PENDAHULUAN
Seksio sesaria adalah kelahiran bayi melalui insisi pada dinding abdomen
(laparotomi) dan dinding uterus (histerotomi). Definisi ini tidak termasuk
mengeluarkan bayi dari kavum abdomen pada kasus ruptur uteri atau kasus
kehamilan di kavum abdomen. Pada beberapa kasus, dan paling sering karena
komplikasi darurat seperti perdarahan yang tidak dapat diatasi, histerektomi
laparotomi diindikasikan dalam persalinan. Saat dilakukan pada waktu
persalinan sesar, operasinya disebut histerektomi sesaria. Jaika dilakukan
dalam waktu singkat setelah persalinan per vaginam, disebut histerektomi
postpartum.
Asal terminology „sesaria‟ tidak jelas. Salah satu penjelasannya
adalah menurut legenda, Julius Caesar dilahirkan melalui cara ini, dengan
hasil prosedur ini diketahui sebagai operasi sesar. Namun beberapa kenyataan
melemahkan penjelasan ini.
Sejak tahun 1965 sampai 1988, kejadian persalinan sesar meningkat secara
progresif dari hanya 4,5% menjadi hampir 25%. Sebagian besar peningkatan
ini terjadi pada tahun 1970an dan awal 1980an. Antara tahun 1989 dan 1996
kejadian persalinan sesar setiap tahunnya menurun di Amerika. Hal ini
berkaitan dengan peningkatan vaginal birth after cesarean (VBAC). Namun
sejak tahun 1996, jumlah kejadian sesar meningkat setiap tahun, dan pada
tahun 2002 menjadi 26,1%, angka kejadian tertinggi yang pernah dicatat di
Amerika.1
2
meyakinkan. Tahun 1988, tingkat operasi sesar secara keseluruhan sebesar
25%, meningkat dari kurang 5% pada awal tahun 1970-an. Hanya 3% dari
bayi yang lahir hidup dilahirkan pervaginam pada ibu dengan riwayat operasi
sesar sebelumnya.2
Meskipun partus percobaan pada bekas operasi sesar telah banyak diterima
pada praktek obstetri modern, tingkat kesuksesan persalinan pervaginan pada
bekas operasi sesar (Vaginal Birth After Cesaeran Section-VBAC), menurun
selama 10 tahun terakhir ini. Dimana 40-50% wanita memilih VBAC pada
tahun 1996, tapi sedikitnya hanya 20% wanita yang memilih VBAC pada
tahun 2002.3,4
BAB II
SECTIO SESAREA
I. DEFINISI 5
Sectio sesarea merupakan suatu cara melahirkan janin, plasenta dan selaput
melalui irisan pada dinding perut (laparatomi) dan dinding uterus
(histeretomi).
II. ISTILAH 5
Sectio caesarea primer
Sejak semula telah direncanakan bahwa janin akan dilahirkan secara sectio
caesarea, tidak diharapkan lagi kelahiran biasa, misalnya pada panggul
sempit (CV kecil dari 8 cm)
Sectio caesarea sekunder
Dalam hal ini kita bersikap mencoba menuggu kelahiran biasa (partus
percobaan), bila tidak ada kemajuan persalinan atau partus percobaan
gagal, baru dilakukan sectio caesarea.
Sectio caesarea ulang
Ibu pada kehamilan yang lalu mengalami sectio caesarea dan kehamilan
selanjutnya dilakukan sectio caesarea ulang.
Sectio caesarea histerektomi
Adalah suatu operasi dimana setelah janin dilahirkan dengan sectio
caesarea, langsung dilakukan histerektomi oleh karena suatu indikasi.
Sectio caesarea post mortem
Adalah sectio caesarea pada ibu hamil cukup bulan yang meninggal tiba –
tiba sedangkan janin masih hidup.
Operasi porro
Adalah suatu operasi, tanpa mengeluarkan janin dari kavum uteri (janin
sudah mati) dan langsung dilakukan histerektomi, misalnya pada keadaan
infeksi rahim yang berat.
III. INDIKASI 5,2
Persalinan secara seksio sesarea sebenarnya diindikasikan untuk
menghindari kematian ibu dan bayi terutama bila terdapat kontraindikasi
selama persalinan atau bila persalinan pervaginam menghadapi hambatan atau
beresiko. Dari penelitian yang dilakukan didapatkan indikasi yang paling
sering menyebabkan seksio adalah seksio sebelumnya dan distosia pada pasien
tersebut, selain itu fetal distress juga merupakan penyebab hanya dalam
proporsi yang lebih kecil. Di sini kita mengenal indikasi ibu dan indikasi janin.
