Anda di halaman 1dari 24

MATERI

MUSYAWARAH
PIMPINAN NASIONAL
HILLSI
( MUSPIMNAS )
2020

DEWAN PIMPINAN PUSAT


HIMPUNAN LEMBAGA PELATIHAN SELURUH INDONESIA
- DPP HILLSI -

Palangka Raya, 5 Desember 2020


VIRTUAL ZOOM MEETING
2020

0
NASKAH PEMBAHASAN KOMISI 1
Optimalisasi
Koperasi Lembaga Pelatihan Indonesia
(Koperasi LPI / KOLPI)
DPP HILLSI saat ini sedang dalam proses pengurusan ijin koperasi
“Koperasi Lembaga Pelatihan Indonesia “.
Pendirian Koperasi Lembaga Pelatihan Indonesia berdasarkan Undang
Undang No. 17 tahun 2012 tentang PERKOPERASIAN
Hal hal yang sudah dilakukan dan sedang dalam proses adalah :
1. Menunjuk dan membentuk Badan Pendiri Koperasi Lembaga
Pelatihan Indonesia sebanyak 20 orang.
2. Dua puluh ( 20 ) orang pendiri sudah menyerahkan fc KTP dan
NPWP pribadi
3. Sudah proses di Kementrian Koperasi dan UKM
4. Menunggu jadwal Rapat Badan Pendiri dan Penyuluhan Koperasi
oleh team dari KEMENKOP & UKM
5. Koordinasi dengan Notaris terkait pembuatan Akta Pendirian
Koperasi, Anggaran Dasar dan Anggaran Rumah Tangga Koperasi

Landasan Hukum

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 17 TAHUN


2012 TENTANG PERKOPERASIAN

BAB II LANDASAN, ASAS, DAN TUJUAN

Pasal 2 Koperasi berlandaskan Pancasila dan Undang-Undang Dasar


1
Negara Republik Indonesia Tahun 1945.

Pasal 3 Koperasi berdasar atas asas kekeluargaan.

Pasal 4 Koperasi bertujuan meningkatkan kesejahteraan Anggota pada


khususnya dan masyarakat pada umumnya, sekaligus sebagai bagian
yang tidak terpisahkan dari tatanan perekonomian nasional yang
demokratis dan berkeadilan.

BAB III NILAI DAN PRINSIP

Pasal 5 Nilai yang mendasari kegiatan Koperasi yaitu:


1. kekeluargaan;
2. menolong diri sendiri;
3. bertanggung jawab;
4. demokrasi;

5.persamaan;
6. berkeadilan; dan
7. kemandirian.
Nilai yang diyakini Anggota Koperasi yaitu:
1. kejujuran;
2. keterbukaan;
3. tanggung jawab; dan
4. kepedulian terhadap orang lain.

Pasal 6

(1) Koperasi melaksanakan Prinsip Koperasi yang meliputi:


a. keanggotaan Koperasi bersifat sukarela dan terbuka;
b. pengawasan oleh Anggota diselenggarakan secara demokratis;
c. Anggota berpartisipasi aktif dalam kegiatan ekonomi Koperasi;
d. Koperasi merupakan badan usaha swadaya yang otonom, dan
independen;
2
e. Koperasi menyelenggarakan pendidikan dan pelatihan bagi Anggota,
Pengawas, Pengurus, dan karyawannya, serta memberikan
informasi kepada masyarakat tentang jati diri, kegiatan, dan
kemanfaatan Koperasi;
f. Koperasi melayani anggotanya secara prima dan memperkuat
Gerakan Koperasi, dengan bekerja sama melalui jaringan kegiatan
pada tingkat lokal, nasional, regional, dan internasional; dan
g. Koperasi bekerja untuk pembangunan berkelanjutan bagi
lingkungan dan masyarakatnya melalui kebijakan yang disepakati
oleh Anggota.

(2) Prinsip Koperasi sebagaimana dimaksud pada ayat (1) menjadi


sumber inspirasi dan menjiwai secara keseluruhan organisasi dan
kegiatan usaha Koperasi sesuai dengan maksud dan tujuan
pendiriannya.

