Anda di halaman 1dari 3

Nama : Valentino Markus Situmorang

Nim/Kelas : 17.3220/3A

Mata Kuliah : Pengantar Hermen Biblika PL

Dosen Pengampu : Pdt. Dr. Sukanto Limbong

Yosia dan Jokowi

Jhon Mansford Prior

Mungkin dalam hal kesamaan baik Raja Yosia dan Presiden Jokowi, satu hal yang
langsung terlintas adalah gaya kepemimpinan yang berbeda dari pendahulu-pendahulu
mereka sebelumnya. Diawal pemerintahannya presiden Jokowi menggebrak panggung
perpolitikan Indonesia dengan tampil sebagai presiden yang bukan dari elit politik dia
sering mengumandangkan “Revolusi Mental”, sebuah paham atau jargon yang
diterapkannya sejak menjadi pemimpin bangsa. Revolusi Mental adalah suatu perubahan
karakter bangsa kembali pada identitas aslinya, suatu perubahan yang cukup mendasar di
dalam setiap bidang kehidupan rakyat Indonesia. Hal ini tentu saja sangat berdasar,
melihat bahwa mental bangsa Indonesia yang masih jauh tertinggal dibandingkan dengan
negara-negara lain. Namun, hal itu nyatanya sia-sia. Harapan para 'wong kecil' yang begitu
besar kepada Jokowi ternyata hanyalah sebuah angan belaka, Jokowi terlihat tak kuasa
membendung tekanan-tekanan yang dilakukan oleh petinggi-petinggi negara. Kebijakan-
kebijakan yang dilakukan justru membuat sebagian besar rakyat Indonesia menjerit, mulai
dari sulitnya untuk mendapatkan pekerjaan dikarenakan maraknya tenaga luar negeri
yang di datangkan, hingga kebutuhan bahan pokok yang di rasakan tidak dapat stabil.
Jokowi mulai mendapatkan kritikan-kritikan dari segala arah, pada akhirnya dia hanya
menjadi seorang pemimpin yang 'cari aman' saja. Tak ada lagi ambisi yang dulu sangat
berkobar, semuanya ternyata tak semudah yang dibayangkan.

Demikian dengan Raja Yosia yang melakukan hal yang lebih dalam lagi, yaitu
“Revolusi Rohani”. Raja Yosia hidup di zaman bobrok. Hati bangsanya jauh dari Tuhan.
Mereka melakukan apa yang jahat di mata Tuhan. Semuanya itu adalah warisan dari kakek
Yosia, yaitu Manasye, yang benar-benar memberontak kepada Tuhan, sampai dikatakan
Tuhan sakit hati melihat kelakuannya. Dan perbuatan itu masih dilanjutkan oleh ayah
Yosia, yaitu Amon. Kalau sampai dua generasi hidupnya rusak, ini berarti sudah mendarah
daging. Sudah menjadi suatu kebiasaan yang sulit diubah. Di saat itulah, Yosia dihadirkan
Tuhan untuk mengadakan sebuah perubahan. Ia melakukan apa yang Tuhan kehendaki,
seperti yang tercatat di dalam Taurat. Yosia melakukan perubahan bukan setengah-
setengah, tetapi benar-benar sampai pada akar-akarnya. Perubahan pertama dimulai dari
dirinya sendiri, firman Tuhan mencatat Yosia menyesal dan merendahkan diri di hadapan
Tuhan. Dia menyadari dosa dirinya dan bangsanya di hadapan Tuhan, serta menyesalinya.

Selanjutnya, Yosia melakukan perubahan hidup rakyatnya menjadi sesuai dengan firman
Tuhan. Semua praktik keagamaan yang bertentangan dengan Tuhan, dibabat habis oleh
Yosia. Berdasar petunjuk Taurat, ia tahu apa yang Tuhan suka dan apa yang Tuhan tidak
suka. Yosia menuruti perintah-perintah Tuhan itu dengan segenap hati dan segenap jiwa
sehingga seluruh rakyat turut mengikutinya. Yosia melakukan perubahan karena ia
sungguh terbuka akan firman Tuhan dan taat melakukannya.

Baik Raja Yosia dan Presiden Jokowi hanyalah sebagai gambaran bagaimana
seseorang yang memiliki kekuasaan tapi tetap tak bisa berbuat apa-apa jika para petinggi
dan elit yang ada dibawah nya hanyalah sekumpulan serigala yang siap untuk menerkam
orang yang tak sejalan dengan mereka. Yosia dan Jokowi adalah sosok yang memberikan
dampak yang hebat bagi bangsa mereka, tapi sebagai seorang manusia yang mempunyai
keterbatasan, tetap tidak bisa membuat semua hal sejalan seperti yang dia harapkan.
Banyak yang berkata Jokowi hanyalah sosok yang berhasil dibikin hebat melalui dunia
maya, tetapi di dunia nyata Jokowi sungguh sama sekali tidak dapat berkutik, alias lemah
tak punya daya. Banyak orang sudah gerah dengan keadaan negara ini yang dipenuhi
berbagai penyimpangan. Korupsi yang merajalela secara sistematis dan masif.
Ketidakadilan di bidang penegakan hukum sampai muncul kesan bahwa orang yang kaya
kebal hukum, sedangkan mereka yang miskin harus rela terima nasib selalu jadi pesakitan.
Kesenjangan ekonomi yang semakin jauh. Dan, masih banyak contoh lainnya. Jokowi
sangat cenderung terlihat hanyalah sosok yang “dipaksa” menjadi presiden melalui
pencitraan yang dipoles oleh elit-elit yang memiliki kepentingan maha besar di negeri ini.
Dan mereka-mereka inilah yang nampaknya memegang kendali saat ini, bukan Jokowi!
Sehingga, selain Jokowi lebih pantas disebut “Presiden Boneka”,

Anda mungkin juga menyukai