Anda di halaman 1dari 34

STRATEGI PEMERINTAH DALAM PENANGGULANGAN

PENGANGGURAN DI KABUPATEN BEKASI


(Ditujukan Untuk Memenuhi Tugas Kelompok Mata Kuliah Perencanaan

Penelitian)

Dosen Pengampu:

Dr. Hj. Rahmat Hidayat, S.Sos., M.Si

Disusun Oleh:

Kelompok 4 / Kelas D

1. Dandi Rahayu (1710631180045)


2. Mohammad Lukman Nur Hakim (1710631180100)
3. Muhamad Fiqih (1710631180102)
4. Novy Riesa Sellfia (1710631180110)
5. Riyanti Rahma Kurnia (1710631180125)
6. Rosmala Dewi (1710631180126)

PROGRAM STUDI ILMU PEMERINTAHAN


FAKULTAS ILMU SOSIAL DAN ILMU POLITIK
UNIVERSITAS SINGAPERBANGSA KARAWANG
2020
DAFTAR ISi

BAB I.................................................................................................................................3
PENDAHULUAN.............................................................................................................3
1.1. Latar Belakang...................................................................................................3
1.2. Identifikasi Masalah...........................................................................................7
1.3 Rumusan Masalah..............................................................................................7
1.4 Tujuan Penelitian................................................................................................8
1.5 Manfaat Penelitian..............................................................................................8
BAB II TINJAUAN PUSTAKA......................................................................................10
2.1 State Of The Art.....................................................................................................10
2.2 Strategi Pemerintah..........................................................................................10
2.2.1 Definisi Strategi...............................................................................................10
2.2.2 Tipe-Tipe Strategi...........................................................................................16
2.2.3 Aspek-Aspek Strategi......................................................................................17
2.2.4 Penentuan Tujuan dan Sasaran........................................................................18
2.3 Pengangguran...................................................................................................20
2.3.1 Definisi Pengangguran........................................................................................20
2.3.2 Akibat-Akibat Buruk Pengangguran...............................................................23
2.4 Landasan Teori.......................................................................................................24
2.5 Teori Pembanding..................................................................................................24
2.6 Kerangka Berpikir..................................................................................................24
2.7 Proposisi.................................................................................................................24
BAB III...............................................................................................................................25
METODE PENELITIAN.......................................................................................................25
3.1 Metode Penelitian...................................................................................................25
3.2 Teknik Pengumpulan Data.....................................................................................25
3.3 Sumber Data...........................................................................................................26
3.4 Teknik penentuan informan....................................................................................27
3.5 Teknik analisis data................................................................................................27
3.6 Lokasi dan waktu penelitian...................................................................................29
DAFTAR PUSTAKA......................................................................................................30
BAB I
PENDAHULUAN

1.1. Latar Belakang

Pekerjaan merupakan bagian dari hidup dan kehidupan tidak

mungkin menjalani kehidupan tanpa bekerja. Karena pekerjaan merupakan

sumber dalam mencari pendapatan untuk pemenuhan kehidupan sehari-

hari. Oleh karena itu kita akan berusaha mencari peluang kerja sampai kita

mendapatkan pekerjaaan yang kita inginkan. Bekerja merupakan sebuah

tuntutan bagi seseorang untuk menciptakan kelangsungan dalam hidupnya.

Bekerja merupakan kegiatan atau upaya untuk memperoleh pendapatan

dalam memenuhi berbagai kebutuhan hidup seperti sandang, pangan dan

papan.

Selain untuk memenuhi kebutuhan diri sendiri, seseorang akan

bekerja untuk meningkatkan kesejahteraan keluarga karena disadari atau

tidak apabila kesejahteraan keluarga tercapai tentunya kehidupan akan

tercipta lebih baik. Harapan hidup yang lebih baik dari sebelumnya selalu

menjadi bekal manusia berfikiran maju karena kehidupan yang lebih baik

atau dengan istilah lain adalah hidup layak dapat mendorong seseorang

untuk lebih mendapatkan pengakuan atau identitas diri yang pada akhirnya

menjadikan profesi seseorang bahkan tidak menutup kemungkinan dapat

menimbulkan kepuasan diri yang dengan sendirinya melahirkan

penghargaan dari orang lain.

Pada konteks indonesia dengan jumlah penduduk kira kira 260 juta

jiwa mendapatkan pekerjaan menjadi hal yang tidak mudah bagi masyarakat
untuk mendapatkan pekerjaan, dari data Badan Pusat Statistik diketahui ada

sebanyak 6,9 juta pengangguran pada tahun 2018. Sebetulnya jumlah

pengangguran terssebut menurun dibanding pada tahun 2017 dengan jumlah

pengangguran sebanyak 7,0 juta. Namun, jumlah pengangguran tahun 2018

tersebut tetap saja merupakan jumlah atau angka yang cukup tinggi.

Sebenarnya tahun 2003 pemerintah telah berupaya mengatasi

masalah ketenagakerjaan dengan menerbitkan UU No. 13 Tahun 2003.

Dalam undang-undang tersebut diatur beberapa hal yang menjadi kewajiban

pemerintah di antaranya mempermudah proses rekruitmen tenaga kerja,

meningkatkan pengetahuan /skill tenaga kerja, memberikan pelatihan dalam

pengembangan keahlian dan skill tenaga kerja, memberikan latihan magang

kerja, meningkatkan kualitas di segala bidang, membatasi penggunaan

tenaga kerja asing, mengawasi kebijakan pengangguran.