OPTIMALISASI Koperasi LPI / KOLPI


1. Aspek kelembagaan koperasi
2. Aspek usaha koperasi
3. Aspek keuangan koperasi
4. Aspek manfaat koperasi terhadap anggota
5. Aspek manfaat koperasi terhadap masyarakat
Semua peserta diharapkan aktif memberikan
usulan / rencana kegiatan pada tiap tiap aspek tersebut

3
NASKAH PEMBAHASAN KOMISI 2
PERAN HILLSI UNTUK OPTIMALISASI LPK
KE KARTU PRAKERJA TAHUN 2021
Program kartu prakerja yang pada awalnya dirancang oleh pemerintah
untuk meningkatkan kompetensi calon tenaga dan tenaga kerja Indonesia
agar mampu bersaing ditingkat nasional dan international adalah program
yang sangat bagus dan memang merupakan salah satu solusi yang tepat
untuk mengurangi pengangguran di Indonesia.
Program kartu prakerja telah disosialisasikan pada pertengahan tahun
2019 sampai akhir tahun 2019 ke seluruh provinsi di Indonesia dan juga
telah disosialisasikan ke lembaga pelatihan kerja baik milik pemerintah
maupun swasta.
Pada rancangan awal pelaksanaan Kartu Prakerja dengan 2 cara
yaitu secara offline dan online. Pelaksanaan secara offline langsung melalui
BLK dan LPK yang telah diverifikasi serta telah dinyatakan sebagai mitra
penyelenggara Kartu Prakerja secara offline. Pelaksanaan secara online
melalui Platform Digital yang telah bermitra dengan PMO sebagai
Pelaksana Program kartu Prakerja.
Pada akhir tahun 2019 Program Kartu Prakerja ini telah diuji coba
pelaksanaannya di Jakarta dan Bandung dengan metode pelaksaan secara
offline oleh BLK dan beberapa LPK yang telah dipilih menjadi percontohan
awal. Hasil dari pelaksanaan uji coba ini merekomendasikan pemerintah
untuk melaksanakan program prakerja secara masiv di seluruh provinsi di
Indonesia pada awal tahun 2020.

4
Untuk melaksanakan program prakerja tahun 2020 sebagian besar
(lebih dari 90%) BLK dan LPKS memilih untuk fokus melaksanakan
Program Prakerja secara offline dan hanya sedikit lembaga yang
mempersiapkan pelaksanaan secara online.
Sebagian besar LPK merasa benar-benar sudah nyaman dan aman
dengan melaksanakan program pelatihan secara offline seperti yang
selama ini telah dilakukan dan berhasil meraih yang terbaik dari proses
pelatihan offline ini.

COVID 19 MEMBAWA BENCANA DAN BERKAH PELUANG BARU


Kita semua tidak pernah menyangka bahwa bulan Maret 2020 yang
semula menjadi rencana Louching Program Kartu Prakerja malah menjadi
titik awal dibunuhnya karakter program kartu prakerja sebagai program
peningkatan kompetensi SDM Indonesia menjadi Program Kartu Prakerja
Berbasis Bantuan Soasial.
Berbagai kebijakan pemerintah diambil untuk mengatasi pandemic
Covid 19 agar jaminan kesehatan dan social betul-betul dirasakan di
seluruh Indonesia, serta semua hal yang tidak terkait dengan jaminan
kesehatan dan sosial pendanaannya dialihkan untuk kegiatan ini.
Perubahan kebiasaan hidup pun diwajibkan untuk menjamin
kesehatan masyarakat agar terhindar dari bahaya Covid 19, termasuk
kebiasaan dalam cara belajar / kuliah / pelatihan/ bekerja dan lainnya.
Perubahan yang sangat terasa bagi LPK adalah kebiasaan cara belajar dan
berlatih yang tadinya 100% offline sekarang harus dilaksanakan secara
online dan apabila tidak mampu melaksanakan secara online LPK harus
ditutup sementara sampai dengan ada kebijakan dari pemeritah bisa
menyelenggarakan pelatihan secara offline dan batas waktu untuk
menunggu hal ini tidak jelas. Sangat berat bagi LPK untuk bisa bertahan

5
dalam kondisi seperti ini terutama lembaga yang hanya fokus pada
pelatihan offline.
Bahkan kebijakan tentang pelaksanaan Program Kartu Prakerja juga
berubah yang awalnya ada pelaksanaan offline dan online menjadi 100%
online, dengan syarat dan ketentuan menjadi mitra penyelenggara prakerja
yang cukup memberatkan lembaga pelatihan yang belum siap
menyelenggarakan secara online.

