Anda di halaman 1dari 10

LAPORAN PENDAHULUAN KMB

HIPERTROPI PYLORIC STENOSIS (HPS)

Disusun oleh:

Ulfha Putri Rahmi (2141312122)

PROGRAM STUDI PROFESI NERS

FAKULTAS KEPERAWATAN

UNIVERSITAS ANDALAS

2022
LAPORAN PENDAHULUAN KMB

HIPERTROPI PYLORIC STENOSIS (HPS)

A. Landasan Teori Penyakit


Hipertropi pyloric stenosis (HPS) merupakan gangguan gastrointestinal paling sering
pada bayi muda. Insidensinya 1-2 : 1000 kelahiran hidup. Kondisi ini umum terjadi pada bayi
umur 2-10 minggu kehidupan. Klinisi yang pertama kali memperkenalkan HPS adalah
Fabricious Hildanus di tahun 1627. Pada tahun 1877 Harald Hirschsprung melaporkan dua
kasus fatal pada kongres anak di jerman dan memberikan pengertian yang modern tentang
HPS. Pada HPS terjadi penebalan muskulus sirkuler antropirolus dan menyebabkan
konstriksi dan obstruksi pada saluran keluar lambung. Obstruksi saluran keluar lambung
menyebabkan muntah proyektil dan non billous, penurunan asam hidroklorida dan
berkembang menjadi hipokloremi, alkalosis metabolik dan dehidrasi1 dan menyebabkan
kematian pada lebih dari 50% pasien yang terkena.
1. Defenisi
Hipertropi pyloric stenosis (HPS) merupakan suatu kondisi yang terjadi pada bayi
dengan lambung bagian pilorus mengalami penebalan yang abnormal. Diagnosa penyakit
ini ditegakkan berdasarkan keluhan, pemeriksaan fisik, dan pemeriksaan penunjang.
Stenosis pilorik adalah keunggulan di bagian ujung lambung tempat makanan keluar
menuju usus halus. Akibat dari hal tersebut, hanya sejumlah kecil isi lambung yang bisa
masuk ke usus, sehingga lebih banyak lagi akan dimuntahkan anak akan mengalami
penurunan berat badan. Gejala tersebut biasanya muncul pada usia 2-6 minggu.

