Anda di halaman 1dari 18

LATEROFLEKSI SERVIKS

Definisi :
Ketidakmampuan serviks untuk mempertahankan suatu kehamilan oleh
karena kelainan anatomi, dimana leher rahim mengalami penipisan dan
dilatasi sebelum waktunya tanpa rasa sakit, dengan prolaps dan
ballononing membrane ke arah vagina, diikuti pengeluaran janin yang
belum matang, sehingga menyebabkan persalinan prematur, ketuban
pecah dini dan kelahiran prematur. Hal ini merupakan penyebab abortus
habitualis trisemester kedua kehamilan.

Faktor Predisposisi :
Etiologi sebenarnya belum diketahui dengan pasti, namun faktor-faktor ini
diyakini memiliki peranan penting dalam terjadinya inkomptensi serviks,
yakni :
1. Faktor Kongenital
Akibat perkembangan abnormal jaringan fibrimuskular serviks
menyebabkan kelemahan serviks, namun kelainan ini jarang
ditemukan. Pada primigravida yang tidak pernah mengalami trauma
pada servis jarang menderita kelainan ini.
2. Faktor Akuisata
Akibat trauma sebelumnya pada seviks uteri yang mencapai ostium
internum, misalnya pada persalinan normal, tindakan cunam yang
traumatik, kesulitan ekstraksi bahu, seksio ceasaria di daerah serviks
yang terlalu rendah, dilatasi dan kuretase berlebihan, amputasi
serviks, ataupun kauterisasi, hal ini lebih sering ditemukan.
3. Faktor Fisiologik
Hal ini tandai dengan pembukaan serviks normal akibat kontraksi
uterus yang abnormal.
Dikemukakan bahwa ibu-ibu hamil yang menggunakan dietilstilberon
akan berakibat janin perempuan yang dikandungnya mempunyai resiko
tinggi untuk menderita inkompetensi serviks.

Epidemiologi :
Insiden inkompetensi serviks masih belum diketahui secara pasti
karena diagnosisnya ditegakkan secara klinis dan belum ada kriteria
objektif yang disetujui secara umum untuk mendiagnosis keadaan
tersebut. Secara kasar, suatu studi epidemiologi menunjukkan insiden
terjadinya serviks inkompeten adalah sekitar 0,5% pada populasi pasien
obstetri secara umum dan 8% pada wanita dengan abortus trimester
kedua sebelumnya.

Hampir 1.300 wanita dengan sejarah non-klasik dari inkompetensi


serviks dipelajari dalam uji coba secara acak sebagai hasil primer
persalinan sebelum 33 minggu. Cerclage ditemukan bermanfaat, meskipun
sedikit, bahwa 13 persen wanita dalam kelompok cerclage disampaikan
sebelum 33 minggu dibandingkan 17 persen pada kelompok noncerclage.
Jadi untuk setiap 25 prosedur cerclage, satu kelahiran sebelum 33 minggu
adalah dicegah.

Anatomi Serviks :

Serviks adalah bagian bawah dari uterus dan merupakan suatu


struktur fibromuskuler berbentuk silindris dengan panjang 3-4 cm dan
diameter 2.5 cm. Serviks disokong oleh ligamentum kardinalis serta
ligamentum uterosakral. Sebagian bawah dari serviks yang menonjol ke
dalam vagina disebut portio vaginalis, dan muara serviks ke dalam vagina
disebut ostium serviks. Bagian eksterior dari ostium serviks disebut
ektoserviks sedangkan bagian proximal dari ostium serviks disebut
endoserviks, yang menghubungkan kavum uteri dengan vagina. Ruang
vagina yang mengelilingi serviks disebut forniks, dan terbagi menjadi
forniks anterior, posterior, dan lateral sesuai dengan kedudukannya
masing-masing terhadap serviks.

Gambar 1.0 : Anatomi Serviks

Gambar 2.0 : Tampak longitudinal dari serviks.