Ada beberapa hal yang menjadi faktor penyebab tingginya tingkat

pengangguran di Indonesia di antaranya dapat dilihat pada hasil penelitian

Aruan (2014) dan Poyoh dkk (2017) yaitu pertumbuhan ekonomi, upah

minimum dan inplasi. Faktor lainnya yaitu tingkat pendidikan (Ramdha dkk,

2017), sedikitnya lapangan pekerjaan, kurangnya keahlian, kurangnya

informasi, kurang meratanya lapangan pekerjaan, belum maksimalnya

upaya pemerintah dalam memberikan pelatihan untuk meningkatkan

softskill, dan budaya yang malas (Pranita 2016)

Sementara itu kondisi yang sama terjadi di Jawa Barat, data dari

Badan Pusat Statistik mencatat Jawa Barat menjadi Provinsi dengan Tingkat

pengangguran terbuka tertiggi di Indonesia sebesar 8,16 %. Artinya dari


sepuluh angkatan kerja delapan hingga sembilang orang merupakan

pengangguran. Pada bulan Februari tahun 2018 terdapat sebanyak 22,77 juta

angkatan kerja di Jawa Barat. Dari jumlah tersebut, 20,91 juta di antaranya

telah bekerja dan 1,89 juta sisanya merupakan pengangguran. Dibandingkan

dengan periode Februari 2017, jumlah penduduk bekerja naik sebanyak 0,19

juta dan pengangguran turun 0,06 juta. Namun menurut berita harian detik

finance Provinsi Jawa Barat Menempati posisi kedua jumlah pengangguran

terbanyak pada seluruh Provinsi yang ada di Indonesia pada tahun 2018

sebanyak 8.17 % dibawah Provinsi Banten sebanyak 8,52 %.1

Pengamat perencanaan dan pembangunan, Tatang Suheri dalam

Harian SINDONews (5/6/2018) mengatakan, perekonomian Jawa Barat

masih terlalu bersandar pada Jawa Barat di wilayah utara. Salah satu

kawasan industri terbesar di Indonesia. Dengan demikian, ketimpangan

akan selalu terasa di daerah-daerah. Menurutnya tidak bisa dipungkiri,

kawasan Jababeka adalah lokomotif ekonomi Jawa Barat tetapi hal ini tidak

diikuti oleh daerah lain.

Sejatinya kondisi di Jawa Barat tidaklah berbeda dengan kondisi di

Kabupaten Bekasi dalam hal angka pengangguran, karena tingkat

pengangguran di Kabupaten Bekasi menurut data Badan Pusat Statistik

menyumbang dengan tingkat pengangguran paling tinggi di Jawa Barat.

Angka pengangguran di Kabupaten Bekasi berdasarkan data Badan Pusat

Statistik Provinsi Jawa Barat per-Agustus 2017 menempati urutan pertama

yakni mencapai angka 10, 97 % di atas angka rata-rata Provinsi dan

1
Diakses dari https://finance.detik.com/infografis/d-4290922/7-juta-penduduk-ri-masih-
nganggur-provinsi-mana-paling-banyak pada tanggal 20 Desember 2020)
Nasional yang masing-masing hanya ada diangka 8, 22 % dan 6, 18 %

(Sumber https://jabar.bps.go.id). Suatu kondisi yang kontradiktif tentunya

mengingat Kabupaten Bekasi merupakan Kabupaten dengan kawasan

industri terbesar di Jawa Barat dan nasional bahkan se Asia Tenggara.

Berdasarkan data yang diperoleh dari Badan Pusat Statistik Provinsi

Jawa Barat per agustus 2017 pengangguran di Kabupaten Bekasi mencapai

angka 10, 97 %, sementara diitahun 2015 angka pengangguran di

Kabupaten Bekasi yaitu 10, 03 %. Artinya meski Kabupaten Bekasi dikenal

dengan kota industri terbesar se Asia Tenggara masih terdapat angka

369.874 orang di tahun 2017 yang masih membutuhkan lapangan pekerjaan.

Angka tersebut tentunya menjadi perhatian Pemerintah Kabupaten Bekasi

untuk terus berusaha menekan masalah pengangguran.

Pada tahun 2016 sebetulnya Pemerintah Kabupaten Bekasi telah

mengeluarkan Perarturan Daerah No 4 Tahun 2016 tentang

Ketenagakerjaan. Dalam peraturan daerah tersebut diamanatkan kepada

perusahaan yang ada di Kabupaten Bekasi untuk melakkukan kerja sama

dengan Lembaga Pendidikan untuk menampung tenaga kerja lokal di bawah

koordinasi perangkat daerah (pasal 27 ayat 1). Ketetapan lainnya yaitu

terkait kewajiban perusahaan yang ada di Kabupaten Bekasi untuk

memberikan kesempatan kepada tenaga kerja lokal untuk diterima bekerja

di perusahaanya. Namun, ketetapan tersebut nampaknya belum dapat

dilaksanakan secara maksimal sebagaimana telah dijelaskan pada uraian


sebelumnya yaitu adanya jumlah pengangguran sebanyak 369.874 orang di

tahun 2017.

Penjelasan di atas menunjukan ada hal yang bermasalah dalam upaya

Pemerintah Daerah di Kabupaten Bekasi dalam mengurangi jumlah

pengangguran. Hal tersebut menarik peneliti untuk mengetahui lebih jauh

dan menjadikan topik skripsi dengan judul “STRATEGI PEMERINTAH

DALAM PENANGGULANAN PENGANGGURAN DI KABUPATEN

BEKASI”

1.2. Identifikasi Masalah


Berdasarkan uraian latar belakang diatas maka peneliti
mengidentifikasikan uraian masalah sebagai berikut:
1. Belum Maximal nya Perarturan Daerah No 4 Tahun 2016 tentang
Ketenagakerjaan
2. Kewajiban perusahaan yang ada di Kabupaten Bekasi untuk
memberikan kesempatan kepada tenaga kerja lokal untuk diterima
bekerja di perusahaanya belum terimplementasi dengan baik
3. Belum adanya evaluasi dari Perarturan Daerah No 4 Tahun 2016
tentang Ketenagakerjaan

1.3 Rumusan Masalah

Latar belakang permasalahan di atas mengenai permasalahan


penanggulangan pengangguran maka peneliti merumuskan beberapa
rumusan masalah sebagai berikut:
1. Bagaimana pemerintah memformulasikan strategi dalam

penanggulangan pengangguran di Kabupaten Bekasi?