Indikasi ibu : 5
1. Panggul sempit absolut
2. Tumor – tumor jalan lahir yang menimbulkan obstruksi
3. Disproporsi sefalo pelvik, yaitu ketidakseimbangan antara ukuran
kepala dan panggul
4. Stenosis serviks atau vagina
5. Ruptura uteri mengancam
6. Plasenta Previa Totalis
7. Partus lama
8. Partus tidak maju
9. Preeklampsia dan eklampsia
10. Sudah pernah SC dua kali (SC yang ketiga kalinya)
Indikasi janin : 5
1. Kelainan letak
2. Gawat janin
Kelebihan :
Mengeluarkan janin lebih cepat.
Tidak mengakibatkan komplikasi kandung kemih tertarik.
Sayatan bisa diperpanjang proksimal atau distal.
Kekurangan :
Infeksi mudah menyebar secara intraabdominal karena tidak ada
reperitonealisasi yang baik.
Untuk persalinan berikutnya lebih sering terjadi ruptur uteri karena
kurang kuatnya parut pada dinding uterus sehingga pada kehamilan
berikutnya harus sectio caesarea lagi.
Kemungkinan terajadinya perlengketan dengan dinding abdomen lebih
besar.
Kelebihan :
Penjahitan luka lebih mudah
Penutupan luka dengan reperitonealisasi yang baik
Tumpang tindih dari peritoneal flat baik sekali untuk menahan
penyebaran isi uterus ke rongga peritoneum.
Perdarahan kurang.
Dibandingkan dengan cara klasik, kemungkinan ruptur uteri spontan
kurang atau kecil.
3. Sectio caesarea ekstraperitoneal
Tujuan operasi adalah membuka uterus secara ektraperitoneal melalui
kavum Retzii, dan kemudian melalui salah satu sisi serta di belakang
kandung kemih mencapai segmen bawah uterus sehingga dapat
menghindari kontaminasi kavum uteri oleh infeksi yang terdapat di luar
uterus. Dianjurkan untuk menangani kehamilan dengan infeksi
intrauterine. Operasi tipe ini tidak banyak kerjakan lagi karena
perkembangan antibiotika, dan untuk menghindarkan kemungkinan infeksi
yang dapat ditimbulkannya.
4. SC diikuti Histerektomi
Dilakukan histerektomi setelah seksio dengan indikasi :
a. Atonia uteri
b. Mioma uteri yang besar dan atau banyak
c. Plasenta Acreta
d. Solusio Plasenta (uterus Couvelaire)
e. Infeksi intrauterine berat
f. Carsinoma uteri yang masih dapat dioperasi
Histerektomi pasca persalinan dapat dilakukan secara supravaginal
menurut Porro (subtotal) atau total. Histerektomi total mungkin diperlukan
pada kasus robekan segmen bawah rahim yang meluas sampai serviks atau
perdarahan plasenta previa.
Menurut arah sayatan pada rahim, sectio caesarea dapat dilakukan
sebagai berikut :
a. Sayatan memanjang (longitudinal) menurut Kronig
b. Sayatan melintang (transversal) menurut Kerr
c. Sayatan huruf T (T – incision)
Nilai*
No. Variabel Tidak Ya
1 Nilai bishop ≥ 4 0 4
2 Persalinan pervaginam sebelum SC 0 2
3 Indikasi SC sebelumnya
-kategori A 0 6
Malpresentasi
Hipertensi dalam kehamilan
(HDK)
Gemeli
-kategori B 0 5
Plasenta previa atau solusio
plasenta
Prematuritas
Ketuban pecah dini
-kategori C 0 4
Fetal distress
CPD atau distosia
Prolaps tali pusat
-kategori D 0 3
Makrosomia
Pertumbuhan janin terhambat
(PJT)
Ruptura uteri adalah robeknya dinding uterus pada saat kehamilan atau
dalam persalinan dengan atau tanpa robeknya peritoneum viserale. Ruptur
uteri dapat terjadi pada uterus yang utuh (ruptur uteri spontan), pada bekas
luka dinding rahim, misalnya bekas SC atau operasi pada otot rahim, maupun
ruptur uteri akibat tindakan pada pertolongan persalinan (ruptur uteri violenta).
