MUSYAWARAH
PIMPINAN NASIONAL
HILLSI
( MUSPIMNAS )
2020
0
NASKAH PEMBAHASAN KOMISI 1
Optimalisasi
Koperasi Lembaga Pelatihan Indonesia
(Koperasi LPI / KOLPI)
DPP HILLSI saat ini sedang dalam proses pengurusan ijin koperasi
“Koperasi Lembaga Pelatihan Indonesia “.
Pendirian Koperasi Lembaga Pelatihan Indonesia berdasarkan Undang
Undang No. 17 tahun 2012 tentang PERKOPERASIAN
Hal hal yang sudah dilakukan dan sedang dalam proses adalah :
1. Menunjuk dan membentuk Badan Pendiri Koperasi Lembaga
Pelatihan Indonesia sebanyak 20 orang.
2. Dua puluh ( 20 ) orang pendiri sudah menyerahkan fc KTP dan
NPWP pribadi
3. Sudah proses di Kementrian Koperasi dan UKM
4. Menunggu jadwal Rapat Badan Pendiri dan Penyuluhan Koperasi
oleh team dari KEMENKOP & UKM
5. Koordinasi dengan Notaris terkait pembuatan Akta Pendirian
Koperasi, Anggaran Dasar dan Anggaran Rumah Tangga Koperasi
Landasan Hukum
5.persamaan;
6. berkeadilan; dan
7. kemandirian.
Nilai yang diyakini Anggota Koperasi yaitu:
1. kejujuran;
2. keterbukaan;
3. tanggung jawab; dan
4. kepedulian terhadap orang lain.
Pasal 6
3
NASKAH PEMBAHASAN KOMISI 2
PERAN HILLSI UNTUK OPTIMALISASI LPK
KE KARTU PRAKERJA TAHUN 2021
Program kartu prakerja yang pada awalnya dirancang oleh pemerintah
untuk meningkatkan kompetensi calon tenaga dan tenaga kerja Indonesia
agar mampu bersaing ditingkat nasional dan international adalah program
yang sangat bagus dan memang merupakan salah satu solusi yang tepat
untuk mengurangi pengangguran di Indonesia.
Program kartu prakerja telah disosialisasikan pada pertengahan tahun
2019 sampai akhir tahun 2019 ke seluruh provinsi di Indonesia dan juga
telah disosialisasikan ke lembaga pelatihan kerja baik milik pemerintah
maupun swasta.
Pada rancangan awal pelaksanaan Kartu Prakerja dengan 2 cara
yaitu secara offline dan online. Pelaksanaan secara offline langsung melalui
BLK dan LPK yang telah diverifikasi serta telah dinyatakan sebagai mitra
penyelenggara Kartu Prakerja secara offline. Pelaksanaan secara online
melalui Platform Digital yang telah bermitra dengan PMO sebagai
Pelaksana Program kartu Prakerja.
Pada akhir tahun 2019 Program Kartu Prakerja ini telah diuji coba
pelaksanaannya di Jakarta dan Bandung dengan metode pelaksaan secara
offline oleh BLK dan beberapa LPK yang telah dipilih menjadi percontohan
awal. Hasil dari pelaksanaan uji coba ini merekomendasikan pemerintah
untuk melaksanakan program prakerja secara masiv di seluruh provinsi di
Indonesia pada awal tahun 2020.
4
Untuk melaksanakan program prakerja tahun 2020 sebagian besar
(lebih dari 90%) BLK dan LPKS memilih untuk fokus melaksanakan
Program Prakerja secara offline dan hanya sedikit lembaga yang
mempersiapkan pelaksanaan secara online.
Sebagian besar LPK merasa benar-benar sudah nyaman dan aman
dengan melaksanakan program pelatihan secara offline seperti yang
selama ini telah dilakukan dan berhasil meraih yang terbaik dari proses
pelatihan offline ini.
5
dalam kondisi seperti ini terutama lembaga yang hanya fokus pada
pelatihan offline.
Bahkan kebijakan tentang pelaksanaan Program Kartu Prakerja juga
berubah yang awalnya ada pelaksanaan offline dan online menjadi 100%
online, dengan syarat dan ketentuan menjadi mitra penyelenggara prakerja
yang cukup memberatkan lembaga pelatihan yang belum siap
menyelenggarakan secara online.
