Anda di halaman 1dari 26

BAB I

PENDAHULUAN

I.1 Latar Belakang

Titrasi merupakan suatu metode untuk menentukan kadar suatu


zat dengan menggunakan zat lain yang sudah diketahui
konsentrasinya. Titrasi biasanya dibedakan berdasarkan jenis reaksi
yang terlibat di dalam proses titrasi, sebagai contoh bila melibatkan
reaksi asam-basa maka disebut sebagai titrasi asam-basa, titrasi
redoks untuk titrasi yang melibatkan reaksi reduksi oksidasi, titrasi
kompleksometri untuk titrasi yang melibatkan pembentukan reaksi
kompleks dan lain sebagainya. Zat yang akan ditentukan kadarnya
disebut sebagai ”titrant” dan biasanya diletakkan didalam
erlenmeyer, sedangkan zat yang telah diketahui konsentrasinya
disebut sebagai “titer” dan biasanya diletakkan di dalam buret. Baik
titer maupun titrant biasanya berupa larutan.
Berbicara masalah reaksi asam-basa atau yang biasa juga
disebut reaksi penetralan, maka tidak akan terlepas dari titrasi
asam-basa. Perlu dipahami terlebih dahulu bahwa reaksi asam-basa
atau reaksi penetralan dapat dilakukan dengan titrasi asam-basa.
Adapun titrasi asam-basa ini terdiri dari titrasi asam kuat-basa kuat,
titrasi asam kuat-basa lemah, titrasi basa lemah-asam kuat, dan
titrasi asam lemah-basa lemah. Titrasi asam-basa disebut juga
titrasi asidi-alkalimetri. Kadar atau konsentrasi asam-basa larutan
dapat ditentukan dengan metode volumetri dengan teknik titrasi
asam-basa. Volumetri adalah teknik analisis kimia kuantitatif untuk
menetapkan kadar sampel dengan pengukuran volume larutan yang
terlibat reaksi berdasarkan kesetaraan kimia. Kesetaraan kimia
ditetapkan melalui titik akhir titrasi yang diketahui dari perubahan
warna indikator dan kadar sampel untuk ditetapkan melalui
perhitungan berdasarkan persamaan reaksi. Titrasi asam-basa ini
ditentukan oleh titik ekuivalen (equivalent point) dengan
menggunakan indikator asam-basa. Titik ekuivalen adalah titik
ketika asam dan basa tepat habis bereaksi dengan disertai
perubahan warna indikatornya sedangkan titik akhir titrasi adalah
saat terjadinya perubahan warna indikator.
Dalam dunia farmasi, titrasi asam basa digunakan untuk
menentukan kadar senyawa-senyawa obat yang bersifat asam
maupun basa baik yang berbentuk padatan maupun larutan dimana
larutan tersebut berkaitan langsung dengan bahan-bahan kimia
yang digunakan dalam bidang farmasi.

I.2 Maksud dan Tujuan Percobaan


I.2.1 Maksud Percobaan
Untuk mengetahui dan memahami cara menentukan
kadar suatu senyawa asam atau basa yang terdapat dalam
suatu sampel dengan titrasi asam-basa.
I.2.2 Tujuan Percobaan
Adapun tujuan dari percobaan ini yaitu sebagai berikut :
1. Untuk menentukan kadar asam salisilat dengan
menggunakan larutan baku KOH.
2. Untuk menentukan kadar asetosal dengan menggunakan
larutan baku NaOH.

I.3 Prinsip Percobaan


Penentuan kadar asam salisilat dan asetosal yang dilarutkan
dengan etanol netral dan H 2O dengan metode titrasi asam-basa
menggunakan KOH dan NaOH dengan penambahan indikator FM
sebanyak 2-3 tetes kemudian diamati titik akhir titrasinya yang
menunjukkan perubahan warna dari orange ke ungu.
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA

II.1 Teori Umum

Titrasi adalah suatu metode untuk menentukan konsentrasi zat


didalam larutan. Titrasi dilakukan dengan cara mereaksikan larutan
tersebut dengan larutan yang sudah diketahui konsentrasinya.
Reaksi dilakukan secara bertahap (tetes demi tetes) hingga tepat
mencapai titik stoikiometri atau titik setara. Ada beberapa macam
titrasi bergantung pada jenis reaksinya, seperti titrasi asam basa,
titrasi permanganometri, titrasi argentometri, dan titrasi iodometri
(1:168).
Dalam titrasi asam basa, zat – zat yang bereaksi umumnya
tidak berwarna sehingga anda tidak tahu kapan titik stoikiometri
tercapai. Misalnya larutan HCl dan larutan NaOH, keduanya tidak
berwarna dan setelah bereaksi, larutan NaCl yang terbentuk juga
tidak berwarna. Untuk menandai bahwa titik setara pada titrasi telah
dicapai digunakan indikator atau penunjuk. Indikator ini harus
berubah warna pada saat titik setara tercapai. Umumnya indikator
asam basa berupa molekul organik yang bersifat asam lemah
dengan rumus HIn. Indikator memberikan warna tertentu ketika ion
H+ dari larutan asam terikat pada molekul HIn dan berbeda warna
ketika ion H+ dilepaskan dari molekul HIn menjadi In -. titik akhir titrasi
dapat sama atau berbeda dengan titik ekuivalen bergantung pada
indikator yang digunakan. Jika indikator yang dipakai memiliki trayek
pH yang 6-8, mungkin titik akhir titrasi sama dengan titik ekuivalen
(1:169, 173).
Titik akhir titrasi dideteksi dengan menggunakan indikator yang
sesuai. Indikator-indikator ini merupakan asam lemah atau basa
lemah yang warnanya didalam larutan bergantung pada tingkat
ionisasinya (2:133).
Titik ketika reaksi tepat berlangsung sempurna disebut titik
ekivalensi atau titik stoikiometri. Untuk mengetahui titik ekivalensi
digunakan indikator yang akan mengalami perubahan warna ketika
terdapat kelebihan pereaksi. Titik ini disebut titik akhir titrasi yang
diharapkan berimpit dengan titik stoikiometri. Perbedaan antara titik
ekivalensi dan titik akhir titrasi disebut kesalahan titrasi. Indikator
yang dipilih untuk suatu titrasi harus memberikan kesalahan titrasi
yang sekecil mungkin. Pada analisis volumetri diperlukan larutan
standar. Proses penentuan konsentrasi larutan standar disebut
“menstandarkan” atau “membakukan”. Larutan standar adalah
larutan yang diketahui konsentrasinya yang akan digunakan pada
analisis volumetri (3:170).
Ada dua cara dalam menstandarkan larutan yaitu (3:170) :
1. Pembuatan langsung larutan dengan melarutkan suatu zat
murni dengan berat tertentu, kemudian diencerkan sampai
memperoleh volume tertentu secara tepat. Larutan ini disebut
larutan standar primer, sedangkan zat yang digunakan disebut
standar primer.
2. Larutan yang konsentrasinya tidak dapat diketahui dengan cara
menimbang zat kemudian melarutkannya untuk memperoleh
volume tertentu tetapi dapat distandarkan dengan larutan
standar primer disebut larutan standar sekunder.
Zat yang dapat digunakan untuk larutan standar primer harus
memenuhi persyaratan dibawah ini (3:170-171) :
1. Mudah diperoleh dalam bentuk murni ataupun dalam keadaan
yang diketahui kemurniannya. Pengotoran tidak melebihi 0,01
sampai 0,02 %.
2. Harus stabil.
3. Zat ini mudah dikeringkan, tidak higroskopis, sehingga tidak
menyerap uap air, tidak menyerap CO 2 pada waktu
penimbangan.
4. Mempunyai massa ekivalen besar.
Suatu larutan standar adalah larutan yang mengandung
reagensia dengan bobot yang diketahui dalam suatu volume tertentu
larutan. Larutan standar digunakan dalam reaksi penentralan atau
asidimetri dan alkalimetri. Ini melibatkan titrasi basa bebas atau
basa yang terbentuk karena hidrolisis garam yang berasal dari asam
lemah, dengan suatu asam standar (asidimetri), dan titrasi asam
bebas atau asam yang terbentuk dari hidrolisis garam yang berasal
dari basa lemah, dengan suatu basa standar (alkalimetri). Reaksi –
reaksi ini melibatkan bersenyawanya ion hidrogen dan ion
hidroksida untuk membentuk air (4:261).
Baku primer adalah senyawa-senyawa kimia stabil yang
tersedia dalam kemurnian tinggi dan yang dapat digunakan untuk
membakukan larutan baku yang digunakan dalam titrasi. Titran