2. Bagaimana Pemerintah mengimplementasikan strategi dalam

penanggulangan pengangguran di Kabupaten Bekasi?

3. Bagaimana pemerintah mengevaluasi strategi dalam penanggulangan

pengangguran di Kabupaten Bekasi?

1.4 Tujuan Penelitian

Penelitian ini dimaksudkan untuk mengetahui strategi dan

memberikan saran untuk Pemerintah Kabupaten Bekasi dalam

penanggulangan pengangguran yang selama ini menjadi permaslahan yang

tidak kunjung usai, oleh karena itu tujuan dari penelitian ini untuk:

1. Untuk mengidentifikasi bagaimana pemerintah memformulasikan

strategi dalam penagnggulangan pengangguran di Kabupaten

Bekasi.

2. Untuk mengidentifikasi bagaimana Pemerintah

mengimplementasikan strategi dalam penanggulangan pengangguran

di Kabupaten Bekasi.

3. Untuk mengidentifikasi bagaimana pemerintah mengevaluasi

strategi dalam penanggulangan pengangguran di Kabupaten Bekasi.

1.5 Manfaat Penelitian

Hasil penelitian ini dapat berguna baik secara toeritis maupun secara

praktis. Dengan kata lain kegunaan teoritis berarti hasil penelitian

memberikan kontribusi secara teoritis bagi pengembangan ilmu

pengetahuan dan secara praktis berarti hasil penelitian memberikan

kontribusi dalam pengambilan strategi yang dilakukan Pemerintah dalam

penanggulangan pengangguran di Kabupaten Bekasi.


1. Teoritis

Untuk mengembangkan teori dan ilmu pengetahuan agar dapat

bermanfaat bagi Kegunaan penelitian, bagi Akademik yaitu sebagai

bahan referensi penelitian yang dapat dimanfaatkan oleh mahasiswa

Universitas Negeri Singaperbangsa Karawang yang ingin

mengembangkan pokok kajian serupa dimasa mendatang. 

2. Praktis

a) Bagi Pemerintah

b) Bagi Masyarakat

c) Bagi Peneliti

Memberikan informasi yang bermanfaat, diharapkan dapat membantu

memberikan alternatif informasi, bahan refrensi, serta sebagai sumber

informasi awal bagi peneliti-peneliti yang tertarik pada Strategi

Pemerintah Dalam Penanggulangan Pengangguran di Kabupaten Bekasi.


BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

2.1 State Of The Art

Nama Judul Teori yang Metode Hasil


No.
Penulis Penelitian digunakan Penelitian Penelitian
1.
2.
3.
4.
5.

2.2 Strategi Pemerintah

2.2.1 Definisi Strategi


Istilah strategi dalam buku “Pengambilan Keputusan Stratejik:
untuk Organisasi Pubik dan Organisasi Nonprofit” karangan Prof. Dr. J
Salusu, M.A mengatakan istilah strategi secara etimologis berasal dari
kata Yunani, yaitu strategos, atau strategus dengan kata jamak strategi.
Strategos berarti jendral tetapi dalam Yunani Kuno sering berarti
perwira negara (state officer) dengan fungsi yang luas. Pengertian
strategi yang lebih condong pada kemiliteran di latar belakangi oleh
kondisi Yunani Kuno yang saat itu sering berperang, peran dan fungsi
seorang jenderal perang dianggap bertanggung jawab dalam sutu
peperangan. Seorang jenderal terus melakukan usaha untuk membina
pasukannya denga keterampilan berperang, sumber daya militer,
logistic dan tentunya memahami kondisi medan peperangan untuk
memanfaatkan peluang-peluang yang memungkinkan untuk meraih
kemenangan, itulah pengertian strategi yang dipahami sejak Yunani
Kuno
Namun Matloff menyadari bahwa pengertian strategi seperti itu
perlahan-lahan menjadi memiliki makna yang cukup luas, “definisi
yang luas dan strategi yang baru diperkenalkan, tidak lagi tepat dan
sesuai.” Chandler, Jr. (1966) mengatakan, strategi adalah penetapan dari
tujuan dan sasaran jangka panjang suatu organisasi serta penggunaan
serangkaian tindakan dan alokasi sumber data yang diperlukan untuk
mencapai tujuan tersebut. Pengertian strategi yang dikatakan oleh
Chander digabungkan dengan ide Drucker oleh Kennerth Andrews
dalam satu definisi baru yaitu :
“Strategi adalah pola tujuan atau sasaran, yang dinyatakan
sedemikian rupa, yaitu yang menegaskan bisnis apa yang digeluti
organisasi itu atau yang akan digeluti, dan macam apa atau akan
seperti apa organisasi itu” (Cope, 1981)

Hax dan Majluf menjelaskan strategi sebagai rumusan yang


komprehensif, Strategi setidaknya memiliki 5 poin penjelasan, yaitu :
“ialah suatu pola keputusan yang konsisten, menyatu, dan integral;
menentukan dan menampilkan tujuan organisasi dalam artian
sasaran jangka panjang, program bertindak dan prioritas alokasi
sumber daya; menyeleksi bidang yang akan digeluti atau akan
digeluti organisasi; mencoba mendapatkan keuntungan yang
mampu bertahan lama, dengan memberikan respon yang tepat
terhadap peluang dan ancaman dari lingkungan eksternal
organisasi, dan kekuatan serta kelemahannya; melibatan semua
tingkat hierarki dari organisasi.”

