Anda di halaman 1dari 9

LAPORAN PENDAHULUAN

“ GERD “

Oleh :

NAMA : MUHAMMAD FACHRI AZHARI


NIM : 21220035

PROGRAM PROFESI NERS


PROGRAM STUDI ILMU KEPERAWATAN
FAKULTAS ILMU KESEHATAN
IKesT MUHAMMADIYAH PALEMBANG
2021
A. Definisi
GERD (Gastroesofageal Reflux Disease) adalah suatu penyakit yang jarang
terdiagnosis oleh dokter di Indonesia karena bila belum menimbulkan
keluhan yang berat seperti refluks esofagitis dokter belum bisa mendiagnosa.
Refluks gastroesofagus adalah masuknya isi lambung ke dalam esofagus
yang terjadi secara intermiten pada orang, terutama setelah makan.
Penyakit refluks gastroesofageal (Gastroesophageal Reflux Disease/GERD)
didefinisikan sebagai suatu keadaan patologis sebagai akibat refluks kandungan
lambung ke dalam esofagus yang menimbulkan berbagai gejala yang
mengganggu(troublesome)di esofagus maupun ekstra esofagus dan atau
komplikasi.

B. Etiologi
Beberapa penyebab terjadinya GERD meliputi:
 Menurunnya tonus LES(Lower Esophageal Sphincter)
 Bersihan asam dari lumen esofagus menurun
 Ketahanan epitel esofagus menurun
 Bahan refluksat mengenai dinding esofagus yaitu Ph <2, adanya pepsin,
garam empedu, HCL
 Kelainan pada lambung
 Infeksi H. Pylori dengan corpus predominan gastritis
 Non acid refluks (refluks gas) menyebabkan hipersensitivitas
 Alergi makanan atau tidak bisa menerima makanan juga membuat refluks
 Mengkonsumsi makanan berasam, coklat, minuman berkafein dan
berkarbonat, alkohol, merokok, dan obat-obatan yang
bertentangan dengan fungsi esophageal sphincter bagian bawah
termasuk yang memiliki efek antikolinergik (seperti beberapa
antihistamin), penghambat saluran kalsium, progesteron, dan nitrat
 Kelaianan anatomi, seperti penyempitan kerongkongan

C. Manifestasi Klinis
 Rasa panas/ tebakar pada esofagus (pirosis)
 Muntah
 Nyeri di belakang tulang payudara atau persis di bawahnya, bahkan
menjalar ke leher, tenggorokan, dan wajah, biasanya timbul setelah
makan atau ketika berbaring
 Kesulitan menelan makanan (osinofagia) karena adanya penyempitan
(stricture) pada kerongkongan dari reflux.
 Tukak esofageal peptik yaitu luka terbuka pada lapisan
kerongkongan, bisa dihasilkan dari refluks berulang. Bisa
menyebabkan nyeri yang biasanya berlokasi di belakang tulang
payudara atau persis di bawahnya, mirip dengan lokasi panas dalam
perut.
 Nafas yang pendek dan berbunyi mengik karenaada penyempitan pada
saluran udara
 Suara parau
 Ludah berlebihan (water brash)
 Rasa bengkak pada tenggorokan (rasa globus)
 Terjadi peradangan pada sinus (sinusitis)
 Gejala lain : pertumbuhan yang buruk, kejang, nyeri telinga (pada anak)
 Peradangan pada kerongkongan (esophagitis) bisa menyebabkan
pendarahan yang biasanya ringan tetapi bisa jadi besar. Darah
kemungkinan dimuntahkan atau keluar melalui saluran pencernaan,
menghasilkan kotoran berwarna gelap, kotoran berwarna ter (melena) atau
darah merah terang, jika pendarahan cukup berat.
 Dengan iritasi lama pada bagian bawah kerongkongan dari refluks
berulang, lapisan sel pada kerongkongan bisa berubah (menghasilkan
sebuah kondisi yang disebut kerongkongan Barrett). Perubahan bisa
terjadi bahkan pada gejala-gejala yang tidak ada. Kelainan sel ini adalah
sebelum kanker dan berkembang menjadi kanker pada beberapa orang.

