Anda di halaman 1dari 361

“Alhamdulilah, telah bertambah lagi buku tentang ASI yang lengkap yang

ditulis oleh seorang La Leche League (LLL) International Leader pertama di


Indonesia. Buku ini wajib dimiliki atau dibaca bukan saja oleh calon ayah
dan ibu, tapi juga calon suami dan istri.”
—dr. Utami Roesli, Sp.A, MBA, FABM, IBCLC

“Buku ini sangat kuat landasan ilmiahnya. Seluruh isinya didasari oleh
referensi ilmiah tepercaya yang mayoritas berbasis bukti (evidence-based).
Tidak hanya itu, penulis juga menggabungkan dengan pengalamannya
sehari-hari sebagai seorang konselor menyusui yang bersertifikasi
internasional sehingga dapat menjawab permasalahan yang umum
dihadapi oleh ibu menyusui.”
—dr. Arifianto, Sp.A, @dokterapin, Penulis buku Orangtua Cermat, Anak
Sehat, dan Pro Kontra Imunisasi
“Buku yang informatif dan komprehensif, ditulis oleh seorang ibu yang
pernah mengalami sendiri masalah dalam menyusui, tapi kemudian tak
berhenti belajar ilmu laktasi hingga memiliki akreditasi Leader La Leche
League (LLL). Tentu saja bukan hanya teori laktasi yang didapat dari buku
ini, tapi juga hal-hal praktis tentang menyusui. Wajib dibaca bukan hanya
oleh ibu muda, tapi semua kalangan yang membutuhkan informasi seputar
ASI dan menyusui.”
—Agnes Tri Harjaningrum, Penulis buku Smart Patient, Seorang dokter
yang pernah mengenyam pendidikan masternya di Berlin dan Bordeaux
“Saya pernah mengalami keresahan dalam menyusui. Salah satunya
sobeknya puting pada awal menyusui. Semua orang bilang dibiarkan saja,
nanti sembuh sendiri. Sebulan saya biarkan sampai akhirnya infeksi.
Seandainya saya tahu kalau itu hanya masalah pelekatan yang kurang
sempurna. Tapi, ibu yang punya buku ini sebelum bayinya lahir pasti akan
memiliki pengalaman menyusui yang indah, semua pertanyaan dan
keresahan ibu terjawab sempurna.”
—Mona Ratuliu, @mratuliu, Artis, Founder Komunitas ParenThink

“Buku ini menjadi bacaan wajib bagi orangtua, khususnya para ibu yang
ingin memberikan hal terbaik pada seribu Hari Pertama Kehidupan seorang
anak untuk tumbuh kembang yang optimal.”
—Ninik Sukotjo, UNICEF Indonesia

“Buku ini cocok jadi kamus bagi semua pihak yang ingin mengerti dan
memahami mengapa ASI merupakan salah satu anugerah dari Tuhan Yang
Maha Esa dan patut untuk diperjuangkan bersama-sama. Seperti biasa,
dalam setiap kesempatan, Monik yang dalam keseharian berbagi di
sehat@yahoogroups.com dan media sosial selalu mengagumkan dan
komprehensif dalam membantu para ibu, ayah, dan keluarga yang bertanya
soal serba-serbi ASI.”
—Ade Novita, @Ade_Novita, Advokat, Konselor ASI pada Klub Peduli ASI
(KLASI)-Yayasan Orangtua Peduli
“Tulisan yang sangat apik mengalir dari sang penulis, yang walaupun tidak
memiliki latar belakang pendidikan kesehatan, sudah malang melintang di
dunia per-ASI-an. Tak heran tulisannya enak dibaca, tidak menggurui
berdasarkan data dan fakta yang aktual serta rujukan yang tepercaya.
Belum pernah saya membaca buku perihal ASI selengkap ini.”
—Bapake Ghozan, Moderator Milis Sehat YOP, Admin GESAMUN (Gerakan
Sadar Imunisasi), Ayah penggiat ASI
Noura Familia
Menyajikan bacaan yang diramu dari beragam informasi, kisah,
dan pengalaman yang akan memperkaya hidup Anda dan keluarga.
Buku Pintar ASI dan Menyusui
F. B. Monika
Copyright © F. B. Monika, 2014
All rights reserved
Hak cipta dilindungi undang-undang

Penyunting: Kiki Sulistiyani


Penyelaras aksara: Noviyanti Utaminingsih
Penata aksara: Aniza Pujiati
Desain sampul: Widasartika
Digitalisasi: Elliza Titin Gumalasari

Diterbitkan oleh Penerbit Noura Books (PT Mizan Publika)


Jln. Jagakarsa Raya No. 40 RT 007/04,
Jagakarsa, Jakarta Selatan 12620
Telp. 021-78880556, Faks. 021-78880563
E-mail: redaksi@noura.mizan.com
http://noura.mizan.com

ISBN 978-602-0989-20-4

E-book ini didistribusikan oleh:


Mizan Digital Publishing
Jl. Jagakarsa Raya No. 40
Jakarta Selatan - 12620
Phone.: +62-21-7864547 (Hunting)
Fax.: +62-21-7864272
email: mizandigitalpublishing@mizan.com
Prakata

Ketika saya mengandung anak pertama pada akhir tahun 2005, tidak
pernah terpikir bahwa mempelajari ilmu laktasi jauh sebelum melahirkan
adalah hal yang sangat penting. Saya dulu berpikir, menyusui adalah hal
yang alamiah dan pasti mudah bagi semua ibu yang baru melahirkan. Saya
dulu bahkan tidak mengetahui manfaat memberikan ASI dan menyusui
bagi bayi dan ibu secara detail.
Ketika anak pertama saya lahir, saya mengalami beberapa masalah
menyusui. Saat itu saya tidak mengetahui makna IMD (Inisiasi Menyusu
Dini) dan alasan mengapa IMD sangat penting bagi ibu dan bayi. Dua hari
pasca persalinan, ASI saya tidak keluar sama sekali. Bidan kemudian
memerah payudara saya dengan keras, alasannya agar ASI saya keluar.
Saat itu tentu saja saya kesakitan, luka pascaoperasi Sectio Caesarea (SC)
masih nyeri sekali, ditambah nyeri pada payudara karena diperah keras
dengan tangan. Lalu, apakah masalahnya selesai sampai di situ? Ternyata
tidak. Saya kesulitan memosisikan bayi agar tidak terkena luka operasi.
Saya tidak tahu berbagai macam posisi menyusui, misalnya posisi sepak
bola/pencengkeram (footballhold/clutch) yang sering direkomendasikan
untuk ibu yang baru melahirkan via SC. Saya juga tidak tahu apakah bayi
saya sudah melekat dan mengisap dengan benar serta mendapat ASI yang
cukup. Setelah keluar dari rumah sakit, saya menghadapi masalah
menyusui lain, yaitu payudara bengkak dan demam, dan saat itu saya tidak
mengerti cara menanganinya.
Kemudian saat anak pertama saya berusia 1,5 tahun, saya mengandung
anak kedua. Saat itu saya sama sekali tidak mengetahui ilmu menyusui saat
hamil dan menyusui dua anak bersamaan (tandem nursing). Semua saran
yang saya terima hampir senada: segera sapih, jangan menyusui saat hamil
agar janin yang dikandung tidak kekurangan gizi, dan berbagai mitos
menyeramkan lainnya. Dengan berat hati, saya menyapih anak pertama
saya. Teknik menyapih yang baik bagi ibu menyusui dan bayi/anak pun saya
tidak tahu. Alhasil, saya mengikuti saran-saran yang aneh, seperti menaruh
rasa pahit (misalnya tanaman brotowali) di payudara atau mengoleskan
obat merah, lalu menakut-nakuti anak bahwa itu darah. Penyapihan yang
dilakukan mendadak tanpa persiapan yang memadai itulah yang saya
lakukan dan kadang saya sesali. Maafkan Bunda, Nak.
Lalu, lahirlah anak kedua saya. Apakah proses menyusui lebih lancar?
Tidak juga. Saya selalu takut ASI saya kurang karena payudara saya tidak
pernah bengkak seperti saat menyusui anak pertama (padahal tentu saja
pemikiran saya ini tidak tepat). Ketika anak kedua saya berusia 18 bulan dan
menderita sakit, ia mengalami menolak menyusu (nursing strike). Saya
bingung apa yang harus dilakukan, dan akhirnya menyerah dan
memutuskan untuk menyapih, walau dalam hati saya masih ingin terus
menyusui.
Saya kemudian mulai menggali lebih dalam ilmu mengenai kesehatan
anak, ASI dan menyusui. Semakin dalam saya mempelajari, semakin kuat
keinginan saya untuk membantu para ibu agar tidak merasakan apa yang
saya rasakan dulu. Tentu saja niat membantu ibu untuk menyusui
memerlukan ilmu laktasi yang memadai. Selain mendalami ilmu secara
otodidak dari berbagai sumber bacaan (misalnya buku breastfeeding dari
para ahli laktasi dunia, jurnal online, bergabung dengan Komunitas Smart
Parent Milis Sehat dan menggali sumber dari berbagai situs tepercaya
lainnya), saya mengikuti Pelatihan Konseling Menyusui Modul 40 Jam
WHO-UNICEF pada akhir tahun 2011. Ternyata membantu ibu menyusui
tidak cukup bermodal pengetahuan laktasi saja. Saya harus memiliki teknik
berkomunikasi yang baik, mau mendengarkan dan berempati sambil
mengolah masalah yang perlu dibantu saat itu, serta memilih informasi
yang perlu diberikan tanpa terlalu membebani ibu.
Selama tinggal di Amerika Serikat (AS), saya bergabung dengan La Leche
League (LLL), organisasi internasional terbesar di dunia nonprofit
pendukung ASI-menyusui. Saya mengikuti akreditasi untuk menjadi
seorang leader LLL dan belajar banyak hal baru mengenai ilmu laktasi dari
berbagai sumber yang direkomendasikan LLL Internasional. Setelah lulus
akreditasi, saya memimpin LLL Group of Rochester South, New York, AS
sejak 2012 hingga 2014. Di sana, saya belajar banyak bahwa dukungan dari
ibu untuk ibu, berbagi pengalaman antara para ibu, saling menguatkan satu
sama lain secara kontinyu adalah hal yang sangat penting dalam mencapai
keberhasilan menyusui. Ternyata masalah-masalah menyusui dan hal-hal
yang dapat menghambat menyusui yang dialami para ibu “bule” dan
bangsa-bangsa lainnya tidak jauh berbeda dengan yang dialami para ibu di
Indonesia.
Melalui buku ini, saya ingin membagikan pengalaman (saat saya
membantu banyak ibu di Indonesia atau di AS sejak 2011 hingga saat ini)
dan pengetahuan menyusui yang saya miliki (berdasarkan bukti-bukti
ilmiah) kepada masyarakat luas, selain edukasi yang terus saya lakukan
melalui seminar, kelas persiapan menyusui, konseling menyusui gratis,
serta melalui artikel yang saya tulis di media cetak dan online, serta akun-
akun media sosial saya.
Dalam buku ini, dibahas semua hal yang berkaitan dengan ASI dan
menyusui, mulai dari manfaat ASI dan menyusui bagi bayi dan ibu, langkah-
langkah melaksanakan IMD, manajemen laktasi, penanganan masalah-
masalah menyusui, teknik memerah dan manajemen ASI perah, nutrisi
yang baik bagi ibu menyusui dan ditutup dengan dukungan terhadap ASI
dan menyusui.
Buku ini sangat saya sarankan untuk dibaca terutama oleh para ibu dan
ayah yang baru menikah atau ibu yang sedang mengandung agar
mendapat pengetahuan dan pemahaman yang tepat mengenai ASI dan
menyusui serta terhindar dari (atau dapat mengatasi) berbagai masalah
menyusui.
Selamat membaca J
Isi Buku

Prakata
Bab I
ASI dan Menyusui: Terbaik untuk Bayi dan Ibu
A. ASI atau Susu Formula?
B. Periode Emas
C. Seribu Hari Pertumbuhan yang Menentukan
D. Manfaat ASI bagi Bayi
E. Manfaat Menyusui bagi Ibu
F. Usia Dimulainya Pemberian Makanan Pendamping ASI (MPASI)
Bab II Karakteristik ASI
A. Air Susu Diciptakan Khusus untuk Setiap Spesies (Milk is Species
Specific)
B. Tahapan Perkembangan ASI
C. Kandungan ASI
D. Perubahan Kandungan ASI
Bab III Anatomi Payudara dan Produksi ASI
A. Anatomi Payudara
B. Hormon Perkembangan dan Pematangan Fungsi Payudara
C. Mekanisme Produksi ASI
D. Refleks Pengeluaran ASI (Let Down Reflex/LDR)
E. Refleks Pengeluaran ASI yang Sangat Kuat (Forceful LDR)
F. Tertundanya Produksi ASI Pasca Persalinan (Delayed Onset of
Lactation/DOL)
G. Kapasitas Penyimpanan ASI Dalam Payudara
H. Faktor Penghambat Produksi ASI
I. Payudara Selama Kehamilan
J. Perawatan Payudara Selama Menyusui
Bab IV Inisiasi Menyusu Dini (IMD) dan Tanda-Tanda Menyusu (Feeding
Cues)
A. Syarat-Syarat Pelaksanaan IMD
B. Langkah-Langkah Pelaksanaan IMD
C. IMD pada Persalinan SC (Sectio Caesarea)
D. Tanda-Tanda Kesiapan Bayi Menyusu Saat IMD
E. Tanda-Tanda Bayi Ingin Menyusu
F. Tanda-Tanda Bayi Kenyang
G. Tanda-Tanda Bayi Menolak Menyusu
Bab V Manajemen Laktasi
A. Persiapan Menyusui
B. Posisi Menyusui
C. Pelekatan Menyusui (Latch-On)
D. Teknik Menyusui
E. Tanda-Tanda Kecukupan ASI
F. Kurva Pertumbuhan Bayi (Growth Chart)
G. Menyusui pada Malam Hari
H. Menyusui Saat Ibu Sakit
I. Menyusui Saat Bayi Sakit
J. Menyusui Saat Hamil
K. Menyusui Bayi Kembar Dua dan Kembar Tiga
L. Relaktasi dan Induksi Laktasi (Menyusui Bayi Adopsi)
M. Menyusui Anak Usia lebih dari Satu atau Dua Tahun (Extended
Breastfeeding)
N. Menyapih (Weaning)
Bab VI Masalah-Masalah Menyusui
A. Nyeri Puting
B. Payudara Bengkak (Engorgement)
C. Mastitis
D. Infeksi Jamur (Thrush)
E. Produksi ASI Berlebih
F. Bayi Menyusu Lebih Sering
G. Bingung Puting
H. Bayi Rewel
I. Bayi Menolak Menyusu (Nursing Strike)
J. Bayi Menyusu Hanya pada Satu Payudara
K. Bayi Menggigit dan Tumbuh Gigi
L. Puting Datar dan Terbenam
M. Tongue Tie
N. Bayi Kuning (Jaundice)
O. Perasaan Sedih dan tidak Nyaman Pasca Persalinan (Baby Blues)
P. Depresi Pasca Persalinan (Post Partum Depression/PPD)
Bab VII Manajemen ASI Perah
A. Alasan Ibu Memerah ASI
B. Tampilan/Penampakan ASI Perah
C. Warna ASI Perah
D. Darah di Dalam ASI Perah
E. Bau ASI Perah
F. ASI Perah yang Sudah Rusak
G. Volume/Kuantitas ASI Perah
H. Frekuensi dan Durasi Memerah
I. Memerah dengan Tangan
J. Memerah dengan Alat Pompa
K. Pemilihan Wadah ASI Perah
L. Panduan Penyimpanan ASI Perah
M. Menghangatkan ASI Perah
N. Menyelamatkan ASI Perah Saat Listrik Padam
O. Volume/Kuantitas Pemberian ASI Perah
P. Membawa ASI Perah
Q. Metode Pemberian ASI Perah
R. Meningkatkan Hasil ASI Perah
S. Memompa dan Memberikan ASI Perah Secara Eksklusif (Exclusively
Pumping/E-Ping)
T. Seputar ASI Donor
Bab VIII Nutrisi untuk Ibu Menyusui
A. Kebutuhan Kalori Ibu Menyusui
B. Kebutuhan Cairan Ibu Menyusui
C. Susu untuk Ibu Menyusui
D. Suplemen Vitamin dan Mineral untuk Ibu Menyusui
E. Makanan yang Dipercaya Sebagai Booster ASI
F. Pedoman Gizi Seimbang (PGS) 2014
G. Pengaruh Makanan dan Minuman yang Dikonsumsi Ibu terhadap Bayi
H. Kafein dan Menyusui
Bab IX Dukungan Terhadap ASI dan Menyusui
A. Dukungan Ayah
B. Dukungan dari Ibu untuk Ibu (Mother to Mother Support)
C. Undang-Undang dan Peraturan tentang Menyusui di Indonesia
D. Dukungan Organisasi Internasional (UNICEF, WHO)
Ucapan Terima Kasih
Daftar Pustaka
Tentang Penulis
Bab I

ASI dan Menyusui:


Terbaik untuk Bayi
dan Ibu

A. ASI atau Susu Formula?


Mengapa memilih ASI dan menyusui? Apakah ASI sama dengan susu
formula? Bukankah susu formula sesuai iklannya mengandung berbagai
macam zat yang serupa dengan ASI? Manakah yang lebih praktis,
memberikan ASI atau susu formula? Dan sederet pertanyaan lain yang
umum ditanyakan oleh sebagian besar calon ibu.
Meskipun kampanye mengenai ASI dan menyusui sudah semakin meluas
pada beberapa tahun terakhir, sayangnya masih banyak orangtua yang
belum memahami mengapa ASI dan menyusui adalah yang terbaik, tidak
hanya untuk bayi tetapi juga untuk ibu, ayah, dan masyarakat/lingkungan.
Saat ini, banyak persepsi dan mitos yang salah mengenai ASI dan
menyusui. Ditambah lagi, maraknya iklan susu formula di berbagai media,
pembagian sampel, dan aneka bentuk promosi lainnya yang dilakukan oleh
produsen susu formula yang tidak diimbangi dengan informasi memadai
mengenai keunggulan ASI dan menyusui.
Lebih menyedihkan lagi, masih ada orangtua yang memberikan susu
formula kepada bayinya dengan alasan gengsi (memberikan susu formula
dengan harga mahal), bukan karena pertimbangan medis/kesehatan.

B. Periode Emas
Pertumbuhan anak sangat cepat di dua tahun pertama kehidupannya dan
dua tahun pertama kehidupan anak itulah yang disebut periode emas
(golden period). Jika pada rentang usia tersebut anak mendapatkan asupan
gizi yang optimal, seperti ASI, penurunan status gizi anak bisa dicegah. Bila
terlewati, periode emas ini tidak dapat diulang kembali.
Pemberian asupan yang optimal sejak bayi adalah upaya yang paling
efektif untuk meningkatkan kesehatan anak. Tahun 2006 diperkirakan 9,5
juta anak meninggal sebelum berusia 5 tahun dan dua per tiga kematian ini
terjadi pada tahun pertama kehidupan anak-anak tersebut. Dari ber-bagai
penyebab kematian bayi/anak-anak, 35% berhubungan dengan kekurangan
nutrisi/malnutrisi.
Malnutrisi yang terjadi selama periode emas menyebabkan anak tumbuh
pendek (beberapa sentimeter lebih pendek dari tinggi potensialnya) dan
juga berpengaruh pada kesehatan serta perkembangan intelektualnya. Bila
wanita menderita malnutrisi saat kecil, kondisi reproduksi wanita tersebut
juga terpengaruh. Bayi yang dikandungnya kelak lahir dengan berat badan
rendah dan dapat mengalami komplikasi selama melahirkan.
Meskipun dua tahun pertama kehidupan anak sangat penting, tidak
berarti anak usia dua tahun ke atas tidak membutuhkan perhatian lagi,
tetapi skala prioritasnya telah terlewati.

C. Seribu Hari Pertumbuhan yang Menentukan


Periode perkembangan anak sejak dalam kandungan juga penting untuk
diperhatikan. Oleh karena itu, Departemen Kesehatan (Depkes) RI
mengampanyekan seribu hari pertumbuhan yang menentukan.
Apa saja titik kritis dalam 1.000 hari pertumbuhan yang menentukan
tersebut?

1 Selama bayi dalam kandungan (280 hari)


Sebelum dan selama kehamilan, ibu harus memiliki status gizi yang
baik, tidak mengalami kurang gizi kronik dan anemia. Pada trimester
pertama kehamilan, ibu dianjurkan mengonsumsi asam folat karena asam
folat merupakan salah satu komponen utama dalam pembentukan tabung
syaraf janin yang kemudian berkembang menjadi otak dan tulang belakang
bayi. Asam folat tinggi dapat diperoleh dari berbagai macam bahan
makanan, seperti sayuran berwarna hijau tua (brokoli dan bayam), kacang-
kacangan, dan buah (jeruk, pepaya, pisang, dan alpukat).
Suplemen zat besi (Fe) dan vitamin C sangat penting untuk mencegah ibu
menderita ADB (Anemia Defisiensi Besi) sehingga bayi yang dilahirkan
kelak memiliki cadangan zat besi yang cukup. Terdapat dua jenis zat besi
dalam makanan, yaitu besi heme dan nonheme. Besi heme dapat diserap
tubuh sebanyak 15–40%, jauh lebih tinggi daripada besi nonheme yang
hanya diserap sebanyak 1–15%. Contoh bahan makanan kaya besi heme,
yaitu hati ayam, tiram, hati sapi, dan daging sapi. Sementara contoh bahan
makanan kaya besi nonheme, yaitu kacang kedelai, bayam, roti putih, dan
gandum. Untuk meningkatkan penyerapan zat besi dalam tubuh, ibu dapat
mengonsumsi makanan kaya vitamin C (seperti lemon, jeruk, dan paprika)
bersamaan dengan makanan kaya zat besi.

2 Usia 0-6 bulan (180 hari)


Pada usia 0 bulan atau saat baru lahir, bayi perlu mendapatkan IMD
(Inisiasi Menyusu Dini) minimal 1 jam. Selama 6 bulan setelah bayi lahir, ibu
disarankan memberikan ASI eksklusif dan memantau pertumbuhan bayi
serta memeriksakan kesehatan bayi kepada tenaga kesehatan secara
teratur.

3 Usia 6-24 bulan (540 hari)


Sejak bayi berusia 6 bulan, berikanlah MPASI (Makanan Pendamping
ASI) bersama dengan ASI hingga anak berusia dua tahun atau lebih. Ibu
perlu menguasai ilmu mengenai MPASI selain terus memantau
pertumbuhan dan perkembangan anak. Prinsip dasar MPASI menurut IYCF
(Infant & Young Child Feeding/pemberian makan bayi dan anak) WHO
adalah usia, frekuensi MPASI, jumlah (kuantitas makanan per penyajian),
varietas (keragaman makanan), pemberian MPASI secara aktif dan
responsif, dan kebersihan.

D. Manfaat ASI bagi Bayi


Bayi mendapatkan manfaat yang besar dari ASI. Selain memberikan nutrisi
terbaik yang dibutuhkan bayi, ASI juga berperan penting dalam melindungi
dan meningkatkan kesehatan bayi. UNICEF menyatakan bahwa ASI
menyelamatkan jiwa bayi terutama di negara-negara berkembang.
Keadaan ekonomi yang sulit, kondisi sanitasi yang buruk, serta air bersih
yang sulit didapat menyebabkan pemberian susu formula menjadi
penyumbang risiko terbesar terhadap kondisi malnutrisi dan munculnya
berbagai penyakit (seperti diare) akibat penyiapan dan pemberian susu
formula yang tidak higienis. Laporan WHO juga menyebutkan bahwa
hampir 90% kematian balita terjadi di negara berkembang dan lebih dari
40% kematian tersebut disebabkan diare dan infeksi saluran pernapasan
akut, yang dapat dicegah dengan pemberian ASI eksklusif.
Berikut ini beberapa fakta mengenai peran ASI dalam meningkatkan
kesehatan bayi.
Bayi yang diberi ASI, 17 kali lebih jarang menderita pneumonia/radang
paru (Cesar 1999).
Bayi yang diberi ASI lebih terlindungi dari penyakit sepsis/infeksi dalam
darah yang menyebabkan kegagalan fungsi organ tubuh hingga
kematian (Ashraf 1991, Patel 2013).
Waktu menyusui yang lebih panjang dapat melindungi bayi dan anak
dari asma atau mengurangi terjadinya serangan asma pada anak kecil.
Risiko menderita asma meningkat bila pemberian ASI eksklusif
dihentikan sebelum 4 bulan (Kull 2004, Bener 2007).
Menyusui dengan waktu yang lebih panjang (lebih dari 6 bulan) dapat
melindungi bayi dan anak dari penyakit rhinitis alergi (Ehlayel 2008).
Risiko dirawatnya bayi yang disusui eksklusif selama 4 bulan karena
penyakit saluran pernapasan, 3 kali lebih jarang daripada bayi yang
diberikan susu formula (Bachrach 2003).
Bayi yang diberi ASI eksklusif, 25 kali lebih jarang menderita diare
fatal/menyebabkan kematian (Huffman 1990). Persentase bayi dirawat
di rumah sakit karena diare dapat dicegah sebesar 53% setiap bulannya
dengan memberikan ASI eksklusif (Quigley 2007).
Bayi yang diberi ASI selama 6 bulan atau lebih menderita kanker
(leukemia, limfoma maligna) lebih jarang (Martin 2005, Bener 2001).
Pemberian ASI mengurangi risiko diabetes/kencing manis (Owen
2006).
Bayi yang diberi ASI eksklusif lebih terlindungi dari penyakit infeksi
telinga tengah (Sabirov 2009).
Bayi prematur dengan berat lahir sangat rendah yang mendapat ASI
secara eksklusif dapat terhindar dari ROP/Retinopathy of Prematurity
(Manzoni 2013).
Pemberian ASI eksklusif selama 3–5 bulan mengurangi risiko
obesitas/kegemukan sebesar 35% pada masa datang (usia 5–6 tahun)
(Carol 2003).
Pemberian ASI mengurangi risiko bayi kekurangan gizi (Pediatrics 115,
2005).
Pemberian ASI mengurangi risiko terkena penyakit jantung dan
pembuluh darah (Owen 2002).
Bayi yang menerima susu formula memiliki konsentrasi kolesterol LDL
(kolesterol jahat) yang lebih tinggi dan HDL (kolesterol baik) yang lebih
rendah. LDL tinggi merupakan salah satu faktor risiko penyakit
kardiovaskular (Owen 2002).
Bayi prematur yang menerima ASI memiliki tekanan darah yang lebih
rendah 13–16 tahun kemudian dibandingkan bayi prematur yang
menerima susu formula (Singhal 2001).
Penyakit Necrotizing Enterocolitis/NEC (infeksi dan peradangan yang
menyebabkan kerusakan usus atau bagian dari usus) yang umum
diderita bayi prematur dan sering menyebabkan kematian dapat
dicegah dengan pemberian ASI (Gephart 2012).
ASI melindungi bayi dari celiac disease/kelainan autoimun ketika
penderita mengonsumsi makanan yang mengandung gluten, akan
terjadi kerusakan usus halus (Ivarsson 2002, Akobeng 2006).
ASI mengurangi risiko bayi terkena infeksi dari bubuk susu formula
yang tercemar (misalnya terhindar dari bakteri E.Sakazakii) (Hunter
2008).
Menyusui mengurangi risiko SIDS (Sudden Infant Death Syndrome)
sebesar 50% (Vennemann 2009).
ASI mencegah kerusakan gigi, misalnya gigi keropos dan
maloklusi/kelainan susunan gigi geligi atas dan bawah yang
berhubungan dengan bentuk rongga mulut/rahang (Agarwal 2012,
Labbok 1987).
Keunggulan ASI lainnya, antara lain:
1. Selalu tersedia dalam keadaan bersih dari payudara ibu.
2. Selalu tersedia kapan pun dan dengan suhu yang tepat.
3. Mudah dicerna dan diserap oleh tubuh bayi.
4. Dapat membantu perkembangan gigi dan rahang bayi karena bayi
mengisap ASI dari payudara.
5. Kontak kulit dengan kulit (skin to skin contact) antara bayi dan ibu saat
menyusui menciptakan kedekatan/ikatan, serta perkembangan
psikomotorik dan sosial yang lebih baik.
Manfaat menyusui secara eksklusif dibandingkan dengan yang tidak
eksklusif (parsial) diketahui pada 1984 dan terus dilakukan penelitian hingga
tahun 2007 (Quigley 2007). Penelitian yang dipublikasikan bulan April 2007
tersebut menyatakan bayi yang mendapatkan ASI eksklusif lebih dapat
terhindar dari perawatan di rumah sakit akibat penyakit diare dan infeksi
saluran pernapasan dibandingkan bayi yang tidak mendapatkan ASI
eksklusif (disusui secara parsial/mix feeding).
Beberapa penelitian menunjukkan bahwa bayi yang mendapatkan ASI
memiliki kemampuan kognitif dan kepandaian yang secara umum lebih
tinggi dibandingkan anak yang tidak mendapatkan ASI. Beberapa
penelitian tersebut, antara lain:
1. AAP (American Academy of Pediatrics) dalam jurnalnya yang
dipublikasikan tahun 1998 memaparkan hasil penelitian mengenai
hubungan lama waktu menyusui dengan kemampuan kognitif. Data
dikumpulkan sejak anak lahir hingga berusia 18 tahun dengan jumlah
sampel lebih dari 1.000 anak. Kesimpulannya adalah menyusui
berhubungan dengan peningkatan (walau kecil, dapat terdeteksi)
kemampuan kognitif anak dan keberhasilan anak di bidang
pendidikan.
2. Richards, et al (2002) di Inggris melakukan penelitian terhadap 1.736
anak. Hasilnya, anak yang diberi ASI menunjukkan pencapaian
pendidikan yang lebih tinggi (hasil tidak bergantung pada latar
belakang sosial ekonomi).
3. Mortensen EL, et al: JAMA (2002) menyatakan hasil penelitian
terhadap 3.253 anak di Denmark: Nilai IQ anak yang disusui kurang dari
1 bulan 5 poin lebih rendah dari anak yang disusui selama 7–9 bulan.
Terdapat korelasi antara lama pemberian ASI dengan tingkat IQ.
4. Belfort MB, et al: JAMA (2013) menyatakan hasil penelitian sejak tahun
1999 hingga 2002 dilanjutkan hingga anak berusia 7 tahun: Menyusui
dengan jangka waktu yang lebih lama berhubungan dengan hasil tes
intelegensia dan kemampuan bahasa yang lebih tinggi.

E. Manfaat Menyusui bagi Ibu


Berbagai penelitian mendukung bukti bahwa menyusui bermanfaat bagi
ibu, baik secara fisik maupun emosional. Sayangnya, sebagian besar ibu
tidak mengetahui manfaat menyusui bagi diri sendiri sehingga mereka
kurang menikmati menyusui dan terpaksa menyusui atau memberikan ASI
hanya agar bayi mereka sehat.
Menyusui dapat memberi manfaat bagi kesehatan fisik dan psikologis
ibu, baik jangka pendek maupun panjang, seperti berikut ini.
1. Mengurangi perdarahan pasca persalinan (Sobhy 2004).
Ibu yang segera menyusui (melakukan IMD) setelah bersalin akan lebih
mudah pulih dibandingkan ibu yang tidak segera menyusui.
2. Mempercepat bentuk rahim kembali ke keadaan sebelum hamil
(Holdcroft 2003).
Isapan bayi saat menyusui membuat tubuh ibu melepaskan hormon
oksitosin yang kemudian menstimulasi kontraksi rahim sehingga
mengembalikan bentuk rahim ibu pada kondisi sebelum hamil.
3. Mengurangi risiko terkena kanker payudara, kanker indung telur
(ovarium), dan kanker endometrium (Awatef 2010, Jordan 2012,
Newcomb 2000).Menyusui dapat menekan produksi hormon estrogen
berlebih yang bertanggung jawab terhadap perkembangan kanker
payudara, kanker indung telur dan kanker endometrium.
4. Mengurangi risiko terkena penyakit diabetes tipe 2 (Erica 2008).
Penelitian yang dilakukan oleh Lie, Jorm, dan Banks menemukan
bahwa risiko menderita penyakit diabetes tipe 2 meningkat sebesar
50% pada ibu yang tidak menyusui.
5. Mengurangi risiko terkena keropos tulang/osteoporosis (Chantry
2004).Bukti penelitian menyatakan bahwa wanita menyusui berisiko
rendah menderita keropos tulang.
6. Mengurangi risiko terkena rheumatoid arthritis (Karlson 2004).
Rheumatoid arthritis adalah peradangan kronis pada sendi kedua sisi
tubuh seperti tangan, kaki, lutut, dan organ-organ lain seperti kulit,
mata, dan paru-paru. Rheumatoid arthritis merupakan kelainan
autoimun.
Penelitian yang melibatkan lebih dari 7.000 ibu di China menemukan
bahwa menyusui dalam jangka panjang mengurangi resiko menderita
rheumatoid arthritis hingga 50%.
7. Menjadi metode kontrasepsi yang paling aman dan efektif (Vekemans
1997).
Menyusui menjadi metode kontrasepsi yang paling aman dan efektif,
yaitu sebesar 98% bila seorang ibu menyusui eksklusif selama 6 bulan
dan belum mendapatkan menstruasi yang pertama kali setelah nifas.
8. Mengurangi risiko kegemukan (obesitas) dan lebih cepat
mengembalikan berat badan seperti sebelum hamil (Baker 2008).
Menyusui secara eksklusif dapat menghabiskan 500 kalori per hari
(setara dengan kegiatan berenang 30 putaran atau bersepeda
menanjak selama sejam) sehingga berat badan ibu turun secara alami.
Apalagi bila ibu tersebut menyusui secara eksklusif selama 6 bulan dan
dilanjutkan minimal hingga bayi berusia 1 tahun.
9. Mengurangi stres dan kegelisahan (Mezzacappa 2002).
Saat bayi mengisap dan kulitnya bersentuhan dengan kulit ibu,
hormon prolaktin dilepaskan dari tubuh ibu dan membuat tenang serta
rileks.
10. Mengurangi risiko ibu menderita depresi pasca persalinan (post partum
depression) (Kendall 2007).
Hormon oksitosin yang dilepaskan saat menyusui menciptakan
kuatnya ikatan kasih sayang, kedekatan dengan bayi, dan ketenangan.
11. Mengurangi risiko tekanan darah tinggi (hipertensi) pada masa datang
(American Journal of Epidemiology 2011).Penelitian yang dilakukan di
Amerika Serikat dengan sampel lebih dari 50.000 ibu menemukan
bahwa ibu yang menyusui eksklusif selama 6 bulan memiliki risiko
lebih kecil menderita hipertensi pada masa datang.
12. Mengurangi tindakan kekerasan ibu pada anak (Strathearn 2009).
Pernyataan tersebut didukung kuat dengan bukti penelitian terhadap
5.890 ibu selama 15 tahun.
13. Mengurangi risiko ibu menderita Anemia Defisiensi Besi (ADB)
(Dermer 2001).Jumlah zat besi yang digunakan tubuh ibu untuk
memproduksi ASI jauh lebih sedikit dibandingkan zat besi yang hilang
dari tubuh ibu akibat perdarahan (nifas maupun menstruasi).
14. Memudahkan hidup ibu.
Dengan menyusui, ibu tidak perlu repot menyiapkan botol, membeli
susu formula, menyiapkan susu formula, dan lain-lain.
Menyusui juga memberi keuntungan bagi keluarga dan masyarakat
(lingkungan), seperti berikut ini.
1. Mengurangi kemiskinan dan kelaparan karena ASI dan menyusui
sangat ekonomis, tidak seperti susu formula yang membutuhkan biaya
tinggi untuk membelinya.
2. Mengurangi biaya anggaran perawatan kesehatan, baik untuk
anggaran keluarga maupun anggaran di perusahaan tempat ibu/ayah
bekerja.
3. Mengurangi penggunaan energi (yang diperlukan untuk memproduksi
susu formula di pabrik) dan tidak membahayakan lingkungan (tidak
ada sampah kemasan plastik).