McNichols dalam buku karangan J. Salusu (2006:101)


menyederhanakan definisi Hax dan Majluf menjadi lebih ringkas
bahwa :

“Strategi ialah suatu seni menggunakan kecakapan dan sumber


daya suatu organisasi untuk mencapai sasarannya melalu hubungan
yang efektif dengan lingkungan dalam kondisi yang paling
menguntungkan.”
Salusu (2006) menjabarkan sebelas elemen-elemen strategi yaitu :
1. Seni Situasional

Dalam masa transisi, dari militer ke organisasi, strategi dipandang

sebagai suatu seni situasional, yaitu suatu keterampilan bagaimana

seorang pejabat eksekutif mendesain keputusan yang didasarkan

pada sumber daya organisasi, nilai-nilai manajerial, dan

kemungkinan adanya peluang, tetapi juga tantangan dari

lingkungan.

2. Tujuan dan Sasaran

Chandler, Jr (1966) mengatakan bahwa strategi dapat didefinisikan

sebagai “penetapan dari tujuan dan sasaran jangka panjang suatu

organisasi serta penggunaan serangkaian tindakan dan alokasi

sumber daya yang diperlukan untuk mencapai tujuan tersebut.”

Ada tiga komponen penting dalam definisi Chandler ini, yaitu

adanya tujuan dan sasaran, adanya cara bertindak, dan alokasi

sumberdaya untuk mencapai tujuan itu.

3. Produk, Keunggulan komparatif

Ansoff (1965) serta Hoffer dan Schendel (1978) menjabarkan

bahwa perlu adanya kesesuaian antara suatu produk / pasar dengan

wilayah geografis.

4. Pola Keputusan
Christanson, Andrews, dan Bouwer menegaskan bahwa strategi itu

sesungguhnya adalah pola keputusan didalam suatu organisasi yang

membentuk dan menampilkan tujuan dan sasaran dari organisasi

itu. Dengan adanya kebijaksanaan dan rencana-rencana untuk

mencapai tujuan tadi, tujuan dan sasaran dalam suatu strategi

dibuat jelas dan rinci.

5. Kebijaksanaan dan Program

Seperti telah dijelaskan pada elemen sebelumnya di atas, adanya

kebijaksanaan membuat pencapaian tujuan dari strategi terbentuk

menjadi semakin jelas. Namun strategi tersebut tentu saja harus

ditunjang dengan program yang terencana dan terkendali dan

benar-benar mengantarkan pada pencapaian tujuan.

6. Destinasi

Pada elemen kali ini dijelaskan bahwa ada perbedaan antara

sasaran dan tujuan. Dimana sasaran merupakan tempat perhentian

atau destinasi dan merupakan hasil dari pilihan. Tujuan menunjuk

pada apa yang ingin dicapai di waktu mendatang.

7. Sumber Daya dan Lingkungan

Pada elemen ini, dijelaskan bahwa strategi menekankan bahwa

faktor lingkungan internal dipandang sebagai faktor yang

memainkan peranan penting dalam menjalankan organisasi tanpa

mengingkari hubungannya dengan sumber daya organisasi itu

sendiri serta alokasi dan penggunaan sumber daya tersebut, serta

pada faktor lingkungan eksternal sebagai eksitensi dari fungsi


strategi itu sendiri yakni membuat jembatan antara misi organisasi

dan dunia lingkungannya.


8. Program Bertindak

Koontz (1976) menjelaskan bahwa strategi sebagai program

bertindak dengan tekad memanfaatkan sumber daya sebaik-baiknya

untuk mencapai misi utama organisasi. Dengan kata lain, adanya

upaya mengoptimalkan sumber daya dari suatu organisasi agar

dapat menggerakkan suatu program yang tersusun sedemikian rupa

agar mampu mengantarkannya pada tujuan yang dimaksud.

9. Formulasi Strategi, Arus Keputusan

Elemen ini menjabarkan perlunya perumusan strategi. Mintzberg

(1978) mendefinisikan bahwa strategi adalah suatu pola dari arus

keputusan yang sedang berlangsung. Dari definisi ini kemudian

strategi dioperasionalisasikan sebagai kronologi keputusan dan

peristiwa, dan analisis pembuatan strategi. Hal ini mengarahkan

kepada adanya penyesuaian dan pengaitan sumber daya organisasi

dengan peluang dan kendala lingkungan.

10. Deceptive Device

Mc Nichols (1977) melihat bahwa strategi merupakan deceptive

device (alat yang paling berbahaya dan riskan). Keputusan-

keputusan dalam strategi harus didesain untuk mendapatkan

keunggulan kompetitif. Situasi kompetitif itu sangat riskan karena

bisa membawa kerugian besar meskipun ada juga kemungkinan

membawa untung besar. Hal ini akan banyak bergantung pada

keberanian mengambil langkah-langkah stratejik. Ada tiga unsur


pokok yang penting dalam suatu organisasi, yaitu (1) formulasi dari

sasaran jangka panjang, (2) pemilihan tindakan, dan (3) alokasi

sumber daya.

11. Pemimpin

Pemimpin memiliki peranan yang penting sebagai pembuat

keputusan karena hanya merekalah sesungguhnya yang akhirnya

menetapkan sasaran organisasi, baik jangka pendek, jangka

menengah, maupun jangka panjang. (Salusu, 2006:88)

2.2.2 Tipe-Tipe Strategi


Senada dengan pendapat Kooten (1991) yang dikutip oleh

Salusu menjelaskan tentang tipe-tipe strategi karena sesungguhnya

tidak berbeda pandangan dengan Higgins, Wheelen, dan Hunger,

meskipun mereka yang disebut terakhir ini mengklasifikasikan strategi

itu ke dalam apa yang disebut tingkat-tingkat strategi. Kooten juga

mengakui bahwa tipe-tipe strategi ini mengacu pada strategi yang akan

dilakukan pada organisasi untuk melaksanakan misi dan tujuannya.

Tipe-tipe strategi yang dimaksud adalah sebagai berikut:

1. Corporate Strategy (strategi organisasi). Strategi ini berkaitan

dengan perumusan misi, tujuan, nilai-nilai, dan inisiatif-inisiatif

stratejik yang baru. Pembatasan-pembatasan diperlukan, yaitu apa

yang dilakukan dan untuk siapa.

