“Buku ini sangat kuat landasan ilmiahnya. Seluruh isinya didasari oleh
referensi ilmiah tepercaya yang mayoritas berbasis bukti (evidence-based).
Tidak hanya itu, penulis juga menggabungkan dengan pengalamannya
sehari-hari sebagai seorang konselor menyusui yang bersertifikasi
internasional sehingga dapat menjawab permasalahan yang umum
dihadapi oleh ibu menyusui.”
—dr. Arifianto, Sp.A, @dokterapin, Penulis buku Orangtua Cermat, Anak
Sehat, dan Pro Kontra Imunisasi
“Buku yang informatif dan komprehensif, ditulis oleh seorang ibu yang
pernah mengalami sendiri masalah dalam menyusui, tapi kemudian tak
berhenti belajar ilmu laktasi hingga memiliki akreditasi Leader La Leche
League (LLL). Tentu saja bukan hanya teori laktasi yang didapat dari buku
ini, tapi juga hal-hal praktis tentang menyusui. Wajib dibaca bukan hanya
oleh ibu muda, tapi semua kalangan yang membutuhkan informasi seputar
ASI dan menyusui.”
—Agnes Tri Harjaningrum, Penulis buku Smart Patient, Seorang dokter
yang pernah mengenyam pendidikan masternya di Berlin dan Bordeaux
“Saya pernah mengalami keresahan dalam menyusui. Salah satunya
sobeknya puting pada awal menyusui. Semua orang bilang dibiarkan saja,
nanti sembuh sendiri. Sebulan saya biarkan sampai akhirnya infeksi.
Seandainya saya tahu kalau itu hanya masalah pelekatan yang kurang
sempurna. Tapi, ibu yang punya buku ini sebelum bayinya lahir pasti akan
memiliki pengalaman menyusui yang indah, semua pertanyaan dan
keresahan ibu terjawab sempurna.”
—Mona Ratuliu, @mratuliu, Artis, Founder Komunitas ParenThink
“Buku ini menjadi bacaan wajib bagi orangtua, khususnya para ibu yang
ingin memberikan hal terbaik pada seribu Hari Pertama Kehidupan seorang
anak untuk tumbuh kembang yang optimal.”
—Ninik Sukotjo, UNICEF Indonesia
“Buku ini cocok jadi kamus bagi semua pihak yang ingin mengerti dan
memahami mengapa ASI merupakan salah satu anugerah dari Tuhan Yang
Maha Esa dan patut untuk diperjuangkan bersama-sama. Seperti biasa,
dalam setiap kesempatan, Monik yang dalam keseharian berbagi di
sehat@yahoogroups.com dan media sosial selalu mengagumkan dan
komprehensif dalam membantu para ibu, ayah, dan keluarga yang bertanya
soal serba-serbi ASI.”
—Ade Novita, @Ade_Novita, Advokat, Konselor ASI pada Klub Peduli ASI
(KLASI)-Yayasan Orangtua Peduli
“Tulisan yang sangat apik mengalir dari sang penulis, yang walaupun tidak
memiliki latar belakang pendidikan kesehatan, sudah malang melintang di
dunia per-ASI-an. Tak heran tulisannya enak dibaca, tidak menggurui
berdasarkan data dan fakta yang aktual serta rujukan yang tepercaya.
Belum pernah saya membaca buku perihal ASI selengkap ini.”
—Bapake Ghozan, Moderator Milis Sehat YOP, Admin GESAMUN (Gerakan
Sadar Imunisasi), Ayah penggiat ASI
Noura Familia
Menyajikan bacaan yang diramu dari beragam informasi, kisah,
dan pengalaman yang akan memperkaya hidup Anda dan keluarga.
Buku Pintar ASI dan Menyusui
F. B. Monika
Copyright © F. B. Monika, 2014
All rights reserved
Hak cipta dilindungi undang-undang
ISBN 978-602-0989-20-4
Ketika saya mengandung anak pertama pada akhir tahun 2005, tidak
pernah terpikir bahwa mempelajari ilmu laktasi jauh sebelum melahirkan
adalah hal yang sangat penting. Saya dulu berpikir, menyusui adalah hal
yang alamiah dan pasti mudah bagi semua ibu yang baru melahirkan. Saya
dulu bahkan tidak mengetahui manfaat memberikan ASI dan menyusui
bagi bayi dan ibu secara detail.
Ketika anak pertama saya lahir, saya mengalami beberapa masalah
menyusui. Saat itu saya tidak mengetahui makna IMD (Inisiasi Menyusu
Dini) dan alasan mengapa IMD sangat penting bagi ibu dan bayi. Dua hari
pasca persalinan, ASI saya tidak keluar sama sekali. Bidan kemudian
memerah payudara saya dengan keras, alasannya agar ASI saya keluar.
Saat itu tentu saja saya kesakitan, luka pascaoperasi Sectio Caesarea (SC)
masih nyeri sekali, ditambah nyeri pada payudara karena diperah keras
dengan tangan. Lalu, apakah masalahnya selesai sampai di situ? Ternyata
tidak. Saya kesulitan memosisikan bayi agar tidak terkena luka operasi.
Saya tidak tahu berbagai macam posisi menyusui, misalnya posisi sepak
bola/pencengkeram (footballhold/clutch) yang sering direkomendasikan
untuk ibu yang baru melahirkan via SC. Saya juga tidak tahu apakah bayi
saya sudah melekat dan mengisap dengan benar serta mendapat ASI yang
cukup. Setelah keluar dari rumah sakit, saya menghadapi masalah
menyusui lain, yaitu payudara bengkak dan demam, dan saat itu saya tidak
mengerti cara menanganinya.
Kemudian saat anak pertama saya berusia 1,5 tahun, saya mengandung
anak kedua. Saat itu saya sama sekali tidak mengetahui ilmu menyusui saat
hamil dan menyusui dua anak bersamaan (tandem nursing). Semua saran
yang saya terima hampir senada: segera sapih, jangan menyusui saat hamil
agar janin yang dikandung tidak kekurangan gizi, dan berbagai mitos
menyeramkan lainnya. Dengan berat hati, saya menyapih anak pertama
saya. Teknik menyapih yang baik bagi ibu menyusui dan bayi/anak pun saya
tidak tahu. Alhasil, saya mengikuti saran-saran yang aneh, seperti menaruh
rasa pahit (misalnya tanaman brotowali) di payudara atau mengoleskan
obat merah, lalu menakut-nakuti anak bahwa itu darah. Penyapihan yang
dilakukan mendadak tanpa persiapan yang memadai itulah yang saya
lakukan dan kadang saya sesali. Maafkan Bunda, Nak.
Lalu, lahirlah anak kedua saya. Apakah proses menyusui lebih lancar?
Tidak juga. Saya selalu takut ASI saya kurang karena payudara saya tidak
pernah bengkak seperti saat menyusui anak pertama (padahal tentu saja
pemikiran saya ini tidak tepat). Ketika anak kedua saya berusia 18 bulan dan
menderita sakit, ia mengalami menolak menyusu (nursing strike). Saya
bingung apa yang harus dilakukan, dan akhirnya menyerah dan
memutuskan untuk menyapih, walau dalam hati saya masih ingin terus
menyusui.
Saya kemudian mulai menggali lebih dalam ilmu mengenai kesehatan
anak, ASI dan menyusui. Semakin dalam saya mempelajari, semakin kuat
keinginan saya untuk membantu para ibu agar tidak merasakan apa yang
saya rasakan dulu. Tentu saja niat membantu ibu untuk menyusui
memerlukan ilmu laktasi yang memadai. Selain mendalami ilmu secara
otodidak dari berbagai sumber bacaan (misalnya buku breastfeeding dari
para ahli laktasi dunia, jurnal online, bergabung dengan Komunitas Smart
Parent Milis Sehat dan menggali sumber dari berbagai situs tepercaya
lainnya), saya mengikuti Pelatihan Konseling Menyusui Modul 40 Jam
WHO-UNICEF pada akhir tahun 2011. Ternyata membantu ibu menyusui
tidak cukup bermodal pengetahuan laktasi saja. Saya harus memiliki teknik
berkomunikasi yang baik, mau mendengarkan dan berempati sambil
mengolah masalah yang perlu dibantu saat itu, serta memilih informasi
yang perlu diberikan tanpa terlalu membebani ibu.
Selama tinggal di Amerika Serikat (AS), saya bergabung dengan La Leche
League (LLL), organisasi internasional terbesar di dunia nonprofit
pendukung ASI-menyusui. Saya mengikuti akreditasi untuk menjadi
seorang leader LLL dan belajar banyak hal baru mengenai ilmu laktasi dari
berbagai sumber yang direkomendasikan LLL Internasional. Setelah lulus
akreditasi, saya memimpin LLL Group of Rochester South, New York, AS
sejak 2012 hingga 2014. Di sana, saya belajar banyak bahwa dukungan dari
ibu untuk ibu, berbagi pengalaman antara para ibu, saling menguatkan satu
sama lain secara kontinyu adalah hal yang sangat penting dalam mencapai
keberhasilan menyusui. Ternyata masalah-masalah menyusui dan hal-hal
yang dapat menghambat menyusui yang dialami para ibu “bule” dan
bangsa-bangsa lainnya tidak jauh berbeda dengan yang dialami para ibu di
Indonesia.
Melalui buku ini, saya ingin membagikan pengalaman (saat saya
membantu banyak ibu di Indonesia atau di AS sejak 2011 hingga saat ini)
dan pengetahuan menyusui yang saya miliki (berdasarkan bukti-bukti
ilmiah) kepada masyarakat luas, selain edukasi yang terus saya lakukan
melalui seminar, kelas persiapan menyusui, konseling menyusui gratis,
serta melalui artikel yang saya tulis di media cetak dan online, serta akun-
akun media sosial saya.
Dalam buku ini, dibahas semua hal yang berkaitan dengan ASI dan
menyusui, mulai dari manfaat ASI dan menyusui bagi bayi dan ibu, langkah-
langkah melaksanakan IMD, manajemen laktasi, penanganan masalah-
masalah menyusui, teknik memerah dan manajemen ASI perah, nutrisi
yang baik bagi ibu menyusui dan ditutup dengan dukungan terhadap ASI
dan menyusui.
Buku ini sangat saya sarankan untuk dibaca terutama oleh para ibu dan
ayah yang baru menikah atau ibu yang sedang mengandung agar
mendapat pengetahuan dan pemahaman yang tepat mengenai ASI dan
menyusui serta terhindar dari (atau dapat mengatasi) berbagai masalah
menyusui.
Selamat membaca J
Isi Buku
Prakata
Bab I
ASI dan Menyusui: Terbaik untuk Bayi dan Ibu
A. ASI atau Susu Formula?
B. Periode Emas
C. Seribu Hari Pertumbuhan yang Menentukan
D. Manfaat ASI bagi Bayi
E. Manfaat Menyusui bagi Ibu
F. Usia Dimulainya Pemberian Makanan Pendamping ASI (MPASI)
Bab II Karakteristik ASI
A. Air Susu Diciptakan Khusus untuk Setiap Spesies (Milk is Species
Specific)
B. Tahapan Perkembangan ASI
C. Kandungan ASI
D. Perubahan Kandungan ASI
Bab III Anatomi Payudara dan Produksi ASI
A. Anatomi Payudara
B. Hormon Perkembangan dan Pematangan Fungsi Payudara
C. Mekanisme Produksi ASI
D. Refleks Pengeluaran ASI (Let Down Reflex/LDR)
E. Refleks Pengeluaran ASI yang Sangat Kuat (Forceful LDR)
F. Tertundanya Produksi ASI Pasca Persalinan (Delayed Onset of
Lactation/DOL)
G. Kapasitas Penyimpanan ASI Dalam Payudara
H. Faktor Penghambat Produksi ASI
I. Payudara Selama Kehamilan
J. Perawatan Payudara Selama Menyusui
Bab IV Inisiasi Menyusu Dini (IMD) dan Tanda-Tanda Menyusu (Feeding
Cues)
A. Syarat-Syarat Pelaksanaan IMD
B. Langkah-Langkah Pelaksanaan IMD
C. IMD pada Persalinan SC (Sectio Caesarea)
D. Tanda-Tanda Kesiapan Bayi Menyusu Saat IMD
E. Tanda-Tanda Bayi Ingin Menyusu
F. Tanda-Tanda Bayi Kenyang
G. Tanda-Tanda Bayi Menolak Menyusu
Bab V Manajemen Laktasi
A. Persiapan Menyusui
B. Posisi Menyusui
C. Pelekatan Menyusui (Latch-On)
D. Teknik Menyusui
E. Tanda-Tanda Kecukupan ASI
F. Kurva Pertumbuhan Bayi (Growth Chart)
G. Menyusui pada Malam Hari
H. Menyusui Saat Ibu Sakit
I. Menyusui Saat Bayi Sakit
J. Menyusui Saat Hamil
K. Menyusui Bayi Kembar Dua dan Kembar Tiga
L. Relaktasi dan Induksi Laktasi (Menyusui Bayi Adopsi)
M. Menyusui Anak Usia lebih dari Satu atau Dua Tahun (Extended
Breastfeeding)
N. Menyapih (Weaning)
Bab VI Masalah-Masalah Menyusui
A. Nyeri Puting
B. Payudara Bengkak (Engorgement)
C. Mastitis
D. Infeksi Jamur (Thrush)
E. Produksi ASI Berlebih
F. Bayi Menyusu Lebih Sering
G. Bingung Puting
H. Bayi Rewel
I. Bayi Menolak Menyusu (Nursing Strike)
J. Bayi Menyusu Hanya pada Satu Payudara
K. Bayi Menggigit dan Tumbuh Gigi
L. Puting Datar dan Terbenam
M. Tongue Tie
N. Bayi Kuning (Jaundice)
O. Perasaan Sedih dan tidak Nyaman Pasca Persalinan (Baby Blues)
P. Depresi Pasca Persalinan (Post Partum Depression/PPD)
Bab VII Manajemen ASI Perah
A. Alasan Ibu Memerah ASI
B. Tampilan/Penampakan ASI Perah
C. Warna ASI Perah
D. Darah di Dalam ASI Perah
E. Bau ASI Perah
F. ASI Perah yang Sudah Rusak
G. Volume/Kuantitas ASI Perah
H. Frekuensi dan Durasi Memerah
I. Memerah dengan Tangan
J. Memerah dengan Alat Pompa
K. Pemilihan Wadah ASI Perah
L. Panduan Penyimpanan ASI Perah
M. Menghangatkan ASI Perah
N. Menyelamatkan ASI Perah Saat Listrik Padam
O. Volume/Kuantitas Pemberian ASI Perah
P. Membawa ASI Perah
Q. Metode Pemberian ASI Perah
R. Meningkatkan Hasil ASI Perah
S. Memompa dan Memberikan ASI Perah Secara Eksklusif (Exclusively
Pumping/E-Ping)
T. Seputar ASI Donor
Bab VIII Nutrisi untuk Ibu Menyusui
A. Kebutuhan Kalori Ibu Menyusui
B. Kebutuhan Cairan Ibu Menyusui
C. Susu untuk Ibu Menyusui
D. Suplemen Vitamin dan Mineral untuk Ibu Menyusui
E. Makanan yang Dipercaya Sebagai Booster ASI
F. Pedoman Gizi Seimbang (PGS) 2014
G. Pengaruh Makanan dan Minuman yang Dikonsumsi Ibu terhadap Bayi
H. Kafein dan Menyusui
Bab IX Dukungan Terhadap ASI dan Menyusui
A. Dukungan Ayah
B. Dukungan dari Ibu untuk Ibu (Mother to Mother Support)
C. Undang-Undang dan Peraturan tentang Menyusui di Indonesia
D. Dukungan Organisasi Internasional (UNICEF, WHO)
Ucapan Terima Kasih
Daftar Pustaka
Tentang Penulis
Bab I
B. Periode Emas
Pertumbuhan anak sangat cepat di dua tahun pertama kehidupannya dan
dua tahun pertama kehidupan anak itulah yang disebut periode emas
(golden period). Jika pada rentang usia tersebut anak mendapatkan asupan
gizi yang optimal, seperti ASI, penurunan status gizi anak bisa dicegah. Bila
terlewati, periode emas ini tidak dapat diulang kembali.
