Hipertrophic Pyloric Stenosis
Hipertrophic Pyloric Stenosis
Oleh :
Pembimbing :
BAGIAN RADIOLOGI
FAKULTAS KEDOKTERAN
2013
1
BAB I
PENDAHULUAN
sering pada bayi muda. Insidensinya 1-2 : 1000 kelahiran hidup. Kondisi ini umum
terjadi pada bayi umur 2-10 minggu kehidupan. Klinisi yang pertama kali
memperkenalkan HPS adalah Fabricious Hildanus di tahun 1627. Pada tahun 1877
Harald Hirschsprung’s melaporkan dua kasus fatal pada kongres anak di jerman dan
memberikan pengertian yang modern tentang HPS. Pada HPS terjadi penebalan
outlet. Obstruksi gastric outlet menyebabkan muntah proyektil dan non billous,
metabolik dan dehidrasi1 dan menyebabkan kematian pada lebih dari 50% pasien
mengalami hipertropi berupa olive like mass di kuadran kanan atas dan dianggap
tanda diagnostik tanpa diperlukan evaluasi lebih lanjut. Karena pemeriksaan klinis
pada bayi sulit karena bayi menangis dan membutuhkan waktu yang lama, sehingga
saat ini penggunaan imejing radiologi untuk mendeteksi HPS meningkat 2,3.
Double track sign pertama kali di sampaikan oleh Haran et al di tahun 1966,
deteksi HPS sampai akhir tahun 19702. Pada tahun 1977 Teele dan Smith
memperkenalkan USG sebagai pilihan prosedur diagnostik alat diagnosis HPS karena
2
tekniknya cepat dan populer1. Indeks muskulus pilorik di perkenalkan di tahun 1988
pemeriksaan rutin pada pasien yang dicurigai HPS1. Sensitivitas dan spesifitas USG
sampai 89%-100% dan akurasinya 100%. Hal ini merupakan alasan mengapa USG
sukses untuk mendeteksi HPS pada beberapa tahun terakhir, namun karena endoskopi
merupakan tindakan invasif dan mahal, penggunaan modalitas ini berkurang. Pada
beberapa kasus meskipun pada USG ditemukan HPS, namun sering tidak ditemukan
Alasan dari laporan kasus ini adalah HPS merupakan kasus dengan gambaran
khas berdasar temuan USG, namun terkadang sulit menemukan gambaran khas
diagnosis HPS. Tujuan laporan kasus ini adalah melaporkan kasus HPS yang
berdasar foto polos radiologi dan USG sesuai dengan referensi dan hasil post operasi.
3
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
A. Definisi
Hipertropi pyloric stenosis (HPS) merupakan suatu kondisi yang terjadi pada
bayi dengan lambung bagian pilorus mengalami penebalan yang abnormal. Definisi
muskulus sekitar jalan keluar tersebut (pilorus) dan mengalami spasme saat lambung
kosong5.
B. Anatomi lambung
volume pada orang dewasa 1200-1500cc pada saat berdilatasi. Sedang lambung bayi
baru lahir mempunyai kapasitas 10-20cc, bayi usia 1 minggu 30-90cc, bayi usia 2-3
minggu 75-100cc, bayi usia 1 bulan 90-150cc, bayi usia 3 bulan 90-150cc, dan bayi
usia 1 tahun 210-360cc. Pada bagian superior, lambung berbatasan dengan bagian
Kelengkungan lambung bagian kanan disebut kurvatura minor, dengan ukuran ¼ dari
4
Gambar 1 dan 2 merupakan anatomi lambung. Secara anatomi terbagi atas 5
daerah yaitu: (1) Kardia, daerah yang kecil terdapat pada bagian superior di dekat
gastroesofageal junction; (2) Fundus, bagian berbentuk kubah yang berlokasi pada
bagian kiri dari kardia dan meluas ke superior melebihi tinggi gastroesofageal
junction; (3) Korpus, merupakan 2/3 bagian dari lambung dan berada di bawah
fundus sampai ke bagian paling bawah yang melengkung ke kanan membentuk huruf
‘J’ (4) Antrum pilori, adalah bagian 1/3 bagian distal dari lambung. Keberadaannya
secara horizontal meluas dari korpus hingga ke sphincter pilori (5) Sphincter pilori,
merupakan bagian tubulus yang paling distal dari lambung. Bagian ini secara
kelesuluruhan dikelilingi oleh lapisan otot yang tebal dan berfungsi mengontrol
percabangan dari arteri celiac, hepatik dan splenik. Aliran pembuluh vena lambung
dapat secara langsung masuk ke sistem portal atau secara tidak langsung melalui vena
Dinding lambung terdiri dari empat lapisan yaitu lapisan mukosa, sub-
mukosa, muskularis eksterna (propria) dan serosa. Permukaan mukosa dilapisi oleh
sel epitel kolumnar penghasil mukus dan meluas ke sebagian foveolar atau pit.
