Anda di halaman 1dari 7

Complicated Aktinomisetoma pada Toraks, Abdomen dan Kaki: Laporan Kasus Jarang

Misetoma merupakan penyakit infeksi granulomatosa kronis pada kulit, subkutis,


fasia dan tulang yang dapat disebabkan oleh bakteri (aktinomisetoma) atau jamur
(eumisetoma). Misetoma dapat ditemukan hampir di seluruh belahan dunia. Daerah endemis
misetoma adalah daerah tropis dan subtropis yang terletak di antara 30 0LU dan 150LS atau
dikenal sebagai mycetoma belt dengan karakteristik panas, kering, dan curah hujan yang
rendah. Misetoma ditetapkan sebagai penyakit tropis yang terabaikan oleh World Health
Organization. Secara epidemiologi, 60% kasus misetoma di dunia adalah aktinomisetoma
dan 40% kasus eumisetoma. Misetoma umumnya ditemukan pada orang dewasa rentang usia
20-40 tahun dan lebih sering terjadi pada laki-laki dibandingkan perempuan dengan rasio 3:1.

Agen penyebab aktinomisetoma paling sering adalah Nocardia sp., Streptomyces sp,
dan Actinomadura sp. Sementara penyebab eumisetoma adalah Madurella sp., Fusarium sp.,
Leptosphaeria sp., dan Acremonium sp. Organisme biasanya tertanam secara subkutan
setelah adanya cedera penetrasi. Misetoma bersifat lokalisata dengan gambaran klinis kulit
dan jaringan subkutis berupa papul dan nodus yang tidak nyeri. Selanjutnya terjadi
pembengkakan, abses, sinus, fistel multiple, serta keluar granul. Warna granul membantu
menentukan penyebabnya, yaitu granul hitam pada eumisetoma, granul merah dan kuning
pada aktinomisetoma, Penyakit ini paling sering terjadi pada ekstremitas bawah, terutama
kaki. Untuk menegakkan diagnosis aktinomisetoma, diperlukan beberapa pemeriksaan
penunjang. Temuan mycetoma grain merupakan kunci untuk menegakkan diagnosis,
biasanya didapat dari bukaan saluran sinus. Pemeriksaan lain seperti dermoskopi, sitologi
menggunakan Fine Needle Aspiration Cytology (FNAC), histopatologi untuk melihat 3 tipe
reaksi pejamu, kultur, imaging (radiologi, ultrasonografi, CT scan, dan MRI), tes kulit
intradermal, serologis dengan Enzym Linked Immunosorbent Assay (ELISA), dan
pemeriksaan molekular dengan teknik Polymerase Chain Reaction (PCR) dapat dilakukan
pada penyakit tersebut. Terapi utama aktinomisetoma adalah kotrimoksasol dengan
tingkat keberhasilan terapi sekitar 60%. Secara umum, aktinomisetoma respon terhadap
antibiotik seperti kombinasi dapson dengan streptomisin atau sulfametoksazol-trimetoprim
plus rifampisin atau streptomisin. Amikacin, moxifloxacin, atau imipenem juga dapat
digunakan pada infeksi Nocardia. Pilihan terapi tersebut dapat digunakan pada
uncomplicated dan complicated aktinomisetoma.
Laporan Kasus

Pasien perempuan seorang ibu rumah tangga berumur 43 tahun berasal dari Siak
berobat ke RSUD Arifin Achmad Pekanbaru datang dengan keluhan lemas diakibatkan oleh
kadar gula darah yang rendah. Setelah ditatalaksana oleh dokter spesialis penyakit dalam,
pasien dikonsulkan ke dokter spesialis kulit dan kelamin dengan keluhan muncul kudis di
lipatan lengan, dada, perut, dada dan kaki pasien yang tidak kunjung sembuh sejak 1 tahun
SMRS. 5 tahun yang lalu, pasien menderita radang payudara kanan, setelah dilakukan
pemeriksaan lebih lanjut didapatkan penyebabnya adalah TB. Kemudian pasien diberikan
pengobatan TB hingga dinyatakan sembuh. 2 tahun yang lalu, TB pasien kambuh kembali
dan kembali dilakukan pengobatan OAT hingga sekarang. 1 tahun SMRS, muncul kudis
disekitar payudara pasien. Luka berbenjol-benjol, tidak nyeri namun terkadang mengeluarkan
cairan nanah dan kadang cairan jernih atau sedikit darah. Pasien tidak ada berobat ke dokter,
hanya mengoleskan salap yang dibeli sendiri di apotik, namun kudis tidak kunjung sembuh
dan menyebar keseluruh tubuh pasien. 3 bulan yang lalu, pasien mengeluhkan muncul kudis
di kedua kakinya. Kaki yang terkena kudis, terasa bengkak sehingga pasien sulit untuk
berjalan. Keluhan demam, mual dan muntah disangkal.

