Anda di halaman 1dari 20

1

LAPORAN KASUS
Diajukan sebagai salah satu persyaratan PPDS 1 Radiologi
Hipertrophic Pyloric Stenosis
Oleh :
Ana Basirotul Alawiyah
Pembimbing :
dr. Hesti Gunarti Sp.Rad
BAGIAN RADIOLOGI
FAKULTAS KEDOKTERAN
UNIVERSITAS GADJAH MADA
2013
2
BAB I
PENDAHULUAN
Hipertropi pyloric stenosis (HPS) merupakan gangguan gastrointestinal paling
sering pada bayi muda. Insidensinya 1-2 : 1000 kelahiran hidup. Kondisi ini umum
terjadi pada bayi umur 2-10 minggu kehidupan. Klinisi yang pertama kal
i
memperkenalkan HPS adalah Fabricious Hildanus di tahun 1627. Pada tahun 1877
Harald Hirschsprungs melaporkan dua kasus fatal pada kongres anak di jerman dan
memberikan pengertian yang modern tentang HPS. Pada HPS terjadi penebal
an
muskulus sirkuler antropirolus dan menyebabkan konstriksi dan obstruksi di gastr
ic
outlet. Obstruksi gastric outlet menyebabkan muntah proyektil dan non b
illous,
hilangnya asam hidroklorida dan berkembang menjadi hipokloremi, alkalosis
metabolik dan dehidrasi
1
dan menyebabkan kematian pada lebih dari 50% pasien
yang terkena
2,3,4
. Diagnosis primer didapatkan dengan palpasi pilorus yang
mengalami hipertropi berupa olive like mass di kuadran kanan atas dan
dianggap
tanda diagnostik tanpa diperlukan evaluasi lebih lanjut. Karena pemeriks
aan klinis
pada bayi sulit karena bayi menangis dan membutuhkan waktu yang lama, sehingga
saat ini penggunaan imejing radiologi untuk mendeteksi HPS meningkat
2,3
.
Double track sign pertama kali di sampaikan oleh Haran et al di tahun 1966,
menunjukkan sensitivitas 95% untuk mendeteksi HPS dengan pemeriksaan UGI
kontras barium. Pemeriksaan dengan barium merupakan pemeriksaan penting untuk
deteksi HPS sampai akhir tahun 1970
2
. Pada tahun 1977 Teele dan Smith
memperkenalkan USG sebagai pilihan prosedur diagnostik alat diagnosis HPS karena

3
tekniknya cepat dan populer
1
. Indeks muskulus pilorik di perkenalkan di tahun 1988
dan dinyatakan lebih handal dibanding kriteria pengukuran sebelumnya pad
a
diagnosis menggunakan USG
3
. Kepercayaan terhadap imejing radiologi dalam
mendiagnosis stenosis pilorik meningkat. Tren ini meningkatkan USG sebag
ai
pemeriksaan rutin pada pasien yang dicurigai HPS
1
. Sensitivitas dan spesifitas USG
sampai 89%-100% dan akurasinya 100%. Hal ini merupakan alasan mengapa USG
secara luas digunakan
2
.
Endoskopi disebutkan oleh beberapa penulis sebagai alat diagnostik yang
sukses untuk mendeteksi HPS pada beberapa tahun terakhir, namun karena endoskopi
merupakan tindakan invasif dan mahal, penggunaan modalitas ini berkurang
. Pada
beberapa kasus meskipun pada USG ditemukan HPS, namun sering tidak ditemukan
tanda pada pemeriksaan klinis
2
.
Alasan dari laporan kasus ini adalah HPS merupakan kasus dengan gambaran
khas berdasar temuan USG, namun terkadang sulit menemukan gambaran khas
tersebut sehingga diperlukan pengetahuan, khususnya residen untuk menegak
kan
diagnosis HPS.
Tujuan laporan kasus ini adalah melaporkan kasus HPS
yang
berdasar foto polos radiologi dan USG sesuai dengan referensi dan hasil post ope
rasi.

4
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
A. Definisi
Hipertropi pyloric stenosis (HPS) merupakan suatu kondisi yang terjadi pada
bayi dengan lambung bagian pilorus mengalami penebalan yang abnormal. Definisi
menurut Wikipedia encyclopedia, HPS adalah penyempitan di jalan keluar lambung
sampai bagian pertama dari duodenum menyebabkan pembesaran (hipertropi)
muskulus sekitar jalan keluar tersebut (pilorus) dan mengalami spasme saat lambu
ng
kosong
5
.
B. Anatomi lambung
Lambung merupakan organ berbentuk kantong seperti huruf J , dengan
volume pada orang dewasa 1200-1500cc pada saat berdilatasi. Sedang lambung bayi

baru lahir mempunyai kapasitas 10-20cc, bayi usia 1 minggu 30-90cc, bayi usia 23
minggu 75-100cc, bayi usia 1 bulan 90-150cc, bayi usia 3 bulan 90-150cc, dan bay
i
usia 1 tahun 210-360cc. Pada bagian superior, lambung berbatasan dengan
bagian
distal esofagus, sedangkan bagian inferior berbatasan dengan duodenum. Lambun
g
terletak pada daerah epigastrium dan meluas ke hipokhondrium kiri. Kecembungan
lambung yang meluas ke gastroesofageal junction disebut kurvatura mayor.
Kelengkungan lambung bagian kanan disebut kurvatura minor, dengan ukuran dari
panjang kurvatura mayor. Seluruh organ lambung terdapat di dalam rongga
peritoneum dan ditutupi oleh omentum
6
.
5
Gambar 1 dan 2 merupakan anatomi lambung. Secara anatomi terbagi atas 5
daerah yaitu: (1) Kardia, daerah yang kecil terdapat pada bagian superior di
dekat
gastroesofageal junction; (2) Fundus, bagian berbentuk kubah yang berlok
asi pada
bagian kiri dari kardia dan meluas ke superior melebihi tinggi gastroe
sofageal
junction; (3) Korpus, merupakan 2/3 bagian dari lambung dan berada di
bawah
fundus sampai ke bagian paling bawah yang melengkung ke kanan membentuk huruf
J (4) Antrum pilori, adalah bagian 1/3 bagian distal dari lambung. Keberadaannya
secara horizontal meluas dari korpus hingga ke sphincter pilori (5) Sphincter pi
lori,
merupakan bagian tubulus yang paling distal dari lambung. Bagian ini s
ecara
kelesuluruhan dikelilingi oleh lapisan otot yang tebal dan berfungsi me
ngontrol
lewatnya makanan ke duodenum. Permukaan fundus dan korpus banyak dijump
ai
lipatan rugae lambung. Pembuluh darah yang mensuplai lambung merupakan
percabangan dari arteri celiac, hepatik dan splenik. Aliran pembuluh vena lambun
g
dapat secara langsung masuk ke sistem portal atau secara tidak langsung melalui
vena
splenik dan vena mesenterika superior. Nervus vagus mensuplai persyarafa
n
parasimpatik ke lambung dan pleksus celiac merupakan inervasi simpatik.
Banyak
ditemukan pleksus saluran limfatik dan kelenjar getah bening lainnya
6
.
Dinding lambung terdiri dari empat lapisan yaitu lapisan mukosa, submukosa, muskularis eksterna (propria) dan serosa. Permukaan mukosa dilapisi oleh
sel epitel kolumnar penghasil mukus dan meluas ke sebagian foveolar at
au pit.
Lapisan mukosa terbagi atas dua lapisan yaitu lamina propria dan lapisan muskula
ris
mukosa. Pada lapisan muskularis mukosa, terdapat lapisan otot sirkuler pada bagi
an
6