Lapisan mukosa terbagi atas dua lapisan yaitu lamina propria dan lapisan muskularis
mukosa. Pada lapisan muskularis mukosa, terdapat lapisan otot sirkuler pada bagian
5
dalam dan lapisan otot longitudinal pada bagian luarnya. Otot-otot ini berkelanjutan
membentuk kelompokan kecil (fascia) otot polos yang tipis menuju ke bagian dalam
longgar dan mengandung sejumlah jaringan ikat elastik, terdapat pleksus arteri, vena,
pembuluh limfe dan pleksus nervus Meissner. Muskularis eksterna terdiri dari tiga
lapisan yaitu longitudinal luar (outer longitudinal), sirkuler dalam (inner sirkuler) dan
oblik yang paling dalam (innermost oblique). Lapisan sirkuler sphincter pilorik pada
C. Epidemiologi
HPS sering terjadi pada bayi dengan usia kehidupan 2-10 minggu, namun
beberapa literatur 2-12 minggu. Insidensinya di populasi barat 2-4 per 1000 bayi lahir
hidup tetapi pada populasi asia dan afrika lebih rendah. Bayi laki-laki lebih banyak
terkena daripada perempuan dengan perbandingan 4:1. Alasan kenapa lebih banyak
pada laki-laki tidak diketahui. Terdapat beberapa eviden kejadian HPS meningkat
pada kelahiran anak pertama dan 7% terjadi pada keluarga yang mempunyai riwayat
serupa. HPS lebih sering terjadi pada bayi yang mendapatkan minum dari botol pada
populasi pedesaan4. Resiko yang rendah terjadi pada umur ibu yang lebih tua,
D. Gejala Klinis
non bilous sesudah pemberian minuman formula atau ASI. Muntah yang terus
6
menerus menyebabkan terjadinya pengosongan lambung. Tampak peristaltik
lambung dan teraba masa di perut yang bentuk olive di kuadran kanan atas. Frekuensi
dan volume muntah sering kuat dan berkepanjangan, sehingga produk muntah bisa
berupa darah kebiruan karena gastritis. Pada suatu penelitian, 66 % pasien disertai
hematemesis karena esofagitis atau gastritis8. Tergantung berapa lama gejala terjadi,
malformasi intestinal, obsruksi uropati dan atresia esofagus. Selain itu anomali lain
yang berhubungan dengan stenosis pilorus antara lain hiatal hernia, gangguan
E. Etiologi
Etiologi HPS sampai saat ini belum diketahui. HPS bisa merupakan kejadian
kongenital maupun didapat. Teori yang menjelaskan etiologi ini antara lain
dilaporkan antara lain adanya translokasi kromosom 8 dan 17 serta trisomi sebagian
dari kromosom 9. Kontribusi genetik didukung oleh suatu fakta 19% laki-laki dan 7%
perempuan dengan ibu yang mengalami stenosis pilorus. Stenosis pilorus terjadi
hanya pada 5% laki-laki dan 2,5% perempuan dengan ayah yang mempunyai
7
penyakit serupa. Sedangkan hubungan HPS dengan bayi kembar monozigot terlihat
F. Patogenesis
Meskipun HPS pada bayi adalah kondisi paling umum yang membutuhkan
sepenuhnya dipahami. Perkembangan terbaru patogenesis HPS pada bayi antara lain:
(1) Adanya bukti menunjukkan sel-sel otot polos di HPS pada bayi tidak mempunyai
mediator relaksasi otot halus, sehingga terdapat kemungkinan tidak adanya saraf ini
di otot pilorus menyebabkan kontraksi berlebihan dan terjadi hipertrofik otot pilorus
sirkuler (3) Terdapat sejumlah protein matriks ekstraseluler yang abnormal dalam
otot pilorus hipertrofik. Sel otot sirkuler pada HPS secara aktif mensintesis kolagen
dan hal ini bertanggung jawab tehadap karakter dari tumor pilorus (4) Peningkatan
ekspresi insulin-like growth factor-I, transforming growth factor- beta 1, dan platelet-
peningkatan sintesis lokal dari faktor pertumbuhan dan mungkin memainkan peran
Teori lain yang menyebabkan terjadinya HPS pada bayi antara lain teori
abnormalitas genetik, teori kausa infeksi dan teori hiperasiditas11. Selain itu defisiensi
lokal dari neuronal nitric oxide synthase di pylorus bertanggung jawab terhadap
manifestasi klinis dari HPS. Defisiensi neuronal nitric oxide synthase menyebabkan
8
kurangnya oksidasi nitrat dan menyebabkan relaksasi otot sehinggga terjadi obstruksi
pilorus12.
