Anda di halaman 1dari 16

KHALAYAK RENTAN DALAM MEDIA PADA PEREMPUAN DAN

MANULA
(Essay Dibuat Untuk Memenuhi Tugas Mata Kuliah Literasi Media)

Dosen Pengampu :
Kelas 4 Perbankan Syariah C
Disusun Oleh:
Kelompok 2
1. Zahwa Nabilla Amatuloh (224110202090)
2. Aprilia Tri Wahyuni (224110202096)
3. Vanya Eka Habsari (224110202129)
4. Vicky Aditya Pratama (224110202130)
5. Yanuar Jidan (224110202132)

PROGRAM STUDI PERBANKAN SYARIAH


JURUSAN EKONOMI DAN BISNIS ISLAM
FAKULTAS EKONOMI DAN BISNIS ISLAM
UNIVERSITAS ISLAM NEGRI PROF. K.H. SAIFUDDIN ZUHRI
PURWOKERTO
2024
I. PENDAHULUAN
Perempuan kini tengah menjadi sorotan. Di era emansipasi ini
masyarakat mulai mengakui keberadaan perempuan yang makin maju
dan mulai menunjukkan diri mereka. Keadaannya tentu berbeda ketika
masyarakat belum mengenal emansipasi. Perempuan tidak bisa bebas
untuk berekspresi dan bersosialisasi dengan leluasa.
Perempuan masa kini sudah berani mengekspresikan diri dan
mandiri tanpa terkekang oleh adat dan mitos dalam masyarakat. Mereka
mulai meretas karir untuk meningkatkan kualitas dan kemampuan diri
demi masa depan. Masyarakat yang mulai merasakan kekuatan
emansipasi perempuan pun mulai
terbuka dan mengakui sosok perempuan yang ingin disejajarkan
dengan sesama mereka, laki-laki.
Minimnya jumlah perempuan di media ini, menyebabkan kursi-
kursi pengambil keputusan seperti pemimpin redaksi, redaktur
pelaksana, bahkan pemilik media, mayoritas ditempati oleh kaum laki-
laki. Secara tidak langsung, media massa tentu lebih banyak
menampung pemikiran-pemikiran laki-laki di dalamnya.
Dalam masyarakat kita yang terus berkembang, populasi khalayak
rentan manula memainkan peran yang sangat penting. Dengan
pengalaman hidup yang kaya dan kontribusi yang tak terhitung, mereka
telah membentuk fondasi bagi generasi-generasi selanjutnya. Namun,
saat mereka memasuki tahap kehidupan yang lebih lanjut, mereka
sering dihadapkan pada tantangan yang unik. Dari kesehatan yang
semakin rapuh hingga isolasi sosial, khalayak rentan manula
menghadapi berbagai rintangan yang memerlukan perhatian dan
dukungan khusus. Oleh karena itu, penting bagi kita untuk memahami
dan merespons kebutuhan mereka dengan sensitivitas dan empati.
Melalui pendekatan ini, kita dapat memastikan bahwa mereka
mendapatkan perhatian yang mereka perlukan dan layak, serta
memberikan mereka kesempatan untuk terus meraih kualitas hidup
yang bermakna. Dengan tekad ini, mari kita mulai menjelajahi