seperti natrium hidroksida atau asam klorida tidak dapat dianggap
sebagai baku primer karena kemurniannya cukup bervariasi. Hanya
ada sedikit titrasi asam basa kuat langsung yang tercantum di dalam
penetapan kadar farmakope. Titrasi asam basa kuat digunakan
dalam penetapan kadar farmakope untuk asam perklorat, asam
klorida, asam sulfat dan tiamin hidroklorida sedangkan titrasi asam
lemah/basa kuat digunakan dalam penentuan kadar farmakope
untuk : asam benzoate, asam sitrat, injeksi klorambusil, injeksi
mustin, tablet asam nikotinat, dan asam undekanoat (5:71,75).
Asidimetri dan alkalimetri termasuk reaksi netralisasi yakni
reaksi antara ion hidrogen yang berasal dari asam dengan ion
hidroksida yang berasal dari basa untuk menghasilkan air yang
bersifat netral. Netralisasi dapat juga dikatakan sebagai reaksi
antara pemberi proton (asam) dengan penerima proton (basa).
Asidimetri merupakan penetapan kadar secara kuantitatif terhadap
senyawa – senyawa yang bersifat basa dengan menggunakan baku
asam. Sebaliknya alkalimetri merupakan penetapan kadar senyawa
– senyawa yang bersifat asam dengan menggunakan baku basa
(6:136).
Titrasi Langsung Asam – Basa Dalam Larutan Air (6:136-140).
1. Titrasi asam kuat / basa kuat
Pada awal titrasi asam kuat (HCl) dan basa kuat (NaOH),
perubahan nilai pH berlangsung lambat sampai menjelang titik
ekivalen. Pada titik ekivalen, nilai pH meningkat secara drastis.
Untuk mengamati titik akhir titrasi dapat digunakan indikator atau
menggunakan metode elektrokimia. Suatu indikator merupakan
asam atau basa lemah yang berubah warna diantara bentuk
terionisasinya dan bentuk tidak terionisasinya. Kisaran
penggunaan indikator adalah 1 unit pH di sekitar nilai pKa-nya.
Sebagai contoh fenolftalein (PP), mempunyai pKa 9,4
(perubahan warna antara pH 8,4 – 10,4). Struktur fenolftalein
akan mengalami penataan ulang pada kisaran pH ini karena
proton dipindahkan dari stuktur fenol dari PP sehingga pHnya
meningkat akibatnya akan terjadi perubahan warna. Metil
Orange (MO) mempunyai pKa 3,4 (perubahan warna antara pH
2,7 dan pH 4,7) mengalami hal yang serupa terkait dengan
perubahan warna yang tergantung pada pH. Kedua indikator ini
berada pada kisaran titik balik (titik infleksi) pada titrasi asam
kuat – basa kuat.
2. Titrasi asam lemah dengan basa kuat dan titrasi basa lemah
dengan asam kuat .
Jika sejumlah kecil volume asam kuat atau basa kuat
ditambahkan pada basa lemah atau asam lemah maka nilai pH
akan meningkat secara drastis di sekitar 1 unit pH, di bawah atau
di atas nilai pKa. Seringkali pelarut organik yang dapat campur
dengan air, seperti etanol ditambahkan untuk melarutkan analit
sebelum dilakukan titrasi. Ketika NaOH 1 M ditambahkan pada
25 ml larutan asam lemah aspirin. Indikator yang digunakan
dibatasi hanya indikator yang terletak pada titik infleksi pada
kurva titrasi. Dengan demikian, PP merupakan indikator yang
sesuai, sementara metil orange tidak sesuai. Sementara itu pada
titrasi basa lemah kinin dengan asam klorida, metil orange
merupakan indikator yang sesuai karena terletak pada titik
infleksi sedangkan PP tidak sesuai. Beberapa asam atau basa
dapat memberikan atau menerima lebih dari satu proton
karenanya satu mol analik equivalen dengan lebih dari satu mol
titran. Jika nilai pKa gugus – gugus yang bersifat asam atau basa
berbeda lebih dari ± 4 maka senyawa tersebut mempunyai lebih
dari satu titik infleksi. Natrium karbonat merupakan garam dari
asam karbonat dan dapat menerima 2 proton. Nilai-nilai pKa
karbonat (pKa 6,38) dan bikarbonat (pKa 10,32) cukup berbeda
karenanya mempunyai 2 titik infleksi.
3. Titrasi tidak langsung dalam pelarut air
Titrasi tidak langsung ini dapat dilakukan untuk titrasi asam
lemah dengan basa kuat, ataupun titrasi basa lemah dengan
asam kuat. Contoh yang paling umum dilakukan adalah titrasi
asam lemah dengan basa kuat.
Dari uraian tentang titrasi di atas, maka kita dapat memilih
indikator yang tepat yang mana saat tercapai titik ekivalen akan
terjadi perubahan warna. Indikator yang biasa digunakan dalam
asidi - alkalimetri dapat dilihat pada tabel (6:140-141)