Pada riwayat penyakit dahulu dan penyakit keluarga tidak didapatkan mempunyai
keluhan yang sama dengan pasien, serta tidak ada riwayat alergi obat dan makanan. Pasien
diketahui menderita diabetes mellitus sejak 10 tahun yang lalu. Pada pemeriksaan fisik pasien
menunjukkan keadaan umum tampak sakit sedang, kesadaran compesmentis dan keadaan gizi
obesitas tipe 2. Pada pemeriksaan fisik umum, didapatkan konjungtiva anemis, pemeriksaan
paru dalam batas normal dan pemeriksaan jantung didapatkan batas jantung melebar namun
tidak ada murmur dan gallop. Pada pemeriksaan ekstremitas dalam batas normal dan tidak
ada pitting edema serta tidak ada pembesaran kelenjar getah bening.

Pada pemeriksaan dermatologis regio torakal anterior dan abdomen serta region
axilaris dextra dan sinistra tampak lesi polimorf berupa pustul dan papul multiple, berukuran
milier hingga lenticular, difus disertai dengan erosi, eskoriasi dan krusta berwarna kehijauan.
Pada regio malleolus lateral dextra tampak plak hiperpgimentasi multiple, berukuran
nummular, disertai dengan ulkus, sirkumskrip dengan skuama dan krusta. Pada regio
malleolus lateral sinistra dan cruris posterior 1/3 distal sinistra tampak plak hiperpigmentasi
multiple, berukuran nummular, disertai dengan ulkus, sirkumskrip dengan krusta.
Berdasarkan anamnesis dan pemeriksaan fisik didapatkan diagnosis banding adalah
eumisetoma dan actinemisetoma. Pada pemeriksaan laboratorium darah didapatkan anemia
sedang (hb 7,9 g/dl) dan neurtofil yang tinggi (86,1 %). Pada pemeriksaan kerokan kulit
dengan pewarnaan ziehl nelsen didapatkan hasil negatif dan ketika di kultur didapatkan hasil
negatif. Pemeriksaan Gen xpert didapatkan hasil negatif. Pada pasien dilakukan tindakan
biopsi dengan pengambilan sampel yaitu lesi di dada (papul dan pustulasi) dan kaki (plak
hiperkeratotik), didapatkan hasil (1) Jaringan kulit, pada dermis bawah tampak granuloma
terdiri dari histiosit epiteloid, limfosit dan netrofil padat, tampak beberapa sel datia berinti
banyak. tidak tampak tanda keganasan. (2) jaringa kulit dengan sel epitel umumnya
mengalami akantosis dan dysplasia ringan-sedang, tampak granuloma terdiri dari histiosit
epiteloid, limfosit dan netrofil padat, tampak beberapa sel datia berinti banyak. tidak tampak
keganasan. Kesimpulan pada histopatologis sediaan ini yaitu radang granulomatosa
supurativa dengan sel epitel dysplasia ringan-sedang, condong infeksi jamur dd TB kutan.

Pasien dilakukan terapi dengan injeksi fluconazole 1x2mg/ml dan injeksi ampicillin
sulbactam 4x1,5 gr. Pada saat dilakukan evaluasi di bangsal dokter penyakit dalam
melakukan pemeriksaan TORCH dengan hasil igG anti rubella (+) dan igG anti CMV (+)
serta pada rontgen thorax didapatkan edema pulmonum dan infiltrate di pericardial dextra.
Pada saat pasien dirawat mengalami perburukan yaitu hiperpireksia dan takipnoe hingga
pasien meninggal. Dokter penyakit dalam menyatakan pasien meninggal dikarenakan
pneumonia.

