Anda di halaman 1dari 5

Sosial dan Budaya Dalam Iklan

( Kelas, Ras, Gender dan Agama)


Kelompok 4
Hafita ( 51120057 )
Nadiyah Khoirunnisa ( 51120105 )
Setia Falah Fadhlika ( 51120139 )
Yusuf Idwan ( 51120168 )
Zalsa Nur Oktaviani ( 51120169 )

Iklan bukan hanya sekedar promosi sebuah produk, tetapi telah menjadi sebuah sistem ide yang
memiliki nilai-nilainya sendiri secara otonom. Iklan menjelma menjadi sebuah ideologi di abad
modern. Peranan iklan sebagai ideologi cukup mencengkeram. Iklan telah membentuk sebuah
ideologi tentang makna atau image kecantikan. Iklan yang disampaikan melalui media massa
memiliki peran yang sangat besar dalam memproduksi dan mengkonstruksi arti kecantikan.
Dalam kebanyakan iklan, wanita dikatakan cantik apabila ia muda, berkulit putih, wajah mulus
tanpa jerawat, berambut hitam lurus dan tidak berketombe, dan memiliki tubuh yang langsing.
Secara tidak langsung iklan pun membentuk atau memperkuat image perempuan “cantik”.
Identitas kecantikan yang dibentuk seperti itu adalah bagian dari popular culture atau budaya
pop.

Teks-teks yang ada dalam iklan telah didistorsi sedemikian rupa sehingga yang muncul dalam
gambaran orang ketika mendengar kata cantik adalah wanita yang langsing tanpa tonjolan lemak
di tubuh, berkulit putih mulus, berwajah mulus tanpa jerawat, berambut hitam panjang lurus
tanpa ketombe, tidak punya masalah dengan bau badan maupun bau mulut, muda, pakaiannya
fashionable. Padahal dalam kenyataannya, wanita-wanita yang ditampilkan dalam iklan bisa saja
tidak secantik dalam iklan. Tubuh mereka bisa dilangsingkan dan kulitnya diputihkan lewat
kecanggihan teknologi digital.

Ras

Menurut Frakenberg, istilah “ras” “sesungguhnya merupakan fenomena yang baru muncul
akhir-akhir ini saja; pengurutan hirarkis ‘bangsa-bangsa’ sesungguhnya merupakan alat ukur
yang jauh lebih tua dalam leksikon supremasisme Barat.” Ras dalam konteks ini berhubungan
dengan tindak menamai kelompok-kelompok manusia, dan jelas, ada hubungan kekuasaan dalam
tindak menamai dan dinamai. Dalam konteks kolonialisme, pihak yang menamai adalah
penjajah, kulit putih. Dengan demikian, putih menjadi norma. “Ras kulit putih” tidak ternamai
karena putih adalah “bukan apa-apa, tetapi segalanya”. Sebagaimana diargumentasikan oleh
Dyer “warna putih bukanlah warna, karena putih adalah semua warna.” Supremasi, karena itu,
berada di dalam genggaman sang putih sebagai suatu hal yang diinginkan, sementara ke-putih-an
itu sendiri tetap merupakan symbol konvensional dar kebersihan, kemurnian, dan peradaban.

Di belahan dunia manapun logika dasar televisi memang demikian: menghipnotis orang
sedemikian rupa, hingga mereka tunduk di bawah kekuasaannya, untuk kemudian digiring
berbondong-bondong agar mengkonsumsi produk-produk yang ditawarkan (Mc Quail,
2002:302).

Kenyataannya selama ini, kulit putih dirasakan belum cukup untuk menunjukkan sosok
perempuan cantik, maka persyaratan lain yang harus dipenuhi adalah bertubuh ramping serta
langsing dengan rambut panjang, hitam dan lurus. Dalam berbagai iklan kecantikan di televisi
digambarkan bahwa perempuan yang ideal adalah seperti sosok tersebut di atas.
kasus pada di Tahun 2006,sony pernah membuat iklan pada sebuah billboard di belanda dalam
rangka peluncuran produk terbaru mereka, yakni PlayStation Portable (PSP) berwarna putih.
Namun iklan tersebut menuai kontroversi, yang dimana terlihat bahwa seseorang perempuan
berkulit putih yang mengancam sambil merengkuh wajah si model kulit hitam. Lalu kemudian
dalam iklan tersebut terdapat Tulisan PlayStation Portable White Is Coming.