Pemberian asupan yang optimal sejak bayi adalah upaya yang paling
efektif untuk meningkatkan kesehatan anak. Tahun 2006 diperkirakan 9,5
juta anak meninggal sebelum berusia 5 tahun dan dua per tiga kematian ini
terjadi pada tahun pertama kehidupan anak-anak tersebut. Dari ber-bagai
penyebab kematian bayi/anak-anak, 35% berhubungan dengan kekurangan
nutrisi/malnutrisi.
Malnutrisi yang terjadi selama periode emas menyebabkan anak tumbuh
pendek (beberapa sentimeter lebih pendek dari tinggi potensialnya) dan
juga berpengaruh pada kesehatan serta perkembangan intelektualnya. Bila
wanita menderita malnutrisi saat kecil, kondisi reproduksi wanita tersebut
juga terpengaruh. Bayi yang dikandungnya kelak lahir dengan berat badan
rendah dan dapat mengalami komplikasi selama melahirkan.
Meskipun dua tahun pertama kehidupan anak sangat penting, tidak
berarti anak usia dua tahun ke atas tidak membutuhkan perhatian lagi,
tetapi skala prioritasnya telah terlewati.
Contoh:
Bayi A dilahirkan prematur pada tanggal 19 Maret 2014. Usia kehamilan
saat bayi dilahirkan adalah 30 minggu berdasarkan pemeriksaan USG. Pada
tanggal 11 Juni 2014, usia kronologis bayi adalah 12 minggu. Jadi,
perhitungan usia koreksi adalah sebagai berikut.
Usia koreksi = usia kronologis – (40 – usia kehamilan saat dilahirkan)
= 12 – ( 40 – 30 ) = 2.
Jadi, usia koreksi bayi adalah 2 minggu.
Karakteristik ASI
Kolostrum
Kolostrum atau ASI hari-hari pertama adalah cairan berwarna kuning
keemasan/jingga yang mengandung nutrisi dengan konsentrasi tinggi.
Kolostrum selain memberikan perlindungan pada bayi terhadap berbagai
penyakit infeksi, juga memiliki efek laksatif (pencahar) yang dapat
membantu bayi mengeluarkan feses/tinja pertama (mekonium) dari sistem
pencernaannya sehingga bayi terlindungi dari penyakit kuning (jaundice).
Banyak ibu mengira kolostrum berwarna putih seperti susu. Oleh karena
itu, ketika kolostrum keluar dalam keadaan berwarna kuning
keemasan/jingga, kental, lengket, dan terkadang bening, banyak ibu
menganggap ASI tersebut tidak bagus dan kemudian dibuang. Padahal
tidak demikian. Warna kuning keemasan/jingga ini merupakan tanda dari
kandungan beta-karoten yang tinggi, yang merupakan salah satu
antioksidan.
Selain itu, banyak juga ibu yang khawatir kolostrum tidak akan cukup
untuk bayi karena jumlahnya yang hanya sekitar 3–5 sendok teh sehingga
ibu merasa perlu menambahnya dengan susu formula. Padahal, walaupun
jumlah kolostrum relatif sedikit, sudah sangat mencukupi lambung bayi
yang juga memang masih kecil. Meski sedikit, kolostrum sangat padat
nutrisi, kaya karbohidrat dan protein, serta tinggi kandungan antibodi.
Kolostrum mengandung sejumlah besar antibodi yang disebut
immunoglobulin (kelompok protein yang memberikan kekebalan tubuh
terhadap penyakit). Immunoglobulin dalam kolostrum ada tiga macam,
yaitu IgA (Immunoglobulin A), IgG (Immunoglobulin G), dan IgM
(Immunoglobulin M). Di antara ketiga immunoglobulin, IgA adalah yang
konsentrasinya tertinggi. IgA inilah yang melindungi bayi dari serangan
kuman di daerah membran mukus tenggorokan, paru-paru, juga
melindungi sistem pencernaan bayi, termasuk usus. Selain antibodi,
kolostrum juga kaya leukosit (sel darah putih yang bertugas
menghancurkan bakteri jahat dan virus), yaitu sekitar 70%.
ASI Transisi
Kolostrum berubah menjadi ASI transisi sekitar 4–6 hari setelah kelahiran
bayi. Selama proses transisi ini, kandungan antibodi dalam ASI menurun
dan volume ASI meningkat drastis. Berbeda dengan kolostrum yang
produksinya dipengaruhi oleh hormon, produksi ASI transisi dipengaruhi
oleh proses persediaan versus permintaan (supply vs. demand). Oleh karena
itu, menyusui dengan lebih sering, sekitar 8–12 kali per hari (frequent
nursing) pada awal-awal kelahiran bayi sangat penting.
Selain mengandung 10% leukosit, ASI transisi juga mengandung lemak
yang tinggi yang berguna untuk pertumbuhan, perkembangan otak,
mengatur kadar gula darah, dan memenuhi kebutuhan nutrisi bayi.
ASI Matang/Matur
ASI transisi kemudian berubah menjadi ASI matang sekitar 10 hari sampai 2
minggu setelah kelahiran bayi. ASI matang (seperti halnya ASI transisi)
mengandung 10% leukosit. Dibandingkan dengan kolostrum, ASI matang
memiliki kandungan natrium, potasium, protein, vitamin larut lemak, dan
mineral yang lebih rendah. Sedangkan, kandungan lemak dan laktosanya
lebih tinggi daripada kolostrum.
C. Kandungan ASI
Berbagai iklan susu formula mengedepankan keunggulan kandungannya,
seperti zat besi dan DHA, padahal semua kandungan ini terdapat di dalam
ASI (dengan takaran yang tepat sesuai kebutuhan bayi). Meskipun
produsen susu formula menekankan beberapa kandungan nutrisi yang lebih
tinggi, ASI lebih mudah dicerna dan diserap tubuh bayi sehingga bayi
mendapatkan berbagai nutrisi yang tepat sesuai kebutuhannya. Oleh
karenanya, bayi dapat terhindar dari kekurangan gizi.
Sumber : WIC (Women Infants Children) Arkansas, AS
Kandungan ASI vs. susu formula
1. Air
Berdasarkan penelitian dr. Ruth Lawrence, sekitar 88,1% komposisi ASI
adalah air. Sisanya adalah karbohidrat, lemak, protein, vitamin, mineral,
dan lain-lain. Jadi, bayi yang menerima ASI tidak perlu menerima tambahan
air putih atau sejenisnya. Bahkan, kolostrum yang jumlahnya hanya
beberapa tetes cukup untuk menjaga bayi tetap terhidrasi dengan baik.
Sumber: Buku Breastfeeding: A Guide for the medical profession edisi ke 4 karangan Ruth Lawrence
2. Protein
Kualitas dan kuantitas protein dalam ASI berbeda dengan susu mamalia
lain. ASI juga mengandung asam amino seimbang yang sesuai dengan
kebutuhan bayi. Konsentrasi protein dalam ASI adalah 0,9 gram/100 ml,
lebih rendah kadarnya dari susu mamalia lain. Kandungan protein yang
tinggi dalam susu mamalia lain dapat membebani ginjal bayi yang belum
matang.
ASI mengandung kasein yang lebih rendah sehingga jauh lebih mudah
dicerna dibanding susu mamalia lain. ASI mengandung alfa-laktalbumin,
sedangkan susu sapi mengandung beta-laktoglobulin yang dapat membuat
tubuh bayi intoleran/sulit menerima susu sapi tersebut. Susu formula tidak
dapat menyamai laktoferin, yaitu kandungan protein dalam ASI yang
berperan melindungi bayi dari infeksi saluran cerna.
3. Karbohidrat
Karbohidrat utama dalam ASI adalah laktosa yang merupakan komponen
utama ASI. Laktosa memenuhi 40–45% kebutuhan energi bayi. ASI
mengandung 7 gram laktosa per 100 ml, jauh lebih tinggi dari susu lain dan
merupakan sumber energi yang utama dan paling penting.
ASI adalah air susu mamalia yang mengandung laktosa paling tinggi
dibandingkan spesies lainnya. Laktosa meningkatkan penyerapan kalsium
dan tidak menyebabkan kerusakan gigi, sedangkan sukrosa yang umum
terdapat dalam susu formula bertanggung jawab terhadap kerusakan gigi
anak.
Jenis karbohidrat lain yang ada dalam ASI adalah oligosakarida yang
memiliki fungsi penting melindungi bayi dari infeksi.
5. Vitamin
Secara umum, ASI mengandung berbagai vitamin yang diperlukan bayi.
Kadar vitamin D dalam ASI cukup rendah sehingga bayi juga memerlukan
paparan sinar matahari pagi. Bayi yang tinggal di daerah paparan sinar
matahari sangat rendah atau daerah dengan musim dingin yang sangat
panjang memerlukan suplemen vitamin D. Sebuah penelitian menyarankan
ibu menyusui dan bayi untuk mengonsumsi suplemen vitamin D agar
kandungan vitamin D dalam ASI meningkat dan bayi tidak kekurangan
vitamin D.
6. Mineral
Kandungan mineral dalam ASI cukup rendah karena ginjal bayi masih
berkembang. Kalsium dalam ASI dapat terserap tubuh lebih efektif
dibanding susu formula. Kandungan zat besi dalam ASI juga dapat terserap
lebih efektif dibanding susu formula karena ASI mengandung vitamin C
yang tinggi. Bayi dapat menyerap hingga 60% zat besi dalam ASI,
sementara bila mengonsumsi susu formula hanya 4% zat besi yang diserap
tubuh bayi.
7. Enzim
ASI mengandung 20 enzim aktif. Salah satunya adalah lysozyme yang
berperan sebagai faktor antimikroba. ASI mengandung lysozyme 300 kali
lebih banyak dibandingkan susu sapi. Selain lysozyme, ASI juga
mengandung lipase (berperan dalam mencerna lemak dan mengubahnya
menjadi energi yang dibutuhkan bayi) dan amilase (berperan dalam
mencerna karbohidrat).
8. Faktor Pertumbuhan
Faktor pertumbuhan epidermal dalam ASI menstimulasi kematangan usus
bayi sehingga usus bayi dapat lebih baik mencerna dan menyerap nutrisi
serta tidak mudah terinfeksi protein asing. Faktor pertumbuhan lainnya
yang terkandung dalam ASI membantu perkembangan kematangan syaraf
dan retina bayi.
11. Hormon
ASI mengandung hormon pengontrol nafsu makan dan secara umum bayi
yang menyusu sesuai keinginan tidak berisiko menyusu berlebihan di luar
kebutuhannya. Hormon pengontrol nafsu makan yang terdapat dalam ASI
dan tidak terdapat dalam susu formula adalah leptin, ghrelin, dan
adiponektin. Oleh karena itu, terdapat bukti bahwa bayi ASI memiliki risiko
mengalami obesitas yang lebih rendah pada masa kecil dan dewasa
dibandingkan bayi yang mendapatkan susu formula.
Anatomi Payudara
dan Produksi ASI
A. Anatomi Payudara
Anatomi payudara dibagi menjadi beberapa kategori dasar.
1. Jaringan glandular, yaitu jaringan yang memproduksi ASI dan
mengalirkannya ke puting.
2. Jaringan penghubung (otot), termasuk ligamen cooper yang
menyokong payudara secara mekanis.
3. Jaringan lemak (jaringan adipose), yaitu jaringan yang memberikan
perlindungan dari guncangan/trauma.
4. Syaraf, yang memberikan sensitivitas pada payudara untuk
mengirimkan sinyal ke otak agar mengalirkan hormon prolaktin
(berperan dalam produksi ASI) dan hormon oksitosin (berperan dalam
pengeluaran ASI) ke aliran darah.
5. Darah, yang memberikan nutrisi (misalnya, protein) ke tubuh ibu untuk
memproduksi ASI.
b. Duct-ductules
Duct adalah pipa kecil yang mengalirkan ASI dari alveoli ke puting.
c. Areola
Areola adalah area yang berpigmen/berwarna lebih gelap, tempat
puting dan montgomerry gland berada.
d. Montgomerry gland
Montgomerry gland merupakan kombinasi dari sebaceous yang
mengeluarkan sebum/cairan berminyak dan mammary gland yang
membesar saat kehamilan. Jumlah montgomerry gland bervariasi, 1
sampai 15. Montgomerry gland mengeluarkan cairan yang berguna
untuk:
melindungi kulit ibu dari gesekan saat bayi menyusu,
mengatur pH kulit payudara dan melindunginya dari bakteri, dan
membantu bayi setelah lahir untuk menemukan puting melalui
bau cairan tersebut.
Montgomerry gland bukan jerawat sehingga jangan dipencet. Jangan
pula membersihkan puting-areola dengan sabun atau cairan
disinfektan (cairan yang mengandung alkohol) karena dapat
menyebabkan cairan berminyak yang dikeluarkan oleh montgomerry
gland dapat terbuang.
e. Lobe-Lobule
Lobe merupakan bagian dari mammary gland. Sebuah lobule terdiri
atas satu cabang alveoli dan duct yang mengantarkan ASI ke sebuah
lobe. Sebagian besar wanita memiliki 4–17 lobe tiap payudara, dengan
rata-rata sebanyak 9 lobe.
f. Puting
Puting adalah bagian dari payudara yang memiliki fleksibilitas saat
bayi sedang menyusu. Di permukaan luar puting terdapat 5–18 pori
berukuran 0,4–0,7 mm dan setiap pori terhubung dengan duct. Pada
puting dan aerola terdapat otot halus yang dapat berkontraksi.
Anatomi payudara
Laktogenesis II
Menurut Kelly Bonyata, IBCLC, fase laktogenesis II terjadi di 30-40 jam
pasca kelahiran. Sedangkan sumber lain menyatakan laktogenesis II terjadi
pada hari ke-2 hingga ke-5 pasca kelahiran. Pada fase ini, kolostrum sudah
mulai berubah menjadi ASI transisi. Aliran darah ke payudara meningkat
sehingga payudara mulai terasa lebih kencang dan berat. Kadar hormon
progesteron terus menurun. Akibatnya, hormon prolaktin terus meningkat
sehingga ASI mulai diproduksi lebih banyak yang umumnya sudah terjadi
pada hari ke-3 dan ke-4 pasca kelahiran.
Laktogenesis III/Galactopoiesis
Laktogenesis III mulai terjadi antara hari ke-8 hingga hari ke-10 pasca
kelahiran. Dalam fase ini, bukan sistem kendali endokrin lagi yang
mengatur, melainkan sistem kendali autokrin/lokal. Makna sistem kendali
lokal adalah seberapa sering ASI dikeluarkan dan seberapa baik payudara
dikosongkan. Inilah yang merupakan mekanisme kendali utama produksi
ASI, atau sudah berlaku hukum persediaan versus permintaan.
Pada tahap laktogenesis III dan seterusnya, produksi ASI di tiap payudara
bergantung pada seberapa sering ASI dikeluarkan (baik melalui disusui
langsung atau diperah) dan seberapa baik pengosongan payudara. Jadi,
bisa saja satu payudara tidak menghasilkan ASI sama sekali, tetapi
payudara yang lainnya tetap berproduksi dengan normal. Menyapih satu
payudara saja tetap memungkinkan, misalnya saat ibu mengalami mastitis
berulang atau menjalani operasi pada salah satu payudara.
1. Sebelum menyusui
Mandilah dengan air hangat, gunakan shower bila ada. Kemudian
lanjutkan dengan memijat lembut payudara.
Bila ibu sedang sakit, ibu dapat meminum obat pengurang sakit yang
aman untuk ibu menyusui, misalnya parasetamol. Rasa sakit
menyebabkan stres dan menghambat refleks pengeluaran ASI.
Pilihlah tempat yang tenang dan nyaman.
Perbanyak kontak kulit antara ibu dan bayi.