2. Etiologi
Etiologi HPS sampai saat ini belum diketahui. HPS bisa merupakan kejadian
kongenital maupun didapat. Teori yang menjelaskan etiologi ini antara lain hiperaktifitas
lambung yang menyebabkan spasme, hipertropi muskulus dan inervasi pilorus yang
abnormal. Adanya predisposisi disertai faktor lingkungan merupakan penjelasan yang
paling banyak diterima. Abnormalitas kromosom yang dilaporkan antara lain adanya
translokasi kromosom 8 dan 17 serta trisomi sebagian dari kromosom suatu 9. Kontribusi
genetik yang didukung oleh fakta 19% laki-laki dan 7% perempuan dengan ibu yang
mengalami stenosis pilorus. Stenosis pilorus terjadi hanya pada 5% laki-laki dan 2,5%
perempuan dengan ayah yang memiliki penyakit serupa. Sedangkan hubungan HPS
dengan bayi kembar monozigot terlihat pada 0,25–0,44 sedangkan kembar dizigot 0,05-
0,1
3. Manifestasi Klinis
Manifestasi kinis HPS adalah obstruksi yang menyebabkan muntahan proyektil
non empedu sebelum pemberian minuman formula atau ASI. Muntah yang terus menerus
menyebabkan terjadinya pengosongan lambung. Tampak peristaltik lambung dan teraba
masa di perut yang bentuk olive di kuadran kanan atas. Frekuensi dan volume muntah
sering kuat dan lama, sehingga produk muntah berupa darah kebiruan karena gastritis.
Pada suatu penelitian, 66% pasien disertai hematemesis karena esofagitis atau gastritis8.
Tergantung berapa lama gejala yang terjadi, sebagian pasien mengalami dehidrasi,
alkalosis hipokalemia, irritable, berat badanturun, dan pertumbuhan lambat.
Keadaan ikterus terjadi pada kira-kira 2% bayi dengan HPS sekunder2. Tujuh persen
berhubungan dengan malformasi. Tiga malformasi utama yaitu malformasi usus, obsruksi
uropati dan atresia esofagus. Selain itu anomali lain yang berhubungan dengan stenosis
pilorus antara lain hiatal hernia, gangguan aktifitas hepatic glucovenyl transferase
(sindrom Gilbert)
4. Pemeriksaan Penunjang dan Diagnostik
1) Pemeriksaan radiologi yaitu dengan barium meal maka akan tampak saluran pilorus
kecil dan memanjang yang disebut “string sign“
2) Pada fluoroskopi tampak pengosongan lambung terlambat, lambung tampak
membesar dan jelas terlihat gambaran peristaltik.
3) Pada pemeriksaan ultrasonografi, tampak gambaran dougnat sign atau target bull eye
sign.
4) USG. Penebalan pylorus dg daerah sonolucent sentral. Diameter pilorus > 14mm.
Penebalan mukosa > 4 mm. Panjang > 16mm.
5. Penatalaksanaan Medis dan Keperawatan
a. Pembedahan
Pembedahan Pembedahan yang dilakukan adalah pyloromiotomi dengan angka
kematian kurang dari 1 persen. Untuk mencegah terjadinya keadaan yang berulang
residif, piloromiotomi harus dilakukan tuntas dengan cara seluruh bagian otot pylorus
yang hipertropi dibelah, termasuk sebagian otot di bagian proksimal. Komplikasi
pasca operasi dapat terjadi perdarahan, perforasi dan infeksi luka operasi. Perforasi
duodenum atau lambung merupakan penyulit yang berbahaya sebab adanya suatu
kebocoran enterik dapat menyebabkan nyeri, peregangan perut, demam dan
peritonitis, bahkan dapat terjadi sepsis, kolaps vaskuler dan kematian. Jika terjadi
perforasi harus dilakukan perbaikan dan diberi antibiotika. Pada CHPS piloromiotomi
merupakan pilihan utama. Apabila dikerjakan dengan tepat maka prognosisnya baik
dan tidak akan timbul kekambuhan
b. Penatalaksanaan non bedah ( terapi obat )
Tanpa pembedahan penyembuhan lambat (2-8 bulan), angka kematian lebih tinggi,
dan biaya rawat inap tinggi. Serta dampak yang kurang menguntungkan terhadap
perkembangan emosi akibat perawatan yang lama di rumah sakit. Pengobatan secara
medis penyembuhannya biasanya berlangsung lambat. Untuk terapi obatnya yaitu
dengan sulfas atropin intra vena :
- Dosis awal 0,4 mg/kg bb/ hari
- Ditingkatkan 0,1 mg/kg bb/hari tiap 8 hari sampai muntah mereda
- Dilanjutkan atropin oral selama 2 minggu. Selain itu dibutuhkan pula obat-obatan
penenang, anti tikolinergik dan cairan parenteral.
- Terapi nutrisi Pada pasien post operasi pemberian makanan per oral mulai
diberikan 4-6 jam pasca bedah, setelah 24 jam intake penuh diperbolehkan, Pada
pasien non bedah diberikan makanan kental dicampur tepung dan diberikan
dengan porsi yang sedikit tapi sering. Selama kira-kira 1 jam setelah makan, bayi
dipertahankan dalam posisi setengah duduk
6. Komplikasi
Stenosis pilorus dapat menyebabkan dehidrasi, kehilangan elektrolit dan masalah berat
badan. Muntah berulang-ulang dapat mengiritasi perut bayi Anda. Beberapa bayi yang
telah menderita pilorus stenosis berkembang menjadi penyakit kuning sebuah perubahan
warna pada kulit dan mata.
a. Ikterus : disebabkan oleh defisiensi transferase glukuronida hepatik.
Ikterus adalah perubahan warna kulit / sclera mata (normal beerwarna putih) menjadi
kuning karena peningkatan kadar bilirubin dalam darah. Ikterus pada bayi yang baru
lahir dapat merupakan suatu hal yang fisiologis (normal), terdapat pada 25% -50%
pada bayi yang lahir cukup bulan. Tapi juga bisa merupakan hal yang patologis (tidak
normal) misalnya akibat berlawanannya Rhesus darah bayi dan ibunya, sepsis (infeksi
berat), saluran empedu, dan lain-lain.
b. Alkalosis metabolik hipokloremik (akut)
Alkalosis Metabolik adalah suatu keadaan darah dalam keadaan basa karena kadar
bikarbonat. Alkalosis metabolik terjadi jika tubuh kehilangan terlalu banyak asam.
Sebagai contoh adalah peristiwa kehilangan asam lambung selama muntah yang
berkepanjangan atau bila asam lambung disedot dengan lambung (seperti yang
kadang-kadang dilakukan di rumah sakit, terutama setelah perut). Pada kasus yang
jarang, alkalosis metabolik yang terjadi pada seseorang yang mengkonsumsi terlalu
banyak basa dari bahan-bahan seperti soda bikarbonat. Selain itu, metabolik
metabolik dapat terjadi bila kehilangan natrium atau kalium dalam jumlah yang
banyak mempengaruhi kemampuan ginjal dalam mengendalikan keseimbangan asam
basa darah.
c. Dehidrasi berat (akut) dengan peningkatan kadar nitrogen urea darah.
Dehidrasi adalah gangguan dalam keseimbangan cairan atau air pada tubuh. Hal ini
terjadi karena pengeluaran udara lebih banyak daripada pemasukan (misalnya
minum). Gangguan kehilangan cairan tubuh ini disertai gangguan keseimbangan zat
elektrolit tubuh. Dehidarasi terjadi karena:
- kekurangan zat natrium
- kekurangan udara
- kekurangan natrium dan udara.
d. Komplikasi dari pylorotomy
Meskipun pyloromyotomy aman dan kuratif dan dilakukan hampir tanpa kematian
operasi (<0,5%) dan morbiditas (<10%), tidak tanpa komplikasi potensial. komplikasi
pascaoperasi intraoperatif dan Potensi termasuk perdarahan, perforasi, dan infeksi
luka. Duodenum lambung, komplikasi yang paling serius jarang terjadi namun jika
terjadi sebelum penutupan luka yang terjadi akibat konsekuensi atau kematian bisa
terjadi. Bayi dengan usus bocor mengembangkan rasa sakit, kembung, demam, dan
peritonitis. Kebutuhan cairan yang sedang berlangsung, sepsis umum, kolaps
pembuluh darah, dan kematian ikuti jika ada kebocoran enterik tidak diakui dan
diobati. Dugaan perforasi reeksplorasi pascaoperasi membutuhkan segera. Pengakuan
komplikasi pada saat operasi adalah penting.
7. WOC