COVID 19 MUSIBAH
Bagi sebagian besar LPK, Covid 19 adalah musibah yang membuat
lembaga mereka tidak bisa beroperasi normal sehingga penghasilan LPK
menurun dan bahkan ada LPK yang tutup operasionalnya tentu
penghasilannya juga sangat berkurang jauh. Ada pula yang terpaksa
banting setir membuka usaha baru selain LPK seperti jualan makanan,
sembako, dan lainnya agar tetap bisa bertahan hidup.
Hal ini terjadi karena LPK belum siap dengan perubahan yang
mendadak dan membuat pimpinan LPK tidak berdaya melakukan inovasi
didalam pengelolaan lembaganya dan akhirnya harus pasrah menunggu
sampai bisa melaksanakan pelatihan offline kembali.

COVID 19 BERKAH MEMBAWA PELUANG BARU


Ternyata ada pula yang mendapat berkah dari bencana Covid 19 yaitu
LPK yang telah memiliki pelatihan online karena saat pandemic ini LPK ini
justru mendapat peserta pelatihan lebih banyak dari sebelum Covid terjadi.
Yang mendapat berkah luar biasa ada LPK yang menjadi Mitra Prakerja
Online dimana penghasilan bisa mencapai 100 kali lipat dari kondisi
Normalnya, bahkan ada LPK yang menghasilkan puluhan Milyar selama
penyelenggaraan prakerja

6
Peluang menjadi mitra Prakerja di tahun 2021 masih terbuka lebar
dalam rangka meningkatkan penghasilan LPK dan dalam rangka
mengembangkan lembaga kearah berbasis online selain tetap
melaksanakan pelatihan secara ofline. Sehingga mengembangkan lembaga
ke arah pelatihan berbasis bukan semata karena alasan prakerja tapi
karena kebutuhan untuk mengikuti perkembangan kebutuhan peserta
pelatihan agar LPK kita tetap bisa menjadi pilihan peserta.

Beberapa hal yang bisa dilakukan untuk mengembangkan LPK agar


bisa berbasis online dan sekaligus menjadi Mitra Prakerja tahun 2021 :

1. Pastikan Program pelatihan yang kita buka atau yang akan kita buka
masih banyak peminatnya dan memiliki peluang kerja atau peluang
berwira usaha yang tinggi.

Rekomendasi 1 :
HILLSI melakukan pemetaan program / jurusan pelatihan yang masih
banyak peminatnya dan banyak peluang kerjanya, dan mengarahkan
LPK untuk mulai membuka jurusan tersebut jika ingin lembaganya tetap
menjadi pilihan peserta pelatihan

2. Menyusun program Pelatihan yang mengacu kepada kebutuhan industri


digabungkan dengan standar SKKNI agar lulusannya mudah terserap
oleh industri dan memiliki standar kompetensi yang telah ditetapkan
pemerintah karena lulus uji kompetensi dan memiliki sertfikat
kompetensi.

7
Rekomendasi 2 :
HILLSI memberikan kepada pengelola LKP strategi menyusun Program
Pelatihan Berbasis Industri mengacu standar SKKNI ( Menyusun SKL,
Kurikulum, Silabus, Materi Pelatihan, Evaluasi)

3. Menyiapkan kelas pelatihan online


Hal-hal yang perlu disiapkan sebelum membuka kelas online adalah :
- SDM yang mampu mengelola kelas online – sebelum membuka kelas
online pastikan dulu siapa yang akan mengelola kelas ini, mulai dari
awal pembuatan sampai akhir kelas berjalan
- Konsep pelatihan online – tentukan bagaimana konsep kelas online
yang akan dibuka (Full LMS / Full Interaktif Daring / Blended
(gabungan online offline))
- Materi pelatihan online ( video, slide, dll)
- Sarana dan prasana pelatihan online (internet, LMS, media pelatihan
daring )

Rekomendasi 3 :
HILLSI mengadakan pelatihan strategi menyiapkan kelas pelatihan
online bagi pengelola LPK dalam rangka mengembangkan LPK berbasis
online.