Konsentrasikan indra ibu untuk melihat, mencium, dan menyentuh
bayi.
Konsumsilah minuman atau makanan kesukaan ibu.
Mintalah bantuan suami atau orang terdekat untuk melakukan pijat
oksitosin. Bila tidak bisa, lakukan pijat lembut saja untuk
menyamankan.
2. Selama menyusui
Tarik napas dengan dalam atau gunakan teknik-teknik relaksasi
lainnya.
Gunakan visualisasi dengan cara menutup mata, lalu membayangkan
rasanya refleks pengeluaran ASI. Beberapa ibu membayangkan ASI
yang mengalir atau membayangkan aliran sungai, air terjun, dan lain-
lain.
Gunakan handuk hangat di pundak dan punggung.
Lakukan penekanan payudara (breast compression), terutama saat
bayi sedang diam atau mengisap tanpa menelan agak lama.
Pijat Oksitosin
Pijat oksitosin adalah pemijatan pada sepanjang kedua sisi tulang
belakang. Pijat ini dilakukan untuk merangsang refleks oksitosin atau
refleks pengeluaran ASI. Ibu yang menerima pijat oksitosin akan
merasa lebih rileks.
Poster IMD WHO dalam rangka pekan ASI sedunia 1–7 Agustus 2014
Bayi baru lahir biasanya cepat lapar, kira-kira setelah 1,5–3 jam pasca
menyusu. Hal ini dikarenakan kapasitas lambung bayi yang sangat kecil dan
ASI yang mudah dicerna organ pencernaan bayi. Bayi mungkin dapat minta
menyusu setiap 1–1,5 jam sebanyak 3 atau 4 kali, kemudian dapat tidur
selama 4–5 jam. Bayi baru lahir dapat melakukan cluster feeding, yaitu bayi
akan menyusu dengan jarak/interval yang pendek setelah tidur dalam
jangka waktu yang cukup panjang (4–5 jam). Memantau tanda-tanda
kecukupan ASI dan total frekuensi menyusu dalam 24 jam lebih baik
dibandingkan menghitung jarak/interval waktu antarsesi menyusui. Secara
umum, bayi baru lahir perlu menyusu sekitar 8–12 kali per hari.
Khusus untuk bayi baru lahir (yang tidak mau menyusu sekitar 8–12 kali
per hari dan lebih banyak menghabiskan waktu untuk tidur dalam 24 jam),
perlu dibangunkan setiap 2 atau 3 jam sekali agar dapat menyusu dengan
optimal. Bila pertumbuhan bayi baik dan sehat, biarkan bayi menyusu
sesuai keinginannya dengan tetap memantau tanda-tanda kecukupan ASI-
nya. Penelitian menemukan bahwa bayi lahir cukup bulan dan sehat
memiliki kemampuan untuk mengatur kebutuhan ASI-nya dan
menunjukkan tanda-tanda ingin menyusu dengan jelas. Membedong bayi
dengan rapat sudah tidak direkomendasikan karena bedong rapat
membatasi gerakan tangan dan kaki bayi sehingga tanda-tanda awal bayi
ingin menyusu tidak terlihat.
Tanda-tanda bayi ingin menyusu terjadi sekitar 30 menit sejak awal
hingga bayi menunjukkan tanda akhir menyusu, yaitu menangis. Bayi yang
sudah menangis akan sulit fokus menyusu. Akibatnya, bayi tidak dapat
mengisap dengan baik dan kekuatan mengisapnya menurun. Ibu perlu
menenangkan bayi sebelum menyusui. Oleh karena itu, sangat penting
untuk mengenali tanda-tanda bayi ingin menyusu sejak awal sebelum bayi
menunjukkan tanda terakhir, yaitu menangis.
Manajemen Laktasi
A. Persiapan Menyusui
Dua kunci utama keberhasilan memberikan ASI dan menyusui adalah
kepercayaan diri dan komitmen (dikutip dari buku The Nursing Mother’s
Companion karangan Kathleen Huggins, seorang konsultan laktasi). Para
pakar laktasi dunia sangat menyarankan agar persiapan menyusui
dilakukan jauh sebelum bayi lahir karena ibu yang telah memiliki
pengetahuan laktasi sebelum melahirkan akan lebih siap dan percaya diri
saat mulai menyusui. Persiapan tersebut antara lain sebagai berikut.
Kepada Yth
Direktur Medis .………………………….
RS/Tempat Bersalin …………………
Tembusan:
1. Dokter kandungan/ bidan
2. Penanggung jawab ruang melahirkan
3. Dokter spesialis anak
Dengan hormat,
Sehubungan dengan niat kami untuk memercayakan proses kelahiran
buah hati kami pada Rumah Sakit/Tempat Bersalin ____________, dan
keinginan besar kami untuk memberikan yang terbaik bagi buah hati kami,
bersama surat ini kami mengajukan permohonan agar pertolongan
persalinan dan perawatan dilakukan sesuai panduan yang kami lampirkan
berikut ini.
1. Proses kelahiran normal spontan. Bila terdapat kondisi yang
menyebabkan saya tidak dapat melahirkan normal, segera
diskusikan dengan pihak keluarga termasuk pilihan anestesi/bius
yang akan diberikan.
2. Proses kelahiran didampingi suami atau pendamping dari pihak
keluarga bila memungkinkan.
3. Penundaan pemotongan tali pusat.
4. Proses IMD (Inisiasi Menyusu Dini) segera setelah bayi lahir, sesuai
panduan.
5. Pemberian vitamin K (injeksi) dan salep mata
profilaksis (Erythromycin) pada bayi setelah proses IMD selesai.
6. Pemberian imunisasi hepatitis B dalam waktu 12 jam kelahiran
dan imunisasi BCG serta polio sebelum bayi kami pulang.
7. Penyediaan rawat gabung 24 Jam.
8. Pemberian ASI eksklusif tanpa diselingi pemberian cairan apa pun
selain ASI selama berada di rumah sakit. Bila terdapat indikasi
medis bayi memerlukan asupan lain, tenaga kesehatan
mendiskusikan dahulu dan meminta persetujuan kami.
9. Bayi tidak diberikan empeng dan botol dot tanpa indikasi medis
dan persetujuan kami.
10.Saya (ibu) mendapatkan bantuan menyusui dari tenaga terlatih
seperti konselor menyusui meliputi bantuan dalam memosisikan
bayi dan memeriksa pelekatan yang baik serta teknik memerah
dengan tangan.
11. Pemeriksaan bilirubin bayi hanya dilakukan bila:
- bayi tampak kuning pada usia 24 jam pertama.
- bayi tampak sangat kuning dan atau kuning sangat progresif.
- ada kecurigaan hemolisis.
- bayi dicurigai sepsis.
12. Pemeriksaan lain pada bayi meliputi:
- tes pendengaran OAE (Otoacoustic Emissions)
- tes glukosa (bila saya menderita diabetes atau ada faktor-faktor risiko
lain)
- tes TSH (Thyroid Stimulating Hormone)
- tes G6PD (Glucose-6-Phosphate Dehydrogenase)
- pengukuran dan penimbangan berat badan, panjang badan, dan
lingkar
kepala bayi setiap hari secara akurat.
13. Segala rencana dan tindakan mohon dijelaskan dan didiskusikan serta
meminta persetujuan dari kami.
Kami menyadari sepenuhnya panduan tata laksana tersebut hanya
dapat dilakukan dalam kondisi tidak terjadi kegawatdaruratan secara
medis, baik pada saya (ibu) maupun calon bayi kami. Besar harapan kami
agar permohonan kami diperhatikan dan proses pertolongan persalinan
dan menyusui kami diberikan sesuai dengan panduan tersebut.
Pasien
(………………………..)
Calon ibu
(………………………..)
Calon ayah
Menyetujui
(……………………….)
Direktur medis RS/tempat bersalin
A. Kebutuhan ibu
Baju menyusui (misalnya yang memiliki ritsleting depan).
Apron menyusui.
Bra menyusui, yang sebaiknya dibeli 2 atau 3 minggu sebelum hari
perkiraan kelahiran. Sediakan pula stok yang ukurannya lebih besar 1
ukuran dibandingkan yang dibeli saat ini.
Persediaan pasca persalinan, seperti pembalut nifas. Meski umumnya
disediakan di tempat bersalin, tidak ada salahnya ibu juga memiliki
stok sendiri.
Breast pad (bantalan bra untuk menyerap ASI yang merembes).
Alat pompa (manual atau elektrik) bila diperlukan dan sebaiknya ibu
menguasai teknik memerah tanpa pompa (dengan tangan).
Wadah ASI perah.
Cooler bag/cooler box (tas/boks pendingin) untuk menyimpan ASI
perah.
B. Kebutuhan bayi
Baju bayi, slabber (kain pelindung di dada agar tumpahan
ASI/Pengganti ASI (PASI) tidak mengotori baju), sarung tangan, dan
kaus kaki. Sarung tangan dan kaus kaki bayi sebaiknya tidak dikenakan
ketika bayi sedang menyusu agar kontak kulit dengan kulit dapat
maksimal.
Popok bayi, baik popok kain atau popok sekali pakai.
Perlengkapan membersihkan buang air kecil dan buang air besar bayi,
seperti kapas. Bila menggunakan tisu basah, hindari yang
mengandung alkohol dan parfum karena berisiko mengiritasi kulit
bayi.
Baby oil untuk melakukan pijat bayi (lebih baik yang tidak
mengandung parfum).
Hindari pemakaian kosmetik-kosmetik bayi, seperti bedak bayi dan
parfum bayi.
Boks atau kasur bayi. Perhatikan keamanannya, pastikan sprei/alas
kasur bayi terikat kuat. Hindari meletakkan banyak selimut dan bantal
karena berisiko menutup muka bayi dan menyebabkan bayi sulit
bernapas.
Stroller (kereta bayi) bila diperlukan.
Gendongan, bisa berbentuk kain atau carrier (gendongan
depan/belakang).
Bantal menyusui. Biasanya diperlukan pada kelahiran kembar dua atau
tiga.
Car seat (tempat duduk bayi untuk di dalam mobil) bila diperlukan.
Termometer.
Perlengkapan MPASI.
Etiket #4: Jangan membuat ibu/tuan rumah repot saat Anda bertamu
Ketika berkunjung, sebisa mungkin jangan merepotkan ibu/tuan rumah.
Anda bisa katakan di awal untuk tidak perlu repot menyediakan
minuman/makanan karena Anda telah membawa/menyiapkan sendiri
hidangan dari rumah untuk dicicipi bersama.
Etiket #10: Fokus tidak hanya pada bayi, tetapi juga ibu
Kebanyakan tamu lebih tertarik pada bayi dibandingkan ibu. Padahal,
sang ibu telah melewati masa panjang kehamilan, dilanjutkan proses
melahirkan yang melelahkan dan menyakitkan, ditambah lagi sibuk
mengurus bayi. Jadi, pastikan fokus Anda tidak hanya kepada bayi,
tetapi juga kepada ibu. Tanyakan bagaimana perasaan ibu, dengarkan
dengan empati, beri saran saat diminta, dan lain-lain. Selain itu, bila
Anda berkunjung pada kelahiran anak kedua dan seterusnya, berikan
juga perhatian kepada anak-anak ibu yang lain.
B. Posisi Menyusui
Menurut WHO, ada tiga prinsip dasar penting yang memengaruhi
keberhasilan ibu dalam menyusui, yaitu sebagai berikut.
1. Teknik menyusui (posisi dan pelekatan/latch-on) yang tepat.
2. Menyusui kapan pun bayi menginginkannya (untuk bayi lahir sehat dan
cukup bulan). Hal ini dilaksanakan setelah ibu lancar menyusui dan bayi
lancar menyusu. Untuk bayi yang baru lahir, upayakan ibu menyusui 8
hingga 12 kali dalam 24 jam.
3. Ibu yang percaya diri.
Para ibu dan calon ibu perlu mendapatkan kesempatan mempelajari teknik-
teknik menyusui sehingga pada saatnya (pasca melahirkan), ibu dapat
memilih mana yang terbaik atau paling nyaman untuk bayi dan ibu. Posisi
dan pelekatan yang baik juga merupakan faktor utama dalam mencegah
berbagai masalah menyusui, seperti puting nyeri, lecet hingga pecah-
pecah, dan berdarah.
Bagi ibu yang baru melahirkan, apalagi anak pertama, persiapan sebelum
menyusui adalah hal yang penting. Perhatikan situasi di tempat ibu
menyusui, apakah nyaman? Apakah ibu sudah duduk/berbaring dengan
nyaman dan rileks? Apakah penyangga leher, punggung, pinggang, seperti
bantal/guling sudah tersedia? Bila ibu menyusui dengan posisi duduk,
apakah kaki ibu menggantung atau menapak pada lantai/bangku kecil?
Apakah posisi lutut ibu lebih tinggi dari pinggul ibu? Karena bila posisi lutut
ibu lebih rendah dari pinggul, ibu perlu memajukan badan dan bersandar
pada badan bayi. Hal ini akan melelahkan ibu dan membuat ibu dan bayi
tidak nyaman.
Pada masa awal kelahiran bayi, beberapa ibu perlu menopang
payudaranya dengan tangan, terutama bagi ibu yang memiliki payudara
besar. Hal yang perlu diperhatikan adalah tidak menopang/memegang
payudara terlalu dekat dengan puting. Usahakan menopang payudara di
luar areola (area gelap sekitar puting). Bentuklah jari tangan ibu
membentuk huruf C atau U, dan tidak disarankan menopang dengan dua
jari (jari telunjuk dan jari tengah) berbentuk gunting karena akan
menghambat aliran ASI dan menghalangi bayi menyusu dengan nyaman.
Setelah ibu menopang payudara beberapa saat dan bayi sudah menyusu
dengan nyaman, ibu dapat melepaskan topangan agar dapat menyusui
lebih santai dan nyaman.
Menopang payudara membentuk huruf C (C-Hold)
Menopang payudara membentuk huruf U (U-Hold)
Menopang payudara membentuk gunting
(Scissor-Hold) tidak dianjurkan karena dapat
menghambat aliran ASI
Posisi mendekap
Posisi ini sering digunakan terutama saat menyusui pada malam hari
atau saat ibu lelah dan ingin beristirahat.
5. Posisi bayi telungkup di atas badan ibu (laid-back breastfeeding
position)
Posisi bayi telungkup di atas badan ibu
Posisi ini sering disebut juga posisi IMD, bisa digunakan terutama pada
awal kelahiran atau saat ibu sedang bermasalah dengan pelekatan.
Gravitasi membuat badan bayi menempel erat dengan badan ibu.
Posisi ini juga bermanfaat bagi ibu yang memiliki payudara besar, juga
pada kasus hiperlaktasi/refleks pengeluaran ASI yang kuat (forceful
LDR).
Bila ibu menjalani persalinan via SC, posisi menyusui ini dapat dipilih
agar luka operasi tidak tergesek badan bayi. Posisikan badan bayi
secara horizontal/kaki menghadap keluar badan ibu.
6. Dancer hold position
Posisi ini merupakan variasi dari menopang payudara membentuk
huruf U (U-hold) yang berguna bagi bayi preterm/prematur, penderita
bibir/langit-langit sumbing, dan bayi yang bermasalah dengan
perkembangan otot. Otot lemah membuat bayi sulit mempertahankan
rahang saat menyusu (mengisap). Teknik ini diambil dari nama bidan
Amerika Serikat, Sarah Danner dan dokter bernama Edward Cerutti.
Dengan posisi dancer hold, ibu membantu bayi tetap
mempertahankan posisi rahangnya dan mengurangi rongga di dalam
mulutnya saat menyusu sehingga bayi lebih mudah mengisap
payudara.
Tahap-tahap melakukan posisi dancer hold adalah sebagai berikut.
1. Sangga payudara ibu seperti menopang payudara membentuk huruf U
(ibu jari pada satu sisi dan keempat jari pada sisi yang lain).
2. Majukan posisi jari sehingga telapak tangan ibu menyangga payudara
bersama jari tengah, jari manis, dan kelingking.