G. Diagnosis
1. Pemeriksaan fisik
klinisi bisa masih dalam hidrasi baik maupun sudah mengalami dehidrasi berat.
Namun bayi sering datang dengan tanda dehidrasi berupa berat badan rendah dan
nafsu makan yang tak terpuaskan sehingga tampak kening muka berkerut dan keriput.
Pada beberapa bayi, didapatkan perut buncit di hipokondrium, dan tampak aktivitas
peristaltik meningkat di dinding perut yang tipis. Pada palpasi tampak masa bentuk
bulat telur, mobile, yang teraba di epigastrium atau di kuadran kanan dan disebut
sebagai olive sign (gambar 3). Tanda tersebut diaggap menjadi hallmark diagnostik
HPS. Pada beberapa penelitian 70% pasien HPS mempunyai tanda olive sign (+) dan
dengan gelombang peristaltik yang meningkat. Namun sensitivitas temuan olive sign
diagnosis HPS. Distensi lambung masif (diameter > 7cm) dengan isi cairan atau
udara dengan gambaran gas di intestinal minimal yang disebut sebagai single bubble
9
(gambar 4) umumnya mendukung diagnosis HPS. Namun temuan tersebut tidak
spesifik. Karena jika sebelum dilakukan foto polos pasien muntah, lambung tampak
tidak terlalu distensi7. Selain itu tampak gambaran caterpillar yang merupakan tanda
3. Pemeriksaan ultrasonografi
USG menjadi modalitas pilihan untuk diagnosis HPS. Selain sensitifitas dan
spesifitas yang tinggi, sonografi bebas dari radiasi dan dapat mengikuti visualisasi
5-7,5 MHz. Transduser sampai 10 MHz dapat digunakan tergantung ukuran bayi dan
dalamnya pilorus1.
Anatomi normal lambung pada pemeriksaan USG (gambar 5), pada potongan
longitudinal dengan meletakkan probe sedikit ke kanan dari midline tampak bull’s
eye appearance dari antrum lambung yang letaknya di anterior pankreas dan vena
mesenterika superior. Pada potongan melintang gambaran bull’s eye dari antropilorus
terdiri atas: a) gambaran pencil thin yang sulit diukur, dengan tepi luar anekoik
menggambarkan mukosa dan submukosa, dan c) pusat yang paling dalam berupa
anekoik (menggambaran cairan di saluran). Sken yang terbaik dan termudah untuk
yang hipertropi yang mengelilingi mukosa yang ekogen di tengahnya pada potongan
melintang dan disebut sebagai doughnut sign atau bull’s eye atau target sign (gambar
10
6). Muskulus biasanya tampak hipoekoik tetapi kadang-kadang membentuk pola yang
tidak seragam. Tampak muskulus lebih ekoik di banding area dekatnya namun kurang
ekoik di sisi yang lain. Hal itu disebabkan efek anisotropik yang berhubungan dengan
tranduser USG dan serabut silindris muskulus pilorus7. Pada potongan longitudinal
muskulus silindris relatif lebih hipoekoik dibanding hepar9. Diameter pilorus pada
potongan melintang (meliputi lumen dan kedua dinding pilorus) jarang di ukur.