Warna
Indikator Trayek pH

Asam Basa

kuning 2,4 – 4,0 Merah Kuning

metil
Biru 3,0 – 4,6 Kuning Biru
bromfenol
Jingga 3,1 – 4,4 Jingga Merah

metil
Hijau 3,8 – 5,4 Kuning Biru

bromkresol

Merah 4,2 – 6,3 Merah Kuning

metil
Ungu 5,2 – 6,8 Kuning Ungu

bromkresol
Biru 6,1 – 7,6 Kuning Biru

bromtimol
Merah 6,8 – 8,4 Kuning Merah

fenol
Merah 7,2 – 8,8 Kuning Merah

kresol
Biru timo 8,0 – 9,6 Kuning Biru
Fenolftalein 8,2 – 10,0 Tak berwarna Merah
Timolftalein 9,3 – 10,5 Tak berwarna Biru

Tabel di atas menunjukkan daftar berbagai macam indikator


dengan jarak perubahan warna serta warna – warna yang terjadi
pada perubahan tersebut. Selain indikator tunggal, dalam asidi –
alkalimetri juga digunakan indikator campuran dengan tujuan untuk
memberikan perubahan warna yang tajam pada titik akhir titrasi.
Beberapa contoh indikator campuran adalah (6:140)
1. Campuran yang sama banyak antara merah netral (0,1 % dalam
etanol) dan biru metilen (0,1% dalam etanol). Indikator
campuran ini akan memberikan perubahan warna yang tajam
dari biru violet menjadi hijau ketika beralih dari larutan asam
menjadi larutan basa pada pH sekitar 7. Indikator ini dapat
digunakan untuk menitrasi asam asetat dengan larutan amonia
atau kebalikannya. Baik asam atau basa, kekuatannya hampir
sama akibatnya titik ekivalen akan berada pada pH kira – kira 7.
2. Campuran antara 3 bagian fenolftalein (0,1% larutan dalam
etanol) dengan 1 bagian alfa nolftalein (0,1% larutan dalam
etanol) akan memberikan perubahan warna yang tajam dari
merah muda ke ungu pada pH 8,9. Indikator ini baik untuk titrasi
asam fosfat dari tribasik menjadi dibasik yang mana titik
ekivalennya terjadi pada pH 8,7.
3. Campuran dari 3 bagian brom timol(0,1% larutan dari garam
natriumnya) dengan 1 bagian kresol merah(0,1% larutan garam
natriumnya) akan memberikan perubahan warna dari kuning ke
ungu pada pH 8,3. Indikator campuran ini baik untuk titrasi
karbonat menjadi bikarbonat.
Beberapa senyawa yang ditetapkan kadarnya secara asidi –
alkalmetri dalam Farmakope Indonesia Edisi IV adalah: amfetamin
sulfat dan sediaan tabletnya, amonia, asam asetat, asam asetat
glasial, asam asetil salisilat, asam benzoat, asam fosfat, asam
klorida, asam nitrat, asam retionat (tretionin), asam salisilat, asam
sitrat, asam sorbat, asam sulfat, asam tetrat, asam undesilenat,
benzil benzoat, busulfan dan sediaan tabletnya, butil paraben,
efedrin dan sediaan tabletnya, etenzamida, etil paraben, etisteron,
eukuinin, furosemida, glibenklamida, kalamin, ketoprofen,
kloralhidrat, klonidin hidroklorida, levamisol HCl, linestrenol,
magnesium hidroksida, magnesiun oksida, meprobamat,
metenamin, metil paraben, metil salisilat, naproksen, nartium
bikarbonat serta sediaan tablet dan injeksinya, natrium hidroksida,
natrium tetrabonat, neostigmin metilsulfat, propil paraben, propil
tiourasil, sakarin natrium, dan zink oksida (7:6)
Titrasi asidimetri dan alkalimetri menyangkut reaksi dengan
asam dan basa diantaranya : (1) titrasi yang melibatkan asam kuat
dan basa kuat, (2) titrasi yang melibatkan asam lemah dan basa
kuat, dan (3) titrasi yang melibatkan asam kuat dan basa leamah.
Titrasi asam lemah dan basa lemah dirumitkan oleh terhidrolisisnya
kation dan anion dari garam yang terbentuk. Titik ekuivalen,
sebagaimana kita ketahui, ialah titik pada saat sajumlah mol ion OH -
yang ditambahkan ke larutan sama dengan jumlah mol ion H + yang
semula ada. Jadi untuk menentukan titik ekuivalen dalam suatu
titrasi, kita harus mengetahui dengan tepat berapa volume basa
yang ditambahkan dari buret ke asam dalam labu. Salah satu cara
untuk mencapai tujuan ini adalah dengan menambahkan beberapa
tetes indikator asam-basa ke larutan asam saat awal tersebut.
Indikator biasanya ialah suatu asam atau basa organik lemah yang
menunjukkan warna yang sangat berbeda antara bentuk tidak
terionisasi dan bentuk terionisasinya. Kedua bentuk ini berikatan
dengan pH larutan yang melarutkan indikator tersebut.Titik akhir
titrasi terjadi bila indikator berubah warna. Namun, tidak semua
indikator berubah warna pada pH yang sama, jadi pilihan indikator
untuk titrasi tertentu bergantung pada sifat asam dan basa yang
digunakan dalam titrasi (dengan kata lain apkah mereka kuat atau
lemah). Dengan demikian memilih indikator yang tepat untuk titrasi,
kita dapat menggunakan titik akhir untuk menentukan titik ekuivalen
(8:96)
Adapun sifat-sifat dari asam dan basa yaitu (9:148-149) :
Sifat asam :
1. Mempunyai rasa asam dan dapat bersifat korosif.
2. Larutan asam akan mengubah warna kertas lakmus biru menjadi
merah.
3. Larutan asam merupakan larutan elektrolit karena dapat terurai
menjadi ion-ion dalam pelarut air.
Sifat basa :
1. Terasa pahit, terasa licin seperti sabun dan dapat merusak kulit.
2. Larutan basa akan mengubah warna kertas lakmus merah
menjadi warna biru.
3. Larutan basa merupakan larutan elektrolit karena dapat terurai
menjadi ion-ion dalam pelarut air.
Pemilihan indikator yang akan diterapkan bergantung pada
perubahan pH yang terjadi atau perubahan tertentu yang terlibat
akibat dari perubahan karakteristik/sifat dari pereaksi. Dengan
demikian, selain ketajaman perubahan warna indikator itu sendiri,
ketepatan pemilihan indikator asam akan sangat menentukan
ketelitian dan ketepatan hasil suatu pengamatan. Dari segi
fungsinya, dikenal beberapa macam kelompok indikator,
diantaranya adalah (10:82-83)
1. Indikator asam basa
Contoh : lakmus, fenoftalein, fenol merah, metil jingga, metil
merah, brom-timol biru, brom-kresol hijau, brom-kresol ungu, dan
sebagainya.
2. Indikator redoks
Contoh : metilen biru, difenil-amin, difenil-benzidin, feroin,
nitroferoin, 5-metilferoin, asam definelamin sulfonat, dan
sebagainya.
3. Indikator kulometrik
(berupa elektroda pembanding-indikator)
4. Indikator kelometrik (indikator melatokromik)
Contoh : eriochrome Black T, kalmagit, difenil karbazida, difenil
karbazon, natrium nitro-prusida, pirokatekol ungu, dan
sebagainya.
5. Indikator pengendapan (indikator adsorpsi)
Contoh : eosin, fluoresin, diklorofluoresin, ortokrom T, ion kromat
(CrO42-), ion ferri (Fe3+) dan sebagainya.
6. Indikator Penda-flour (IndikatorFluoresen)
Contoh : eosin, eritrosin, resorufin, kuinin, asam naftol-sulfonat,
diazol kuning-brilian, dan sebagainya.