1. Stroma serviks terbentuk atas jaringan fibromuskuler padat yang
diselingi oleh struktur vaskuler, saraf, dan limfatik:
2. Vaskularisasi serviks: serviks divaskularisasi oleh arteri uterina yang
merupakan cabang arteri iliaka interna. Drainase vena akan menuju
ke pleksus hipogastrikus.
3. Persarafan serviks: terdapat perbedaan persarafan pada ektoserviks
dengan endoserviks. Pada ektoserviks, jumlah ujung saraf sensoris
kurang dibandingkan dengan endoserviks yang memiliki banyak
ujung saraf sensoris serta ujung saraf simpatik dan parasimpatik.
Oleh karena itu, harus berhati-hati dengan endoserviks saat
melakukan kuretase sebab ada kemungkinan untuk mencetuskan
reaksi vasovagal. Beda halnya dengan ektoserviks dimana wanita
dapat mentoleransi beberapa tindakan seperti biopsi,
elektrokoagulasi dan cryotherapy.
4. Drainase limfatik serviks: sistem limfatik serviks mengalami 3 jalur
drainase yaitu dari bagian lateral ke nodus iliaka eksterna, posterior
ke nodus sakral, dan posterolateral ke nodus iliaka internal.
Gambar 3.0 : Menunjukkan perbedaan dilatasi serviks pada inkompetensi
serviks dan pada persalinan normal. Pada persalinan normal dilatasi
disertai His atau kontraksi uterus.

Patofisiologi :

Perubahan patofisiologi jaringan serviks yang dipanggil pelunakan


serviks, adalah kompleks dan tidak difahami. Apa yang diketahui adalah
serviks adalah struktur anatomi dinamik yang berfungsi selama kehamilan
sebagai pertahanan bagi janin dan sekitarnya , dengan vagina dan dunia
luar. Pada waktu gestasi ini, ia terdiri dari struktur yang kuat yang terdiri
dari kolagen, tetapi ketika tiba masanya persalinan, kolagennya mengalami
degradasi dan serviks menjadi lunak dan memulai proses untuk dilatasi. Ini
mengakibatkan ketidaksempurnaan dalam proses ini dan; atau waktu
pelunakan yang tidak sesuai waktunya dan menjadikan serviks tidak
kompeten lagi sehingga terjadinya kelahiran prematur atau kesulitan dalam
persalinan (distosia).

Infeksi dan inflamasi sangat berhubungan dengan kelahiran


prematur dan pelunakan serviks. Ini berhubungan dengan sifat serviks,
dimana peluang untuk terjadinya persalinan premature berbanding terbalik
dengan panjang kanalis servikalis, yang berisi lender yang bersifat
antibakteri. Jika sifat mekanik atau antibakteri leher rahim secara antomi
atau fungsional terganggu, misalnya dengan paparan dietilstilbestrol intra-
uterin atau dengan operasi atau trauma pada serviks, kekuatan serviks
mungkin tidak cukup untuk mempertahankan kehamilan.

Diagnosis :

Diagnosis serviks inkompeten umumnya ditegakkan berdasarkan


riwayat satu atau lebih kegagalan kehamilan pada trimester kedua atau
riwayat keguguran berulang pada trimester kedua, dengan kerugian
masing-masing terjadi pada usia kehamilan lebih awal dari yang
sebelumnya dan kurang kontraksi yang menyakitkan atau peristiwa
berkaitan lainnya. Namun, dalam penemuan ultrasonografi terakhir, definisi
ini sedang ditantang. Terdapat keraguan bahwa pemeriksaan
ultrasonografi, terutama transvaginal, bermanfaat sebagai alat bantu untuk
mendiagnosis pemendekan serviks atau pencorongan ostium interna dan
mendeteksi secara dini serviks yang inkompeten. Secara umum, panjang
serviks sebesar 25mm atau kurang antara 16 dan 18 minggu gestasi
dibuktikan secara prediktif untuk kelahiran prematur pada wanita dengan
riwayat penghentian kehamilan pada midtrimester.

Gambar 4 : Ultrasonografi menunjukkan Ostium Serviks Interna


dan Ostium Serviks Eksterna yang terbuka.

Ultrasonografi transvaginal adalah metode yang aman untuk secara


objektif menilai panjang serviks dan lebih unggul berbanding pemeriksaan
vagina digital atau USG perut dalam hal ini. Ultrasonografi transvaginal
telah menjadi standar emas atau “gold standard” untuk evaluasi serviks.
Leher rahim pada kehamilan mengikuti pola penipisan dimulai ostium
servikal internal dan berlangsung dalam cara menyalurkan menuju ostium
serviks eksternal. Pada sonogram ini awalnya muncul sebagai “beaking”
atau bentuk mencuih dibentuk dinding samping saluran leher rahim yang
berkembang dari ‘Y’ menjadi ruang berbentuk ‘U’. Panjang leher rahim
biasanya tetap stabil hingga awal trimester ketiga dan memendek secara
progresif setelah itu.
Gambar 5 : Funneling dari serviks yang membentuk huruf T, Y, V, U
(korelasi antara panjang serviks dengan perubahan pada ostium uteri
internum)