4. Memasarkan pelatihan online melalui program Kartu Prakerja


Jika poin 1-3 telah selesai dibuat oleh LPK maka selanjutnya adalah
bagaimana cara memasarkan kelas online, inilah tahap tersulit diantara
semua tahapan kelas online karena cara pemasaran sangat tergantung
dari jenis dan kapasitas kelas online yang kita miliki.
Syarat menjadi Mitra Kerja :

8
- Memiliki Ijin Operasional
- Memiliki Program pelatihan yang mengacu SKKNI / Industri
- Memiliki LMS ( Learning Management Sistem) yang memadai
- Materi Pelatihan yang memadai
- Memiliki team yang mampu menyelenggarakan kelas online secara
interaktif (Instruktur dan team kelas online interaktif)
Ini sangat sulit dilakukan oleh LPK yang baru memulai kelas online
dengan modal dan SDM yang terbatas.

Rekomendasi 4 :
HILLSI membuat LMS HILLSI Online yang kapasitasnya besar
sehingga bisa bermitra dengan prakerja dan HILLSI Online ini yang
menampung semua kelas online dari LPK yang memenuhi syarat
tentunya.

(Catatan : Perlu dana yang besar jika HILLSI membuat sendiri, namun
hal ini sangat mungkin dilakukan bila 2000 LPK yang telah teregister di
HILLSInergi telah melengkapi Profil Data LPK-nya di HILLSInergi dan
telah membayar Rp 100.000,- per LPK / tahun untuk mendapatkan
fasilitas dari HILLSInergi)

Rekomendasi 5 :
HILLSI bekerjasama dengan pihak ketiga menyediakan LMS HILLSI
Online dengan kapasitas besar sehingga mengelola kelas-kelas online
dari LPK yang belum bisa memiliki LMS sendiri dengan sistem bagi hasil
dengan pihak ketiga.

9
Rekomendasi 6.
HILLSI menjembatani LPK-LPK yang telah lolos menjadi mitra prakerja
untuk bekerjasama dengan LPK yang belum lolos agar bersedia
mengelola kelas-kelas online yang sudah dibuat oleh LPK yang belum
lolos atau belum memiliki LMS, dengan system bagi hasil yang
disepakati bersama.

Rekomendasi 7
HILLSI Memotivasi pimpinan LPK untuk bekerjasama dengan lembaga
komputer / programer yang memiliki kemampuan membuat LMS agar
bekerjasama dalam pembuatan LMS dengan sistem bagi hasil,
sehingga tidak memberatkan LPK yang tidak berbasis IT.

Rekomendasi 8
HILLSI segera mendorong HILLsinergi menjadi Platform Digital sehingga
menjadi rumah LPK seluruh Indonesia.

Rekomendasi 9
HILLSI mengundang pihak SISNAKER untuk memberikan bimbingan
tentang persyaratan teknis untuk menjadi mitra Prakerja.

5. Membuat rancangan pengembangan kelas Online / Offline


Sebagai pimpinan LPK harus memiliki wawasan yang jauh ke depan.
Artinya pimpinan lembaga harus memiliki target minimal 1 – 3 Tahun ke
depan tentang arah pengembangan LPK nya agar tetap Eksis dan
menghasilkan profit.

10
Rekomendasi 10:
HILLSI perlu mengadakan pelatihan Entrepreneurship khususnya bidang
bisnis pendidikan dan pelatihan serta materi leadership untuk pimpinan
LPK yang ingin berkembang dan maju serta masih memerlukan
bimbingan.

Demikian makalah untuk komisi II ini disampaikan agar bisa menjadi


bahasan awal rapat komisi II untuk menemukan usulan-usulan yang lebih
baik.

11
NASKAH PEMBAHASAN KOMISI 3
STRATEGI LPK
DALAM MENGHADAPI RESESI & PANDEMI
2021 - 2022
( Model Perubahan LPK OUTPUT menjadi LPK OUTCOME)

A. KONDISI SEKARANG

Dalam menghadapi masa Pandemi Covid 19 seperti ini banyak sekali LPK
yang masih terperangkap dengan apa yang diketahui pada masa lalu, lebih
tepatnya lebih meyakini atas keberhasilan LPK di masa lalu.

Padahal LPK sekarang hidup di era DISRUPSI DOUBLE IMPACT PANDEMI ,


yaitu suatu kondisi perubahan tidak liner dalam semua sendi kehidupan
manusia : sosial , ekonomi , politik , budaya …. dan seterusnya.

Oleh karena itu dibutuhkan suatu Langkah strategi perubahan (change)


yang bersifat REFORMASI bahkan REVOLUSI dalam mengelola sumber daya
LPK yang ada agar LPK tidak terjebak (gap trap) dalam kesuksesan masa lalu.