II.2 Uraian Bahan

1. Aquadest (FI Ed. III : 96)


Nama Resmi : AQUA DESTILLATA
Nama Lain : Air suling
RM/BM : H2O / 18,02
Pemerian : Cairan jernih; tidak berwarna; tidak
berbau; tidak mempunyai rasa.
Penyimpanan : Dalam wadah tertutup baik
Kegunaan : Pelarut

2. Asam Salisilat (FI Ed. III : 56)


Nama Resmi : ACIDUM SALICYLICUM
Nama Lain : Asam salisilat
RM/BM : C7H6O3 / 138,12
Pemerian : Hablur ringan tidak berwarna atau
serbuk berwarna putih; hampir tidak
berbau; rasa agak manis dan tajam.
Kelarutan : Larut dalam 550 bagian air dan dalam
4 bagian etanol (95%) P; mudah larut
dalam kloroform P dan dalam eter P;
larut dalam larutan ammonium asetat
P; dinatrium hidrogen fosfat P, kalium
sitrit P dan natrium sitrat P.
Penyimpanan : Dalam wadah tertutup baik
Kegunaan : Sebagai Sampel

3. Asetosal (FI Ed. III : 43)


Nama Resmi : ACIDUM ACETYLSALICYLICUM
Nama lain : Asam asetil salisilat, Asetosal
RM/BM : C9H8O4 / 180,16
Pemerian : Hablur tidak berwarna atau serbuk
hablur putih; tidak berbau atau hampir
tidak berbau; rasa asam.
Kelarutan : Agak sukar larut dalam air, mudah larut
dalam etanol (95%) P; larut dalam
kloroform P dan dalam eter P.
Penyimpanan : Dalam wadah tertutup baik
Kegunaan : Sebagai sampel

4. Etanol (FI Ed. III : 65)


Nama Resmi : AETHANOLUM
Nama lain : Etanol, alkohol
Pemerian : Cairan tak berwarna, jernih, mudah
menguap dan mudah bergerak; bau
khas; rasa panas, mudah terbakar
dengan memberikan warna biru yang
tidak berasap.
Kelarutan : Sangat mudah larut dalam air, dalam
kloroform P dan dalam eter P.
Penyimpanan : Dalam wadah tertutup rapat, terlindung
dari cahaya; ditempat sejuk, jauh dari
nyala api.
Kegunaan : Sebagai pelarut

5. Fenol Merah (FI Ed. III : 704)


Nama Resmi : FENOLSULFONFTALEIN
Nama Lain : Merah fenol, Fenol Merah
RM/BM : C19H14O5S / 354
Pemerian : Serbuk hablur bermacam-macam
warna dari merah cerah sampai merah
tua.
Penyimpanan : Dalam wadah tertutup baik
Kegunaan : Sebagai indikator