Panjang saluran pilorus (struktur ekogenik) dapat diukur namun lebih pendek
perbedaan kriteria indeks ukuran sebagai indikator HPS. Menurut Dahnert dalam
Radiol Oncol 2001 oleh Frkovic M et al menyebutkan kriteria HPS jika tebal
transversal ≥ 13 mm dan panjang saluran pilorus ≥ 17 mm7. Sedang kriteria HPS pada
USG menurut al-alawee MS et al. adalah: a) adanya penebalan muskulus pilorus pada
potongan melintang dan longitudinal 4-7 mm, b) adanya saluran pilorus yang
mengalami elongasi (lebih dari 14 mm) atau disebut sebagai cervix sign (gambar 7),
dan c) adanya obstruksi gastric outlet (misalnya saluran pilorus tidak pernah
membuka secara normal)7. Batas ini lebih rendah pada bayi umur kurang dari 30 hari.
Menurut Chan et al, pada bayi kurang dari 21 hari menggunakan ‘cut off’ tebal
yang terisi oleh cairan pada potongan longitudinal. Gambaran antral nipple sign
(gambar 8) yang merupakan gambaran mukosa saluran pilorus yang redundant dan
11
mengalami protusio masuk kedalam antrum lambung. Diagnosis HPS dengan USG
mempunyai spesifitas dan sensitifitas yang tinggi (96% dan 100%) serta positive
Saat relaksasi sering HPS pada bayi sulit dibedakan dengan pilorospasme.
Pilorospasme di hipotesakan sebagai suatu stadium awal dari HPS, tetapi hal itu
belum terbukti9.
kontras
tahun. Pemeriksaan UGI dengan kontras pada HPS menunjukkan tanda tidak
langsung berupa adanya efek pilorus pada lumen. Pada kasus-kasus yang meragukan
memastikan diagnosis.
selang naso gastric tube (NGT) sebelum dan sesudah dilakukan pemeriksaan agar
Kriteria primer diagnosis HPS pada pemeriksaan UGI dengan kontras adalah
adanya penyempitan saluran pilorus, elongasi saluran pilorus dengan efek masa
pilorus ke lambung dan duodenum. Bahan kontras yang melalui saluran pilorus
menyebabkan lumen kanal terurai, pada beberapa kasus bahan kontras terlihat melalui
lebih dari satu saluran dengan lipatan mukosa, yang dikenal sebagai double atau
12
triple track sign (gambar 9). Gambaran lain yang ditemukan adalah string sign yang
hanya sedikit dan shoulder sign yang disebabkan karena adanya efek masa dari
pilorus yang mengalami hipertropi pada antrum (gambar 10,11). Gambaran teat sign
merupakan puncak dari kontras di sisi curvatura minor antrum akibat adanya
peristaltik sedang gambaran beak sign merupakan gambaran puncak kontras yang
1,9,13
masuk ke dalam saluran pylorus yang menyempit . Dasar dari bulbus terindentasi
sign (gambar 12). Temuan tambahan yang lain adalah adanya hiperperistaltik
lambung (caterpillar sign), volume residu lambung yang besar dan pengosongan
indikator HPS karena dapat terjadi pada kasus pylorospasme, hipotonia lambung,
H. Penatalaksanaan
elektrolit ringan dapat dikoreksi dengan 0,45% salin dan 5% dextrose sebelum
dilakukan tidakan operasi. Gangguan elektrolit berat dikoreksi dengan 0,9% salin
dengan bolus 10-20cc/kgBB, diikuti oleh pemberian 0,9% salin dalam 5% dextrose.