F. Usia Dimulainya Pemberian Makanan Pendamping ASI (MPASI)


Usia optimal dimulainya pemberian Makanan Pendamping ASI (MPASI)
adalah saat bayi berusia 6 bulan. Sebelum tahun 2001, anjuran pemberian
MPASI dapat dimulai saat bayi berusia 4 hingga 6 bulan. Seiring
berkembangnya penelitian yang membuktikan bahwa pemberian ASI
eksklusif selama 6 bulan memberikan banyak manfaat bagi bayi dan juga
ibu, Organisasi Kesehatan Dunia (WHO) merekomendasikan waktu optimal
pemberian MPASI adalah saat bayi berusia 6 bulan.
Kerugian Memberikan Makanan Pendamping ASI (MPASI) Dini
Banyak ibu dan ayah (umumnya, bila bayi adalah anak pertama) sangat
bersemangat untuk segera memberikan MPASI karena dalam diri mereka
ada perasaan bangga dan bahagia telah membuat pencapaian besar. Hal ini
dapat memicu orangtua memberikan MPASI dini. Selain itu, banyak ibu
yang khawatir bayinya kelaparan karena terus-menerus menyusu.
Orangtua juga memberikan MPASI dini karena bayi sudah menunjukkan
ketertarikan terhadap makanan. Bayi yang rewel juga sering dihubungkan
dengan kebutuhan bayi untuk menerima MPASI.
Selain itu, perkembangan bayi berikut ini juga sering dijadikan alasan
pemberian MPASI sebelum bayi berusia 6 bulan.
Refleks bayi mendorong lidah saat mulut bayi disentuh berkurang
sejak bayi berusia 4 bulan.
Bayi mulai menunjukkan kemampuan untuk duduk.
Bayi menunjukkan keinginan dan kemampuan meraih makanan serta
memasukkan ke dalam mulutnya.
Bayi mulai tumbuh gigi.
Bayi mudah terganggu saat menyusui sehingga ketertarikan bayi
untuk menyusu terlihat seperti berkurang.
Padahal, kesiapan bayi untuk menerima MPASI juga tergantung dari
kematangan sistem pencernaan dan perkembangan bayi lainnya. Keluarga
terdekat dan teman memiliki peran besar dalam menentukan waktu
pemberian MPASI dan jenis makanan yang diberikan sebagai menu awal
MPASI. Oleh karena itu, edukasi yang tepat kepada anggota keluarga lain
dan lingkungan sangat penting, tidak hanya pada ibu dan ayah.
Berikut ini adalah bahaya atau kerugian memberikan MPASI dini.
1. Bayi lebih rentan terkena berbagai penyakit.
Saat bayi menerima asupan lain selain ASI, imunitas/kekebalan yang
diterima bayi akan berkurang. Pemberian MPASI dini berisiko
membuka pintu gerbang masuknya berbagai jenis kuman, apalagi bila
MPASI tidak disiapkan secara higienis. Banyak penelitian menyatakan
pemberian ASI eksklusif dapat melindungi bayi dari berbagai penyakit,
seperti penyakit pernapasan, infeksi telinga, dan penyakit saluran
pencernaan, seperti diare.
2. Berbagai reaksi muncul akibat sistem pencernaan bayi belum siap.
Bila MPASI diberikan sebelum sistem pencernaan bayi siap untuk
menerimanya, makanan tersebut tidak dapat dicerna dengan baik dan
bisa menimbulkan berbagai reaksi, seperti diare, sembelit/konstipasi,
dan perut kembung atau ber-gas.
Tubuh bayi belum memiliki protein pencernaan yang lengkap.
Berbagai enzim seperti amilase (enzim pencerna karbohidrat) yang
diproduksi pankreas belum cukup tersedia ketika bayi belum berusia 6
bulan. Begitu pula dengan enzim pencerna karbohidrat lainnya (seperti
maltase dan sukrase) dan pencerna lemak (lipase dan bile salts).
3. Bayi berisiko menderita alergi makanan.
Memperpanjang pemberian ASI eksklusif menurunkan angka
terjadinya alergi makanan. Pada usia 4–6 bulan, kondisi usus bayi
masih “terbuka”. Saat itu, antibodi (sIgA) dari ASI masih bekerja
melapisi organ pencernaan bayi dan memberikan kekebalan pasif,
mengurangi terjadinya penyakit dan reaksi alergi sebelum penutupan
usus terjadi. Produksi antibodi dari tubuh bayi sendiri dan penutupan
usus terjadi saat bayi berusia 6 bulan.
4. Bayi berisiko mengalami obesitas/kegemukan.
Pemberian MPASI dini sering dihubungkan dengan peningkatan berat
badan dan kandungan lemak di tubuh anak pada masa datang.
5. Produksi ASI dapat berkurang.
Makin banyak makanan padat yang diterima bayi makin tinggi potensi
bayi mengurangi permintaan menyusu. Bila ibu tidak mengimitasi
frekuensi bayi menyusu dengan memerah, produksi ASI dapat
menurun. Bayi yang mengonsumsi makanan padat pada usia yang
lebih muda cenderung lebih cepat disapih.
6. Persentase keberhasilan pengatur jarak kehamilan alami menurun.
Pemberian ASI eksklusif cenderung sangat efektif dan alami dalam
mencegah kehamilan. Bila MPASI sudah diberikan, bayi tidak lagi
menyusu secara eksklusif sehingga persentase keberhasilan metode
pengaturan kehamilan alami ini akan menurun.
7. Bayi berisiko tidak mendapat nutrisi optimal seperti ASI.
Umumnya bentuk MPASI dini yang diberikan berupa bubur encer/cair
yang mudah ditelan bayi. MPASI seperti ini mengenyangkan bayi,
tetapi nutrisinya tidak memadai.

Bayi ASI Eksklusif vs. Bayi MPASI Dini

8. Bayi berisiko mengalami invaginasi usus/intususepsi.


Invaginasi usus/intususepsi adalah keadaan suatu segmen usus masuk
ke dalam bagian usus lainnya sehingga menimbulkan berbagai
masalah kesehatan serius dan bila tidak segera ditangani dapat
menyebabkan kematian. Penyebab pasti penyakit ini belum diketahui,
tetapi hipotesis yang paling kuat adalah karena pemberian MPASI
yang terlalu cepat.

Kerugian Menunda Pemberian MPASI


Beberapa ibu dan orangtua menunda pemberian MPASI hingga usia bayi
lebih dari 6 bulan dengan alasan agar bayi terhindar dari risiko menderita
alergi makanan serta memberikan kekebalan pada bayi lebih lama.
Padahal, sebuah tinjauan dari sebuah penelitian menyimpulkan bahwa
menunda pemberian MPASI hingga usia bayi melewati 6 bulan tidak
memberikan perlindungan yang berarti.
Berikut ini adalah bahaya atau kerugian menunda pemberian MPASI.
1. Kebutuhan energi bayi tidak terpenuhi.
Bila kebutuhan energi bayi tidak terpenuhi, bayi akan berhenti tumbuh
atau tumbuh dengan tidak optimal, bahkan bila dibiarkan, bayi dapat
menderita gagal tumbuh. Tingkatkan kuantitas MPASI seiring
bertambahnya usia bayi.
2. Bayi berisiko kekurangan zat besi dan menderita ADB.
3. Kebutuhan makronutrien dan mikronutrien lainnya tidak terpenuhi
sehingga mengakibatkan bayi/anak berisiko menderita malnutrisi dan
defisiensi mikronutrien.
4. Perkembangan fungsi motorik oral bayi dapat terhambat.
5. Bayi berpotensi menolak berbagai jenis makanan dan sulit menerima
rasa makanan baru di kemudian hari.

Waktu Mulai MPASI bagi Bayi Preterm/Prematur


Sementara bayi lahir cukup bulan dan sehat menerima MPASI pada usia 6
bulan, bayi-bayi yang dilahirkan preterm/prematur memiliki waktu mulai
MPASI yang berbeda. Hal ini disebabkan perkembangan bayi-bayi
preterm/prematur dinilai bukan berdasarkan usia kronologis (Chronological
age/CH) atau usia aktual sejak bayi dilahirkan, melainkan berdasarkan usia
koreksi (Corrected age/CA) dan hal ini perlu diketahui oleh ibu dan ayah.
Secara umum, bayi preterm/prematur mulai diberi MPASI saat usia
koreksinya (bukan usia kronologisnya) mencapai 6 bulan.
Untuk menghitung usia koreksi, gunakan rumus berikut.
Usia koreksi = usia kronologis – (40 – usia kehamilan saat dilahirkan)

Contoh:
Bayi A dilahirkan prematur pada tanggal 19 Maret 2014. Usia kehamilan
saat bayi dilahirkan adalah 30 minggu berdasarkan pemeriksaan USG. Pada
tanggal 11 Juni 2014, usia kronologis bayi adalah 12 minggu. Jadi,
perhitungan usia koreksi adalah sebagai berikut.
Usia koreksi = usia kronologis – (40 – usia kehamilan saat dilahirkan)
= 12 – ( 40 – 30 ) = 2.
Jadi, usia koreksi bayi adalah 2 minggu.

Tidak tepat jika ibu membandingkan perkembangan bayi


preterm/prematur yang lahir pada usia kehamilan 30 minggu dengan
bayi yang lahir cukup bulan, walaupun usia kronologis kedua bayi saat
itu sama-sama berusia 6 bulan.

Tanda-Tanda Bayi Preterm/Prematur Siap Menerima MPASI


Dokter anak yang menangani bayi preterm/prematur perlu melakukan
penilaian kesiapan bayi secara individual dalam menerima MPASI, bukan
hanya berdasarkan usia koreksinya. Berikut ini beberapa tanda bayi
preterm/prematur siap menerima MPASI.
Bayi tidak memiliki masalah menyusu.
Dapat duduk dengan dukungan minimal.
Telah memiliki kontrol leher dan kepala yang baik.
Menunjukkan ketertarikan pada makanan.
Bayi dapat mengambil suatu benda dan memasukkannya ke dalam
mulut.
Membuat gerakan mengunyah.
Berkurangnya refleks mendorong lidah.
Dapat mengatur dan memberi tanda bila kenyang seperti
menarik/menjauhkan kepala dari payudara ibu, menutup mulut ketika
ditawarkan menyusu, atau mendorong keluar ASI/PASI (Pengganti
ASI) yang telah masuk ke dalam mulut.[]
Bab II

Karakteristik ASI

A. Air Susu diciptakan Khusus untuk Setiap Spesies


(Milk is Species Specific)
Air susu diciptakan khusus untuk setiap spesies (milk is species specific)
memiliki arti bahwa setiap spesies mamalia memproduksi air susu yang
khusus (spesifik) sesuai dengan kebutuhan bayi/anaknya. Contohnya, induk
kuda, kambing, atau sapi akan memproduksi air susu yang kaya mineral
karena sang bayi membutuhkan tulang yang kuat agar bisa segera berjalan
setelah lahir. Sedangkan induk ikan paus akan memproduksi air susu yang
kaya lemak agar bayinya siap untuk bermigrasi ke air laut yang lebih dingin.
Bagaimana dengan bayi manusia? Tidak seperti bayi spesies yang perlu
segera berjalan, bayi manusia perlu untuk mengembangkan otaknya, dan
komposisi ASI-lah yang paling sesuai untuk kebutuhan ini. Selain itu, fisik
bayi manusia juga lebih lemah sehingga perlu perlindungan dari berbagai
organisme berbahaya ketika dilahirkan, dan di dalam ASI-lah terdapat zat
perlindungan itu.
Untuk menyamai kandungan ASI, produsen susu formula terus berinovasi
mengembangkan berbagai produknya dengan menambahkan berbagai
kandungan baru. Namun, selalu saja ditemukan kandungan-kandungan ASI
yang tidak bisa dibuat tiruannya.

B. Tahapan Perkembangan ASI


Kandungan ASI di setiap tahapannya berguna untuk bayi baru lahir,
terutama karena bayi perlu melakukan adaptasi fisiologis terhadap
kehidupan barunya di luar kandungan. Semakin matang ASI, konsentrasi
antibodi/immunoglobulin serta total protein dan vitamin yang larut di
dalam lemak menurun, sedangkan laktosa, lemak, kalori, dan vitamin yang
larut dalam air meningkat. ASI berkembang secara bertahap, mulai dari ASI
hari-hari pertama (kolostrum), ASI transisi, hingga menjadi ASI
matang/matur.

Kolostrum
Kolostrum atau ASI hari-hari pertama adalah cairan berwarna kuning
keemasan/jingga yang mengandung nutrisi dengan konsentrasi tinggi.
Kolostrum selain memberikan perlindungan pada bayi terhadap berbagai
penyakit infeksi, juga memiliki efek laksatif (pencahar) yang dapat
membantu bayi mengeluarkan feses/tinja pertama (mekonium) dari sistem
pencernaannya sehingga bayi terlindungi dari penyakit kuning (jaundice).
Banyak ibu mengira kolostrum berwarna putih seperti susu. Oleh karena
itu, ketika kolostrum keluar dalam keadaan berwarna kuning
keemasan/jingga, kental, lengket, dan terkadang bening, banyak ibu
menganggap ASI tersebut tidak bagus dan kemudian dibuang. Padahal
tidak demikian. Warna kuning keemasan/jingga ini merupakan tanda dari
kandungan beta-karoten yang tinggi, yang merupakan salah satu
antioksidan.
Selain itu, banyak juga ibu yang khawatir kolostrum tidak akan cukup
untuk bayi karena jumlahnya yang hanya sekitar 3–5 sendok teh sehingga
ibu merasa perlu menambahnya dengan susu formula. Padahal, walaupun
jumlah kolostrum relatif sedikit, sudah sangat mencukupi lambung bayi
yang juga memang masih kecil. Meski sedikit, kolostrum sangat padat
nutrisi, kaya karbohidrat dan protein, serta tinggi kandungan antibodi.
Kolostrum mengandung sejumlah besar antibodi yang disebut
immunoglobulin (kelompok protein yang memberikan kekebalan tubuh
terhadap penyakit). Immunoglobulin dalam kolostrum ada tiga macam,
yaitu IgA (Immunoglobulin A), IgG (Immunoglobulin G), dan IgM
(Immunoglobulin M). Di antara ketiga immunoglobulin, IgA adalah yang
konsentrasinya tertinggi. IgA inilah yang melindungi bayi dari serangan
kuman di daerah membran mukus tenggorokan, paru-paru, juga
melindungi sistem pencernaan bayi, termasuk usus. Selain antibodi,
kolostrum juga kaya leukosit (sel darah putih yang bertugas
menghancurkan bakteri jahat dan virus), yaitu sekitar 70%.

ASI Transisi
Kolostrum berubah menjadi ASI transisi sekitar 4–6 hari setelah kelahiran
bayi. Selama proses transisi ini, kandungan antibodi dalam ASI menurun
dan volume ASI meningkat drastis. Berbeda dengan kolostrum yang
produksinya dipengaruhi oleh hormon, produksi ASI transisi dipengaruhi
oleh proses persediaan versus permintaan (supply vs. demand). Oleh karena
itu, menyusui dengan lebih sering, sekitar 8–12 kali per hari (frequent
nursing) pada awal-awal kelahiran bayi sangat penting.
Selain mengandung 10% leukosit, ASI transisi juga mengandung lemak
yang tinggi yang berguna untuk pertumbuhan, perkembangan otak,
mengatur kadar gula darah, dan memenuhi kebutuhan nutrisi bayi.

ASI Matang/Matur
ASI transisi kemudian berubah menjadi ASI matang sekitar 10 hari sampai 2
minggu setelah kelahiran bayi. ASI matang (seperti halnya ASI transisi)
mengandung 10% leukosit. Dibandingkan dengan kolostrum, ASI matang
memiliki kandungan natrium, potasium, protein, vitamin larut lemak, dan
mineral yang lebih rendah. Sedangkan, kandungan lemak dan laktosanya
lebih tinggi daripada kolostrum.

C. Kandungan ASI
Berbagai iklan susu formula mengedepankan keunggulan kandungannya,
seperti zat besi dan DHA, padahal semua kandungan ini terdapat di dalam
ASI (dengan takaran yang tepat sesuai kebutuhan bayi). Meskipun
produsen susu formula menekankan beberapa kandungan nutrisi yang lebih
tinggi, ASI lebih mudah dicerna dan diserap tubuh bayi sehingga bayi
mendapatkan berbagai nutrisi yang tepat sesuai kebutuhannya. Oleh
karenanya, bayi dapat terhindar dari kekurangan gizi.
Sumber : WIC (Women Infants Children) Arkansas, AS
Kandungan ASI vs. susu formula

1. Air
Berdasarkan penelitian dr. Ruth Lawrence, sekitar 88,1% komposisi ASI
adalah air. Sisanya adalah karbohidrat, lemak, protein, vitamin, mineral,
dan lain-lain. Jadi, bayi yang menerima ASI tidak perlu menerima tambahan
air putih atau sejenisnya. Bahkan, kolostrum yang jumlahnya hanya
beberapa tetes cukup untuk menjaga bayi tetap terhidrasi dengan baik.

Sumber: Buku Breastfeeding: A Guide for the medical profession edisi ke 4 karangan Ruth Lawrence

Persentase komposisi ASI

Berdasarkan panduan AAP (American Academy of Pediatrics),


menambahkan cairan lain, seperti air putih, air gula, susu formula, dan
cairan selain ASI tidak boleh dilakukan pada bayi baru lahir, kecuali ada
indikasi medis yang memerlukannya. Bahkan saat cuaca sangat panas, bayi
tidak memerlukan tambahan cairan lain. Bayi yang menyusu sesuai
keinginan (nursing on demand) akan meminta menyusu lebih sering untuk
mengompensasi kebutuhan tubuhnya terhadap cairan. Lalu, bahaya apa
yang diterima bayi bila diberi air putih rutin?
Bayi yang sering menerima air putih rutin akan mengalami beberapa
bahaya seperti berikut.
Kadar bilirubin tubuh bayi akan meningkat dan menyebabkan penyakit
kuning/jaundice (ABM Clinical Protocol #3, 2009).
Terlalu banyak asupan air putih dapat menyebabkan kondisi serius
yang dinamakan keracunan air putih (oral water intoxication).
Gejalanya berupa muntah, diare, suhu tubuh rendah (hipotermia),
bahkan kejang karena kekurangan natrium (Keating 1991).
Bayi dapat kekurangan gizi, pertumbuhan lambat, hingga gagal
tumbuh (failure to thrive) karena bayi telanjur kenyang/kembung
minum air dan tidak mau menyusu.
Produksi ASI dapat terganggu atau berkurang karena ibu tidak rajin
memerah.
Bayi kurang mendapat antibodi sehingga kurang terlindungi dari
berbagai penyakit.
Air putih boleh dikenalkan saat bayi sudah mulai menerima MPASI
(Makanan Pendamping ASI) atau sejak usia 6 bulan, yaitu sekitar 60 ml.
Pada beberapa kondisi khusus, pemberian beberapa tetes air putih boleh
dilakukan, misalnya pada bayi usia 4–6 bulan yang mual saat meminum
suplemen zat besi (dari pengalaman banyak ibu, bila bayi langsung disusui
setelah minum suplemen maka bayi akan muntah). Namun, pastikan air
putih yang diberikan sudah matang dan berasal dari air bersih. Tindakan ini
tidak disebut pemberian suplemen air putih rutin dan tidak menggagalkan
ASI eksklusif. Namun, bila bayi baik-baik saja setelah diberi suplemen zat
besi/obat, air putih tidak perlu diberikan.

2. Protein
Kualitas dan kuantitas protein dalam ASI berbeda dengan susu mamalia
lain. ASI juga mengandung asam amino seimbang yang sesuai dengan
kebutuhan bayi. Konsentrasi protein dalam ASI adalah 0,9 gram/100 ml,
lebih rendah kadarnya dari susu mamalia lain. Kandungan protein yang
tinggi dalam susu mamalia lain dapat membebani ginjal bayi yang belum
matang.
ASI mengandung kasein yang lebih rendah sehingga jauh lebih mudah
dicerna dibanding susu mamalia lain. ASI mengandung alfa-laktalbumin,
sedangkan susu sapi mengandung beta-laktoglobulin yang dapat membuat
tubuh bayi intoleran/sulit menerima susu sapi tersebut. Susu formula tidak
dapat menyamai laktoferin, yaitu kandungan protein dalam ASI yang
berperan melindungi bayi dari infeksi saluran cerna.

3. Karbohidrat
Karbohidrat utama dalam ASI adalah laktosa yang merupakan komponen
utama ASI. Laktosa memenuhi 40–45% kebutuhan energi bayi. ASI
mengandung 7 gram laktosa per 100 ml, jauh lebih tinggi dari susu lain dan
merupakan sumber energi yang utama dan paling penting.
ASI adalah air susu mamalia yang mengandung laktosa paling tinggi
dibandingkan spesies lainnya. Laktosa meningkatkan penyerapan kalsium
dan tidak menyebabkan kerusakan gigi, sedangkan sukrosa yang umum
terdapat dalam susu formula bertanggung jawab terhadap kerusakan gigi
anak.
Jenis karbohidrat lain yang ada dalam ASI adalah oligosakarida yang
memiliki fungsi penting melindungi bayi dari infeksi.

4. Lemak dan DHA/ARA


ASI mengandung 3,5 gram lemak per 100 ml. Lemak sangat dibutuhkan
sebagai sumber energi, dan sebanyak 50% kebutuhan energi bayi diperoleh
dari lemak ASI. Kandungan lemak ASI meningkat bertahap dalam setiap
sesi menyusui.
Lemak ASI mengandung DHA (docosahexaenoic acid) dan ARA
(arachidonic acid). Kedua asam lemak ini sangat penting untuk
perkembangan syaraf dan visual bayi/anak. Berdasarkan penelitian, di
dalam ASI terdapat 200 jenis asam lemak.

5. Vitamin
Secara umum, ASI mengandung berbagai vitamin yang diperlukan bayi.
Kadar vitamin D dalam ASI cukup rendah sehingga bayi juga memerlukan
paparan sinar matahari pagi. Bayi yang tinggal di daerah paparan sinar
matahari sangat rendah atau daerah dengan musim dingin yang sangat
panjang memerlukan suplemen vitamin D. Sebuah penelitian menyarankan
ibu menyusui dan bayi untuk mengonsumsi suplemen vitamin D agar
kandungan vitamin D dalam ASI meningkat dan bayi tidak kekurangan
vitamin D.

6. Mineral
Kandungan mineral dalam ASI cukup rendah karena ginjal bayi masih
berkembang. Kalsium dalam ASI dapat terserap tubuh lebih efektif
dibanding susu formula. Kandungan zat besi dalam ASI juga dapat terserap
lebih efektif dibanding susu formula karena ASI mengandung vitamin C
yang tinggi. Bayi dapat menyerap hingga 60% zat besi dalam ASI,
sementara bila mengonsumsi susu formula hanya 4% zat besi yang diserap
tubuh bayi.

7. Enzim
ASI mengandung 20 enzim aktif. Salah satunya adalah lysozyme yang
berperan sebagai faktor antimikroba. ASI mengandung lysozyme 300 kali
lebih banyak dibandingkan susu sapi. Selain lysozyme, ASI juga
mengandung lipase (berperan dalam mencerna lemak dan mengubahnya
menjadi energi yang dibutuhkan bayi) dan amilase (berperan dalam
mencerna karbohidrat).

8. Faktor Pertumbuhan
Faktor pertumbuhan epidermal dalam ASI menstimulasi kematangan usus
bayi sehingga usus bayi dapat lebih baik mencerna dan menyerap nutrisi
serta tidak mudah terinfeksi protein asing. Faktor pertumbuhan lainnya
yang terkandung dalam ASI membantu perkembangan kematangan syaraf
dan retina bayi.

9. Faktor antiparasit, anti-alergi, antivirus, dan antibodi


ASI mengandung banyak faktor yang berfungsi melindungi bayi dari
berbagai infeksi, seperti K-immunoglobulin, sIgA (secretory
immunoglobulin A), sel darah putih-K, dan K-oligosakarida. Perlindungan
yang diberikan faktor-faktor ini sangat unik. Pertama, mereka melindungi
tanpa menyebabkan efek peradangan (misalnya demam tinggi) yang dapat
berbahaya bagi bayi. Kedua, antibodi sIgA terbentuk di tubuh ibu yang
secara spesifik melindungi bayi sesuai keadaan bayi dan lingkungan saat itu.
Namun, faktor-faktor anti-infeksi dalam ASI ini tidak dapat melindungi
bayi dari beberapa penyakit berat dan khusus, seperti hepatitis B,
meningitis, tuberkulosis, dan polio sehingga bayi tetap membutuhkan
imunisasi
(vaksinasi).

ASI dan Imunisasi


Berdasarkan data dari WHO, diperkirakan 130 juta bayi dilahirkan di
dunia setiap tahun dan 4 juta bayi meninggal dalam 28 hari pertama
kehidupannya. Kematian bayi berkontribusi 40% dari total kematian
balita di seluruh dunia, dan 67% kematian bayi di dunia terjadi di
sepuluh negara, terutama di Afrika dan Asia.
Penyebab utama kematian bayi di seluruh dunia adalah sebagai
berikut.
Infeksi (36%), terutama sepsis, pneumonia, tetanus, dan diare.
Lahir preterm/prematur (28%).
Birth asphyxia (23%), terjadi ketika otak bayi dan organ lainnya
tidak mendapat cukup oksigen sebelum, selama, atau setelah
kelahiran.
Lalu, bagaimana cara menurunkan angka kesakitan dan kematian
pada bayi, terutama sejak bayi dilahirkan? Salah satu caranya adalah
dengan imunisasi.
Imunisasi adalah suatu upaya dan proses untuk menimbulkan
kekebalan/imunitas terhadap penyakit. Imunisasi ada dua macam, yaitu
imunisasi pasif dan imunisasi aktif. Imunisasi pasif didapat ketika
seseorang diberi antibodi yang berasal dari luar tubuh. Meski dapat
memberikan perlindungan saat itu juga, efek imunisasi pasif tidak
berlangsung lama. Beberapa contoh imunisasi pasif, antara lain bayi
yang mendapatkan antibodi dari ibunya melalui plasenta, penyuntikan
imunoglobulin (misalnya antihepatitis B, antihepatitis A, rabies), dan
ASI.
Dari berbagai penelitian, ASI dapat melindungi bayi (mengurangi
risiko) dari beberapa penyakit, seperti infeksi telinga, penyakit pada
saluran pernapasan (seperti batuk-pilek), pneumonia, penyakit pada
saluran pencernaan (seperti diare), dan Infeksi Saluran Kemih (ISK).
Kekebalan yang diberikan ASI hanya sementara. ASI juga tidak bisa
merangsang tubuh bayi untuk membentuk antibodi sendiri. Selain itu,
perlindungan ASI tidak untuk semua penyakit. Dengan kata lain, ASI
tidak dapat melindungi bayi dari berbagai penyakit berat dan spesifik,
seperti polio, tetanus, batuk rejan, rubella, hib, cacar air, penyakit
campak, meningitis, dan tuberkulosis.
Jenis imunisasi yang kedua adalah imunisasi aktif. Imunisasi aktif
didapat ketika tubuh terpapar organisme suatu penyakit sehingga
sistem kekebalan tubuh memproduksi antibodi untuk penyakit
tersebut. Paparan tersebut dapat terjadi melalui infeksi penyakit
sebenarnya (hasilnya adalah imunitas alami/natural immunity).
Paparan lainnya bisa melalui vaksinasi (penyuntikan organisme
penyakit yang sudah dimatikan/dilemahkan ke dalam tubuh). Hasilnya
adalah imunitas yang disebabkan karena vaksin/vaccine-induced
immunity. Imunisasi aktif bersifat jangka panjang, bahkan seumur
hidup.
Tentu saja sangat berisiko bila menunggu menderita penyakit agar
mendapatkan kekebalan alami karena banyak penyakit berat yang dapat
menimbulkan kecacatan bahkan kematian. Vaksinasi adalah “jalan
pintas” untuk mendapatkan kekebalan aktif dengan risiko yang jauh
lebih kecil. KIPI (Kejadian Ikutan PascaImunisasi) umumnya ringan,
seperti demam dan sedikit bengkak di lokasi suntikan vaksin.
Vaksinasi sering disebut juga imunisasi. Dengan vaksinasi
(imunisasi), sekitar 2–3 juta kematian anak di dunia dapat dicegah.
Keuntungan imunisasi dalam jangka panjang dan skala yang lebih luas
adalah pemberantasan penyakit dari suatu daerah bahkan dunia,
contohnya penyakit variola/cacar/smallpox yang sudah musnah dari
bumi sejak tahun 1979. Contoh lainnya, penyakit polio yang di
beberapa negara sudah tidak ada. WHO sedang mengejar tercapainya
pemusnahan penyakit polio di seluruh dunia, dan Indonesia telah
mendapatkan sertifikat bebas polio dari WHO pada 27 Maret 2014.
Dari beberapa penelitian, ditemukan bahwa kadar antibodi bayi-bayi
yang menerima ASI dan vaksin (Hib, tetanus, dan BCG) lebih tinggi
dibandingkan bayi-bayi yang menerima vaksin, tetapi tidak/kurang
mendapat ASI.

10. Faktor Bioaktif


Bile-salt stimulated lipase, salah satu faktor bioaktif dalam ASI, membantu
mencerna lemak dengan sempurna ketika ASI memasuki usus kecil dan
melindungi bayi dari infeksi. Faktor bioaktif dalam ASI adalah salah satu
komponen ASI yang unik, tidak dapat ditiru oleh produsen susu formula.

11. Hormon
ASI mengandung hormon pengontrol nafsu makan dan secara umum bayi
yang menyusu sesuai keinginan tidak berisiko menyusu berlebihan di luar
kebutuhannya. Hormon pengontrol nafsu makan yang terdapat dalam ASI
dan tidak terdapat dalam susu formula adalah leptin, ghrelin, dan
adiponektin. Oleh karena itu, terdapat bukti bahwa bayi ASI memiliki risiko
mengalami obesitas yang lebih rendah pada masa kecil dan dewasa
dibandingkan bayi yang mendapatkan susu formula.

D. Perubahan Kandungan ASI


ASI adalah cairan “hidup” yang kandungan/komposisinya berubah setiap
waktu sesuai kebutuhan bayi. Sementara itu, susu formula adalah cairan
“mati” di mana kandungannya tidak dapat berubah. ASI berubah dari ASI
awal (foremilk) menjadi ASI akhir (hindmilk). Foremilk, ASI yang keluar
pada menit-menit awal menyusui, bersifat kaya protein, tinggi laktosa,
rendah lemak, cenderung lebih encer dan bening, kadang berwarna sedikit
kebiruan dan abu-abu. Foremilk berfungsi sebagai makanan pembuka atau
penghilang haus. Foremilk tinggi kandungan laktosa sehingga dapat
membantu perkembangan otak bayi dan memberikan energi.
Hindmilk cenderung lebih kental, kaya lemak, dan berperan dalam
pertambahan berat badan bayi. Hindmilk mengenyangkan bayi seperti
makanan utama. Saat menyusui, ibu tidak dapat membedakan secara pasti
antara foremilk dan hindmilk. Perubahan foremilk-hindmilk berlangsung
amat perlahan. Penelitian menyatakan bahwa semakin kosong payudara,
semakin tinggi kandungan lemak dalam ASI.
Perbedaan kandungan foremilk dan hindmilk terjadi bila interval
antarwaktu menyusui adalah dua jam atau lebih. Jadi, semakin lama
interval antarwaktu menyusui dan semakin penuh payudara ibu, perbedaan
kandungan lemak pada foremilk dan hindmilk semakin jelas. Kebalikannya,
bila bayi segera menyusu setelah sesi menyusu sebelumnya selesai,
foremilk pada sesi menyusu berikutnya akan lebih tinggi kandungan
lemaknya dibandingkan hindmilk yang didapat bayi pada sesi menyusu
lainnya. Ibu tidak perlu mengkhawatirkan kapan foremilk berubah menjadi
hindmilk. Yang perlu diperhatikan adalah tanda-tanda kecukupan ASI pada
bayi, terutama pertumbuhan berat badan bayi.[]
Bab III

Anatomi Payudara
dan Produksi ASI

Perkembangan payudara selama kehamilan dan selama bulan pertama


pasca persalinan adalah salah satu tanda bahwa jaringan payudara
berfungsi. Untuk memahami tentang mekanisme ASI-menyusui, perlu
dimulai dengan memahami anatomi payudara.

A. Anatomi Payudara
Anatomi payudara dibagi menjadi beberapa kategori dasar.
1. Jaringan glandular, yaitu jaringan yang memproduksi ASI dan
mengalirkannya ke puting.
2. Jaringan penghubung (otot), termasuk ligamen cooper yang
menyokong payudara secara mekanis.
3. Jaringan lemak (jaringan adipose), yaitu jaringan yang memberikan
perlindungan dari guncangan/trauma.
4. Syaraf, yang memberikan sensitivitas pada payudara untuk
mengirimkan sinyal ke otak agar mengalirkan hormon prolaktin
(berperan dalam produksi ASI) dan hormon oksitosin (berperan dalam
pengeluaran ASI) ke aliran darah.
5. Darah, yang memberikan nutrisi (misalnya, protein) ke tubuh ibu untuk
memproduksi ASI.

Ukuran payudara hampir sebagian besar ditentukan oleh jumlah


jaringan lemak di dalam payudara, yang tidak ada hubungannya
dengan produksi ASI. Artinya, payudara yang besar bukan jaminan
menghasilkan ASI yang banyak dan sebaliknya, payudara yang kecil
belum tentu menghasilkan ASI sedikit.

Komponen-Komponen Jaringan Glandular


a. Alveoli
Alveoli adalah pabrik ASI, tempat sel-sel laktosit menarik nutrisi-
nutrisi yang diperlukan dari darah.

b. Duct-ductules
Duct adalah pipa kecil yang mengalirkan ASI dari alveoli ke puting.

c. Areola
Areola adalah area yang berpigmen/berwarna lebih gelap, tempat
puting dan montgomerry gland berada.

d. Montgomerry gland
Montgomerry gland merupakan kombinasi dari sebaceous yang
mengeluarkan sebum/cairan berminyak dan mammary gland yang
membesar saat kehamilan. Jumlah montgomerry gland bervariasi, 1
sampai 15. Montgomerry gland mengeluarkan cairan yang berguna
untuk:
melindungi kulit ibu dari gesekan saat bayi menyusu,
mengatur pH kulit payudara dan melindunginya dari bakteri, dan
membantu bayi setelah lahir untuk menemukan puting melalui
bau cairan tersebut.
Montgomerry gland bukan jerawat sehingga jangan dipencet. Jangan
pula membersihkan puting-areola dengan sabun atau cairan
disinfektan (cairan yang mengandung alkohol) karena dapat
menyebabkan cairan berminyak yang dikeluarkan oleh montgomerry
gland dapat terbuang.

e. Lobe-Lobule
Lobe merupakan bagian dari mammary gland. Sebuah lobule terdiri
atas satu cabang alveoli dan duct yang mengantarkan ASI ke sebuah
lobe. Sebagian besar wanita memiliki 4–17 lobe tiap payudara, dengan
rata-rata sebanyak 9 lobe.

f. Puting
Puting adalah bagian dari payudara yang memiliki fleksibilitas saat
bayi sedang menyusu. Di permukaan luar puting terdapat 5–18 pori
berukuran 0,4–0,7 mm dan setiap pori terhubung dengan duct. Pada
puting dan aerola terdapat otot halus yang dapat berkontraksi.