2
bagaimana kita dapat bersama-sama mendukung dan memperkuat
khalayak rentan manula dalam masyarakat kita.
Khalayak rentan, terutama perempuan dan manula, menghadapi
tantangan yang kompleks dan seringkali terabaikan dalam masyarakat.
Perempuan, dengan peran ganda sebagai ibu, pekerja, dan pengasuh,
rentan terhadap diskriminasi gender, kekerasan, dan keterbatasan
akses terhadap sumber daya. Mereka sering mengalami kesenjangan
ekonomi, pendidikan, dan kesehatan yang signifikan, menempatkan
mereka pada risiko sosial dan ekonomi yang tinggi. Sementara itu,
manula seringkali dihadapkan pada tantangan kesehatan yang
meningkat seiring bertambahnya usia, isolasi sosial, dan
ketidakmampuan untuk mengakses sumber daya yang dibutuhkan.
Kedua kelompok ini memerlukan perhatian khusus dalam upaya
menciptakan masyarakat yang lebih inklusif dan berkeadilan. Melalui
pemahaman yang mendalam tentang tantangan yang dihadapi oleh
perempuan dan manula, kita dapat mengembangkan kebijakan dan
program yang lebih efektif untuk memenuhi kebutuhan mereka.
Dukungan yang tepat dalam hal kesehatan, keamanan, dan
kemandirian finansial dapat membantu mengurangi ketimpangan dan
meningkatkan kualitas hidup mereka. Dengan demikian, penting bagi
kita untuk menyoroti isu-isu yang dihadapi oleh khalayak rentan ini dan
berkomitmen untuk menciptakan lingkungan yang mendukung bagi
semua anggota masyarakat, tanpa terkecuali.
II. ISI
Literasi Media
Secara umum literasi diartikan cara seseorang dalam memaknai
dan memahami sebuah tulisan. Berdasarkan pemikiran Kern. Literasi
tidak bisa lepas dari unsur-unsur budaya dan lingkup sosial yang
melatar belakanginya. Sehingga ketika melakukan literasi seseorang
memerlukan sebuah kepekaan untuk menginterpretasi makna melalui
text, merefleksikan hubungan-hubungan yang ada dalam suatu tulisan.
Literasi media menjadi semakin urgen dalam tempo sekarang ini,
apalagi muncul media baru yang sifatnya sangat interaktif. Selain itu
Potter menyatakan bahwa literasi media bagaiamana khalayak aktif

3
untuk memberdayakan diri sendiri dalam menafsirkan pesan dan
mengantisipasinya. Sifat interaktif media baru mencerminkan kontrol
aktif khalayak dalam menggunakan media baru. Akses atas informasi
sebagai suatu motif utama orang menggunakan media baru sangat
ditentukan oleh keaktifan khalayak. Khalayak aktif dalam media baru
memiliki motif utama yaitu akses terhadap berbagai informasi.
Khalayak Rentan
Khalayak memiliki hak untuk setuju atau tidak dengan informasi
yang diterimanya. Dalam kajian teoriti uses dan gratification, dikatakan
bahwa khalayak memiliki kecenderungan untuk mengakses media
berdasarkan kebutuhan spesifiknya. Pemikiran utama dari teori yang
dikemukakan Helbert Blummer dan Elihu Katz pada tahun 1974 pada
prinsipnya menyatkan bahwa khalayak sesunggunya aktif mencari
media dan isi tertentu demi kepuasan pribadinya. Hal ini menunjukkan
bahwa individu mempunyai kebebasan yang lebih besar untuk
menentukan mana yang akan bermanfaat baginya.
Adanya kebebasan dalam menentukan media dan isinya
mendorong seseorang untuk aktif menggunakan media. Mulanya
pemikiran Katz dan Blummer merupakan analisis dan kritik dari
fenomena betapa khalayak begitu aktif dalam memanfaatkan media
massa. Sehingga menjadi sangat berbeda dengan masa lampau
dimana pengaruh media dalam mengendalikan informasi sangat kuat.
Sebut saja dalam teori Kultivasi yang di gagas oleh Gebner dan Gross
dalam Griffin dimana masyarakat masih sangat mudah dipengaruhi oleh
media dan khalayak dinyatakan sangat percaya dan menganggap apa
yang dilihat dan didengarnya adalah realitas senyatanya. sifatnya masih
satu arah dan serupa dengan teori peluru yang juga menganggap
bahwa media massa sangat perkasa dan bisa mempengaruhi khalayak.
Apalagi pernah tercatat dalam sejarah pada tahun 1939 warga Amerika
sangat panik karena siaran radio mengatakan akan ada invasi Alien.
Saat itu hal tidak logis disiarkan dan dipercaya penuh.
Bagaimana dengan khalayak di Indonesia saat ini? Masihkah
mudah percaya dengan hal tidak masuk akal? perkara kubur dan
kavling surga yang sempat heboh di perhelatan pilkada Jakarta cukup