SPH

Penebalan pd otot sirkuler pilorus

Obstruksi kanalis pilorus

Cairan tertampung di lambung

Distensi lambung kecemasan

Nervus vagus

CTZ

Mual Muntah

Kekurangan volume cairan Nutrisi kurang dari kebutuhan


tubuh
B. Landasan teori asuhan keperawatan
1. Pengkajian
- Lakukan pengajian fisik
- Dapatkan riwayat kesehatan, khususnya mengenaai prilaku makan dan pola muntah.
- Observasi adanya manifestasi stenosis pilorik hipertropik: muntah proyektil. Biasanya
terjadi segera setelah makan tetapi dapat tidak terjadi setelah beberapa jam. Dapat
terjadi setelah makan atau muncul secara intermiten.
- Muntah non-empedu: mungkin bercak darah.
- Bayi lapar, ingin sekali menyusu, sangat menginginkan pemberian makanan kedua
setelah episode muntah
- Tidak ada bukti nyeri atau rasa tidak nyaman, kecuali rasa lapar yang kronis
- Penurunan berat badan
- Tanda-tanda dehidrasi
- Distensi abdomen atas
- Teraba tumor berbentuk zaitun diepigastrium, tepat disebelah kanan umbilikus
- Gelombang peristaltik lambung dapat dilihat, bergerak dari kiri ke kanan melewati
epigastrium
- Abdomen Inspeksi : kesimetrisan, karakteristik permukaan, adanya lesi, kontur
umbilikus. Palpasi : palpasi ke empat kuadran nyeri tekan +/-, splenomegali +/-,
hepatomegali +/-. Perkusi : untuk mengetahui bunyi yang di hasilkan abdomen
dengan cara di ketuk pada setiap kuadran. Auskultasi : untuk mengetahui bising usus.
- Bantu dengan prosedur diagnostik dan pengujian, misalnya seri GI atas, ultrasound,
elektrolit serum

2. Perumusan diagnosa (NANDA)


a. Gangguan pemenuhan kebutuhan nutrisi b.d adanya mual muntah
b. Gangguan kebutuhan eliminasi b.d konstipasi karena kurangnya jumlah cairan yang
melalui pylorus menuju usus halus.
c. Cemas b.d kurangnya pengetahuan
3. Penentuan kriteria hasil (NOC) dan intervensi keperawatan (NIC)
No. Diagnosa NOC NIC
1. Gangguan pemenuhan Intake nutrisi klien meningkat  Kaji pola nutrisi klien
kebutuhan nutrisi b.d dengan porsi yang sedikit tapi dan perubahan yang
adanya mual muntah sering, muntah tidak ada. terjadi.
 Timbang berat badan
klien.
 Kaji factor penyebab
gangguan pemenuhan
nutrisi.
 Lakukan pemerikasaan
fisik
abdomen(palpasi,perkusi
,dan auskultasi).
 Berikan diet dalam
kondisi hangat dan porsi
kecil tapi sering.
 Kolaborasi dengan tim
gizi dalam penentuan
diet klien.
2. Gangguan kebutuhan kebutuhan eliminasi klien  Kaji frekuensi pola
eliminasi b.d konstipasi terpenuhi dengan konsistensi eliminasi klien
karena kurangnya normal.  Kurangi makanan yang
jumlah cairan yang mengandung serat
melalui pylorus menuju
usus halus.
3. Cemas b.d kurangnya Keluarga klien mengerti  Kaji tingkat pendidikan
pengetahuan dengan proses penyakit klien, keluarga klien.
ekspresi wajah tenang,  Kaji tingkat pengetahuan
keluarga tidak banyak keluarga tentang proses
bertanya lagi tentang proses penyakit klien.
penyakit klien  Jelaskan tentang proses
penyakit klien dengan
melalui penkes.
 Berikan kesempatan
pada keluarga bila ada
yang belum
dimengertinya.
 Libatkan keluarga dalam
pemberian tindakan pada
klien.

4. Evaluasi

Anda mungkin juga menyukai