Salah satu cara untuk menvisualisasikan struktur payudara adalah


dengan membayangkan sebuah pohon. Alveoli adalah daun dan duct
adalah cabang-cabang pohon. Cabang-cabang kecil bergabung menjadi
cabang yang lebih besar dan membentuk batang pohon. Payudara terdiri
atas beberapa unit lobe, dengan setiap lobe terdiri atas 1 duct besar dengan
beberapa duct yang lebih kecil yang bermuara pada alveoli.

Sumber : Cleveland Clinic

Anatomi payudara

B. Hormon Perkembangan dan Pematangan Fungsi Payudara


Berikut ini empat hormon yang berperan dalam perkembangan dan
pematangan fungsi payudara.
1. Estrogen, diproduksi di ovarium/indung telur, kelenjar adrenal, dan
plasenta.
Hormon ini bertanggung jawab dalam perkembangan jaringan
payudara dan jaringan penghubungnya.
2. Prolaktin, diproduksi di plasenta dan kelenjar anterior pituitary di otak.
Isapan bayi saat menyusu menyebabkan sinyal-sinyal dikirim ke
kelenjar hipotalamus (bagian kecil dari otak) untuk menghasilkan
hormon prolaktin yang kemudian beredar di dalam darah. Hormon
prolaktin berperan dalam produksi ASI. Oleh karena itu, setelah
melahirkan, segera susui bayi dan atau perah ASI dengan sering di
kisaran frekuensi 8–12 kali dalam 24 jam agar kadar hormon prolaktin
tetap tinggi.
Kadar hormon prolaktin sangat tinggi pada malam hari, terutama
antara pukul dua hingga empat dini hari sehingga gunakanlah waktu
tersebut untuk memerah ASI selain menyusui sesuai keinginan bayi.
Hormon prolaktin membuat ibu merasa rileks dan mengantuk
sehingga para ibu yang menyusui malam hari dapat beristirahat
dengan baik. Hormon prolaktin juga berfungsi menekan ovulasi
sehingga menyusui (terutama secara eksklusif) menjadi salah satu
pengatur jarak kehamilan alami.
Sumber: Applegate 2000

Skema pelepasan hormon prolaktin dan oksitosin (PRH)

3. Progesteron, diproduksi di ovarium/indung telur dan plasenta.


Progesteron menghambat efek prolaktin selama kehamilan. Ketika
seorang ibu melahirkan, plasenta terlepas dari rahimnya sehingga
menyebabkan kadar hormon progesteron turun. Efek berikutnya,
kadar hormon prolaktin meningkat. Bila terjadi masalah (misalnya
sebagian dari plasenta tetap berada di dalam rahim setelah bayi lahir),
produksi ASI tidak meningkat hingga hari ke-3 bahkan hari ke-4 pasca
kelahiran.
4. Oksitosin, diproduksi di hipotalamus dan disimpan di kelenjar posterior
pituitary di otak. Saat bayi mengisap, rangsangan tersebut dikirim ke
otak sehingga hormon oksitosin dikeluarkan dan mengalir ke dalam
darah, kemudian masuk ke payudara menyebabkan otot-otot di
sekitar alveoli berkontraksi dan membuat ASI mengalir di saluran ASI.
Hormon oksitosin juga membuat saluran ASI lebih lebar sehingga ASI
mengalir lebih mudah. Hormon oksitosin diproduksi lebih cepat dari
hormon prolaktin, bahkan hormon ini dapat bekerja sebelum bayi
mulai mengisap. Hal penting lainnya adalah hormon ini berperan
dalam kontraksi rahim pasca melahirkan yang sangat berguna untuk
mengurangi perdarahan dan membantu mengembalikan kondisi rahim
ibu.
Dari keempat hormon tersebut, hormon prolaktin dan oksitosin paling
berperan dalam produksi dan pengeluaran ASI sehingga penting untuk
menjaga kadarnya agar tetap tinggi.

C. Mekanisme Produksi ASI


Salah satu hal yang cukup penting untuk mencapai kesuksesan menyusui
adalah dengan mengetahui mekanisme produksi ASI sejak kehamilan.
Produksi ASI terjadi dalam tiga tahap/fase, yaitu laktogenesis I,
laktogenesis II, dan laktogenesis III.
Laktogenesis I
Produksi ASI pada awalnya tidak langsung dimulai dengan hukum
persediaan versus permintaan. Sejak akhir trimester 2 atau awal trimester 3
kehamilan, kolostrum sudah mulai diproduksi. Proses produksi ASI selama
kehamilan ini sepenuhnya diatur oleh hormon endokrin dan sistem
pengendalian itu disebut sistem kendali endokrin. Pada fase ini, produksi
ASI belum terlalu banyak karena ditekan oleh kadar hormon progesteron
yang tinggi.
Ketika ibu melahirkan, plasenta terlepas dari rahim sehingga
menyebabkan kadar hormon progesteron turun. Efek berikutnya, kadar
hormon prolaktin yang berperan dalam produksi ASI meningkat. Karena
pengeluaran kolostrum pasca kelahiran ini masih diatur oleh hormon, ibu
tidak perlu khawatir kolostrum tidak akan keluar (asalkan tidak ada hal-hal
yang menghambat pengeluarannya).

Laktogenesis II
Menurut Kelly Bonyata, IBCLC, fase laktogenesis II terjadi di 30-40 jam
pasca kelahiran. Sedangkan sumber lain menyatakan laktogenesis II terjadi
pada hari ke-2 hingga ke-5 pasca kelahiran. Pada fase ini, kolostrum sudah
mulai berubah menjadi ASI transisi. Aliran darah ke payudara meningkat
sehingga payudara mulai terasa lebih kencang dan berat. Kadar hormon
progesteron terus menurun. Akibatnya, hormon prolaktin terus meningkat
sehingga ASI mulai diproduksi lebih banyak yang umumnya sudah terjadi
pada hari ke-3 dan ke-4 pasca kelahiran.

Laktogenesis III/Galactopoiesis
Laktogenesis III mulai terjadi antara hari ke-8 hingga hari ke-10 pasca
kelahiran. Dalam fase ini, bukan sistem kendali endokrin lagi yang
mengatur, melainkan sistem kendali autokrin/lokal. Makna sistem kendali
lokal adalah seberapa sering ASI dikeluarkan dan seberapa baik payudara
dikosongkan. Inilah yang merupakan mekanisme kendali utama produksi
ASI, atau sudah berlaku hukum persediaan versus permintaan.
Pada tahap laktogenesis III dan seterusnya, produksi ASI di tiap payudara
bergantung pada seberapa sering ASI dikeluarkan (baik melalui disusui
langsung atau diperah) dan seberapa baik pengosongan payudara. Jadi,
bisa saja satu payudara tidak menghasilkan ASI sama sekali, tetapi
payudara yang lainnya tetap berproduksi dengan normal. Menyapih satu
payudara saja tetap memungkinkan, misalnya saat ibu mengalami mastitis
berulang atau menjalani operasi pada salah satu payudara.

D. Refleks Pengeluaran ASI (Let Down Reflex/LDR)


Refleks pengeluaran ASI (Let Down Reflex/LDR) disebut juga MER (Milk
Ejection Reflex) atau Oxytocin Reflex merupakan tanda bahwa ASI siap
untuk mengalir dan membuat proses menyusui lebih mudah, baik bagi bayi
maupun ibu. Refleks pengeluaran ASI juga bisa terjadi saat ibu mendengar,
melihat, atau bahkan hanya memikirkan sang bayi. Selain itu, refleks
pengeluaran ASI juga bisa terpicu dengan cara menyentuh payudara atau
area puting dengan tangan atau alat pompa ASI.
Para ibu merasakan hal berbeda ketika refleks pengeluaran ASI terjadi,
seperti:
terasa geli atau kesemutan pada payudara,
payudara terasa tertekan yang kadang disertai nyeri,
haus,
payudara terasa penuh,
ASI menetes dari payudara yang tidak diisap bayi atau dipompa, atau
kontraksi rahim pada hari-hari
pertama pasca melahirkan. Ada juga ibu yang tidak merasakan
kontraksi ini, dan hal ini normal.
Seiring dengan makin nyamannya proses menyusui, ibu sering tidak
merasakan atau tidak sadar telah terjadi refleks pengeluaran ASI. Refleks
pengeluaran ASI bisa terjadi lebih dari sekali dalam satu sesi menyusui dan
biasanya ibu hanya merasakan refleks pengeluaran ASI yang pertama saja.
Awal pola menyusu bayi adalah mengisap dengan jeda yang pendek.
Setelah refleks pengeluaran ASI terjadi, polanya menjadi mengisap–
menelan–mengisap, dan seterusnya.
Berikut ini adalah tip untuk memicu refleks pengeluaran ASI.

1. Sebelum menyusui
Mandilah dengan air hangat, gunakan shower bila ada. Kemudian
lanjutkan dengan memijat lembut payudara.
Bila ibu sedang sakit, ibu dapat meminum obat pengurang sakit yang
aman untuk ibu menyusui, misalnya parasetamol. Rasa sakit
menyebabkan stres dan menghambat refleks pengeluaran ASI.
Pilihlah tempat yang tenang dan nyaman.
Perbanyak kontak kulit antara ibu dan bayi.
Konsentrasikan indra ibu untuk melihat, mencium, dan menyentuh
bayi.
Konsumsilah minuman atau makanan kesukaan ibu.
Mintalah bantuan suami atau orang terdekat untuk melakukan pijat
oksitosin. Bila tidak bisa, lakukan pijat lembut saja untuk
menyamankan.

2. Selama menyusui
Tarik napas dengan dalam atau gunakan teknik-teknik relaksasi
lainnya.
Gunakan visualisasi dengan cara menutup mata, lalu membayangkan
rasanya refleks pengeluaran ASI. Beberapa ibu membayangkan ASI
yang mengalir atau membayangkan aliran sungai, air terjun, dan lain-
lain.
Gunakan handuk hangat di pundak dan punggung.
Lakukan penekanan payudara (breast compression), terutama saat
bayi sedang diam atau mengisap tanpa menelan agak lama.

Pijat Oksitosin
Pijat oksitosin adalah pemijatan pada sepanjang kedua sisi tulang
belakang. Pijat ini dilakukan untuk merangsang refleks oksitosin atau
refleks pengeluaran ASI. Ibu yang menerima pijat oksitosin akan
merasa lebih rileks.

Bagian tubuh tempat dimulainya pijat oksitosin

Menurut Depkes RI (2007), selain memberikan kenyamanan pada ibu


dan merangsang refleks oksitosin, pijat oksitosin juga memiliki manfaat
lain, yaitu sebagai berikut.
Mengurangi pembengkakan payudara (engorgement).
Mengurangi sumbatan ASI (plugged/milk duct).
Membantu mempertahankan produksi ASI ketika ibu dan bayi
sakit.
Berikut ini langkah-langkah melakukan pijat oksitosin.
Untuk ibu:
1. Duduklah dengan nyaman sambil bersandar ke depan, bisa dengan
cara melipat lengan di atas meja.
2. Letakkan kepala di atas lengan.
3. Lepas bra dan baju bagian atas. Biarkan payudara tergantung
lepas.
Untuk pemijat:
1. Lumuri kedua tangan dengan sedikit baby oil.
2. Kepalkan kedua tangan dengan ibu jari menunjuk ke depan
dimulai dari bagian tulang yang menonjol di tengkuk (lihat tanda
panah pada gambar). Turun sedikit ke bawah kira-kira dua ruas jari
dan geser ke kanan ke kiri, setiap kepalan tangan sekitar dua ruas
jari.
3. Dengan menggunakan kedua ibu jari, mulailah memijat
membentuk gerakan melingkar kecil menuju tulang belikat atau
daerah di bagian batas bawah bra ibu.
4. Lakukan pijat ini sekitar 3 menit dan dapat diulangi sebanyak 3
kali.
5. Setelah selesai memijat sambil membersihkan sisa baby oil,
kompres pundak–punggung ibu dengan handuk hangat.
Teknik pijat oksitosin

E. Refleks Pengeluaran ASI yang Sangat Kuat (Forceful LDR)


Ada satu kondisi lagi mengenai refleks pengeluaran ASI, yaitu refleks
pengeluaran ASI yang sangat kuat (forceful LDR). Refleks pengeluaran ASI
yang sangat kuat kerap dikaitkan dengan terlalu banyaknya ASI/terlalu
derasnya aliran ASI/suplai ASI berlebih. Tanda-tanda bayi mengalami
refleks pengeluaran ASI yang sangat kuat adalah tersedak, batuk, terengah-
engah saat menyusu (karena aliran ASI terlalu deras), sering melepaskan
payudara, terdengar suara “klik” saat menyusu, sering gumoh/muntah,
perut kembung, dan sering menolak menyusu.
Tip mengatasi refleks pengeluaran ASI yang sangat kuat adalah sebagai
berikut.
Pilih posisi menyusui yang dapat membuat aliran ASI tertahan oleh
gaya gravitasi, misalnya posisi bayi telung-kup di atas badan ibu (laid
back).
Posisi menyusui bayi telungkup di atas badan ibu

Rajin menyendawakan bayi.


Perah sedikit ASI agar payudara agak lunak, lalu susui bayi.
Susui bayi ketika bayi sedikit mengantuk dan jangan susui ketika bayi
dalam kondisi rewel. Dalam kondisi sedikit mengantuk, bayi akan
mengisap lebih pelan atau santai sehingga aliran ASI akan lebih
lambat.
Saat bayi mulai menyusu dan ibu merasakan refleks pengeluaran ASI
yang sangat kuat, ibu dapat melepaskan isapan bayi (tekan pelan dagu
bayi/masukkan kelingking ibu ke ujung mulut bayi). Setelah refleks
pengeluaran ASI yang sangat kuat tersebut selesai, ibu dapat
menyusui kembali.
F. Tertundanya Produksi ASI Pasca Persalinan
(Delayed Onset of Lactation/DOL)
Tertundanya produksi ASI pasca persalinan (Delayed Onset of
Lactation/DOL) adalah kondisi ketika produksi ASI tidak meningkat hingga
hari ke-3 bahkan hari ke-4 pasca kelahiran. Beberapa faktor yang menjadi
pemicu tertundanya produksi ASI pasca persalinan tersebut, antara lain
sebagai berikut.
1. Melahirkan untuk pertama kali. Ibu yang pertama kali melahirkan
cenderung mengalami laktogenesis II sehari lebih lambat
dibandingkan ibu yang sudah pernah melahirkan sebelumnya.
2. Saat proses persalinan, ibu menerima cairan intravena (cairan infus)
dalam jumlah besar atau obat-obatan pengurang nyeri.
3. Persalinan normal yang panjang, melelahkan, dan traumatis.
4. Ibu mendorong cukup lama (lebih dari 1 jam) pada tahap akhir
persalinan.
5. Perdarahan lebih dari 500 ml per hari.
6. Kelainan plasenta. Misalnya, sebagian dari plasenta tetap berada di
dalam rahim setelah bayi lahir (retained placenta).
7. Kesehatan ibu yang kurang baik.
8. Beberapa masalah hormon atau bagaimana tubuh ibu merespons
hormon dalam tubuh. Hormon-hormon tersebut, antara lain hormon
insulin (pada penderita diabetes tipe 1 dan 2) yang tidak terkontrol,
PCOS (Polycystic Ovarian Syndrome), masalah kesuburan, dan
masalah tyroid seperti hypotiroid. PCOS adalah gangguan
keseimbangan hormonal pada wanita dan menjadi salah satu
penyebab ketidaksuburan/infertilitas pada wanita.
9. Hipertensi (tekanan darah tinggi).
10. Obesitas (kegemukan).
Pada beberapa kasus, ASI dapat keluar pada waktunya, tetapi
produksinya tidak optimal. Hal tersebut dikarenakan beberapa faktor
berikut ini.
1. Masalah pada jaringan payudara ibu.
2. Kelahiran preterm/prematur, ketika perkembangan payudara terputus
sehingga jaringan pembentuk ASI di payudara lebih sedikit
dibandingkan kehamilan cukup bulan. Namun dengan manajemen
laktasi yang baik, perkembangan payudara dapat dilanjutkan setelah
persalinan.
3. Hipoplasia adalah kelainan pada payudara di mana jaringan glandular
payudara tidak berkembang dengan normal sehingga tidak memiliki
jaringan kelenjar yang memadai. Beberapa ciri hipoplasia, antara lain
jarak antarpayudara yang lebar, bentuk payudara yang asimetris
secara mencolok, payudara yang berbentuk seperti tabung, areola
yang sangat besar, dan payudara yang tidak mengalami perubahan
selama kehamilan dan pasca persalinan.
4. Luka atau operasi pada payudara yang dapat menghilangkan atau
merusak jaringan payudara atau syaraf-syaraf yang berhubungan
dengan pengeluaran ASI.
5. Kelainan anatomi puting, seperti puting datar/terbenam (flat/inverted
nipple) dan puting yang ditindik sehingga menghalangi aliran ASI.
6. Ibu tidak dapat melakukan manajemen laktasi dengan optimal karena
berbagai sebab, misalnya karena menderita penyakit berat.
7. Berbagai obat-obatan yang dikonsumsi ibu, seperti pengatur jarak
kehamilan hormonal (pil/injeksi yang mengandung hormon estrogen).

Apa yang Harus Dilakukan


bila ASI Tidak Keluar pada Hari ke-4?
Ketika ASI tidak keluar pada hari keempat, segera lakukan hal-hal
berikut.
1. Lakukan evaluasi terhadap manajemen laktasi ibu, apakah posisi
dan pelekatan sudah baik, apakah payudara sudah sering
dikosongkan dengan baik, dan apakah ibu telah melakukan kontak
kulit dan kulit dengan bayi secara intensif.
2. Ukur tanda-tanda kecukupan ASI pada bayi, terutama melalui
pertumbuhan berat badan. Penurunan berat badan hingga 7%
masih dalam batas normal. Namun, bila berat badan bayi terus
menurun serta bayi menunjukkan tanda-tanda dehidrasi, segera
diskusikan dengan dokter apakah bayi perlu diberi suplementasi.
3. Mintalah bantuan konselor menyusui/konsultan laktasi agar
mendapatkan posisi dan pelekatan yang baik, teknik perah tangan
yang baik, dan lain-lain.
4. Cari penyebab tertundanya produksi ASI pasca persalinan (DOL)
dan atasi sesuai masalahnya.
5. Tetap rileks dan berpikiran positif.

G. Kapasitas Penyimpanan ASI Dalam Payudara


Salah satu dinamika dasar yang berhubungan dengan anatomi payudara
adalah kapasitas penyimpanan ASI dalam kelenjar yang berfungsi untuk
memproduksi susu (mammary gland). Perbedaan kapasitas penyimpanan
ASI merupakan salah satu faktor yang memengaruhi pola menyusu bayi.
Ingatlah bahwa kapasitas menyimpan ASI tidak berhubungan dengan
ukuran payudara. Ukuran payudara dipengaruhi oleh banyaknya jaringan
lemak di dalam payudara. Ibu yang memiliki payudara kecil mungkin bisa
memiliki kapasitas penyimpanan ASI yang besar, dan sebaliknya. Jadi, ibu
tidak perlu khawatir. Ibu dengan kapasitas penyimpanan ASI besar maupun
kecil tetap dapat memproduksi cukup ASI untuk memenuhi kebutuhan
bayinya. Yang berbeda hanyalah pola menyusu bayi-bayi tersebut.
Setelah bayi melewati masa newborn (setelah berusia 1 bulan), ibu
menyusui dengan kapasitas penyimpanan ASI besar akan mendapatkan
hal-hal berikut.
Bayi cukup menyusu pada satu payudara saja hampir/selalu di setiap
sesi menyusu.
Bayi menyusu dengan durasi lebih pendek dibanding bayi lainnya
(kadang bayi sudah puas menyusu selama 5 menit).
Berat badan bayi naik, walaupun frekuensi menyusu tidak mencapai
rata-rata 8 kali dalam 24 jam.
Pada malam hari, bayi dapat tidur lebih lama.
Dan bila kondisi yang terjadi adalah sebaliknya, besar kemungkinan
penyimpanan payudara ibu berkapasitas rata-rata atau kecil. Namun sekali
lagi, jangan mengkhawatirkan mengenai kapasitas penyimpanan ASI. Yang
lebih penting adalah perhatikan tanda-tanda kecukupan ASI bayi.

H. Faktor Penghambat Produksi ASI


Ketika proses menyusui sudah lancar (kira-kira saat bayi berusia 1–1,5
bulan), ibu sering merasa payudaranya tidak sepenuh dan seberat seperti
minggu awal pasca melahirkan. Banyak ibu khawatir payudara lunak/tidak
penuh menandakan ASI berkurang. Padahal sebaliknya, bila ibu
membiarkan payudaranya penuh bahkan sampai bengkak, produksi ASI
dapat terhambat. Berikut ini adalah dua hal yang memperlambat produksi
ASI ketika payudara ibu penuh.
1. Adanya protein inhibitor/penghambat produksi ASI (Feedback
Inhibitor of Lactation/FIL).
Ketika payudara penuh, suatu protein peptida bernama FIL akan
dihasilkan tubuh yang berfungsi memperlambat produksi ASI.
2. Tekanan pada payudara.
ASI yang penuh akan menekan payudara sehingga aliran darah ke
payudara berkurang dan juga menekan sel pembentuk ASI.
Berdasarkan penelitian, payudara yang dibiarkan penuh selama 6 jam
tanpa disusui/diperah sama sekali, ketika diperah akan menghasilkan ASI
sebanyak 22 ml per payudara. Sedangkan ibu yang menyusui setiap 90
menit, hasilnya lebih dari 2 kali lipat, yaitu 56 ml per payudara. Jadi, ketika
ASI dikeluarkan/dikosongkan dengan frekuensi yang sering, protein
inhibitor/penghambat produksi ASI (FIL) akan tertekan. Begitu pula tekanan
ASI pada payudara akan berkurang sehingga produksi ASI menjadi lebih
cepat.
Agar pengosongan payudara lebih baik, lakukan hal-hal berikut.
1. Pastikan bayi menyusu dengan efisien. Utamakan pelekatan yang baik
dan jangan biarkan bayi menempel pada payudara tanpa mengisap
dan menelan dalam jangka waktu yang lama.
2. Pijatlah payudara sebelum menyusui/memerah.
3. Lakukan penekanan payudara (breast compression) selama menyusui
atau memerah.
4. Perah langsung payudara dengan tangan pasca menyusui karena
berdasarkan penelitian, rata-rata bayi hanya mengosongkan payudara
sekitar 67% saja.
5. Tawarkan (bukan memaksa) kedua payudara pada setiap sesi
menyusui. Tunggulah sampai bayi menyelesaikan satu payudara
sebelum menawarkan payudara yang lainnya.
I. Perawatan Payudara Selama Kehamilan
Salah satu hal sederhana yang penting bagi ibu hamil adalah memahami
anatomi payudara dan perawatannya sejak hamil dan setelah menyusui.
Meski tampak sepele, banyak mitos dan kesalahpahaman tentang kedua
hal ini sehingga banyak ibu melakukan tindakan berisiko yang
menyebabkan iritasi dan melukai bagian-bagian dari payudara, terutama
puting dan areola.
Saat hamil, ukuran payudara ibu akan membesar serta aliran darah ke
payudara meningkat dan pembuluh darah kadang terlihat lebih jelas. Tidak
ada ukuran dan bentuk payudara yang ideal. Beberapa wanita juga
menemukan adanya stretch mark seperti yang umum terjadi di perut
wanita yang sedang hamil. Puting dan areola akan membesar hingga
mencapai dua kali dari ukuran sebelum hamil, dan warnanya pun berubah
menjadi lebih gelap. Warna yang berubah menjadi lebih gelap ini akan
memudahkan bayi mencari sumber
makanannya. Puting akan menjadi lebih sensitif, bahkan dengan sentuhan
lembut saja terasa nyeri, dan ini hal yang normal.
Anjuran pemeriksaan detail kondisi payudara untuk persiapan menyusui
tidak ditemukan dalam panduan yang disusun ahli-ahli laktasi dunia. Dua
penelitian di Inggris menemukan bahwa mengidentifikasi puting
datar/terbenam (flat/inverted nipple) selama kehamilan serta melakukan
tindakan untuk mengoreksinya malah dapat menyebabkan masalah saat
menyusui sehingga menurunkan keberhasilan menyusui/menyapih lebih
awal.
Berikut ini beberapa tip merawat payudara.
1. Tidak perlu membersihkan puting-areola secara khusus, bahkan
sampai menggunakan cairan disinfektan atau alkohol.
2. Jangan mengeringkan payudara dengan kasar. Sebaiknya, angin-
anginkan payudara lebih dulu secara alami sebelum memakai bra.
3. Jangan mengeringkan payudara dengan pengering rambut atau di
bawah lampu panas karena dapat menyebabkan payudara menjadi
kering dan mudah lecet.
4. Pilih dan gunakanlah bra/penyangga payudara yang tepat. Pemilihan
bra yang tepat tidak hanya membuat ibu nyaman karena payudara
tertopang dengan baik, tetapi juga mengurangi nyeri punggung dan
menjaga bentuk payudara.
5. Gunakan breast pad (bantalan bra) untuk melindungi pakaian dari ASI
yang merembes. Memasuki trimester kedua, payudara mulai
memproduksi kolostrum dan kadang kolostrum tersebut merembes
keluar.

Tip Memilih Bra yang Baik


Hindari bra yang menggunakan kawat.
Pilihlah bra yang nyaman dipakai dan sesuai dengan bentuk
payudara.Sebagai stok, pilih ukuran yang lebih besar (satu atau
dua nomor lebih besar dari yang sedang dipakai saat membeli).
Pilihlah tali yang lebar sehingga lebih efektif menyokong payudara.
Pilihlah bra yang memiliki lebih dari dua kaitan untuk mencegah
selip/terlepas sendiri saat banyak bergerak.

J. Perawatan Payudara Selama Menyusui


Perawatan payudara saat menyusui sama seperti saat ibu hamil, yaitu tidak
ada hal khusus yang perlu ibu lakukan. Beberapa tambahan tip perawatan
payudara selama menyusui adalah sebagai berikut.
1. Pilihlah bra yang tepat untuk menyusui.
Beberapa ibu memilih bra yang bagian depannya bisa dibuka, bahkan
ada yang tidak memakai bra sama sekali saat di rumah karena selain
lebih nyaman, sering kali perbatasan bra menghalangi bayi saat
menyusu.
2. Jangan biarkan breast pad terlalu penuh dan lembap dalam jangka
waktu yang lama.
3. Jangan mengoleskan losion, krim, dan berbagai minyak pada
payudara.
4. Banyak ibu mengira dengan mengoleskan losion akan membantu
payudara agar tidak kering. Padahal, sebenarnya puting dan areola
sudah terlubrikasi dan bersih secara alami karena adanya sebum
(cairan berminyak) yang dikeluarkan oleh montgomerry gland. Di
tambah lagi, losion, krim, atau minyak ini dapat ikut termakan oleh
bayi dan bisa menyebabkan bayi menolak menyusu (nursing strike)
karena adanya wangi dan rasa yang berbeda dari biasanya.
5. Pelajari posisi dan pelekatan menyusui yang tepat; teknik memerah
dengan tangan; dan pemilihan alat memerah (breast pump) yang tepat
untuk mencegah masalah pada puting, seperti lecet, pembengkakan
payudara, dan mastitis.
6. Oleskan ASI akhir/hindmilk ke puting dan areola karena hindmilk
adalah pelumas alami yang mengandung bakteri baik, dapat
mencegah puting lecet dan mempercepat penyembuhan trauma pada
puting. Setelah itu, angin-anginkan payudara sebelum memakai bra
kembali.
7. Jangan melakukan tindakan khusus pada puting, seperti memutar dan
menggosok (dengan tujuan untuk menguatkan puting) karena malah
dapat mengiritasi puting.
Menyusui Bukan Penyebab
Payudara Turun/Kendur
Di lingkungan masyarakat, masih terdapat kesalahpahaman bahwa
menyusui adalah penyebab payudara kendur/turun sehingga banyak ibu
yang enggan menyusui anaknya. Padahal, menurut ASPS (American
Society of Plastic Surgeons) dalam konferensi di Baltimore tahun 2007,
menyusui tidak memengaruhi bentuk payudara. Jadi, hal utama apa
yang memengaruhi perubahan bentuk payudara?
Hal-hal yang memengaruhi perubahan bentuk payudara adalah
sebagai berikut.
BMI (Body Mass Index/Indeks Massa Tubuh)
Indeks massa tubuh merupakan ukuran persentase lemak tubuh,
di mana lemak merupakan faktor penentu ukuran payudara.
Frekuensi kehamilan (seberapa sering wanita hamil)
Ketika ibu hamil, perubahan payudara menjadi membesar
membuat jaringan ikat/ligamen yang menyokong payudara
meregang. Peregangan ini yang dapat membuat payudara menjadi
sedikit lebih kendur. Semakin sering ibu hamil, peregangan
ligamen semakin besar.
Ukuran payudara yang besar sebelum hamil
Sama halnya seperti pembesaran payudara karena ibu hamil,
payudara yang besar juga membuat ligamen yang menyokong
payudara meregang dan peregangan ini yang dapat membuat
payudara menjadi sedikit lebih kendur.
Memiliki riwayat merokok
Ketika seseorang merokok, asap yang mengandung zat
karsinogenik menyebabkan kelenturan kulit berkurang.
Usia
Seiring bertambahnya usia, serat kolagen yang memberikan
kekuatan jaringan serta serat elastin tubuh yang menjaga kulit
tetap kencang akan semakin menurun dan akan tampak jelas
setelah wanita mengalami menopause.
Jadi, payudara memang akan kendur pada suatu masa (seiring
bertambahnya usia) dan ini adalah hal yang alamiah. Lalu, hal-hal apa
saja yang dapat memicu payudara wanita cepat kendur? Berikut ini hal-
hal yang dapat memicu payudara wanita cepat kendur.
Kenaikan dan penurunan berat badan yang drastis. Hal ini biasa
terjadi pada wanita yang melakukan diet yo-yo. Berat badan yang
turun dengan drastis menyebabkan payudara kehilangan lemak
dengan cepat sehingga menyebabkan payudara mengecil.
Sedangkan bila berat badan bertambah dengan drastis, jaringan
ikat mungkin tidak berada pada tempat semestinya untuk
menyokong jaringan payudara sehingga menyebabkan kendur.
Kehamilan yang besar
Sama seperti poin pertama, kehamilan yang besar/kenaikan
berat badan ibu hamil yang terlampau banyak dan kehilangan
berat badan (pasca persalinan) secara drastis juga dapat
menyebabkan payudara mengendur.
Gaya gravitasi
Gaya gravitasi bumi menarik segala sesuatu menuju ke bawah.
Begitu pula dengan payudara. Bila tidak disokong dengan bra yang
baik, payudara dapat tertarik ke bawah dan mengendur.
Olahraga
Olahraga yang membutuhkan gerakan berulang dan cepat
(misalnya lari) dapat melonggarkan jaringan ikat pada payudara.
Apalagi, bila tanpa disokong bra yang baik. Namun, ibu tetap
dapat berolahraga secara rutin, asalkan mengenakan bra yang baik
karena olahraga menjaga aliran darah tetap baik ke seluruh bagian
tubuh, termasuk payudara.
Selain itu, penting untuk selalu menjaga postur yang baik (berdiri
tegak tidak membungkuk). Sekali-kali biarkan payudara ‘bernapas’
dengan tidak memakai bra, apalagi untuk ibu yang mengalami masalah
dengan puting lecet/berdarah.[]
Bab IV

Inisiasi Menyusu Dini (IMD) dan


Tanda-Tanda Menyusu (Feeding
Cues)

IMD (Inisiasi Menyusu Dini) adalah proses memberikan kesempatan kepada


bayi untuk mencari sendiri (tidak dipaksa/disodorkan) sumber makanannya
dan menyusu pada ibunya segera setelah bayi dilahirkan selama minimal
satu jam.
IMD mencegah kematian bayi terutama di negara berkembang. Sebuah
penelitian menemukan bahwa IMD dapat mencegah 22% kematian bayi
baru lahir. IMD mulai diperkenalkan secara luas kepada masyarakat
Indonesia sekitar tahun 2007. Sayangnya, persentase pelaksanaan IMD di
Indonesia belum tinggi, walaupun terdapat peningkatan (berdasarkan data
Riskesdas Kemenkes RI) di mana tahun 2007 sebesar 29,3% dan tahun 2013
sebesar 34,5%. Data dari Human Development Report 2010 menyatakan
Angka Kematian Bayi (AKB) di Indonesia mencapai 31 per 1.000 kelahiran
dan ini termasuk angka yang tinggi.
Untuk mengurangi kematian bayi baru lahir dan mempertahankan
kesehatan bayi, WHO merekomendasikan para ibu untuk memberikan
kolostrum saja dalam satu jam pertama kehidupan bayi karena kolostrum
kaya nutrisi dan zat-zat anti-infeksi. Selain itu, bayi yang menyusu dalam
satu jam kehidupan pertamanya akan menstimulasi produksi ASI. Kontak
kulit dengan kulit antara ibu dan bayi mampu menstabilkan suhu badan
bayi sehingga bayi tetap hangat dan juga meningkatkan kemampuan bayi
baru lahir untuk bertahan hidup (mencegah bayi mengalami kedinginan).
Kontak antara kulit ibu dan bayi juga memberikan efek psikologis yang
kuat. Ibu dan bayi akan merasa lebih tenang, dan pernapasan serta detak
jantung bayi lebih stabil. Saat bayi merangkak mencari payudara ibu, bayi
akan menjilat-jilat kulit ibu dan menelan bakteri baik dari kulit. Bakteri baik
ini akan berkembang biak di kulit dan usus bayi dan bertugas melindungi
bayi dari bakteri jahat.
Bayi yang diberi kesempatan IMD akan lebih berhasil menyusui eksklusif
dan akan lebih lama disusui. Sementara itu, keuntungan lain untuk ibu
adalah isapan bayi saat IMD merangsang pengeluaran hormon oksitosin
yang membantu mengurangi perdarahan dan mempercepat
pengecilan/pemulihan rahim ibu pasca melahirkan.

A. Syarat-Syarat Pelaksanaan IMD


IMD dapat dilaksanakan dengan syarat kondisi ibu dan bayi baik/sehat. Jadi,
jangan memaksakan melaksanakan IMD bila salah satu atau keduanya (ibu
dan bayi) tidak dalam kondisi sehat. Penilaian kesehatan bayi baru lahir
dilakukan oleh tenaga kesehatan yang membantu persalinan, seperti
dokter anak. Secara umum, penilaian bayi baru lahir menggunakan APGAR
Score, yang menentukan apakah bayi baru lahir siap untuk menghadapi
dunia baru tanpa bantuan/intervensi medis. Penilaian APGAR Score
dilakukan pada menit pertama dan kelima setelah bayi lahir.
Ada lima hal yang dinilai dalam APGAR Score, yaitu Activity
(aktivitas/kekuatan otot), Pulse (detak jantung), Grimace (refleks
rangsangan, misalnya gerakan menyeringai, bersin), Appearance
(penampilan atau warna tubuh bayi), dan Respiration (pernapasan, dinilai
lewat tangisan bayi). Bila didapat nilai/score antara 7–10, bayi baru lahir
dinyatakan dalam kondisi baik.
Syarat penting lainnya yang juga dipertimbangkan untuk melaksanakan
IMD adalah apakah bayi lahir cukup bulan (tidak kurang dari 37 minggu usia
kehamilan) karena beberapa kondisi bayi yang lahir kurang
bulan/prematur/preterm tidak mungkin melaksanakan IMD, dan harus
segera mendapatkan bantuan medis.
Selain bayi, kondisi ibu pasca melahirkan juga perlu dinilai dan dipantau,
antara lain: penilaian kesadaran, mobilitas, banyaknya perdarahan selama
persalinan, suhu badan, detak jantung, pernapasan, tekanan darah,
frekuensi buang air kecil, penggunaan obat-obatan (seperti pengurang
nyeri), dan pemberian cairan infus.