COVID 19 MUSIBAH
Bagi sebagian besar LPK, Covid 19 adalah musibah yang membuat
lembaga mereka tidak bisa beroperasi normal sehingga penghasilan LPK
menurun dan bahkan ada LPK yang tutup operasionalnya tentu
penghasilannya juga sangat berkurang jauh. Ada pula yang terpaksa
banting setir membuka usaha baru selain LPK seperti jualan makanan,
sembako, dan lainnya agar tetap bisa bertahan hidup.
Hal ini terjadi karena LPK belum siap dengan perubahan yang
mendadak dan membuat pimpinan LPK tidak berdaya melakukan inovasi
didalam pengelolaan lembaganya dan akhirnya harus pasrah menunggu
sampai bisa melaksanakan pelatihan offline kembali.
6
Peluang menjadi mitra Prakerja di tahun 2021 masih terbuka lebar
dalam rangka meningkatkan penghasilan LPK dan dalam rangka
mengembangkan lembaga kearah berbasis online selain tetap
melaksanakan pelatihan secara ofline. Sehingga mengembangkan lembaga
ke arah pelatihan berbasis bukan semata karena alasan prakerja tapi
karena kebutuhan untuk mengikuti perkembangan kebutuhan peserta
pelatihan agar LPK kita tetap bisa menjadi pilihan peserta.
1. Pastikan Program pelatihan yang kita buka atau yang akan kita buka
masih banyak peminatnya dan memiliki peluang kerja atau peluang
berwira usaha yang tinggi.
Rekomendasi 1 :
HILLSI melakukan pemetaan program / jurusan pelatihan yang masih
banyak peminatnya dan banyak peluang kerjanya, dan mengarahkan
LPK untuk mulai membuka jurusan tersebut jika ingin lembaganya tetap
menjadi pilihan peserta pelatihan
7
Rekomendasi 2 :
HILLSI memberikan kepada pengelola LKP strategi menyusun Program
Pelatihan Berbasis Industri mengacu standar SKKNI ( Menyusun SKL,
Kurikulum, Silabus, Materi Pelatihan, Evaluasi)
Rekomendasi 3 :
HILLSI mengadakan pelatihan strategi menyiapkan kelas pelatihan
online bagi pengelola LPK dalam rangka mengembangkan LPK berbasis
online.
8
- Memiliki Ijin Operasional
- Memiliki Program pelatihan yang mengacu SKKNI / Industri
- Memiliki LMS ( Learning Management Sistem) yang memadai
- Materi Pelatihan yang memadai
- Memiliki team yang mampu menyelenggarakan kelas online secara
interaktif (Instruktur dan team kelas online interaktif)
Ini sangat sulit dilakukan oleh LPK yang baru memulai kelas online
dengan modal dan SDM yang terbatas.
Rekomendasi 4 :
HILLSI membuat LMS HILLSI Online yang kapasitasnya besar
sehingga bisa bermitra dengan prakerja dan HILLSI Online ini yang
menampung semua kelas online dari LPK yang memenuhi syarat
tentunya.
(Catatan : Perlu dana yang besar jika HILLSI membuat sendiri, namun
hal ini sangat mungkin dilakukan bila 2000 LPK yang telah teregister di
HILLSInergi telah melengkapi Profil Data LPK-nya di HILLSInergi dan
telah membayar Rp 100.000,- per LPK / tahun untuk mendapatkan
fasilitas dari HILLSInergi)
Rekomendasi 5 :
HILLSI bekerjasama dengan pihak ketiga menyediakan LMS HILLSI
Online dengan kapasitas besar sehingga mengelola kelas-kelas online
dari LPK yang belum bisa memiliki LMS sendiri dengan sistem bagi hasil
dengan pihak ketiga.
9
Rekomendasi 6.
HILLSI menjembatani LPK-LPK yang telah lolos menjadi mitra prakerja
untuk bekerjasama dengan LPK yang belum lolos agar bersedia
mengelola kelas-kelas online yang sudah dibuat oleh LPK yang belum
lolos atau belum memiliki LMS, dengan system bagi hasil yang
disepakati bersama.
Rekomendasi 7
HILLSI Memotivasi pimpinan LPK untuk bekerjasama dengan lembaga
komputer / programer yang memiliki kemampuan membuat LMS agar
bekerjasama dalam pembuatan LMS dengan sistem bagi hasil,
sehingga tidak memberatkan LPK yang tidak berbasis IT.
Rekomendasi 8
HILLSI segera mendorong HILLsinergi menjadi Platform Digital sehingga
menjadi rumah LPK seluruh Indonesia.
Rekomendasi 9
HILLSI mengundang pihak SISNAKER untuk memberikan bimbingan
tentang persyaratan teknis untuk menjadi mitra Prakerja.