4
menjadi pertanda bahwa memang masih banyak pekerjaan rumah bagi
institusi pendidikan untuk menggerakkan sadar literasi. Herannya
klarifikasi informasi dari orang-orang yang kepakaran agamanya tinggi
dan diakui dunia tidaklah begitu berpengaruh dibandingkan pakar-pakar
selebritas media sosial atau televisi. Tentunya besarnya pengaruh ini,
harus diteliti lebih jauh.
Perempuan
Perempuan rentan sebagai penonton karena setidaknya tiga
alasan.
Pertama, jumlah pencipta media perempuan jauh lebih sedikit
dibandingkan laki-laki, sehingga konten media cenderung bersifat
gender.
Kedua, meskipun keterwakilan perempuan tidak setara dalam
semua aspek, posisi perempuan sebagai subjek media masih lebih
rendah dibandingkan laki-laki, sehingga juga menimbulkan bias.
Ketiga, perempuan seringkali dijadikan objek dalam konten
media sehingga menimbulkan misrepresentasi, bingkai, label, mitos dan
stereotip.
Kehadiran perempuan di belakang atau di depan layar media
akan memberikan inspirasi kepada khalayak khususnya perempuan
tentang identitas dan peran perempuan dalam masyarakat.Bukan tanpa
alasan perempuan di industri media kurang sabar. Perempuan
meninggalkan pekerjaan media karena budaya kerja yang berbasis
gender, informalitas, dan hambatan struktural (O'Brien, 2014).
Kombinasi ketiga faktor ini menciptakan hambatan besar bagi
perempuan untuk bertahan hidup, apalagi mengejar kesuksesan karir di
media. Budaya kerja laki-laki ditandai dengan jam kerja yang panjang
(jam kerja antisosial) sehingga menyulitkan mereka untuk berpartisipasi
dalam kegiatan sosial.), kerja akhir pekan, dan seringnya perubahan
jam kerja. Bias gender juga sering terjadi dalam produksi media, karena
perempuan dipandang hanya mampu melakukan tugas-tugas kasar
atau topik tertentu yang bertemakan perempuan.
Diskriminasi ini mengakibatkan pekerja perempuan dibayar lebih
rendah dibandingkan pekerja laki-laki. Selain bias gender, terdapat pula

5
hambatan dalam membangun jaringan bagi perempuan. Dalam industri
media, hubungan dengan orang yang tepat, sumber, eksekutif, dan
orang-orang penting adalah kunci kesuksesan profesional. Untuk
mencapai hal ini memerlukan interaksi ekstensif di luar jam kerja. Selain
itu, senior laki-laki cenderung mempercayai anggota berjenis kelamin
sama, meskipun senior perempuan juga jarang. Lingkungan kerja media
cenderung informal. Orang-orang dipilih berdasarkan jaringan
profesional mereka, bukan hanya keahlian mereka.
Jika karyawan sulit berjejaring maka kemajuan karir pun akan
sulit. Dari segi sosial, tidak pantas bagi perempuan untuk bersosialisasi
pada waktu-waktu tertentu, misalnya pada malam hari. Juga tidak
pantas untuk berinteraksi dekat dengan lawan jenis di tempat umum
seperti restoran atau hotel. Faktor budaya, jaringan, dan informalitas
kerja menciptakan lingkaran setan bagi pekerja perempuan.
Beberapa penelitian menunjukkan bahwa perempuan hanya
menjadi sumber berita tentang topik-topik tertentu yang dianggap
feminin, seperti aktivitas sosial, hiburan, pendidikan, dan parenting.
Sebaliknya, ketika membahas topik-topik strategis seperti ekonomi,
politik, pertahanan, dan keamanan, perempuan jarang dijadikan sumber
berita dan dianggap tidak kompeten. Perempuan cenderung
digambarkan sebagai representasi opini publik dibandingkan sebagai
ahli. Tren ini telah berlangsung selama beberapa dekade dan berlanjut
hingga saat ini. Hampir semua media di dunia menekankan penampilan
wanita cantik melalui program nonfiksi, fiksi, hiburan, periklanan, dan
informasi lainnya. Wanita cantik digambarkan dengan tubuhnya.
Di Indonesia, kecantikan diartikan dengan tubuh langsing, kulit
cerah, pipi merona, rambut panjang tergerai, atau hijab yang menarik.
Perempuan harus tampil menarik di media, baik berhijab maupun tidak.
Mereka ditempatkan pada rangkaian elegan (lembut), kekanak-kanakan
(manis), atau minim dan seksi. Apapun gaya yang dipilih seorang
wanita, harus terlihat menarik di mata lawan jenis atau sesama jenis.
Menurut Rebecca L., setidaknya ada lima permasalahan yang dihadapi
perempuan di media.
1) Kurang Terwakili