B. Langkah-Langkah Pelaksanaan IMD


Bila kondisi bayi dan ibu dinyatakan baik dan sehat untuk melaksanakan
IMD, berikut ini langkah-langkah pelaksanaannya.
1. Bila memungkinkan, ayah atau anggota keluarga lainnya
mendampingi ibu saat IMD.
2. Disarankan tidak menggunakan bahan kimia saat persalinan karena
akan mengganggu dan mengurangi kepekaan bayi untuk mencari
puting susu ibu.
3. Keringkan badan bayi dengan handuk mulai dari kepala, muka, dan
bagian badan lainnya, kecuali kedua tangan bayi karena bau cairan
ketuban pada tangan bayi akan membantu bayi mencari puting susu
ibu yang berbau sama. Saat mengeringkan bayi, jangan mengilangkan
vernix (zat lemak putih pada kulit bayi) yang membuat nyaman kulit
bayi. Sambil mengeringkan badan bayi, penilaian kondisi bayi (APGAR
Score) dapat dilakukan.
4. Jangan membersihkan dada ibu agar bayi dapat menjilat bakteri baik
pada kulit ibu.
5. Potong tali pusat, lalu ikat. Berdasarkan beberapa penelitian,
penundaan pemotongan tali pusat selama 1–3 menit sangat
bermanfaat meningkatkan cadangan besi dalam tubuh bayi.
Sebaiknya, diskusikan hal ini sebelum melahirkan atau ketika
mengajukan surat permohonan pelaksanaan kelahiran dan menyusui
(birth plan).
6. Tanpa dibedong, tengkurapkan bayi langsung di dada/perut ibu, di
antara kedua payudara, dengan posisi kepala bayi menghadap ke
kepala ibu sehingga terjadi kontak antara kulit ibu dan bayi.
Berdasarkan penelitian, membedong bayi baru lahir dapat
menurunkan respons alami ibu terhadap bayi dan mengurangi
perkembangan rasa sayang ibu terhadap bayi. Begitu pula sebaliknya
(bayi terhadap ibu).
7. Selimuti ibu dan bayi bersama-sama. Bila perlu, pakaikan topi ke bayi
untuk mengurangi pengeluaran panas dari kepalanya.
Sumber : Buku Panduan-Tatalaksana Bayi Baru Lahir di Rumah Sakit- Kementerian Kesehatan RI 2010

Bayi memakai topi saat IMD

8. Setelah bayi selesai melaksanakan IMD, ukur, timbang, dan berilah


vitamin K injeksi dan salep mata antibiotik. Setelah itu, bedonglah bayi
atau lakukan langkah-langkah pemeriksaan selanjutnya yang
diperlukan.
Sumber : WHO

Poster IMD WHO dalam rangka pekan ASI sedunia 1–7 Agustus 2014

C. IMD pada Persalinan SC (Sectio Caesarea)


Sering timbul pertanyaan apakah ibu yang melahirkan secara caesar (Sectio
Caesarea/SC) dapat melaksanakan IMD? Secara umum, dalam tipe
persalinan SC ada dua pilihan bius/anestesi, yang secara awam disebut bius
setengah badan (spinal/epidural anesthesia) dan bius total (general
anesthesia). Bila ibu menjalani persalinan SC dengan tipe bius setengah
badan, kondisi ibu dan bayi harus dinilai. Bila kondisi ibu dan bayi dinilai
baik untuk IMD, pelaksanaannya dilakukan bersamaan saat luka SC ibu
dijahit oleh dokter. Posisi bayi sedikit dimiringkan agar tidak mengganggu
proses penjahitan dan perawat/suster/anggota keluarga dapat membantu
menjaga posisi bayi agar tidak jatuh/terguling. Sedangkan, bila ibu harus
menerima bius total karena berbagai indikasi medis, IMD ditunda hingga 30
menit setelah ibu sadar dan kondisinya dinilai baik oleh dokter.

D. Tanda-Tanda Kesiapan Bayi Menyusu Saat IMD


Ketika lahir, bayi tidak langsung menunjukkan tanda-tanda siap menyusu.
Setelah kira-kira 30 menit, bayi mulai menunjukkan tanda-tanda tersebut.
Jadi,sangat penting bagi ibu untuk mengenali tanda-tanda atau perilaku
bayi siap menyusu agar ibu dan tenaga kesehatan tidak mudah menyerah
dan menghentikan IMD.
Berikut ini adalah perilaku bayi sebelum akhirnya siap menyusu.
1. Dalam 30 menit pertama: bayi dalam keadaan istirahat/diam tidak
bergerak. Sesekali mata bayi terbuka lebar melihat ibunya. Masa ini
merupakan penyesuaian peralihan dari keadaan dalam kandungan ke
keadaan luar kandungan.
2. Antara 30–40 menit: bayi mulai mengeluarkan suara dan mulutnya
bergerak seperti ingin menyusu. Bayi juga mulai mencium, menjilat,
dan merasakan cairan ketuban yang ada di tangannya. Karena bau ini
sama dengan bau cairan yang dikeluarkan payudara maka bau ini akan
membimbing bayi mencapai payudara dan puting ibu.
3. Bayi mulai mengeluarkan air liur saat menyadari ada makanan di
sekitarnya (di dalam payudara ibu).
4. Bayi mulai bergerak ke arah payudara ibu.
5. Areola (lingkaran hitam pada payudara) adalah sasaran bayi. Bayi
bergerak dengan kaki menekan–mendorong perut ibu. Bayi juga terus
menjilat-jilat badan ibu, mengentak-entakkan kepala ke dada ibu,
menoleh ke kanan dan ke kiri, kemudian menyentuh serta meremas
payudara, daerah puting, dan sekitarnya.
6. Bayi akan menemukan, menjilat, mengulum puting, membuka mulut
lebar, dan melekat pada payudara ibu dengan baik.
E. Tanda-Tanda Bayi Ingin Menyusu
Pola menyusu yang ideal adalah membiarkan bayi menyusu kapan pun bayi
menunjukkan tanda-tanda lapar (feeding cues) dan ingin menyusu. Bila ibu
merespons tanda-tanda ini, ikatan kasih sayang antara ibu dan bayi akan
meningkat dan mencegah terjadinya masalah-masalah menyusui, seperti
payudara bengkak dan ASI tersumbat.

Rawat Gabung Ibu dan Bayi


(Rooming-In)
Lakukan rawat gabung ibu dan bayi (rooming-in) selama 24 jam
setiap hari sehingga memperbesar kesempatan bayi belajar menyusu
dan bayi dapat menyusu minimal 8 hingga 12 kali dalam 24 jam.
Dengan rawat gabung, ibu juga dapat belajar mengenali bahasa tubuh
bayi, terutama tanda-tanda bayi ingin menyusu. Letakkan bayi selalu
dekat dengan ibu seperti bayi berada bersama ibu di tempat tidur.
Sejumlah penelitian menyatakan bahwa rawat gabung berperan
meningkatkan produksi hormon oksitosin yang berperan dalam proses
keluarnya ASI. Hormon ini juga memberikan perasaan tenang dan
nyaman yang tentu memperkecil kemungkinan ibu mengalami perasaan
sedih dan tidak nyaman pasca persalinan (baby blues). IMD dan rawat
gabung bila dilakukan dengan benar di rumah sakit atau tempat
bersalin akan menjadi salah satu faktor penting dalam keberhasilan
pemberian ASI eksklusif.

Bayi baru lahir biasanya cepat lapar, kira-kira setelah 1,5–3 jam pasca
menyusu. Hal ini dikarenakan kapasitas lambung bayi yang sangat kecil dan
ASI yang mudah dicerna organ pencernaan bayi. Bayi mungkin dapat minta
menyusu setiap 1–1,5 jam sebanyak 3 atau 4 kali, kemudian dapat tidur
selama 4–5 jam. Bayi baru lahir dapat melakukan cluster feeding, yaitu bayi
akan menyusu dengan jarak/interval yang pendek setelah tidur dalam
jangka waktu yang cukup panjang (4–5 jam). Memantau tanda-tanda
kecukupan ASI dan total frekuensi menyusu dalam 24 jam lebih baik
dibandingkan menghitung jarak/interval waktu antarsesi menyusui. Secara
umum, bayi baru lahir perlu menyusu sekitar 8–12 kali per hari.
Khusus untuk bayi baru lahir (yang tidak mau menyusu sekitar 8–12 kali
per hari dan lebih banyak menghabiskan waktu untuk tidur dalam 24 jam),
perlu dibangunkan setiap 2 atau 3 jam sekali agar dapat menyusu dengan
optimal. Bila pertumbuhan bayi baik dan sehat, biarkan bayi menyusu
sesuai keinginannya dengan tetap memantau tanda-tanda kecukupan ASI-
nya. Penelitian menemukan bahwa bayi lahir cukup bulan dan sehat
memiliki kemampuan untuk mengatur kebutuhan ASI-nya dan
menunjukkan tanda-tanda ingin menyusu dengan jelas. Membedong bayi
dengan rapat sudah tidak direkomendasikan karena bedong rapat
membatasi gerakan tangan dan kaki bayi sehingga tanda-tanda awal bayi
ingin menyusu tidak terlihat.
Tanda-tanda bayi ingin menyusu terjadi sekitar 30 menit sejak awal
hingga bayi menunjukkan tanda akhir menyusu, yaitu menangis. Bayi yang
sudah menangis akan sulit fokus menyusu. Akibatnya, bayi tidak dapat
mengisap dengan baik dan kekuatan mengisapnya menurun. Ibu perlu
menenangkan bayi sebelum menyusui. Oleh karena itu, sangat penting
untuk mengenali tanda-tanda bayi ingin menyusu sejak awal sebelum bayi
menunjukkan tanda terakhir, yaitu menangis.

Tanda-tanda awal bayi lapar/ingin menyusu (early cues)


Tanda-tanda awal bayi ingin menyusu, meliputi bayi mulai bergerak-gerak,
membuka mulut, dan menengok ke kiri-kanan mencari payudara ibu
(sumber makanannya). Bila ibu menyentuh kepala bayi, bayi akan
menengok ke arah tersebut, mencari sesuatu untuk diisap.

Sumber : Breastfeeding Sheffield UK

Tanda-tanda awal bayi ingin menyusu

Tanda-tanda lanjutan bayi lapar/ingin menyusu (mid cues)


Bila tahap awal tersebut diabaikan, bayi akan menunjukkan tanda-tanda
berikutnya, yaitu badan meregang, pergerakan fisik makin intensif, dan
memasukkan jari/tangan ke mulutnya atau mengambil barang lain di
dekatnya untuk diisap.

Sumber : Breastfeeding Sheffield UK


Tanda-tanda lanjutan bayi ingin menyusu

Tanda-tanda akhir bayi lapar/ingin menyusu (late cues)


Tanda-tanda akhir bayi lapar adalah menangis dan gelisah hingga wajah
berubah kemerahan. Bayi yang sudah marah dan menangis perlu
ditenangkan lebih dulu sebelum disusui.

Sumber : Breastfeeding Sheffield UK

Tanda-tanda akhir bayi ingin menyusu

Beberapa cara menenangkan bayi adalah dengan memeluk, menimang,


melakukan kontak kulit antara kulit bayi dengan kulit dada ibu, dan
berbicara lembut kepada bayi.

F. Tanda-Tanda Bayi Kenyang


Bila bayi sudah merasa kenyang, ia akan menunjukkan tanda-tanda berikut.
Melemaskan badannya.
Membuka kepalan tangannya dan kadang terkulai.
Memperlihatkan wajah puas dan tenang (sering disebut mabuk ASI).
Melepaskan payudara.
Mengantuk hingga tertidur.
G. Tanda-Tanda Bayi Menolak Menyusu
Berikut ini tanda-tanda bayi menolak menyusu (Lauwers 2011).
1. Gumoh. Bayi tidak hanya mengeluarkan air liur dan atau sisa ASI dari
mulutnya, tetapi juga gumoh. Jumlah gumoh yang dikeluarkan tidak
banyak sehingga bukan dikategorikan sebagai refluks (mengeluarkan
kembali ASI yang sudah ditelan ke kerongkongan/mulut).
2. Tersedak karena proses menelan dan bernapas yang tidak sinkron.
3. Cegukan, batuk, dan menguap.
4. Mengejan dan mengeluarkan suara seperti dengkuran (dikarenakan
bayi ingin buang air besar).
5. Meringis dan memasukkan bibirnya.
6. Memperlihatkan wajah yang tidak senang.
7. Melengkungkan badan menjauhi badan ibu.
8. Membuka tangan dengan jarak antarjari cukup lebar.
9. Mengangkat tangan atau kaki ke atas.
10. Memalingkan muka dan mata dari ibu atau sementara menutup
matanya.
11. Mengentak-entakkan badan dan menangis bila terus dipaksa
menyusu.
Ibu (dan ayah) yang segera merespons tanda-tanda ini akan beradaptasi
lebih baik dengan perubahan yang dialami bayi/anak dalam setiap tahap
tumbuh kembangnya. Ibu (dan ayah) juga akan lebih percaya diri
menerapkan pola asuh didik di dalam keluarga.[]
Bab V

Manajemen Laktasi

Manajemen laktasi merupakan usaha atau cara yang dilakukan untuk


mencapai keberhasilan menyusui. Menguasai manajemen laktasi
merupakan hak dan kewajiban ibu dan calon ibu. Calon ibu dapat
mempelajari manajemen laktasi sebagai bagian dari usaha mempersiapkan
persalinan dan menyusui sehingga komplikasi dan hal-hal yang
menghambat proses menyusui dapat dicegah.

A. Persiapan Menyusui
Dua kunci utama keberhasilan memberikan ASI dan menyusui adalah
kepercayaan diri dan komitmen (dikutip dari buku The Nursing Mother’s
Companion karangan Kathleen Huggins, seorang konsultan laktasi). Para
pakar laktasi dunia sangat menyarankan agar persiapan menyusui
dilakukan jauh sebelum bayi lahir karena ibu yang telah memiliki
pengetahuan laktasi sebelum melahirkan akan lebih siap dan percaya diri
saat mulai menyusui. Persiapan tersebut antara lain sebagai berikut.

1. Menguasai ilmu pengetahuan mengenai ASI, menyusui, dan manajemen


laktasi.
Berbagai cara dapat dilakukan untuk mendapatkan informasi mengenai hal-
hal tersebut, seperti:
a. mempelajarinya dari buku-buku;
b. mempelajarinya dari situs-situs tepercaya di internet;
c. berdiskusi dan berbagi informasi dengan sesama ibu hamil dan
menyusui yang dipandu oleh konselor menyusui seperti yang dilakukan
di pertemuan bulanan La Leche League (LLL) di seluruh dunia;
d. bergabung dengan grup-grup yang mendukung pemberian ASI-
menyusui;
e. mengikuti mailing list, bergabung dengan grup di media sosial yang
mendukung ASI-menyusui; dan
f. mengikuti kelas edukasi dan seminar mengenai persiapan kelahiran
dan menyusui.
Sebisa mungkin calon ibu dan ayah melakukan hal-hal tersebut ketika calon
ibu sedang menjalani proses kehamilan, minimal pada awal trimester ketiga
kehamilan. Ajak pula anggota keluarga lainnya (terutama yang tinggal
serumah dengan ibu, seperti ibu kandung dan ibu mertua yang membantu
ibu di awal kelahiran bayi) untuk berdiskusi dan atau mengikuti kelas
edukasi/seminar menyusui.

2. Bicarakan dengan suami dan anggota keluarga lainnya tentang


pembagian tugas saat ibu melahirkan dan waktu awal kepulangan ibu
dari tempat bersalin.
Meski sepele dan sering terabaikan untuk didiskusikan saat kehamilan,
sebenarnya hal ini sangat penting agar beban ibu berkurang dan dapat
fokus menyusui serta mengurus bayi yang baru lahir. Beberapa daftar
pertanyaan yang perlu didiskusikan, antara lain sebagai berikut.
a. Berapa lama ayah mengambil cuti sehingga dapat membantu ibu
secara maksimal?
b. Bila ibu melahirkan anak kedua dan selanjutnya, siapa yang mengurus
anak-anak lainnya selama ibu di tempat bersalin?
c. Siapa yang membantu ibu waktu awal pasca melahirkan? Tentu selain
suami, ibu memerlukan bantuan dari wanita lain yang paham
mengenai laktasi dan cara mengurus bayi.
d. Siapa yang membantu pekerjaan rumah tangga setelah ibu keluar dari
tempat bersalin?
e. Bila ibu kembali bekerja, siapa yang mengasuh bayi kelak? Apakah
diasuh oleh pengasuh di rumah atau dititipkan di tempat penitipan
anak?

3. Bernegosiasi dengan atasan dan rekan kerja.


Bagi ibu pekerja, ketika memasuki trimester ketiga, sebaiknya tanyakan
kepada departemen SDM mengenai kapan dimulainya cuti melahirkan dan
berapa lama cuti melahirkan (disesuaikan dengan peraturan kerja di tempat
kerja masing-masing. Umumnya, cuti melahirkan di Indonesia adalah 3
bulan).
Sosialisasikan pula kepada atasan ibu bahwa saat bekerja, ibu perlu
waktu (sebisa mungkin rutin 3 jam sekali) untuk memerah ASI. Bila tidak
bisa memerah rutin setiap 3 jam sekali, gunakan waktu memerah minimal 3
kali selama ibu di tempat kerja: saat ibu tiba di tempat kerja, saat istirahat,
dan sebelum pulang. Bicarakan pula dengan departemen SDM apakah ada
ruang memerah yang memadai, seperti tersedianya kursi yang nyaman
serta kulkas untuk menyimpan ASI perah.
Mintalah dukungan kepada rekan kerja ibu, terutama bagi ibu yang
bekerja sebagai front liner dengan jadwal kerja yang padat. Bila ada rekan
kerja di kantor yang sedang hamil dan menyusui, mereka bisa menjadi
kelompok yang saling mendukung dan menguatkan.

4. Pilihlah tempat bersalin yang mendukung pemberian ASI eksklusif.


Bicarakan hal ini dengan dokter kandungan atau bidan yang akan
menangani persalinan. Sebelum memasuki trimester ketiga kehamilan,
mulailah mencari informasi mengenai tempat bersalin yang mendukung
pelaksanaan IMD, mendukung pemberian ASI eksklusif (bebas dari promosi
susu formula), menyediakan rawat gabung dengan bayi pasca melahirkan,
memiliki konsultan laktasi/konselor menyusui, dan lain-lain.

5. Mempersiapkan Surat Permohonan Pelaksanaan Kelahiran dan Menyusui


(Birth Plan).
Mengajukan birth plan atau surat permohonan pelaksanaan kelahiran dan
menyusui bayi belum menjadi hal yang umum di Indonesia. Di beberapa
negara maju, seperti Amerika Serikat, Kanada, dan Inggris, para orangtua
yang cerdas dan kritis menyusun surat ini dan mendiskusikannya dengan
tenaga kesehatan yang akan membantu persalinan calon ibu.
Surat permohonan pelaksanaan kelahiran dan menyusui adalah dokumen
tertulis yang disusun oleh calon ibu/ayah sebelum ibu melahirkan yang
ditujukan kepada tim tenaga kesehatan dan berisi daftar keinginan ibu/ayah
mengenai pelaksanaan kelahiran dan menyusui bayi. Namun, ibu dan ayah
tidak dapat mengatur setiap detail proses persalinan sehingga mereka
harus bersikap fleksibel bila terjadi sesuatu hal di luar rencana.
Calon ibu beserta anggota keluarga sebaiknya mendiskusikan surat
permohonan pelaksanaan kelahiran dan menyusui ini dengan tim tenaga
kesehatan (dokter kandungan, bidan, dokter anak) minimal ketika
memasuki trimester ketiga kehamilan.
Komunikasikan kepada tim tenaga kesehatan bahwa surat ini diajukan
bukan karena calon orangtua tidak memercayai tim tenaga kesehatan yang
menangani calon ibu dan bayi. Beberapa rumah sakit atau tempat bersalin
di negara-negara maju telah menyediakan brosur/worksheet birth plan
yang menjelaskan kebijakan dan filosofi rumah sakit atau tempat bersalin
tentang persalinan dan menyusui serta pilihan-pilihan yang memungkinkan
bagi calon ibu.
Berikut ini beberapa daftar pertanyaan yang dapat didiskusikan dengan
tim tenaga kesehatan sebelum menyusun surat permohonan pelaksanaan
kelahiran dan menyusui.
a. Apa yang ibu harapkan selama persalinan?
Hal utama yang didiskusikan adalah tipe persalinan, apakah persalinan
normal atau SC (Sectio Caesarea). Bila harus menjalani persalinan SC,
tanyakan penyebabnya. Tanyakan pula tipe anestesi/bius yang akan
diterima. Bila ibu menjalani persalinan normal, tanyakan pilihan-
pilihan untuk mengurangi rasa sakit dan tindakan pemantauan janin.
Utarakan keinginan ibu tentang suasana saat persalinan, seperti siapa
yang hadir saat persalinan dan posisi persalinan yang nyaman dan
aman.
b. Apa yang ibu harapkan mengenai perawatan bayi setelah persalinan
(termasuk makanan/asupan pertama bayi)?
Beberapa hal yang dapat didiskusikan, antara lain memastikan kondisi
bayi baik dan sehat dengan APGAR Score yang baik, penundaan
pemotongan tali pusat, pelaksanaan IMD dengan benar sesuai
panduan, pemberian vitamin K, salep mata, imunisasi sesuai
rekomendasi IDAI, pelaksanaan beberapa tes kesehatan untuk bayi
baru lahir, pelaksanaan rawat gabung ibu dan bayi, menolak
pemberian asupan prelaktal (susu formula dan cairan lain) tanpa
indikasi medis, dan menolak pemberian dot dan empeng.
c. Apa yang calon ibu dan ayah harapkan bila hal-hal yang tidak
diinginkan terjadi?
Tentu tidak ada yang mengharapkan sesuatu yang buruk terjadi saat
persalinan dan pasca persalinan, tetapi mempersiapkan pengetahuan
tentang hal-hal di luar rencana sebelum surat permohonan
pelaksanaan kelahiran dan menyusui diajukan adalah hal yang sangat
baik. Hal-hal yang dapat terjadi, misalnya kelahiran preterm/prematur
(usia kehamilan kurang dari 37 minggu) dan komplikasi saat persalinan.
Untuk itu, pastikan tempat bersalin memiliki peralatan yang lengkap
dan tenaga kesehatan yang terlatih menangani hal-hal khusus tersebut
sehingga kematian ibu dan bayi dapat dicegah sedini mungkin. Ibu
perlu mengetahui sejak awal kehamilan, apakah kehamilan ibu
termasuk kategori risiko tinggi, misalnya karena usia ibu, status
kesehatan ibu, dan masalah-masalah selama kehamilan saat ini atau
kehamilan sebelumnya.
Susunlah surat permohonan pelaksanaan kelahiran dan menyusui secara
singkat, tetapi jelas, tidak lebih dari satu halaman. Bila telah didiskusikan
dengan tim tenaga kesehatan, kirimkan beberapa tembusan kepada dokter
kandungan, bidan, dokter anak, dan manajemen rumah sakit atau tempat
bersalin. Letakkan beberapa lembar copy di dalam tas persiapan
melahirkan dan tas suami, atau ditempel di rumah (misalnya di kulkas).
Siapkan juga kertas khusus berukuran ½ A4, bertuliskan bayi tidak
menerima botol dot dan empeng serta cairan lain tanpa indikasi medis dan
persetujuan orangtua. Kertas ini dapat ditempel di boks bayi.
Contoh Birth Plan

Tempat dan Tanggal ….

Kepada Yth
Direktur Medis .………………………….
RS/Tempat Bersalin …………………

Tembusan:
1. Dokter kandungan/ bidan
2. Penanggung jawab ruang melahirkan
3. Dokter spesialis anak

Perihal: Surat Permohonan Pelaksanaan Proses Kelahiran dan Menyusui


Bayi

Dengan hormat,
Sehubungan dengan niat kami untuk memercayakan proses kelahiran
buah hati kami pada Rumah Sakit/Tempat Bersalin ____________, dan
keinginan besar kami untuk memberikan yang terbaik bagi buah hati kami,
bersama surat ini kami mengajukan permohonan agar pertolongan
persalinan dan perawatan dilakukan sesuai panduan yang kami lampirkan
berikut ini.
1. Proses kelahiran normal spontan. Bila terdapat kondisi yang
menyebabkan saya tidak dapat melahirkan normal, segera
diskusikan dengan pihak keluarga termasuk pilihan anestesi/bius
yang akan diberikan.
2. Proses kelahiran didampingi suami atau pendamping dari pihak
keluarga bila memungkinkan.
3. Penundaan pemotongan tali pusat.
4. Proses IMD (Inisiasi Menyusu Dini) segera setelah bayi lahir, sesuai
panduan.
5. Pemberian vitamin K (injeksi) dan salep mata
profilaksis (Erythromycin) pada bayi setelah proses IMD selesai.
6. Pemberian imunisasi hepatitis B dalam waktu 12 jam kelahiran
dan imunisasi BCG serta polio sebelum bayi kami pulang.
7. Penyediaan rawat gabung 24 Jam.
8. Pemberian ASI eksklusif tanpa diselingi pemberian cairan apa pun
selain ASI selama berada di rumah sakit. Bila terdapat indikasi
medis bayi memerlukan asupan lain, tenaga kesehatan
mendiskusikan dahulu dan meminta persetujuan kami.
9. Bayi tidak diberikan empeng dan botol dot tanpa indikasi medis
dan persetujuan kami.
10.Saya (ibu) mendapatkan bantuan menyusui dari tenaga terlatih
seperti konselor menyusui meliputi bantuan dalam memosisikan
bayi dan memeriksa pelekatan yang baik serta teknik memerah
dengan tangan.
11. Pemeriksaan bilirubin bayi hanya dilakukan bila:
- bayi tampak kuning pada usia 24 jam pertama.
- bayi tampak sangat kuning dan atau kuning sangat progresif.
- ada kecurigaan hemolisis.
- bayi dicurigai sepsis.
12. Pemeriksaan lain pada bayi meliputi:
- tes pendengaran OAE (Otoacoustic Emissions)
- tes glukosa (bila saya menderita diabetes atau ada faktor-faktor risiko
lain)
- tes TSH (Thyroid Stimulating Hormone)
- tes G6PD (Glucose-6-Phosphate Dehydrogenase)
- pengukuran dan penimbangan berat badan, panjang badan, dan
lingkar
kepala bayi setiap hari secara akurat.
13. Segala rencana dan tindakan mohon dijelaskan dan didiskusikan serta
meminta persetujuan dari kami.
Kami menyadari sepenuhnya panduan tata laksana tersebut hanya
dapat dilakukan dalam kondisi tidak terjadi kegawatdaruratan secara
medis, baik pada saya (ibu) maupun calon bayi kami. Besar harapan kami
agar permohonan kami diperhatikan dan proses pertolongan persalinan
dan menyusui kami diberikan sesuai dengan panduan tersebut.

Atas perhatian dan kerja samanya, kami ucapkan terima kasih.

(Tempat, tanggal, tahun) ………………….

Pasien

(………………………..)
Calon ibu

(………………………..)
Calon ayah
Menyetujui
(……………………….)
Direktur medis RS/tempat bersalin

6. Mempersiapkan peralatan/kebutuhan menyusui pasca kelahiran


Selain mempersiapkan referensi atau ilmu pengetahuan tentang menyusui,
hal lain yang perlu dipersiapkan adalah peralatan/kebutuhan ibu dan bayi
agar kegiatan menyusui berjalan lancar disesuaikan dengan kemampuan
finansial keluarga, seperti berikut ini.

A. Kebutuhan ibu
Baju menyusui (misalnya yang memiliki ritsleting depan).
Apron menyusui.
Bra menyusui, yang sebaiknya dibeli 2 atau 3 minggu sebelum hari
perkiraan kelahiran. Sediakan pula stok yang ukurannya lebih besar 1
ukuran dibandingkan yang dibeli saat ini.
Persediaan pasca persalinan, seperti pembalut nifas. Meski umumnya
disediakan di tempat bersalin, tidak ada salahnya ibu juga memiliki
stok sendiri.
Breast pad (bantalan bra untuk menyerap ASI yang merembes).
Alat pompa (manual atau elektrik) bila diperlukan dan sebaiknya ibu
menguasai teknik memerah tanpa pompa (dengan tangan).
Wadah ASI perah.
Cooler bag/cooler box (tas/boks pendingin) untuk menyimpan ASI
perah.

B. Kebutuhan bayi
Baju bayi, slabber (kain pelindung di dada agar tumpahan
ASI/Pengganti ASI (PASI) tidak mengotori baju), sarung tangan, dan
kaus kaki. Sarung tangan dan kaus kaki bayi sebaiknya tidak dikenakan
ketika bayi sedang menyusu agar kontak kulit dengan kulit dapat
maksimal.
Popok bayi, baik popok kain atau popok sekali pakai.
Perlengkapan membersihkan buang air kecil dan buang air besar bayi,
seperti kapas. Bila menggunakan tisu basah, hindari yang
mengandung alkohol dan parfum karena berisiko mengiritasi kulit
bayi.
Baby oil untuk melakukan pijat bayi (lebih baik yang tidak
mengandung parfum).
Hindari pemakaian kosmetik-kosmetik bayi, seperti bedak bayi dan
parfum bayi.
Boks atau kasur bayi. Perhatikan keamanannya, pastikan sprei/alas
kasur bayi terikat kuat. Hindari meletakkan banyak selimut dan bantal
karena berisiko menutup muka bayi dan menyebabkan bayi sulit
bernapas.
Stroller (kereta bayi) bila diperlukan.
Gendongan, bisa berbentuk kain atau carrier (gendongan
depan/belakang).
Bantal menyusui. Biasanya diperlukan pada kelahiran kembar dua atau
tiga.
Car seat (tempat duduk bayi untuk di dalam mobil) bila diperlukan.
Termometer.
Perlengkapan MPASI.

Etiket Mengunjungi Bayi Baru Lahir


Tidak banyak orang yang menyadari etiket mengunjungi bayi dan ibu
yang baru melahirkan. Kadang mereka lupa atau malah mengabaikan
keadaan sang ibu. Perasaan dan kondisi ibu pasca melahirkan biasanya
campur aduk, mulai dari nyeri, lelah, kurang tidur, sensitif (moody), dan
perasaan lainnya yang dipengaruhi hormon-hormon pasca melahirkan.
Selain itu, ibu masih dalam keadaan belajar membangun rasa percaya
diri sebagai ibu baru, belajar menge–nali bayinya terutama belajar
menyusui dengan kondisi yang belum pulih. Kedatangan penjenguk
yang terlalu banyak membuat waktu istirahat dan waktu ibu
berinteraksi dengan bayi menjadi terganggu atau berkurang. Suami dan
keluarga terdekat ibu harus jeli membaca situasi apakah kondisi ibu
siap untuk menerima penjenguk. Bila kondisi ibu sedang tidak siap,
suami dan atau keluarga terdekat dapat menemani penjenguk yang
sudah telanjur datang.
Berikut ini beberapa etiket menjadi penjenguk/pengunjung yang baik.

Etiket #1: Tunggu sampai diundang


Sering kali kedatangan tamu yang belum (bukan tidak) diundang dapat
merepotkan atau menambah beban ibu. Apalagi, bila ibu hanya
ditemani suami. Jadi, sebelum berkunjung lebih baik kirimkan dulu
ucapan selamat dan atau doa melalui kartu, bunga, paket, email, SMS,
dan sejenisnya. Anda juga bisa menyatakan betapa senang Anda bila
diperbolehkan menjenguk. Setelah itu, tunggu sampai sang ibu
mengundang Anda.

Etiket #2: Jangan menjenguk jika Anda dalam keadaan sakit


Sangat penting untuk diingat bahwa sistem kekebalan tubuh bayi baru
lahir belum kuat dan rentan terkena penyakit. Jadi, bila Anda sakit saat
ingin menjenguk, batalkan! Atur jadwal berkunjung berikutnya. Juga
walau Anda sehat, pastikan saat Anda diperbolehkan
menggendong/memegang bayi, cuci tangan Anda terlebih dulu dan
pastikan baju Anda tidak berbau rokok.

Etiket #3: Membawa makanan


Sebelum berkunjung, tanyakan kepada ibu, makanan apa yang bisa
Anda bawa. Selain buah-buahan dan makanan ringan sehat, Anda juga
bisa membawa lauk-pauk matang yang sehat dan bergizi.

Etiket #4: Jangan membuat ibu/tuan rumah repot saat Anda bertamu
Ketika berkunjung, sebisa mungkin jangan merepotkan ibu/tuan rumah.
Anda bisa katakan di awal untuk tidak perlu repot menyediakan
minuman/makanan karena Anda telah membawa/menyiapkan sendiri
hidangan dari rumah untuk dicicipi bersama.

Etiket #5: Menolong ibu


Pasca melahirkan, biasanya ibu tidak punya waktu untuk melakukan
pekerjaan rumah tangga. Jadi bila Anda melihat tumpukan piring kotor,
tong sampah yang penuh, atau kotoran di lantai, tawarkan bantuan.
Jangan lupa tanyakan dulu jenis pekerjaan yang bisa Anda bantu.

Etiket #6: Tunggu sampai Anda diperbolehkan


memegang/menggendong bayi.
Jangan lupa untuk mencuci tangan Anda sebelum
menggendong/memegang bayi. Perhatikan pula keadaan bayi. Bila
sedang tidur, jangan diganggu.

Etiket #7: Paham kapan mengembalikan bayi ke ibu


Bila bayi mulai menunjukkan tanda-tanda rewel, jangan tunggu sampai
bayi menangis. Segera kembalikan kepada ibu karena bayi yang
menangis membuat situasi ibu semakin sulit. Selain itu, kepercayaan
diri ibu bisa jatuh bila ia tidak bisa menenangkan bayinya.

Etiket #8: Pastikan hanya mengatakan hal-hal yang baik/positif


Pujilah bayi dan ibu dengan tulus. Jangan coba memberi berbagai
nasihat, kecuali diminta oleh sang ibu. Biasanya, ibu yang melahirkan
masih merasa lelah. Bila terus-menerus menerima banyak masukan
(yang mungkin saling bertolak belakang) dapat membuat ibu menjadi
bingung, pusing, dan stres.
Bila Anda dimintai pendapat, perhatikan pilihan kata. Jangan
memberikan kata-kata yang menghakimi (walaupun ada tindakan ibu
yang salah). Berikan empati dengan tulus. Bila Anda tidak tahu jawaban
dari pertanyaan ibu, katakan dengan jujur dan katakan bahwa Anda
akan mencari tahu jawabannya atau mengarahkan kepada ahlinya.

Etiket #9: Jangan berharap terlalu banyak


Ketika kita datang, mungkin wajah ibu terlihat lelah, mengantuk, dan
moody. Cukup berikan ibu senyuman, empati mendengarkan, dan tidak
menghakimi. Saat berkunjung, berikan ibu waktu untuk menyusui
bayinya dan mengurus keperluan bayi lainnya. Jadi, bersabarlah
menunggu ibu sampai ibu kembali berbincang-bincang dengan Anda.
Sebaiknya, Anda juga tidak bertamu terlalu lama. Tanyakan apakah
ibu perlu beristirahat saat itu. Jadi, waktu yang ideal untuk bertamu
adalah sekitar satu jam, kecuali ibu meminta Anda untuk tinggal,
membantu, dan menemani ibu.