13
2. Dekompresi naso gastrik
aspirasi semua isi lambung melalui NGT. Biasanya isi lambung berupa susu yang
lambung adekuat. Setelah isi lambung kosong, NGT dikeluarkan untuk mencegah
3. Pembedahan
pasien HPS mengalami jaundice akibat kegagalan sementara dari aktifitas glucoronyl
transferase. Keadaan ini self limited setelah operasi. Standar operasi pada pasien HPS
perut kuadran kanan atas atau insisi secara melintang di daerah supra umbilikal. Insisi
secara vertikal di buat di permukaan mid anterior muskulus superfisial dan serosa, 1-
dibawahnya dibagi dengan diseksi tumpul dan penjepit. Dilakukan perawatan untuk
mencegah perforasi mukosa terutama di bagian bawah insisi. Tampak protusio dari
duodenal end dan terindikasi dengan adanya cairan empedu. Namun ketika hal ini
jangka panjang dan ditempatkan melintang dan ditutup dengan omentum. Selanjutnya
14
I. Diagnosis banding
volvulus15.
spasme cincin pilorus atau spingter pilorus. Spasme cincin (atau "sphincter")
menyebabkan retensi. Dengan kata lain, jika lambung terisi penuh oleh kontras
dalam waktu tertentu (tanpa adanya lesi organik), ahli radiologi yang lebih tua
pylorospasme merupakan kontraksi tonik dari antrum bukan hanya kontraksi dari
spingter. Penyakit yang mendasari pylospasme dapat berupa ulkus duodenum, ulkus
lambung, gangguan nervus, atau spasme reflek akibat penyakit di organ perut
lainnya16.
Atresia pilorus merupakan kasus yang jarang. Insidennya 1 per 100.000 bayi
hidup dan kir-kira 1% dari semua kasus atresia intestinal. Diagnosis suspek atresia
pilorus bisa didapatkan gejala muntah non bilious pada hari pertama kehidupan
dengan didukung adanya distensi abdomen dengan atau tanpa gangguan nafas.
Diagnosis dikonfirmasi dengan foto polos abdomen dan ditemukan gambaran dilatasi
gaster (single bubble appearance) namun tidak disertai adanya gambaran udara usus
di distal gaster. Pemeriksaaan USG tidak dapat memberikan gambaran yang khas.
15
Namun pada USG prenatal didapatkan gambaran distensi gaster dengan
polihidramnion17.
umumnya terdapat pada bagian pertama dan kedua duodenum, terutama di daerah
sekitar papilla vateri. Saluran empedu utama dapat berhubungan dengan mukosa
intraluminal web. Bila lumen sangat kecil, gejala menyerupai atresia. Bila lumen
Malrotasi usus terjadi ketika sekuen embriologi normal saat perkembangan dan
fiksasi usus terganggu atau terputus. Usus yang mengalami malrotasi rentan terhadap
puntiran, dan dapat menyebabkan midgut volvulus. Pada neonatus, malrotasi dengan
midgut volvulus mempunyai tanda khas berupa muntah empedu dengan tanda
radiografi menunjukkan adanya obstruksi usus letak tinggi dan gambaran double
bubble.
J. Prognosis
Sebagian besar bayi membaik setelah operasi dan tidak memerlukan tambahan
menjadi ke ukuran normal dan ketika dilihat selama operasi hanya tampak garis halus
16
diatas pilorus di sisi myotomy9. Namun, beberapa kasus pilorus bisa tetap menebal
setelah pembedahan dan bisa sampai 5 bulan untuk kembali ke ketebalan normal.
Pada minggu pertama setelah operasi, ketebalan muskulus bisa sama atau bahkan
lebih tebal dari sebelum operasi dan secara bertahap dapat kembali normal. Bagian
anterior muskulus cenderung untuk normal lebih dahulu, dan biasanya berkurang 3
mm selama 3 bulan. Bagian posterior merupakan bagian yang terakhir untuk menjadi
Pyloromyotomy inkomplet dapat terjadi namun sulit dinilai selama fase awal
paska operasi. Pencitraan paska operasi biasanya sulit di interpretasi dan tidak
membantu. Namun jika terjadi obstruksi gatric outlet komplet maka diperlukan
pyloromyotomy ulang. Mortalitas jarang, dan jika terjadi biasanya disebabkan karena
17
BAB III
LAPORAN KASUS
dengan keluhan muntah menyemprot. Pasien merupakan rujukan dari spesialis anak
dengan diagnosis piloris spasme. Dua puluh satu hari sebelum masuk rumah sakit,
lahir bayi laki-laki dari seorang ibu umur 21 tahun P1A0 dengan umur kehamilan 40
minggu 5 hari di puskesmas ditolong bidan. Bayi lahir spontan dan langsung
menangis, AS tidak diketahui, berat badan 3000 gram, mekonium keluar < 24 jam.