dalam dan lapisan otot longitudinal pada bagian luarnya. Otot-otot ini berkelanj
utan
membentuk kelompokan kecil (fascia) otot polos yang tipis menuju ke bagian dalam
lamina propria hingga ke permukaan epitel. Pada lapisan sub-mukosa, jar
ingannya
longgar dan mengandung sejumlah jaringan ikat elastik, terdapat pleksus arteri,
vena,
pembuluh limfe dan pleksus nervus Meissner. Muskularis eksterna terdiri dari t
iga
lapisan yaitu longitudinal luar (outer longitudinal), sirkuler dalam (inner sirk
uler) dan
oblik yang paling dalam (innermost oblique). Lapisan sirkuler sphincter pilorik
pada
gastroesofageal junction. Pleksus Auerbach (myenteric) berlokasi pada dae
rah di
antara lapisan sirkular dan longitudinal dari muskularis eksterna
6
.
C. Epidemiologi
HPS sering terjadi pada bayi dengan usia kehidupan 2-10 minggu, namu
n
beberapa literatur 2-12 minggu. Insidensinya di populasi barat 2-4 per 1000 bayi
lahir
hidup tetapi pada populasi asia dan afrika lebih rendah. Bayi laki-laki lebih ba
nyak
terkena daripada perempuan dengan perbandingan 4:1. Alasan kenapa lebih banyak
pada laki-laki tidak diketahui. Terdapat beberapa eviden kejadian HPS m
eningkat
pada kelahiran anak pertama dan 7% terjadi pada keluarga yang mempunyai riwayat
serupa. HPS lebih sering terjadi pada bayi yang mendapatkan minum dari botol pa
da
populasi pedesaan
4
. Resiko yang rendah terjadi pada umur ibu yang lebih tua,
pendidikan ibu yang tinggi, dan berat badan lahir rendah
8
.
D. Gejala Klinis
Manifestasi kinis HPS adalah obstruksi yang menyebabkan muntah proyektil
non bilous sesudah pemberian minuman formula atau ASI. Muntah yang ter
us
7
menerus menyebabkan terjadinya pengosongan lambung. Tampak peristaltik
lambung dan teraba masa di perut yang bentuk olive di kuadran kanan atas. Frekue
nsi
dan volume muntah sering kuat dan berkepanjangan, sehingga produk muntah bisa
berupa darah kebiruan karena gastritis. Pada suatu penelitian, 66 % pasien dise
rtai
hematemesis karena esofagitis atau gastritis
8
. Tergantung berapa lama gejala terjadi,
sebagian pasien mengalami dehidrasi, alkalosis hipokalemia, irritable, be
rat badan
turun, dan pertumbuhan lambat
7
.
Keadaan jaundice terjadi pada kira-kira 2% bayi dengan HPS sekunder

2
.
Tujuh persen berhubungan dengan malformasi. Tiga malformasi utama yaitu
malformasi intestinal, obsruksi uropati dan atresia esofagus. Selain itu anomali
lain
yang berhubungan dengan stenosis pilorus antara lain hiatal hernia, gan
gguan
aktifitas hepatic glucovenyl transferase (sindrom Gilbert)
8
.
E. Etiologi
Etiologi HPS sampai saat ini belum diketahui. HPS bisa merupakan kejadian
kongenital maupun didapat. Teori yang menjelaskan etiologi ini antara l
ain
hiperaktifitas lambung yang menyebabkan spasme, hipertropi muskulus dan inervasi
pilorus yang abnormal
7
. Adanya predisposisi genetik disertai faktor lingkungan
merupakan penjelasan yang paling banyak diterima. Abnormalitas kromosom yang
dilaporkan antara lain adanya translokasi kromosom 8 dan 17 serta trisomi sebagi
an
dari kromosom 9. Kontribusi genetik didukung oleh suatu fakta 19% laki-laki dan
7%
perempuan dengan ibu yang mengalami stenosis pilorus. Stenosis pilorus
terjadi
hanya pada 5% laki-laki dan 2,5% perempuan dengan ayah yang mempunyai
8
penyakit serupa. Sedangkan hubungan HPS dengan bayi kembar monozigot terlihat
pada 0,250,44 sedangkan kembar dizigot 0,05-0,1
9
.
F. Patogenesis
Meskipun HPS pada bayi adalah kondisi paling umum yang membutuhkan
pembedahan dalam beberapa bulan pertama kehidupan, namun patogenesisnya tidak
sepenuhnya dipahami. Perkembangan terbaru patogenesis HPS pada bayi antara lain:
(1) Adanya bukti menunjukkan sel-sel otot polos di HPS pada bayi tidak mempunyai
inervasi yang baik (2) Karena non-adrenergik, saraf non-kolinergik merup
akan
mediator relaksasi otot halus, sehingga terdapat kemungkinan tidak adanya saraf
ini
di otot pilorus menyebabkan kontraksi berlebihan dan terjadi hipertrofik otot pi
lorus
sirkuler (3) Terdapat sejumlah protein matriks ekstraseluler yang abnorm
al dalam
otot pilorus hipertrofik. Sel otot sirkuler pada HPS secara aktif mensintesis ko
lagen
dan hal ini bertanggung jawab tehadap karakter dari tumor pilorus (4) Peningkata
n
ekspresi insulin-like growth factor-I, transforming growth factor- beta 1, dan p
lateletderived growth factor-BB dan reseptor otot hipertrofik pilorus menunjukk
an
peningkatan sintesis lokal dari faktor pertumbuhan dan mungkin memainkan pe