D. Komplikasi
 Batuk dan asma
 Erosif esophagus
 Esofagus Barret, yaitu perubahan epitel skuamosa menjadi
kolumner metaplastik
 Esofagitis ulseratif
 Perdarahan saluran cerna akibat iritasi
 Striktur esophagus / Peradangan esophagus
 Aspirasi
 Tukak kerongkongan

E. Implementasi
 Endoskopi
Pemeriksaan endoskopi saluran cerna bagian atas merupakan standar
baku untuk diagnosis GERD dengan ditemukannya mucosal break di
esophagus (esofagitis refluks). Jika tidak ditemukan mucosal break pada
pemeriksaan endoskopi saluran cerna bagian atas pada pasien dengan
gejala khas GERD, keadaan ini disebut non-erosive reflux disease
(NERD).
 Esofagografi dengan barium
Dibandingkan dengan endoskopi, pemeriksaan ini kurang peka dan
seringkali tidak menunjukkan kelainan, terutama pada kasus esofagitis
ringan. Pada keadaan yang lebih berat, gambar radiology dapat berupa
penebalan dinding dan lipatan mukosa, ulkus, atau penyempitan lumen.
 Tes Perfusi Berstein
Tes ini mengukur sensitivitas mukosa dengan memasang selang
transnasal dan melakukan perfusi bagian distal esophagus dengan HCl 0,1
M dalam waktu kurang dari 1 jam. Tes ini bersifat pelengkap terhadap
monitoring pH 24jam pada pasien-pasien dengan gejala yang tidak
khas. Bila larutan ini menimbulkan rasa nyeri dada seperti yang
biasanya dialami pasien, sedangkan larutan NaCl tidak
menimbulkan rasa nyeri, maka test ini dianggap positif. Test
Bernstein yang negative tidak menyingkirkan adanya nyeri yang berasal
dari esophagus.
 Manometri esofagus : mengukuran tekanan pada katup kerongkongan
bawah menunjukan kekuatannya dan dapat membedakan katup yang
normal dari katup yang berfungsi buruk kekuatan sphincter
F. Patofisiologi dan Pathway
Kondisi penyakit refluks gastroesofagus atau GERD (gastroesophageal reflux
disease) disebabkan aliran balik (refluks) isi lambung ke dalam esophagus. GERD
sering kali disebut nyeri ulu hati (heartburn) karena nyeri yang terjadi ketika
cairan asam yang normalnya hanya ada di lambung, masuk dan
mengiritasi atau menimbulkan rasa seperti terbakar di esophagus.Refluks
gastroesofagus biasanya terjadi setelah makan dan disebabkan
melemahnya tonus sfingter esophagus atau tekanan di dalam lambung yang
lebih tinggi dari esophagus. Dengan kedua mekanisme ini, isi lambung yang
bersifat asam bergerak masuk ke dalam esophagus.Isi lambung dalam keadaan
normal tidak dapat masuk ke esofagus karena adanya kontraksi sfingter esofagus
(sfingter esofagus bukanlah sfingter sejati, tetapi suatu area yang tonus ototnya
meningkat). Sfingter ini normalnya hanya terbuka jika gelombang peristaltik
menyalurkan bolus makanan ke bawah esofagus. Apabila hal ini terjadi, otot
polos sfingter melemas dan makanan masuk ke dalam lambung. Sfingter esofagus
seharusnya tetap dalam keadaan tertutup kecuali pada saat ini, karena
banyak organ yang berada dalam rongga abdomen, menyebabkan tekanan
abdomen lebih besar daripada tekanan toraks. Dengan demikian,
ada kecenderungan isi lambung terdorong ke dalam esofagus. Akan tetapi, jika
sfingter melemah atau inkompeten, sfingter tidak dapat mnutup lambung.
Refluks akan terjadi dari daerah bertekanan tinggi (lambung) ke daerah
bertekanan rendah (esofagus). Episode refluks yang berulang dapat
memperburuk kondisi karena menyebabkan inflamasi dan jaringan parut di area
bawah esophagus. Pada beberapa keadaan, meskipun tonus sfingter dala
keadaan normal, refluks dapat terjadi jika terdapat gradien tekananyang
sangat tinggi di sfingter. Sebagai contoh, jika isi lambung berlebihan
tekanan abdomen dapat meningkat secara bermakana. Kondisi ini dapat
disebabkan porsi makan yang besar, kehamilan atau obesitas. Tekanan abdomen
yang tinggi cenderung mendorong sfingter esofagus ke rongga toraks. Hal
ini memperbesar gradien tekanan antara esofagus dan rongga abdomen.
Posisi berbaring, terutama setelah makan juga dapat mengakibatkan
refluks. Refluks isi lambung mengiritasi esofagus karena tingginya kandungan
asam dalam isi lambung. Walaupun esofagus memiliki sel penghasil mukus,
namun sel-sel tersebut tidak sebanyak atau seaktif sel yang ada di lambung.
Pathway
G. Diagnosa Keperawatan
1. Nyeri
2. Risiko Aspirasi
3. Resiko ketidaksimbangan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh
No Diagnosa Tujuan dan kriteria hasil Intervensi