3. Jari telunjuk dan jempol bebas tidak menyangga payudara dengan
posisi di depan puting ibu.
Dancer hold
Agar bayi membuka mulutnya dengan lebar, ibu dapat menggelitik hidung,
mulut, atau dagu bayi dengan payudara/puting sebagai rangsangan. Ketika
bayi sudah melekat pada payudara, tetapi ibu atau bayi tidak merasa
nyaman, ibu dapat melepaskan isapan bayi dengan menekan pelan sambil
menarik dagu bayi ke bawah. Bisa juga dengan memasukkan sedikit
kelingking ibu ke ujung bibir bayi. Setelah bayi melepas payudara, proses
pelekatan dapat diulang kembali.
Berikut ini adalah tanda-tanda bayi menyusu dengan efektif.
1. Bayi mengubah pola isapannya, dari pola isapan pendek-pendek
menjadi isapan yang lebih pelan dan dalam.
2. Ibu dapat merasakan refleks pengeluaran ASI (ASI mengalir keluar dari
payudara).
3. Pipi bayi menggembung, tidak mengerut.
4. Telinga bayi bergerak-gerak, menandakan bayi mengisap dengan kuat
menggunakan rahang bagian bawah dan otot-otot di depan telinga
bayi.
5. Tidak terdengar suara klik atau hentakan ketika bayi mengisap yang
menandakan posisi lidah bayi sudah baik.
6. Suara menelan kadang terdengar jelas setelah satu atau dua isapan
setelah terjadi refleks pengeluaran ASI. Untuk bayi baru lahir pada hari
pertama pasca kelahiran, umumnya bayi mengisap 5–10 kali sebelum
menelan.
7. Bayi tidak melepas payudara sebentar-sebentar.
8. ASI tidak mengalir keluar dari mulut bayi.
9. Payudara ibu melembut selama proses menyusui.
10. Puting ibu tidak nyeri, tidak berubah bentuk seperti tertekan, serta
tidak pucat ketika dilepas bayi.
11. Bayi tampak puas dan bahagia.
12. Tanda-tanda kecukupan ASI bayi terpenuhi.
Para ibu perlu mengetahui bahwa menyusui tidak menyakitkan, baik bagi
bayi maupun ibu. Berikut ini dua pertanyaan utama untuk menilai posisi dan
pelekatan yang baik.
1. Apakah bayi menyusu dengan efektif?
2. Apakah bayi dan ibu merasa nyaman?
D. Teknik Menyusui
Beberapa teknik menyusui sederhana berikut ini dapat membantu ibu
mencapai kelancaran menyusui dan atau memerah ASI.
Pembentukan payudara
menyerupai roti lapis/sandwich
Pada awal kelahiran bayi sampai proses menyusui lancar, ibu disarankan
untuk menyusui bayi sebanyak 8–12 kali dalam 24 jam. Rata-rata durasi
menyusui bervariasi. Hal penting yang perlu diperhatikan adalah
keefisienan bayi dalam menyusu. Biasanya, bayi menyusu sekitar 20 menit
pada tiap payudara. Bila bayi semakin besar dan menyusu semakin efektif,
durasi menyusu lebih pendek sekitar 10 menit atau lebih cepat. Perhatikan
pula bila bayi menyusu sangat lama (misalnya 1 jam) di mana bayi tidak
menyusu, tetapi hanya menempel di payudara tanpa mengisap dan
menelan.
Banyak ibu khawatir apakah sudah memberikan cukup ASI karena tanda-
tanda kecukupan ASI tidak bisa diukur dari banyak-sedikitnya ASI yang
diberikan langsung lewat menyusui. Namun, kekhawatiran itu dapat diatasi
bila tanda-tanda kecukupan ASI selalu dipantau dan terpenuhi. Ahli-ahli
laktasi telah merumuskan tanda-tanda kecukupan ASI yang secara garis
besar meliputi hal berikut.
1. Frekuensi buang air kecil (BAK) per hari
Frekuensi BAK untuk bayi baru lahir bertambah 1 kali setiap hari, yaitu
hari pertama 1 kali, hari kedua 2 kali, dan seterusnya, sampai volume
produksi ASI mulai bertambah yang berdasarkan penelitian (Lawrence
dan Lawrence 1999) terjadi pada 72–96 jam pasca kelahiran. Jadi, bisa
diperkirakan mulai dari hari keempat dan seterusnya, frekuensi BAK
per hari paling sedikit 6 kali sehari (International Lactation Consultant
Association, 2005).
Upayakan bayi memakai popok kain agar BAK bayi mudah
terdeteksi sehingga perhitungan frekuensi BAK lebih akurat. Juga
secara umum, BAK yang dihitung adalah BAK yang kuantitasnya
normal, minimal 3 sdm (45 ml) per BAK. Untuk bayi yang lebih besar
(usia lebih dari 6 minggu), kadang frekuensi BAK kurang dari 6 kali
(misalnya 5 kali per hari, tetapi kuantitas bertambah: 4–6 sdm [60–90
ml] per BAK). Hal ini masih dianggap normal, walau lebih aman bila
frekuensi BAK minimal 6 kali per hari.
Perhatikan pula warna BAK bayi. Warna BAK yang baik adalah
kuning cerah. Bila BAK berwarna kuning pekat atau cokelat (seperti jus
apel) dan frekuensi BAK kurang dari 6 kali per hari, kemungkinan besar
bayi mengalami dehidrasi atau kekurangan ASI. Juga bila ditemukan
darah pada BAK, segera konsultasikan ke dokter anak untuk
menyingkirkan kemungkinan penyakit ISK (Infeksi Saluran Kemih) atau
penyebab lainnya.
2. Pola buang air besar (BAB)
Pola BAB bayi/anak ASI eksklusif sangat bervariasi. Pada hari pertama,
BAB bayi akan berwarna hitam atau hijau gelap dan pekat. Hal ini
normal karena bayi sedang mengeluarkan mekonium pertama dan
diharapkan keluar dalam 24 jam. Bila setelah 24 jam bayi tidak
mengeluarkan mekonium, dokter anak perlu memeriksa dengan detail
penyebabnya karena dapat berhubungan dengan kelainan pencernaan
bayi, seperti penyakit hirschprung.
Bila suplai ASI mulai lancar sekitar 4 hari pasca kelahiran, BAB
berangsur-angsur berubah warna menjadi kuning (kadang berupa
cairan kuning dengan biji-biji kecil), atau kuning kehijauan. Waspadai
bila BAB berwarna putih seperti dempul dan juga bila BAB bercampur
darah. Segera periksakan ke dokter.
BAB bayi sampai usia sebulan biasanya lebih dari 3 kali per hari sejak
hari keempat pasca kelahiran dengan warna kuning (The Academy of
Breastfeeding Medicine, 2007). Bahkan, ada bayi yang langsung BAB
pasca menyusui dan hal ini normal. Hal yang perlu diperhatikan adalah
apakah BAB bayi masih berampas atau hanya cairan. Bila bayi BAB
lebih dari 3 kali per hari dan hanya berupa cairan dengan jumlah yang
banyak tiap BAB, ditambah frekuensi BAK kurang dari 6 kali per hari
dan perilaku bayi rewel dan demam, konsultasikan ke dokter mengenai
kemungkinan bayi menderita diare dan mencegah bayi mengalami
dehidrasi. Setelah bayi berusia 1 atau 2 bulan, biasanya frekuensi BAB
bayi berkurang, malah kadang bayi tidak BAB setiap hari. Hal yang
perlu diperhatikan adalah apakah perut bayi kembung dan keras serta
perilaku bayi rewel.
3. Pertumbuhan bayi
Bila berat badan bayi beberapa hari pasca kelahiran turun hingga 7%
dari berat badan lahir, ibu tidak usah khawatir. Bila ibu menerima
cairan intravena/infus berlebihan saat proses melahirkan, bayi dapat
kehilangan berat badan lebih banyak pada hari awal kelahiran. Bila
proses menyusui berjalan dengan baik dan bayi secara umum sehat,
pertumbuhan berat badan bayi akan naik sejak hari keempat/kelima
dan pada usia 10–14 hari berat badan bayi akan sama dengan berat
badan ketika lahir. Bila berat badan bayi setelah hari ketiga pasca
kelahiran terus menurun tajam, segera evaluasikan penyebabnya dan
atasi.
Ibu juga sebaiknya rajin mencatat dan memasukkan data-data berat
badan bayi ke kurva pertumbuhan/growth chart WHO.Umumnya,
kenaikan berat badan bayi per minggu pada usia 0–4 bulan adalah
sekitar 155–241 gram. Pada usia 4–6 bulan, kenaikan berat badan bayi
per minggu adalah sekitar 92–126 gram. Pada usia 6–12 bulan,
kenaikan berat badan bayi per minggu sekitar 50–80 gram.
Waspadai dan segera diskusikan dengan dokter anak dan konsultan
laktasi bila kurva pertumbuhan bayi mendatar atau bahkan menurun.
Jangan tunggu sampai kurva pertumbuhan terus menurun melewati
dua garis persentil karena bayi dapat mengalami gagal tumbuh.
4. Perilaku bayi
Pasca menyusui, payudara ibu menjadi lebih lembut. Bayi pun tampak
puas, kenyang, tidak rewel, tidur dengan nyenyak, serta aktif dan siaga
pada saat bangun.
5. Perkembangan bayi
Perkembangan bayi harus memenuhi tahapan perkembangan bayi
berdasarkan usia secara umum. Biasanya tahapan perkembangan ini
terlihat di KMS (buku kesehatan anak) atau bisa melalui pengecekan
Skor KPSP (Kuesioner Pra Skrining Perkembangan) berdasarkan usia.
Bila tanda-tanda kecukupan ASI tidak terpenuhi dan bayi sudah
mulai mengalami dehidrasi, segera konsultasikan dengan dokter dan
ahli laktasi, apakah bayi perlu segera mendapatkan suplementasi
sambil ibu terus melakukan perbaikan manajemen laktasi, seperti
relaktasi.
F. Kurva Pertumbuhan Bayi (Growth Chart)
Bila ibu menyusui kedua anak bersamaan (tandem nursing) pada awal-
awal kelahiran, pastikan bayi yang baru lahir mendapatkan kolostrum lebih
dulu dibandingkan anak yang lebih besar. Ketika ASI mulai berubah menjadi
ASI transisi lalu menjadi ASI matang/matur, produksi ASI akan
menyesuaikan kebutuhan kedua anak yang ibu susui, sama seperti ibu yang
memiliki bayi kembar dua dan tiga. Beberapa ibu yang melakukan tandem
nursing bahkan mengalami produksi ASI berlebih. Agar bayi yang lebih kecil
tidak kesulitan menghadapi derasnya ASI, tawarkan anak yang lebih besar
untuk menyusu lebih dulu.
Ibu dapat meletakkan bayi satu per satu atau bersamaan. Harap ingat
bahwa kemampuan bayi dalam melekat dan menyusu dengan baik belum
tentu sama. Umumnya, proses belajar menyusui akan lancar setelah
beberapa minggu. Ibu dapat meletakkan bayi yang sudah lebih mahir
menyusu terlebih dulu, baru meletakkan bayi kedua yang lebih butuh
bantuan dalam melekat. Berikut ini beberapa variasi posisi menyusui
tandem.
Posisi dobel mendekap
(double cradle hold/criss-cross hold/v-hold)
(kedua tangan ibu disangga bantal dan kepala bayi sudah kuat)
Posisi dobel bayi telungkup di atas badan ibu
(double prone/double laid back breastfeeding)
Posisi mendekap berlapis (layer cradle hold)
Posisi campuran mendekap dan sepak bola
(mix cradle hold and football/clutch hold)
Laktogog/Galaktogog
Obat-obatan yang dapat menyebabkan sekresi/pengeluaran ASI disebut
laktogog/galaktogog. Istilah laktogog sering digunakan untuk makanan,
minuman, dan jamu-jamuan yang dipercaya dapat meningkatkan produksi
ASI, walaupun efeknya belum terbukti secara farmakologis dalam
meningkatkan produksi ASI.
Dalam proses relaktasi dan induksi laktasi, pengonsumsian laktogog saja
tidak efektif karena yang utama adalah stimulasi pada puting (payudara).
Penggunaan laktogog harus dipertimbangkan dengan matang, baik
manfaat, risikonya (efek sampingnya), maupun penggunaannya (harus
dalam pengawasan dokter dan atau konsultan laktasi). Pemberian laktogog
dipertimbangkan hanya bila produksi ASI tidak keluar setelah dua minggu
ibu menjalani program relaktasi/induksi laktasi yang sudah dijalankan
maksimal.
N. Menyapih (Weaning)
Menyapih (weaning) berasal dari kata “wean” yang berarti bagian dari
sebuah hubungan, bukan melepaskan diri dari suatu hubungan. Proses
menyapih terjadi ketika bayi menerima asupan lain selain menyusu pada
ibu. Jadi, menyapih merupakan proses mengganti ASI dengan asupan lain
(PASI seperti infant formula dan makanan padat lainnya). Pengertian lain
dari menyapih adalah menghentikan atau mengakhiri menyusui sama
sekali. Penyebab ibu menyapih bayi/anak bermacam-macam, terbagi dalam
rentang usia 0–4 bulan, 4–12 bulan, dan 1–2 tahun.
Teknik menyapih
Istilah menyapih dengan cinta/Weaning With Love (WWL) sudah umum
didengungkan di komunitas-komunitas pendukung ASI dan menyusui.
Teknik menyapih yang baik perlu diupayakan sejak ibu memutuskan untuk
menyapih. Secara umum, menyapih dengan cinta berarti melakukan proses
penyapihan dengan bertahap dan penuh cinta, tidak ada pihak yang sedih,
merasa terpaksa, hingga trauma. Peran suami juga sangat penting dalam
mencapai kesuksesan proses menyapih.
Berikut ini beberapa pilihan menyapih sesuai kondisi yang terjadi dan tip-
tipnya.
1. Menyapih secara mendadak (sudden/abrupt weaning)
Menyapih secara mendadak dapat membuat ibu dan bayi stres, walau
ada beberapa penyebab yang mengharuskan ibu dan bayi melakukan
hal itu. Penyebab paling umum adalah karena bayi dan atau ibu
menderita sakit berat sehingga harus dirawat inap di rumah sakit dan
obat-obatan yang dikonsumsi ibu berbahaya bagi bayi. Ibu dapat
berkonsultasi dengan konsultan laktasi dan dokter yang merawat ibu
mengenai pilihan obat yang lebih aman sehingga ibu dapat
melanjutkan memerah dan menyusui (bila memungkinkan). Menyapih
secara mendadak juga dapat menyebabkan masalah pada ibu, seperti
payudara bengkak, sumbatan ASI, hingga mastitis.
Bila ibu akhirnya melakukan penyapihan secara mendadak, untuk
meminimalkan terjadinya masalah menyusui, ibu dapat melakukan
hal-hal berikut.
Perah payudara sedikit saja (dari payudara yang penuh-keras
hingga sedikit lembut).
Mundurkan jadwal memerah dan perah sedikit bila payudara
terasa sangat penuh.
Bila ibu mengalami masalah menyusui berulang karena
penyapihan mendadak, diskusikan dengan dokter dan atau
konsultan laktasi mengenai penggunaan obat-obatan yang dapat
menekan produksi ASI dan efek sampingnya.
2. Menyapih dengan bertahap (gradual weaning)
Dengan menyapih bertahap, ibu dapat mengganti menyusui dengan nutrisi
dari makanan lain, selain itu memberi perhatian dalam bentuk lain.
Menyapih secara bertahap juga membuat kadar imunitas dalam ASI
meningkat sehingga dapat melindungi bayi sebelum benar-benar berhenti
menyusu.
Proses menyapih secara bertahap berlangsung fleksibel dan banyak
faktor yang berpengaruh. Kadang ibu merasa pada satu waktu mengalami
kemajuan dalam menyapih, tetapi pada waktu berikutnya mengalami
kemunduran (misalnya, ibu menyusui kembali saat anak sakit), dan hal ini
wajar.