2. Program Strategy (strategi program). Strategi ini lebih memberi

perhatian pada implikasi-implikasi stratejik dari suatu program


tertentu. Apa kira-kira dampaknya apabila suatu program tertentu

dilancarkan atau diperkenalkan, ada dampaknya bagi sasaran

organisasi.

3. Resource Support Strategy (strategi pendukung sumber daya).

Strategi sumber daya ini memusatkan perhatian pada

memaksimalkan pemanfaatan sumber-sumber daya esensial yang

tersedia guna meningkatkan kualitas kinerja organisasi. Sumber

daya itu dapat berupa tenaga, keuangan, teknologi, dan sebagainya.

4. Institusional Strategy (strategi kelembagaan). Fokus dari strategi

institusional ialah mengembangkan komponen organisasi untuk

melaksanakan inisiatif-inisiatif stratejik.

(Salusu, 2000:104)

2.2.3 Aspek-Aspek Strategi


Seperti telah dijelaskan sebelumnya, bahwa ada tiga aspek

dalam strategi, yaitu: Penentuan Tujuan atau Sasaran, Perumusan

Kebijakan, dan Operasionalisasi. Ketiga aspek itu kemudian harus

sesuai dengan nilai-nilai kemasyarakatan setempat sehingga alternatif-

alternatif tidak bebas nilai. Adapun uraiannya adalah sebagai berikut.

Pada aspek penentuan tujuan, kita dapat meninjaunya dari jawaban

pertanyaan apakah tinjauan dan sasaran yang telah dibuat dapat

menyelesaikan permasalahan atau target yang telah ditentukan. Karena

bagaimanapun, tujuan merupakan kondisi jangka panjang yang

diinginkan, yang dinyatakan dalam istilah umum dan kualitatif. Artinya


segala hal yang menyangkut dengan kondisi kedepan suatu organisasi

dapat terefleksi dari tujuan yang telah dibuatnya.

2.2.4 Penentuan Tujuan dan Sasaran


Tujuan diturunkan dari misi dan sasaran diturunkan dari tujuan.

Tujuan dapat diartikan sebagai kondisi jangka panjang yang diinginkan,

yang dinyatakan dalam istilah yang umum dan kualitatif. Tujuan

dibedakan dari sasaran yang menghendaki hasil akhir lebih spesifik.

Menurut Gould dan Kolb (1964) dalam ilmu sosiologi, seperti

juga dalam ilmu antropologi, ilmu politik, dan psikologi sosial, goal

atau tujuan diartikan sebagai suatu perubahan dalam suatu situasi ketika

seseorang atau suatu kelompok ingin mendapatkan susasu melalui hasil

karya mereka sendiri. Kalau tidak ada perubahan berarti stagnasi, tidak

bergerak, atau statis. Tetapi, itu adalah situasi baru yang diinginkan

atatu digerakkan oleh seseorang atau sekelompok orang melalui

organisasi. Dalam konteks strategi ini yang memiliki kewenangan

dalam menentukan tujuan dan sasaran adalah pemerintah.


Dalam sudut pandang ilmu sosial, menurut Perrow (1968) goals

dapat dibagi dalam enam kategori, Yaitu:

1. Society goals, yang menentukan pada adanya perubahan di

masyarakat dengan cara mengarahkannya pada kepentingan

masyarakat serta fungsinya bagi masyarakat.

2. Output goals, yang menekankan pada luaran yang diharapkan.

Dengan kata lain, tujuan ditekankan kepada siapa yang

memperoleh keuntungan dari suatu hal/program yang telah

dilakukan oleh suatu organisasi tersebut.

3. Investor goals, yang menekankan kepada adanya upaya/tindakan

untuk mengapresiasi investor baik secara materiil ataupun

immaterial atas kontribusi yang telah dilakukan. Investor dalam hal

ini bisa berupa pemegang saham, tenaga bantu, ataupun yang

memiliki kewenangan memberikan pengesahan yuridis kepada

organisasi tersebut.

4. System goals, yang menekankan pada stabilitas pada seluruh

elemen yang menjadi bagian atau domain dari organisasi tersebut.

Tujuan ini juga tak bisa terdikotomikan karena saling terintegrasi

secara holistik yang telah ditetapkan oleh para eksekutif atau para

investor melalui proses pengambilan keputusan.

5. Product goals, yang menekankan kepada luaran dari produk atau

jasa yang ditawarkan keluar. Hal ini pula menyangkut bagaimana

kualitas yang dikehendaki serta bagaimana kuantitasnya.


6. Derived goals, yang menekankan kepada eksistensi dan perilaku

organisasi sehingga dapat menjadikan kekuasaan organisasi

menjadi modal dalam menentukan kebijakan.

2.3 Pengangguran

2.3.1 Definisi Pengangguran


Tiap negara dapat memberikan definisi yang berbeda mengenai

definisi pengangguran. Nanga (2005: 249) mendefinisikan

pengangguran adalah suatu keadaan di mana seseorang yang tergolong

dalam kategori angkatan kerja tidak memiliki pekerjaan dan secara aktif

tidak sedang mencari pekerjaan. Dalam sensus penduduk 2001

mendefinisikan pengangguran sebagai orang yang tidak bekerja sama

sekali atau bekerja kurang dari dua hari selama seminggu sebelum

pencacahan dan berusaha memperoleh pekerjaan (BPS, 2001: 8).