Model Perubahan LPK OUTPUT menjadi LPK OUTCOME


12
Saat ini (the present) resesi ekonomi alias perlambatan ekonomi tidak bisa
ditolak oleh LPK, oleh karena itu dibutuhkan USULAN sekaligus TINDAKAN
STRATEGI LPK DALAM MENGHADAPI RESESI & PANDEMI 2021-2022 ini
agar LPK bisa eksis dalam menghadapi perubahan yang tidak linier ini.

Gambar di atas adalah usulan model LPK yang akan dibahas dalam
Muspimnas Hillsi Tahun 2020. Sesuai amanah UU 13 / 2003
Ketenagakerjaan , dimana LPK mempunyai kontribusi dalam turut serta
mencetak SDM profesional sangat diperlukan oleh Indonesia, khususnya
dalam menghadapi resesi dan Pandemic Covid 19 ini.

LPK hidup di 3 Zona Waktu :

1. Masa lalu
2. Masa Sekarang
3. Masa Depan

Masa resesi dan pandemi sekarang (2020) dijadikan momen garis pembatas
bagi LPK untuk melakukan perubahan mindset cara berpikir sekaligus
tindakan nyata perubahan strategi LPK . Bagi LPK yang tidak berubah maka
RESIKO terbesarnya akan terjebak dalam KEPUNAHAN eksistensinya.

Perubahan Strategi
Shifting (perpindahan) dari LPK OUTPUT bergerak ke LPK OUTCOME.

Cara berpikir Owning Sharing (keuntungan sisa hasil usaha hanya dinikmati
dan dikerjakan secara sendiri saja) sudah tidak relevan lagi dengan
perubahan zaman disrupsi double impact pandemi sekarang.

Ciri khas pertama LPK Output hanya berhenti di Sertifikasi Kompetensi


Lulusan dan Akreditasi LPK saja. Tanpa memikirkan OUTCOME alumni, tidak
ada tindakan nyata LPK dalam mengelola alumni paska pelatihan.

Ciri yang kedua, keuntungan sisa hasil usaha hanya dinimati dan dikerjakan
secara sendiri saja (Owning sharing). Karena dikerjakan secara terbatas,

13
semuanya serba sendiri maka akan berdampak pada besar omzet
pendapatan LPK yang kecil.

Posisi LPK Owning Sharing ini selaras dengan hasil/fakta yang didapatkan
dari hasil survey www.HILLSInergi.com yang merupakan Platform DataBase
anggota HILLSI berbasis web bahwa LPK secara nasional yaitu 93%, LPK rata-
rata hanya memiliki omzet (pendapatan kotor) dibawah Rp 300 juta/Tahun.
Artinya dalam 1 bulan, sebagian besar LPK yaitu 93% hanya mampu
menghasilkan Rp kurang dari 25 juta / Bulan.

Sesuai dengan grafik yang diperoleh sbb :

Grafik Omset LPK dari data Hillsinergi.com

Dari data grafik di atas, bahkan ada 63% LPK yang hanya mempunyai omset
di bawah 100 juta/tahun alias 8,3 Juta/bulan, suatu angka yang mewakili
tipikal (khas) omzet LPK owning sharing.

Berdasarkan UU 20 / 2008 ttg UKM bahwa usaha masyarakat dibagi menjadi


3 kategori yaitu :

1. Usaha Mikro : Omzet < Rp 300 juta/Tahun


2. Usaha Kecil : Rp 300 Juta < Omzet < Rp 2,5 Milyar/Tahun
3. Usaha Menengah : Rp 2,5 Milyar < Omzet < Rp 50 Milyar/Tahun
14
Maka berdasarkan data di atas hanya ada 7% LPK yang mampu
menghasilkan omzet diatas 300 juta /Tahun. Artinya banyak sekali LPK yang
tergolong ke usaha mikro.

Seperti kita ketahui Usaha Mikro sangat rentan cadangan tabungan uang
Cash (Tunai) dalam nilai buku operasional keuangannya.

Jika dikaitkan dengan kondisi (sekarang) resesi dan pandemi, sangat berat
untuk LPK kategori mikro untuk bertahan, jika tidak punya strategi
perubahan maka kemungkinan 63% LPK yang beromset 100 juta/bulan akan
punah, berhenti operasionalnya.