6
2) Objek seksual.
3) Subordinasi.
4) Peran tradisional.
5) Citra tubuh.
Kelima tema ini sangat jelas diungkapkan dalam pemberitaan
kejahatan dan politik oleh aktor perempuan. Perempuan yang
melakukan kesalahan hukum atau politik akan dihukum oleh media
melalui penggambaran mereka.
Perempuan Kriminal sering digambarkan tergila-gila pada uang
dan penampilan. Kesalahannya terungkap melalui penggambaran
dirinya mengonsumsi produk mahal. Selain itu, jenazah yang muncul
akibat operasi atau perawatan salon yang mahal dianggap
kriminal.Kasus penipu keuangan Melinda Dee yang selalu digambarkan
dengan dada membuncit, dan gubernur korup Ratu Atut Chosiya yang
kerap digambarkan mengenakan tas, sepatu, dan perhiasan mahal,
adalah contoh pelabelan tersebut. Laki-laki penipu dan koruptor jarang
sekali berhubungan dengan tubuhnya sendiri.
Dalam kancah politik, caleg perempuan cenderung kurang
mendapat perhatian dibandingkan caleg laki-laki. Meskipun media
sering kali menceritakan kisah-kisah tentang sejarah politik laki-laki,
kisah-kisah perempuan lebih banyak bercerita tentang penampilan,
gaya hidup, dan keluarga mereka dibandingkan pandangan politik
mereka. Kandidat perempuan cenderung lebih sering dikritik karena
keterampilan kepemimpinan, pengetahuan, dan pengalaman politik
mereka. Kandidat perempuan “selalu” dikaitkan dengan “masalah
perempuan” seperti kesejahteraan anak, lingkungan hidup, dan
kekerasan dalam rumah tangga ekonomi, keamanan nasional, dan
militer.Media secara konsisten mempertanyakan elektabilitas
perempuan, namun tidak pada laki-laki.
Program literasi media bagi perempuan terutama ditujukan untuk
pengembangan diri (self-empowerment). Mereka perlu memahami
bahwa cara mereka memandang diri mereka sendiri, orang lain, dan
orang-orang di sekitar mereka sangat dipengaruhi oleh posisi mereka di