Menurut Sukirno (2004: 28) pengangguran adalah jumlah tenaga kerja

dalam perekonomian yang secara aktif mencari pekerjaan tetapi belum

memperolehnya. Selanjutnya International Labor Organization (ILO)

memberikan definisi pengangguran yaitu:

1. Pengangguran terbuka adalah seseorang yang termasuk kelompok


penduduk usia kerja yang selama periode tertentu tidak bekerja,
dan bersedia menerima pekerjaan, serta sedang mencari pekerjaan.
2. Setengah pengangguran terpaksa adalah seseorang yang bekerja
sebagai buruh karyawan dan pekerja mandiri (berusaha sendiri)
yang selama periode tertentu secara terpaksa bekerja kurang dari
jam kerja normal, yang masih mencari pekerjaan lain atau masih
bersedia mencari pekerjaan lain/tambahan. (BPS, 2001: 4).
Sedangkan menurut survei angkatan kerja Nasional

(SAKERNAS) menyatakan bahwa:

1. Setengah pengangguran terpaksa adalah orang yang bekerja kurang

dari 35 jam per minggu yang masih mencari pekerjaan atau yang

masih bersedia menerima pekerjaan lain.

2. Setengah pengangguran sukarela adalah orang yang bekerja kurang

dari 35 jam per minggu namun tidak mencari pekerjaan dan tidak

bersedia menerima pekerjaan lain (BPS 2000: 14).

Berdasarkan kepada factor-faktor yang menimbulkannya pengangguran

dibedakan kepada tiga jenis, yaitu (Simanjuntak, 1998: 14) :

1. Pengangguran friksional adalah pengangguran yang terjadi akibat

kesenjangan waktu, informasi, maupun kondisi geografis antara

pencari kerja dan lowongan kerja.

2. Pengangguran struktural adalah pengangguran yang terjadi karena

pencari kerja tidak memenuhi persyaratan yang dibutuhkan untuk

lowongan pekerjaan yang ada.

3. Pengangguran musiman adalah pengangguran yang terjadi karena

pergantian musim.

4. Pengangguran berkaitan dengan fluktuasi kegiatan ekonomi jangka

pendek, terutama terjadi di sektor pertanian.


Untuk mengelompokkan masing-masing pengangguran tersebut

perlu diperhatikan dimensi-dimensi yang berkaitan dengan

pengangguran itu sendiri, yaitu (Bakir, 1984: 35) :

1. Intensitas pekerjaan (yang berkaitan dengan kesehatan dan gizi

makanan).

2. Waktu (banyak di antara mereka yang bekerja ingin bekera lebih

lama).

3. Produktivitas (kurangnya produktivitas seringkali disebabkan oleh

kurangnya sumber daya komplementer untuk melakukan

pekerjaan).

Berdasarkan dimensi di atas pengangguran dapat dibedakan atas

(BPS, 2000: 8) yaitu:

1. Pengangguran terbuka, baik terbuka maupun terpaksa. Secara

sukarela, mereka tidak mau bekerja karena mengharapkan

pekerjaan yang lebih baik. Sedangkan pengangguran terpaksa,

mereka mau bekerja tetapi tidak memperoleh pekerjaan.

2. Setengah pengangguran (under unemployment) yaitu mereka yang

bekerja di mana waktu yang mereka pergunakan kurang dari yang

biasa mereka kerjakan.

3. Tampaknya mereka bekerja, tetapi tidak bekerja secara penuh.

Mereka tidak digolongkan sebagai pengangguran terbuka dan

setengah pengangguran. Yang termasuk dalam kategori ini adalah:

pengangguran tak kentara (disguised unemployment),


pengangguran tersembunyi (hidden unemployment), pensiunan

awal.

2.3.2 Akibat-Akibat Buruk Pengangguran


Beberapa akibat buruk dari pengangguran dibedakan kepada dua

aspek (Sukirno,2000) dimana dua aspek tersebut yaitu:

A. Akibat buruk ke atas kegiatan perekonomian

Tingkat pengangguran yang relatif tinggi tidak memungkinkan

masyarakat pencapai pertumbuhan ekonomi yang teguh. Hal ini

dapat dengan jelas dilihat dari memperlihatkan berbagai akibat

buruk yang bersifat ekonomi yang ditimbulkan oleh masalah

pengangguran.

B. Akibat buruk ke atas individu dan masyarakat

Pengangguran akan mempengaruhi kehidupan individu dan

kestabilan sosial dalam masyarakat. Beberapa keburukan sosial

yang diakibatkan oleh pengangguran adalah:

1. Pengangguran menyebabkan kehilangan mata pencarian dan

pendapatan

2. Pengangguran dapat menyebabkan kehilangan keterampilan-

keterampilan dalam mengerjakan suatu pekerjaan hanya dapat

dipertahankan apabila keterampilan tersebut digunakan dalam

praktek.

3. Pengangguran dapat menimbulkan ketidakstabilan sosial dan

politik. Kegiatan ekonomi yang lesu dan pengangguran yang

tinggi dapat menimbulkan rasa puas kepada pemerintah.


2.4 Landasan Teori
2.4.1 Teori Stategi Menurut
Menurut Fred R. David (2004:5), Manajemen Strategik adalah ilmu
mengenai perumusan, pelaksanaan dan evaluasi keputusan-keputusan
lintas fungsi yang memungkinkan organisasi mencapai tujuannya.

Dalam perencanaan strategis terdapat tiga tahap penting yang


tidak dapat dilewatkan ketika akan merencanakan strategi yaitu
perumusan strategi, implementasi/penerapan strategi dan evaluasi
strategi.