Secara klinis ruptur uteri dapat menyebabkan adanya hubungan langsung
antara kavum uteri dengan rongga peritoneum (ruptur uteri kompleta) atau
tetap terpisah oleh peritoneum viseral yang menutupi uterus
(ruptura uteri inkompleta).
Penting untuk membedakan antara ruptur pada parut SC dan
terbukanya (dehiscence) parut pada bekas SC. Ruptur uteri merujuk pada
terpisahnya insisi lama pada uterus hampir sepanjang seluruh jaringan parut
tersebut, diikuti dengan robeknya selaput fetal sehingga kavum uteri
berhubungan langsung dengan rongga peritoneum. Pada keadaan ini seluruh
atau sebagian dari janin berada di rongga peritoneum. Sebagai tambahan,
biasanya terdapat perdarahan yang signifikan dari pinggiran luka ke arah
uterus.
Sebaliknya pada dehisens selaput fetal tidak robek dan janin tidak
masuk ke rongga peritoneum. Biasanya pada dehisens jaringan yang terpisah
tidak meliputi seluruh lapisan parut, peritoneum yang melapisi defek tersebut
tetap intak dan tidak ditemukan adanya perdarahan atau minimal. Dehiscence
terjadi perlahan-lahan, sedangkan ruptur sangat simptomatik dan kadang-
kadang fatal. Dengan timbulnya persalinan atau manipulasi intrauterine, suatu
dehiscence dapat terjadi ruptur.
Ruptur uteri semacam ini lebih sering terjadi pada luka bekas SC
klasik dibandingkan dengan luka bekas SC profunda. Ruptur bekas SC klasik
sudah dapat terjadi pada akhir kehamilan, sedangkan luka bekas SC profunda
biasanya baru terjadi dalam persalinan, karena itu semua pasien bekas SC
yang hamil lagi harus diawasi oleh seorang dokter ahli, baik sewaktu
kehamilan maupun persalinan.
Untuk itu kita perlu mengenal betul gejala dari ruptur uteri mengancam
sebelum terjadinya ruptur uteri sebenarnya agar kita dapat bertindak
secepatnya.
Adapun gejalanya, antara lain : 6
1. Pesien tampak gelisah, ketakutan, disertai rasa nyeri perut bagian bawah
terus menerus, juga pada waktu diraba, terutama di luar his.
2. Pernafasan dan denyut nadi cepat dari biasanya.
3. Ada tanda dehidrasi karena partus yang lama, yaitu mulut kering, lidah
kering dan haus, badan panas.
4. Pada abdomen dijumpai :
a. Lingkaran Bandle meningkat sampai setinggi pusat
b. Bagian bawah terasa nyeri
c. Ligamentum rotundum teraba tegang
d. Kontraksi rahim kuat dan terus-menerus
e. Bunyi jantung janin tidak ada atau tidak baik karena anak mengalami
asfiksia disebabkan oleh kontraksi dan retraksi rahim yang berlebihan.
5. Pada pemeriksaan dalam, didapatkan :
a. Bagian terendah janin terfiksir
b. Mungkin dijumpai edema serviks
Bila keadaan tersebut dibiarkan, maka suatu saat akan terjadi ruptur uteri,
dengan tanda-tanda sebagai berikut : 6
1. Pasien merasa kesakitan yang luar biasa, menjerit seolah-olah perutnya
sedang dirobek.
2. Segmen bawah rahim terasa nyeri sekali bila di palpasi.
3. Bunyi jantung tidak ada.
4. Tidak lama kemudian akan menunjukkan gejal-gejala kolaps dan jatuh
dalam syok, dengan tanda-tanda :
a. tekanan darah rendah sampai tidak terukur
b. nadi cepat dan kecil
c. frekuensi pernafasan meningkat
d. akral pucat dan dingin
e. pada pemeriksaan abdomen didapatkan :
tanda ciran bebas
bagian bawah janin mudah diraba di bawah kulit
pada palpasi, abdomen terasa nyeri
di samping janin teraba uterus yang padat
f. pada pemeriksaan dalam dijumpai :
bagian terendah janin dapat didorong ke dalam kavum abdominalis
pada sarung tangan terdapat darah
tempat robekan ruptur uteri dapat diraba
Tidak
Ya
Pasien ingin mencoba partus pervaginam Asuhan antenatal
Tidak
Tidak
Ya
Persalinan pervaginam masih tepat ?