ran
penting dalam hipertrofi otot polos HPS
10
.
Teori lain yang menyebabkan terjadinya HPS pada bayi antara lain teori
abnormalitas genetik, teori kausa infeksi dan teori hiperasiditas
11
. Selain itu defisiensi
lokal dari neuronal nitric oxide synthase di pylorus bertanggung jawab
terhadap
manifestasi klinis dari HPS. Defisiensi neuronal nitric oxide synthase menyeb
abkan
9
kurangnya oksidasi nitrat dan menyebabkan relaksasi otot sehinggga terjadi obstr
uksi
pilorus
12
.
G. Diagnosis
Untuk menegakkan diagnosis HPS diperlukan pemeriksaan fisik, pemeriksaan
laboratorium, dan pemeriksaan penunjang. Pemeriksaan penunjang meliputi
pemeriksaan USG dan pemeriksaan gastrointestinal dengan kontras.
1. Pemeriksaan fisik
Pada pemeriksaan klinis didapatkan gambaran yang bervariasi. Bayi datang ke
klinisi bisa masih dalam hidrasi baik maupun sudah mengalami dehidrasi
berat.
Namun bayi sering datang dengan tanda dehidrasi berupa berat badan ren
dah dan
nafsu makan yang tak terpuaskan sehingga tampak kening muka berkerut dan keriput
.
Pada beberapa bayi, didapatkan perut buncit di hipokondrium, dan tampak aktivita
s
peristaltik meningkat di dinding perut yang tipis. Pada palpasi tampak masa ben
tuk
bulat telur, mobile, yang teraba di epigastrium atau di kuadran kanan
dan disebut
sebagai olive sign (gambar 3). Tanda tersebut diaggap menjadi hallmark diagnost
ik
HPS. Pada beberapa penelitian 70% pasien HPS mempunyai tanda olive sign (+) dan
dengan gelombang peristaltik yang meningkat. Namun sensitivitas temuan olive sig
n
pada HPS 75%-85%
2
.
2. Foto polos radiografi
Foto polos radiografi tidak mempunyai peran penting dalam penentuan
diagnosis HPS. Distensi lambung masif (diameter >7cm) dengan isi cairan
atau
udara dengan gambaran gas di intestinal minimal yang disebut sebagai single bubb
le
10
(gambar 4) umumnya mendukung diagnosis HPS. Namun temuan tersebut tidak
spesifik. Karena jika sebelum dilakukan foto polos pasien muntah, lambung tampak
tidak terlalu distensi

7
. Selain itu tampak gambaran caterpillar yang merupakan tanda
peningkatan gelombang peristaltik di gaster.
3. Pemeriksaan ultrasonografi
USG menjadi modalitas pilihan untuk diagnosis HPS. Selain sensitifitas dan
spesifitas yang tinggi, sonografi bebas dari radiasi dan dapat mengikut
i visualisasi
dari muskulus pilorus secara langsung. Pemeriksaan menggunakan transduser linear
5-7,5 MHz. Transduser sampai 10 MHz dapat digunakan tergantung ukuran bayi dan
dalamnya pilorus
1
.
Anatomi normal lambung pada pemeriksaan USG (gambar 5), pada potongan
longitudinal dengan meletakkan probe sedikit ke kanan dari midline tampak bul
ls
eye appearance dari antrum lambung yang letaknya di anterior pankreas dan v
ena
mesenterika superior. Pada potongan melintang gambaran bulls eye dari antropiloru
s
terdiri atas: a) gambaran pencil thin yang sulit diukur, dengan tepi
luar anekoik
menggambarkan adanya lingkaran normal. b) permukaan dalam yang ekogen
menggambarkan mukosa dan submukosa, dan c) pusat yang paling dalam ber
upa
anekoik (menggambaran cairan di saluran). Sken yang terbaik dan termudah untuk
mengevaluasi antropilorus normal adalah posisi longitudinal
8
.
Gambaran klasik sonografi HPS adalah lingkaran hipoekoik muskulus pilorus
yang hipertropi yang mengelilingi mukosa yang ekogen di tengahnya pada potongan
melintang dan disebut sebagai doughnut sign atau bulls eye atau target sign (gamb
ar
11
6). Muskulus biasanya tampak hipoekoik tetapi kadang-kadang membentuk pola yang
tidak seragam. Tampak muskulus lebih ekoik di banding area dekatnya namun kurang
ekoik di sisi yang lain. Hal itu disebabkan efek anisotropik yang berhubungan de
ngan
tranduser USG dan serabut silindris muskulus pilorus
7
. Pada potongan longitudinal
muskulus silindris relatif lebih hipoekoik dibanding hepar
9
. Diameter pilorus pada
potongan melintang (meliputi lumen dan kedua dinding pilorus) jarang di
ukur.
Panjang saluran pilorus (struktur ekogenik) dapat diukur namun lebih pe
ndek
dibanding panjang muskulus pilorus (struktur hipoekoik). Terdapat beberap
a
perbedaan kriteria indeks ukuran sebagai indikator HPS. Menurut Dahnert
dalam
Radiol Oncol 2001 oleh Frkovic M et al menyebutkan kriteria HPS jika
tebal
muskulus pilorus 3mm pada potongan melintang, diameter pilorus potongan
transversal 13 mm dan panjang saluran pilorus 17 mm
7

