LEGAL OPINION
Oleh:
Nim : 8111419025
Presensi : 28
Rombel : 01 (Satu)
Negara
FAKULTAS HUKUM
UNIVERSITAS NEGERI SEMARANG
SEMARANG
2020
Jl. Ungaran No.69 Kabupaten Semarang, Provinsi Jawa
Tengah
PHONE : (021) 23110 | FAX (021) 10123
EMAIL : info@Abuseri.associates.co.id
LEGAL OPINION
INKONSISTENSI PEMERINTAH DALAM MENGATASI
PANDEMI CORONA VIRUS DISEASE 2019 (COVID-19) DALAM
PRESPEKTIF HUKUM ADMINISTRASI NEGARA
Jl. Ungaran No.69 Kabupaten Semarang, Provinsi Jawa
Tengah
PHONE : (021) 23110 | FAX (021) 10123
EMAIL : info@Abuseri.associates.co.id
PROBLEM STATEMENT/PERMASALAHAN
1. Bahwa pada akhir Desember 2019 muncul wabah penyakit menular di Kota
Wuhan China. Wabah penyakit tersebut disebabkan oleh virus corona jenis SARS-
CoV-2 atau yang saat ini disebut Corona Virus Disease 19(COVID-19). Awal bulan
Maret 2020, virus corona mulai masuk le Indonesia. Presiden Republik Indonesia,
telah menetapkan bahwa wabah penyakit ini sebagai bencana nasional non alam
karena menimbulkan banyak korban jiwa dan terus meningkat dari waktu ke waktu.
2. Bahwa pada bulan Maret 2020, Presiden Jokowi telah mengeluarkan Keppres yang
berisi tentang gugus tugas percepatan penanganan Covid-19. Selanjutnya pada
tanggal 10 April 2020, dikeluarkan pula kebijakan Pembatasan Sosial Berskala
Besar (PSBB) yang diterapkan di kota dengan tingginya potensi penyebaran virus.
Ddisusul pula oleh kementrian lain yang mengeluarkan kebijakan yang mayoritas
tujuannya sama ialah memperlambat laju penyebaran virus corona. Pemerintah
secara berhati hati dalam membuat beberapa peraturan dan memiliki harapan bahwa
peraturan yang telah dikeluarkan akan efektif.
3. Bahwa pada bulan September 2020, rencananya pemerintah akan menggelar
pesta demokrasi secara serentak di 270 daerah dengan melibatkan sekitar 105 juta
jiwa. Akan tetapi, setelah dilaksanakannya Rapat Dengar Pendapat (RDP) pada
21 September 2020 disepakati bahwa PILKADA serentak dilaksanakan pada 9
Desember 2020. KPU memiliki target partisipan sebesar 77,5%, KPU harus
mendorong masyarakat untuk berpartisipasi dalam PILKADA 2020.
4. Bahwa pada 26 September - 15 Oktober 2020 Badan pengawas pemilu (Bawaslu)
mencatat ada 612 pelanggaran protokol kesehatan. Terhadap pelanggaran tersebut
Bawaslu hanya memberikan sanksi berupa peringatan secara tertulis. Pelanggaran
tersebut terjadi akibat dari diizinkannya kampanye secara tatap muka. Bawaslu juga
mencatat ada 16.468 kegiatan kampanye yang diadakan secara tatap muka.
5. Bahwa pada bulan September hingga November 2020, dinyatakan bahwa tiga
komisioner KPU terkonfirmasi positif Covid-19, ialah Arief Budiman, Pramono
Ubaid dan Evi Novida Gintin serta satu Komisioner Bawaslu RI, Dewi Pettalolo .
Jl. Ungaran No.69 Kabupaten Semarang, Provinsi Jawa
Tengah
PHONE : (021) 23110 | FAX (021) 10123
EMAIL : info@Abuseri.associates.co.id
“Solus Populi Suprema Lex Esto (keselamatan rakyat adalah hukum tertinggi)”
De Legibus-Marcus Tullius Cicero (106-43 SM)
Dari analisa yang telah dilakukan, maka dapat ditarik kesimpulan dan saran seperti berikut :
hak pilih yang bisa menggambarkan kualitas peserta, penyelenggara, serta pemilih
dalam pemilu dan demokrasi pun diabaikan. Obesitas kekuasaan dalam Pilkada 2020
lalu jadi punya slogan “dari, oleh, dan untuk penguasa itu sendiri”, bukan rakyat.
Pemaksaan penyelenggaraan pilkada 2020.
Demikian Legal Opinion yang telah disampaikan, atas perhatiannya saya ucapkan
terimakasih.
Semarang, 1 Januari 2021
Hormat Saya,
Elvinna Aniendya V