Algoritma
Tatalaksana persalinan pervaginam pada pasien pernah seks io
BAB IV
IKHTISAR KASUS
Kasus I
I. IDENTITAS
Pasien Suami
Nama Ny. I Tn. A
Umur 33 thn 40 thn
Agama Islam Islam
Suku Jawa Jawa
Pendidikan SD SMA
Pekerjaan Ibu Rumah Tangga Karyawan
Alamat Jl.Abdul wahab Rt.05/Rw.07 Sawangan, Depok
Masuk RS 18 Januari 2010, 18.20 WIB
II. ANAMNESIS
C. Riwayat Menstruasi
Menarche : 12 tahun
Siklus : 28 hari, teratur, lama haid 7 hari, banyaknya 2-3
kali ganti pembalut, dismenore (-).
D. Riwayat pernikahan
E. Riwayat kehamilan
I. Normal, perempuan, 7 tahun, 3000 gr, bidan, sehat
II. SC a.i letak lintang, 3 tahun, 3100 gr, dokter RS, sehat
III. Ini
I. Riwayat Operasi:
Riwayat SC 3 tahun yang lalu.
A. Status Generalis :
Keadaan umum : Sakit sedang
Kesadaran : Compos mentis
Tanda Vital : TD : 100/80 mmHg N : 88x/mnt
RR : 20x/mnt S : 37,10C
BB sekarang : 76 kg
BB sebelum hamil : 60 kg
Kepala : Normosefali, rambut hitam, lurus, distribusi
merata
Mata : Pupil bulat isokor, konjungtiva anemis +/+, sklera
Ikterik -/-.
Mulut : Tidak kering, tidak sianosis.
Leher : Pada perabaan kelenjar tiroid tidak membesar,
kelenjar getah bening tidak membesar.
Thoraks :
Cor : BJI-II regular, murmur (-), gallop (-).
Pulmo : Sn Vesikuler, Rhonki (-/-), Wheezing (-/-).
Mammae : Simetris, hiperpigmentasi pada kedua areola,
retraksi puting (-/-), benjolan (-/-).
Abdomen : Lihat Status Obstetrikus
Ekstremitas : Akral hangat, edema tungkai (-/-).
B. Status Obstetrikus
Abdomen
Inspeksi : membuncit sesuai masa kehamilan, arah memanjang,
striae gravidarum (+)
Palpasi:
LI : FUT 31 cm, teraba 1(satu) bagian besar janin, tidak keras, tidak
melenting
LII : Kiri : teraba bagian- bagian kecil janin
Urin
Warna : Kuning, jernih
BJ : 1010
Sel epitel : +1
Leukosit : 1-2 / LPB Eritrosit : 1-2 / LPB
PH :7 Protein :-
Keton :- Urobilin :+
USG
Tampak janin presentasi kepala, tunggal, hidup
DBP : 9,14cm, AC 34,8cm, FL 7,32cm, TBJ 3440gram
ICA cukup, plasenta di korpus depan meluas menutupi OUI.
Kesan : G3P2A0 Hamil aterm, Janin presentasi kepala, tunggal, hidup, Plasenta
praevia totalis
CTG
Frekuensi dasar 135
Variabilitas 5-25
Akselerasi (+) Kesan : Reassuring
Deselerasi (-)
Gerak janin (+)
Kontraksi (-)
V. RESUME
Pasien Ny. I, 33 tahun, G3P2A2 hamil 39 minggu, datang ke kamar bersalin RSUP
Fatmawati dengan keluhan keluar darah pervaginam sejak 1 hari smrs, sebanyak ± 2
kali ganti pembalut, merah segar, gumpalan darah (+), mules-mules (-), keluar air- air
(-), nyeri perut (-), riwayat trauma (-), gerak janin (+), Riwayat keluar darah
sebelumnya (-). ANC di bidan tidak teratur. Riwayat operasi sectio cesaria karena
letak bayi melintang
Pemeriksaan fisik :
Status generalis konjungtiva anemis
Status obstetrikus: TFU 31 cm, letak janin memanjang, punggung berada di sisi
kanan , His (-), gerak janin (+), BJJ 132 dpm.
Anogenital:
I : v/u tenang, bercak perdarahan (+).