Penjelasan tahapan perencanaan strategi :


a. Formulasi strategi, adalah tahap awal dimana perusahaan
menetapkan visi dan misi disertai analisa mendalam terkait
faktor internal dan eksternal perusahaan dan penetapan tujuan
jangka panjang yang kemudian digunakan sebagai acuan untuk
menciptakan alternatif strategi-strategi bisnis dimana akan
dipilih salah satunya untuk ditetapkan sesuai dengan kondisi
perusahaan.
b. Implementasi strategi, merupakan langkah dimana strategi yang
telah melalui identifikasi ketat terkait faktor lingkungan
eksternal dan internal serta penyesuaian tujuan perusahaan mulai
diterapkan atau diimplementasikan dalam kebijakan-kebijakan
intensif dimana setiap divisi dan fungsional perusahaan
berkolaborasi dan bekerja sesuai dengan tugas dan kebijakannya
masing-masing.
c. evaluasi strategi, adalah tahap akhir setelah strategi diterapkan
dalam pratek nyata dinilai efektifitasnya terhadap ekspetasi dan
pencapaian tujuan perusahaan. Penilaian dilakukan dengan
mengukur factor-faktor atau indicator sukses yang dicapai dan
mengevaluasi keberhasilan kinerja dari strategi guna perumusan
dan penerapan lanjutan dimasa yang akan datang agar lebih baik
dan efektif.
Tahapan-tahapan tersebut memiliki detil-detil aktivitas kunci yang
akan memperjelas proses perencanaan strategi, bagaimana yang
ditunjukkan pada model manajemen strategi komprehensif.

2.5 Teori Pembanding

2.6 Kerangka Berpikir

Strategi Pemerintah dalam


Penanggulangan Pengangguran
di Kabupaten Bekasi

Memformulasikan Mengimplementasikan Mengevaluasi


Strategi Strategi Strategi
Keberhasilan Penanggulangan
Pengangguran di Kabupaten
Bekasi

2.7 Proposisi
Keberhasilan strategi yang akan dilakukan oleh Pemerintah dalam

melakukan penanggulangan pengangguran di Kabupaten Bekasi menurut

Fred R. David, ditentukan oleh (1) Memformulasikan strategi, (2)

Mengimplementasikan strategi, dan (3) Mengevaluasi strategi. Jika ketiga

indikator tersebut dilaksanakan dengan baik, maka Pemerintah telah

memiliki kesiapan dalam menanggulangi pengangguran di Kabupaten

Bekasi.
BAB III
METODE PENELITIAN

3.1 Metode Penelitian


Dalam penelitian ini, penulis menggunakan metode deskriptif
dengan pendekatan kualitatif. Deskriptif adalah metode dalam pencarian
fakta status atau obyek, suatu kondisi pada masa sekarang dengan
interpretasi tepat. Menurut Sugiyono (2013:209) deskriptif adalah suatu
rumusan masalah yang memandu peneliti untuk mengeksplorasi dan
atau memotret situasi sosial yang akan diteliti secara menyeluruh, luas,
dan mendalam. Menurut Cresswell (2009) penelitian kualitatif
merupakan metode-metode untuk mengeksplorasi dan memahami
makna yang oleh sejumlah individu atau sekelompok orang yang
dianggap berasal dari masalah sosial atau kemanusiaan. Proses
penelitian kualitatif melibatkan upaya-upaya penting, seperti
mengajukan pertanyaan-pertanyaan dan prosedur-prosedur dalam bentuk
penelitian ini harus menerapkan cara pandang yang bergaya deskriptif.
Pendekatan yang digunakan dalam penelitian ini adalah
pendekatan kualitatif. Dilakukan dengan cara pengamatan langsung dan
wawancara mendalam dengan informan yang telah ditentukan.
Kemudian, data yang ditemukan dari hasil wawancara dan pengamatan
tersebut akan dianalisis secara kualitatif.

3.2 Teknik Pengumpulan Data


Metode pengumpulan data yang dilakukan dalam penelitian ini adalah
sebagai berikut:
1. Observasi
Menurut Nasution (dalam Sugiyono, 2006) menyatakan bahwa
metode observasi atau pengamatan dapat didefinisikan sebagai perhatian
yang terfokus terhadap kejadian, gejala, atau sesuatu. Adapun observasi
ilmiah adalah perhatian yang terfokus terhadap kejadian, gejala atau
sesuatau dengan maksud untuk menafsirkannya, mengungkapkan faktor-
faktor penyebabnya, dan menemukan kaidah-kaidah yang mengaturnya.
Sehingga menjadi data yang menjelaskan keadaan penelitian dengan
dukungan dokumentasi.
2. Wawancara
Peneliti melakukan wawancara kepada informan-informan yang
berasal dari Dinas Tenaga Kerja Kabupaten Bekasi dan Masyarakat.
3. Dokumentasi
Menurut Sugiyono (2006) dokumen merupakan catatan peristiwa
yang sudah berlalu. Dokumen bisa berupa tulisan, gambar, atau karya-
karya monumental dari seseorang.

3.3 Sumber Data


Sumber data dalam penelitian ini terdiri dari sumber data Primer dan

sumber data Sekunder. Adapun penjelasannya adalah sebagai berikut:

1. Data Primer

Data primer merupakan sumber data penelitian yang diperoleh secara

langsung. Adapun data primer yang didapat dalam penelitian ini yaitu

hasil Wawancara menggunakan panduan wawancara yang disusun oleh

peneliti guna mendapatkan data terhadap informan di Dinas Tenaga

Kerja Kabupaten Bekasi dan Masyarakat

2. Data Sekunder

Data sekunder merupakan data yang didapat melalui dokumentasi

peneliti terhadap segala sesuatu yang berkaitan dengan penelitian, serta

data yang didapat dari media elektronik maupun cetak, literatur, skripsi,

buku-buku.
3.4 Teknik penentuan informan
Menurut Faisal (dalam Sugiyono, 2014) penentuan informan dalam
penelitian kualitatif berfungsi untuk mendapatkan informasi yang
maksimum. Oleh karena itu, Subyek penelitian didalam penelitian ini antara
lain:

No Nama Informan Jabatan


1. H. Suhup, SH, MM Kepala Dinas Tenaga Kerja
Kabupaten Bekasi
2. Bapak Novriansyah Kepala Bidang Penempatan
Tenagakerja dan Perluasan
Penempatan Kerja
3. Ondang Donald Masyarakat