10
Rekomendasi 10:
HILLSI perlu mengadakan pelatihan Entrepreneurship khususnya bidang
bisnis pendidikan dan pelatihan serta materi leadership untuk pimpinan
LPK yang ingin berkembang dan maju serta masih memerlukan
bimbingan.
11
NASKAH PEMBAHASAN KOMISI 3
STRATEGI LPK
DALAM MENGHADAPI RESESI & PANDEMI
2021 - 2022
( Model Perubahan LPK OUTPUT menjadi LPK OUTCOME)
A. KONDISI SEKARANG
Dalam menghadapi masa Pandemi Covid 19 seperti ini banyak sekali LPK
yang masih terperangkap dengan apa yang diketahui pada masa lalu, lebih
tepatnya lebih meyakini atas keberhasilan LPK di masa lalu.
Gambar di atas adalah usulan model LPK yang akan dibahas dalam
Muspimnas Hillsi Tahun 2020. Sesuai amanah UU 13 / 2003
Ketenagakerjaan , dimana LPK mempunyai kontribusi dalam turut serta
mencetak SDM profesional sangat diperlukan oleh Indonesia, khususnya
dalam menghadapi resesi dan Pandemic Covid 19 ini.
1. Masa lalu
2. Masa Sekarang
3. Masa Depan
Masa resesi dan pandemi sekarang (2020) dijadikan momen garis pembatas
bagi LPK untuk melakukan perubahan mindset cara berpikir sekaligus
tindakan nyata perubahan strategi LPK . Bagi LPK yang tidak berubah maka
RESIKO terbesarnya akan terjebak dalam KEPUNAHAN eksistensinya.
Perubahan Strategi
Shifting (perpindahan) dari LPK OUTPUT bergerak ke LPK OUTCOME.
Cara berpikir Owning Sharing (keuntungan sisa hasil usaha hanya dinikmati
dan dikerjakan secara sendiri saja) sudah tidak relevan lagi dengan
perubahan zaman disrupsi double impact pandemi sekarang.
Ciri yang kedua, keuntungan sisa hasil usaha hanya dinimati dan dikerjakan
secara sendiri saja (Owning sharing). Karena dikerjakan secara terbatas,
13
semuanya serba sendiri maka akan berdampak pada besar omzet
pendapatan LPK yang kecil.
Posisi LPK Owning Sharing ini selaras dengan hasil/fakta yang didapatkan
dari hasil survey www.HILLSInergi.com yang merupakan Platform DataBase
anggota HILLSI berbasis web bahwa LPK secara nasional yaitu 93%, LPK rata-
rata hanya memiliki omzet (pendapatan kotor) dibawah Rp 300 juta/Tahun.
Artinya dalam 1 bulan, sebagian besar LPK yaitu 93% hanya mampu
menghasilkan Rp kurang dari 25 juta / Bulan.
Dari data grafik di atas, bahkan ada 63% LPK yang hanya mempunyai omset
di bawah 100 juta/tahun alias 8,3 Juta/bulan, suatu angka yang mewakili
tipikal (khas) omzet LPK owning sharing.
Seperti kita ketahui Usaha Mikro sangat rentan cadangan tabungan uang
Cash (Tunai) dalam nilai buku operasional keuangannya.
Jika dikaitkan dengan kondisi (sekarang) resesi dan pandemi, sangat berat
untuk LPK kategori mikro untuk bertahan, jika tidak punya strategi
perubahan maka kemungkinan 63% LPK yang beromset 100 juta/bulan akan
punah, berhenti operasionalnya.
Seperti yang sudah dibahas di atas, masa resesi dan pandemi dijadikan zona
pembatas LPK untuk berubah (Change) dalam tindakan nyata Shifting
(Berpindah) menjadi LPK OUTCOME.
Ciri khas LPK OUTCOME adalah lawan dari ciri LPK OUTPUT. Jika ada LPK
yang berhenti di Sertifikasi Kompetensi Siswa (LSP) dan Akreditasi LA-LPK
sudah bagus, bahkan sudah sangat bagus karena sudah menjalankan UU 13
/ 2003 Ketenagakerjaan. Namun bagus saja tidak CUKUP.
Pertama, LPK Outcome selalu berpikir Sharing Economy lawan dari Owning
Sharing. Selalu ada tindakan nyata dalam mengelola alumni pasca pelatihan ,
ada wadah semacam CDC (Career Development Centre) yang dibentuk LPK
untuk mengurus alumni untuk dipertemukan sektor riilnya (Usaha Nyata),
yaitu Outcome : BEKERJA atau WIRAUSAHA. Semua alumni pasti senang
dengan Outcome karena dekat dengan Income, bukan ?