. Sedang kriteria HPS pada


USG menurut al-alawee MS et al. adalah: a) adanya penebalan muskulus pilorus pad
a
potongan melintang dan longitudinal 4-7 mm, b) adanya saluran pilorus
yang
mengalami elongasi (lebih dari 14 mm) atau disebut sebagai cervix sign (gambar 7
),
dan c) adanya obstruksi gastric outlet (misalnya saluran pilorus tidak
pernah
membuka secara normal)
7
. Batas ini lebih rendah pada bayi umur kurang dari 30 hari.
Menurut Chan et al, pada bayi kurang dari 21 hari menggunakan cut off
tebal
muskulus pylorus 3,5 mm.
Gambaran cervix sign disebabkan karena indentasi masa muskulus di antrum
yang terisi oleh cairan pada potongan longitudinal. Gambaran antral nip
ple sign
(gambar 8) yang merupakan gambaran mukosa saluran pilorus yang redundant dan
12
mengalami protusio masuk kedalam antrum lambung. Diagnosis HPS dengan USG
mempunyai spesifitas dan sensitifitas yang tinggi (96% dan 100%) serta
positive
predictive value lebih besar dari 90%
7
.
Saat relaksasi sering HPS pada bayi sulit dibedakan dengan pilorospasme
.
Pilorospasme di hipotesakan sebagai suatu stadium awal dari HPS, tetapi
hal itu
belum terbukti
9
.
4. Pemeriksaan gastrointestinal bagian atas (upper gastrointestinal/UGI)
dengan
kontras
Sebelum sonografi popular digunakan, pemeriksaan UGI dengan kontras
menjadi andalan diagnosis gangguan gastric outlet obstruction selama ber
tahuntahun. Pemeriksaan UGI dengan kontras pada HPS menunjukkan tanda tidak
langsung berupa adanya efek pilorus pada lumen. Pada kasus-kasus yang meragukan
pada pemeriksaan USG diperlukan pemeriksaan UGI dengan kontras untuk
memastikan diagnosis.
Selama pemeriksaan UGI dengan kontras lambung harus dikosongkan melalui
selang naso gastric tube (NGT) sebelum dan sesudah dilakukan pemeriksaa
n agar
tidak terjadi refluks dari isi lambung.
Kriteria primer diagnosis HPS pada pemeriksaan UGI dengan kontras adalah
adanya penyempitan saluran pilorus, elongasi saluran pilorus dengan efek
masa
pilorus ke lambung dan duodenum. Bahan kontras yang melalui saluran pi
lorus
menyebabkan lumen kanal terurai, pada beberapa kasus bahan kontras terlihat mela
lui
lebih dari satu saluran dengan lipatan mukosa, yang dikenal sebagai do
uble atau
13
triple track sign (gambar 9). Gambaran lain yang ditemukan adalah string sign ya

ng
disebabkan karena penyempitan saluran pilorus menyebabkan kontras yang l
ewat
hanya sedikit dan shoulder sign yang disebabkan karena adanya efek mas
a dari
pilorus yang mengalami hipertropi pada antrum (gambar 10,11). Gambaran teat sign
merupakan puncak dari kontras di sisi curvatura minor antrum akibat ad
anya
peristaltik sedang gambaran beak sign merupakan gambaran puncak kontras
yang
masuk ke dalam saluran pylorus yang menyempit
1,9,13
. Dasar dari bulbus terindentasi
oleh penebalan muskulus pilorus menimbulkan gambaran mushroom sign/umbrella
sign (gambar 12). Temuan tambahan yang lain adalah adanya hiperperistal
tik
lambung (caterpillar sign), volume residu lambung yang besar dan pengos
ongan
lambung yang terlambat
1
. Namun pengosongan lambung yang terlambat bukan
indikator HPS karena dapat terjadi pada kasus pylorospasme, hipotonia l
ambung,
sepsis dan ileus
7
.
H. Penatalaksanaan
1. Koreksi elektrolit dan rehidrasi
Pasien dengan HPS biasanya mengalami gangguan elektrolit. Gangguan
elektrolit ringan dapat dikoreksi dengan 0,45% salin dan 5% dextrose s
ebelum
dilakukan tidakan operasi. Gangguan elektrolit berat dikoreksi dengan 0,
9% salin
dengan bolus 10-20cc/kgBB, diikuti oleh pemberian 0,9% salin dalam 5% dextrose.
Kalium di tambahkan jika diperlukan.
14
2. Dekompresi naso gastrik
Setelah diagnosis HPS ditegakkan, semua makanan di stop dan dilakukan
aspirasi semua isi lambung melalui NGT. Biasanya isi lambung berupa su
su yang
telah menggumpal sehingga dilakukan lavage dengan saline sampai evakuasi
lambung adekuat. Setelah isi lambung kosong, NGT dikeluarkan untuk menc
egah
perburukan gangguan elektrolit karena aspirasi dari isi lambung.
3. Pembedahan
Pembedahan pada pasien HPS bukan merupakan tindakan darurat. Sehingga
diperlukan koreksi elektrolit sebelum dilakukan tindakan bedah. Kadang-ka
dang
pasien HPS mengalami jaundice akibat kegagalan sementara dari aktifitas glucoron
yl
transferase. Keadaan ini self limited setelah operasi. Standar operasi pada pasi
en HPS
adalah Ramstedt pyloromyotomy. Secara klasik operasi dilakukan dengan in
sisi di

perut kuadran kanan atas atau insisi secara melintang di daerah supra umbilikal.
Insisi
secara vertikal di buat di permukaan mid anterior muskulus superfisial dan seros
a, 12 mm dari pyloroduodenal junction sampai 0,5 cm ke antrum bagian bawah. Serabut
dibawahnya dibagi dengan diseksi tumpul dan penjepit. Dilakukan perawatan untuk
mencegah perforasi mukosa terutama di bagian bawah insisi. Tampak protusio dari
mukosa gaster mengindikasikan tanda obstruksi. Perforasi mukosa biasanya terjadi
di
duodenal end dan terindikasi dengan adanya cairan empedu. Namun ketika hal
ini
terjadi, perbaikan dilakukan dengan menggunakan sutura monofilamen absorb
able
jangka panjang dan ditempatkan melintang dan ditutup dengan omentum. Selanjutnya
udara dimasukkan melalui NGT untuk evaluasi integritas mukosa duodenal
9
.
15
I. Diagnosis banding
Diagnosis banding bayi dengan HPS adalah GERD (gastroesophageal reflux
disease), pylorospasme, atresia pylorus, stenosis duodeni, malrotasi atau
midgut
volvulus
15
.
Selama bertahun-tahun ahli radiologi menganggap pylorospasm terjadi karena
spasme cincin pilorus atau spingter pilorus. Spasme cincin (atau "sphin
cter")
menutup apertura pilorus, sehingga menunda pengosongan lambung dan
menyebabkan retensi. Dengan kata lain, jika lambung terisi penuh oleh
kontras
barium, menunjukkan pengosongan tertunda, atau kegagalan pengosongan lambung
dalam waktu tertentu (tanpa adanya lesi organik), ahli radiologi yang
lebih tua
cenderung menyebut sebagai "pylorospasm". Namun beberapa ahli menyatakan
pylorospasme merupakan kontraksi tonik dari antrum bukan hanya kontraksi
dari
spingter. Penyakit yang mendasari pylospasme dapat berupa ulkus duodenum, ulkus
lambung, gangguan nervus, atau spasme reflek akibat penyakit di organ
perut
lainnya
16
.
Atresia pilorus merupakan kasus yang jarang. Insidennya 1 per 100.000 bayi
hidup dan kir-kira 1% dari semua kasus atresia intestinal. Diagnosis suspek atre
sia
pilorus bisa didapatkan gejala muntah non bilious pada hari pertama ke
hidupan
dengan didukung adanya distensi abdomen dengan atau tanpa gangguan nafa
s.
Diagnosis dikonfirmasi dengan foto polos abdomen dan ditemukan gambaran dilatasi
gaster (single bubble appearance) namun tidak disertai adanya gambaran udara usu
s
di distal gaster. Pemeriksaaan USG tidak dapat memberikan gambaran yang
khas.
16