Io : portio licin, ostium terbuka 1 jari, perdarahan mengalir (-),
bekuan darah di vagina dikeluarkan sekitar ± 5 cc
VT : tidak dilakukan.
Pemeriksaan penunjang :
Lab darah dan pemeriksaan urin dalam batas normal
USG : Hamil 38minggu, Janin presentasi kepala, tunggal, hidup, Plasenta Previa
Totalis, TBJ 3440 gram
CTG : Reassuring.
VI. DIAGNOSIS
VII. PENATALAKSANAAN
R dx/
Bed rest
Diet lunak 1900kkal/hari
Cairan 2500 cc/hari
Rencana Terminasi kehamilan perabdominal, SCTPP Semi Cito tanggal 19
Januari 2010
Rawat ruangan
VIII. PROGNOSIS
Ibu : Dubia
Janin : Dubia
IX. FOLLOW UP
Tanggal 18 Januari 2010
Pasien dirawat di ruangan, hemodinamik stabil, perdarahan minimal dan
kontraksi (+).
P : SC semi cito
Rtx :
1. Imobilisasi 24 jam
3. RL 500cc 20tpm
4. Cefadroksil 3x500 mg
Tanggal 20/1/2010
Ibu dalam keadaan baik, hemodinamik stabil.
Bayi baik di ruang perinatologi.
Kasus II
I. IDENTITAS
II. ANAMNESIS
A. Keluhan Utama :
keluar air-air sejak 18 jam SMRS
D. Riwayat Operasi
SC tahun 2005 karena dikatakan ari-ari di bawah sehingga menghalangi
jalan lahir. Riwayat bekas luka operasi baik.
.
G. Riwayat Menstruasi
- Menarche : 17 tahun
- Siklus : 30 hari, teratur, lama perdarahan 5 hari, banyak 2-3
pembalut / hari
- Riwayat Perkawinan
Menikah 1 x, usia pernikahan 20 tahun, masih menikah.
Status Obstetri :
Inspeksi : perut membuncit, letak memanjang, jaringan parut melintang di atas
simfisis, striae (+)
Palpasi :
L I : tinggi fundus uteri 28 cm, teraba 1 bagian bulat,
Lunak, dan tidak melenting.
L II : kanan : teraba 1 bagian keras seperti papan
kiri : teraba 1 bagian kecil-kecil janin
L III : teraba 1 bagian bulat, keras dan melenting
L IV : konvergen
Kesan : TFU 28 cm, letak memanjang, puka, gerak janin (+), kontraksi
reguler
His : 1-2x/10‟/25” SRB
Auskultasi : BJJ (+) 160 dpm, teratur
Pemeriksaan Dalam
Inspeksi : V/U tenang
Inspekulo : tes valsava (+), pH 8, LEA +2
VT : portio lunak, axial, tipis, dilatasi 3 cm, ket (-), kepala H I-II
Bishop score = 9
2. USG :
Tampak janin presentasi kepala tunggal hidup intra uterin,
BJJ+ , DBP 8,9 cm, AC 28,2 cm, FL 7,3 cm, TBJ 2500 gram, ICA 3
Plasenta insersi di korpus depan
Kesan : H aterm JPKTH, oligohidramnion
3. CTG :
Frekuensi dasar : 165 dpm
Variabilitas : 5 – 30 dpm
Akselerasi : (+)
Deselerasi :-
His :+
Gerak janin :+
Kesan : takikardi reassuring
V. Resume
Pasien seorang wanita umur 37 tahun dengan G4P3A0 Hamil 39 minggu
JPKTH dengan bekas SC 1x datang karena mengeluh keluar keluar air-air
sejak 18 jam SMRS.
Pernah operasi SC a.i plasenta praevia totalis tahun
2005. HPHT : 27 Mei 2009
TP : 4 Februari 2010
Status generalis
Tekanan darah : 110/70mmHg
Nadi : 108x/mnt
RR : 24x/mnt
Suhu : 38,7oC
Status Obstetrikus
Inspeksi : perut membuncit, letak memanjang, jaringan parut melintang di atas
simfisis, striae (+)
Palpasi :
L I : tinggi fundus uteri 28 cm, teraba 1 bagian bulat,
Lunak, dan tidak melenting.