Etiket #10: Fokus tidak hanya pada bayi, tetapi juga ibu
Kebanyakan tamu lebih tertarik pada bayi dibandingkan ibu. Padahal,
sang ibu telah melewati masa panjang kehamilan, dilanjutkan proses
melahirkan yang melelahkan dan menyakitkan, ditambah lagi sibuk
mengurus bayi. Jadi, pastikan fokus Anda tidak hanya kepada bayi,
tetapi juga kepada ibu. Tanyakan bagaimana perasaan ibu, dengarkan
dengan empati, beri saran saat diminta, dan lain-lain. Selain itu, bila
Anda berkunjung pada kelahiran anak kedua dan seterusnya, berikan
juga perhatian kepada anak-anak ibu yang lain.

Etiket #11: Tidak bertanya hal-hal yang dapat menyinggung perasaan


ibu dan ayah
Berikut ini beberapa pertanyaan atau pernyataan yang sebaiknya
dihindari saat menjenguk ibu yang baru melahirkan.
1. “Apakah Anda cukup tidur?”
Tentu saja waktu tidur ibu yang baru melahirkan sangat kurang.
Jadi, menanyakan hal ini, walau tujuannya baik, bisa membuat ibu
yang lelah semakin tidak nyaman.
2. “Bagaimana keadaan istri Anda?”
Ini adalah pertanyaan untuk ayah. Alih-alih melontarkan
pertanyaan tersebut, Anda bisa mengubah pertanyaannya menjadi,
“Saya harap istri Anda segera pulih. Apa yang dapat saya bantu
agar Anda bisa memiliki lebih banyak waktu membantu istri
Anda?“
3. “Apakah bayi tidur nyenyak sepanjang malam?”
Tentu saja bayi baru lahir, karena masih belajar menyusu kepada
ibunya, tidak tidur nyenyak sepanjang malam, melainkan sering
minta menyusu tanpa memedulikan pagi atau malam. Di tambah
lagi, ukuran lambung bayi masih kecil dan ASI mudah dicerna
sehingga bayi sering menyusu, termasuk saat malam hari.
4. “Mengurus bayi itu mudah.”
Benarkah demikian? Banyak ibu dan ayah baru merasa
kebingungan saat bayi mereka rewel dan menangis. Jadi, hindari
pernyataan demikian.
5. “Kapan bayi dibawa bermain keluar rumah?”
Membawa bayi keluar rumah (selain pergi ke dokter/bidan) tentu
harus mempertimbangkan banyak hal, seperti cuaca, polusi udara
(asap rokok), penyakit yang sedang mewabah, dan keadaan sang
bayi. Jadi, membawa bayi keluar bukan hal yang sembarangan.
6. “Kapan punya adik lagi? Kapan rencana hamil lagi?”
Ketika ibu dan ayah baru sedang sibuk mengurus bayi yang baru
lahir, pertanyaan tersebut dapat membuat kesal. Mungkin
pertanyaan tersebut wajar diajukan ketika bayi sudah tumbuh
besar atau berusia lebih dari 2 tahun.

B. Posisi Menyusui
Menurut WHO, ada tiga prinsip dasar penting yang memengaruhi
keberhasilan ibu dalam menyusui, yaitu sebagai berikut.
1. Teknik menyusui (posisi dan pelekatan/latch-on) yang tepat.
2. Menyusui kapan pun bayi menginginkannya (untuk bayi lahir sehat dan
cukup bulan). Hal ini dilaksanakan setelah ibu lancar menyusui dan bayi
lancar menyusu. Untuk bayi yang baru lahir, upayakan ibu menyusui 8
hingga 12 kali dalam 24 jam.
3. Ibu yang percaya diri.
Para ibu dan calon ibu perlu mendapatkan kesempatan mempelajari teknik-
teknik menyusui sehingga pada saatnya (pasca melahirkan), ibu dapat
memilih mana yang terbaik atau paling nyaman untuk bayi dan ibu. Posisi
dan pelekatan yang baik juga merupakan faktor utama dalam mencegah
berbagai masalah menyusui, seperti puting nyeri, lecet hingga pecah-
pecah, dan berdarah.
Bagi ibu yang baru melahirkan, apalagi anak pertama, persiapan sebelum
menyusui adalah hal yang penting. Perhatikan situasi di tempat ibu
menyusui, apakah nyaman? Apakah ibu sudah duduk/berbaring dengan
nyaman dan rileks? Apakah penyangga leher, punggung, pinggang, seperti
bantal/guling sudah tersedia? Bila ibu menyusui dengan posisi duduk,
apakah kaki ibu menggantung atau menapak pada lantai/bangku kecil?
Apakah posisi lutut ibu lebih tinggi dari pinggul ibu? Karena bila posisi lutut
ibu lebih rendah dari pinggul, ibu perlu memajukan badan dan bersandar
pada badan bayi. Hal ini akan melelahkan ibu dan membuat ibu dan bayi
tidak nyaman.
Pada masa awal kelahiran bayi, beberapa ibu perlu menopang
payudaranya dengan tangan, terutama bagi ibu yang memiliki payudara
besar. Hal yang perlu diperhatikan adalah tidak menopang/memegang
payudara terlalu dekat dengan puting. Usahakan menopang payudara di
luar areola (area gelap sekitar puting). Bentuklah jari tangan ibu
membentuk huruf C atau U, dan tidak disarankan menopang dengan dua
jari (jari telunjuk dan jari tengah) berbentuk gunting karena akan
menghambat aliran ASI dan menghalangi bayi menyusu dengan nyaman.
Setelah ibu menopang payudara beberapa saat dan bayi sudah menyusu
dengan nyaman, ibu dapat melepaskan topangan agar dapat menyusui
lebih santai dan nyaman.
Menopang payudara membentuk huruf C (C-Hold)
Menopang payudara membentuk huruf U (U-Hold)
Menopang payudara membentuk gunting
(Scissor-Hold) tidak dianjurkan karena dapat
menghambat aliran ASI

Setelah mengetahui cara menopang payudara dengan baik, selanjutnya ibu


perlu mempelajari posisi menyusui yang baik, sesuai panduan berikut ini.
1. Kepala dan tubuh bayi berada dalam satu garis lurus.
2. Seluruh badan bayi ditopang, terutama kepala, leher, dan punggung.
3. Pegang bayi dekat dengan badan ibu agar proses kontak kulit ibu
dengan kulit bayi dapat dimulai.
4. Dekatkan bayi ke payudara dengan hidung bayi menghadap puting.
5. Tataplah bayi dengan penuh cinta. Berikan sepenuhnya perhatian ibu
pada bayi sejak mulai menyusui.
Berikut ini beberapa posisi menyusui yang umum dipilih para ibu.
1. Posisi mendekap (cradle position)

Posisi mendekap

Posisi ini umum digunakan setelah beberapa minggu kelahiran bayi.


Posisi ini memberikan ibu keleluasaan dalam mengontrol posisi badan
ibu dan bayi.
2. Posisi mendekap silang (cross-cradle position)
Posisi mendekap silang

Posisi ini merupakan variasi dari posisi mendekap.


3. Posisi pencengkeram/sepak bola (clutch/football position)

Posisi pencengkeram/sepak bola


Posisi ini dapat dipilih oleh ibu yang melahirkan via SC (Sectio
Caesarea) untuk mengurangi sentuhan dengan luka operasi (insisi).
4. Posisi berbaring miring (side-lying position)

Posisi berbaring miring

Posisi ini sering digunakan terutama saat menyusui pada malam hari
atau saat ibu lelah dan ingin beristirahat.
5. Posisi bayi telungkup di atas badan ibu (laid-back breastfeeding
position)
Posisi bayi telungkup di atas badan ibu

Posisi ini sering disebut juga posisi IMD, bisa digunakan terutama pada
awal kelahiran atau saat ibu sedang bermasalah dengan pelekatan.
Gravitasi membuat badan bayi menempel erat dengan badan ibu.
Posisi ini juga bermanfaat bagi ibu yang memiliki payudara besar, juga
pada kasus hiperlaktasi/refleks pengeluaran ASI yang kuat (forceful
LDR).
Bila ibu menjalani persalinan via SC, posisi menyusui ini dapat dipilih
agar luka operasi tidak tergesek badan bayi. Posisikan badan bayi
secara horizontal/kaki menghadap keluar badan ibu.
6. Dancer hold position
Posisi ini merupakan variasi dari menopang payudara membentuk
huruf U (U-hold) yang berguna bagi bayi preterm/prematur, penderita
bibir/langit-langit sumbing, dan bayi yang bermasalah dengan
perkembangan otot. Otot lemah membuat bayi sulit mempertahankan
rahang saat menyusu (mengisap). Teknik ini diambil dari nama bidan
Amerika Serikat, Sarah Danner dan dokter bernama Edward Cerutti.
Dengan posisi dancer hold, ibu membantu bayi tetap
mempertahankan posisi rahangnya dan mengurangi rongga di dalam
mulutnya saat menyusu sehingga bayi lebih mudah mengisap
payudara.
Tahap-tahap melakukan posisi dancer hold adalah sebagai berikut.
1. Sangga payudara ibu seperti menopang payudara membentuk huruf U
(ibu jari pada satu sisi dan keempat jari pada sisi yang lain).
2. Majukan posisi jari sehingga telapak tangan ibu menyangga payudara
bersama jari tengah, jari manis, dan kelingking.
3. Jari telunjuk dan jempol bebas tidak menyangga payudara dengan
posisi di depan puting ibu.

Dancer hold

4. Ketika bayi melekat pada payudara, bengkokkan jari telunjuk dan


jempol.
5. Gunakan jari telunjuk untuk menekan lembut pipi bayi pada satu sisi
dan jempol menekan sisi pipi yang lainnya.

Ibu menekan lembut pipi bayi

6. Pertahankan posisi ini selama bayi menyusu.


Namun, posisi apa pun yang ibu dan bayi pilih, tidak ada jawaban
benar dan salah. Hal yang utama adalah kenyamanan bayi dan ibu.

Biarkan Tangan Bayi


Menyentuh Badan/Payudara Ibu
Zaman dulu, membedong bayi dengan ketat, bahkan saat bayi
menyusu adalah hal yang umum. Namun, beberapa penelitian terbaru
mengenai laktasi menemukan bahwa kontak kulit dengan kulit antara
ibu dan bayi serta membiarkan tangan bayi bebas menyentuh badan
dan payudara ibu memberi banyak manfaat. Jadi, biarkan tangan bayi
bebas bergerak menyentuh badan atau payudara ibu.

Sumber: Hansa D. Bhargava, MD - WebMD

Bayi memegang payudara ibu

Secara umum, bayi menggunakan tangan dan jari-jarinya saat


menyusu untuk:
menenangkan dan menstabilkan dirinya sendiri,
berkomunikasi dengan ibu atau pengasuh,
menemukan payudara ibu dan bergerak menuju payudara ibu,
membentuk puting dan payudara ibu agar bayi lebih mudah
melekat dan mengisap, dan
menstimulasi aliran ASI.
Apa pun posisi menyusui yang dipilih ibu, bayi akan menyesuaikan
gerakan tangannya agar mendapatkan pelekatan yang baik. Ketika jari-
jari bayi me–nemukan puting dan bayi sudah melekat dengan baik,
otomatis bayi akan melemaskan tangan/jari-jarinya atau bahkan
memindahkan tangannya. Berdasarkan penelitian, bayi akan banyak
menggunakan tangannya hingga berusia 3–4 bulan. Hal ini merupakan
proses alami dan bawaan sejak lahir agar bayi lebih mudah dalam
belajar menyusu.

C. Pelekatan Menyusui (Latch-On)


Agar mendapatkan ASI dari payudara, bayi harus melekat. Semakin baik
bayi melekat, semakin mudah bayi mendapatkan ASI. Ibu pun akan
terhindar dari nyeri puting dan masalah payudara lainnya.
Bagaimanakah pelekatan yang baik? Berikut ini adalah kriterianya.
1. Areola bagian bawah masuk ke dalam mulut bayi, sedangkan areola
bagian atas lebih banyak terlihat dibanding areola bawah. Bagi ibu
yang memiliki areola kecil, ketika bayi memasukkan payudara dengan
baik, areola bisa tidak terlihat sama sekali.
2. Mulut bayi terbuka lebar.
3. Bibir bawah terputar keluar.
4. Dagu menempel pada payudara.

Sumber: The Pump Station & Nurtury

Tahapan bayi melekat pada payudara ibu

Agar bayi membuka mulutnya dengan lebar, ibu dapat menggelitik hidung,
mulut, atau dagu bayi dengan payudara/puting sebagai rangsangan. Ketika
bayi sudah melekat pada payudara, tetapi ibu atau bayi tidak merasa
nyaman, ibu dapat melepaskan isapan bayi dengan menekan pelan sambil
menarik dagu bayi ke bawah. Bisa juga dengan memasukkan sedikit
kelingking ibu ke ujung bibir bayi. Setelah bayi melepas payudara, proses
pelekatan dapat diulang kembali.
Berikut ini adalah tanda-tanda bayi menyusu dengan efektif.
1. Bayi mengubah pola isapannya, dari pola isapan pendek-pendek
menjadi isapan yang lebih pelan dan dalam.
2. Ibu dapat merasakan refleks pengeluaran ASI (ASI mengalir keluar dari
payudara).
3. Pipi bayi menggembung, tidak mengerut.
4. Telinga bayi bergerak-gerak, menandakan bayi mengisap dengan kuat
menggunakan rahang bagian bawah dan otot-otot di depan telinga
bayi.
5. Tidak terdengar suara klik atau hentakan ketika bayi mengisap yang
menandakan posisi lidah bayi sudah baik.
6. Suara menelan kadang terdengar jelas setelah satu atau dua isapan
setelah terjadi refleks pengeluaran ASI. Untuk bayi baru lahir pada hari
pertama pasca kelahiran, umumnya bayi mengisap 5–10 kali sebelum
menelan.
7. Bayi tidak melepas payudara sebentar-sebentar.
8. ASI tidak mengalir keluar dari mulut bayi.
9. Payudara ibu melembut selama proses menyusui.
10. Puting ibu tidak nyeri, tidak berubah bentuk seperti tertekan, serta
tidak pucat ketika dilepas bayi.
11. Bayi tampak puas dan bahagia.
12. Tanda-tanda kecukupan ASI bayi terpenuhi.

Para ibu perlu mengetahui bahwa menyusui tidak menyakitkan, baik bagi
bayi maupun ibu. Berikut ini dua pertanyaan utama untuk menilai posisi dan
pelekatan yang baik.
1. Apakah bayi menyusu dengan efektif?
2. Apakah bayi dan ibu merasa nyaman?

Bila bayi mendapatkan ASI dengan baik, tanda-tanda kecukupan ASI-nya


terpenuhi, dan ibu tidak merasakan nyeri, posisi dan pelekatan sudah
baik/tepat.

D. Teknik Menyusui
Beberapa teknik menyusui sederhana berikut ini dapat membantu ibu
mencapai kelancaran menyusui dan atau memerah ASI.

1. Pemijatan payudara (breast massage)


Pijat payudara bila dilakukan sebelum menyusui/memerah dapat
membantu terjadinya refleks pengeluaran ASI. Selama payudara dipijat,
hormon oksitosin yang berfungsi mengeluarkan ASI akan meningkat dan
terjaga tinggi. Pijat payudara juga sangat penting dilakukan oleh para ibu
yang menjalani program relaktasi dan induksi laktasi yang dikombinasikan
dengan teknik relaksasi, seperti menarik napas dalam dan panjang serta
dibantu dengan rangsangan visual dan audio. Pijat payudara juga berguna
untuk mencegah beberapa masalah yang berhubungan dengan payudara,
seperti payudara bengkak, sumbatan payudara, dan mastitis. Memijat
payudara saat memerah membantu pengosongan payudara menjadi lebih
baik.
Pada kasus bayi yang tidak sabar dengan aliran ASI yang pelan, atau bayi
yang cepat sekali tertidur saat mulai menyusui, pijat payudara adalah
tindakan yang diperlukan. Berdasarkan penelitian, pijat payudara juga
meningkatkan kandungan lemak dalam setiap sesi menyusui/memerah
yang berguna untuk kenaikan berat badan bayi.

Persiapan sebelum memijat payudara


1. Hangatkan tangan, bisa dengan mencuci tangan dengan air hangat.
2. Pilih tempat yang nyaman dan sepi.
3. Pilih tempat duduk/kasur yang nyaman.
4. Hindari pengolesan berbagai minyak pada payudara karena dapat
tertelan bayi dan menyebabkan bayi menolak menyusu.
5. Untuk melembapkan payudara dan membantu kelancaran
pengeluaran ASI, ibu dapat mengompres payudara dengan handuk
hangat atau mandi shower air hangat.

Langkah-langkah memijat payudara


1. Setelah ibu duduk dengan nyaman, goyang-goyangkan payudara
dengan lembut dengan kedua tangan sebelum mulai memijat.
2. Bila ibu memiliki payudara besar, tangan ibu dapat menopang
payudara bagian bawah dan tangan yang lain melakukan pijatan.
3. Mulailah dari dada/ujung atas payudara. Dengan menggunakan
telapak tangan, tekan lembut dan buatlah pijatan melingkar dari dada
menuju puting. Fokuskan pada area tempat saluran ASI berkembang
dengan baik, salah satunya di bawah payudara, di area bawah ketiak,
atau di area tempat terjadi gumpalan ASI.
Pijat payudara

4. Selain melingkar, variasikan gerakan memijat, yaitu lurus dengan arah


dari dinding dada menuju puting.

Variasi gerakan memijat payudara

Teknik memijat payudara juga dapat dilakukan ketika sedang menyusui


bayi yang hanya menempel pada payudara tanpa mengisap dan
menelan atau untuk bayi yang setelah melakukan beberapa isapan
langsung tertidur. Dengan memijat dan atau menekan payudara, aliran
ASI akan deras dan memicu bayi untuk mengisap kembali.

2. Penekanan payudara (breast compression)


Pada prinsipnya, penekanan payudara mirip dengan pijat payudara.
Bedanya, penekanan payudara lebih fokus pada menekan payudara saat
bayi sudah melekat, untuk mengeluarkan ASI langsung ke mulut bayi (atau
bila sedang memerah, diarahkan ke wadah ASI perah). Teknik ini
dipopulerkan oleh ahli laktasi dunia dan dokter anak di Kanada, yaitu dr.
Jack Newman. Teknik ini juga dapat memicu refleks pengeluaran ASI.
Penekanan payudara tidak perlu rutin dilakukan bila tidak ada masalah
seperti kasus-kasus berikut ini.
Kenaikan berat badan bayi yang tidak baik.
Kolik (bayi terus-menerus menangis dan sulit ditenangkan).
Menyusu sebentar-sebentar atau menyusu terlalu lama saat bayi
hanya menempel pada payudara tanpa mengisap dan menelan.
Bayi yang baru mengisap sebentar, lalu tertidur.
Ibu mengalami nyeri puting.

Langkah-langkah menekan payudara


Pegang bayi dengan satu lengan.
Lakukan teknik menopang payudara membentuk huruf C (jempol di
sisi atas payudara, tidak terlalu dekat dengan areola, sementara
keempat jari lainnya di sisi bawah payudara, dekat dengan dinding
dada ibu).
Menekan payudara

Perhatikan bagaimana bayi menyusu. Ketika bayi hanya menempel


pada payudara tanpa mengisap dan menelan atau tertidur, ibu dapat
menekan payudara dan menahannya. Jangan menekan terlalu keras
dan menyakitkan, juga jangan mengubah bentuk areola.
Lepaskan tekanan bila bayi berhenti mengisap, lalu lihat reaksi bayi.
Alasan melepaskan tekanan adalah mengistirahatkan tangan ibu dan
membiarkan ASI mulai mengalir.
Bila bayi tetap tidak menyusu dengan efektif, ibu dapat melepaskan
bayi dari payudara, lalu ulangi lagi pelekatan dan penekanan payudara.
Pembentukan payudara menyerupai roti lapis/sandwich (breast
sandwich)
Teknik ini dapat digunakan untuk bayi yang mengalami kesulitan melekat
dengan dalam. Teknik ini membantu bayi memasukkan bagian payudara
lebih banyak. Teknik ini juga dapat digunakan untuk ibu yang mengalami
pembengkakan payudara.

Langkah-langkah pembentukan payudara menyerupai roti lapis/sandwich


Lakukan teknik menopang payudara membentuk huruf C sedikit di
area luar areola. Gunakan hanya jari jempol dan jari telunjuk. Letakkan
jempol di bagian atas dekat areola dan telunjuk di bagian bawah dekat
areola.
Tekan seperti memerah payudara sehingga payudara berbentuk
seperti sandwich/roti lapis. Dengan bentuk payudara seperti ini, rahang
bawah bayi akan lebih mudah mendapatkan payudara. Usahakan
bentuk sandwich yang ditekan oleh jari ibu kira-kira sama dengan
mulut bayi yang berbentuk oval (melebar di kedua ujung mulut bayi
dan menyempit di bagian mulut atas dan bawah). Perhatikan agar
kedua jari ibu tidak sampai mengganggu mulut bayi untuk melekat.
Ibu dapat melepas bentuk sandwich ini setelah bayi melekat dengan
baik dan menyusu dengan lancar.
Sumber : The Breastfeeding Atlas

Pembentukan payudara
menyerupai roti lapis/sandwich

E. Tanda-Tanda Kecukupan ASI


Berapa pun tetes kolostrum yang keluar, segera berikan kepada bayi.
Jumlah kolostrum yang keluar relatif sedikit, hanya berkisar 1 sdt (5 ml) dan
maksimal sekitar 2,8 sdt (13,72 ml) dalam satu sesi menyusui/memerah,
dengan total rata-rata per hari 7,4 sdt (36,23 ml). Jumlah ini cukup untuk
lambung bayi yang masih kecil. Berikut ini adalah ilustrasi perbandingan
kapasitas lambung bayi dengan beberapa benda.
Sumber: Babies First Lactation.

Perbandingan kapasitas lambung bayi dengan beberapa benda.

Pada awal kelahiran bayi sampai proses menyusui lancar, ibu disarankan
untuk menyusui bayi sebanyak 8–12 kali dalam 24 jam. Rata-rata durasi
menyusui bervariasi. Hal penting yang perlu diperhatikan adalah
keefisienan bayi dalam menyusu. Biasanya, bayi menyusu sekitar 20 menit
pada tiap payudara. Bila bayi semakin besar dan menyusu semakin efektif,
durasi menyusu lebih pendek sekitar 10 menit atau lebih cepat. Perhatikan
pula bila bayi menyusu sangat lama (misalnya 1 jam) di mana bayi tidak
menyusu, tetapi hanya menempel di payudara tanpa mengisap dan
menelan.
Banyak ibu khawatir apakah sudah memberikan cukup ASI karena tanda-
tanda kecukupan ASI tidak bisa diukur dari banyak-sedikitnya ASI yang
diberikan langsung lewat menyusui. Namun, kekhawatiran itu dapat diatasi
bila tanda-tanda kecukupan ASI selalu dipantau dan terpenuhi. Ahli-ahli
laktasi telah merumuskan tanda-tanda kecukupan ASI yang secara garis
besar meliputi hal berikut.
1. Frekuensi buang air kecil (BAK) per hari
Frekuensi BAK untuk bayi baru lahir bertambah 1 kali setiap hari, yaitu
hari pertama 1 kali, hari kedua 2 kali, dan seterusnya, sampai volume
produksi ASI mulai bertambah yang berdasarkan penelitian (Lawrence
dan Lawrence 1999) terjadi pada 72–96 jam pasca kelahiran. Jadi, bisa
diperkirakan mulai dari hari keempat dan seterusnya, frekuensi BAK
per hari paling sedikit 6 kali sehari (International Lactation Consultant
Association, 2005).
Upayakan bayi memakai popok kain agar BAK bayi mudah
terdeteksi sehingga perhitungan frekuensi BAK lebih akurat. Juga
secara umum, BAK yang dihitung adalah BAK yang kuantitasnya
normal, minimal 3 sdm (45 ml) per BAK. Untuk bayi yang lebih besar
(usia lebih dari 6 minggu), kadang frekuensi BAK kurang dari 6 kali
(misalnya 5 kali per hari, tetapi kuantitas bertambah: 4–6 sdm [60–90
ml] per BAK). Hal ini masih dianggap normal, walau lebih aman bila
frekuensi BAK minimal 6 kali per hari.
Perhatikan pula warna BAK bayi. Warna BAK yang baik adalah
kuning cerah. Bila BAK berwarna kuning pekat atau cokelat (seperti jus
apel) dan frekuensi BAK kurang dari 6 kali per hari, kemungkinan besar
bayi mengalami dehidrasi atau kekurangan ASI. Juga bila ditemukan
darah pada BAK, segera konsultasikan ke dokter anak untuk
menyingkirkan kemungkinan penyakit ISK (Infeksi Saluran Kemih) atau
penyebab lainnya.
2. Pola buang air besar (BAB)
Pola BAB bayi/anak ASI eksklusif sangat bervariasi. Pada hari pertama,
BAB bayi akan berwarna hitam atau hijau gelap dan pekat. Hal ini
normal karena bayi sedang mengeluarkan mekonium pertama dan
diharapkan keluar dalam 24 jam. Bila setelah 24 jam bayi tidak
mengeluarkan mekonium, dokter anak perlu memeriksa dengan detail
penyebabnya karena dapat berhubungan dengan kelainan pencernaan
bayi, seperti penyakit hirschprung.
Bila suplai ASI mulai lancar sekitar 4 hari pasca kelahiran, BAB
berangsur-angsur berubah warna menjadi kuning (kadang berupa
cairan kuning dengan biji-biji kecil), atau kuning kehijauan. Waspadai
bila BAB berwarna putih seperti dempul dan juga bila BAB bercampur
darah. Segera periksakan ke dokter.
BAB bayi sampai usia sebulan biasanya lebih dari 3 kali per hari sejak
hari keempat pasca kelahiran dengan warna kuning (The Academy of
Breastfeeding Medicine, 2007). Bahkan, ada bayi yang langsung BAB
pasca menyusui dan hal ini normal. Hal yang perlu diperhatikan adalah
apakah BAB bayi masih berampas atau hanya cairan. Bila bayi BAB
lebih dari 3 kali per hari dan hanya berupa cairan dengan jumlah yang
banyak tiap BAB, ditambah frekuensi BAK kurang dari 6 kali per hari
dan perilaku bayi rewel dan demam, konsultasikan ke dokter mengenai
kemungkinan bayi menderita diare dan mencegah bayi mengalami
dehidrasi. Setelah bayi berusia 1 atau 2 bulan, biasanya frekuensi BAB
bayi berkurang, malah kadang bayi tidak BAB setiap hari. Hal yang
perlu diperhatikan adalah apakah perut bayi kembung dan keras serta
perilaku bayi rewel.
3. Pertumbuhan bayi
Bila berat badan bayi beberapa hari pasca kelahiran turun hingga 7%
dari berat badan lahir, ibu tidak usah khawatir. Bila ibu menerima
cairan intravena/infus berlebihan saat proses melahirkan, bayi dapat
kehilangan berat badan lebih banyak pada hari awal kelahiran. Bila
proses menyusui berjalan dengan baik dan bayi secara umum sehat,
pertumbuhan berat badan bayi akan naik sejak hari keempat/kelima
dan pada usia 10–14 hari berat badan bayi akan sama dengan berat
badan ketika lahir. Bila berat badan bayi setelah hari ketiga pasca
kelahiran terus menurun tajam, segera evaluasikan penyebabnya dan
atasi.
Ibu juga sebaiknya rajin mencatat dan memasukkan data-data berat
badan bayi ke kurva pertumbuhan/growth chart WHO.Umumnya,
kenaikan berat badan bayi per minggu pada usia 0–4 bulan adalah
sekitar 155–241 gram. Pada usia 4–6 bulan, kenaikan berat badan bayi
per minggu adalah sekitar 92–126 gram. Pada usia 6–12 bulan,
kenaikan berat badan bayi per minggu sekitar 50–80 gram.
Waspadai dan segera diskusikan dengan dokter anak dan konsultan
laktasi bila kurva pertumbuhan bayi mendatar atau bahkan menurun.
Jangan tunggu sampai kurva pertumbuhan terus menurun melewati
dua garis persentil karena bayi dapat mengalami gagal tumbuh.
4. Perilaku bayi
Pasca menyusui, payudara ibu menjadi lebih lembut. Bayi pun tampak
puas, kenyang, tidak rewel, tidur dengan nyenyak, serta aktif dan siaga
pada saat bangun.
5. Perkembangan bayi
Perkembangan bayi harus memenuhi tahapan perkembangan bayi
berdasarkan usia secara umum. Biasanya tahapan perkembangan ini
terlihat di KMS (buku kesehatan anak) atau bisa melalui pengecekan
Skor KPSP (Kuesioner Pra Skrining Perkembangan) berdasarkan usia.
Bila tanda-tanda kecukupan ASI tidak terpenuhi dan bayi sudah
mulai mengalami dehidrasi, segera konsultasikan dengan dokter dan
ahli laktasi, apakah bayi perlu segera mendapatkan suplementasi
sambil ibu terus melakukan perbaikan manajemen laktasi, seperti
relaktasi.
F. Kurva Pertumbuhan Bayi (Growth Chart)

“Bayiku kok tidak semontok bayi yang lain?”


“Dokter dan bidan tidak pernah mengisi KMS bayiku.”

Itulah beberapa contoh pertanyaan atau pernyataan yang sering


dilontarkan para ibu. Sebenarnya, ibu dan ayah adalah dokter anak yang
pertama dan utama bagi anak-anaknya. Memiliki anak berarti memiliki
tanggung jawab yang besar, termasuk mengupayakan yang terbaik agar
anak tetap sehat. Sehat bukan hanya berarti tidak sakit, tetapi juga tumbuh
dan berkembang dengan baik. Pemikiran yang tidak tepat adalah
menyerahkan seluruh urusan kesehatan anak kepada para tenaga
kesehatan (dokter, bidan, dan perawat) dan salah satu tanggung jawab ibu
adalah memahami cara mengisi dan membaca kurva pertumbuhan (growth
chart) anak sejak lahir.
Pertumbuhan adalah bertambahnya ukuran fisik dan struktur tubuh.
Kurva pertumbuhan merupakan salah satu alat untuk menilai atau
mengevaluasi pertumbuhan anak, dikombinasikan dengan status
kesehatan anak dan asupan yang diterimanya sejak lahir. Untuk menyusun
kurva pertumbuhan, ibu perlu menimbang berat badan bayi atau anak dan
mengukur panjang atau tinggi badan serta lingkar kepala bayi atau anak.
Hal itu bisa dilakukan saat ibu berkunjung ke dokter atau bidan, baik untuk
mengimunisasi bayi maupun melakukan kontrol rutin.
Saat menimbang berat badan, perhatikan beberapa hal berikut ini.
1. Gunakan timbangan yang sama dalam setiap kali penimbangan.
2. Pastikan timbangan yang digunakan terkalibrasi dengan baik.
3. Pastikan popok bayi bersih (popok yang penuh dapat menambah berat
badan, terutama untuk bayi baru lahir).
4. Pakaikan bayi baju yang tipis atau telanjang bila memungkinkan,
selama penimbangan.
Saat mengukur panjang/tinggi badan, perhatikan beberapa hal berikut
ini.
1. Pastikan badan bayi lurus, terutama kaki.
2. Pastikan bayi dalam posisi tidur saat diukur.
3. Pastikan bayi tidak memakai sepatu (telanjang kaki).
Pengukuran lingkar kepala juga penting karena ukuran tengkorak kepala
bayi merefleksikan perkembangan otak bayi. Jadi, bila otak bayi tidak
tumbuh dan berkembang dengan normal, lingkar kepala bayi tidak
bertambah sesuai pertumbuhan normalnya. Di sisi lain, bila lingkar kepala
bertumbuh sangat cepat, dapat menjadi tanda suatu penyakit seperti
hidrosefalus. Untuk mengukur lingkar kepala bayi, dokter anak/bidan atau
perawat akan melingkarkan tali pengukur di sekeliling kepala bayi di daerah
bagian kepala bayi terbesar, yaitu tepat di atas telinga dan di atas alis bayi.
Setelah didapat data berat dan tinggi badan bayi, masukkan data
tersebut ke dalam kurva pertumbuhan. Kurva pertumbuhan ada beberapa
macam, yaitu kurva pertumbuhan WHO dan kurva pertumbuhan CDC.
Kurva pertumbuhan WHO lebih sering digunakan dan dianggap lebih
mewakili karena sampel yang dijadikan dasar pembuatan kurva
pertumbuhan WHO 2005 adalah bayi-bayi yang mendapatkan ASI dari
enam negara (Brazil, Ghana, India, Norwegia, Oman, dan Amerika Serikat).
Kurva pertumbuhan anak laki-laki dan perempuan juga berbeda. Jadi,
pastikan memasukkan data pada kurva yang sesuai dengan jenis kelamin
anak. Ada juga kurva pertumbuhan yang menyatukan Berat badan (BB) dan
Tinggi badan (TB) dalam satu halaman, dan ada juga yang terpisah. Silakan
memilih dan menggunakannya sesuai kebutuhan. Kadang untuk
menganalisis berat badan saja (untuk bayi baru lahir) akan lebih mudah bila
ibu memasukkan data (plotting) dan membaca atau menginterpretasi
hasilnya di kurva pertumbuhan berat badan saja, seperti contoh di bawah
ini. Diskusikan dengan dokter anak mengenai kurva pertumbuhan sejak
bayi.
Kurva pertumbuhan berat badan vs. usia anak menurut WHO

Banyak penyebab potensial yang menyebabkan bayi tumbuh tidak


optimal hingga gagal tumbuh, antara lain bayi tidak mendapat asupan ASI
yang cukup, posisi dan pelekatan yang tidak tepat, serta pembatasan
pemberian ASI (baik melalui menyusu langsung atau melalui pemberian ASI
perah). Kemungkinan lainnya adalah bayi menderita suatu penyakit, seperti
kuning/jaundice sehingga membuat bayi malas menyusu dan lebih banyak
tidur, atau bayi menderita penyakit yang berat, seperti PJB (Penyakit
Jantung Bawaan).
Selain kurva pertumbuhan untuk bayi lahir cukup bulan, terdapat pula
kurva pertumbuhan untuk bayi prematur yang dikembangkan secara
khusus, salah satunya adalah Fenton Growth Chart. Kurva ini menggunakan
usia kehamilan, mulai dari usia kehamilan 22 minggu hingga 50 minggu.
Setelah 50 minggu, dapat dilanjutkan menggunakan kurva pertumbuhan
WHO dengan menggunakan usia koreksi, bukan usia kronologis bayi.
Kurva pertumbuhan Fenton untuk bayi preterm/prematur

Bagi sebagian besar bayi prematur, usia koreksi sebaiknya digunakan


hingga mencapai 2 tahun. Untuk bayi prematur yang lahir dengan kondisi
berat badan sangat rendah (kurang dari 1.000 gram), usia koreksi digunakan
hingga mencapai usia 3 tahun. Bila pertumbuhan bayi sangat baik sebelum
usia 24–36 bulan, dapat digunakan usia kronologis, bukan lagi usia koreksi.

G. Menyusui Pada Malam Hari


Tidur adalah sesuatu yang manusia butuhkan. Umumnya, ibu yang baru
melahirkan kekurangan waktu tidur dan tidurnya kurang nyenyak. Hal yang
umum pula bila ibu khawatir bayi mereka tidak tidur dalam jangka waktu
yang panjang pada malam hari. Kemudian berbagai saran diberikan kepada
ibu, seperti jangan susui bayi pada malam hari, berikan susu formula atau
makanan pendamping ASI (MPASI) dini, atau biarkan bayi menangis hingga
lelah agar dapat tertidur. Padahal, berbagai penelitian menyatakan
menyusui pada malam hari bermanfaat bagi bayi dan juga ibu.