7
media. Oleh karena itu, Anda perlu mempertimbangkan kemampuan diri
sendiri lebih dalam dari sekedar “mengikuti pendapat orang lain”.
Ada beberapa permasalahan perempuan yang perlu mendapat
perhatian. Penampilan merupakan hal yang paling penting karena
banyak wanita yang fokus pada penampilan dan melupakan
keterampilan lainnya.Misalnya, banyak perempuan yang menggunakan
media sosial hanya untuk bersikap narsis atau mengekspos bagian
tubuhnya demi mendapatkan perhatian dan kesadaran diri dari lawan
atau sesama jenis. Hal ini mengakibatkan rendahnya pengakuan di
ranah publik, khususnya dalam penghargaan kompetensi profesional.
Persoalan lainnya adalah pengambilan keputusan oleh
perempuan. Perempuan digambarkan sebagai ketergantungan pada
laki-laki di berbagai media, dan hal ini juga berlaku dalam kehidupan
nyata dan media. Misalnya, perempuan enggan bersuara di media
sosial mengenai isu-isu strategis seperti politik, ekonomi, dan integrasi
nasional. Mereka tidak memperhatikan karena merasa tidak kompeten
dan cuek. Padahal perspektif perempuan sangat penting bagi pemimpin
untuk mengambil keputusan yang menguntungkan perempuan.
Isu yang paling diperdebatkan antara laki-laki dan perempuan
adalah komentar seksis dan penampilan di media. Kebanyakan
perempuan memilih diam untuk menghindari konflik dengan rekan kerja,
padahal pendapat mereka benar-benar meningkatkan kesadaran
masyarakat untuk menghindari pelecehan seksual terhadap perempuan
termasuk di dalamnya. Melecehkan panggilan telepon (panggilan
telepon yang disederhanakan), komentar dan gambar tentang bagian
tubuh, terutama alat kelamin, yang merendahkan kualitas, gagasan,
pendapat, dan kemampuan kepemimpinan perempuan. Program literasi
media harus mengajarkan perempuan untuk mandiri, tidak diganggu
oleh mitos dan label media, serta mengekspresikan posisinya di media
terhadap isu-isu strategis.
Manula (Manusia Lanjut Usia)
Karena peningkatan signifikan dalam jumlah orang lanjut usia,
permasalahan lanjut usia mendapat perhatian lebih di seluruh dunia.
Inovasi kesehatan dan kondisi ekonomi dan sosial yang stabil diduga

8
menjadi faktor umur panjang. Di Jepang, Italia, Yunani, Jerman,
Portugal, dan Finlandia, lebih dari seperlima penduduknya adalah
lansia.Tidak mengherankan jika negara-negara tersebut menaruh
perhatian besar terhadap kualitas hidup para lansia.
Dengan bertambahnya usia penduduk, maka lansia akan
menghadapi berbagai permasalahan fisik dan mental yang berujung
pada permasalahan sosial. Orang lanjut usia dan pensiunan seringkali
ditandai dengan penurunan pendapatan yang signifikan, penurunan
energi, perubahan status sosial, dan perasaan kesepian akibat anak
meninggalkan rumah. Tidak jarang para lansia menjadi tergantung pada
bantuan orang lain setelah kehilangan pasangan atau menderita suatu
penyakit. Banyak dari mereka merasa tidak berdaya dan takut mati.Oleh
karena itu, mereka menarik diri dari lingkungan sosial melalui sikap pasif
atau agresi.
Meski lansia mempunyai berbagai permasalahan seperti yang
disebutkan di atas, namun mereka bukannya tidak berguna secara
sosial.Beberapa penelitian mengenai penggambaran lansia di media
menunjukkan bahwa lansia berperan sebagai pengasuh, penyedia
kehangatan dan kebijaksanaan dalam keluarga. Meski masih mengikuti
stereotip gender, sebuah penelitian di Jepang menemukan bahwa iklan
menggambarkan nenek sebagai pengasuh rumah. Sebaliknya, para
kakek tetap bisa bekerja secara profesional.
Secara umum, lansia perlu menjaga kualitas hidup yang baik
baik secara fisik maupun mental. Oleh karena itu, perlu dilakukan
pemutakhiran informasi dan pengetahuan secara terus menerus
mengenai kebutuhan pribadi dan partisipasi dalam masyarakat.
Misalnya mereka sedang menghadapi berbagai permasalahan
kesehatan, maka mereka pasti akan menjadi konsumen produk
kesehatan.Untuk memenuhi kebutuhan tersebut, lansia perlu mendapat
informasi, kritis, menghindari manipulasi perilaku konsumen, dan
mampu mengonsumsi produk kesehatan dengan benar dan bijaksana.
Rentang usia lansia sangat luas. Para ahli membagi segmen ini
setidaknya ke dalam kerangka demografis dan psikografis. Klasifikasi
usia dapat dibagi menjadi empat kelompok: 55-64 tahun, 65-74 tahun,