Berikut ini beberapa teknik menyapih bertahap.
a. Kurangi satu kali frekuensi menyusui secara bertahap
Bila anak menyusu delapan kali sehari, ibu bisa menguranginya
menjadi tujuh kali. Lakukan setiap 3 hari dan seterusnya sesuai kondisi
ibu dan bayi. Cara ini membuat produksi ASI menurun secara bertahap.
Saat jadwal menyusu anak dikurangi, tawarkan hal lain seperti
minum dari gelas yang menarik atau berikan makanan ringan sehat.
Biasanya, waktu menyusui yang dihilangkan adalah saat siang hari,
saat anak banyak aktivitas, dan di luar waktu istirahat. Jadi,
mengurangi waktu menyusu sebelum tidur siang dan tidur malam
adalah hal yang terakhir dilakukan.
b. Jangan tawarkan menyusu dan jangan menolak saat bayi minta
menyusu
Metode ini dapat menjadi metode yang paling lama dijalankan
dibanding metode menyapih bertahap lainnya karena proses
penyapihan dibiarkan terjadi secara alami.
c. Cari kegiatan pengganti menyusu
Ibu dan anak dapat memilih berbagai kegiatan pengganti menyusu,
seperti mengonsumsi makanan ringan kesukaan anak, bermain
bersama, berjalan ke luar rumah, dan berbelanja bahan makanan
bersama.
d. Ubah rutinitas harian ibu
Bila anak lebih sering ingin menyusu saat ibu di rumah, cobalah
membuat kegiatan di luar rumah atau saat anak tidak memiliki
kesibukan sehingga meminta menyusu, buatlah kegiatan menarik
sehingga anak lebih memilih melakukan kegiatan tersebut
dibandingkan menyusu. Selain itu, ibu dapat mengenakan pakaian
yang sulit dibuka (di bagian dada) oleh anak.
e. Ajari dan beri contoh kepada anak mengenai belajar menunggu
Ketika anak ingin menyusu, ibu dapat memintanya untuk menunggu
dan memberi pilihan kepada anak untuk melakukan kegiatan lain lebih
dulu, sehingga anak sudah tidak memiliki keinginan menyusu setelah
melakukan kegiatan lain.
f. Perpendek waktu menyusui
Ibu dapat mengurangi waktu menyusui secara bertahap, misalnya dari
10 menit per sesi menjadi 8 menit, kemudian 5 menit, dan seterusnya.
g. Fokus menyapih pada satu waktu tertentu
Usahakan tidak melakukan penyapihan pada siang hari dan malam hari
secara bersamaan. Pilih satu waktu dan fokus pada waktu itu saja,
misalnya pada siang hari (karena lebih mudah menyapih saat siang
hari/saat anak memiliki banyak aktivitas).
h. Buat kesepakatan dengan anak
Ibu, ayah, dan anak dapat membuat kesepakatan mengenai hadiah
yang diperoleh anak bila berhasil disapih.
Saat proses menyapih berlangsung, dari awal hingga selesai, berikan
anak banyak sentuhan, pelukan, ciuman, dan pijatan. Jangan sungkan juga
untuk mengajak anak berbicara, bermain bersama, dan cara-cara lain untuk
menyamankan anak karena anak memerlukan banyak kontak fisik sebagai
pengganti kontak kulit dengan kulit saat ia menyusu dengan ibu.
Saat proses menyapih berlangsung, ayah memiliki peran penting untuk
menyamankan anak. Ayah dapat melakukan berbagai kegiatan menarik
bersama anak terutama pada akhir minggu ketika ayah tidak bekerja atau
pada malam hari ketika anak sedang rewel.
Penting pula bagi orangtua untuk mengobservasi dan menilai apakah
proses penyapihan terlalu cepat, mendadak, dan membuat anak stres.
Berikut ini beberapa tanda penyapihan terlalu cepat/mendadak bagi anak.
Anak takut ditinggal atau takut melihat ibunya pergi.
Anak menjadi lebih rewel, sering menangis, agresif, dan mengamuk.
Mendadak sering terbangun pada malam hari.
Mendadak terlalu terikat dengan suatu benda, misalnya mainan,
boneka, selimut, dan binatang peliharaan seperti kucing dan anjing.
Mengisap jempol.
Sering mengeluh sakit perut, mual, atau menolak makan.
Acuh tak acuh atau tidak memedulikan kehadiran ibunya dan tidak
merespons dengan baik saat ibunya mengajak berkomunikasi.
Bila tanda-tanda tersebut ditunjukkan anak, segeralah ubah metode
menyapih yang sedang dijalankan saat ini atau tundalah menyapih untuk
sementara waktu.
Masalah-Masalah
Menyusui
A. Nyeri Puting
Pada dua minggu pertama setelah bayi lahir, banyak ibu yang mengalami
nyeri puting. Nyeri puting terus-menerus bukan hal yang normal dan tidak
boleh dianggap remeh karena rasa sakit saat menyusui dapat membuat ibu
menjadi stres atau depresi. Akibatnya, dapat terjadi penyapihan dini.
B. Setelah menyusui
1. Ibu dapat membasuh puting dengan larutan garam fisiologis
(normalsaline water, 9%). Bila tidak ada, puting dapat dibasuh dengan
air biasa yang hangat. Lakukan sekitar satu menit. Hindari membasuh
terlalu lama (lebih dari lima menit) karena dapat memperlambat
penyembuhan. Bila puting dibasuh dengan larutan garam fisiologis,
setelah itu basuh lagi dengan air biasa agar bayi tidak menolak
menyusu akibat adanya bau dan rasa yang lain pada puting. Selain itu,
menjaga kelembapan puting sangat penting untuk membantu
mempercepat penyembuhan puting.
2. Ibu dapat mengoleskan ASI akhir (hindmilk) yang kaya vitamin E dan
mengandung hormon pertumbuhan dan antibakteri untuk
mempercepat penyembuhan.
3. Ibu dapat mengeringkan puting dengan mengangin-anginkannya
secara alami. Jangan mengeringkan puting menggunakan pengering
rambut atau di bawah lampu panas karena akan membuat puting
semakin kering dan pecah-pecah.
4. Bila ibu menderita penyakit jamur atau penyakit lain yang memerlukan
pengobatan topikal (pengobatan luar pada puting), obat salep dapat
dioles–kan setelah menyusui. Bila bayi segera menyusu (hanya
beberapa menit setelah pengolesan obat salep yang cukup tebal), ibu
dapat menyeka puting dengan kain atau handuk lembap.
Pelindung puting
2. Bila ada luka yang terlihat jelas, misalnya karena gigitan bayi, ibu
dapat melakukan kompres dingin dengan es batu yang dibungkus kain
atau handuk. Lakukan selama 20 menit, hentikan selama 20 menit,
ulangi lagi sesuai kebutuhan.
3. Bila nyeri tidak tertahankan, ibu dapat mengonsumsi obat bebas
pengurang nyeri (analgesik), seperti ibuprofen atau parasetamol.
4. Bersihkan puting sekali sehari menggunakan sabun biasa tanpa
parfum.
Segera konsultasi dengan dokter bila ibu mengalami demam,
peradangan, pembengkakan, keluar nanah, atau tanda-tanda infeksi
lainnya.
A. Sebelum menyusui
1. Pijatlah payudara dengan lembut.
2. Kompres dingin (es batu dibungkus kain/handuk) payudara 20 menit
sebelum menyusui. Kompres hangat dengan kain lembap beberapa
menit sebelum menyusui juga dapat menolong ASI untuk mengalir,
tetapi tidak dapat mengurangi pembengkakan. Jangan terlalu lama
mengompres hangat (lebih dari 5 menit) karena akan meningkatkan
pembengkakan dan peradangan. Bila tersedia shower air hangat,
arahkan shower hangat ke pundak-punggung, bukan pada payudara,
selama beberapa menit.
3. Bila bayi sulit melekat, perahlah payudara dengan tangan atau alat
pompa kecepatan rendah sehingga payudara menjadi lebih lunak.
4. Bila diperlukan,ibu dapat meminum obat pengurang nyeri dan
peradangan yang dijual bebas seperti ibuprofen yang aman untuk ibu
menyusui.
5. Berusahalah untuk rileks.
B. Saat menyusui
1. Lakukan penekanan payudara dan pijatlah payudara selama menyusui.
2. Setelah bayi menyusu beberapa menit dan payudara mulai terasa
lunak, ibu dapat melepas bayi dan mulai melakukan pelekatan lagi
yang lebih baik.
3. Cobalah berbagai variasi menyusui sehingga pengosongan payudara
terjadi dari beberapa lokasi.
Variasikan posisi menyusui agar
pengosongan payudara menjadi lebih baik
C. Mastitis
Mastitis adalah peradangan atau infeksi pada payudara yang umum terjadi
pada enam minggu pertama kehidupan bayi, tetapi bisa juga terjadi kapan
saja selama ibu menyusui. Penyebab utama mastitis adalah pengosongan
payudara yang kurang baik sehingga menyebabkan saluran ASI tersumbat,
juga infeksi. Ibu yang memerah secara eksklusif (exclusively pumping/E-
Ping) rentan menderita mastitis. Penting untuk mengenali tanda-tanda
mastitis karena semakin dini dikenali semakin mudah untuk ditangani.
Tanda-tanda mastitis
a. Biasanya terjadi pada satu payudara (mungkin juga terjadi pada kedua
payudara dan penanganannya akan lebih sulit).
b. Terjadi pada sebagian payudara (bedakan dengan bengkak biasa yang
terjadi pada seluruh payudara).
c. Terdapat daerah kemerahan yang berbatas tegas di kulit (erythema).
Sumber: My Health Alberta
Mastitis
Pencegahan mastitis
1. Pastikan posisi dan pelekatan dalam keadaan baik.
2. Kosongkan payudara dengan baik di setiap sesi menyusui atau
memerah. Meskipun bayi memiliki masalah anatomi, seperti tongue
tie, lip tie, dan bibir/langit-langit sumbing sehingga sulit untuk
menyusu langsung/menyusu dengan baik, tetap kosongkan payudara.
Lebih baik kosongkan payudara dengan perah tangan. Bisa juga
memerah menggunakan alat pompa, dilanjutkan dengan perah
tangan.
3. Bagi ibu yang menjalankan E-Ping, jangan sampai jadwal memompa
terlewat atau intervalnya terlalu panjang. Kenali tanda-tanda payudara
mulai penuh. Bila perlu, catat jadwal ibu memerah.
4. Hindari memakai bra dan pakaian yang ketat.
5. Hindari stres. Alokasikan waktu untuk diri ibu sendiri dan istirahat yang
cukup serta buat pengaturan urusan rumah tangga lainnya dengan
suami dan sistem pendukung yang ada.
G. Bingung Puting
Bingung puting merupakan tantangan menyusui yang umum terjadi karena
berbagai sebab. Bila ibu tidak sabar dalam menghadapinya dan segera
menyerah, dapat terjadi penyapihan dini.
Ketika bayi yang baru belajar menyusu diberi empeng dan atau botol dot
untuk minum ASI perah/PASI (susu formula) maka bayi dapat menjadi
bingung, tidak tahu bagaimana mengisap (minum dari) payudara. Mengisap
payudara dan puting buatan memiliki mekanisme kerja serta koordinasi
lidah dan mulut yang berbeda. Selain itu, perbedaan cairan yang mengalir
dari payudara ibu versus botol dot dapat menyebabkan bayi lebih memilih
menyusu melalui dot. Jadi, bukan hanya perbedaan cara mengisap, tetapi
juga perbedaan aliran, ketika botol dot memberikan aliran yang
mudah/lebih deras. Risiko bayi mengalami bingung puting sangat besar
ketika bayi berusia kurang dari satu bulan, ketika bayi sedang belajar
menyusu bersama ibunya. Tidak semua bayi akan mengalami bi-ngung
puting ketika dikenalkan dengan empeng dan botol dot. Meskipun bayi
sudah berusia lebih dari satu bulan, risiko bayi mengalami bingung puting
tetap ada.
Selama menyusu, bayi menggunakan rahang, otot pipi, gusi, langit-
langit, lidah, dan bibir untuk mencengkeram areola-puting-payudara,
memompa, dan mengosongkan payudara dengan efektif. Isapan yang
dilakukan bayi saat menyusu pada payudara bermanfaat bagi
perkembangan oral bayi. Di lain pihak, saat bayi mengisap empeng atau
botol dot, ASI/pengganti ASI (PASI) mengalir dengan sendirinya tanpa
diisap kencang. Hal ini yang membuat bayi menempatkan lidahnya ke
belakang tenggorokan untuk mencegah terlalu banyak cairan yang masuk.
Tidak ada dot botol yang dapat menyerupai puting ibu, walau banyak iklan
dari produsen botol dot yang menyatakan demikian.
Mekanisme mengisap botol dot vs. mengisap payudara
Sumber: Brian Palmer, DDS
Cup feeder
2. Bayi sempat menyusu, tetapi segera melepaskan diri dan tampak stres.
Kemungkinan penyebab:
a. Intoleransi makanan/minuman ibu (jarang bayi yang sensitif seperti
ini).
b. Refleks pengeluaran ASI terlalu kuat.
c. Gastroesophageal reflux (GER).
5. Kolik dan tangisan bayi yang tidak bisa ditenangkan dalam waktu lama.
Kemungkinan penyebab:
a. Intoleransi makanan/minuman ibu.
b. Refleks pengeluaran ASI terlalu kuat.
7. Muntah menyemprot.
Kemungkinan penyebab:
a. Alergi.
b. Penyakit pyloric stenosis (penyakit di mana otot-otot pilorus yang
menghubungkan lambung dan usus kecil menebal sehingga bayi dapat
muntah hebat).
c. Gastroesophageal reflux (GER).
3. Pijat lembut bayi oleh ibu atau ayah: pijat lembut perut bayi dengan
gerakan ILU (I Love You) dan gerakan pijat lainnya sambil mengajak
bayi berbicara. Pijat ini sangat disukai bayi.
4. Kurangi stimulasi yang mengganggu: redupkan lampu, buat suasana
menjadi hening, longgarkan bedong bayi.
5. Perdengarkan suara yang menyamankan: ibu dapat
memperdengarkan musik lembut, beryanyi, memutar lantunan Al-
Quran atau melantunkannya (bagi yang beragama Islam), dan lain-lain.
6. Lakukan gerakan ritmis dan perubahan suasana: susui bayi sambil ibu
berjalan atau duduk di kursi goyang, mengayun pelan bayi,
menggendong bayi berjalan keluar rumah, membawa bayi keluar
rumah dengan kereta bayi atau mobil, memandikannya dengan air
hangat, dan lain-lain.
Untuk beberapa gejala yang mengindikasikan bayi menderita penyakit
tertentu, seperti GER, pyloric stenosis, infeksi jamur atau infeksi lainnya,
segeralah berkonsultasi dengan dokter anak. Bila sudah mengetahui
penyebab bayi rewel, catatlah di catatan harian bayi agar dapat dihindari
pada masa datang.
Pengaruh empeng
Empeng
Pemberian empeng pada bayi sampai saat ini masih menjadi kontroversi.
Menurut panduan umum, bayi yang lahir sehat,
normal, dan cukup bulan tidak diberikan empeng. Berbagai organisasi,
seperti AAP (American Academy of Pediatrics), AAFP (The American
Academy of Family Physicians), dan ABM (The Academy of Breastfeeding
Medicine) merekomendasikan agar ibu mendapatkan edukasi tentang risiko
pemberian empeng kepada bayi baru lahir. Bila ibu terpaksa harus
memberikan empeng pada bayi, sangat dianjurkan agar pemberian empeng
ditunda hingga proses menyusui telah mapan yang kira-kira dicapai setelah
bayi berusia satu bulan. Empeng secara khusus dapat diberikan pada bayi-
bayi prematur yang sedang dirawat di NICU, juga pada beberapa kasus
sebagai terapi pengurang nyeri, misalnya untuk bayi laki-laki yang sedang
menjalani proses sunat.