L II : kanan : teraba 1 bagian keras seperti papan
kiri : teraba 1 bagian kecil-kecil janin
L III : teraba 1 bagian bulat, keras dan melenting
L IV : divergen
Kesan : TFU 28 cm, letak memanjang, puka, gerak janin (+), kontraksi
reguler
His : 1-2x/10‟/25” SRB
Auskultasi : BJJ (+) 162 dpm, teratur
Pemeriksaan Dalam
Inspeksi : V/U tenang
Inspekulo : tes valsava (+), pH 8, LEA +2
VT : portio lunak, axial, tipis, dilatasi 3 cm, ket (-), kepala H I-II
Pemeriksaan Penunjang :
- Darah :
Leukosit = 23.200 ul
VI. DIAGNOSIS
G4P3 H Aterm JPKTH KP 18 jam, oligohidramnion pada BSC 1x, IIP
PK I laten
VII. Prognosis
Ibu : dubia ad bonam
Janin : dubia ad bonam
VIII. PENATALAKSANAAN
Observasi TNP / jam, S / 4 jam
Observasi kontraksi, perdarahan, DJJ/jam
ceftriaxon 1x2 gr i.v
SC Cito
OK cito penuh
Hasil Observasi :
* Jam 18.00
S : mulas makin sering
O : CM TD 120/80 mmHg N105x/menit S38C P20x/menit
St.gen dbn
CTG : takikardia reaktif
St. obs : His 3x/10‟/35” SRB DJJ 158x/menit
I : v/u tenang
VT : portio lunak, axial, dilatasi 7 cm, ket (-), kep H II-III
A : PK I aktif pada G4P3 H aterm JPKTH BSC 1x KP 19 jam,
oligohidramnion, IIP
P : rencana partus PV
- obs tanda2 RUI ketat
- obs TNSP, his, DJJ
- nilai ulang 2 jam lagi bila tidak maju SC cito
* Pukul 19.15
Lahir spontan bayi perempuan 3150 gr AS 9/10
Air ketuban habis, bayi dikeringkan dan diselimuti
Ibu disuntik oksitosin 10 IU IM
Tali pusat dijepit dan dipotong
Dilakukan PTT
* Pukul 19.20
Lahir spontan plasenta lengkap
Dilakukan masase uterus kontraksi uterus baik
Dari eksplorasi perineum intak
Perdarahan 150 cc Pengawasan 2
jam post-partum
Jam TD FN S TFU Kontr Prdrhn BAK
19.30 110/70 80 38 2 jbpst Baik - -
19.45 110/70 81 38 2 jbpst Baik - -
20.00 110/70 76 38 2 jbpst Baik - -
20.15 110/70 75 38 2 jbpst Baik - -
20.45 110/70 81 38 2 jbpst Baik - -
21.15 110/70 80 38 2 jbpst Baik - +
spontan
21.30
S : perdarahan (-), BAK spontan
O : CM TD 100/70mmHg N 83x/menit S 37.8 P18x/menit
St.gen dbn
St.obs : TFU 2 jbpst, kontraksi baik
I : v/u tenang, perdarahan pv (-)
A : P4 p.p spontan pada BSC 1x 2 jam yll, riwayat IIP
P : Rdx/ obs TNSP, kontraksi uterus, perdarahan pv
Rth/ - mobilisasi aktif
- hygiene v/u
- diet TKTP
- motivasi ASI
- AB : ceftriaxone 1x2 gr IV, metronidazole 3x500 mg drip
- As.mef 3x500 mg
- hidrasi cukup
- Rawat ruangan
BAB V
ANALISA KASUS
Pada kasus Ny. I G3P2 H38 mgg JPKTH hemoragi antepartum e.c plasenta praevia
totalis, dengan BSC 1x a.i letak lintang 4 tahun yll. Plasenta praevia totalis merupakan
salah satu indikasi ibu untuk dilakukan sectio sesaria, sehingga pada pasien ini tidak
dilakukan VBAC.
1. Anamnesis
Pasien mengaku hamil 9 bulan
Berdasarkan HPHT usia kehamilan pasien sesuai dengan 39 minggu
Pasien belum mengalami kontraksi
Keluar darah dari kemaluan sejak 1 hari smrs. Banyaknya ± 2 kali ganti
pembalut, warna merah segar, terdapat gumpalan darah. Tidak ada nyeri
perut.