3.5 Teknik analisis data


Menurut Patton, 1980 (dalam Lexy J. Moleong 2002: 103)
menjelaskan bahwa analisis data adalah proses mengatur urutan data,
mengorganisasikannya kedalam suatu pola, kategori, dan satuan uraian
dasar. Langkah-langkah atau proses analisis data secara umum dapat
digunakan sebagai berikut: proses analisis data dimulai dengan menelaah
seluruh data yang tersedia dan berbagai sumber yaitu hasil wawancara,
dokumentasi resmi, foto-foto dan sebagainya.
Setelah dibaca, dipelajari dan ditelaah maka langkah berikutnya
adalah mengadakan prediksi data yang dilakukan dengan jalan membuat
abstraksi. Abstraksi merupakan usaha membuat rangkuman yang inti, proses
dan pernyataan pernyataan yang perlu dijaga sehingga tetap berada
didalamnya. Tahap akhir dari analisis ini adalah pemeriksaan keabsahan
data, setelah selesai tahap ini, mulailah tahap penafsiran data dalam
mengelola hasil sementara menjadi teori substantif dengan menggunakan
beberapa metode.
Dalam hal ini setelah peneliti berhasil mendapatkan data informasi
dari yang diteliti, langkah yang diambil kemudian yaitu menyajikannya
secara utuh tanpa melakukan penambahan maupun pengurangan informasi
mengenai hal-hal yang berkaitan dengan penelitian.
Untuk melakukan analisis atas fakta-fakta yang ditemukan dilapangan,
peneliti melakukan langkah-langkah sebagai berikut:
1. Pengumpulan data, yaitu bagian integral dalam analisis data. Pada
penelitian ini peneliti melakukan dengan menggunakan observasi,
dokumentasi, dan wawancara.
2. Reduksi data, yaitu melakukan pemilihan, pemusatan perhatian pada
penyederhanaan, pengabstraksian, dan pentransformasikan data-data
yang diperoleh, kemudian ditemukan data yang berkorelasi secara
signifikan dengan objek penelitian melalui pengklasifikasian.
3. Penyajian data, yaitu penyusunan sekumpulan informasi yang kompleks
ke dalam kesatuan bentuk (gestalt) yang disederhanakan, selektif dan
menggunakan konfigurasi yang mudah dipahami, untuk kepentingan
penarikan kesimpulan dan pengabilan tindakan.
4. Penarikan kesimpulan, yaitu menarik suatu kesimpulan dari konfigurasi
data yang telah diperoleh. Penarikan kesimpulan akhir tidak terlepas
dari kesimpulan- kesimpulan yang senantiasa dilakukan sejak awal
hingga akhir.
3.6 Lokasi dan waktu penelitian
Lokasi penelitian dilakukan di Kabupaten Bekasi, Provinsi Jawa Barat
khususnya pada stakeholder pemerintahan daerah yang berwenang. Lokasi
Kantor Pemerintah Daerah Kabupaten Bekasi berada di Sukamahi,
Kecamatan Cikarang Pusat, Bekasi, Jawa Barat 17530.
Adapun jadwal penelitian yang diakukan oleh peneliti sebagaimana
dicantumkan dalam tabel berikut:

2020
Susunan Kegiatan November Desember
No
1 Penentuan Judul
2 Penyusunan Studi Pustaka
3 Pra-Observasi
4 Penyusunan Proposal
DAFTAR PUSTAKA

Aruan, Norman Luther. Faktor- Faktor Yang Mempengaruhi Tingkat


Pengangguran di daerah Istimewa Yogyakarta (DIY) tahun 1985-2011.
Jurnal Modus, vol. 26 tahun 2014, hal 173-187

Budiardjo, Miriam. 1988, Dasar-dasar Ilmu Politik. Jakarta: Gramedia

Creswell, John W. 2010. Research Design Pendekatan Kualitatif, Kuantitatif, dan


Mixed.Yogyakarta : Pustaka Pelajar

Dunn, William N. 2003. Pengantar Analisis Kebijakan Publik. Yogyakarta :


Gadjah Mada University Press.

Franita Riska. Analisa Pengangguran di Indonesia. Jurnal Nusantara, vol 1 tahun


2016, hal 88-93

Jones, Charles O. 1991. Pengantar Kebijakan Publik ( Public Policy ). Jakarta :


CV. Rajawali.

Kaho, Josep Riwu. 2010. Prospek Otonomi Daerah di Negara Republik Indonesia.
Identifikasi Beberapa Faktor Yang Mempengaruhi Penyelenggaraannya.
Jakarta:Rajawali Pers

Moh. Nazir. (1998). Metode Penelitian. Ghalia Indonesia. Jakarta.

Moleong, Lexy J. 2002. Metodologi Penelitian Kualitatif. Bandung : PT Remaja


Rosda Karya

Ndraha, Taliziduhu, 2000. Ilmu Pemerintahan (Kybernology), Jakarta: Rineka


Cipta.

Nugroho, Riant. 2004. Kebijakan Publik : Formulasi, Implementasi Dan Evaluasi.


Jakarta : PT Elex Media Komputindo Kelompok Gramedia.

Nurcholis, Hanif. 2007. Teori dan Praktik Pemerintahan dan Otonomi Daerah.
Jakarta : PT. Grasindo.

Poyoh, Arfan dkk. Faktor – Faktor Yang Mempengaruhi Tingkat Pengangguran


di Provinsi Sulawesi Utara. Jurnal Agri Sosio Ekonomi Unsrat, vol. 13 no 1
A tahun 2017, hal 55-66

Taufiqurokhman.Manajemen Strategi.2016.Fakultas ilmu sosial dan ilmu


pemerintahan. Universitas Prof. Dr. Moestopo Beragama
Fred R. David, Manajemen Strategi (Jakarta: Salemba empat, 2010) hal 5

Hendrawan supratikno,advance strategic managemen: backl to basic approach,


(jakarta: PT. Gravindo utama, 2003), hal. 19

Anda mungkin juga menyukai