Pada usia 13 hari (7 HSMRS) saat anak menetek anak muntah 4-5 kali, muntah
W pasien di rawat selama 5 hari dengan diagnosis dehidrasi. Pasien diterapi dengan
infus. Tak tampak perbaikan pada pasien dan pasien pulang paksa. Pada usia 20 hari
(1 HSMRS) pasien masih muntah dan pasien di bawa ke spesialis anak, dikatakan
jam, tiap kali muntah 10-20 cc, isi muntah sesuai yang diminum (ASI), tak tampak
warna kehijauan. Pasien di bawa ke RSI dan di rujuk ke RSS. Pada saat masuk pasien
tampak kehausan, kompos mentis, gerakan kurang aktif, nangis masih kuat. Suhu
tubuh pasien 35,9 derajat celsius, nadi=135 x /m, respirasi = 45 x /m. Tampak mata
cowong, tak teraba pembesaran limfonodi pada leher. Pemeriksaan palpasi tampak
perut distensi di epigastrium, peristaltik (+) normal, olive sign (+), pada perkusi
18
terdengar timpani. Pemeriksaan ekstremitas akral masih hangat, turgor kulit turun.
Pada hari yang sama (tanggal 10-1-2013) dilakukan pemeriksaan foto polos
babygram dengan hasil thorax: pulmo dan besar jantung dalam batas normal,
abdomen: tampak distensi gaster dengan gambaran udara usus minimal didistal dari
gaster, single bubble appearance (+) menyokong gambaran HPS, saran USG
abdomen. Dilakukan pemeriksaan USG pada hari yang sama hasil: pada gaster
tampak tebal dinding muskulus pylorus 4,7 cm dan panjang 19 cm. Pemeriksaan
organ lain VF, lien, ren bilateral, dan vesica urinaria dalam batas normal. Kesan:
gambaran HPS. Pasien di diagnosis sebagai gastric outlet obstruction suspek HPS
16-1-2013. Diagnosis paska operasi HPS. Paska operasi albumin dan angka trombosit
turun dengan suhu tubuh berubah-ubah disertai intoleransi makananan, takipnea dan
19
BAB IV
PEMBAHASAN
menyebabkan obstruksi gastric outlet, disertai adanya elongasi saluran dan penebalan
radiologis berupa foto polos radiografi, UGI dengan kontras, dan pemeriksaan USG.
Tanda khas HPS pada pemeriksaan fisik dengan ditemukan olive sign di kuadran
kanan atas. Pada foto polos tampak gambaran single bubble dengan udara usus
minimal di distal gaster. Pada pemeriksaan UGI dengan kontras tampak gambaran
double atau triple track sign, string sign, shoulder sign, beak sign, pyloric teat sign,
mushroom sign, caterpillar sign, volume residu lambung yang besar dan
Sedang pada USG ditemukan gambaran doughnut sign atau bull’s eye atau
target sign pada potongan melintang dan gambaran cervix sign dan antral nipple sign
berdasarkan penelitian dari tahun ke tahun. Menurut Bruyn dalam buku paediatric
ultrasound pada tahun 1988 cut off diagnosis HPS jika tebal muskulus pilorus 4,8±0,6
mm dan panjang saluran 21 ± 3mm. Pada tahun 1994 jika tebal muskulus pilorus 4-
4,4 mm dan panjang saluran 11-15mm, sedang tahun 1998, jika tebal muskulus
20
pilorus > 3 mm dan panjang saluran > 15mm, diameter pylorus > 11 mm dan volume
teknik yang non invasif. Namun diperlukan penelitian yang sistematik dan dinamik
Pada saat pemeriksaan USG pada bayi curiga HPS, jika memungkinkan
seharusnya tidak diberi makan selama setidaknya 3 jam. Lambung dibuat distensi
dengan memberikan cairan bening sehingga dapat memberikan efek acoustic shadow
melalui pilorus dan organ disekitarnya dapat divisualisasikan lebih mudah. Bayi
diberikan cairan air glukosa dan di masukkan melalui tabung nasogastrik. Pasien
dari midline dan dengan arah transduser secara transversal maupun longitudinal dari
pilorus. Cara terbaik dan lebih mudah untuk mengevaluasi pilorus baik lapisan otot
maupun tebal otot serta aktifitas peristaltik lambung dengan potongan longitudinal.