Empeng tidak memberikan manfaat dari segi nutrisi. Empeng malah
dapat menyebabkan pertumbuhan bayi terhambat dan meningkatkan
kemungkinan bayi menderita penyakit infeksi jamur, infeksi telinga tengah,
dan kerusakan gigi.
Baik AAP maupun AAFP menganjurkan bayi yang sudah telanjur diberi
empeng sebaiknya disapih sejak usia 6 bulan dan tidak melewati usia
setahun agar efek samping pemakaian empeng dapat diminimalkan.
Secara naluriah, bayi sejak dalam kandungan memiliki keinginan untuk
mengisap dengan tujuan bukan mendapatkan makanan (non-nutritive
sucking), melainkan merupakan refleks yang normal yang biasanya dimulai
sejak usia kehamilan 29 minggu. Non-nutritive sucking sebenarnya
memberikan beberapa manfaat, antara lain sebagai berikut.
Membantu bayi mengembangkan kemampuan mengendalikan emosi.
Membantu bayi untuk rileks dan lebih fokus.
Memberikan rasa nyaman dan aman. Biasanya, bayi melakukan hal ini
ketika lelah, bosan, tidak nyaman, takut, atau marah.
Non-nutritive sucking umumnya berhenti saat anak berusia dua tahun. dr
Sears menjelaskan empeng adalah pemberi nyaman buatan. Sebenarnya,
yang bayi perlukan untuk mendapatkan ketiga manfaat tersebut adalah
respons ibu, belaian ibu, gendongan/dekapan ibu, kontak kulit bayi dengan
kulit ibu, pijatan lembut ibu atau ayah, dan suara ibu. Selalu mengandalkan
empeng untuk menyamankan bayi dapat menghambat terbangunnya
hubungan dan kepercayaan antara bayi dan ibu.
Cara bayi mengisap empeng berbeda dengan mengisap payudara. Oleh
karena itu, risiko terbesar memberikan empeng pada bayi saat mereka
masih belajar menyusu adalah bingung puting. Empeng memiliki dasar
yang lebih sempit sehingga bayi tidak perlu membuka mulut/bibir dengan
lebar, berbanding terbalik dengan pelekatan menyusui ketika salah satu
komponen utama adalah mulut bayi terbuka lebar dan bibir bagian bawah
terputar keluar. Selain bingung puting, risiko lainnya adalah terjadinya
pelekatan yang buruk, puting yang nyeri, dan sulit untuk belajar menyusu
selanjutnya.
Botol susu
Selain empeng, pemberian botol dot pada bayi sampai saat ini masih
menjadi kontroversi. Menurut drg. Palmer, bayi yang menyusu langsung
pada ibunya dan tidak diberi empeng serta botol dot akan memiliki
kesehatan gigi yang lebih baik, juga langit-langit mulut yang lebih lebar
sehingga membuat bayi bernapas dengan normal selama tidur. Bayi yang
menyusu langsung pada ibunya juga memiliki perkembangan paru-paru
yang lebih baik dibanding bayi yang tidak menyusu langsung. Bayi yang
menyusu dengan botol dot cenderung mendorong lidahnya untuk
mencegah terlalu banyak cairan yang keluar dari dot. Kebiasaan
mendorong lidah sehingga mendorong gigi berpotensi terbawa terus
hingga dewasa sehingga dapat menyebabkan terjadinya maloklusi.
Menyusu pada botol juga berisiko mengubah perkembangan mengunyah
bayi yang dapat terbawa hingga dewasa. Bayi yang menggunakan botol dot
di rumah sakit atau tempat bersalin juga berhubungan dengan pendeknya
waktu menyusui.
Cara bayi mengisap cairan dari botol dot berbeda dengan cara bayi
mengisap dari payudara ibu sehingga dapat menyebabkan bayi bingung
puting. Saat menyusu, seluruh rongga mulut bayi dipenuhi jaringan
payudara, terutama areola dan tidak hanya pada puting ibu. Tidak ada dot
buatan manusia yang dapat menyesuaikan bentuk unik mulut bayi seperti
yang diberikan oleh payudara ibu. Saat menyusu, bayi yang memegang
kendali dan payudara merespons gerakan mengisap bayi dengan berbagai
kecepatan aliran ASI dan ASI berhenti mengalir ketika bayi berhenti
mengisap. Sebaliknya, botol dot mengalirkan cairan terus-menerus dan
bayi harus menjepit dot botol untuk menghentikan aliran cairan tersebut.
Bayi juga bisa stres saat mengisap botol. Tanda-tandanya, antara lain cairan
mengalir keluar dari mulut bayi, bayi tersedak, sulit bernapas/terengah-
engah, cegukan, dan rewel.
Risiko infeksi juga perlu dipertimbangkan. WHO/PAHO tidak
merekomendasikan pemberian asupan pada bayi melalui botol dot karena
berisiko tinggi terkena infeksi, terutama di negara-negara berkembang
yang sanitasinya buruk dan akses air bersih sulit. Yang direkomendasikan
oleh WHO adalah wadah tanpa celah sempit dan mudah dibersihkan,
seperti cangkir/gelas kecil, cup feeder, atau sendok (terutama untuk bayi di
bawah satu bulan).
Keuntungan lain menyusu pada payudara adalah terpicunya gerakan
peristaltik di saluran pencernaan bayi. Kontraksi otot tersebut membantu
mengalirkan ASI turun ke lambung serta usus halus sehingga bayi-bayi yang
menyusu langsung lebih berkurang kemungkinan menderita refluks (ASI
dimuntahkan kembali) dibandingkan bayi yang menyusu dari botol dot.
Bayi yang menyusu dengan botol dot, walaupun isinya ASI perah, juga
berpotensi mengalami overfeeding. Artinya, bayi meminum lebih dari yang
mereka perlukan untuk pertumbuhan normal sehingga berisiko mengalami
obesitas (kegemukan).
Untuk bayi preterm/prematur yang mulai siap menerima asupan melalui
mulut, menyusui langsung jauh lebih baik dibandingkan menyusu dari botol
dot. Sebuah penelitian menunjukkan bahwa bayi preterm/prematur yang
menyusu pada payudara mendapatkan detak jantung, kadar oksigen darah,
dan pernapasan yang lebih baik.
Pelekatan asimetrik
Setiap ibu memiliki bentuk, ukuran, dan derajat keluarnya puting yang
unik. Puting yang menonjol keluar dapat membantu bayi menemukan
pusat untuk melekat pada payudara ibu. Tidak semua ibu memiliki bentuk
puting yang normal, beberapa bayi baru lahir dapat mengalami kesulitan
melekat dan menghisap karena bentuk puting ibu yang datar hingga
terbenam. Ibu perlu segera mencari bantuan konselor menyusui/konsultan
laktasi bila bayi kesulitan melekat karena masalah bentuk puting ibu.
2. Puting datar
Puting datar memiliki batang puting yang pendek dan ketika
menerima stimulasi puting tidak berubah. Pergerakan sedikit masuk
dan keluar masih memungkinkan, tetapi tidak cukup untuk
membantu bayi, terutama bayi baru lahir, bayi preterm/prematur,
dan bayi yang sedang sakit untuk menemukan pusat payudara dan
melekat. Jenis puting ini dapat
dibantu keluar dengan alat penarik atau pengisap puting.
5. Puting terbenam
Puting terbenam murni adalah puting yang masuk ke dalam, baik saat
istirahat maupun setelah distimulasi. Biasanya hanya satu puting yang
berbentuk seperti ini. Jenis puting ini dapat menyulitkan bayi (bayi
baru lahir, bayi preterm/prematur, bayi yang sedang sakit) untuk
mendapatkan payudara.
Untuk ibu yang memiliki puting datar atau terbenam, sangat penting
untuk menghindari pemberian dot botol atau empeng, dan segera lakukan
IMD (Inisiasi Menyusu Dini). Bila bayi perlu menerima suplementasi ASI
perah atau susu formula, gunakanlah gelas kecil/cup feeder atau syringe
(suntikan tanpa jarum) yang diberikan selama 2–3 hari awal pasca kelahiran
sebelum volume ASI bertambah banyak dan payudara menjadi penuh
hingga membengkak. Untuk membantu bayi menemukan payudara dan
melekat, ibu dapat memerah sedikit ASI dan mengoleskannya di sekitar
puting.
Bila proses menyusui melelahkan hingga membuat bayi frustrasi,
hentikan dan tenangkan bayi lebih dulu. Tenangkan bayi dengan
mengayun, menggendong, mendekap, berjalan, atau dengan memberikan
sedikit ASI perah. Proses menyusui terutama saat ibu dan bayi belajar
menyusu haruslah menyenangkan dan meninggalkan kesan positif bukan
membuat bayi (dan ibu) trauma.
Tawarkan payudara dengan puting yang tidak datar (terbenam) terlebih
dulu. Ketika bayi menyusu, puting yang datar (terbenam) dapat dipompa
atau lakukan hal-hal berikut ini untuk membantu mengeluarkan puting.
M. Tongue Tie
Tongue tie/ankyloglossia adalah kelainan bawaan ketika frenulum (lipatan
mukosa yang menghubungkan bagian bawah lidah dan dasar mulut/sering
disebut tali lidah) sangat tebal, kencang, atau pendek sehingga gerakan
lidah menjadi terbatas, menyebabkan gangguan makan, bicara, menelan,
dan masalah lain yang berkaitan dengan penggunaan lidah.
Angka kejadian bayi baru lahir dengan tongue tie tidak besar, yaitu 1,7–
4,8% dengan rasio bayi laki-laki berbanding perempuan adalah 3 : 1.
Beberapa masalah menyusui seperti nyeri puting sering langsung dikaitkan
dengan tongue tie. Memang, tongue tie pada derajat tertentu dapat
menyebabkan masalah menyusui, tetapi tidak serta-merta masalah
menyusui terjadi pasti karena tongue tie. Penegakan diagnosis tongue tie
perlu dilakukan secara hati-hati.
Pemeriksaan menyeluruh yang teliti pada ibu dan bayi serta analisis dan
penilaian menyusui perlu dilakukan sejak bayi lahir. Ketika memberikan
penegakan diagnosis tongue tie, sebelum melakukan tindakan koreksi
seperti frenotomy (pemotongan/insisi frenulum), ibu perlu memperbaiki
posisi dan pelekatan saat menyusui. Konselor menyusui dapat membantu
ibu mengeksplorasi berbagai variasi posisi menyusui yang dapat
memudahkan bayi mencapai pelekatan yang baik dan dalam.
Sumber : Management of Hyperbilirubinemia in the Newborn Infant 35 or More Weeks of Gestation – American
Academy of Pediatrics (AAP)
Panduan fototerapi
Tanda-tanda PPD
Awalnya tampak seperti baby blues, tetapi tanda-tandanya makin
memburuk serta mulai mengganggu aktivitas normal harian dan
berlangsung dalam jangka waktu yang panjang (bisa berbulan-bulan
bila tidak segera ditangani).
Hilang nafsu makan.
Insomnia.
Makin sering cepat marah.
Merasa hidup tidak menyenangkan.
Merasa malu, bersalah, dan tidak kompeten.
Merasa tidak nyaman yang makin parah.
Sulit berinteraksi.
Sulit dekat dengan bayi, bahkan tidak tertarik pada bayinya sendiri.
Tidak ada energi dan motivasi dan kehilangan gairah melakukan
interaksi fisik dengan suami.
Menarik diri dari keluarga dan teman.
Takut menyakiti diri sendiri dan bayi.
Berikut ini adalah beberapa faktor pemicu PPD.
1. Perubahan fisik
Hormon estrogen dan progesteron yang turun dengan drastis, juga
turunnya hormon lain yang diproduksi oleh kelenjar tiroid
menyebabkan ibu mudah lelah, lesu, dan tertekan. Perubahan lain
seperti volume darah, tekanan darah, kekebalan tubuh, dan
metabolisme juga dapat menyebabkan perubahan suasana hati dan
kelelahan.
2. Faktor emosi
Ketika ibu kurang tidur dan sangat lelah, ibu dapat kesulitan mengatasi
berbagai masalah dan keperluannya sehingga ibu dapat merasa cemas
akan kemampuannya mengurus bayi baru lahir dan kehilangan kontrol
akan dirinya sendiri.
3. Pengaruh lain dalam keluarga
Misalnya, ibu harus mengurus anak-anak lain serta kurang dukungan
dan bantuan suami/keluarga terdekat.
Risiko ibu menderita PPD meningkat bila:
1. Ibu memiliki sejarah depresi pada masa lalu.
2. Ibu pernah mengalami PPD di kehamilan/kelahiran sebelumnya.
3. Terjadi peristiwa besar yang memengaruhi jiwa ibu, seperti komplikasi
kehamilan, menderita penyakit berat, kehilangan pekerjaan, dan
adanya masalah dalam keluarga.
4. Mengalami kehamilan yang tidak direncanakan bahkan tidak
diinginkan.
Berikut ini dampak PPD pada bayi/anak.
1. Masalah menyusui
Ibu yang menderita PPD tidak mau berinteraksi dengan bayinya
sehingga proses belajar menyusui terhambat, bahkan ibu tidak mau
menyusui sama sekali.
2. Terhambatnya perkembangan kognitif
Bayi/anak dari ibu yang depresi dapat mengalami lambat berjalan,
lambat berbicara, sulit belajar, dan lain-lain.
3. Masalah perilaku
Masalah tersebut, antara lain masalah tidur, sering marah, agresif, dan
hiperaktif.
4. Masalah sosial dan emosi anak di masa mendatang
Masalah tersebut, antara lain menarik diri dari pergaulan, melakukan
tindakan merusak, tidak percaya diri, mudah cemas dan takut, tidak
mandiri, dan lebih pasif.
Penanganan PPD
PPD umumnya ditangani dengan konseling (bertemu psikiater dan atau
psikolog) dan konsumsi obat-obat antidepresan. Penting diketahui bahwa
obat antidepresan dapat memasuki ASI. Oleh karena itu, pilihlah obat yang
dapat dikonsumsi sambil menyusui dengan sedikit efek samping untuk bayi.
Ibu juga dapat menerima terapi hormon (estrogen). Selain itu, dukungan
orang terdekat (suami, keluarga, teman dekat) secara kontinyu dan intensif
sangat penting.
Jenis terapi dan lama waktu yang dibutuhkan untuk pulih sangat
bervariasi, bergantung pada kondisi ibu (tingkat keparahan depresi) dan
hal-hal lain.
Manajemen
ASI Perah
Jadi, bagian ASI yang tampak lebih kental dan kuning seperti krim akan
berada di bagian atas dan itu bukan berarti ASI perah telah rusak/basi. Ibu
cukup menggoyang pelan (bukan mengocok) wadah ASI perah agar ASI
bercampur kembali. Lemak ASI juga sering menempel di dinding wadah
dan lebih menempel bila menggunakan wadah berbahan plastik. Oleh
karena itu, lebih disarankan menggunakan wadah ASI perah berbahan kaca.
Kekentalan ASI perah juga tidak akan persis sama setiap waktu karena
banyak faktor yang memengaruhi kandungan lemak dalam ASI (termasuk
warna ASI). Ketika ibu menemukan bahwa ASI terlihat encer dan seperti air,
bukan berarti kandungan nutrisi ASI jelek/tidak mencukupi. Umumnya, ASI
awal (foremilk) yang keluar pada awal-awal menyusui/memerah lebih encer
karena kandungan lemak meningkat bertahap. Foremilk ini kaya
kandungan laktosa yang penting bagi perkembangan otak bayi.
Kandungan ASI terus berubah agar dapat memenuhi kebutuhan bayi
sesuai usianya sehingga pertumbuhan dan perkembangan bayi optimal. Hal
ini juga berarti ASI saat bayi berusia 4 bulan paling baik diberikan kepada
bayi yang berusia 4 bulan sehingga untuk ibu yang rutin memerah selama
jangka panjang perlu mengatur manajemen ASI perahnya dengan baik.