6. Kalium Hidroksida (FI Ed. III : 689)


Nama Resmi : KALII HYDROXYDUM
Nama Lain : Kalium hidroksida
RM/BM : KOH / 56
Pemerian : massa berbentuk batang, pelet atau
bongkahan, putih, sangat mudah
meleleh basah.
Kelarutan : Larut dalam 1 bagian air, dalam 3
bagian etanol (95%) P, sangat mudah
larut dalam etanol mutlak P mendidih.
Penyimpanan : Dalam wadah tertutup baik
Kegunaan : Sebagai titrant

7. Natrium Hidroksida (FI Ed. III : 412)


Nama Resmi : NATRII HYDROXYDUM
Nama lain : Natrium Hidroksida
RM/BM : NaOH / 40,00
Pemerian : Batang, butiran, massa hablur atau
keping, kering, keras, rapuh dan
menunjukkan susunan hablur; putih,
mudah meleleh basah, sangat alkalis
dan korosif, segera menyerap
karbondioksida.
Kelarutan : Sangat mudah larut dalam air dan
dalam etanol (95%) P.
Penyimpanan : Dalam wadah tertutup baik
Kegunaan : Sebagai titrant

BAB III
METODE KERJA

III.1 Alat dan Bahan


III.1.1 Alat Percobaan
Adapun alat – alat yang digunakan dalam percobaan
ini, yaitu ballpump, batang pengaduk, beaker glass, botol
semprot, buret, corong gelas, erlenmeyer, kertas perkamen,
klem, pipet tetes, pipet volume, sendok tanduk, statif, dan
timbangan analitik.
III.1.2 Bahan Percobaan
Adapun bahan – bahan yang digunakan pada
percobaan ini, yaitu asam salisilat, asetosal, aquadest,
etanol netral, Indikator FM, kalium hidroksida, dan natrium
hidroksida.

III.2 CARA KERJA


III.2.1 Titrasi Asam Salisilat dengan KOH
1. Disiapkan alat dan bahan
2. Ditimbang Asam Salisilat 250 mg kemudian
dimasukkan kedalam beaker glass.
3. Dilarutkan dengan 10 ml Etanol Netral
4. Ditambahkan 20 ml Aquadest setelah itu dimasukkan
kedalam Erlenmeyer.
5. Ditambahkan Indikator FM 2 – 3 tetes
6. Dititrasi Dengan KOH 0,1 N
7. Dihitung volume titrasi dan kadarnya.
III.2.2 Titrasi Asetosal dengan NaOH
1. Disiapkan alat dan bahan.
2. Ditimbang asetosal sebanyak 1,15 gram kemudian
dimasukkan kedalam beaker glass.
3. Dilarutkan dengan 20 ml etanol netral.
4. Ditambahkan 10 ml aquadest setelah itu dimasukkan
kedalam Erlenmeyer.
5. Ditambahkan indikator FM sebanyak 2-3 tetes
6. Dititrasi dengan NaOH 0,1 N.
7. Dihitung volume titrasi dan kadarnya.
BAB IV

HASIL PENGAMATAN

IV.1 Tabel Pengamatan

Pelarut

Sampel Penitran Indikator V.Titrasi Etanol Perubahan


H2O
netral Warna
Asam
KOH FM
Salisilat Orange-
0,1 N 3 tetes 36,4 ml 10 ml 20 ml
250 mg Ungu
Asetosal
NaOH FM
1,15 gram
0,1 N 2 tets 20 ml 20 ml 10 ml Orange

IV.2 Perhitungan

1. Asam Salisilat

x 100%

x 100%

x 100%

= 2,00928 x 100%
= 200,928%
2. Asetosal

x 100%

x 100%

x 100%

= 0,3130 x 100%
= 31,30%

IV.3 Reaksi
1. Asam salisilat

COOH COOK

OH OH

+ KOH + H20

2. Asetosal

COOH COONa

OCOCH3 OCOCH3

+ NaOH + H2O

BAB V
PEMBAHASAN

Analisa volumetri banyak digunakan pada analisis reaksi kimia.