Temuan ultrasonografi :
1. Penyempitan atau funneling serviks yang membentuk huruf T, Y, V,
U (hubungannya dengan panjang serviks dengan perubahan pada
ostium uteri internum).
2. Panjang serviks < 25 mm
3. Protusi membran
amnion
4. Adanya bagian
fetus dalam serviks
atau vagina.
Gambar 6 : Hasil USG yang menunjukkan gambaran funnelling pada
serviks uteri

Tatalaksana :

Terapi untuk inkompetensi serviks adalah dengan cara bedah dan


non-bedah. Pilihan terapi non-bedah dapat mengurangi risiko kelahiran
prematur pada wanita dengan inkompetensi serviks. Pengurangan
aktivitas atau istirahat total di tempat tidur, menghindari hubungan
seksual, dan penghentian penggunaan narkotin atau rokok telah
direkomendasikan. Penggunaan indomethasin (100mg sekali, diikuti
dengan 50mg setiap 6 jam selama 48 jam telah dihubungkan dengan
penurunan persalinan sebelum 35 minggu dan penurunan kelahiran
prematur sebesar 86% pada wanita dengan pemendekan serviks
menjelang usia kehamilan 24 minggu.

Penatalaksanaan inkompetensi serviks adalah dengan cara bedah


yaitu penguatan serviks yang lemah dengan jahitan yang di sebut
‘cerclage’. Perdarahan, kontraksi uterus, atau ruptur membran biasanya
merupakan kontraindikasi untuk pembedahan. Terdapat beberapa tehnik
‘cerclage’ yang pernah dilakukan seperti McDonalds dan modifikasi
Shirodkar. Waktu terbaik untuk prosedur cerclage serviks adalah pada
bulan ketiga (12-14 minggu) kehamilan . Namun, beberapa wanita
mungkin perlu dipasangkan cerclage darurat pada kehamilan lanjut jika
terjadi perubahan seperti pembukaan atau pemendekan serviks. Jika sudah
ada riwayat pemasangan cerclage darurat, pada kehamilan selanjutnya
juga wanita ini akan memerlukan pemasangan cerclage pada serviksnya.

Gambar 7 : Tipe dari Cerclage

Gambar 8 : Tipe jahitan Cerclage

Pemasangan cerclage adalah andalan untuk pencegahan kelahiran


prematur pada wanita dengan insufisiensi atau inkompetensi serviks.
Pendekatan dan penempatan dari jahitan cerclage ada berbagai macam
dan tidak ada tehnik tunggal yang terbukti lebih unggul dari yang lainnya.
Pendekatan transvaginal yang paling popular adalah tehnik
McDonald, yang menggunakan anestesi local atau regional untuk
menempatkan jahitan monofilament (polypropylene) atau tape serat
polyester di persimpagan cervicovaginal. Sebuah speculum tertimbang
dimasukkan ke dalam vagina, dan Sims retractor digunakan untuk retraksi
anterior vagina. Serviks ini digenggam lembut dengan penjepit atau forsep
Allis cincin untuk traksi. Dimulai pada posisi jam 12, 4 atau 5 gigitan
berurutan yang diambil secara “tas-string”. Jahitan terikat anterior dan
dipangkas.

Gambar 9: Cerlage tipe jahitan McDonald (dengan jahitan seperti dompet,


tidak ada diseksi dan terletak pada os serviks eksterna)dan Shirodkar
(dengan jahitan tunggal, memerlukan diseksi dan letaknya berdekatan os
serviks interna)

Manakala prosedur Shirodkar melibatkan penempatan jahitan yang


sehampir mungkin pada os interna setelah diseksi pada rectum dan
kandung kemih dari leher rahim. Setelah jahitan dimasukkan, mukosa
ditempatkan diatas simpul jahitan. Prosedur McDonald lebih menjadi favorit
berbanding Shirodkar kerana penempatan jahitan yang lebih mudah.

Dalam pendekatan transabdominal melalui laparotomi atau laparoskopi,


jahitan ditempatkan di wilayah cervicoisthmic setelah pembedahan
kandung kemih jauh dari segmen bawah uterus. Prosedur invasif ini
mempunyai risiko tinggi terjadinya komplikasi, misalnya perdarahan.
Umumnya dijadikan pilihan bagi pasien yang gagal bagi penempatan
transvaginal, mempunyai penyakit bawaan dengan serviks hipoplasia, atau
memiliki jaringan parut besar dari operasi sebelumnya atau trauma.
Gambar 10 : Alur untuk penatalaksanaan inkompetensi serviks dengan
cerclage elektif dan cerlage darurat berdadarkan riwayat kelahiran
premature dan panjang serviks.