Penggunaan anestesi pada bayi tidak diperlukan. Hal-hal yang perlu dinilai pada
pemeriksaan USG pada pasien curiga HPS adalah panjang saluan pilorus, ketebalan
dan diameter muskulus8. Namun pada beberapa penelitian diameter muskulus tidak
diukur.
Kesulitan yang paling sering pada pemeriksaan USG adalah lambung yang
terisi udara sehingga penebalan muskulus pilorus tidak dapat terlihat dengan baik.
Cara yang paling mudah untuk mencegahnya adalah dengan menempatkan bayi pada
21
posisi oblik dengan sisi kanan di bawah. Posisi ini akan menyebabkan cairan mengisi
antrum. Lambung yang terisi susu juga dapat menimbulkan suatu artefak. Cara
mengatasinya dengan memberikan bayi air atau bahkan menempatkan NGT dan
mengosongkan lambung dan kemudian diisi dengan air. Lambung yang terlalu
Pada situasi ini bayi dipindahkan pada posisi oblik dengan sisi kiri di bawah sehingga
membantu pilorus pindah ke posisi lebih anterior. Perlu diingat bahwa pilorus yang
Pada pasien ini pada pemeriksan fisik palpasi ditemukan olive sign (+).
radiologi berupa foto polos babygram dan USG. Pada foto polos babygram
ditemukan gambaran single bubble (+), yang merupakan tanda HPS, meskipun bukan
tanda khas, karena gambaran tersebut dapat juga terjadi pada pylorospasme, hipotonia
lambung, sepsis dan ileus. Saat pemeriksaan USG, awalnya tampak gambaran udara
dalam lambung yang prominen sehingga kesulitan dalam visualisasi lambung, pilorus
bahkan organ disekitarnya. Kemudian pasien diminta untuk dipasang NGT dan diisi
dengan air. Beberapa saat kemudian pasien di USG ulang. Didapatkan hasil adanya
hipertropi muskulus pilorus dengan tebal 4,7 mm dan panjang elongasi dari muskulus
pilorus (cervix sign) 19 mm. Pada pasien juga tampak obstruksi gastric outlet (pilorus
tidak dapat membuka secara normal). Pasien tidak diminta pemeriksaan UGI dengan
22
kontras karena tidak ada keraguan terhadap diagnosis HPS baik dari pemeriksaan
misalnya penyakit pada kandung empedu dan appendiks. Untuk diagnosis lebih lanjut
tidak lebih besar dari 14 mm) dan tebal muskulus pylorus antara 1,3-2,7 mm. Pada
HPS dibedakan dengan atresia pilorus berdasar klinis dan gambaran foto
polos abdomen. Pada atresia pilorus terjadi muntah non bilious pada awal kehidupan.
Foto polos abdomen didapatkan gambaran single bubble tanpa disertai adanya udara
duodeni muntah bisa bilous maupun non bilous. Pada foto polos abdomen ditemukan
gambaran double bubble. Seperti halnya stenosis duodeni, malrotasi atau midgut
volvulus, dibedakan dari HPS dari anamnesis pada midgut volvulus gejalanya berupa
muntah billous. Pada pemeriksaan radiografi polos tampak gambaran double bubble.
23
Namun pada pemeriksaan USG baik stenosis duodeni dan midgut volvulus tak
tampak adanya penebalan muskulus pilorus. Pada midgut volvulus tampak gambaran
whirlpool sign dan pada pemeriksaan dengan kontras tampak gambaran twisted
ribbon sign.