Diskusi

Misetoma merupakan kasus yang jarang terjadi yang dapat disebabkan oleh jamur
(eumisetoma) maupun bakteri (aktinomisetoma). Berdasarkan anamnesis pada kasus ini
didapatkan adanya riwayat trauma pada kaki pasien karena jarang menggunakan alas kaki
ketika bekerja sehingga sering terkena trauma ringan seperti lecet atau tertusuk duri sawit.
Sekitar 1 tahun yang lalu muncul kudis pada kaki yang kemudian juga muncul di dada pasien.
Aktinomisetoma umumnya lebih banyak terjadi pada laki-laki dibandingkan perempuan
dengan rentang usia 40-50 tahun serta lebih banyak ditemukan pada pekerja perkebunan
karena risiko terjadinya trauma lebih besar. Meskipun kasus yang dilaporkan ini seorang
perempuan berusia 43 tahun tetapi pekerjaan sehari-harinya sebagai petani yang bekerja di
perkebunan.
Pada pemeriksaan dermatologis kasus ini didapatkan regio torakal anterior dan
abdomen serta region axilaris dextra dan sinistra tampak lesi polimorf berupa pustul dan
papul multiple, berukuran milier hingga lenticular, difus disertai dengan erosi, eskoriasi dan
krusta berwarna kehijauan. Pada regio malleolus lateral dextra tampak plak hiperpigimentasi
multiple, berukuran nummular, disertai dengan ulkus, sirkumskrip dengan skuama dan krusta.
Pada regio malleolus lateral sinistra dan cruris posterior 1/3 distal sinistra tampak plak
hiperpigmentasi multiple, berukuran nummular, disertai dengan ulkus, sirkumskrip dengan
krusta.

Pada aktinomisetoma, kelainan umumnya dapat ditemui di kaki, tungkai bawah atau
tangan. Pada badan dan kepala juga dapat ditemukan walaupun jarang. Lesi awal berbentuk
nodul keras, tidak nyeri, perlahan membesar membentuk massa subkutan seperti tumor yang
disebut tumefaction yang diikuti papul serta pustul di atasnya yang pecah membentuk sinus
dan fistul mengeluarkan eksudat serosanguinous atau seropurulen. Eksudat keluar spontan
atau dengan ditekan dan berisi granul. Perluasan dapat terjadi ke otot, tendon, tulang dan
sendi di bawahnya menimbulkan periostitis, osteomielitis, dan artritis yang dapat
menyebabkan deformitas. Kulit sekitar biasanya hiperpigmentasi. Aktinomisetoma juga lebih
bersifat agresif dan destruktif karena pembesaran ekstremitas, deformitas sendi dan nyeri
pada infeksi stadium lanjut dapat menyebabkan disabilitas. Hal ini tampak pada kaki pasien
yang terdapat lesi menyebabkan pasien susah untuk berjalan.

A B

C D
Gambar A, C, dan D Lesi pasien ketika awal datang. B. Lesi setelah pasien
ditatalaksana

Diabetes mellitus yang dimiliki pasien dapat meningkatkan resiko terkena


aktinomisetoma. Pada penelitian yang dilakukan oleh Wang dkk (2019), sekitar 83,3% pasien
aktinomisetoma adalah immunokompeten dengan 3 kasus terdapat diabetes mellitus.

Pada kasus, diagnosis banding berdasarkan anamnesis dan pemeriksaan fisik antara
lain aktinomisetoma, eumisetoma, dan tuberculosis kutis. Dengan demikian, perlu dilakukan
pemeriksaan penunjang untuk membantu menegakkan diagnosis kerja aktinomisetoma.
Pemeriksaan penunjang itu meliputi pemeriksaan mikroskopis langsung terhadap discharge,
pemeriksaan histopatologis jaringan biopsi, kultur discharge dan jaringan, pemeriksaan
sitologis aspirasi jarum halus, imunodiagnosis, serodiagnosis, dan metode molekuler. Pada
kasus yang lanjut pemeriksaan pencitraan seperti radiologis X-ray dan ultrasonografi dapat
membantu membedakan antara aktinomisetoma dan eumisetoma. Pemeriksaan pencitraan
seperti X-ray dan CT-scan juga dapat digunakan untuk mengidentifikasi radikalitas penyakit
terhadap jaringan atau organ sekitarnya.

Pemeriksaan mikologi dan bakteriologi sangat penting untuk diagnosis yang benar.
Granul yang ditemukan bervariasi dalam ukuran, warna dan tekstur. Pada pemeriksaan
langsung, granul digunakan untuk pemeriksaan cepat namun sementara dari agen penyebab.
Lebih dari 30 spesies telah diidentifikasi sebagai agen penyebab mycetoma, tetapi granul dari
banyak agen ini memiliki karakteristik morfologi yang tumpang tindih, oleh karena itu, kultur
diperlukan untuk mengidentifikasi agen penyebab dengan benar.