Cerclage Darurat dilakukan pada wanita yang datang dengan gejala


inkompetensi serviks, misalnya nyeri panggul, keputihan dengan cairan
bening, dilatasi serviks dari 2cm atau lebih, tidak adanya kontraksi rahim
yang teratur. Pada tahap ini, membrane atau selaput ketuban sering
berada pada atau diluar os serviks eksternal. Ada berbagai metode untuk
mendorong membrane atau selaput ketuban ini kembali ke rongga
intrauterine. Menggunakan sebuah kateter Foley dapat ditempatkan dalam
kandung kemih atau os serviks untuk mendorong membrane ke atas. Atau
balon dapat disisipkan dibawah pengaruh anestesi epidural dengan pasien
dalam posisi Tredelenburg. Amniosentesis untuk analisa gula darah, kultur
Gram, dan interleukin harus dipertimbangkan untuk menyingkirkan infeksi
intra-amnion subklinis. Amniosentesis transabdominal juga berfungsi untuk
mengurangi membrane via amnioreduksi.

Komplikasi dan Prognosis :

Komplikasi dari tindakan cerclage ini adalah pecahnya ketuban,


korioamnionitis, dan perpindahan dari jahitan. Insiden bervariasi dengan
prosedur tindakan dan waktu. Pecahnya membrane telah dilaporkan 1-18%
dari pemasangan elektif, 3- 65% dari pemasangan cerclage urgensi dan 0-
51% dari penempatan darurat. Korioamnionitis dikembangkan dalam 1-
60%, 30-35% dan 9-37% dari prosedur, masing-masing. Perpindahan
jahitan terjadi pada 3% sampai 13% dari prosedur pemasangan elektif.
Dengan penatalaksanaan yang tepat, angka keberhasilan untuk mencapai
kehamilan aterm tinggi.

Definisi :
Ketidakmampuan serviks untuk mempertahankan suatu kehamilan oleh
karena kelainan anatomi, dimana leher rahim mengalami penipisan dan
dilatasi sebelum waktunya tanpa rasa sakit, dengan prolaps dan
ballononing membrane ke arah vagina, diikuti pengeluaran janin yang
belum matang, sehingga menyebabkan persalinan prematur, ketuban
pecah dini dan kelahiran prematur. Hal ini merupakan penyebab abortus
habitualis trisemester kedua kehamilan.

Faktor Predisposisi :
Etiologi sebenarnya belum diketahui dengan pasti, namun faktor-faktor ini
diyakini memiliki peranan penting dalam terjadinya inkomptensi serviks,
yakni :
1. Faktor Kongenital
Akibat perkembangan abnormal jaringan fibrimuskular serviks
menyebabkan kelemahan serviks, namun kelainan ini jarang
ditemukan. Pada primigravida yang tidak pernah mengalami trauma
pada servis jarang menderita kelainan ini.
2. Faktor Akuisata
Akibat trauma sebelumnya pada seviks uteri yang mencapai ostium
internum, misalnya pada persalinan normal, tindakan cunam yang
traumatik, kesulitan ekstraksi bahu, seksio ceasaria di daerah serviks
yang terlalu rendah, dilatasi dan kuretase berlebihan, amputasi
serviks, ataupun kauterisasi, hal ini lebih sering ditemukan.
3. Faktor Fisiologik
Hal ini tandai dengan pembukaan serviks normal akibat kontraksi
uterus yang abnormal.
Dikemukakan bahwa ibu-ibu hamil yang menggunakan dietilstilberon
akan berakibat janin perempuan yang dikandungnya mempunyai resiko
tinggi untuk menderita inkompetensi serviks.
Definisi :
Ketidakmampuan serviks untuk mempertahankan suatu kehamilan oleh
karena kelainan anatomi, dimana leher rahim mengalami penipisan dan
dilatasi sebelum waktunya tanpa rasa sakit, dengan prolaps dan
ballononing membrane ke arah vagina, diikuti pengeluaran janin yang
belum matang, sehingga menyebabkan persalinan prematur, ketuban
pecah dini dan kelahiran prematur. Hal ini merupakan penyebab abortus
habitualis trisemester kedua kehamilan.