9
75-84 tahun, dan 85 tahun ke atas. Perbedaan ini didasarkan pada
kelompok generasi, keinginan untuk berinteraksi sosial, dan status
kesehatan. Menurut Paula Fitzgerald Bourne, ada lima variabel kunci
yang membedakan lansia: pendapatan, kesehatan, tingkat aktivitas,
waktu luang, dan kemampuan merespons orang lain.Meski usia tidak
menjamin kesehatan seseorang, namun hal tersebut cenderung diakui
secara umum.
George Mossies membagi lansia menjadi dua segmen dan
empat sub-segmen ditinjau dari kesehatan dan interaksi sosial lansia.
1) Segmen rumahan dibagi menjadi sub-segmen sehat dan sub-
segmen tidak sehat. Terdiri dari segmen. Para lansia yang kondisi
kesehatannya tidak baik (Freuil Sennin) cenderung merasa bahwa ini
adalah masa tersulit dalam hidup mereka. Mereka menerima kondisi
“usia tua”, menyesuaikan gaya hidup mereka untuk mengakomodasi
kesehatan mereka yang menurun, dan umumnya menjadi lebih
spiritual. Sebaliknya, lansia yang sehat (pertapa sehat) cenderung
memiliki harga diri yang rendah, namun tidak menyukai isolasi sosial
dan ``usia tua''.
2) Segmen sociable (percaya diri dalam interaksi sosial) terdiri dari
orang-orang yang mencari kesenangan sosial dan sehat.
Lansia yang termasuk dalam subsegmen pertama, yang
kesehatannya kurang baik, menjaga rasa percaya diri yang positif dan
menerima keadaan usia dan keterbatasan agar dapat memperoleh hasil
hidup yang maksimal.Subsegmen kedua lansia dianggap sehat,
memiliki rasa percaya diri yang positif, dan menerima status
"tua".Kehidupan mereka biasanya tidak banyak berubah dan mereka
memiliki peluang ekonomi yang baik.
Beberapa penelitian menunjukkan bahwa media dapat
meningkatkan proses psikologis pada orang lanjut usia. Melalui interaksi
media, lansia dapat meningkatkan perhatian, memori, kecerdasan, dan
bahasa. Proses mediasi memungkinkan orang dewasa yang lebih tua
untuk menciptakan lingkungan belajar yang diperlukan untuk mengubah
aspek kognitif, interaksi sosial, komunikasi, emosi, dan sikap menjadi
pengalaman berharga.

10
Aktivitas bermedia melibatkan kemampuan memahami
informasi.Kemampuan belajar lansia dimediasi oleh tiga faktor: (1) jenis
stimulus, (2) konteks yang menyertai informasi, dan (3) kepribadian
individu.
Kegiatan literasi media pada lansia dilakukan oleh kepala rumah
tangga atau lembaga sosial formal maupun informal. Tugas keluarga
sebenarnya tidak hanya mengasuh anak saja, namun juga memberikan
ruang bagi lansia untuk terus belajar dan berkembang agar dapat
berpartisipasi dalam kehidupan bermasyarakat.Program literasi media
diharapkan dapat membuat lansia dapat menggunakan media dengan
bijak. Contoh program literasi media yang dapat diterapkan pada
manula:
1) Ajari mereka untuk mengontrol konsumsi media dan tidak
meremehkan dampak media hindari reaksi otomatis saat terpapar
media.
2) Menghindari reaksi otomatis saat bersentuhan dengan media.
3) Menginstruksikan untuk mengejar tujuan mereka sendiri, bukan
tujuan pemilik media.
4) Menumbuhkan sikap positif terhadap media.
5) Membuat mereka memahami cara kerja media, pemasaran, dan
periklanan.
6) Menyadarkan mereka akan penyalahgunaan informasi dan gambar.
7) Membiasakan mereka memahami hak intelektual.
8) Tingkatkan keterampilan menggunakan media.
9) Memberikan nasehat dalam melindungi cucu anda dari dampak
negatif media.
10)Ajari mereka cara menggunakan sarana komunikasi baru.
Saat media digital mulai digunakan di masyarakat. Orang lanjut
usia menghadapi tantangan baru. Media digital baru telah muncul ketika
orang lanjut usia tidak lagi belajar atau bekerja dalam satu format.Jadi,
tentu saja, mereka tidak memiliki akses yang baik terhadap konten, dan
mereka masih belum bisa memfilter atau menganalisis konten, apalagi
membuat media digital.