B. SHIFTING ke LPK OUTCOME

Seperti yang sudah dibahas di atas, masa resesi dan pandemi dijadikan zona
pembatas LPK untuk berubah (Change) dalam tindakan nyata Shifting
(Berpindah) menjadi LPK OUTCOME.

Ciri khas LPK OUTCOME adalah lawan dari ciri LPK OUTPUT. Jika ada LPK
yang berhenti di Sertifikasi Kompetensi Siswa (LSP) dan Akreditasi LA-LPK
sudah bagus, bahkan sudah sangat bagus karena sudah menjalankan UU 13
/ 2003 Ketenagakerjaan. Namun bagus saja tidak CUKUP.

GOOD is not ENOUGH


Tantangan strategi resesi dan pandemic butuh lebih dari bagus, butuh yang
beyond (di atas) dari bagus . Yaitu GREAT, Itulah dia LPK OUTCOME.

Ciri khasnya sbb :

Pertama, LPK Outcome selalu berpikir Sharing Economy lawan dari Owning
Sharing. Selalu ada tindakan nyata dalam mengelola alumni pasca pelatihan ,
ada wadah semacam CDC (Career Development Centre) yang dibentuk LPK
untuk mengurus alumni untuk dipertemukan sektor riilnya (Usaha Nyata),
yaitu Outcome : BEKERJA atau WIRAUSAHA. Semua alumni pasti senang
dengan Outcome karena dekat dengan Income, bukan ?
15
Kedua , LPK Outcome yang punya Program Vokasi berbasis produk selalu
punya tindakan shifting masuk ke sektor riiL bisnisnya (ada usaha langsung
yang menguntungkan). Contoh , seperti vokasi Menjait, Vokasi Desain Grafis,
Vokasi sablon bisa membuka unit usaha Konveksi. Demikian juga dengan
vokasi lainnya seperti vokais otomotif, Salon , dll. Untuk mendukung akses
sektor riiL tsb maka LPK OUTCOME punya legalitas unit bisnis berbentuk PT
atau CV yang punya PKP, NIB/KLBI.

Ketiga, LPK Outcome yang punya Program Vokasi orientasi bekerja, maka
LPK tersebut pasti punya wadah CDC untuk mengurus sekaligus
mempertemukan alumni ke sektor riiL perusahaan. Salah satu pintu
masuknya adalah melalui optimasi jalur pemagangan perusahaan dalam
negeri berdasarkan Peraturan Kemnaker no 36 tahun 2016.

Keempat, LPK Outcome hidup di zaman disrupsi, maka LPK tidak boleh
alergi dengan perubahan kerja online di masa pandemic, berbasis website
LMS untuk akses program kartu pra kerja maupun program reguler (mandiri),
serta memperkaya SDM di bidang Digital Marketing .

Maka bisa dipastikan jika LPK sekarang terlalu nyaman dengan status LPK
OUTPUT-nya maka secara pelan tapi pasti akan diskontinu menuju
kepunahan. Sebaliknya jika LPK shifting ke LPK Outcome maka akan tetap
Eksis bahkan berkembang menjadi LPK berbasis usaha menengah yang
mempunyai omset di atas 1 Milyar/tahun , seperti model gambar di bawah
ini .

Model The Great Shifting LPK Outcome


16
Butuh personal power dari pimpinan LPK dan stake holder LPK yang kuat
dalam melakukan tindakan The Great Shifting baik secara reformasi bahkan
revolusi. Sedangkan Tindakan perubahan yang kecil (evolusi) sudah tidak
cocok lagi dalam menghadapi perubahan non linier masa resesi dan
pandemic corona ini.

Berdasar 2 model shifting LPK OUTCOME yang sudah di paparkan di atas,


maka HILLSI bisa melakukan Tindakan Nyata Strategi LPK dalam
menghadapi resesi dan pandemi 2021 – 2020 , sbb :

1. HILLSI membuat HILLSI TRAINING CENTRE untuk membuat kurikulum


dan silabus pelatihan The Great Shifting LPK OUTCOME bagi Pimpinan
LPK. Perubahan selalu dimulai oleh pimpinan sebagai lokomotif
perubahan level reformasi dan revolusi.

