasilkan oleh satu unit tenaga
kerja. Semakin tinggi output yang dihasilkan, maka semakin produktif
tenaga kerja tersebut, demikian sebaliknya. Indikator ini juga penting
untuk melihat sektor mana saja yang memiliki tenaga kerja dengan
produktivitas tinggi, dan sektor mana yang tidak. Identifikasi ini
memberikan gambaran sektor padat karya (labour intencive) dan sektor
padat modal (capital intencive).

204
PENGUKURAN PRODUKTIVITAS NASIONAL DAN REGIONAL 2017

Anda mungkin juga menyukai