Penyebab umum bayi terbangun dan menyusu pada malam hari


Setiap bayi itu unik sehingga pola tidur bayi tidak bisa disamaratakan.
Setelah bayi melewati masa baru lahir atau sudah berusia lebih dari 1 bulan,
bayi biasanya sudah menemukan pola tidurnya (tidur malam lebih panjang).
Kemudian pada suatu waktu, bayi mulai sering terbangun lagi pada malam
hari. Berikut ini beberapa penyebabnya.
Bayi ingin menghabiskan waktu lebih banyak bersama ibu (misalnya
karena pada pagi hingga sore atau malam hari ibu bekerja di luar
rumah). Hal itu wajar karena bayi yang menghadapi dunia barunya
setelah keluar dari rahim ingin terus bersama ibunya. Bila dilihat dari
“kacamata” bayi, payudara ibu adalah surga karena menyediakan
semua yang bayi butuhkan, yaitu makanan, minuman, kenyamanan,
keamanan, kedekatan, kasih sayang, dan jalan peralihan bagi bayi
menghadapi dunia barunya.
Bayi hanya sedikit mengonsumsi ASI perah. Bayi lebih banyak
menyusu langsung pada ibunya pada malam hingga dini hari (reverse
cycling/cluster nursing) karena selama terpisah dari ibunya (misalnya
karena ibu bekerja dari pagi hingga sore atau malam hari), bayi hanya
sedikit mengonsumsi ASI perah. Penyebab lainnya, walau bayi
bersama ibu selama 24 jam, mungkin dari pagi hingga sore hari ibu
sibuk mengerjakan hal lain dan suasana rumah ramai sehingga bayi
tidak menyusu dengan frekuensi yang sering pada saat tersebut.
Bayi sedang tumbuh gigi.
Bayi baru melewati suatu tahapan perkembangan (misalnya baru bisa
berguling, merangkak, dan mengeluarkan bunyi/berbicara).
Bayi sedang mengalami sakit, alergi, ruam popok, lecet, iritasi kulit,
dan sejenisnya.

Apakah Memberikan Susu Formula atau Makanan


Pendamping ASI (Mpasi) Dini dapat Membuat Bayi
Tidur Lebih Lama pada Malam Hari?
Berdasarkan beberapa penelitian, ditemukan bukti-bukti berikut ini.
1. Tidak ada bukti bahwa pemberian susu formula atau MPASI dapat
menolong bayi tidur lebih panjang pada malam hari. Bahkan, bayi
bisa tidak tidur nyenyak karena reaksi dari susu formula atau
MPASI tersebut, seperti nyeri perut dan kembung, terutama untuk
bayi berusia kurang dari 6 bulan.
2. Susu formula dan MPASI dini lebih sulit dicerna oleh sistem
pencernaan bayi.
3. Pemberian MPASI dini memiliki banyak efek negatif bagi kesehatan
bayi, seperti sembelit, diare, tersedak, kekurangan nutrisi, atau
sebaliknya, penyakit berat seperti invaginasi usus yang dapat
membahayakan jiwa bayi. Selain itu, bila ibu tidak memerah pada
malam hari, produksi ASI dapat terganggu.

Manfaat menyusui pada malam hari


Berikut ini manfaat menyusui pada malam hari bagi ibu dan bayi.
1. Mempertahankan produksi ASI.
Ibu yang berharap bayinya tidur sepanjang malam, tetapi ia tidak
meme-rah saat malam hari berisiko turun produksi ASI-nya. Produksi
ASI di tahap laktogenesis III bergantung pada hukum persediaan
versus permintaan. Jadi, semakin sering ASI dikeluarkan dan payudara
dikosongkan dengan baik, produksi ASI akan terjaga.
2. Bayi mendapatkan ASI yang berlimpah.
Kadar hormon prolaktin tinggi pada malam hingga dini hari dan
mencapai puncaknya sekitar pukul 2–4 dini hari. Bayi pun senang
menyusu saat produksi ASI sedang mencapai puncaknya.
3. Mengompensasi kebutuhan menyusu bayi.
Bayi yang sangat aktif pada pagi hingga sore hari, atau bayi yang tidak
menyusu langsung pada ibunya pagi hingga sore hari akan
mengompensasi kebutuhannya pada malam hingga dini hari. Dengan
membiarkan bayi menyusu sesuai keinginannya, kebutuhan harian
bayi tetap terpenuhi.
4. Merupakan metode pengatur jarak kehamilan (KB) yang efektif dan
aman.
5. Memberi ibu waktu tidur lebih panjang.
Ibu yang menyusui eksklusif mendapatkan waktu tidur yang lebih
panjang, yaitu sekitar 40–45 menit dibandingkan ibu yang tidak
menyusui eksklusif.
6. Membantu bayi mengembangkan irama sirkadiannya.
Bayi baru lahir belum memiliki irama sirkadian, artinya bayi belum bisa
membedakan pagi, siang, atau malam. Bayi baru lahir juga belum
dapat memproduksi hormon melatonin (hormon pemicu tidur).
Ternyata, di dalam ASI yang diproduksi ibu saat malam hari
mengandung banyak hormon melatonin yang dapat membantu bayi
mengembangkan irama sirkadiannya sendiri.
7. Membantu perkembangan fungsi otak bayi.
ASI yang diproduksi ibu pada malam hari juga mengandung lebih
banyak triptofan (asam amino yang memicu tidur) yang merupakan
salah satu hormon penting untuk perkembangan fungsi otak bayi
(Cubero 2005).
8. Memicu sintesis serotonin.
Serotonin membantu otak untuk bekerja lebih baik, menjaga mood
tetap baik, dan menolong membentuk siklus tidur-bangun yang baik.

Tip menjaga kebutuhan tidur/istirahat harian ibu


1. Tidur bersama bayi dalam satu ruangan.
Hal ini akan mengurangi energi dan waktu ibu berjalan ke ruang bayi
untuk menyusui dan atau mengurus keperluan bayi lainnya. Tidur
bersama bayi juga memudahkan bayi memberikan tanda-tanda awal
menyusu sebelum menangis dan sulit ditenangkan. Perhatikan pula
masalah keamanan bayi saat tidur.
2. Minta bantuan suami atau orang terdekat di rumah untuk mengurus
keperluan ibu dan bayi yang lain, seperti mengganti popok dan
menyediakan minuman dan makanan ringan untuk ibu.
3. Pilih posisi berbaring miring (side-lying position) saat menyusui.
4. Saat bayi tidur pada siang hari, gunakan waktu tersebut untuk tidur
atau berbaring santai.
Bila ibu masih merasa lelah dan kurang tidur, tetaplah berpikiran positif
bahwa menyusui pada malam hari memberi banyak manfaat bagi bayi dan
ibu.

H. Menyusui Saat Ibu Sakit


Hal pertama yang menjadi kekhawatiran ibu menyusui yang sedang sakit
adalah apakah ia harus berhenti menyusui. Apalagi, bila ibu tersebut
menjalani terapi medis dan mengonsumsi obat-obatan, para dokter akan
memberikan saran yang “aman”, yaitu berhenti menyusui untuk sementara
waktu hingga sembuh. Padahal, sangat jarang kasus penyakit pada ibu
menyusui yang mengharuskannya berhenti menyusui.

Risiko yang terjadi bila ibu berhenti menyusui saat sakit


Ketika seseorang menyarankan ibu untuk berhenti menyusui saat sakit,
ingatlah bahwa ada risiko potensial yang dapat terjadi, seperti berikut ini.
Bayi akan menerima susu formula karena ibu tidak memiliki stok ASI
perah yang mencukupi atau bahkan tidak pernah memerah. Bayi yang
menerima susu formula berisiko mengalami alergi, menderita penyakit
(karena susu formula tidak memberi perlindungan seperti ASI), dan
malnutrisi (kandungan nutrisi susu formula tidak selengkap ASI).
Bayi tidak mau menyusu kembali pada ibu setelah sembuh. Hal ini
umum terjadi, apalagi bila ibu melakukan penyapihan secara
mendadak/tiba-tiba (abrupt weaning).
Menurunnya produksi ASI. Bisa saja ibu tetap memerah saat sakit,
tetapi dengan kondisi yang tidak ideal. Dengan demikian, frekuensi
memerah tidak akan seperti biasanya sehingga produksi ASI dapat
berkurang.

Penyakit yang mengharuskan ibu berhenti menyusui saat sakit


Sangat sedikit penyakit atau kondisi yang mengharuskan ibu berhenti
menyusui, seperti disarankan oleh dr. Ruth Lawrence (ahli laktasi dunia) dan
sumber lainnya berikut ini.
1. Infeksi HIV dan atau sedang menjalani pengobatan antiretroviral (ARV)
Panduan terbaru dari WHO tahun 2013 menyatakan bahwa setiap
negara memiliki wewenang menentukan asupan untuk bayi dari ibu
yang terinfeksi HIV. Pilihannya antara lain:
Ibu boleh tetap menyusui dengan pemberian obat
antiretroviral/ARV pada bayi, atau tidak menyusui sama sekali.
Bila ARV tersedia, ibu yang terinfeksi HIV direkomendasikan
untuk menyusui hingga bayi berusia 12 bulan (dengan
pendampingan konseling menyusui berkelanjutan).
Pengganti ASI (PASI) tidak boleh diberikan bila tidak tersedia PASI
yang memenuhi syarat AFASS (Acceptable/dapat diterima,
Feasible/tersedia, Affordable/terjangkau, Sustainable/terpelihara, dan
Safe/aman).
2. Infeksi HTLV (T-cell lymphotrophic virus) tipe 1 atau 2.
3. Sedang menggunakan obat-obatan terlarang (narkoba dan
sejenisnya).
4. Sedang menjalani pengobatan kemoterapi untuk penyakit kanker.
5. Sedang menjalani terapi radiasi.

Penyakit yang menyarankan ibu berhenti menyusui sementara hingga


sembuh
1. Sepsis dan septicemia (penyakit infeksi berat di dalam darah yang
bereaksi sangat cepat dan mengancam jiwa). Ibu harus diopname serta
tidak diperbolehkan membawa bayi bersama ibu.
2. Cacar air (Chicken pox/Varicella) dan Herpes Simplex Virus tipe 1 (HSV-
1) pada payudara. Bayi tidak boleh menyusu langsung pada payudara
hingga lesi/lepuh sembuh. Ibu dapat memerah dan memberikan ASI
perahnya. Namun, bila tangan dan atau alat pompa menyentuh
lesi/lepuh di payudara saat ibu memerah, ASI perah harus dibuang.
Payudara yang sehat (tidak terdapat lesi/lepuh) boleh disusui langsung
ke bayi.
3. Penyakit yang mengharuskan ibu mengonsumsi beberapa jenis obat,
seperti obat psikoterapi, antiepilepsi, dan golongan opioid.
Ibu menyusui yang menderita TB (Tuberkulosis)
Menurut panduan kesehatan di Amerika Serikat (AS), ibu yang menderita
TB aktif disarankan agar dipisahkan dari bayi dan tidak boleh menyusui. Ibu
baru boleh menyusui setelah menjalani pengobatan TB (OAT/Obat Anti-TB)
minimal dua minggu. Sedangkan, menurut panduan WHO-Breastfeeding
and Maternal Tuberculosis, ibu tetap dapat menyusui dengan
meminimalkan kontak dekat dengan bayi, salah satunya dengan selalu
mengenakan masker saat menyusui serta tangan selalu bersih. Anggota
keluarga lain juga perlu diketahui statusnya, mereka menderita TB atau
tidak. Sementara itu, bayi disarankan menjalani pengobatan
pencegahan/profilaksis TB selama enam bulan.
Jadi, saat ibu menderita penyakit umum, seperti batuk-pilek, radang
tenggorokan, dan diare, tidak ada alasan untuk berhenti menyusui. Bila
dokter meresepkan obat-obatan, pastikan obat-obatan tersebut sesuai
panduan tatalaksana penyakitnya serta aman untuk ibu menyusui. Penting
diperhatikan agar ibu rajin mencuci tangan, mengenakan masker saat
batuk-pilek, membatasi kontak dekat dengan muka bayi, memperbanyak
minum air putih atau asupan cairan lainnya, serta cukup istirahat.

Manfaat tetap mempertahankan menyusui saat sakit bagi ibu


1. Mengurangi stres.
Terjadinya kontak kulit antara ibu dan bayi serta terlepasnya hormon
oksitosin dapat menurunkan tekanan darah dan hormon stres
(kortisol).
2. Meningkatkan sistem kekebalan dan mood ibu.
3. Membantu proses metabolisme tubuh ibu menjadi lebih efisien,
misalnya usus ibu menjadi lebih efisien menyerap nutrisi.
4. Membantu ibu mendapatkan tidur lebih banyak dan lebih nyenyak.
5. Membuat ibu lebih merasa berharga.
Saat sakit tentu ibu merasa sedih, bahkan marah. Menyusui membuat
perasaan ibu lebih fokus pada aktivitas menyusui sehingga ibu merasa
lebih berharga dan memiliki kendali dibandingkan fokus pada perasaan
sedih dan marah tersebut. Tentu saja ibu perlu dibantu dalam
memosisikan bayi, memindahkan bayi, dan mengurus keperluan bayi
yang lain, seperti mengganti popok dan memandikan bayi.
6. Saat ibu sedang sakit, ASI mengandung antibodi yang spesifik
terhadap penyakit ibu saat itu, yang akan melindungi bayi dari
menderita penyakit yang sama. Bila bayi tertular dan menderita
penyakit tersebut, tidak akan separah atau seberat yang ibu derita.

Posisi menyusui saat ibu sakit


Saat ibu sakit, terdapat dua pilihan posisi menyusui, yaitu posisi berbaring
miring/side lying position dan posisi bayi telungkup di atas badan ibu
dengan posisi ibu setengah berbaring/laid back position.

Keamanan obat-obatan bagi ibu menyusui


Mengenai keamanan obat-obatan bagi ibu menyusui, ada beberapa
sumber/database yang bisa digunakan oleh tenaga kesehatan dan juga ibu.
Salah satunya adalah database yang disusun oleh dr. Thomas Hale. Ia
mengeluarkan Lactation Risk Categories yang secara umum dibagi menjadi
beberapa kategori:
L1 (Safest/Paling Aman)
L2 (Safer/Lebih Aman)
L3 (Moderately Safe/Cukup Aman)
L4 (Possibly hazardous/Mungkin berbahaya)
L5 (Contraindicated/Dilarang diberikan kepada ibu menyusui).
Bila ada tulisan NR (Not Reviewed) artinya obat tersebut belum diteliti
keamanannya.
Ada situs yang bisa menjadi rujukan database keamanan obat-obatan
untuk ibu menyusui, yaitu situs Drugs and Lactation Database (LactMed)
yang dikelola oleh kepustakaan nasional obat-obatan Amerika Serikat. Ibu
cukup memasukkan nama kandungan aktif obat, bukan merek obat ke
dalam situs tersebut.
Selain itu, ada pertimbangan lain yang perlu ditanyakan ke dokter saat
ibu menyusui menerima resep obat, yaitu berikut ini.
1. Usia bayi
Makin besar usia bayi, apalagi bila bayi sudah mulai mengonsumsi
MPASI, frekuensi menyusu bayi sudah mulai berkurang, yang berarti
makin sedikit paparan obat yang masuk melalui ASI ke dalam tubuh
bayi.
2. Jangka waktu pengobatan
Beberapa obat dinilai aman bila dikonsumsi dalam jangka pendek,
tetapi bisa berbahaya untuk bayi bila dikonsumsi dalam jangka
panjang.
3. Obat termasuk kategori short acting
Pilihan obat short acting lebih baik karena kandungan obat berada di
dalam tubuh ibu dalam jangka waktu pendek.
4. Cara pemberian obat
Beberapa cara pemberian obat bisa melalui injeksi (suntikan), mulut
(oral), atau cairan intravena (infus).
5. Keamanan obat dan pengaruhnya terhadap produksi ASI
Ada beberapa obat yang menghambat produksi ASI, contohnya
pseudoephedrine (dekongestan) yang terkandung dalam obat sinus
dan batuk-pilek. Begitu pula dengan pil atau injeksi pengatur
kehamilan hormonal yang mengandung estrogen. Obat-obatan lain,
seperti bromocriptine dan carbegoline yang merupakan obat
ketidakseimbangan hormon juga memberi efek menekan hormon
prolaktin.
6. Keamanan obat dan pengaruhnya terhadap ibu menyusui
Obat yang dinyatakan aman untuk ibu hamil belum tentu aman untuk
ibu menyusui. Hal ini karena selama kehamilan, janin bergantung pada
tubuh ibu untuk mengeluarkan racun, berbeda dengan bayi yang
sudah lahir yang menggunakan ginjal dan hatinya yang belum matang
untuk mengeluarkan racun.
7. Memiliki konsentrasi tertinggi (peak concentration).
Sebagian besar obat memiliki konsentrasi tertinggi (peak
concentration) pada 1–1,5 jam pascakonsumsi. Bila mengonsumsi obat
ini, ibu dapat menyusui atau memerah setelah 2 jam mengonsumsi
obat.
Sangat penting untuk tetap menyusui (jika dokter membolehkan)
dan atau memerah rutin (bila mampu) tiap 3 jam sekali. Tujuannya
adalah untuk menjaga produksi ASI dan mencegah masalah payudara,
seperti pembengkakan dan mastitis.

I. Menyusui Saat Bayi Sakit


Ketika bayi sakit, beberapa ibu bingung apakah bayi boleh disusui atau
tidak. Sedikit sekali kasus penyakit langka ketika bayi tidak boleh menerima
ASI dan hanya boleh menerima susu formula khusus. Selama bayi yang
sakit boleh menerima asupan melalui mulut (oral), dan bayi boleh
menerima ASI maka berikanlah ASI karena di dalam ASI terdapat antibodi
untuk membantu tubuh bayi melawan beberapa penyakit ringan dan
membantu penyembuhan bayi. Selain itu, ASI lebih mudah dicerna tubuh
bayi dibandingkan susu formula.
Menyusui juga menenangkan bayi (dan ibu) serta menjadi bagian yang
penting dalam proses penyembuhan. Jadi, menyapih mendadak, walau
sifatnya sementara dapat berakibat negatif bagi bayi dan ibu. Ibu yang
tidak menyusui langsung dan tidak memerah dengan rutin berisiko
mengalami masalah menyusui, seperti pembengkakan, ASI tersumbat, dan
menurunnya produksi ASI. Risiko yang lebih besar lagi adalah terjadinya
penyapihan dini.

Beberapa penyakit yang tidak membolehkan bayi menerima ASI


Sedikit sekali penyakit langka yang tidak membolehkan bayi menerima ASI
(baik penuh maupun sebagian). Beberapa penyakit tersebut antara lain:
1. Galaktosemia
Galaktosemia adalah suatu kelainan pada tubuh yang tidak dapat
mencerna galaktosa (zat gula sederhana yang merupakan hasil
pemecahan dari laktosa) karena tubuh kekurangan salah satu dari tiga
enzim (GALK, GALT, dan GALE) yang berperan dalam metabolisme
galaktosa. Galaktosa terdapat di dalam beberapa bahan makanan,
termasuk ASI dan produk susu sapi (dan turunannya). Galaktosemia
adalah kelainan yang diturunkan.
Bila bayi yang menderita galaktosemia klasik tidak diterapi dengan
diet rendah galaktosa, dapat terjadi komplikasi yang mengancam jiwa
bayi. Bayi akan mengalami kesulitan menerima asupan, letargi (lemah,
tidak ada energi), gagal tumbuh, kuning/jaundice, kerusakan hati, dan
perdarahan. Bayi juga berisiko menderita katarak dan lambat
berkembang (termasuk lambat intelektual). Bayi perempuan yang
menderita galaktosemia klasik pada masa dewasa juga dapat memiliki
masalah pada organ reproduksi.
Bayi-bayi penderita galaktosemia menerima asupan khusus, yaitu
formula berbahan dasar kedelai, bebas galaktosa, atau protein formula
hidrolisat.
2. Bayi dengan penyakit kemih beraroma sirup mapel (Maple Syrup Urine
Disease/MSUD)
Penyakit MSUD adalah kondisi kelainan bawaan ketika tubuh memiliki
masalah dalam mencerna beberapa asam amino yang terdapat di
dalam protein, dan bila tidak ditangani, dari urin penderita akan
tercium bau sirup maple. Penyakit ini langka, di Amerika Serikat
terdapat 1 dari 200.000 bayi yang menderita MUSD.
Gejala bayi menderita MSUD, antara lain mengisap dengan lemah,
berat badan turun, menangis dengan nada tinggi, mengantuk tidak
normal, muntah, yang dapat berkembang menjadi kejang, kerusakan
otak, hingga koma.
Bayi penderita MSUD memerlukan diet khusus. Salah satunya tidak
bisa menerima ASI sama sekali. Mereka hanya menerima susu formula
sintetis bebas leusin, isoleusin, dan valin.
3. Phenylketonuria (PKU)
Phenylketonuria (PKU) adalah kelainan bawaan (mutasi gen PAH)
ketika tubuh kekurangan enzim yang berfungsi menguraikan asam
amino esensial fenilalanin (yang terdapat di dalam ASI dan susu
formula) menjadi asam amino non-esensial tirosin. Bayi penderita PKU
memerlukan perawatan khusus karena dapat mengakibatkan kejang,
kerusakan otak, perkembangan terlambat, pertumbuhan tidak baik,
dan kelainan kulit.
Saat diagnosis PKU pada bayi ditegakkan, ibu harus berhenti
memberikan ASI untuk sementara agar kadar darah bayi kembali
normal. Namun, ibu tetap memerah rutin selama tidak menyusui
langsung. Pemberian asupan pada bayi penderita PKU adalah diet
(asupan) rendah fenilalanin.
Beberapa referensi menyatakan bayi boleh menerima partial
breastfeeding, yaitu kombinasi ASI dan susu formula bebas
fenilalanin/rendah fenilalanin. Alasan rekomendasi partial breastfeeding
daripada berhenti memberikan ASI sama sekali adalah karena bayi masih
memerlukan protein dari ASI. Asam lemak tak jenuh rantai panjang dalam
ASI dapat membantu fungsi syaraf bayi. Hanya saja kadar fenilalanin dalam
darah harus dimonitor secara berkala. Bayi penderita PKU rentan menderita
infeksi jamur sehingga ibu perlu mengetahui gejala awal thrush (infeksi
jamur candida) dan nyeri puting agar infeksi jamur tidak berkembang
semakin berat.

Penyakit-penyakit langganan anak


Penyakit-penyakit langganan anak (disebut juga common problem)
biasanya adalah batuk-pilek, diare, dan muntah. Saat sakit, bayi bisa
semakin sering menyusu atau malah menolak menyusu. Misalnya, saat bayi
sedang batuk-pilek dan hidung tersumbat, bayi akan kesulitan menyusu
langsung. Ibu dapat memilih posisi menyusui dengan kepala bayi lebih
tegak.
Posisi menyusui tegak

Mungkin bayi akan menyusu sebentar-sebentar, yang terpenting adalah


ibu harus terus memantau tanda-tanda kecukupan ASI pada bayi. Mungkin
ibu bisa mempertimbangkan pemberian suplementasi ASI perah melalui
media cangkir kecil/cup feeder, sendok, atau pipet (untuk bayi kecil) saat
bayi kesulitan menyusu langsung. Saat bayi menderita diare dengan atau
tanpa muntah atau penyakit lainnya, sangat penting untuk menyusui bayi
8–12 kali dalam 24 jam dan mengetahui serta memantau tanda-tanda
gawat darurat pada bayi.
Saat bayi menderita penyakit berat yang membutuhkan rawat inap di
rumah sakit, ibu perlu segera mengumpulkan informasi dari pihak RS dan
dokter anak/tim dokter yang merawat. Hal-hal penting untuk ditanyakan
adalah sebagai berikut.
Apakah bayi saya boleh menyusu/menerima ASI perah?
Dapatkah saya menjalani rawat gabung dengan bayi?
Bila rawat gabung tidak dibolehkan/tidak memungkinkan, berapa lama
waktu yang diberikan kepada saya sampai saya dapat bertemu dengan
bayi setiap hari?
Bisakah memilih kamar pribadi (private room) di mana hanya bayi saya
yang dirawat? Bila tidak bisa, pilih posisi kasur yang letaknya paling
ujung, jauh dari pintu masuk.
Bolehkah saya menyusui langsung? Bila ibu tidak dibolehkan
menyusui, sebaiknya ibu tetap rutin memerah minimal setiap 3 jam.
Perlu ditanyakan juga apakah ASI perah dapat disimpan di rumah
sakit.
Bayi yang menyusu saat sakit akan lebih sedikit menangis dan detak
jantungnya lebih rendah dibandingkan bayi sakit yang hanya ditenangkan
dengan dibedong dan diberi empeng. Pastikan ibu cukup makan, istirahat,
dan membawa perlengkapan pribadi ke rumah sakit.

J. Menyusui Saat Hamil


Pertanyaan pertama yang muncul ketika ibu menyusui mengetahui dirinya
hamil adalah apakah aman melanjutkan menyusui saat hamil?
Kekhawatiran utama menyusui saat hamil adalah menyusui menyebabkan
kontraksi dan dapat menyebabkan keguguran. Tenaga kesehatan juga
mungkin menyarankan agar menyapih karena mempertimbangkan
kesehatan ibu dan janin. Padahal secara umum, menyusui saat hamil aman
selama ibu memperhatikan diet yang sehat, cukup cairan, dan cukup
istirahat. Hal lain yang perlu diperhatikan tenaga kesehatan adalah apakah
pada kehamilan ibu terdapat komplikasi, masalah kesehatan lainnya, dan
bagaimana riwayat kehamilan sebelumnya (perdarahan, kelahiran
prematur, keguguran). Menyusui memang dapat memicu kontraksi, tetapi
ringan.
Jadi, pertimbangkan dengan matang apakah akan menyapih atau tetap
menyusui saat hamil. Seperti yang kita ketahui, ASI adalah asupan utama
bagi bayi di bawah usia satu tahun yang tidak hanya memberikan nutrisi,
tetapi juga antibodi, hormon pertumbuhan, enzim, dan lain-lain yang tidak
bisa diberikan oleh susu formula. Melanjutkan menyusui hingga dua tahun
atau lebih adalah rekomendasi organisasi-organisasi kesehatan dunia
hingga saat ini. Selain itu, melanjutkan menyusui saat hamil dapat berperan
dalam perkembangan psikologis sang kakak, yaitu mempersiapkan anak
yang lebih besar akan kedatangan bayi atau adiknya.

Menyusui dan kontraksi


Stimulasi pada puting memicu terlepasnya hormon oksitosin ke aliran
darah. Hormon oksitosin selain berperan dalam pengeluaran ASI, juga
menyebabkan kontraksi rahim, walau kadang sangat ringan/lemah
sehingga ibu menyusui tidak merasakan apa-apa. Kontraksi rahim pasca
melahirkan akibat bayi menyusu umumnya lebih terasa dan manfaatnya
adalah mengurangi perdarahan pasca persalinan dan membantu
mempercepat pulihnya rahim (mengecilnya rahim).
Karena alasan tersebut, umumnya cepat diambil kesimpulan bahwa
menyusui saat hamil berbahaya bagi ibu. Sebuah survei yang dilakukan di
California tahun 1993 menemukan bahwa menyusui saat hamil tidak
menimbulkan konsekuensi negatif bagi kehamilan ibu. Selain itu, diterima
laporan bahwa para ibu yang menyusui saat hamil tetap melahirkan bayi
sehat dan cukup bulan. Tentu saja pada beberapa kondisi kehamilan dan
riwayat kehamilan, serta kesehatan ibu yang tidak memungkinkan,
menyusui saat hamil tidak direkomendasikan.
Dalam sebuah survei, 93% ibu hamil tidak merasakan kontraksi saat
sedang menyusui, bahkan ibu yang merasakan kontraksi karena menyusui
sering merasa bahwa kontraksi selesai saat sesi menyusui selesai. Seperti
halnya kontraksi Braxton-Hicks (yang umum disebut kontraksi palsu),
kontraksi yang terpicu karena ibu menyusui umumnya terjadi tanpa
mengganggu kehamilan ibu.
Selama kehamilan, walau terjadi stimulasi pada puting (misalnya karena
menyusui), kadar hormon oksitosin yang dilepaskan ke aliran darah tidak
setinggi saat ibu tidak hamil. Kadar hormon progesteron dan agen anti-
oksitosin lain yang tinggi selama ibu hamil menekan penerima hormon
oksitosin di tubuh ibu. Akibatnya, hormon oksitosin tidak dapat menjadi
penyebab tunggal kelahiran (baik keguguran maupun kelahiran prematur).
Bila ibu menjalani kehamilan kompleks/kehamilan risiko tinggi,
diskusikanlah dengan tenaga kesehatan (dokter kandungan) yang
menangani ibu mengenai kemungkinan tetap menyusui dengan
memperhatikan ketat tanda-tanda kelahiran preterm. Biasanya, dokter
akan memeriksa beberapa hal, seperti berapa lama kontraksi berlangsung,
kapan kontraksi berhenti, bagaimana detak jantung bayi, dan bagaimana
kondisi leher rahim (serviks).
Bila ibu memutuskan melanjutkan menyusui saat hamil, segera hubungi
dokter kandungan atau dokter rumah sakit bila ibu mengalami tanda-tanda
berikut.
1. Dalam satu jam, ibu mengalami empat kali kontraksi atau lebih ketika
ibu merasakan rahim yang kencang, keras, terasa bagian yang lebih
keras dan menonjol saat disentuh dan disertai dengan atau tanpa
nyeri.
2. Nyeri pinggang bagian bawah.
3. Panggul terasa tertekan.
4. Kram (seperti kram saat menstruasi).
5. Keluarnya cairan dari vagina, bisa berupa air, lendir, dan atau tanpa
darah.
Segera hentikan sesi menyusui bila muncul tanda-tanda tersebut. Bila ibu
sudah menghentikan menyusui atau tidak menyusui beberapa saat dan
masih merasakan 2–3 kali kontraksi per hari, coba lakukan langkah berikut
ini.
1. Hitung berapa sering kontraksi terjadi dan berapa lama kontraksi
berlangsung.
2. Kosongkan kandung kemih (lakukan buang air kecil).
3. Minum cukup air putih/cairan (dehidrasi dapat memicu kontraksi).
4. Berbaring ke kiri atau bersandar dengan kaki diangkat dan berusaha
untuk rileks.
5. Bila kontraksi masih berlangsung, hubungi dokter kandungan.

Kondisi janin saat ibu menyusui


Informasi yang umum beredar adalah bila ibu menyusui, janin yang
dikandung akan kekurangan nutrisi. Faktanya, janin tetap mendapat semua
nutrisi yang diperlukan selama hidup di dalam rahim, asalkan ibu tetap
mempertahankan gaya hidup sehat dan tidak menderita malnutrisi.
Kekhawatiran lain adalah bayi yang dilahirkan tidak akan mendapat
kolostrum dan ASI yang cukup karena telah diberikan kepada anak yang
lebih besar.
Tubuh ibu mulai memproduksi kolostrum sejak kehamilan trimester
kedua (tahap laktogenesis I). Bayi/anak dapat merasakan perbedaan rasa
ASI menjadi lebih asin dibandingkan ASI matang yang biasa bayi minum.
Hal ini terjadi karena kandungan sodium dan protein dalam ASI meningkat
sementara konsentrasi glukosa, laktosa, dan potasium secara bertahap
menurun. Ada beberapa bayi menolak menyusu untuk sementara waktu
dan banyak bayi yang tidak mempermasalahkan perubahan rasa ASI ini.
Beberapa ibu juga dapat merasakan penurunan produksi ASI, tetapi hal ini
berlangsung sementara.

Apa yang dirasakan oleh anak yang lebih besar?


Ketika ibu memutuskan untuk tetap menyusui saat hamil, berikan
penguatan positif kepada anak yang lebih besar (si kakak) bahwa ibu tidak
meninggalkan atau mengabaikannya karena akan lahir adik baru. Hal ini
sangat membantu mengurangi kecemburuan dan perseteruan
antarsaudara kandung. Bayi atau anak yang lebih besar juga dapat belajar
untuk berbagi dengan calon adiknya, dan ketika ibu memutuskan untuk
melakukan tandem nursing (menyusui dua anak sekaligus), anak yang lebih
besar lebih siap untuk berbagi.
Ibu juga perlu terus memantau kurva pertumbuhan bayi atau anak yang
lebih besar agar bila ternyata pertumbuhannya tidak baik, bisa segera
dievaluasi.
Menyusui kedua anak bersamaan (tandem nursing)

Bila ibu menyusui kedua anak bersamaan (tandem nursing) pada awal-
awal kelahiran, pastikan bayi yang baru lahir mendapatkan kolostrum lebih
dulu dibandingkan anak yang lebih besar. Ketika ASI mulai berubah menjadi
ASI transisi lalu menjadi ASI matang/matur, produksi ASI akan
menyesuaikan kebutuhan kedua anak yang ibu susui, sama seperti ibu yang
memiliki bayi kembar dua dan tiga. Beberapa ibu yang melakukan tandem
nursing bahkan mengalami produksi ASI berlebih. Agar bayi yang lebih kecil
tidak kesulitan menghadapi derasnya ASI, tawarkan anak yang lebih besar
untuk menyusu lebih dulu.