Identifikasi grain organisme penyebab dari discharge dapat dilakukan melalui


pemeriksan mikroskopis KOH 10-20% atau NaCl 0,9% dengan menilai bentuk, ukuran, dan
warna grain. Pada kasus ditemukan discharge minimal dan dengan mata telanjang tidak
terlihat grain. Pemeriksaan mikroskopis discharge dengan KOH 20% tidak ditemukan grain
dan dengan pengecatan Gram ditemukan beberapa bakteri batang Gram positif dan leukosit
PMN. Kultur dari discharge dengan media Loweinstein Jansen didapatkan pertumbuhan
koloni putih-kuning, dan pemeriksaan pengecatan Ziehl-Neelsen (ZN) dari koloni tersebut
tidak ditemukan bakteri tahan asam (BTA). Pemeriksaan tersebut diperkuat dengan hasil
GenXpert MTB-RIF Assay G4 dengan hasil not detected.

Pemeriksaan histopatologi pada aktinomisetoma dilakukan dengan biopsi plong. Pada


pewarnaan Hematoksilin Eosin dapat melihat 3 reaksi pejamu. Pada kasus, secara
makroskopik diambil lesi pada 2 lokasi. Lesi pertama di dada berupa papul dengan pustulasi,
dan yang kedua di kaki berupa plak hiperkeratotik. Secara mikroskopik, lesi pertama
menunjukkan jaringan kulit, pada dermis bawah tampak granuloma terdiri dari histiosit
epiteloid, limfosit, dan neutrofil padat, tampak beberapa sel datia berinti banyak. Pada lesi
kedua tampak jaringan kulit dengan sel epitel umumnya mengalami akantosis dan dysplasia
ringan sampai sedang, tampak granuloma terdiri dari histiosit epiteloid, limfosit, dan neutrofil
padat, tampak beberapa sel datia berinti banyak. Tidak tampak tanda ganas pada kedua
sediaan tersebut.

Setelah didapatkan hasil pemeriksaan HE, dianjurkan untuk dilakukan pemeriksaan


dengan pewarnaan PAS. Pemeriksaan jamur dengan pewarnaan Periodic Acid Schiff (PAS)
terlihat lebih jelas daripada menggunakan KOH karena adanya Periodic Acid, gugus-
gugus hidroksil pada polisakarida kompleks dinding sel jamur mengalami oksidasi menjadi
aldehida. Aldehida bereaksi dengan reagen Schiff sehingga jamur akan berwarna
merah/merah muda. Pemeriksaan PAS yang dilakukan pada kasus ini memberikan hasil
Terapi aktinomisetoma dikelompokkan berdasarkan tingkat keparahan penyakit
tersebut. Untuk uncomplicated aktinomisetoma, obat pilihan utama adalah Rifampisin
600mg/hari dan kotrimoksazol 2x2 tablet. Sementara itu, complicated aktinomisetoma (tidak
respon dengan terapi standar, ada keterlibatan tulang, kasus diseminata, dan lokasi lesi
tertentu seperti kepala, leher, thoraks dan abdomen) memiliki terapi yang berbeda. Kasus
tersebut menggunakan Welsh regimen, yaitu amikasin 15mg/kgBB/hari dibagi dua dosis
selama 3 minggu dan kotrimoksazol 8/40 mg/kgBB/hari selama 5 minggu sebagai 1 siklus.
Terapi diulang hingga penyembuhan (5-20 minggu atau 1-4 siklus).

Pada kasus, pasien disarankan untuk rawat inap, dengan lesi yang basah sehingga
diberikan terapi awal berupa kompres terbuka menggunakan NaCl 0,9% yang dilakukan 3-4x
sehari dibantu oleh petugas. Terapi yang diberikan selama rawat inap adalah IVFD NaCl
0,9% : Aminofluid (2:1), infus fluconazole 1x1, cefadroxil 2x1 tab per oral, dan diberikan
OAT 4 FDC 1x4 tab karena dicurigai Tuberkulosis kutis. Karena penyakit pasien tersebut
disertai pneumonia dan diabetes mellitus tipe 2, diberikan terapi tambahan O2 via nasal canul
3-4lpm, injeksi ampicillin subactam 4x1,5g, nebul combivent + pulmicort per 8 jam dan
paracetamol 500mg per oral (jika demam).

Aktinomisetoma umumnya memberikan respon baik terhadap pengobatan kombinasi


antibiotic. Namun, apabila telah masuk fase lanjut, maka dapat terjadi infeksi bakteri
sekunder hingga terjadi sepsis yang dapat membahayakan nyawa. Pada kasus,
aktinomisetoma telah masuk fase lanjut (complicated) hingga terjadi infeksi bakteri pada
paru-paru berupa pneumonia yang menyebabkan kematian. Pasien diduga meninggal dunia
karena henti nafas yang disebabkan oleh pneumonia yang dialaminya

Anda mungkin juga menyukai