Namun pada USG prenatal didapatkan


polihidramnion
17
.
Stenosis duodeni adalah penyempitan
abnormal menyebabkan obstruksi yang
a
duodeni yang menyebabkan obstruksi

gambaran distensi gaster dengan

atau striktura lumen duodenum yang


tidak lengkap. Berbeda dengan atresi
lengkap. Stenosis dan atresia duodeni

umumnya terdapat pada bagian pertama dan kedua duodenum, terutama di d


aerah
sekitar papilla vateri. Saluran empedu utama dapat berhubungan dengan m
ukosa
intraluminal web. Bila lumen sangat kecil, gejala menyerupai atresia. B
ila lumen
agak longgar, gejala muncul saat berumur beberapa bulan/tahun. Manifesta
sinya
berupa muntah bilious dan non bilious.
Malformasi atau midgut volvulus merupakan suatu kondisi usus menjadi
terpelintir yang disebabkan karena malrotasi selama masa perkembangan ja
nin.
Malrotasi usus terjadi ketika sekuen embriologi normal saat perkembangan
dan
fiksasi usus terganggu atau terputus. Usus yang mengalami malrotasi rentan terh
adap
puntiran, dan dapat menyebabkan midgut volvulus. Pada neonatus, malrotasi dengan
midgut volvulus mempunyai tanda khas berupa muntah empedu dengan tanda
radiografi menunjukkan adanya obstruksi usus letak tinggi dan gambaran
double
bubble.
J. Prognosis
Sebagian besar bayi membaik setelah operasi dan tidak memerlukan tambahan
intervensi medis lebih jauh. Setelah pembedahan pyloromyotomy muskulus pilorus
menjadi ke ukuran normal dan ketika dilihat selama operasi hanya tampak garis ha
lus
17
diatas pilorus di sisi myotomy
9
. Namun, beberapa kasus pilorus bisa tetap menebal
setelah pembedahan dan bisa sampai 5 bulan untuk kembali ke ketebalan
normal.
Pada minggu pertama setelah operasi, ketebalan muskulus bisa sama atau
bahkan
lebih tebal dari sebelum operasi dan secara bertahap dapat kembali normal. Bagia
n
anterior muskulus cenderung untuk normal lebih dahulu, dan biasanya berkurang 3
mm selama 3 bulan. Bagian posterior merupakan bagian yang terakhir untuk menjadi
normal, biasanya terjadi setelah 5 bulan
14
.
Pyloromyotomy inkomplet dapat terjadi namun
paska operasi. Pencitraan paska operasi
dan tidak
membantu. Namun jika terjadi obstruksi
lukan
pyloromyotomy ulang. Mortalitas jarang, dan
ena

sulit dinilai selama fase awal


biasanya sulit di interpretasi
gatric outlet komplet maka diper
jika terjadi biasanya disebabkan kar

kurangnya cairan dan elektrolit pada pasien


9
.

18
BAB III
LAPORAN KASUS
Dilaporkan sebuah kasus bayi laki-laki usia 21 hari datang ke RS Sa
rdjito
dengan keluhan muntah menyemprot. Pasien merupakan rujukan dari spesialis anak
dengan diagnosis piloris spasme. Dua puluh satu hari sebelum masuk rumah sakit,
lahir bayi laki-laki dari seorang ibu umur 21 tahun P1A0 dengan umur kehamilan 4
0
minggu 5 hari di puskesmas ditolong bidan. Bayi lahir spontan dan lan
gsung
menangis, AS tidak diketahui, berat badan 3000 gram, mekonium keluar <24 jam.
Pada usia 13 hari (7 HSMRS) saat anak menetek anak muntah 4-5 kali,
muntah
langsung dan menyemprot. Pasien dibawa ke puskesmas dan dirujuk ke RS W. Di RS
W pasien di rawat selama 5 hari dengan diagnosis dehidrasi. Pasien diterapi deng
an
infus. Tak tampak perbaikan pada pasien dan pasien pulang paksa. Pada usia 20 ha
ri
(1 HSMRS) pasien masih muntah dan pasien di bawa ke spesialis anak, dikatakan
pasien mengalami kelainan usus.
Pada HMRS (tanggal 10-1-2013) keluhan menetap, muntah proyekti 3x/10
jam, tiap kali muntah 10-20 cc, isi muntah sesuai yang diminum (ASI), tak tampak
warna kehijauan. Pasien di bawa ke RSI dan di rujuk ke RSS. Pada saat masuk pasi
en
tampak kehausan, kompos mentis, gerakan kurang aktif, nangis masih kuat
. Suhu
tubuh pasien 35,9 derajat celsius, nadi=135 x /m, respirasi =45 x /m. Tampak mat
a
cowong, tak teraba pembesaran limfonodi pada leher. Pemeriksaan palpasi tampak
perut distensi di epigastrium, peristaltik (+) normal, olive sign (+),
pada perkusi
19
terdengar timpani. Pemeriksaan ekstremitas akral masih hangat, turgor kul
it turun.
Pada RT: TMSA dalam batas normal, mukosa licin.
Pemeriksaan laboratorium tanggal 10-1-2013 hasil: Hb=19,7; AT=63.000;
AL=10,7; albumin=4,4; GDS=47; Na=174, K=3,0; Cl=10. Pemeriksaan laboratorium
ke 2 tanggal 16-1-2013 hasil: Hb: 13; AT=99.000; AL=12.900; Alb=2,5; GDS=65;
Na=139; K=3,26; Cl=10,1.
Pada hari yang sama (tanggal 10-1-2013) dilakukan pemeriksaan foto polos