K. Menyusui Bayi Kembar Dua dan Kembar Tiga


Ketika ada bayi kembar dilahirkan ke dunia, hal apa yang biasanya paling
menjadi tantangan? Tantangan nomor satu adalah bisakah ibu memberikan
ASI eksklusif? Apalagi untuk bayi kembar tiga. Sementara payudara ibu
hanya dua, bagaimana bisa menyusui tiga bayi? Apakah ASI akan cukup?
Persentase kelahiran kembar dua dan seterusnya terus meningkat sejak
tahun 1980. Banyak faktor yang memengaruhi kecenderungan ibu
mengandung bayi kembar, seperti riwayat kembar dalam keluarga,
kehamilan kembar sebelumnya, pembuahan yang terjadi pada usia ibu lebih
dari 35 tahun, dan pembuahan IVF (In-Vitro Fertilization) atau umum
disebut program bayi tabung.
Hal pertama yang paling penting adalah diagnosis saat pemeriksaan
kehamilan. Diagnosis perlu ditegakkan sejak dini oleh dokter kandungan
sehingga ibu memiliki banyak waktu dalam mempersiapkan kehamilan,
kelahiran, dan menyusui, juga persiapan mental. Pada kehamilan kembar,
faktor pemicu stres lebih tinggi dibandingkan kehamilan tunggal.
Contohnya, mual, lemah, dan sembelit umumnya lebih berat pada awal
kehamilan kembar. Sementara pada trimester akhir kehamilan, keluhan
yang umum terjadi adalah nyeri pinggang-punggung, sangat mudah lelah,
sulit bernapas/napas pendek, dan rasa panas/terbakar di dada akibat asam
lambung naik ke arah kerongkongan (heartburn).
Ibu sangat disarankan menjaga asupan nutrisi dan cairan, terutama
protein karena tubuh ibu membutuhkannya untuk janin yang berkembang
lebih dari satu, juga menjaga agar plasenta bekerja dengan baik. Penting
pula bagi ibu melakukan diet tinggi zat besi dan melaksanakan tes anemia
defisiensi besi (ADB). Bila ibu menderita ADB, segera jalani terapi
suplementasi zat besi. Pada kehamilan tunggal, kebutuhan kalori ibu adalah
2.500 kkal/hari, sementara pada kehamilan kembar dua adalah 3.500
kkal/hari, dan kembar tiga adalah 4.500 kkal/hari.
Mendekati kelahiran, salah satu hal penting yang bisa dilakukan oleh
calon ibu dan ayah adalah memastikan bahwa rumah sakit tempat
melahirkan memiliki peralatan yang lengkap dan sudah berpengalaman
menangani bayi preterm/prematur di NICU (Neonatal Intensive
Care/Special Care Unit) karena umumnya kehamilan kembar cenderung
lahir lebih awal. Pastikan juga rumah sakit tersebut menyediakan konselor
menyusui/konsultan laktasi dan mendukung pemberian dan pemerahan
ASI.
Ibu pun dapat mempersiapkan peralatan memerah berkualitas baik (bila
mampu) yang bisa melakukan double pumping (memompa kedua payudara
bersamaan), bra khusus saat memerah (agar tangan ibu bisa bebas
bergerak), bantal khusus menyusui bayi kembar (bila perlu), kain
gendongan, dan lain-lain.
Bila bayi lahir sehat dan cukup bulan, memenuhi syarat untuk menjalani
IMD, kondisi ibu juga baik, IMD dapat dilaksanakan secara tandem. Bila ibu
menjalani persalinan SC (Sectio Caesarea), miringkan posisi bayi sedikit
agar tidak dekat dengan luka operasi.
Bagi ibu yang menjalani persalinan SC, salah satu pilihan posisi menyusui
agar luka operasi tidak terkena adalah posisi double clutch/double football
seperti berikut ini.
Menyusui tandem dengan posisi dobel pencengkeram/sepak bola (double clutch/double football)

Ibu dapat meletakkan bayi satu per satu atau bersamaan. Harap ingat
bahwa kemampuan bayi dalam melekat dan menyusu dengan baik belum
tentu sama. Umumnya, proses belajar menyusui akan lancar setelah
beberapa minggu. Ibu dapat meletakkan bayi yang sudah lebih mahir
menyusu terlebih dulu, baru meletakkan bayi kedua yang lebih butuh
bantuan dalam melekat. Berikut ini beberapa variasi posisi menyusui
tandem.
Posisi dobel mendekap
(double cradle hold/criss-cross hold/v-hold)
(kedua tangan ibu disangga bantal dan kepala bayi sudah kuat)
Posisi dobel bayi telungkup di atas badan ibu
(double prone/double laid back breastfeeding)
Posisi mendekap berlapis (layer cradle hold)
Posisi campuran mendekap dan sepak bola
(mix cradle hold and football/clutch hold)

Selama ibu belum pulih pasca persalinan, mintalah bantuan


suami/anggota keluarga untuk mendampingi bayi di NICU. Suami bisa
berbicara kepada bayi, menyanyi, melantunkan ayat-ayat suci Al-Quran
(bagi yang beragama Islam), dan lain-lain. Bila tidak ada yang bisa selalu
mendampingi bayi, suara ibu dan ayah dapat direkam dan diputar saat bayi
sendirian di NICU. Setelah ibu pulih, segeralah memerah ASI. Dari berbagai
penelitian, produksi ASI akan segera terbangun dengan baik bila ibu
memerah ASI dalam 6 jam pertama.
Ibu perlu memberikan penanda untuk membedakan setiap bayi kembar,
terutama pada bayi kembar identik yang sangat sulit dibedakan secara
sekilas. Beberapa contoh penanda, misalnya memberikan jenis anting yang
berbeda untuk bayi perempuan. Untuk bayi laki-laki (juga perempuan) bisa
dengan memakaikan baju dan perlengkapannya yang berwarna konsisten,
misalnya bayi A selalu memakai warna hijau dan bayi B selalu memakai
warna biru. Bisa juga dengan memberikan label nama pada tiap baju para
bayi tersebut.
Hal yang membingungkan para ibu bayi kembar baru adalah jadwal
menyusu para bayi, terutama bayi kembar tiga karena payudara ibu hanya
dua. Oleh karena itu, ibu dapat menerapkan rotasi waktu (bila perlu, buat
chart/tabelnya).
Berikut ini beberapa alternatif rotasi menyusui.
1. Bila bayi tidak meminta menyusu bersamaan, tawarkan setiap bayi
kedua payudara.
2. Bila ibu menyusui tandem, berikan payudara yang sama pada setiap
bayi selama 24 jam dan ganti ke payudara lainnya pada 24 jam
berikutnya. Ilustrasinya seperti berikut.
Pada hari senin, bayi A menyusu payudara kiri, bayi B payudara kanan,
bayi C payudara kiri. Maka pada hari selasa, bayi A menyusu payudara
kanan, bayi B payudara kiri, bayi C payudara kanan. Saat bayi A dan B
atau bayi B dan C sedang menyusu tandem, bayi yang tidak menyusu
pada payudara diberi ASI perah.
3. Berikan payudara yang sama sepanjang waktu (tidak diganti rotasinya)
pada tiap bayi.
4. Bayi yang tidak siap dengan aliran ASI yang deras jangan menyusu
pada payudara yang penuh. Letakkan bayi yang sudah lancar menyusu
lebih dulu agar tangan ibu yang lain dapat membantu bayi kedua
dalam melekat.
Ketika ibu melahirkan bayi kembar, secara mendadak ibu dan bayi
kembar menjadi “selebritis”. Bila ibu memiliki anak yang lebih besar,
upayakan untuk tetap memperhatikan si kakak atau mintalah bantuan
anggota keluarga lain untuk memberikan perhatian kepada si kakak saat
ibu sibuk. Libatkan pula kakak dalam pengurusan sederhana adik-adiknya
tersebut.

L. Relaktasi dan Induksi Laktasi (Menyusui Bayi Adopsi)


Meski ibu, ayah, dan keluarga memahami dan mendukung pentingnya
pemberian ASI sejak bayi dilahirkan, ada beberapa hal yang menyebabkan
proses menyusui dan pemberian ASI terhenti sehingga produksi ASI terus
menurun hingga berhenti sama sekali. Penyebab utamanya, antara lain bayi
dan atau ibu menderita penyakit berat, bayi dan ibu terpisah, dan
manajemen laktasi yang tidak baik. Seorang ibu yang ingin kembali
menyusui tanpa harus menunggu hamil dan melahirkan disebut melakukan
relaktasi. Sementara seorang ibu yang belum pernah/tidak hamil, tetapi
ingin menyusui bayi yang diadopsinya disebut melakukan induksi laktasi.
Berikut ini beberapa kondisi sehingga diperlukan relaktasi atau induksi
laktasi.
1. Bayi dalam kondisi sakit, misalnya bayi berusia kurang dari enam bulan
yang menderita diare akut/persisten.
2. Bayi berhenti disusui atau tidak mendapatkan ASI karena sakit
(misalnya, sakit berat hingga harus dirawat inap di rumah sakit).
3. Tubuh bayi tidak dapat menoleransi susu formula.
4. Bayi dengan berat badan lahir rendah, bayi yang tidak dapat mengisap
dengan efektif pada minggu-minggu pertama pasca kelahiran, dan
bayi yang memerlukan media khusus, seperti selang (tube).
5. Ibu dengan teknik laktasi yang tidak baik sehingga produksi ASI-nya
menurun secara signifikan dan bayi masih berumur di bawah 6 bulan.
6. Situasi darurat seperti bencana alam. Saat bencana alam, pemberian
susu formula berisiko menyebabkan infeksi (terutama diare) dan
malnutrisi karena akses air bersih sulit dijangkau dan kondisi sanitasi
buruk.
7. Situasi individual, misalnya ibu yang semula memutuskan memberikan
bayinya susu formula beralih ingin memberikan ASI.
8. Ibu menderita penyakit yang tidak membolehkan menyusui dalam
jangka panjang atau ibu meninggal sehingga bayi diadopsi orang lain.
Baik relaktasi maupun induksi laktasi memerlukan komitmen dan
dukungan jangka panjang karena proses yang akan dijalani ibu tidak
mudah. Ibu yang melakukan relaktasi karena memahami manfaat menyusui
akan merasa lebih berhasil secara emosional dibanding bila ibu hanya fokus
pada hasil produksi ASI.
Semakin muda usia bayi, terutama bila berusia kurang dari 3 bulan maka
tingkat keberhasilan relaktasi semakin tinggi. Bayi yang berusia kurang dari
8 minggu akan lebih mudah melekat pada payudara. Ibu harus sabar
menunggu produksi ASI perlahan pulih karena setiap kasus relaktasi atau
induksi laktasi unik dan banyak faktor yang memengaruhi keberhasilannya.
Ibu harus intensif dan fokus dalam program ini minimal selama 2 minggu.

Hormon prolaktin, hormon penting dalam proses relaktasi


Hormon prolaktin biasanya berfungsi bersama hormon estrogen,
progesteron, dan hormon-hormon lain yang diproduksi di plasenta atau
indung telur. Namun berdasarkan penelitian pada binatang, ditemukan
bahwa hormon prolaktin dapat distimulasi, walau hormon-hormon lain
tidak ada. Hal ini berarti wanita tidak harus hamil dulu untuk melakukan
relaktasi dan induksi laktasi. Hormon prolaktin dapat dilepaskan dari tubuh
dengan cara menstimulasi puting ibu melalui isapan bayi dan memerah.
Jadi, isapan dan pengeluaran ASI (pengosongan payudara) adalah kunci
utama menstimulasi produksi ASI dalam proses relaktasi dan induksi
laktasi.
Kandungan ASI (terutama total protein, alpha-lactalbumin, dan IgA) yang
keluar pada hari kelima melalui proses relaktasi/induksi laktasi sama dengan
kandungan ASI transisi dan ASI matang. Hanya saja wanita yang tidak
pernah hamil yang melakukan induksi laktasi tidak menghasilkan
kolostrum.

Faktor-faktor yang memengaruhi keberhasilan relaktasi dan induksi


laktasi
Menurut panduan relaktasi dan induksi laktasi dari WHO, terdapat dua
kunci penting yang sangat dibutuhkan dalam relaktasi dan induksi laktasi,
yaitu tekad yang kuat (dari ibu yang ingin menyusui kembali anaknya atau
ibu yang ingin mengadopsi bayi), dan stimulasi puting-payudara yang tepat.
Namun, kedua hal itu saja tidak cukup. Ada hal penting lainnya yang juga
berpengaruh, seperti sistem kesehatan terpadu dan dukungan dari keluarga
atau orang terdekat secara berkelanjutan. Selain itu, terdapat faktor-faktor
tambahan lain yang perlu dimengerti dan dikenali, baik dari sisi bayi
maupun ibu/ibu adopsi.
1. Faktor-faktor yang berhubungan dengan bayi
Kemampuan bayi mengisap dipengaruhi oleh:
keinginan bayi untuk mengisap,
usia bayi,
interval/lama waktu bayi berhenti menyusu,
pengalaman menerima asupan lain selama bayi berhenti
menyusu,
hal-hal lain yang menyebabkan bayi berhenti menyusu,
usia kehamilan (untuk bayi berat lahir rendah), dan
asupan lain berupa MPASI (untuk bayi berusia lebih dari 6 bulan).
2. Faktor-faktor yang berhubungan dengan ibu/ibu adopsi
Motivasi ibu.
Interval/lama waktu ibu berhenti menyusui dan atau memerah.
Kondisi payudara.
Kemampuan ibu berinteraksi secara responsif dengan bayi/anak.
Dukungan dari keluarga, komunitas, tempat kerja (bagi ibu
pekerja).
Kondisi kesehatan dan nutrisi ibu.

Langkah-langkah melakukan relaktasi/induksi laktasi


Sebelum mulai, konsultan laktasi perlu mendiskusikan mengapa proses
menyusui terhenti (untuk ibu yang melakukan relaktasi) dan mengapa
ibu/ibu adopsi ingin melakukan relaktasi/induksi laktasi.
Tahapan relaktasi/induksi laktasi adalah sebagai berikut.
1. Bila bayi dapat dan ingin mengisap
Letakkan bayi di payudara dengan sering, minimal setiap 1 atau 2
jam (bila memungkinkan) dan minimal 8–12 kali dalam 24 jam.
Tidur bersama bayi (perhatikan pula keamanannya) agar bayi
mudah menjangkau payudara dan agar ibu tidak terlalu lelah.
Menyusuilah pada malam hari karena dapat meningkatkan
produksi hormon prolaktin.
Lakukan kontak kulit dengan kulit antara ibu dan bayi dengan
sering agar dapat meningkatkan keinginan bayi untuk menyusu
(mengisap).
Tawarkan bayi untuk mengisap masing-masing payudara minimal
10–15 menit. Tawarkan kembali payudara bila bayi masih ingin
terus mengisap.
Pastikan bayi melekat dengan baik untuk menghindari nyeri
puting dan masalah-masalah menyusui lainnya, serta untuk
mengosongkan payudara.
Hindari pemberian empeng dan botol dot sehingga bayi hanya
mengisap payudara saja.
Berikan asupan bayi melalui cangkir kecil/cup dan selama bayi
melekat pada payudara, gunakan suplementer menyusui (selang
kecil/tube yang ditempelkan pada payudara ibu untuk
memberikan suplemen kepada bayi) untuk mengalirkan
ASI/pengganti ASI (dalam hal ini, susu khusus bayi/infant formula)
dari wadah seperti cup dan botol. Usahakan bayi mengisap
selama 30 menit pada setiap sesi menyusui dan lanjutkan selama
yang bayi inginkan.

Sumber: Women and Newborn Health Service, Australia


(a) SNS (Suplemental Nursing System)
pada payudara

Sumber: Women and Newborn Health Service, Australia

(b) finger feeding


Sumber: Relactation WHO

Ibu menggunakan suplementer menyusui

Pantau ketat kurva pertumbuhan bayi, terutama berat badan.


2. Bila bayi belum dapat/belum mau mengisap
Periksakan bayi ke dokter untuk mengetahui apakah bayi sedang
sakit atau memiliki masalah anatomi yang memerlukan
penanganan khusus.
Lakukan terus kontak kulit dengan kulit sebanyak-banyaknya dan
tawarkan payudara saat bayi terlihat tertarik untuk mengisap.
Tawarkan bayi pada payudara yang sudah ditempel selang
(suplementer menyusui) atau coba lakukan metode drop and drip,
yaitu meneteskan ASI pada payudara ketika bayi meletakkan
mulut pada payudara, seperti pada gambar berikut.

Sumber: Relactation WHO

Metode drop and drip

Perahlah payudara. Kuasai teknik perah tangan karena lebih


menyerupai isapan bayi. Bila ibu terpaksa memerah
menggunakan alat pompa, tetap lanjutkan memerah dengan
tangan selama 2–5 menit setiap selesai memerah. Bila
memungkinkan, gunakan alat pompa yang dapat memerah kedua
payudara bersamaan yang berkualitas baik, seperti hospital grade
pump.
Berikan ASI atau PASI (infant formula) pada bayi melalui media
lain selain botol dot dan hindari penggunaan empeng.
Pantau ketat kurva pertumbuhan bayi, terutama berat badan.
Tip untuk memicu bayi tertarik mengisap payudara.
Tawarkan payudara ketika bayi tidak terlalu lapar.
Tawarkan payudara ketika bayi mengantuk atau rileks.
Susui ketika ibu sedang berjalan dan mengayun bayi.
Tawarkan payudara saat mandi bersama.
Susui bayi di ruangan redup atau ruangan sepi (agar tidak
mengganggu konsentrasi ibu dan bayi).
Susui bayi sambil duduk di kursi goyang.
Susui bayi di dalam gendongan.
Penting diingat bahwa menyusui tidak hanya memberikan ASI,
melainkan juga membangun hubungan yang dekat dengan bayi. Hal
ini penting untuk perkembangan otak, emosi, dan sosial bayi pada
kemudian hari. Beberapa ibu yang tidak dapat menghasilkan cukup
ASI untuk bayinya setelah relaktasi/induksi laktasi tetap memilih
melanjutkan menyusui menggunakan suplementer menyusui yang
berisi ASI/PASI (infant formula) pada payudara. Ibu yang berhasil
membangun produksi ASI dapat mengurangi pemberian PASI secara
bertahap dengan tetap memantau ketat pertumbuhan bayi terutama
berat badan bayi.

Laktogog/Galaktogog
Obat-obatan yang dapat menyebabkan sekresi/pengeluaran ASI disebut
laktogog/galaktogog. Istilah laktogog sering digunakan untuk makanan,
minuman, dan jamu-jamuan yang dipercaya dapat meningkatkan produksi
ASI, walaupun efeknya belum terbukti secara farmakologis dalam
meningkatkan produksi ASI.
Dalam proses relaktasi dan induksi laktasi, pengonsumsian laktogog saja
tidak efektif karena yang utama adalah stimulasi pada puting (payudara).
Penggunaan laktogog harus dipertimbangkan dengan matang, baik
manfaat, risikonya (efek sampingnya), maupun penggunaannya (harus
dalam pengawasan dokter dan atau konsultan laktasi). Pemberian laktogog
dipertimbangkan hanya bila produksi ASI tidak keluar setelah dua minggu
ibu menjalani program relaktasi/induksi laktasi yang sudah dijalankan
maksimal.

Beberapa obat yang digunakan dalam induksi laktasi


1. Obat-obatan hormonal yang dapat menstimulasi kehamilan.
2. Obat-obatan yang menurut WHO dapat meningkatkan hormon
prolaktin, seperti chlorpromazine dan metoklopramida.
3. Obat-obatan lain yang disebutkan di beberapa publikasi ilmiah, seperti
sulpirida, thyroid-releasing hormone, dan nasal spray oksitosin.
Penggunaan domperidon dan metoklopramida (obat antimual dan
muntah) sering digunakan para ibu menyusui untuk meningkatkan produksi
ASI-nya. Domperidon dapat meningkatkan serum prolaktin karena efek
antidopaminnya. FDA telah memberi peringatan kepada para ibu menyusui
untuk tidak mengonsumsi domperidon karena alasan keamanan. Di negara
Prancis, terjadi kasus kematian tiba-tiba yang dihubungkan dengan
pengonsumsian domperidon. Efek samping ringan akibat konsumsi
domperidon, antara lain sakit kepala, kram perut, dan mulut kering. Efek
pemakaian jangka panjang domperidon adalah menderita tumor payudara.
Bila menjalani program relaktasi/induksi laktasi, ibu perlu mendapat
asupan nutrisi dan cairan yang cukup dan sehat. Selain itu, ibu perlu
beristirahat dengan cukup. Untuk ibu pekerja, perlu dipertimbangkan
mengambil cuti agar program ini berjalan intensif dan optimal karena bila
ibu dan bayi terpisah dalam jangka waktu lama, frekuensi bayi melakukan
isapan dan menstimulasi puting-payudara juga berkurang.

M. Menyusui Anak Usia Lebih Dari Satu atau Dua Tahun


(Extended Breastfeeding)
Ketika anak sudah melewati usia satu tahun dan sudah mulai mengonsumsi
makanan yang sama dengan yang dimakan seluruh anggota keluarga,
banyak ibu beranggapan ASI sudah tidak perlu dilanjutkan. Bahkan ada
yang beranggapan ketika bayi mulai MPASI saat usia 6 bulan,
menyusui/memberikan ASI dapat dihentikan. Padahal, anggapan ini tidak
tepat.
Organisasi Kesehatan Internasional (WHO) menyarankan menyusui
hingga anak berusia 2 tahun atau lebih. Rata-rata menyapih di dunia adalah
saat anak berusia 4,2 tahun. Menyusui anak hingga 2 tahun atau lebih
adalah hal yang normal. Menurut AAP, meningkatkan lama waktu
menyusui memberikan keuntungan dalam hal kesehatan bagi anak dan
juga ibu. Tidak ada bukti bahwa menyusui anak yang berusia 3 tahun atau
lebih membahayakan kesehatan, perkembangan, dan psikologi anak.
Berikut ini manfaat yang didapat anak bila terus disusui setelah usianya
lebih dari 1 tahun.
1. Kebutuhan nutrisi anak terpenuhi
ASI yang diperah ibu saat anaknya berusia lebih dari 1 tahun
mengandung lemak dan energi yang meningkat dibandingkan ASI dari
ibu yang menyusui dalam jangka waktu lebih pendek (Mandel 2005).
Penelitian yang dilakukan terhadap 250 balita di Kenya menemukan
bahwa ASI rata-rata memenuhi 32% kebutuhan energi anak. ASI juga
memberikan kontribusi terhadap kebutuhan lemak dan vitamin A anak
(Onyango 2002). Hasil ini sejalan dengan penelitian di Bangladesh
yang menemukan bahwa ASI merupakan sumber vitamin A yang
penting untuk anak hingga anak berusia 3 tahun.
Saat anak berusia 12–23 bulan, ASI sebanyak 448 ml memberikan:
29% kebutuhan energi, 43% kebutuhan protein, 36% kebutuhan
kalsium, 75% kebutuhan vitamin A, 76% kebutuhan folat, 94%
kebutuhan vitamin B12, dan 60% kebutuhan vitamin C.
Ada pendapat yang menyatakan bahwa kasus kekurangan gizi pada
balita disebabkan ibu masih menyusui anaknya. Padahal, penyebab
utamanya adalah pemberian MPASI yang tidak tepat, juga penyakit-
penyakit lain yang diderita anak.
2. Risiko anak menderita penyakit berkurang
American Academy of Family Physicians (AAFP) menyatakan bahwa
anak yang disapih sebelum usia 2 tahun berisiko lebih tinggi menderita
suatu penyakit. Beberapa komponen imunitas dalam ASI meningkat
pada tahun kedua menyusui dan selama proses menyapih. Sementara
menurut WHO, ASI dan menyusui dapat mencegah hingga 10%
kematian anak usia di bawah 5 tahun (balita).
3. Intelektual, mental, dan sosial anak berkembang dengan baik
Menyusui adalah cara yang paling hangat dan penuh cinta dalam
memenuhi kebutuhan anak. Menyusui tidak hanya memberi energi
kepada anak, tetapi juga dapat menenangkan anak yang sedang
marah, frustrasi, sakit, dan sedang dalam masa peralihan menuju
dunia anak-anak. Memenuhi kebutuhan anak adalah kunci menolong
anak untuk mandiri. Setiap anak unik dan memiliki waktu
perkembangannya masing-masing. Anak yang memutuskan menyapih
sendiri sesuai keinginannya dapat membantunya menjadi lebih
mandiri dibandingkan anak yang dipaksa untuk menyapih.
Ketika ibu memutuskan untuk tetap menyusui saat anak sudah
berusia lebih dari 1 tahun dan membiarkan anak menyusu sesuai
keinginannya, ada beberapa hal yang perlu diperhatikan. Salah satu
hal yang sering menjadi tantangan adalah posisi menyusui. Ketika
anak semakin besar, sering kali konsentrasinya mudah terpecah dan
posisi menyusunya menjadi akrobatik. Ibu perlu memperhatikan
apakah posisi menyusu tersebut dapat menyebabkan nyeri puting dan
masalah menyusui lainnya. Ibu juga harus mengetahui tanda-tanda
anak menggigit payudara.
Anak dapat diajak bicara bila posisi menyusunya membuat ibu nyeri
(posisi akrobat) atau anak terus-menerus bergerak saat menyusu. Ibu
juga dapat memberikan anak sesuatu untuk dipegang (misalnya,
mainan) saat menyusu sehingga anak dapat lebih fokus. Bila anak
masih terus bergerak, ibu dapat melepaskan isapan anak dan
mengatakan kepada anak bahwa ibu tidak dapat menyusui bila anak
masih terus bergerak.

N. Menyapih (Weaning)
Menyapih (weaning) berasal dari kata “wean” yang berarti bagian dari
sebuah hubungan, bukan melepaskan diri dari suatu hubungan. Proses
menyapih terjadi ketika bayi menerima asupan lain selain menyusu pada
ibu. Jadi, menyapih merupakan proses mengganti ASI dengan asupan lain
(PASI seperti infant formula dan makanan padat lainnya). Pengertian lain
dari menyapih adalah menghentikan atau mengakhiri menyusui sama
sekali. Penyebab ibu menyapih bayi/anak bermacam-macam, terbagi dalam
rentang usia 0–4 bulan, 4–12 bulan, dan 1–2 tahun.

Penyebab umum bayi disapih sebelum berusia 4 bulan


1. Ibu memiliki masalah menyusui yang berkepanjangan dan tidak dapat
diselesaikan.
Para ibu yang tidak mendapat pertolongan dalam mengatasi masalah
menyusui, seperti nyeri puting hingga pecah dan berdarah, mastitis
berulang, infeksi jamur berulang, atau trauma pada payudara dapat
menyerah untuk melanjutkan menyusui.
2. Masalah pelekatan
Bayi yang setelah beberapa minggu masih sulit untuk melekat
membuat ibu dan bayi frustrasi. Bila terlambat ditangani oleh ahli
laktasi, ibu tersebut dapat memutuskan menyapih dini bayi.
3. Bayi yang mengalami bingung puting
Bayi yang mendapat asupan melalui botol dot dan atau diberi empeng
dapat mengalami bingung puting. Untuk mengatasi bingung puting ini
diperlukan kesabaran ekstra.
4. Bayi menolak menyusu (nursing strike)
Banyak hal yang menyebabkan bayi menolak menyusu, antara lain
bayi yang sebelumnya dapat melekat pada payudara, kemudian
menerima asupan melalui botol dot dan atau diberi empeng. Penyebab
lain bayi menolak menyusu adalah bayi dalam keadaan sakit.
5. Ibu kembali bekerja dan tidak dapat menjalankan manajemen laktasi
dengan baik.
6. Kurang/tidak adanya dukungan dari orang terdekat (suami, keluarga,
teman) untuk melanjutkan menyusui (memberikan ASI eksklusif),
ditambah lagi ibu tidak mendapatkan informasi yang tepat mengenai
ASI vs. susu (infant) formula.
7. Ibu menderita suatu penyakit di mana obat-obatan atau saat
perawatan menyebabkan ibu tidak boleh menyusui/memberikan ASI.
8. Ibu kelelahan, stres, hingga depresi.

Penyebab umum bayi disapih saat berusia 4–12 bulan


1. Lingkungan yang tidak mendukung ibu memberikan ASI eksklusif
hingga usia bayi 6 bulan.
2. Bayi tumbuh gigi dan mulai menggigit.
3. Nyeri puting berkepanjangan.
4. Ibu bekerja yang tidak dapat mempertahankan manajemen laktasi dan
memiliki sedikit waktu bersama bayinya setiap hari.
5. Ibu yang memiliki anak lain yang memerlukan perhatian.
6. Bayi yang mulai tidak berkonsentrasi saat menyusu.
7. Ibu yang ingin mengembalikan segera bentuk tubuh (terutama
payudara) dan berat badan seperti sebelum hamil.
8. Ibu yang kelelahan dan kurang tidur berkepanjangan.
9. Ibu yang hamil lagi dan tidak paham/tidak ingin menyusui saat hamil.
10. Bayi sudah menerima MPASI dan beranggapan MPASI saja sudah
cukup untuk memenuhi kebutuhan bayi.
11. Ibu menderita suatu penyakit di mana obat-obatan atau saat
perawatan menyebabkan ibu tidak boleh menyusui/memberikan ASI.

Penyebab umum bayi disapih saat berusia 1–2 tahun


1. Ibu beranggapan bayinya sudah bukan bayi lagi, sudah bisa
mengonsumsi makanan anggota keluarga lain (table/family food) dan
beranggapan ASI sudah tidak memberi manfaat seperti saat bayi
berusia di bawah 6 bulan.
2. Ibu hamil lagi.
3. Ibu tidak nyaman menyusui anak di tempat umum.
4. Anak sering minta menyusu pada malam hari.
5. Anak sulit makan sehingga beranggapan penyebabnya karena anak
masih menyusu.
6. Anak menyusu secara agresif dengan posisi akrobat sehingga
menyakitkan ibu.
Ibu perlu mendapatkan dukungan agar dapat melanjutkan menyusui
hingga 2 tahun atau lebih. Selain itu, sebelum seorang ibu memutuskan
menyapih, ia harus paham alasan menyapih dan mengetahui manfaat
melanjutkan menyusui bagi dirinya dan bayi.

Bayi yang menolak menyusu vs. bayi menyapih dirinya sendiri


Bayi bisa mengalami menolak menyusu, walaupun bayi dan ibu sudah
menjalani proses menyusui dengan lancar. Bayi yang masih berusia kurang
dari 1 tahun sangat kecil kemungkinan bisa menyapih dirinya sendiri,
biasanya ia hanya sedang mengalami fase menolak menyusu karena
berbagai sebab. Menolak menyusu adalah salah satu cara bayi
mengomunikasikan kepada ibu bahwa ada hal-hal yang salah dan membuat
bayi tidak nyaman.
Bayi yang menyapih dirinya sendiri bisa saja terjadi, yaitu saat anak
sudah berusia lebih dari 1 tahun. Umumnya, anak yang menyapih sendiri
terjadi saat usia 2–4 tahun.

Teknik menyapih
Istilah menyapih dengan cinta/Weaning With Love (WWL) sudah umum
didengungkan di komunitas-komunitas pendukung ASI dan menyusui.
Teknik menyapih yang baik perlu diupayakan sejak ibu memutuskan untuk
menyapih. Secara umum, menyapih dengan cinta berarti melakukan proses
penyapihan dengan bertahap dan penuh cinta, tidak ada pihak yang sedih,
merasa terpaksa, hingga trauma. Peran suami juga sangat penting dalam
mencapai kesuksesan proses menyapih.
Berikut ini beberapa pilihan menyapih sesuai kondisi yang terjadi dan tip-
tipnya.
1. Menyapih secara mendadak (sudden/abrupt weaning)
Menyapih secara mendadak dapat membuat ibu dan bayi stres, walau
ada beberapa penyebab yang mengharuskan ibu dan bayi melakukan
hal itu. Penyebab paling umum adalah karena bayi dan atau ibu
menderita sakit berat sehingga harus dirawat inap di rumah sakit dan
obat-obatan yang dikonsumsi ibu berbahaya bagi bayi. Ibu dapat
berkonsultasi dengan konsultan laktasi dan dokter yang merawat ibu
mengenai pilihan obat yang lebih aman sehingga ibu dapat
melanjutkan memerah dan menyusui (bila memungkinkan). Menyapih
secara mendadak juga dapat menyebabkan masalah pada ibu, seperti
payudara bengkak, sumbatan ASI, hingga mastitis.
Bila ibu akhirnya melakukan penyapihan secara mendadak, untuk
meminimalkan terjadinya masalah menyusui, ibu dapat melakukan
hal-hal berikut.
Perah payudara sedikit saja (dari payudara yang penuh-keras
hingga sedikit lembut).
Mundurkan jadwal memerah dan perah sedikit bila payudara
terasa sangat penuh.
Bila ibu mengalami masalah menyusui berulang karena
penyapihan mendadak, diskusikan dengan dokter dan atau
konsultan laktasi mengenai penggunaan obat-obatan yang dapat
menekan produksi ASI dan efek sampingnya.
2. Menyapih dengan bertahap (gradual weaning)
Dengan menyapih bertahap, ibu dapat mengganti menyusui dengan nutrisi
dari makanan lain, selain itu memberi perhatian dalam bentuk lain.
Menyapih secara bertahap juga membuat kadar imunitas dalam ASI
meningkat sehingga dapat melindungi bayi sebelum benar-benar berhenti
menyusu.
Proses menyapih secara bertahap berlangsung fleksibel dan banyak
faktor yang berpengaruh. Kadang ibu merasa pada satu waktu mengalami
kemajuan dalam menyapih, tetapi pada waktu berikutnya mengalami
kemunduran (misalnya, ibu menyusui kembali saat anak sakit), dan hal ini
wajar.
Berikut ini beberapa teknik menyapih bertahap.
a. Kurangi satu kali frekuensi menyusui secara bertahap
Bila anak menyusu delapan kali sehari, ibu bisa menguranginya
menjadi tujuh kali. Lakukan setiap 3 hari dan seterusnya sesuai kondisi
ibu dan bayi. Cara ini membuat produksi ASI menurun secara bertahap.
Saat jadwal menyusu anak dikurangi, tawarkan hal lain seperti
minum dari gelas yang menarik atau berikan makanan ringan sehat.
Biasanya, waktu menyusui yang dihilangkan adalah saat siang hari,
saat anak banyak aktivitas, dan di luar waktu istirahat. Jadi,
mengurangi waktu menyusu sebelum tidur siang dan tidur malam
adalah hal yang terakhir dilakukan.
b. Jangan tawarkan menyusu dan jangan menolak saat bayi minta
menyusu
Metode ini dapat menjadi metode yang paling lama dijalankan
dibanding metode menyapih bertahap lainnya karena proses
penyapihan dibiarkan terjadi secara alami.
c. Cari kegiatan pengganti menyusu
Ibu dan anak dapat memilih berbagai kegiatan pengganti menyusu,
seperti mengonsumsi makanan ringan kesukaan anak, bermain
bersama, berjalan ke luar rumah, dan berbelanja bahan makanan
bersama.
d. Ubah rutinitas harian ibu
Bila anak lebih sering ingin menyusu saat ibu di rumah, cobalah
membuat kegiatan di luar rumah atau saat anak tidak memiliki
kesibukan sehingga meminta menyusu, buatlah kegiatan menarik
sehingga anak lebih memilih melakukan kegiatan tersebut
dibandingkan menyusu. Selain itu, ibu dapat mengenakan pakaian
yang sulit dibuka (di bagian dada) oleh anak.
e. Ajari dan beri contoh kepada anak mengenai belajar menunggu
Ketika anak ingin menyusu, ibu dapat memintanya untuk menunggu
dan memberi pilihan kepada anak untuk melakukan kegiatan lain lebih
dulu, sehingga anak sudah tidak memiliki keinginan menyusu setelah
melakukan kegiatan lain.
f. Perpendek waktu menyusui
Ibu dapat mengurangi waktu menyusui secara bertahap, misalnya dari
10 menit per sesi menjadi 8 menit, kemudian 5 menit, dan seterusnya.
g. Fokus menyapih pada satu waktu tertentu
Usahakan tidak melakukan penyapihan pada siang hari dan malam hari
secara bersamaan. Pilih satu waktu dan fokus pada waktu itu saja,
misalnya pada siang hari (karena lebih mudah menyapih saat siang
hari/saat anak memiliki banyak aktivitas).
h. Buat kesepakatan dengan anak
Ibu, ayah, dan anak dapat membuat kesepakatan mengenai hadiah
yang diperoleh anak bila berhasil disapih.
Saat proses menyapih berlangsung, dari awal hingga selesai, berikan
anak banyak sentuhan, pelukan, ciuman, dan pijatan. Jangan sungkan juga
untuk mengajak anak berbicara, bermain bersama, dan cara-cara lain untuk
menyamankan anak karena anak memerlukan banyak kontak fisik sebagai
pengganti kontak kulit dengan kulit saat ia menyusu dengan ibu.
Saat proses menyapih berlangsung, ayah memiliki peran penting untuk
menyamankan anak. Ayah dapat melakukan berbagai kegiatan menarik
bersama anak terutama pada akhir minggu ketika ayah tidak bekerja atau
pada malam hari ketika anak sedang rewel.
Penting pula bagi orangtua untuk mengobservasi dan menilai apakah
proses penyapihan terlalu cepat, mendadak, dan membuat anak stres.
Berikut ini beberapa tanda penyapihan terlalu cepat/mendadak bagi anak.
Anak takut ditinggal atau takut melihat ibunya pergi.
Anak menjadi lebih rewel, sering menangis, agresif, dan mengamuk.
Mendadak sering terbangun pada malam hari.
Mendadak terlalu terikat dengan suatu benda, misalnya mainan,
boneka, selimut, dan binatang peliharaan seperti kucing dan anjing.
Mengisap jempol.
Sering mengeluh sakit perut, mual, atau menolak makan.
Acuh tak acuh atau tidak memedulikan kehadiran ibunya dan tidak
merespons dengan baik saat ibunya mengajak berkomunikasi.
Bila tanda-tanda tersebut ditunjukkan anak, segeralah ubah metode
menyapih yang sedang dijalankan saat ini atau tundalah menyapih untuk
sementara waktu.

Menyapih dari memerah secara eksklusif (E-Ping)


Seperti halnya menyapih bayi dari payudara, menyapih dari memerah
secara eksklusif (E-ping) perlu dilakukan bertahap. Dengan penyapihan
bertahap, produksi ASI menurun perlahan, tanpa rasa penuh atau tidak
nyaman pada payudara dan terhindar dari berbagai masalah menyusui,
seperti payudara bengkak, ASI tersumbat, dan mastitis.