2. HILLSI mengarahkan LPK membentuk Wadah Pelayanan Alumni pasca


Pelatihan seperti CDC (Career Development Centre) atau SDC (Skill
Developmen Center). Tujuannya jelas untuk merawat KSA (Kompetensi –
Skill – Attitude ) alumi untuk dipertemukan dengan sektor riiL bekerja di
perusahaan. (DUDI)

3. HILLSI mengoptimalkan CDC LPK untuk program pemagangan


perusahaan bagi pencari kerja, yaitu alumni LPK yang sudah selesai
status pelatihannya (pencaker), sekali lagi bukan pemagangan siswa yang
lagi belajar (seperti prakerin atau program vokasi 1 tahun). Tujuannya
jelas untuk optimasi Permenaker no 36 tahun 2016 tentang pemagangan
dalam negeri. Banyak akses program pemerintah yang bisa dioptimalkan
HILLSI dan LPK.

4. Mengoptimalkan Forum CDC LPK ini dalam membuka peluang dan


jejaringan (networking) pemagangan kerja perusahaan ini berdasarkan
keunggulan masing masing vokasi LPK yang sudah bekerjasama dengan
MOU DUDI di masing-masing daerah.

17
5. HILLSI mendorong LPK punya unit bisnis berbadan hukum PT/CV, agar
mudah melakukan pekerjaan sektor riiL dari user BUMN, Pemerintah,
Swasta maupun umum .

6. Membentuk Forum Usaha LPK agar mudah sharing ekonomi dalam


segala bidang sesuai dengan karakteristik bisnis usaha di masing masing
daerah.

7. Forum Usaha LPK boleh membentuk Koperasi HILLSI agar bisa akses
program stimulus ekonomi di kementrian UMKM. (Dibahas di Komisi I
saat ini sedang berlangsung).

8. HILLSInergi.com ditingkatkan statusnya jadi Digital Platform yang


mempunyai benefit tinggi bagi anggota LPK. Seperti jadi info wadah
akses MOU Industri DUDI, Market Place, Promosi LPK online bersama, dll.
(Saat ini sedang dibahas di Komisi II)

9.

10.

18
NASKAH PEMBAHASAN KOMISI 4
PERAN HILLSI
DALAM PROSES UP GRADING LPK
(Fakta bahwa 93% LPK adalah Kategori Mikro dengan Omzet Kurang dari Rp 300 Juta/Tahun)

LPK adalah satu dari banyak amanah dalam UU 13 / 2003 Ketenagakerjaan.


Sehingga selain keberadaan diakui oleh UU juga kontribusinya dalam turut
serta mencetak SDM profesional sangat diperlukan oleh Indonesia.

Namun fakta yang didapatkan dari hasil survey www.HILLSInergi.com yang


merupakan Platform DataBase anggota HILLSI berbasis web bahwa LPK
secara nasional yaitu 93%, LPK rata-rata hanya memiliki omzet (pendapatan
kotor) dibawah Rp 300 juta/Tahun. Artinya dalam 1 bulan, sebagian besar
LPK yaitu 93% hanya mampu menghasilkan Rp kurang dari 25 juta / Bulan.

Sesuai dengan grafik berikut :

19
Hanya ada 7% LPK yang mampu menghasilkan omzet diatas 300 juta /Tahun.
Bila kita telaah lebih jauh, kenapa omzet Rp 300 juta/tahun menjadi standar
karena bila kita merujuk pada UU 20 / 2008 bahwa usaha masyarakat dibagi
menjadi 3 kategori :

1. Usaha Mikro : Omzet < Rp 300 juta/Tahun


2. Usaha Kecil : Rp 300 Juta < Omzet < Rp 2,5 Milyar/Tahun
3. Usaha Menengah : Rp 2,5 Milyar < Omzet < Rp 50 Milyar/Tahun

Dengan perhitungan bahwa omzet Rp 25 juta/bulan, bila dipotong biaya


operasional yang kurang lebih akan menghabiskan 65% total pengeluaran,
maka bila Rp 25 juta/bulan dipotong pengeluaran sekitar Rp 16.250.000,-
maka hanya tersisa laba Rp 8.750.000,-/bulan untuk pengembangan LPK.
Angka ini sangat minimal untuk pengembangan LPK. Adalah wajar bila
dalam UU 20/2008 mengkategorikan bahwa omzet dibawah Rp 300
juta/tahun adalah masuk kategori usaha mikro.