15
Kedua , LPK Outcome yang punya Program Vokasi berbasis produk selalu
punya tindakan shifting masuk ke sektor riiL bisnisnya (ada usaha langsung
yang menguntungkan). Contoh , seperti vokasi Menjait, Vokasi Desain Grafis,
Vokasi sablon bisa membuka unit usaha Konveksi. Demikian juga dengan
vokasi lainnya seperti vokais otomotif, Salon , dll. Untuk mendukung akses
sektor riiL tsb maka LPK OUTCOME punya legalitas unit bisnis berbentuk PT
atau CV yang punya PKP, NIB/KLBI.
Ketiga, LPK Outcome yang punya Program Vokasi orientasi bekerja, maka
LPK tersebut pasti punya wadah CDC untuk mengurus sekaligus
mempertemukan alumni ke sektor riiL perusahaan. Salah satu pintu
masuknya adalah melalui optimasi jalur pemagangan perusahaan dalam
negeri berdasarkan Peraturan Kemnaker no 36 tahun 2016.
Keempat, LPK Outcome hidup di zaman disrupsi, maka LPK tidak boleh
alergi dengan perubahan kerja online di masa pandemic, berbasis website
LMS untuk akses program kartu pra kerja maupun program reguler (mandiri),
serta memperkaya SDM di bidang Digital Marketing .
Maka bisa dipastikan jika LPK sekarang terlalu nyaman dengan status LPK
OUTPUT-nya maka secara pelan tapi pasti akan diskontinu menuju
kepunahan. Sebaliknya jika LPK shifting ke LPK Outcome maka akan tetap
Eksis bahkan berkembang menjadi LPK berbasis usaha menengah yang
mempunyai omset di atas 1 Milyar/tahun , seperti model gambar di bawah
ini .
17
5. HILLSI mendorong LPK punya unit bisnis berbadan hukum PT/CV, agar
mudah melakukan pekerjaan sektor riiL dari user BUMN, Pemerintah,
Swasta maupun umum .
7. Forum Usaha LPK boleh membentuk Koperasi HILLSI agar bisa akses
program stimulus ekonomi di kementrian UMKM. (Dibahas di Komisi I
saat ini sedang berlangsung).
9.
10.
18
NASKAH PEMBAHASAN KOMISI 4
PERAN HILLSI
DALAM PROSES UP GRADING LPK
(Fakta bahwa 93% LPK adalah Kategori Mikro dengan Omzet Kurang dari Rp 300 Juta/Tahun)
19
Hanya ada 7% LPK yang mampu menghasilkan omzet diatas 300 juta /Tahun.
Bila kita telaah lebih jauh, kenapa omzet Rp 300 juta/tahun menjadi standar
karena bila kita merujuk pada UU 20 / 2008 bahwa usaha masyarakat dibagi
menjadi 3 kategori :
Pun bila kita lihat lebih detil, sejatinya ada 63% LPK se Indonesia yang hanya
mampu menghasilkan omzet dibawah Rp 100 juta/bulan. Pertanyaannya
bagaimana LPK ingin maju berkembang bila omzetnya per bulan kurang dari
Rp 8,5 juta/bulan? Prosentase 63% dari total LPK adalah prosentase yang
sangat besar. Dengan kata lain 60% lebih LPK di Indonesia hanya mampu
melatih peserta pelatihan rata-rata hanya 20 orang per bulan dengan biaya
pelatihan sekitar Rp 450.000,- per paket pelatihan. Tentu saja LPK tersebut
tetap bisa beroperasi normal seperti biasa, namun sangat minim untuk bisa
berkembang pesat.
Adapun beberapa usulan yang mungkin untuk HILLSI lakukan untuk meng-
upgrade LPK agar berkembang dan memiliki omzet minimal Rp 500 juta /
tahun adalah :
20
1. HILLSI melakukan need analysis di wilayah masing-masing untuk
menemukan apa tepatnya pelatihan yang dibutuhkan masyarakat sekitar.
Kemudian LPK tinggal mengadopsi dan mengembangkannya menjadi
kurikulum dan silabus pelatihan.
8.
9.
10.
22
Tim Penyusun :
Karel Z. L. Koro
Rizky Mahendra
Eddy Sabarudin
H Faizin
Naktika Sari Dewi
Satia Zaputra
Wawang Suwarno
---oo000oo---
23