Bila ibu melakukan pemerahan secara eksklusif (E-ping), pada hari ke-10,
ibu, dokter, dan konselor menyusui/konsultan laktasi perlu melakukan
evaluasi atas teknik memerah dan hasil ASI perah ibu per hari. Bila hasil
perah ibu pada hari ke-10 atau setelahnya berada di batas bawah (sebanyak
350–500 ml atau kurang dari 350 ml per hari), ibu harus segera melakukan
perbaikan manajemen perah dan memikirkan tindakan lain.
Memaksimalkan produksi ASI dalam dua minggu pertama pasca kelahiran
sangat penting untuk menjaga produksi ASI selanjutnya.
Sumber: NHS UK
Siklus tekan-perah-lepaskan
Pastikan ibu tidak memerah terlalu keras. Memerah ASI, seperti halnya
menyusui, tidak menyakitkan bagi ibu. Mintalah bantuan dari konselor
menyusui bila ibu menemui masalah dalam menguasai metode memerah
tangan.
Ibu yang perlu memerah secara rutin dalam jangka waktu panjang,
misalnya ibu pekerja, ibu yang sedang berada jauh dari bayi dalam
jangka waktu lama, dan juga ibu dengan waktu memerah yang
terbatas, dapat mempertimbangkan jenis pompa ini. Kemampuan alat
pompa jenis ini adalah 40–60 cpm dan dapat memberikan siklus
otomatis.
ASI perah di dalam kulkas (disimpan di kulkas bagian dalam/belakang, jauh dari
pintu)
Asi perah segar 0–4°C 3–8 hari (ideal 72 jam)
ASI perah beku yang cair 0–4°C 24 jam
ASI perah di lemari pembeku/freezer (disimpan di kulkas bagian dalam/belakang,
jauh dari pintu)
Waktu penyimpanan
ASI perah segar (segera masukkan ke dalam kulkas bila tidak diberikan kepada
bayi
dalam 4 jam setelah diperah)
Suhu ruang 1–4 jam
ASI perah di dalam kulkas (disimpan di kulkas bagian dalam/belakang, jauh dari
pintu)
ASI perah segar 48 jam
ASI perah beku yang sudah cair 24 jam
ASI perah di lemari pembeku/freezer (disimpan di kulkas bagian dalam/belakang,
jauh dari pintu)
5. ASI perah beku yang sudah cair sempurna dapat bertahan hingga 24
jam di dalam kulkas atau hingga 4 jam di suhu ruang.
6. ASI perah beku yang sudah dihangatkan tidak boleh dibekukan
kembali.
7. Lemak ASI yang terpisah dapat disatukan kembali dengan cara
menggoyang pelan wadah ASI, bukan dengan
mengocok/mengaduknya.
8. Sisa ASI perah yang sudah dihangatkan dan tidak dihabiskan bayi
dapat dimasukkan ke dalam kulkas selama 1–2 jam dan bila tidak
dikonsumsi bayi, segera buang.
Ibu juga perlu mengetahui frekuensi bayi menyusu dalam sehari dan
kebiasaan bayi menyusu saat tidak bersama ibu. Misalnya, rata-rata bayi
menyusu per hari adalah 800 ml dan frekuensi bayi menyusu per hari adalah
8 kali, volume ASI per penyajian adalah 100 ml. Bila tidak bersama bayi
selama 12 jam, ibu dapat menyiapkan empat botol untuk penyajian 100 ml.
Ibu dapat melebihkan 10% untuk berjaga-jaga bila ada ASI perah yang
tumpah. Jadi, per wadah ASI perah diisi 110 ml.
Namun, hitungan ini tidak kaku/baku karena banyak bayi yang menyusu
lebih banyak saat bersama ibu (sore/malam hingga dini hari). Hal yang perlu
ibu dan pengasuh bayi lakukan adalah memantau tanda-tanda kecukupan
ASI harian, pertumbuhan berat dan tinggi badan, serta mengetahui tanda-
tanda dehidrasi atau tanda-tanda bayi kurang asupan.
Berikut ini panduan WHO tentang kebutuhan ASI bayi ketika bayi mulai
menerima MPASI, berdasarkan rentang usia.
Usia 6–8 bulan: pada hari-hari awal bayi mulai menerima MPASI,
pastikan ASI masih merupakan sumber asupan utama, yaitu di atas
90%, yang kemudian menurun porsinya hingga 67,15% (seiring
bertambahnya porsi MPASI). Porsi MPASI pada usia 6–8 bulan adalah
32,85%.
Usia 9–11 bulan: kebutuhan ASI sebesar 55,2% dan MPASI sebesar
44,8%.
Usia 12 bulan ke atas: kebutuhan ASI sebesar 38,7%, MPASI 61,3%, dan
semakin menurun secara bertahap.
Jadi, saat bayi baru menerima MPASI, asupan ASI masih di atas 90% atau
sekitar 875 ml/hari, kemudian menurun bertahap seiring meningkatnya
asupan MPASI. Saat bayi berusia 11 bulan, asupan ASI menurun menjadi
sekitar 550 ml/hari. Ketika bayi berusia 1 tahun dan sudah menerima
makanan keluarga, asupan ASI menurun menjadi sekitar 400 ml/hari. Bila
ibu melanjutkan menyusui/memberikan ASI setelah anak berusia 2 tahun,
volume ASI yang diberikan sekitar 300 ml/hari.
Namun, volume ASI perah yang diminum bayi dapat bervariasi, sama
seperti jumlah makanan orang dewasa yang tidak selalu sama. Hal yang
utama adalah selalu perhatikan tanda-tanda ingin menyusu dan tanda-
tanda kenyang pada bayi sehingga ibu atau pengasuh tidak memaksa bayi
untuk minum ASI perah saat sudah kenyang.
Bila bayi minum ASI perah jauh lebih banyak dari jumlah rata-rata
normal, akan terjadi pemberian ASI berlebihan (overfeeding). Beberapa
kemungkinan penyebabnya, antara lain sebagai berikut.
Bayi minum ASI perah menggunakan botol dot yang beraliran deras.
Oleh karena itu, bila media yang digunakan adalah dot, pilihlah dot
yang alirannya pelan dan berikan jeda waktu saat menyusu.
Ibu atau pengasuh selalu memberikan botol berisi ASI perah setiap kali
bayi rewel (dengan maksud untuk menenangkan bayi). Padahal
penyebab bayi rewel bukan hanya karena lapar dan haus.
Bayi menyusu dengan botol dalam posisi tidur sehingga ASI mengalir
deras. Agar aliran ASI lebih lambat, atur posisi badan-kepala bayi
menjadi tegak, dengan posisi botol horizontal/datar. Efek samping
menyusu dengan posisi tidur adalah meningkatnya risiko menderita
infeksi telinga.
1. Bila ibu memerah ASI dengan alat pompa elektrik, bawalah perlengkapan
berikut ini.
Baterai dan baterai cadangan. Pastikan baterai bekerja dengan baik
dan dalam kondisi penuh.
Adapter/converter. Bila ibu bepergian ke luar negeri, ibu perlu
membawa adapter/power converter karena tiap negara tidak memiliki
jenis steker listrik yang sama.
Wadah ASI perah. Banyak ibu memilih menggunakan kantong plastik
khusus ASI perah karena dapat dirampingkan sehingga menghemat
tempat di cooler bag/box.
Ice gel/blue ice
Ice gel/blue ice dapat memberikan efek dingin yang panjang. Ice
gel/blue ice dapat dibeli di toko perlengkapan bayi.
4. Pastikan ibu memiliki stok ASI perah dalam jumlah cukup di rumah
selama ibu bepergian. Lebihkan stok ASI perah minimal 20% dari
kebutuhan bayi sebagai cadangan ASI perah yang tumpah/rusak.
Bila ibu memilih untuk membekukan ASI yang diperah selama di tempat
tujuan, ibu dapat mengusahakan mencari dry ice (karbondioksida padat,
jauh lebih dingin dari es biasa, dan tidak seperti es biasa yang dapat
mencair. Perubahan bentuk terjadi dari padat menjadi gas.) yang biasa
tersedia di supermarket besar, toko daging, atau toko es krim.
Selain itu, kumpulkan koran untuk membungkus wadah ASI perah dan
memadatkan cooler bag/box. Masukkan empat kantong ASI perah beku
(dengan label tanggal dan jam memerah) ke dalam plastik yang lebih besar,
lalu bungkus dengan koran. Kemudian, masukkan ke dalam cooler bag/box,
kelilingi dengan dry ice, ice gel, atau blue ice. Bila masih ada rongga kosong,
isi dengan gumpalan/gulungan koran.
Bila memungkinkan, ibu dapat mengirim cooler bag/box ini
menggunakan paket ekspres yang dapat tiba di tempat tujuan maksimal
dua hari sejak pengiriman. Bila ibu membawanya ketika perjalanan pulang,
ibu harus mengetahui peraturan membawa ASI perah yang dikeluarkan
oleh penerbangan domestik/internasional.
Peraturan membawa ASI perah ke kabin pesawat
Dirjen perhubungan udara Indonesia telah mengeluarkan peraturan tentang
penanganan cairan (liquid), aerosol, dan gel yang boleh dibawa penumpang
ke dalam kabin pesawat udara pada penerbangan internasional. Peraturan
tersebut dituangkan dalam Perdirjenhub No. KEP/43/III/2007, pasal 3 ayat
1,yang berbunyi:
Cairan, aerosol, dan gel yang dibawa sendiri oleh calon penumpang
sebelum masuk ke dalam bandar udara harus memenuhi persyaratan
berikut.
1. Kapasitas maksimum wadah atau tempat cairan, aerosol, dan gel
adalah 100 ml atau ukuran sejenis.
2. Wadah berisi cairan, aerosol, dan gel tersebut dimasukkan ke dalam
satu kantong plastik transparan ukuran 30 x 40 cm yang disediakan
oleh pihak pengelola bandara dan maskapai penerbangan, dengan
kapasitas cairan, aerosol, dan gel maksimum 1000 ml atau ukuran
sejenis dan disegel ulang.
3. Setiap calon penumpang pesawat hanya diizinkan membawa
maksimum satu kantong plastik transparan yang berisi cairan, aerosol,
dan gel.
Yang dimaksud dengan cairan, aerosol, dan gel tersebut dapat berupa
minuman, perlengkapan kosmetik, obat-obatan, dan keperluan sehari-hari
(Pasal 1, ayat 2 Perdirjenhub 43/2007).
Namun menurut pasal 3 ayat (2) Perdirjenhub 43/2007, ketentuan
tersebut tidak berlaku untuk:
1. obat-obatan medis,
2. makanan/minuman/susu bayi, dan
3. makanan/minuman penumpang untuk program diet khusus.
Jadi, ini berarti ibu boleh membawa ASI perah ke dalam kabin saat
berangkat dari Indonesia.
Bila tempat tujuan ibu adalah Amerika Serikat atau melakukan
perjalanan antardaerah menggunakan penerbangan Amerika Serikat, ibu
perlu mengetahui peraturan yang dikeluarkan oleh TSA (Transportation
Security Administration) US Department of Homeland Security, antara lain
cairan maksimum yang boleh dibawa adalah 3 oz atau sekitar 88,7 ml.
ASI tidak termasuk dalam cairan biasa seperti air minum dan jus, tetapi
diperlakukan sebagai cairan obat-obatan. Orangtua yang menggunakan
pesawat dengan atau tanpa bayi dan anak-anak diperbolehkan membawa
ASI dengan jumlah lebih dari 3 oz selama mereka melapor dan
menunjukkan kepada petugas pemeriksa di titik pemeriksaan. Botol/wadah
ASI perah kosong dan es juga diperbolehkan dibawa dengan tujuan untuk
mendinginkan ASI perah. Pisahkan ASI perah di dalam cooler box/bag
(tidak dimasukkan ke dalam kopor kabin).
ASI perah dalam bentuk beku boleh juga dibawa selama dapat dijaga
tetap beku dan masih dalam keadaan beku ketika diperiksa petugas. Ibu
dianjurkan membawa ASI perah ini secukupnya hingga mencapai tempat
tujuan.
Bila ibu membawa alat pompa di dalam tas/kopor kabin, sebaiknya ibu
mengeluarkan dan melaporkannya kepada petugas. Cara ini akan
mempermudah dan mempercepat saat pemeriksaan.
Peraturan penerbangan ke Eropa tidak jauh berbeda dengan Amerika
Serikat. Peraturan membawa cairan ke Eropa dikembangkan oleh
International Civil Aviation Organization. Peraturan tersebut menyatakan
bahwa penumpang dapat membawa maksimum 1 liter cairan, tetapi cairan
ini dipecah menjadi maksimum 100 ml setiap kemasan. Kemudian setiap
kemasan 100 ml dimasukkan lagi ke dalam kantong transparan/kantong
plastik bersegel.
Larangan Mengocok ASI Perah
Mengocok ASI perah agar lapisan lemak bersatu kembali dapat
mengubah komposisi ASI, terutama bentuk molekul protein ASI
(laktoferin, lysozyme, dan komponen perlindungan lainnya) menjadi
asam amino. Hal ini juga terjadi bila ibu merebus ASI perah. Akibatnya,
ASI perah kurang/tidak dapat berfungsi melindungi usus bayi dari
infeksi dan mencegah peradangan.
Analogi sederhananya seperti tasbih. Ketika butiran tasbih bersatu,
tasbih dapat berfungsi dengan baik. Namun ketika ikatan tasbih
terlepas, butiran tasbih akan tercecer dan tidak berfungsi lagi sebagai
tasbih. Begitu pula dengan ASI perah, beberapa komponen sel dalam
ASI juga dapat rusak bila diguncang atau dikocok.
Sumber : Hitched UK
Pastikan kepala, leher, dan pundak bayi tersangga dengan baik dan dalam
posisi tegak. Bayi dalam keadaan terbangun, tenang/tidak rewel, apalagi
menangis. Alasi dada bayi dengan kain/handuk kecil agar tumpahan ASI
tidak membasahi badan bayi. Isilah gelas kira-kira setengahnya saja karena
bila terlalu penuh berisiko mudah tumpah, sedangkan bila terlalu sedikit
akan menghabiskan banyak waktu untuk mengisi ulang, dan bayi bisa tidak
sabar.
Letakkan ujung gelas secara perlahan ke bibir bayi bagian bawah.
Perlahan, miringkan gelas sehingga cairan ASI menyentuh bibir bawah bayi
dan bayi menjilat dan menelan seperti anak kucing yang minum dari
mangkuk. Jadi, ibu tidak menuangkan ASI perah ke dalam mulut bayi
karena berisiko membuat bayi tersedak.
Ibu juga harus konsisten menjaga kemiringan gelas dan ASI perah agar
bayi dapat terus menjilat dan menelan. Pastikan pengasuh dan bayi sudah
lancar menggunakan gelas sebelum ibu mulai rutin meninggalkan bayi
setiap hari, misalnya karena bekerja.
3. Pemberian ASI perah melalui pipet dan suntikan yang telah dilepas
jarumnya
Prinsip dari metode pemberian ASI perah menggunakan pipet berbahan
plastik dan suntikan ini adalah
meneteskan ASI perah langsung ke dalam mulut bayi dengan posisi bayi
tegak. Suntikan dapat menampung ASI perah lebih banyak daripada pipet.
Ada pula ibu yang melakukan suplementasi menggunakan suntikan pada
payudara. Ketika bayi sudah melekat, selipkan suntikan ke payudara dan
tekan ketika bayi sudah mengisap (cara ini adalah hadiah agar bayi tidak
mudah frustrasi ketika tidak ada ASI yang keluar dari payudara ibu saat
mengisap). Kelemahan metode ini adalah memakan waktu lebih lama
selain harganya yang lebih mahal dan sulit dibersihkan.
Dua tabung bertuliskan hasil perah tangan adalah hasil perah setelah ibu memerah dengan pompa.
Terlihat bahwa payudara masih menyimpan banyak ASI yang tidak bisa dikosongkan dengan alat
pompa saja.
Ketika akhir minggu atau saat ibu libur/cuti bekerja, tambahkan
minimal dua sesi memerah. Ibu dapat memerah saat tidur bayi lebih
panjang, misalnya pada malam hari.