Analisa volumetri merupakan pengukuran kadar berdasarkan volume
titrasi. Titrasi merupakan suatu metode untuk menentukan kadar suatu zat
dengan menggunakan zat lain yang sudah diketahui konsentrasinya.
Titrasi biasanya dibedakan berdasarkan jenis reaksi yang terlibat di dalam
proses titrasi, sebagai contoh bila melibatkan reaksi asam-basa maka
disebut sebagai titrasi asam-basa, titrasi redoks untuk titrasi yang
melibatkan reaksi reduksi oksidasi, titrasi kompleksometri untuk titrasi
yang melibatkan pembentukan reaksi kompleks dan lain sebagainya.
Dalam praktikum kali ini, dilakukan percobaan titrasi asam-basa dimana
titrasi ini merupakan reaksi penetralan. Pada titrasi asam-basa dikenal
dua metode yaitu asidimetri dan alkalimetri. Jika larutan bakunya asam
disebut asidimetri sedangkan jika larutan bakunya asam disebut
alkalimetri. Jenis-jenis titrasi asam-basa meliputi asam kuat-basa kuat,
asam kuat-basa lemah,asam lemah-basa kuat, asam kuat-garam dari
asam lemah, dan basa kuat-garam dari basa lemah. Asidimetri dan
alkalimetri termasuk reaksi netralisasi yakni reaksi antarion hydrogen yang
berasal dari asam dengan ion hidroksida yang berasal dari basa untuk
menghasilkan air yang bersifat netral. Netralisasi dapat juga dikatakan
sebagai reaksi antara pemberi proton (asam) dengan penerima proton
(basa). Beberapa senyawa yang ditetapkan kadarnya secara asidi-
alkalimetri dalam Farmakope Indonesia Edisi IV adalah : amfetamin sulfat
dan sediaan tabletnya, ammonia, asam asetat glacial, asam asetilsalisilat,
asam benzoate, asam fosfat, asam klorida, asam nitrat, asam retinoat,
asam salisilat, asam sitrat, asam sorbet, asam sulfat, asam tartrat, asam
undesilenat, benzyl benzoate, busulfan dan sediaan tabletnya, butyl
paraben, efedrin dan sediaan tabletnya, etanzinamida, etil paraben,
etisteron, eukuinin, furosemide, glibenklamid, kalamin, ketoprofen,
kloralhidrat, klonidin hidroklorida, levamisol HCl, linestrenol, magnesium
hidroksida, magnesium oksida, meprobamat, metenamin, metil paraben,
metil salisilat, naproksen, natrium bikarbonat serta sediaan tablet dan
injeksinya, natrium hidroksida, natrium tetraborat, neotigmin metilsulfat,
propil paraben, propin tiourasil, sakarin natrium dan zink oksida.
Pada Titrasi asam-basa ini digunakan dua sampel yaitu asam
salisilat dan asetosal. Pada titrasi ini digunakan metode alkalimetri karena
sampel yang digunakan adalah asam dan penitrannya adalah larutan
basa yaitu KOH dan NaOH sehingga reaksi yang terjadi nantinya adalah
reaksi penetralan. Asam salisilat ditimbang sebanyak 250 mg dan
Asetosal ditimbang sebanyak 1,15 gram setelah itu dilarutkan dengan
etanol netral. Penggunaan etanol netral dalam pelarutan sampel
dikarenakan sampel tidak dapat larut dengan air. Etanol yang digunakan
adalah etanol yang netral karena etanol biasa mempunyai pH yang dapat
mempengaruhi sifat keasaman dari asam salisilat dan dapat
menyebabkan kadarnya tidak sesuai dengan yang sebenarnya. Cara
pembuatan etanol netral yaitu ke dalam 15 ml etanol 95% di tambahkan 1
tetes Fenol Merah setelah itu di tambahkan bertetes-tetes NaOH 0,1 N
hingga larutan berwarna merah. Pada pembuatan etanol netral digunakan
etanol 95% karena ketika ditambahkan NaOH, kadar etanolnya tidak
terlalu menurun hanya kisaran 90% saja. Pada percobaan ini digunakan
indikator merah fenol atau fenol merah dengan trayek pH 6,8-8,4 dengan
menunjukkan perubahan warna dari kuning ke merah. Namun pada
percobaan perubahan warna yang terjadi yaitu dari warna orange ke
ungu. Hal ini mungkin disebabkan karena penambahan etanol netral yang
berwarna ungu sehingga ketika ditambahkan indikator FM menyebabkan
larutan berubah warna menjadi orange dan ketika telah mencapai titik
akhir titrasi larutan kembali menjadi warna ungu. Hal tersebut
menunjukkan bahwa larutan telah kembali menjadi netral.
Setelah dilakukan titrasi maka didapatkan volume titrasi asam
salisilat sebanyak 36,4 ml dan asetosal sebanyak 20 ml. Berdasarkan
volume titrasinya, dapat dihitung persentase kadar dari sampel.
Persentase kadar asam salisilat yang didapatkan yaitu 200,928% dan
kadar asetosal yang didapatkan yaitu 31,30%. Menurut Farmakope
Indonesia Edisi III, asam salisilat mengandung tidak kurang dari 99,5%
dan tidak lebih dari 101,0% C 7H6O3 dihitung terhadap zat yang telah
dikeringkan sedangkan asetosal mengandung tidak kurang dari 95%
C9H8O4 dihitung terhadap zat yang telah dikeringkan. Kadar asam salisilat
pada percobaan sangat tinggi karena volume titrasinya juga banyak.
Ketidaksesuaian hasil pengamatan dengan literatur mungkin disebabkan
karena adanya kesalahan-kesalahan saat praktikum antara lain kesalahan
pemipetan larutan, kesalahan pembacaan skala buret, atau
ketidakmurnian sampel.
Perubahan warna suatu indikator tergantung konsentrasi ion
hydrogen (H+) yang ada dalam larutan dan tidak menunjukkan
kesempurnaan reaksi atau ketetapan netralisasi. Indikator pH asam basa
adalah suatu indikator atau zat yang dapat berubah warna apabila pH
lingkungan berubah. Misalnya brotimol biru (BB), dilarutkan asam menjadi
warna kuning, tetapi dalam larutan basa menjadi warna biru.
Adapun mekanisme dari reaksi antara asam salisilat dengan kalium
hidroksida yaitu pada saat asam salisilat direaksikan dengan kalium
hidroksida maka atom H+ pada asam salisilat lepas sehingga pada hasil
reaksi salisilat mengikat atom K + sehingga menjadi kalium salisilat dan air.
Begitupun dengan asetosal (asam asetil salisilat) yang direaksikan
dengan natrium hidroksida maka atom H + pada asetosal lepas sehingga
pada hasil reaksi asetil salisilat mengikat atom Na + sehingga menjadi
natrium asetil salisilat dan air.