1 Nyeri Setelah dilakukan asuhan keperawatan  Observasi


kepada pasien selama ….x24jam Identifikasi skala nyeri
diharapkan pasien tidak mengalami rasa Identifikasi lokasi nyeri
nyeri yang menjalar di tubuhnya terutama  Terapeutik
bagian perut dengan kriteria hasil : Berikan tehnik nonfarmakologis
Fasilitasi istirahat dan tidur yang cukup
1. Mampu mengontrol nyeri
 Edukasi
2. Mampu menggunakan tehnik
Jelaskan penyebab,periode dan pemicu
nonfarmakologi seperti latihan
nyeri
nafas dalam saat merasakan nyeri
Anjurkan memonitor nyeri secara mandiri
dan kompres hangat/dingin.
Ajarkan tehnik nonfamakologis untuk
3. Rasa nyeri berkurang
mengurangi rasa nyeri
4. Mampu mengenali nyeri (skala
 Kolaborasi
nyeri)
5. Tanda-tanda vital dalam batas Kolaborasi dalam pemberian obat
normal analgetik

2 Resiko Aspirasi Setelah dilakukan asuhan keperawatan  Observasi


kepada pasien selama ….x24jam Monitor pola nafas
diharapkan pasien tidak mengalami Monitor apakah adanya suara napas
aspirasi dan jalan nafas tidak terganggu tambahan
dengan kriteria hasil :  Terapeutik
Posisikan semi fowler
1. Menurunnya tingkat aspirasi
Pertahankan jalan nafas dengan head-tilt
2. Dapat mengontrol mual/muntah
Berikan minum hangat
3. Tidak terdapat gangguan saat
 Edukasi
menelan
Anjurkan asupan cairan 2000ml/hari
Ajarkan tehnik batuk efektif
 Kolaborasi
Kolaborasi pemberian bronkodilator atau
ekspektoran.

3 Resiko ketidakseimbangan Setelah dilakukan asuhan keperawatan  Observasi


nutrisi kurang dari kebutuhan kepada pasien selama ….x24 jam Periksa status gizi
tubuh diharapakan pasien mampu untuk Status alergi dan kebutuhan pemenuhan
melengkapi nutrisi didalam tubuh dengan kebutuhan gizi
baik dengan kriteria hasil :  Terapeutik
Jadwalkan pendidikan kesehatan sesuai
1. Memperlihatkan status gizi
kesepakatan
2. Pasien mampu makan sedikit tapi
 Edukasi
sering
Jelaskan kepada keluarga tentang alergi
3. Adanya nafsu makan pada pasien
makanan yang harus dihindari
Berikan asupan makanan sedikit tapi
sesering mungkin
 Kolaborasi
Kolaborasi dengan ahli gizi dalam
pemberian makanan yang sehat dan tepat

Anda mungkin juga menyukai