24
KESIMPULAN
Dilaporkan kasus bayi umur 21 hari dengan keluhan muntah proyektil dengan
dehidrasi tak berat. Gejala pada pasien muntah menyemprot sejak umur 13 hari dan
pemeriksaan fisik ditemukan olive sign (+) dan peristaltik meningkat, serta tanda
dehidrasi tak berat dengan hipokalemia. Pada pemeriksaan penunjang foto babygram
ditemukan adanya distensi gaster masif dengan single bubble appearance (+).
ditemukan doughnut sign dan cervix sign dengan tebal muskulus pilorus ukuran 4,7
hypertrophic pyloric stenosis, dengan cut off nilai normal tebal muskulus pilorus < 3
Dari pemeriksaan fisik dan pemeriksaan penunjang radiologis (foto polos dan
stenosis.
25
LAMPIRAN
DAFTAR GAMBAR
Gambar 1
Gambar 2
26
Gambar 3. Olive sign dengan gelombang peristaltik
http://www.nejm.org/doi/full/10.1056/NEJMicm1214572
Gambar 3
Gambar 4
Gambar 5a
27
Gambar 5b. HPS. A dan C merupakan
diagram yang merepresentasikan B dan D. B
potongan transversal dan D potongan
longitudinal. M adalah mukosa, Mu adalah
sub mukosa. GB = gall bladder, P=saluran
pylorus , S = stomach
Gambar 5b
Gambar 6
Gambar 7
28
Gambar 8. Antral nipple sign pada HPS
Menunjukkan adanya redundant mukosa pyloric yang
mengalami protusio masuk ke antrum gaster.
http://radiopaedia.org/articles/pyloric_stenosis
Gambar 8
Gambar 9
Gambar 10
29
Gambar 11. Pemeriksaan UGI menunjukkan adanya obstruksi
pylorus dengan string sign . Temuan ini konsisten dengan stenosis
pylorus.
http://www.med.cmu.ac.th/dept/pediatrics/06-interest-cases/ic-53/vomiting.html
Gambar 11
Gambar 12
Gambar 13 (kasus)
Foto baby gram tanggal 10-1-2013
Foto babygram, AP view, asimetris, kondisi cukup,hasil :
Thorax:
- pengembangan kedua paru cukup
- Tak tampak gambaran reticulogranuler di kedua pulmo
- Tak tampak penebalan pleural space
- Kedua diaphragm intak
- Cor, konfigurasi normal
Abdomen :
- Tampak distensi abdomen
- Preperitoneal fat line relative tegas
- Tampak distensi gaster dengan gambaran udara usus minimal
didistal gaster, single bubble (+)
- Konfigurasi hepar normal
- Sistema tulang yang tervisualisasi intak
Gambar 13 (gambar kasus) Kesan :
- Thorax : pulmo dan besar cor dalam batas normal
- Abdomen: menyokong gambaran HPS
30
Gambar 14 (kasus)
31
DAFTAR PUSTAKA
32
10. Ohshiro K, Puri P. Pathogenesis of infantile hypertrophic pyloric stenosis:
recent progress. Pediatr Surg Int. April, 1998; 13(4): 243-52
11. Rogers IM. New insights on the pathogenesis of pyloric stenosis of infancy: A
review with emphasis on the hyperacidity theory. Open Journal of Pediatrics
2. 2012; 97-105
12. Mulholland MW, Lillemoe KD, Doherty GM, Maier RV, Simeone DM,
Upchurch R. Greenfield’s surgery: scientific principles and practice, 5th
edition. Lippincott Williams & Wilkins. 2010
13. Schulman MH, Lowe LH, Neblett WW, Polk DB, Perez R, Scherker LE, et al.
In vivo visualizations: is there an etiologic role?. American Journal
Radiology. October, 2001; 177: 843-48
14. Dias SC, Swinson S, Torrao H, Goncalves L, Kurochka S, Vaz CP, et al.
Hypertrophic pyloric stenosis: tip and trick for ultrasound diagnosis. Insight
imaging. 2012; 3: 247-50
15. Humphries JA, Steele A. Diagnosing infantile hypertrophic ploric stenosis.
Clinical review. 2012; 22(9): 10, 12-15
16. Keet AD. Pylorospasm: The pyloric sphincteric cylinder in health and disease.
1998; 20; 89. Available from http://med.plig.org/19/88.html
17. Heinen F, Elias D, Pietrani M, Verdaguer P. Pyloric atresia. August, 2000.
Available from www.thefetus.net
33