BAB VI
PENUTUP

VI.1 KESIMPULAN
Adapun kesimpulan yang didapatkan dari percobaan ini yaitu
sebagai berikut :
1. Titrasi asam basa merupakan reaksi netralisasi dimana
terdapat dua metode yaitu asidimetri dan alkalimetri.
2. Kadar asam salisilat pada percobaan yaitu 200,928%
sedangkan pada Farmakope Indonesia edisi III yaitu tidak
kurang dari 99,5% dan tidak lebih dari 101,0%.
3. Kadar asetosal pada percobaan yaitu 31,30% sedangkan pada
Farmakope Indonesia edisi III yaitu tidak kurang dari 95%.

VI.2 SARAN

1. Asisten
Diharapkan kepada asisten untuk selalu mendampingi
praktikan agar tidak terjadi kesalahan-kesalahan pada saat
praktikum.
2. Dosen
Diharapkan kepada dosen pembimbing untuk dapat hadir
pada saat praktikum untuk meninjau praktikum dan lebih
berperan dalam menuntun dan mengarahkan praktikan pada
saat melaksanakan praktikum.
3. Laboratorium
Diharapkan kepada laboran untuk menyediakan alat-alat
laboratorium yang baik dengan jumlah yang cukup agar tidak
menghambat praktikum sehingga dapat selesai dengan tepat
waktu.

DAFTAR PUSTAKA
1. Sunarya,Yayan dkk.2007.”Mudah dan Aktif Belajar Kimia”.PT

Grafindo

Media Pratama : Bandung (P:168-169, 173)

2. Cairns,Donal.2004.”Intisari Kimia Farmasi Edisi 2”.EGC : Jakarta

(P:133)

3. Achmad,Hiskia.1996.”Kimia Larutan”.PT Citra Aditya Bakti :

Bandung

(P:170-171)

4. J.Bassett dkk.1994.”Buku Ajar VOGEL Kimia Analisis Kuantitatif

Anorganik”.EGC : Jakarta (P:261)

5. Watson,David G.2007.”Analisis Farmasi edisi 2”.EGC : Jakarta

(P:71,75)

6. Gandjar,Ibnu Gholib.2007.”Kimia Farmasi Analisis”.Pustaka Pelajar :

Yogyakarta (P:

7. Tim Penyusun.2014.”Penuntun Praktikum Kimia Analisis”.STIFA :

Makassar (P:6)

8. Chang,Raymond.2004.”Kimia Dasar edisi 3”.Erlangga : Jakarta

(P:96)

9. Barsasella,Diana.2012.”Kimia Dasar”.Trans Info Media : Jakarta

(P:148-149)

10. Mulyono,HAM.2005.”Membuat Reagen Kimia di Laboratorium”.PT.

Bumi Aksara : Jakarta (P:82-83)


11. Dirjen POM.1979.”Farmakope Indonesia Edisi III”.Depkes RI :

Jakarta

(P:43, 56, 65, 96, 412, 689, 704)

LAPORAN PRAKTIKUM

KIMIA ANALISIS

“TITRASI ASAM BASA”

OLEH :

KELOMPOK : I (SATU)

GOL : I (SATU)

ASISTEN : ALCE RAHAYU ROMBE RARU

LABORATORIUM KIMIA FARMASI


SEKOLAH TINGGI ILMU FARMASI

MAKASSAR

2014

Anda mungkin juga menyukai