Belum ada keluar air-air
Riwayat SC pada kehamilan sebelumnya atas indikasi letak lintang
Riwayat persalinan per vaginam sebelumnya dengan berat bayi 3100 gr
Pasien telah mencapai usia kehamilan aterm baerdasarkan HPHT. Adanya
perdarahan pervaginam pada trimester ketiga yang berwarna merah cerah dengan
tidak disertai nyeri mengarahkan kecurigaan akan adanya plasenta praevia yang
harus dibuktikan melalui pemeriksaan USG.
2. Pemeriksaan Fisik
Status generalis
dalam batas normal. Pasien dalam keadaan baik dan bersikap kooperatif.
Status obstetrikus
Abdomen
Inspeksi : membuncit sesuai masa kehamilan, arah memanjang, striae
gravidarum (+)
Palpasi : TFU 31 cm, letak janin memanjang, punggung berada di sisi
kanan , His (-), gerak janin (+)
BJJ 132 dpm
Anogenital
Inspeksi : vulva dan uretra tenang, edema (-), varices (-).
Inspekulo : Portio licin, ostium terbuka 1cm, perdarahan mengalir (-
), bekuan darah di vagina dikeluarkan sekitar ± 5 cc,
fluksus (+), fluor (-).
VT : tidak dilakukan
3. Pemeriksaan Penunjang
USG: G3P2A0 Hamil aterm, Janin presentasi kepala, tunggal,
hidup, Plasenta Previa Totalis.
CTG: Reassuring, bebas kontraksi
Pada USG didapatkan plasenta praevia totalis sehingga merupakan indikasi
untuk dilakukan sectio cesaria.
4. Penatalaksanaan
Berdasarkan data-data yang didapat dari hasil anamnesa, pemeriksaan fisik
dan penunjang, maka direncanakan untuk SC semicito besok mengingat selama tidak
ada kontraksi, relatif masih aman.
1. Anamnesa
Pasien mengaku hamil cukup bulan
HPHT 27 Mei 2009, TP 4 Februari 2010 ~ UK 39 minggu (aterm)
Mules teratur
Keluar lendir
Keluar air-air sejak 18 jam SMRS
Riwayat SC pada kehamilan sebelumnya karena ari-ari di bawah
Pasien ini datang karena keluar air-air. Terdapat juga lendir dan mules yang teratur,
sehingga dapat terlihat tanda-tanda inpartu yang timbul spontan namun harus
dipastikan dengan pemeriksaan dalam untuk melihat tebal dan dilatasi serviks.
2. Pemeriksaan Fisik
Status generalis
Tekanan darah : 110/70mmHg
Nadi : 108x/mnt
RR : 24x/mnt
Suhu : 38,7oC
Status obstetrikus
Abdomen
Inspeksi : perut membuncit, letak memanjang, jaringan parut melintang
di atas simfisis, striae (+)
Palpasi : TFU 28 cm, letak memanjang, puka, gerak janin (+), kontraksi
reguler
His 1-2x/10‟/25” SRB
DJJ 162x/‟
Anogenital
Inspeksi : vulva dan uretra tenang, edema (-), varices (-).
Inspekulo : tes valsava (+), pH 8, LEA +2
VT : portio lunak, axial, tipis, dilatasi 3 cm, ket (-), kepala
HI-II, air ketuban kehijauan.
Pada pasien ini didapatkan tanda-tanda inpartu. His reguler kuat, cervix
matang dengan pembukaan 3 cm dengan bishop score 9, PK I laten. TFU
didapatkan 28 cm dengan kepala sudah mulai masuk pintu atas panggul
meski cukup tinggi, sehingga didapatkan TBJ 2500 gram. Diharapkan
akan dapat melewati pintu atas panggul karena TBJ lebih kecil dari berat
anak sebelumnya yang dilahirkan pervaginam. Dari status generalis
didapatkan demam, dan takikardi ibu. Pemeriksaan inspekulo diketahui
LEA +2 dan VT air ketuban kehijauan. DJJ janin 162x/menit. Hal-hal ini
menunjukkan adanya infeksi intra partum.
3. Pemeriksaan Penunjang
USG: H aterm JPKTH, oligohidramnion. TBJ 2500 gram.
CTG: takikardi reassuring.
Pada USG didapatkan janin presentasi kepala tunggal hidup dengan TBJ 2500
gram sehingga tidak ada CPD mengingat berat janin pada persalinan
pervaginam sebelumnya.