11
Teknologi digital dapat membantu orang lanjut usia, terutama
dengan menggunakan teknologi jarak jauh untuk memantau kesehatan
mereka, meningkatkan harga diri dengan mengurangi ketergantungan
pada orang lain, dan berintegrasi ke dalam komunitas dan komunikasi
online, sehingga mengurangi tingkat kesepian.kehidupan. Dengan
menggunakan komunikasi melalui komputer, lansia dapat membangun
hubungan, dukungan sosial, dan bahkan persahabatan dalam
komunitas virtual. Berbagi cerita dan kenangan lama dapat membantu
Anda merasa lebih dekat.
Lansia harus diberikan kesempatan untuk belajar bagaimana
menggunakan media digital dengan penyesuaian teknis dan konten.
Setidaknya ada empat faktor yang perlu disesuaikan, yaitu:
keterampilan visual, pendengaran, motorik, dan kognitif. Adaptasi
memudahkan orang lanjut usia untuk mempelajari media digital,
meskipun media tersebut masih baru.
Untuk melindungi mata Anda, sebaiknya sesuaikan teknologi
digital untuk orang lanjut usia. Perangkat menggunakan ukuran font 12
atau 14. Teknologi ini menciptakan kontras antara latar belakang dan
teks atau tombol. Daripada membedakan warna, pengguna sebaiknya
menggunakan ukuran, volume, dan tekstur. Media menghindari latar
belakang gambar karena dapat membingungkan.
Agar pendengaran lansia dapat berfungsi lebih baik, ada
beberapa hal yang perlu diperhatikan. Komputer menggunakan
frekuensi rendah hingga menengah. Guru literasi media sebaiknya
tidak menggunakan audio versi komputer. Komunikator harus
mereproduksi suara dengan ritme dan intonasi yang alami, bukan yang
penuh tekanan.
Agar efektif secara kognitif, pelatihan media digital untuk lansia
harus dirancang secara khusus. Guru literasi media hanya akan
memberikan informasi yang relevan dengan tugas. Informasi disediakan
secara terpisah untuk setiap ukuran layar. Guru literasi media dapat
menggunakan metafora spesifik yang sudah diketahui oleh orang lanjut
usia dalam kehidupan sehari-hari, seperti gambar kartu di menu folder.