Pun bila kita lihat lebih detil, sejatinya ada 63% LPK se Indonesia yang hanya
mampu menghasilkan omzet dibawah Rp 100 juta/bulan. Pertanyaannya
bagaimana LPK ingin maju berkembang bila omzetnya per bulan kurang dari
Rp 8,5 juta/bulan? Prosentase 63% dari total LPK adalah prosentase yang
sangat besar. Dengan kata lain 60% lebih LPK di Indonesia hanya mampu
melatih peserta pelatihan rata-rata hanya 20 orang per bulan dengan biaya
pelatihan sekitar Rp 450.000,- per paket pelatihan. Tentu saja LPK tersebut
tetap bisa beroperasi normal seperti biasa, namun sangat minim untuk bisa
berkembang pesat.

Idealnya, paling tidak, LPK yang maju dan berkembang setidaknya


menghasilkan omzet minimal Rp 500 juta/tahun atau sekitar Rp 40 juta /
bulan. Dengan demikian LPK tersebut mampu untuk meyakinkan perbankan
untuk mengembangkan kelembagaan ke tingkat yang lebih lanjut.

Adapun beberapa usulan yang mungkin untuk HILLSI lakukan untuk meng-
upgrade LPK agar berkembang dan memiliki omzet minimal Rp 500 juta /
tahun adalah :

20
1. HILLSI melakukan need analysis di wilayah masing-masing untuk
menemukan apa tepatnya pelatihan yang dibutuhkan masyarakat sekitar.
Kemudian LPK tinggal mengadopsi dan mengembangkannya menjadi
kurikulum dan silabus pelatihan.

2. HILLSI melakukan pendekatan kepada beberapa kementerian untuk


mendapatkan paket-paket pelatihan, yang kemudian dibagikan kepada
seluruh LPK yang telah mengisi lengkap data profil LPKnya di HILLSInergi.
(Saat ini hanya 120 LPK yang telah lengkap mengUpDate Profil LPK nya
di HILLSInergi, padahal ada 1924 LPK yang telah teregister di HILLSInergi).

3. HILLSI melakukan promosi online bersama dengan satu platform yang


dikembangkan oleh DPP HILLSI. Hal ini menjadi mungkin untuk
dilakukan bila seluruh LPK di HILLSInergi telah berkontribusi Rp 100.000,-
ke HILLSInergi saat meregisterkan 20 peserta pelatihannya di HILLSInergi.

4. HILLSI melakukan sharing rutin 2 minggu sekali tentang model bisnis


yang sederhana agar LPK lainnya bisa mengadopsi dan melakukan
inovasi di LPK nya masing-masing.

5. HILLSI menginisiasi program HILLSIndustri untuk secara aktif di masing-


masing DPD HILLSI rutin mengaktifkan forum komunikasi dengan
industri supaya program dan lulusan LPK benar-benar sesuai dengan
industri inginkan. Bentuknya bisa beragam, mulai dari Forum
HILLSIndustri sebulan sekali atau Kunjungan HILLSIndustri atau
ZoomHILLSIndustri yang intinya LPK menjadi tahu apa yang industri
inginkan, sehingga lulusan langsung terserap dimana dampak dari hal
tersebut adalah omzet yang meningkat pesat dari LPK karena mudah
untuk menawarkan pelatihan pada masyarakat.

6. HILLSI melaksanakan “Bedah LPK” untuk memberikan semua masukan di


semua aspek kepada LPK yang masih beromzet kurang dari Rp 100 juta /
tahun. Sekaligus mendata degan detil apa saja kesulitan LPK tersebut
untuk kemudian di laporkan ke DPP HILLSI sehingga DPP HILLSI memiliki
data detil untuk diajukan ke Kemnaker agar bisa diusulkan program
khusus untuk pengembangan LPK berskala mikro.
21
7. HILLSI melaksanakan program HILLSI Academy yang berisi Step-by-Step
How to Build a Success LPK dengan pemateri dari pimpinan LPK yang
telah terbukti berhasil menghasilkan omzet lebih dari 1 milyar pertahun.
Dengan adanya kurikulum dan jadwal yang pasti dalam 3 bulan (per
batch) yang dijadwalkan ada 24 kali pertemuan sampai tuntas, sehingga
LPK mikro bisa belajar secara online setahap demi setahap untuk bisa
mengembangkan LPK dan menghasilkan omzet secara signifikan.

8.

9.

10.

22
Tim Penyusun :

Karel Z. L. Koro
Rizky Mahendra
Eddy Sabarudin
H Faizin
Naktika Sari Dewi
Satia Zaputra
Wawang Suwarno

---oo000oo---

23

Anda mungkin juga menyukai