babygram dengan hasil thorax: pulmo dan besar jantung dalam batas norm
al,
abdomen: tampak distensi gaster dengan gambaran udara usus minimal didistal dari
gaster, single bubble appearance (+) menyokong gambaran HPS, saran USG
abdomen. Dilakukan pemeriksaan USG pada hari yang sama hasil: pada gas
ter
tampak tebal dinding muskulus pylorus 4,7 cm dan panjang 19 cm. Pemer
iksaan
organ lain VF, lien, ren bilateral, dan vesica urinaria dalam batas n
ormal. Kesan:
mengarah gambaran HPS.
Dari pemeriksaan fisik, laboratorium, foto babygram dan USG sesuai
gambaran HPS. Pasien di diagnosis sebagai gastric outlet obstruction su
spek HPS
dengan dehidrasi tak berat. Pasien direncanakan dilakukan operasi Ramste
dt
pyloromyotomy. Pasien menjalani operasi Ramstedt pyloromyotomy pada tangg
al
16-1-2013. Diagnosis paska operasi HPS. Paska operasi albumin dan angka trombosi
t
turun dengan suhu tubuh berubah-ubah disertai intoleransi makananan, takipnea da
n
ikterik. Tanggal 25 pasien membaik dan dipulangkan.
20
BAB IV
PEMBAHASAN
Hipertrophic pyloric stenosis merupakan kondisi tersering pada bayi ya
ng
memerlukan pembedahan pada awal awal bulan kehidupan. HPS
mempunyai
karakter adanya penebalan muskulus dan kegagalan saluran pilorus relaksa
si
menyebabkan obstruksi gastric outlet, disertai adanya elongasi saluran dan peneb
alan
mukosa. Diagnosis HPS ditegakkan berdasarkan pemeriksaan fisik, pemeriksa
an
radiologis berupa foto polos radiografi, UGI dengan kontras, dan pemeriksaan USG
.
Tanda khas HPS pada pemeriksaan fisik dengan ditemukan olive sign di
kuadran
kanan atas. Pada foto polos tampak gambaran single bubble dengan udara
usus
minimal di distal gaster. Pada pemeriksaan UGI dengan kontras tampak gambaran
double atau triple track sign, string sign, shoulder sign, beak sign, pyloric
teat sign,
mushroom sign, caterpillar sign, volume residu lambung yang besar dan
pengosongan lambung yang terlambat.
Sedang pada USG ditemukan gambaran doughnut sign atau bulls eye atau
target sign pada potongan melintang dan gambaran cervix sign dan antral nipple s
ign
pada potongan longitudinal. Cut off ketebalan muskulus pilorus bervarias
i
berdasarkan penelitian dari tahun ke tahun. Menurut Bruyn dalam buku paediatri
c
ultrasound pada tahun 1988 cut off diagnosis HPS jika tebal muskulus pilorus 4,8 0
,6
mm dan panjang saluran 21 3mm. Pada tahun 1994 jika tebal muskulus pilorus 44,4 mm dan panjang saluran 11-15mm, sedang tahun 1998, jika tebal mus

kulus
21
pilorus >3 mm dan panjang saluran >15mm, diameter pylorus >11 mm dan volume
pilorus >12 ml.
USG merupakan modalitas diagnostik yang lebih disukai dan merupakan
teknik yang non invasif. Namun diperlukan penelitian yang sistematik dan dinamik
serta perlu memperhatikan kesulitan teknis dan cara mengatasinya.
Pada saat pemeriksaan USG pada bayi curiga HPS, jika memungkinkan
seharusnya tidak diberi makan selama setidaknya 3 jam. Lambung dibuat
distensi
dengan memberikan cairan bening sehingga dapat memberikan efek acoustic shadow
melalui pilorus dan organ disekitarnya dapat divisualisasikan lebih muda
h. Bayi
diberikan cairan
air glukosa dan di masukkan melalui tabung nasogastr
ik. Pasien
ditempatkan terlentang dan dilakukan sken dengan meletakkan transduser ke kanan
dari midline dan dengan arah transduser secara transversal maupun longitudinal d
ari
pilorus. Cara terbaik dan lebih mudah untuk mengevaluasi pilorus baik lapisan ot
ot
maupun tebal otot serta aktifitas peristaltik lambung dengan potongan longitudin
al.
Penggunaan anestesi pada bayi tidak diperlukan. Hal-hal yang perlu dini
lai pada
pemeriksaan USG pada pasien curiga HPS adalah panjang saluan pilorus, ketebalan
dan diameter muskulus
8
. Namun pada beberapa penelitian diameter muskulus tidak
diukur.
Kesulitan yang paling sering pada pemeriksaan USG adalah lambung yang
terisi udara sehingga penebalan muskulus pilorus tidak dapat terlihat d
engan baik.
Cara yang paling mudah untuk mencegahnya adalah dengan menempatkan bayi pada
22
posisi oblik dengan sisi kanan di bawah. Posisi ini akan menyebabkan cairan meng
isi
antrum. Lambung yang terisi susu juga dapat menimbulkan suatu artefak.
Cara
mengatasinya dengan memberikan bayi air atau bahkan menempatkan NGT dan
mengosongkan lambung dan kemudian diisi dengan air. Lambung yang terlal
u
distensi menyebabkan pilorus tergeser ke bagian distal sehingga sulit di visuali
sasi.
Pada situasi ini bayi dipindahkan pada posisi oblik dengan sisi kiri di bawah se
hingga
membantu pilorus pindah ke posisi lebih anterior. Perlu diingat bahwa pilorus ya
ng
normal sulit di visualisasi dibanding pilorus yang mengalami hipertropi
14
.
Pada pasien ini pada pemeriksan fisik palpasi ditemukan olive sign (+)
.
Namun klinisi ingin memastikan diagnosis mereka dengan meminta pemeriksa
an
radiologi berupa foto polos babygram dan USG. Pada foto polos babygram