12
Masyarakat lanjut usia pada umumnya merupakan kelompok
sasaran yang rentan. Berdasarkan uraian karakteristiknya, dapat
disimpulkan bahwa terdapat tiga kelompok lansia yang paling berisiko
berdasarkan kategori pendapatan, kesehatan, dan gaya hidup. Lansia
yang miskin dan tidak sehat. Dan di sinilah kurangnya membaca
merupakan kelompok yang paling berisiko. Lansia yang berpendapatan
rendah tidak mampu membeli fasilitas media seperti membeli koran
atau peralatan. Lansia yang fisiknya tidak sehat kurang mendapat
dukungan dan enggan bersosialisasi dan mempelajari hal baru. Orang
lanjut usia yang menjalani gaya hidup pasif dan tidak dapat menikmati
membaca atau bekerja dalam kehidupan sehari-hari mengalami
penurunan kognitif yang parah, sehingga menyulitkan mereka
memproses informasi baru dari media.
Dengan berkembangnya teknologi digital, semua orang,
termasuk para lansia, mengejar kemajuan teknologi untuk memudahkan
aktivitas sehari-hari. Banyak orang lanjut usia kini belajar bagaimana
mengikuti perkembangan teknologi digital. Para lansia meyakini bahwa
perkembangan teknologi digital akan membawa banyak manfaat bagi
mereka. Kemudahan teknologi digital saat ini telah memudahkan
masyarakat, terutama lansia, dalam memperoleh dan memberikan
informasi melalui aplikasi digital percakapan.
Sangat disayangkan masih sedikit masyarakat di Indonesia yang
memperdulikan penggunaan teknologi digital oleh lansia. Kurangnya
pendidikan di kalangan lansia menunjukkan bahwa masih banyak lansia
yang dinilai gagap teknologi, pemanfaatannya yang kurang, rentan
terhadap penipuan digital, menjadi korban dampak negatif teknologi
saat ini, dan menjadi penyebar maupun penerima berita hoaks. Menurut
Kepala Dinas Komunikasi Informatika dan Statistik Kota Denpasar Dr.
Ida Bagus Alit Adhi Merta, S.S.T.P, M.Si bersama Ketua Masyarakat Anti
Fitnah Indonesia (MAFINDO) Bali Indra Puspita, mengatakan bahwa
masyarakat lanjut usia merupakan kelompok yang paling riskan dengan
perkembangan digital yang saat ini terus berkembang di berbagai
sektor. Selain rentan menjadi korban maupun pelaku penyebaran
hoaks,para lansia pun rentan dalam penipuan digital dan target

13
kejahatan digital lainnya karena dianggap lemah dan kurang edukasi
digital.
III. PENUTUP
Literasi media adalah kunci untuk menghadapi era media
interaktif baru, yang memungkinkan individu menafsirkan pesan media
dengan bijak. Meskipun motivasi utama pemirsa aktif media baru
adalah akses terhadap berbagai informasi, terdapat juga risiko
penyebaran berita palsu dan manipulasi informasi. Banyaknya stereotip
dan bias gender yang masih ada di industri media, membuat
perempuan berada dalam posisi rentan baik sebagai subjek maupun
subjek dalam konteks media. Program literasi media bagi perempuan
bertujuan untuk memperkuat dan meningkatkan kesadaran akan peran
dan identitas perempuan dalam masyarakat. Masyarakat lanjut usia
juga merupakan kelompok rentan dalam hal literasi media, terutama
mengingat teknologi digital yang terus berkembang. Diperlukan upaya
untuk meningkatkan literasi media di kalangan lansia, termasuk
beradaptasi dengan teknologi digital dan mencegah penyebaran
penipuan dan berita bohong.
Penggunaan media digital dapat membantu meningkatkan
kualitas hidup lansia melalui komunikasi online dan akses terhadap
informasi kesehatan dan sosial. Program literasi media untuk lansia
harus disesuaikan dengan kebutuhan dan kemampuan fisik dan mental
lansia, dan juga harus mempertimbangkan faktor-faktor seperti
keterbatasan pendapatan dan status kesehatan. Penting untuk
melibatkan keluarga dan lembaga sosial untuk meningkatkan literasi
media di kalangan lansia sehingga mereka dapat mengatasi tantangan
era digital. Kesimpulan artikel ini menyoroti pentingnya literasi media
dalam konteks perkembangan media baru dan perlunya upaya untuk
meningkatkan literasi media pada berbagai kelompok rentan, termasuk
perempuan dan lansia. Menghadapi tantangan era digital.

14
15
IV. DAFTAR PUSTAKA

Adiva Vanka Tamika, R. R. (2023). Literasi Digital Lansia. Public Relations, 963-
969.
Dyna Herlina S., M. (2022). Literasi Media Teori dan Fasilitas. Bandung: PT
Remaja Rosdakarya .
Harnita, P. C. (t.thn.). Masihkah Perlu Khalayak Belajar Literasi Media? Jurnal
Cakrawala, 117-135.

16

Anda mungkin juga menyukai