Gender

Gender adalah suatu konsep yang digunakan untuk mengidentifikasi perbedaan antara laki-laki
dan perempuan yang dipandang dari segi sosial budaya. Gender dibentuk oleh masyarakat dan
bukan bersifat kodrati. Berbeda dengan seks yang tidak dapat dipertukarkan karena merupakan
kodrat Tuhan, sedangkan gender dapat berubah manakala masyakarat menghendakinya. Secara
struktur biologis, manusia terdiri dari laki-laki dan perempuan, di mana masing- masing
memiliki alat dan fungsi biologis yang melekatserta tidakdapat dipertukarkan.Laki-laki memiliki
penis, jakun, memproduksisperma dan sebagainya. Perempuan memiliki organ ovarium,
memproduksiseltelur, menyusui, dan melahirkan.
Sedangkan konsep gender, adalah suatu sifat yang melekat pada kaum laki-laki maupun
perempuan yang merupakan: pertama, hasil konstruksi sosial maupun kultural, misalnya
perempuan dikenal lemah lembut, cantik, emosional, keibuan. Sementara laki-laki dianggap
kuat, rasional, jantan, dan perkasa. Terdapat beberapa karakter darisifat-sifat tersebut yang dapat
dipertukarkan, misalnya: ada laki-lakiyang lemah lembut dan emosional, sementara ada juga
perempuan yang kuat dan rasional. Kedua, perubahan yang terjadi dari waktu ke waktu dan dari
tempat ke tempat lain, misalnya pada jaman dulu disuatu suku terdapat perempuan lebih kuat
dari laki-laki, tapi pada jaman dan tempat yang lain yang berlaku sebaliknya.Ketiga, adalah
darikelas ke kelasmasyarakat yang lain yang juga berbeda. Pada perempuan kelas bawah di
pedesaan pada suku tertentulebihkuat darilaki-laki. Semua yang dapat dipertukarkan antara sifat
perempuan dan laki-laki berubah dariwaktu ke waktu,serta berbeda darisuatu tempat ke tempat
yang lain,serta dari kelas ke kelas yang lain. Itulah yang disebut konsep gender (Fakih, 1996:8-
9).

Periklanan sebagai sebuah sistem komunikasi massa, kini cenderung menjadi parameter atau
implementasi wacana gender yang menggugat adanya bias-bias ketidakadilan gender (gender
innequalities). Periklanan kini dengan agak sinis dikatakan sebagai sarana legimitasi hegemoni
ideologi maupun pelestari dominasi ideologi patriarkis. Kecenderungan menggunakan periklanan
sebagai arena contoh bentuk subordinasi perempuan memang mudah sekali dimunculkan. Hal ini
disebabkan periklanan sendiri memang merupakan bentuk komunikasi yang sering
memunculkan kode-kode sosial sebagai fragmentasi realitas sosialnya, di mana kode-kode sosial
tersebut tak jarang pula mengadopsi stereotipe, asosiasi-asosiasi, refleksi kultural, ideologi serta
pola gender yang ada di masyarakat. “Seperti halnya pada iklan olahraga binaragawan yang
dimana di perankan oleh pria yang perkakas, dan di temani oleh perempuan atlit yang sedang
menyiarkan iklan tersebut.

Agama

Iklan merupakan suatu bentuk promosi yang paling dikenal dan paling banyak dibahas orang.
Hal ini mungkin karena daya jangkauan iklan yang luas. Iklan sangat cepat mempengaruhi
masyarakat dalam pembelian produk. Apalagi jika pengemasan iklan tersebut tertata rapi dan
mengena dihati masyarakat pasti akan banyak orang yang tertarik oleh iklan tersebut(Morissan,
2010).
Komodifikasi adalah suatu nilai tukar barang menjadi nilai tukar rupiah yang memanfaatkan
sesuatu. Komodifikasi adalah titik masuk awal untuk menteorisasikan ekonomi politik
komunikasi (Ibrahim, 2014).
Dalam hal ini, industri periklanan mengkomodifikasikan agama, seperti halnya pada iklan-iklan
dibulan ramadhan. Ini bertujuan untuk menarik daya beli konsumen terhadap produk tersebut.

Contoh kasus atau implikasi

Pada produk sabun, banyak bintang iklan dengan kulit putih, rambut panjang. Dan hal-hal
tersebut menjadi daya tarik untuk konsumen. Mereka akan berfikiran jika, menggunakan produk
uyang diiklankan kulit mereka akan menjadi sama dengan bintang iklan tersebut.

Sama halnya dengan iklan produk “ Warda” yang menampilkan wanita berhijab, iklan ini akan
mendorong opini masyarakat bahwa, produk tersebut mencerminkan gaya hidup halal, dan
seorang muslimah yang cerdas. Sehingga nilai agama disini dikomodifikasikan untuk mencari
keuntungan dari hijab itu sendiri.

Daftar pustaka

Dari buku yang berjudul: Becoming White: Representasi Ras, Kelas, Femininitas dan
Globalitas dalam Iklan Sabun ditulis oleh Aquarini Priyatna Prabasmoro

Bias Gender dalam Iklan Attack Easy di Televisi AlviSeptiRahmawati/Sigit


Tripambudi/PujiLestari ProgramStudiIlmu KomunikasiFakultasIlmu SosialdanIlmu
Politik (FISIP) Universitas PembangunanNasional
“Veteran”Yogyakarta,Jl.BabarsariNo.2Yogyakarta hal. 223

PERSPEKTIF GENDER DALAM REPRESENTASI IKLAN Arief Agung Suwasana


Jurusan Desain Komunikasi Visual Fakultas Seni dan Desain - Universitas Kristen Petra,
jogjakarta.

Hana Qodzari Mayaningrum dan Agus Triyono, KOMODIFIKASI HIJAB DALAM IKLAN
KOSMETIK SOPHIE PARIS VERSI “NATURAL & HALAL” DI TELEVISI Channel, Vol.4,
No. 2, Oktober 2016, hal. 207-226,

Anda mungkin juga menyukai