ditemukan gambaran single bubble (+), yang merupakan tanda HPS, meskipun bukan
tanda khas, karena gambaran tersebut dapat juga terjadi pada pylorospasme, hipot
onia
lambung, sepsis dan ileus. Saat pemeriksaan USG, awalnya tampak gambaran udara
dalam lambung yang prominen sehingga kesulitan dalam visualisasi lambung, piloru
s
bahkan organ disekitarnya. Kemudian pasien diminta untuk dipasang NGT dan diisi
dengan air. Beberapa saat kemudian pasien di USG ulang. Didapatkan hasil adanya
hipertropi muskulus pilorus dengan tebal 4,7 mm dan panjang elongasi dari muskul
us
pilorus (cervix sign) 19 mm. Pada pasien juga tampak obstruksi gastric outlet (p
ilorus
tidak dapat membuka secara normal). Pasien tidak diminta pemeriksaan UGI dengan
23
kontras karena tidak ada keraguan terhadap diagnosis HPS baik dari pem
eriksaan
fisik, radiografi polos (babygram) maupun USG.
Persamaan HPS dengan pylorospasme yaitu adanya distensi lambung yang
diakibatkan karena pengosongan lambung yang terlambat. Sedangkan yang
membedakan, pada pylorospasme biasanya disertai dengan penyakit yang lai
n
misalnya penyakit pada kandung empedu dan appendiks. Untuk diagnosis lebih lanju
t
di lakukan pemeriksaan USG. Berdasar penelitian oleh Hernanz-Schulman da
lam
jurnal ultrasound medical oleh Cohen et al menyebutkan pilorospasme mem
iliki
keterlambatan pengosongan lambung dan panjang pylorus antara 10 dan 14 mm (tapi
tidak lebih besar dari 14 mm) dan tebal muskulus pylorus antara 1,3-2,7 mm. Pada
pilolorospasme terdapat ukuran yang bervariasi pada beberapa seri pencitraan.
HPS dibedakan dengan atresia pilorus berdasar klinis dan gambaran foto
polos abdomen. Pada atresia pilorus terjadi muntah non bilious pada awal kehidup
an.
Foto polos abdomen didapatkan gambaran single bubble tanpa disertai adanya udar
a
usus di distal dari gaster.
Stenosis duodeni dibedakan dengan HPS berdasar anamnesa. Pada stenosis
duodeni muntah bisa bilous maupun non bilous. Pada foto polos abdomen ditemukan
gambaran double bubble. Seperti halnya stenosis duodeni, malrotasi atau
midgut
volvulus, dibedakan dari HPS dari anamnesis pada midgut volvulus gejalanya berup
a
muntah billous. Pada pemeriksaan radiografi polos tampak gambaran double bubble.
24
Namun pada pemeriksaan USG baik stenosis duodeni dan midgut volvulus t
ak
tampak adanya penebalan muskulus pilorus. Pada midgut volvulus tampak gambaran
whirlpool sign dan pada pemeriksaan dengan kontras tampak gambaran twis
ted
ribbon sign.

25
KESIMPULAN
Dilaporkan kasus bayi umur 21 hari dengan keluhan muntah proyektil dengan
dehidrasi tak berat. Gejala pada pasien muntah menyemprot sejak umur 13 hari dan
didiagnosis HPS setelah umur 21 hari. Penegakan diagnosis HPS berdasark
an
pemeriksaan fisik ditemukan olive sign (+) dan peristaltik meningkat, s
erta tanda
dehidrasi tak berat dengan hipokalemia. Pada pemeriksaan penunjang foto babygram
ditemukan adanya distensi gaster masif dengan single bubble appearance
(+).
Gambaran tersebut dapat menyokong gambaran HPS. Pada pemeriksaan USG
ditemukan doughnut sign dan cervix sign dengan tebal muskulus pilorus ukuran 4
,7
mm dan panjang pilorus 19 mm. Pemeriksaan tersebut sesuai dengan gamba
ran
hypertrophic pyloric stenosis, dengan cut off nilai normal tebal muskulus piloru
s <3
mm dan panjang saluran pilorus <15 mm.
Dari pemeriksaan fisik dan pemeriksaan penunjang radiologis (foto polos dan
USG) mendukung diagnosis HPS. Tindakan yang dilakukan ramstedt
pyloromyotomy dengan diagnosis post pyloromyotomy adalah hypertrophic pyloric
stenosis.

26
LAMPIRAN
DAFTAR GAMBAR

Gambar 2. Diagram empat daerah anatomi dan tiga daerah


histologik lambung.
Ketebalan gaster (merah) dan bagian kelenjar berbeda pada
berbagai daerah di lambung. Warna pada kelenjar sesuai
dengan warna daerah anatomik lambung. Histologi kelenjar
dibedakan atas warna merah muda, hijau, dan biru
Gambar 1
Gambar 2
27

Gambar 3
Gambar 3. Olive sign dengan gelombang peristaltik
http://www.nejm.org/doi/full/10.1056/NEJMicm1214572
Gambar 4
Gambar 4. Distensi gaster massif (single bubble)
dengan gambaran udara usus minimal didistal)
emedicine.medscape.com
Gambar 5a
Gambar 5. Anatomi normal antral gaster.
A dan C: diagram yang menunjukkan ilustrasi sonografi
di B dan D. B merupakan potongan transversal/
melintang
dan D adalah potongan longitudinal. (M)
permukaan muskulus, (Mu) adalah sub mukosa dan (F)
adalah cairan di dalam saluran, cairan didalam
duodenum (D)
(THE IRAQI POSTEGRADUATE MEDICAL
JOURNAL)
28

Gambar 6
Gambar 6. Pilorus menunjukkan target sign atau
doughnut sign pada HPS.
Tanda ini
merepresentasikan mukosa yang ekogenik dalam
pylorus yang dikelilingi penebalan dinding muskulus
yang hipoekoik.
http://www.ultrasound-images.com/git.htm
Gambar 7
Gambar 7. Cervix sign pada HPS
Menggambarkan indentasi pylorus masuk ke antrum yang
terisi cairan
http://radiopaedia.org/articles/pyloric_stenosis
Gambar 5b
Gambar 5b. HPS. A dan C merupakan
diagram yang merepresentasikan B dan D. B
potongan transversal dan D potongan
longitudinal. M adalah mukosa, Mu adalah
sub mukosa. GB = gall bladder, P=saluran
pylorus , S =stomach
29