Faktor Predisposisi :
Etiologi sebenarnya belum diketahui dengan pasti, namun faktor-faktor ini
diyakini memiliki peranan penting dalam terjadinya inkomptensi serviks,
yakni :
1. Faktor Kongenital
Akibat perkembangan abnormal jaringan fibrimuskular serviks
menyebabkan kelemahan serviks, namun kelainan ini jarang
ditemukan. Pada primigravida yang tidak pernah mengalami trauma
pada servis jarang menderita kelainan ini.
2. Faktor Akuisata
Akibat trauma sebelumnya pada seviks uteri yang mencapai ostium
internum, misalnya pada persalinan normal, tindakan cunam yang
traumatik, kesulitan ekstraksi bahu, seksio ceasaria di daerah serviks
yang terlalu rendah, dilatasi dan kuretase berlebihan, amputasi
serviks, ataupun kauterisasi, hal ini lebih sering ditemukan.
3. Faktor Fisiologik
Hal ini tandai dengan pembukaan serviks normal akibat kontraksi
uterus yang abnormal.
Dikemukakan bahwa ibu-ibu hamil yang menggunakan dietilstilberon
akan berakibat janin perempuan yang dikandungnya mempunyai resiko
tinggi untuk menderita inkompetensi serviks.
Definisi :
Ketidakmampuan serviks untuk mempertahankan suatu kehamilan oleh
karena kelainan anatomi, dimana leher rahim mengalami penipisan dan
dilatasi sebelum waktunya tanpa rasa sakit, dengan prolaps dan
ballononing membrane ke arah vagina, diikuti pengeluaran janin yang
belum matang, sehingga menyebabkan persalinan prematur, ketuban
pecah dini dan kelahiran prematur. Hal ini merupakan penyebab abortus
habitualis trisemester kedua kehamilan.

Faktor Predisposisi :
Etiologi sebenarnya belum diketahui dengan pasti, namun faktor-faktor ini
diyakini memiliki peranan penting dalam terjadinya inkomptensi serviks,
yakni :
1. Faktor Kongenital
Akibat perkembangan abnormal jaringan fibrimuskular serviks
menyebabkan kelemahan serviks, namun kelainan ini jarang
ditemukan. Pada primigravida yang tidak pernah mengalami trauma
pada servis jarang menderita kelainan ini.
2. Faktor Akuisata
Akibat trauma sebelumnya pada seviks uteri yang mencapai ostium
internum, misalnya pada persalinan normal, tindakan cunam yang
traumatik, kesulitan ekstraksi bahu, seksio ceasaria di daerah serviks
yang terlalu rendah, dilatasi dan kuretase berlebihan, amputasi
serviks, ataupun kauterisasi, hal ini lebih sering ditemukan.
3. Faktor Fisiologik
Hal ini tandai dengan pembukaan serviks normal akibat kontraksi
uterus yang abnormal.
Dikemukakan bahwa ibu-ibu hamil yang menggunakan dietilstilberon
akan berakibat janin perempuan yang dikandungnya mempunyai resiko
tinggi untuk menderita inkompetensi serviks.
Definisi :
Ketidakmampuan serviks untuk mempertahankan suatu kehamilan oleh
karena kelainan anatomi, dimana leher rahim mengalami penipisan dan
dilatasi sebelum waktunya tanpa rasa sakit, dengan prolaps dan
ballononing membrane ke arah vagina, diikuti pengeluaran janin yang
belum matang, sehingga menyebabkan persalinan prematur, ketuban
pecah dini dan kelahiran prematur. Hal ini merupakan penyebab abortus
habitualis trisemester kedua kehamilan.

Faktor Predisposisi :
Etiologi sebenarnya belum diketahui dengan pasti, namun faktor-faktor ini
diyakini memiliki peranan penting dalam terjadinya inkomptensi serviks,
yakni :
1. Faktor Kongenital
Akibat perkembangan abnormal jaringan fibrimuskular serviks
menyebabkan kelemahan serviks, namun kelainan ini jarang
ditemukan. Pada primigravida yang tidak pernah mengalami trauma
pada servis jarang menderita kelainan ini.
2. Faktor Akuisata
Akibat trauma sebelumnya pada seviks uteri yang mencapai ostium
internum, misalnya pada persalinan normal, tindakan cunam yang
traumatik, kesulitan ekstraksi bahu, seksio ceasaria di daerah serviks
yang terlalu rendah, dilatasi dan kuretase berlebihan, amputasi
serviks, ataupun kauterisasi, hal ini lebih sering ditemukan.
3. Faktor Fisiologik
Hal ini tandai dengan pembukaan serviks normal akibat kontraksi
uterus yang abnormal.
Dikemukakan bahwa ibu-ibu hamil yang menggunakan dietilstilberon
akan berakibat janin perempuan yang dikandungnya mempunyai resiko
tinggi untuk menderita inkompetensi serviks.

Sumber : Buku Ilmu Kebidanan Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia

Anda mungkin juga menyukai