Memerahlah saat bayi sedang menyusu (tandem).
Bila bayi rewel karena aliran ASI lambat akibat ibu baru saja memerah
di antara sesi menyusui, perahlah satu payudara saja sehingga
payudara lain yang lebih penuh dapat diberikan pada bayi.
Selama menggunakan alat pompa, lakukan pijat payudara dan
penekanan payudara.
Cobalah untuk melakukan power pumping.
Gantilah komponen corong pompa ke bahan yang lebih lembut dan
berukuran besar.
Power pumping
Power pumping adalah teknik yang berusaha menyerupai bayi menyusu 8
hingga 12 kali dalam 24 jam seperti saat bayi di sebulan pertama
kehidupannya. Selama fase itu, bayi menyusu lebih sering, lebih kuat, dan
lebih lama sehingga mudah memicu terlepasnya hormon prolaktin yang
berpengaruh terhadap produksi ASI.
Power pumping bertujuan meningkatkan produksi ASI secara cepat
dengan mengosongkan payudara ibu secara sering. Biasanya, hal ini
dilakukan para ibu yang mengalami penurunan produksi ASI drastis,
misalnya setelah sakit berat sehingga harus dirawat inap di rumah sakit
atau volume pekerjaan ibu yang lebih tinggi dari biasanya sehingga ibu
tidak dapat memerah dengan frekuensi yang normal di tempat kerja.
Power pumping dilakukan selama satu jam setiap hari secara konsisten
(misalnya setiap pukul 6 pagi) dengan pola berikut ini.
Perah selama 20 menit, istirahat selama 10 menit.
Perah kembali selama 10 menit, istirahat selama 10 menit.
Perah lagi selama 10 menit, selesai.
Hasil dari power pumping bervariasi, ada ibu yang merasakan hasil
perahnya meningkat setelah melakukan power pumping selama dua hari
berturut-turut, tetapi ada juga yang baru merasakan hasilnya setelah tujuh
hari berturut-turut.
Saat melakukan power pumping, usahakan untuk rileks dan tidak stres.
Ibu dapat melakukan hal-hal yang disukai, seperti membaca dan menonton.
Letakkan pula alat pompa dan perlengkapannya di dekat ibu. Pastikan ibu
mengonsumsi makanan bergizi dan minum dengan cukup.
Ahli laktasi Catherine Watson Genna, BS, IBCLC memberikan panduan
power pumping sebagai berikut.
Alat pompa beserta wadah ASI perah diletakkan di tempat ibu sering
melewatinya dan di tempat ibu merasa nyaman untuk duduk.
Ibu memompa 5–10 menit setiap kali ibu melewati alat pompa tersebut
dan berhenti ketika ibu merasa lelah dan tidak nyaman.
Interval/jarak antarmemerah adalah sekitar 45 menit atau lebih.
Interval memerah kurang dari 45 menit kurang membantu.
Ibu memerah minimal 10 kali sehari.
Ibu tidak perlu mencuci peralatan memompa setiap selesai
memerah.Cukup perhatikan suhu ruangan. Seperti halnya ASI perah di
suhu ruang, alat pompa dapat dibiarkan tidak dicuci selama melakukan
power pumping, yaitu sekitar 4 jam.
Usahakan ibu beristirahat sebentar pada siang hari dan tidur tidak
terputus selama 4–6 jam pada malam hari. Bila bayi menyusu pada
malam hari, ibu dapat melakukan tandem memerah dan menyusui.
Bila hasil ASI perah ibu sudah stabil, yang biasanya dicapai saat usia
bayi tiga bulan, ibu dapat menurunkan sesi memerah sebanyak satu
kali. Namun ketika ibu merasakan penurunan hasil pada hari
berikutnya, kembalikan frekuensi memerah seperti sebelumnya.
Nutrisi
untuk Ibu Menyusui
Hingga saat ini, nutrisi untuk ibu menyusui tetap menjadi topik menarik
yang sering didiskusikan dan diperdebatkan. Ditambah lagi mitos-mitos
yang tidak tepat yang berhubungan dengan nutrisi ibu menyusui masih
beredar turun-temurun di masyarakat. Dan sayangnya, tidak diimbangi
dengan informasi yang benar mengenai manajemen laktasi.
A. Dukungan Ayah
AAP (American Academy of Pediatrics) pada 2005 mengeluarkan hasil
penelitian mengenai peran penting ayah dalam menyukseskan pemberian
ASI. Penelitian ini dilakukan di Naples, Italia dengan responden sebanyak
280 pasangan. Hasil penelitian tersebut menyatakan bahwa tingkat
keberhasilan menyusui eksklusif dan melanjutkan menyusui sampai 12
bulan secara signifikan lebih tinggi pada kelompok ayah yang mempelajari
manajemen laktasi dan mendukung serta membantu ibu dalam menyusui.
Dukungan ayah dapat meningkatkan kepuasan dan lama waktu ibu dalam
menyusui dan meningkatkan adaptasi ayah dan ibu dalam hal pengasuhan
anak. Lebih lanjut lagi, ayah memiliki peran dalam menentukan pemberian
asupan untuk bayi: susu formula atau ASI.
Ayah yang memilih memberikan ASI untuk bayinya dibandingkan susu
formula akan mendapat banyak keuntungan, antara lain ayah ASI dapat
menghemat waktu dan biaya, mendapatkan istirahat lebih banyak daripada
bayi yang menerima susu formula, dan mendapatkan anggota keluarga
yang lebih sehat. Lebih hemat biaya karena tidak perlu membeli susu
formula beserta perlengkapannya yang berbiaya tinggi. Penghematan
biaya lainnya adalah bayi dan ibu akan lebih sehat sehingga mengurangi
biaya kesehatan. Pemberian ASI juga dapat menghemat waktu karena ayah
tidak perlu membuang waktu dan tenaga menyajikan susu formula, tidak
perlu belanja susu formula, dan saat darurat seperti bencana alam, ayah
tidak perlu khawatir bayi tidak mendapatkan asupan. Selain itu, ayah juga
mendapat lebih banyak waktu untuk beristirahat.
Hal-hal yang dapat ayah lakukan untuk mendukung ASI dan menyusui
B. Dukungan dari Ibu untuk Ibu (Mother to Mother Support)
Ibu yang baru melahirkan (terutama ibu yang baru pertama kali melahirkan)
perlu mendapatkan dukungan tidak hanya dari ayah, tetapi juga dari ibu
lain yang telah berpengalaman menyusui dan merawat anak. Hal ini
dilakukan agar ibu dapat mempelajari berbagai hal/teknik seputar menyusui
dan merawat anak, membagi peristiwa yang membahagiakan, dan memiliki
tempat untuk bersandar saat menghadapi kesulitan.
Dukungan dari ibu untuk ibu (mother to mother support) dapat dilakukan
secara kelompok (peer support group) atau individual oleh konselor
menyusui. Konselor menyusui adalah seseorang yang telah mengikuti
Pelatihan Konseling Menyusui 40 jam WHO-UNICEF.
Dukungan kelompok maupun dukungan individual dari konselor tidak
hanya memberikan informasi dan edukasi tentang ASI dan menyusui, tetapi
juga memberikan dukungan emosional, penguatan, dan membantu ibu
dalam menghadapi berbagai masalah dan tantangan menyusui.
Sumber Internet
Website ABM (The Academy of Breastfeeding Medicine) diakses bulan Juli-
Agustus 2014: http://www.bfmed.org/
Website American Academy of Pediatrics diakses bulan Juli-Agustus 2014:
http://pediatrics.aappublications.org & www.healthychildren.org
Website ASPS (American Society of Plastic Surgeons) diakses bulan Juli
2014: http://www.surgery.org/consumers/plastic-surgery-news-
briefs/myth-fact--breast-feeding-sagging-1035774
Website Australian Breastfeeding Association diakses bulan Juli 2014:
www.breastfeeding.asn.au/
Website Baby Center diakses bulan Juli-Agustus 2014:
http://www.babycentre.co.uk/
Website Baby Friendly Massage for breastfeeding mother diakses bulan Juli
2014: http://www.bcbabyfriendly.ca/massageforbfmother.pdf
Website Breastfeeding Basic diakses bulan Juli-Agustus 2014:
http://www.breastfeedingbasics.com
Website Breastfeeding Sheffield. UK:
http://www.breastfeedinginsheffield.co.uk/mum-and-baby/baby-
feeding-cues.
Website Centers For Disease Control & Prevention diakses bulan Juli 2014:
http://www.cdc.gov/
Website database obat-obatan diakses bulan Juli-Agustus 2014:
http://www.drugs.com/ & http://toxnet.nlm.nih.gov/cgi-bin/sis/htmlgen?
LACT
Website Departemen Perhubungan RI diakses bulan Agustus 2014:
http://m.dephub.go.id
Website DepKes RI diakses bulan Juli 2014: www.depkes.go.id/ &
www.promkes.depkes.go.id
Website dr Jack Newman diakses bulan Juli-Agustus 2014:
http://www.nbci.ca/
Website dr Sears diakses bulan Juli 2014: http://www.askdrsears.com/
Website Food Drug Administration diakses bulan Agustus 2014:
http://www.fda.gov/
Website FoodSafety diakses bulan Agustus 2014:
http://www.foodsafety.gov/index.html
Website hukumonline diakses bulan Agustus 2014:
http://www.hukumonline.com/klinik/detail/lt4eaa86f498616/aturan-
yang-membolehkan-membawa-asi-perah-ke-kabin-pesawat-udara
Website Human Milk Bank Of North America diakses bulan Juli 2014:
https://www.hmbana.org/
Website Ikatan Dokter Anak Indonesia diakses bulan Juli 2014:
http://idai.or.id/
Website Kelly Bonyata, BS, IBCLC diakses bulan Agustus 2014:
http://kellymom.com/
Website Kidshealth diakses bulan Juli-Agustus 2014: http://kidshealth.org/
Website La Leche League International diakses bulan Juli 2014:
http://www.llli.org/
Website London Psychotherapy diakses bulan Juli 2014:
http://www.london-psychotherapy.co.uk/psychotherapy-
articles/postnatal-depression-baby-blues.htm
Website Low Milk Supply diakses bulan Agustus 2014:
http://www.lowmilksupply.org/supplementing-howmuch.shtml
Website Mayoclinic diakses bulan Juli 2014: http://www.mayoclinic.org/
Website Milis Sehat Yayasan Orangtua Peduli (YOP) diakses bulan Juli-
Agustus 2014: milissehat.web.id
Website Nancy Mohrbacher IBCLC diakses bulan Juli 2014:
http://www.nancymohrbacher.com/
Website NHS UK diakses bulan Juli 2014: http://www.nhs.uk/
Website Save The Children diakses Juli 2014:
http://www.savethechildren.org/
Website Stanford School of Medicine diakses bulan Juli 2014:
http://newborns.stanford.edu/
Website The American Congress Obstetricians & Gynecologist diakses
bulan Agustus 2014: http://www.acog.org/
Website The International Baby Food Action Network diakses bulan Juli
2014: http://www.ibfan.org/
Website The National Center for Biotechnology Information advances
science and health diakses bulan Juli-Agustus 2014:
http://www.ncbi.nlm.nih.gov/
Website Transportation Security Administration diakses bulan Agustus
2014: http://www.tsa.gov/
Website UNICEF diakses bulan Juli-Agustus 2014: http://www.unicef.org/
Website US National Library of Medicine diakses bulan Agustus 2014:
http://www.nlm.nih.gov/medlineplus/ency/article/000366.htm
Website WHO diakses bulan Juli-Agustus 2014: http://www.who.int/en/
Website World Alliance for Breastfeeding Action (WABA) diakses bulan Juli
2014: http://www.waba.org
Ucapan Terima Kasih
Wanita yang akrab dipanggil Monik ini lahir di Bandung, pada 1979. Beliau
menyelesaikan S1-nya di Fakultas Teknik Sipil dan Perencanaan ITB (Institut
Teknologi Bandung) akhir tahun 2000, kemudian melanjutkan studi S2-nya
di Magister Manajemen UI (Universitas Indonesia) dan lulus pertengahan
tahun 2002 di Jakarta. Sebelum lulus program master, Monik meniti karier
di salah satu perusahaan multinasional yang bergerak di bidang Fast
Moving Consumer Good, hingga menjadi Brand Manager sebuah merek
toiletries remaja putri nomor satu di Indonesia saat itu.
Monik menikah dengan Fahmi Hamim Dereinda awal tahun 2005 dan
saat ini telah memiliki dua putra. Monik memutuskan berhenti bekerja pada
akhir tahun 2005 dan mengikuti suaminya yang sering berpindah-pindah
tugas penempatan. Monik mulai tertarik belajar mengenai kesehatan anak
dan ASI-menyusui sejak anak pertamanya lahir dan menderita beberapa
penyakit yang cukup berat.
Monik akhirnya bergabung dengan mailing list
sehat@yahoogroups.com dan pada pertengahan tahun 2010 bergabung
dengan KLASI (Klub Peduli ASI) Bandung, Yayasan Orangtua Peduli (YOP)
yang secara rutin mengadakan kelas edukasi persiapan kelahiran dan
menyusui serta membantu para ibu yang memerlukan dukungan mengenai
ASI-menyusui. Monik selalu menjadi pembicara/narasumber di dalam kelas
edukasi persiapan menyusui yang diadakan KLASI-YOP tersebut.
Untuk menambah pengetahuan mengenai ASI-menyusui, Monik
mengikuti Pelatihan Konseling Menyusui Modul 40 jam WHO-UNICEF pada
akhir tahun 2011 di RS Bunda Jakarta dan menjadi konselor menyusui sejak
awal tahun 2012. Monik aktif memberikan konseling dan bantuan menyusui
door to door, baik di kota maupun di desa sekitar Monik tinggal.
Sejak pertengahan tahun 2012, Monik bersama keluarga tinggal di Kota
Rochester, New York. Di sana, Monik berkesempatan bergabung dengan La
Leche League (LLL), organisasi internasional nonprofit dan nonsektarian
pendukung ASI-menyusui. Tidak lama bergabung dengan LLL Rochester
South, Monik segera mengambil program akreditasi menjadi LLL leader
agar akses mengenai informasi ASI-menyusui terbaru selalu ter-update,
juga berkesempatan memperluas wawasan dengan para LLL leader
daerah/negara lain, serta dapat memberikan konseling langsung kepada ibu
yang membutuhkan di mana saja. Kini, Monik adalah orang Indonesia
pertama dan satu-satunya yang menjadi La Leche League Leader di
Indonesia.
Monik juga selalu berusaha meningkatkan awareness (kesadaran)
masyarakat dan mengedukasi pentingnya ASI-menyusui yang beliau
tuangkan melalui tulisan-tulisan di akun media sosialnya, baik itu melalui
mailing list, Facebook, maupun Twitter. Karena tulisan-tulisannya tersebut,
beliau diminta menjadi kontributor tetap di The Urban Mama kolom Expert
Explains dan kontributor tetap di Gerakan Pranikah.org. Monik juga
membantu beberapa gerakan/komunitas lain, seperti GESAMUN (Gerakan
Sadar Imunisasi), Komunitas Super Premature (orangtua dari anak-anak
prematur), dan Komunitas Rumah Ramah Rubella (orangtua dari anak-anak
penderita sindroma rubella bawaan/kecacatan karena TORCH).
Monik merasa sangat sedikit buku dalam bahasa Indonesia yang
membahas ASI dan menyusui secara lengkap yang berpegang dari sumber-
sumber tepercaya dan berdasarkan bukti (evidence based) sehingga Monik
terpanggil untuk menyusun buku ini. Monik menyadari buku ini masih jauh
dari sempurna, tetapi setidaknya dapat membantu berbagai pihak untuk
bersama-sama memperjuangkan ASI dan menyusui yang menjadi hak ibu
dan bayi.
Bila ada kritik, komentar,dan saran yang membangun, silakan kirimkan
ke monica.purba@gmail.com, @f_monika_b atau akun Facebook: Fatimah
Berliana Monika Purba.[]