Gambar 8
Gambar 8. Antral nipple sign pada HPS
Menunjukkan adanya redundant mukosa pyloric yang
mengalami protusio masuk ke antrum gaster.
http://radiopaedia.org/articles/pyloric_stenosis
Gambar 9
Gambar 9. Double track sign pada HPS
Gambar 10. Penyempitan pylorus (panah)
dengan shoulder sign prominen (kepala panah
tertutup) dan pengosongan lambung yang

terlambat pada pasien1 bulan dgn stenosis


pylorus.
Pediatr Surg Int (1990)
Gambar 10
30

Gambar 13 (gambar kasus)


Gambar 11. Pemeriksaan UGI menunjukkan adanya obstruksi
pylorus dengan string sign . Temuan ini konsisten dengan stenosis
pylorus.
http://www.med.cmu.ac.th/dept/pediatrics/06-interest-cases/ic-53/vomiting.html
Gambar 11
Gambar 12
Gambar 12. Mushroom sign /umbrella sign pada
stenosis pylorus
http://med.brown.edu/pedisurg/Brown/IBImages/Stomach/Pylo
ricStenosisUmbrellaSign.html
Gambar 13 (kasus)
Foto baby gram tanggal 10-1-2013
Foto babygram, AP view, asimetris, kondisi cukup,hasil :
Thorax:
- pengembangan kedua paru cukup
- Tak tampak gambaran reticulogranuler di kedua pulmo
- Tak tampak penebalan pleural space
- Kedua diaphragm intak
- Cor, konfigurasi normal
Abdomen :
- Tampak distensi abdomen
- Preperitoneal fat line relative tegas
- Tampak distensi gaster dengan gambaran udara usus minimal
didistal gaster, single bubble (+)
- Konfigurasi hepar normal
- Sistema tulang yang tervisualisasi intak
Kesan :
- Thorax : pulmo dan besar cor dalam batas normal
- Abdomen: menyokong gambaran HPS
31

Gambar 14 (kasus)

Gambar 14.Expertise USG


Dilakukan USG dengan klinis HPS, hasil :
Hepar : ukuran dan echostruktur normal, permukaan licin, sistema bilier dan vask
uler intrahepatal tak
prominen, tak tampak massa
Lien, pankreas, ren dextra et sinistra dalam batas normal
Gaster : tampak gambaran pylorus dengan target sign (+) tebal dinding 4,7 mm dan
cervix sign (+)
panjang saluran pylorus 19 mm
Kesan : mengarah gambaran HPS
32
DAFTAR PUSTAKA
1. Croteau L, Arkovitz M, Berlin R, Josephs M, Kotagal U, Reeves S,
et al.
Hypertrophic pyloric stenosis: evidence based clinical practice guideline for
hypertrophic pyloric stenosis. Childrens Hospital Medical Center Cincinnati.
2007. Available from http://www.cincinnatichildrens.org/svc/alpha/h/healthpolicy/ev-based/ default.htm
2. Katami A, Ghoroubi G, Imanzadeh F, Attaran M, Mehrafarin M, Sohrabi MR.
Olive palpation, sonography and barium study in the diagnosis of
hypertrophic pyloric stenosis: decline in physicians art barium. Iran J Radiol
2009; 6(2): 87-90
3. Godbole P, Sprigg A, Dickson J AS, Lin PC. Ultrasound compared wit
h
clinical examination in infantile hypertrophic pyloric stenosis. Arch Dis Child
1996; 75: 335-37
4. Aspelund G, Jacob C, Langer. Current management of hypertrophic pyloric
stenosis. Seminars in pediatric surgery. 2007; 16: 27-33
5. Anonim. Wikipedia: The free encyclopedia. Available from http://en.
wikipedia org/wiki/ Hypertrophic pyloric stenosis. Di download pada tanggal
This 15 December 2013
6. Anonim. Abdomen. Bagian anatomi embriologi dan antropologi FK UGM
Yogyakarta. 1997
7. Frkovi M, Kuhar MA, Perho E, Babi VB, Molnar M, Vukovi J. Diagnostic
imaging of hypertrophic pyloric stenosis (HPS). Radiol Oncol. 2001; 35(1):
11-6
8. Al-alawee MS, Zangana AF, Almishhadany SS. The role of ultrasonography
in infantile hypertrophied pyloric stenosis. The iraqi postgraduate medi
cal
journal. 2006; 5(1): 1-6
9. Chirdan LB, Ameh EA, Thomas AH. Infantile hypertrophic pyloric stenosis. J
Pediatr Surg; 2008: 43: 1227-29
33
10. Ohshiro K, Puri P. Pathogenesis of infantile hypertrophic pyloric s
tenosis:
recent progress. Pediatr Surg Int. April, 1998; 13(4): 243-52
11. Rogers IM. New insights on the pathogenesis of pyloric stenosis of infancy:
A
review with emphasis on the hyperacidity theory. Open Journal of Pediatrics
2. 2012; 97-105
12. Mulholland MW, Lillemoe KD, Doherty GM, Maier RV, Simeone DM,
Upchurch R. Greenfields surgery: scientific principles and practice, 5
th
edition. Lippincott Williams & Wilkins. 2010
13. Schulman MH, Lowe LH, Neblett WW, Polk DB, Perez R, Scherker LE, et al.

In vivo visualizations: is there an etiologic role?. American Journal


Radiology. October, 2001; 177: 843-48
14. Dias SC, Swinson S, Torrao H, Goncalves L, Kurochka S, Vaz CP, e
t al.
Hypertrophic pyloric stenosis: tip and trick for ultrasound diagnosis. Insight
imaging. 2012; 3: 247-50
15. Humphries J A, Steele A. Diagnosing infantile hypertrophic ploric st
enosis.
Clinical review. 2012; 22(9): 10, 12-15
16. Keet AD. Pylorospasm: The pyloric sphincteric cylinder in health and disease
.
1998; 20; 89. Available from http://med.plig.org/19/88.html
17. Heinen F, Elias D, Pietrani M, Verdaguer P. Pyloric atresia. August
, 2000.
Available from www.thefetus.net

Anda mungkin juga menyukai