Tip umum menyapih E-Ping


1. Turunkan satu sesi perah.
Ibu dapat menurunkan satu sesi perah setiap 3–7 hari.
2. Perhatikan tanda-tanda payudara penuh dan rasa tidak nyaman.
3. Turunkan waktu memerah untuk semua sesi perah dalam sehari.
Coba turunkan sekitar dua menit pada semua sesi memerah dalam
sehari. Jadi, bila ibu biasa memerah selama 20 menit setiap sesi,
turunkan dua menit (menjadi 18 menit) setiap sesi. Bila pada hari
berikutnya payudara ibu tidak penuh dan nyaman, turunkan waktu
memerah semua sesi menjadi 16 menit, dan seterusnya.
4. Perlahan tambah jarak antarwaktu memerah.
Bila melaksanakan metode ini, ibu harus cepat memerah bila payudara
penuh dan membuat nyeri. Bila biasanya ibu memerah setiap 3 jam,
coba memerah setiap 3,5 jam selama 3 hari berturut-turut, setiap 4 jam
pada hari keempat sampai keenam, dan seterusnya.[]
Bab VI

Masalah-Masalah
Menyusui

Saat menyusui, mungkin banyak ibu mengalami masalah-masalah berikut


ini yang dapat menimbulkan ketidaknyamanan untuk melanjutkan proses
menyusui. Dengan memahami penyebab dari setiap masalah menyusui, ibu
dapat mencegahnya sedini mungkin dan segera meminta bantuan konselor
menyusui/konsultan laktasi bila diperlukan.

A. Nyeri Puting
Pada dua minggu pertama setelah bayi lahir, banyak ibu yang mengalami
nyeri puting. Nyeri puting terus-menerus bukan hal yang normal dan tidak
boleh dianggap remeh karena rasa sakit saat menyusui dapat membuat ibu
menjadi stres atau depresi. Akibatnya, dapat terjadi penyapihan dini.

Jenis-jenis nyeri puting


1. Nyeri sementara
Nyeri sementara terjadi pada minggu pertama pasca kelahiran,
biasanya mencapai puncak pada hari ketiga dan keenam. Sebanyak
70–96% ibu di negara barat yang baru melahirkan mengalami
ketidaknyamanan hingga nyeri pada puting ketika mulai menyusui
bayinya. Namun, nyeri sementara ini hilang pada hari ketujuh dan hari
kesepuluh tidak ada keluhan sama sekali sehingga ibu dapat menyusui
secara normal.
Pada hari kedua hingga keempat pasca kelahiran, payudara ibu
terutama puting menjadi lebih sensitif. Pada masa itu juga, bayi yang
baru belajar menyusu melakukan isapan yang menyebabkan puting
dan jaringan areola tertarik masuk ke dalam mulut bayi. Dengan posisi
dan pelekatan yang baik, nyeri puting akan menghilang setelah satu
atau dua hari sejalan dengan terjadinya refleks pengeluaran ASI.
2. Nyeri kronis
Nyeri kronis atau berkepanjangan adalah tanda bahwa ada sesuatu
yang salah. Nyeri puting yang semakin meningkat dan berlangsung
setelah satu minggu pasca kelahiran (apalagi bila disertai puting pecah
dan berdarah) harus segera dicari penyebabnya dan ditangani.
Segeralah berkonsultasi dengan konselor menyusui/konsultan laktasi.

Faktor-faktor penyebab nyeri puting pada minggu pertama pasca


kelahiran bayi
Berikut ini beberapa faktor penyebab nyeri puting, baik faktor bayi, ibu,
maupun interaksi antara bayi dan ibu.
1. Posisi yang kurang baik, pelekatan yang kurang dalam.

Contoh pelekatan yang tidak baik


2. Bibir bawah bayi masuk ke dalam, tidak terputar lebar keluar.
3. Bayi melepaskan payudara tanpa menghentikan isapan sebelumnya.
4. Puting ibu terlalu besar bagi mulut bayi.
5. Anatomi mulut bayi yang tidak normal, seperti tongue tie, lip tie, dan
bentuk langit-langit tidak normal.
6. Daya isap bayi yang tidak normal.
7. Bayi menjepit atau menggigit puting ibu saat menyusu. Bayi prematur
lebih sering menjepit puting ibu dibandingkan bayi yang lahir cukup
bulan. Seiring bertambahnya usia bayi, masalah ini dapat berkurang.
8. Payudara bengkak sehingga bayi sulit melekat dengan dalam.
9. Vasospasme, terjadi bila aliran darah tidak dapat mengalir normal
menuju puting. Ciri utamanya adalah puting ibu berubah warna
menjadi putih setelah menyusui.
10. Kelainan anatomi puting ibu.
11. Teknik memerah tangan yang tidak tepat (terlalu keras).
12. Penggunaan alat pompa yang tidak tepat (ukuran corong pompa yang
tidak tepat).
13. Pemakaian bra yang tidak sesuai ukuran payudara ibu.
14. Memakai bantalan bra basah terlalu lama.
15. Mengoleskan kosmetik pada puting sehingga menimbulkan iritasi.

Faktor-faktor penyebab nyeri puting setelah bayi berusia 1 bulan


Berikut ini beberapa faktor penyebab nyeri puting setelah bayi berusia 1
bulan, baik berasal dari faktor bayi, ibu, maupun interaksi antara bayi dan
ibu.
1. Posisi menyusu yang kurang baik. Kadang bayi yang lebih besar
usianya sudah banyak bergerak dan mencari posisinya sendiri tanpa
menghiraukan posisi ibu.
2. Infeksi jamur (thrush).
3. Bayi mulai tumbuh gigi dan senang menggigit.
4. Menarik payudara tanpa menghentikan isapan sebelumnya.
5. Produksi ASI yang tinggi sehingga bayi mengisap dengan tidak normal
untuk memperlambat aliran ASI.
6. ASI tersumbat.
7. Peradangan atau infeksi payudara.
8. Penyakit kulit pada puting, seperti eczema.
9. Penyakit herpes yang menginfeksi puting dan kelenjar montgomerry.
10. Perubahan hormon yang signifikan. Saat ibu menstruasi atau hamil,
biasanya kedua puting nyeri bersamaan.
11. Teknik memerah tangan dan memilih alat pompa yang tidak tepat.

Penanganan nyeri puting


Mencegah nyeri puting adalah hal yang paling penting dan pencegahan
terbaik adalah dengan mengusahakan posisi dan pelekatan yang baik sejak
hari pertama pasca kelahiran bayi. Namun, bila telanjur terjadi nyeri puting,
perlu dilakukan penanganan seperti berikut ini.

A. Selama sesi menyusui


1. Ibu dapat menyusui dari puting payudara yang tidak nyeri atau tidak
terlalu nyeri terlebih dulu.
2. Pelekatan awal dan isapan pertama biasanya sangat menyakitkan.
Untuk mematirasakan puting sehingga nyeri dapat berkurang, ibu
dapat menempelkan es batu yang dibungkus handuk pada puting.
Perhatikan jangan terlalu lama menempelkan karena dapat
menghambat refleks pengeluaran ASI.
3. Ibu dapat mencoba berbagai variasi posisi menyusui, lalu pilih yang
paling nyaman dan mengurangi nyeri. Saat ibu ingin menghentikan
isapan bayi dan melepaskan bayi dari payudara, pastikan bayi sudah
berhenti mengisap dan ibu dapat menekan pelan dagu bayi ke bawah.
Ibu juga dapat memasukkan jari kelingking ibu yang bersih ke ujung
mulut bayi agar bayi melepaskan diri dari payudara dengan tidak
menyakitkan ibu.
4. Bila menyusui langsung membuat nyeri tidak tertahankan, ibu dapat
berhenti menyusui langsung, tetapi tetaplah memerah untuk
menghindari berbagai masalah menyusui lain, seperti payudara
bengkak dan meradang. Perah dengan tangan lebih disarankan.

B. Setelah menyusui
1. Ibu dapat membasuh puting dengan larutan garam fisiologis
(normalsaline water, 9%). Bila tidak ada, puting dapat dibasuh dengan
air biasa yang hangat. Lakukan sekitar satu menit. Hindari membasuh
terlalu lama (lebih dari lima menit) karena dapat memperlambat
penyembuhan. Bila puting dibasuh dengan larutan garam fisiologis,
setelah itu basuh lagi dengan air biasa agar bayi tidak menolak
menyusu akibat adanya bau dan rasa yang lain pada puting. Selain itu,
menjaga kelembapan puting sangat penting untuk membantu
mempercepat penyembuhan puting.
2. Ibu dapat mengoleskan ASI akhir (hindmilk) yang kaya vitamin E dan
mengandung hormon pertumbuhan dan antibakteri untuk
mempercepat penyembuhan.
3. Ibu dapat mengeringkan puting dengan mengangin-anginkannya
secara alami. Jangan mengeringkan puting menggunakan pengering
rambut atau di bawah lampu panas karena akan membuat puting
semakin kering dan pecah-pecah.
4. Bila ibu menderita penyakit jamur atau penyakit lain yang memerlukan
pengobatan topikal (pengobatan luar pada puting), obat salep dapat
dioles–kan setelah menyusui. Bila bayi segera menyusu (hanya
beberapa menit setelah pengolesan obat salep yang cukup tebal), ibu
dapat menyeka puting dengan kain atau handuk lembap.

C. Di antara sesi menyusui


1. Ibu dapat melepas bra dan mengangin-anginkan puting. Bila
menggunakan bantalan bra, jangan biarkan sampai lembap atau
basah. Beberapa ibu bahkan ada yang menggunakan breast shell
(pelindung puting berbentuk seperti mangkuk) untuk melindungi
tergeseknya puting dengan bra.

Pelindung puting

2. Bila ada luka yang terlihat jelas, misalnya karena gigitan bayi, ibu
dapat melakukan kompres dingin dengan es batu yang dibungkus kain
atau handuk. Lakukan selama 20 menit, hentikan selama 20 menit,
ulangi lagi sesuai kebutuhan.
3. Bila nyeri tidak tertahankan, ibu dapat mengonsumsi obat bebas
pengurang nyeri (analgesik), seperti ibuprofen atau parasetamol.
4. Bersihkan puting sekali sehari menggunakan sabun biasa tanpa
parfum.
Segera konsultasi dengan dokter bila ibu mengalami demam,
peradangan, pembengkakan, keluar nanah, atau tanda-tanda infeksi
lainnya.

B. Payudara Bengkak (Engorgement)


Payudara bengkak (engorgement) adalah pembengkakan payudara yang
disertai nyeri karena payudara terlalu penuh (ASI menumpuk di saluran ASI)
akibat kegagalan mengeluarkan ASI dengan cukup atau sering. Ibu perlu
membedakan antara kondisi payudara penuh dan membesar yang normal
dengan payudara bengkak.
Ketika volume ASI bertambah (biasanya terjadi pada hari kedua hingga
keenam pasca kelahiran), payudara menjadi lebih besar, berat, hangat, dan
membuat ibu tidak nyaman, dan hal itu normal. Namun, ketika bayi tidak
efektif menyusu dan ibu membiarkan payudara penuh dalam jangka waktu
lama, payudara dapat membengkak dan menyebarkan rasa tidak nyaman
hingga nyeri ke bagian bawah ketiak tempat beradanya kelenjar susu.
Pembengkakan payudara dapat terjadi pada satu atau dua payudara
sekaligus, tergantung penyebabnya. Bila payudara bengkak, ibu dapat
mengalami demam ringan hingga 38,3oC yang sayangnya sering
disalahartikan sebagai infeksi pasca persalinan atau penyakit lain sehingga
tenaga kesehatan menyarankan pemisahan ibu dan bayi. Bila payudara ibu
langsung bengkak pada hari pertama atau kedua pasca persalinan sebelum
produksi ASI mulai banyak, kemungkinan penyebabnya adalah pemberian
cairan infus yang berlebihan. Selain payudara, kaki dan pergelangan kaki
juga ikut bengkak (edema).
Payudara penuh terjadi dalam empat tahap
1. Tahap 1: payudara lembut, ASI mengalir lancar.
2. Tahap 2: payudara kencang dan tidak nyeri, ASI mengalir lancar.
3. Tahap 3: payudara kencang dan perih. Aliran ASI lambat dan mudah
diatasi.
4. Tahap 4: payudara keras dan nyeri. Aliran ASI lambat dan tidak mudah
diatasi.

Tanda-tanda payudara bengkak


1. Payudara terasa keras dan kulit tertarik kencang sehingga terlihat
mengilat. Payudara juga terasa hangat hingga berdenyut-denyut.
Pembengkakan bahkan dapat menyebar hingga ke ketiak.
2. Areola mengeras dan melebar. Diameter puting tampak membesar,
lebih kencang dan lebih datar sehingga bayi sulit melekat.
3. Demam ringan sekitar 38,3oC.

Tip mencegah payudara bengkak


Pastikan posisi dan pelekatan bayi dalam keadaan baik.
Biarkan bayi menyusu sesuai keinginan. Bila bayi tidur agak panjang,
misalnya pada malam hari, lakukan pemerahan minimal dua kali
sepanjang malam (jangan biarkan payudara tidak dikosongkan lebih
dari 5 jam).
Biarkan bayi menyelesaikan payudara pertama terlebih dulu sebelum
menawarkan payudara yang lain.

Langkah-langkah mengatasi payudara bengkak

A. Sebelum menyusui
1. Pijatlah payudara dengan lembut.
2. Kompres dingin (es batu dibungkus kain/handuk) payudara 20 menit
sebelum menyusui. Kompres hangat dengan kain lembap beberapa
menit sebelum menyusui juga dapat menolong ASI untuk mengalir,
tetapi tidak dapat mengurangi pembengkakan. Jangan terlalu lama
mengompres hangat (lebih dari 5 menit) karena akan meningkatkan
pembengkakan dan peradangan. Bila tersedia shower air hangat,
arahkan shower hangat ke pundak-punggung, bukan pada payudara,
selama beberapa menit.
3. Bila bayi sulit melekat, perahlah payudara dengan tangan atau alat
pompa kecepatan rendah sehingga payudara menjadi lebih lunak.
4. Bila diperlukan,ibu dapat meminum obat pengurang nyeri dan
peradangan yang dijual bebas seperti ibuprofen yang aman untuk ibu
menyusui.
5. Berusahalah untuk rileks.

B. Saat menyusui
1. Lakukan penekanan payudara dan pijatlah payudara selama menyusui.
2. Setelah bayi menyusu beberapa menit dan payudara mulai terasa
lunak, ibu dapat melepas bayi dan mulai melakukan pelekatan lagi
yang lebih baik.
3. Cobalah berbagai variasi menyusui sehingga pengosongan payudara
terjadi dari beberapa lokasi.
Variasikan posisi menyusui agar
pengosongan payudara menjadi lebih baik

C. Di antara sesi menyusui


1. Bila ibu merasa payudara masih penuh dan tidak nyaman setelah atau
di antara sesi menyusui, ibu dapat memerah payudara dengan tangan
sebentar hingga terasa lebih nyaman. Pastikan ibu tidak memerah
sampai payudara kosong karena dapat memicu terjadinya oversupply
(produksi ASI berlebihan).
2. Kompres dingin payudara selama 20 menit, lalu istirahat selama 20
menit. Ulangi kembali sesuai kebutuhan.
3. Hindari mengenakan bra yang ketat dan berkawat karena dapat
memicu sumbatan ASI dan peradangan payudara.
4. Hindari mengompres hangat payudara di antara sesi menyusui karena
dapat meningkatkan pembengkakan dan peradangan.
5. Tetap minum. Membatasi minum atau asupan cairan tidak terbukti
mengurangi payudara bengkak.
Hubungi dokter bila demam berkelanjutan dan mengalami tanda-tanda
peradangan. Hubungi konselor menyusui bila bayi masih kesulitan melekat
dan tanda-tanda kecukupan ASI-nya tidak terpenuhi.

C. Mastitis
Mastitis adalah peradangan atau infeksi pada payudara yang umum terjadi
pada enam minggu pertama kehidupan bayi, tetapi bisa juga terjadi kapan
saja selama ibu menyusui. Penyebab utama mastitis adalah pengosongan
payudara yang kurang baik sehingga menyebabkan saluran ASI tersumbat,
juga infeksi. Ibu yang memerah secara eksklusif (exclusively pumping/E-
Ping) rentan menderita mastitis. Penting untuk mengenali tanda-tanda
mastitis karena semakin dini dikenali semakin mudah untuk ditangani.

Tanda-tanda mastitis
a. Biasanya terjadi pada satu payudara (mungkin juga terjadi pada kedua
payudara dan penanganannya akan lebih sulit).
b. Terjadi pada sebagian payudara (bedakan dengan bengkak biasa yang
terjadi pada seluruh payudara).
c. Terdapat daerah kemerahan yang berbatas tegas di kulit (erythema).
Sumber: My Health Alberta

Mastitis

Daerah kemerahan tersebut terasa keras dan mungkin bengkak, tetapi


bagian payudara lainnya tetap lunak dan puting tidak terpengaruh
(sementara pada kasus bengkak, seluruh payudara membengkak dan
puting tertarik ketat dan mendatar), terasa sangat sakit dan panas
terutama di daerah yang berwarna merah.
d. Pengeluaran ASI tidak mengurangi rasa keras pada area yang merah,
berbeda dengan bengkak biasa.
e. Demam berkepanjangan, lebih dari 24 jam.
f. ASI atau ASI perah terlihat lebih kental, menyerupai gelatin dan
rasanya lebih asin. ASI ini aman untuk bayi, tetapi mungkin bayi akan
menolaknya.

Mastitis dengan infeksi


Curigailah mastitis dengan infeksi bila mendapatkan tanda-tanda berikut
ini.
1. Gejala semakin parah.
2. Ada retakan.
3. Mastitis terjadi pada kedua payudara.
4. Tidak ada kemajuan setelah selama 24 jam aliran ASI diperbaiki.
Segeralah berkonsultasi dengan dokter untuk penegakan diagnosis
mastitis dengan infeksi ini dan diskusikan pula pilihan antibiotiknya.
Berdasarkan panduan WHO, dua pilihan antibiotik untuk kasus ini adalah
flucloxacilin dan erythromycin. Bila pemilihan antibiotik tidak tepat atau ibu
tidak minum sesuai anjuran, besar potensi akan terjadi resistensi bakteri
dan pada kemudian hari ibu rentan terkena mastitis infeksi kembali dengan
pengobatan yang lebih sulit dan lama.

Penanganan umum mastitis


1. Susui bayi atau perah ASI sesering mungkin. Upayakan menyusui atau
memerah minimal setiap 2–3 jam sekali.
2. Tempelkan kompres hangat di bagian yang meradang sebelum dan di
antara waktu menyusui atau memerah. Kompres hangat dapat
menggunakan handuk kecil, shower air hangat, atau popok sekali
pakai yang dicelup ke air hangat lalu diperas. Popok sekali pakai
menahan hangat lebih lama daripada handuk atau kain. Memang
dianjurkan kompres hangat cenderung panas, tetapi jangan terlalu
panas karena
berisiko membakar kulit ibu.
3. Pijat perlahan bagian yang menggumpal sebelum dan saat menyusui
atau memerah.
4. Mulailah menyusui pada bagian payudara yang terkena mastitis. Bila
ibu tidak tahan, segeralah pindah ke payudara yang tidak sakit.
5. Kosongkan payudara dengan baik. Setelah bayi menyusu atau setelah
ibu memerah dengan alat pompa, lanjutkan memerah dengan tangan
hingga payudara benar-benar kosong.
6. Carilah posisi menyusui yang berbeda-beda untuk membantu
mengosongkan ASI secara merata.
7. Ibu dapat mengonsumsi obat ibuprofen untuk mengurangi peradangan
dan nyeri.
8. Kompres dingin saat ibu merasa payudara sangat nyeri. Ibu juga bisa
mengompres setelah menyusui atau memerah.
9. Upayakan untuk beristirahat. Beberapa referensi bahkan menyebutkan
agar ibu penderita mastitis menjalani bedrest bersama bayi.
Jadi secara umum, penanganan mastitis diwakili oleh empat hal, yaitu
heat (kompres hangat), massage (pijat), rest (istirahat), dan empty breast
(kosongkan payudara).

Pencegahan mastitis
1. Pastikan posisi dan pelekatan dalam keadaan baik.
2. Kosongkan payudara dengan baik di setiap sesi menyusui atau
memerah. Meskipun bayi memiliki masalah anatomi, seperti tongue
tie, lip tie, dan bibir/langit-langit sumbing sehingga sulit untuk
menyusu langsung/menyusu dengan baik, tetap kosongkan payudara.
Lebih baik kosongkan payudara dengan perah tangan. Bisa juga
memerah menggunakan alat pompa, dilanjutkan dengan perah
tangan.
3. Bagi ibu yang menjalankan E-Ping, jangan sampai jadwal memompa
terlewat atau intervalnya terlalu panjang. Kenali tanda-tanda payudara
mulai penuh. Bila perlu, catat jadwal ibu memerah.
4. Hindari memakai bra dan pakaian yang ketat.
5. Hindari stres. Alokasikan waktu untuk diri ibu sendiri dan istirahat yang
cukup serta buat pengaturan urusan rumah tangga lainnya dengan
suami dan sistem pendukung yang ada.

D. Infeksi Jamur (Thrush)


Infeksi jamur (umumnya disebabkan oleh jamur Candida albicans) adalah
diagnosis yang umum diberikan kepada ibu yang mengalami nyeri di puting
atau payudara. Penyakit ini sering didiagnosis dengan tidak tepat sehingga
ibu menerima berbagai terapi pengobatan, tetapi tidak sembuh. Secara
umum, penyebab paling sering nyeri di puting dan payudara adalah
pelekatan yang tidak baik. Jadi, ketika ibu merasakan nyeri di puting dan
payudara, hal pertama yang perlu ibu periksa adalah pelekatan dan
kemampuan bayi mengisap. Penilaian ini perlu dibantu oleh konselor
menyusui atau konsultan laktasi.
Sering kali pelekatan bayi tampak baik dari luar, tetapi tidak lama
kemudian puting terasa nyeri, apalagi setelah bayi dilepas dari payudara,
puting semakin tertekan/terjepit sehingga berbentuk seperti ujung lipstik
baru. Hal itu dapat terjadi karena beberapa penyebab, seperti kelainan
anatomi mulut bayi, masalah mengisap pada bayi, atau masalah pada otot
di sekitar mulut bayi, dan bukan karena penyakit infeksi jamur. Pemberian
obat-obatan yang tidak tepat, misalnya pemberian antibiotik yang tidak
tepat dapat menyebabkan jamur tumbuh subur karena bakteri-bakteri baik
ikut mati.
Ibu dan bayi berisiko mengalami infeksi jamur bila ibu atau bayi tersebut
sedang menyelesaikan atau dalam pengobatan dengan antibiotik, ibu
mengalami infeksi jamur di daerah vagina beberapa bulan terakhir atau
selama kehamilan, dan ibu mengalami puting pecah. Selain faktor tersebut,
hal-hal lain yang menjadi faktor risiko menderita infeksi jamur adalah
penggunaan steroid, pengatur kehamilan hormonal, dan penderita penyakit
kronis seperti diabetes atau anemia.

Tanda-tanda infeksi jamur

A. Tanda-tanda infeksi jamur pada bayi


1. Muncul bintik-bintik/bulatan putih di dalam mulut (tidak hanya pada
lidah, tetapi juga pada gusi dan rongga dalam pipi). Di sekeliling
bintik/bulatan, kadang muncul kemerahan. Banyak ibu
mengkhawatirkan residu ASI di lidah adalah infeksi jamur, tetapi
sebenarnya bukan. Residu ASI bila diusap/disapu lembut akan hilang,
sementara infeksi jamur jika diusap akan keluar warna kemerahan.
2. Bayi rewel.
3. Perut bayi kembung.
4. Bayi mengisap dengan tidak nyaman, sering melepaskan diri dari
payudara, bahkan menolak menyusu.
5. Bayi mungkin mengalami ruam popok (ruam berwarna merah atau
merah muda cerah dan bisa juga bersisik).

B. Tanda-tanda infeksi jamur pada ibu


1. Permukaan puting terasa nyeri, tersengat, gatal, dan terbakar, atau
payudara terasa seperti tertusuk. Rasa ini berlangsung selama dan
setelah menyusui, bahkan di antara menyusui. Puting sangat sensitif
saat disentuh, bahkan menimbulkan nyeri bila terkena air saat mandi.
2. Puting terlihat membengkak, bersisik, dan muncul bintil-bintil lepuhan
kecil.
3. Produksi ASI menurun karena rasa nyeri menyebabkan proses
menyusui tidak efektif dan menghambat refleks pengeluaran ASI.
4. Adanya infeksi jamur di vagina (vagina gatal dan mengeluarkan cairan
kuning), nyeri pada ujung mulut, pembengkakan, dan nyeri pada
jaringan sekitar jari kaki/tangan, dan ruam di daerah-daerah lembap
seperti ketiak.

Penanganan infeksi jamur


Karena jamur tumbuh subur di tempat yang hangat dan lembap, infeksi
jamur mudah sekali kambuh dan menular. Ibu dan bayi harus diterapi secara
bersamaan, tidak hanya salah satunya saja. Sangat penting bagi para
dokter memberikan diagnosis yang tepat. Umumnya, diagnosis infeksi
jamur ditegakkan berdasarkan pengumpulan keluhan dan gejala pada ibu
dan bayi serta pemeriksaan fisik. Sebelumnya, dokter juga memastikan
tidak ada penyebab lain, seperti posisi dan pelekatan menyusui yang tidak
tepat, mastitis, penyakit eczema, herpes, ringworm, dan psoriasis.

A. Penanganan infeksi jamur pada ibu


1. Cucilah tangan dengan sering dan benar (gunakan sabun dan air
hangat cenderung panas, dan keringkan tangan dengan baik),
terutama sebelum dan setelah menyusui, setelah menggunakan toilet,
dan sebelum-setelah mengganti popok bayi.
2. Susui bayi dengan frekuensi sering dan durasi pendek, dimulai dari
puting yang tidak terlalu nyeri.
3. Kebaskan/mati-rasakan puting yang nyeri dengan kompres dingin (es
batu yang dibungkus handuk/kain) sebelum menyusui.
4. Bila nyeri tidak tertahankan, ibu dapat minum obat pengurang nyeri
dan radang yang aman bagi ibu menyusui, misalnya ibuprofen.
5. Bila terlalu nyeri untuk menyusui langsung, ibu dapat memompa ASI
dan segera memberikan kepada bayi karena ASI perah dari puting
yang terinfeksi tidak boleh disimpan di kulkas atau dibekukan (jamur
dapat bertahan di udara dingin).
6. Pastikan alat pompa, wadah ASI perah, dan barang-barang yang
dimasukkan ke mulut bayi dalam kondisi bersih. Rebus peralatan
pompa, wadah ASI perah, dan peralatan lainnya selama 20 menit,
angin-anginkan hingga kering.
7. Cuci dengan air panas semua pakaian, bra, dan benda lain yang
bersentuhan dengan area terinfeksi dan keringkan dengan sempurna.
8. Kurangi makanan dan minuman berkadar gula tinggi dan berbahan
baku ragi.
9. Oleskan suspensi/krim nystatin atau clotrimazole setelah menyusui.
Ibu tidak perlu mencuci/menyeka payudara sebelum sesi menyusu
berikutnya. Pilihan lainnya adalah dengan mengoleskan 0,25–1%
gentian violet selama tiga hari. Bila masih belum membaik atau
kambuh lagi, dokter dapat meresepkan ibu obat yang diminum, yaitu
fluconazole.

B. Penanganan infeksi jamur pada bayi


1. Berikan obat oral nystatin kepada bayi.
2. Oleskan 0,5% gentian violet pada area terinfeksi (daerah mulut bayi
atau sekitar pemakaian popok) sekali atau dua kali sehari, maksimal
selama 3 hari.
3. Hindari membersihkan area popok bayi dengan tisu basah terutama
yang mengandung parfum. Bersihkan area kemaluan bayi dengan air
hangat dan sabun. Angin-anginkan hingga kering.
4. Selama ibu dan bayi menderita infeksi jamur, usap residu ASI di dalam
mulut bayi karena residu ASI dapat menjadi sumber makanan bagi
jamur.
Pengobatan infeksi jamur tidak berlangsung instan, untuk sembuh total
dapat mencapai beberapa minggu. Namun, bila tidak ada kemajuan dalam
beberapa hari, segeralah berkonsultasi kepada dokter. Bila nystatin dan
gentian violet tidak dapat menyembuhkan infeksi jamur di dalam mulut
bayi, FDA menyetujui pemberian diflucan (fluconazole) 2–3 mg/kg/hari
untuk bayi berusia 6 bulan ke atas.

E. Produksi ASI Berlebih


Produksi ASI berlebih dapat terjadi karena berbagai sebab. Banyak yang
beranggapan hal ini bagus dan bukan suatu masalah. Padahal, kasus ini
dapat menimbulkan beberapa masalah pada bayi dan juga ibu. Produksi ASI
yang terlalu banyak malah membuat bayi tidak mendapat ASI yang cukup.
Hal itu dikarenakan bayi sulit mengendalikan aliran ASI yang kuat sehingga
tidak bisa menyusu dengan mudah, efisien, dan nyaman. Bahkan kadang
bila diperlukan, bayi menerima suplementasi ASI perah sampai kondisi ini
teratasi. Produksi ASI berlebih juga memberi masalah terhadap ibu, seperti
nyeri puting atau penyumbatan ASI.

Tanda-tanda produksi ASI berlebih pada bayi


1. Bayi sering rewel dan menangis di antara waktu menyusui, serta sulit
tidur nyenyak/istirahat.
2. Pertumbuhan berat badan bayi tidak baik karena tidak dapat menyusu
dengan optimal.
3. Buang air besar berwarna hijau dan banyak cairan, mungkin disertai
busa, lendir, dan atau darah.
4. Bayi kadang-kadang tersedak atau batuk saat menyusu.
5. Bayi cenderung menggigit atau menjepit puting ibu saat menyusu.
6. ASI menyemprot pada awal menyusu dan bayi melepaskan diri dari
payudara.
7. Badan bayi tegang, tidak nyaman, dan kadang berteriak saat menyusu.
8. Proses menyusui tidak nyaman, bayi sering melepaskan payudara.
9. Durasi menyusui yang pendek, sekitar 5–10 menit.
10. Bayi seperti membenci payudara hingga trauma saat ditawarkan
payudara.
11. Bayi dapat sering berserdawa dan buang angin di antara waktu
menyusui.
12. Bayi sering gumoh.

Tanda-tanda produksi ASI berlebih pada ibu


1. Ibu dapat mengalami nyeri puting terutama ketika terjadi refleks
pengeluaran ASI.
2. Payudara ibu hampir setiap saat terasa penuh dan tidak nyaman.
3. ASI sering merembes selama menyusui dan di antara sesi menyusui.
4. Ibu dapat menderita sumbatan ASI berulang yang kadang berkembang
menjadi mastitis.
Penyebab produksi ASI berlebih bermacam-macam, antara lain
manajemen laktasi yang tidak tepat, dan kadar hormon prolaktin yang
berlebihan (hyperprolactinemia) atau kelainan bawaan.

Langkah-langkah mengatasi produksi ASI berlebih

1. Lakukan teknik pembatasan menyusu pada satu payudara dan pantau


ketat pertumbuhan berat badan bayi.
Dalam setiap sesi menyusui, tawarkan satu payudara saja. Bila bayi
ingin menyusu kembali kurang dari 3 jam setelah selesai menyusu
terakhir, tawarkan payudara yang sama (yang sudah diisap bayi
sebelumnya). Setelah 3 jam atau pada sesi menyusu berikutnya,
tawarkan hanya payudara yang lain dan ulangi hal yang sama. Dengan
teknik ini, payudara akan memperlambat produksi ASI karena
dikeluarkan lebih jarang. Ketika bayi menyusu pada payudara yang
sama, bayi akan mendapat kandungan lemak ASI yang lebih tinggi.
Keberhasilan teknik ini dapat dilihat dari warna feses bayi yang
berubah menjadi kuning, bayi lebih tenang saat menyusu, tidak sering
menggigit atau menjepit puting ibu, tampak puas setelah menyusu,
dan perut tidak sering kembung.
Bila belum terjadi perubahan, panjangkan frekuensi menyusui hanya
dengan satu payudara. Bila sebelumnya pada setiap dua sesi menyusui
ditawarkan satu payudara, dapat dicoba 3–4 kali sesi menyusui dengan
satu payudara saja. Beberapa ibu dengan kasus produksi ASI berlebih
berat menawarkan hanya satu payudara selama 12 jam. Namun,
menawarkan satu payudara saja secara drastis atau mendadak dengan
interval waktu yang lama berisiko menurunkan produksi ASI secara
drastis pula. Oleh karena itu, lakukan secara perlahan/bertahap. Jika
semula dua sesi menyusu hanya menawarkan satu payudara, kini
diperpanjang menjadi tiga sesi menyusu, dan seterusnya hingga terjadi
perubahan pada perilaku bayi dan warna-tekstur fesesnya.
Ketika payudara yang penuh ditawarkan dan ibu merasa tidak nyaman,
ibu dapat memerah sebentar saja (sekitar 20–30 detik) untuk
mengurangi rasa tidak nyaman tersebut. Hindari memerah lebih lama
karena akan memberikan sinyal pada otak untuk memproduksi ASI
lebih banyak.

2. Kompres dingin payudara ibu di antara sesi menyusui.


Kompres dingin (es batu dibungkus kain/handuk) selama 30 menit dan jeda
minimal satu jam dapat mengurangi aliran darah pada payudara.
3. Hindari stimulasi payudara secara berlebihan. Misalnya, mandi di bawah
shower air hangat dengan durasi panjang.

4. Kurangi kuatnya refleks pengeluaran ASI.


Ibu yang mengalami produksi ASI berlebih juga mengalami refleks
pengeluaran ASI yang kuat sehingga bayi sulit menyusu setelah melekat,
tersedak, atau batuk.

5. Konsumsilah obat-obatan penekan hormon prolaktin.


Untuk kasus produksi ASI berlebih yang berat, obat-obatan penghambat
hormon prolaktin (misalnya obat yang mengandung pseudoephedrine)
dapat dipertimbangkan. Pseudoephedrine merupakan golongan
dekongestan yang umum terdapat di dalam obat batuk pilek/selesma.
Sebuah penelitian membuktikan bahwa pemberian 60 mg (oral)
pseudoephedrine pada delapan ibu menyusui berhasil menurunkan
produksi ASI sebesar 24% dan hormon prolaktin sebesar 13,5%. Selain itu,
pil pengatur kehamilan hormonal yang mengandung estrogen juga dapat
menekan hormon prolaktin. Tentu saja pilihan mengonsumsi obat ini harus
didiskusikan dengan dokter dan konsultan laktasi dengan
mempertimbangkan manfaat versus efek sampingnya.

F. Bayi Menyusu Lebih Sering


Pernahkah pada suatu saat bayi menyusu lebih sering dari biasanya? Ketika
mulai sakit atau sedang sakit, bayi biasanya menyusu lebih sering. Hal ini
menguntungkan bagi bayi karena ASI memberikan antibodi dan kekebalan
yang khusus saat bayi sakit.
Bayi juga umumnya menyusu lebih sering karena hal-hal yang
berhubungan dengan psikologis, misalnya perubahan besar dalam
keluarga, pindah rumah, banyak tamu, atau ditinggal ibu karena pekerjaan.
Peningkatan frekuensi menyusu selama masa ini bersifat sementara.
Asupan ASI yang diperlukan bayi meningkat dengan pesat pada minggu-
minggu pertama kehidupannya dan kemudian relatif stabil setelah bayi
berusia 1–6 bulan. Selain pertumbuhan fisik yang pesat, bayi juga akan
melewati atau mencapai perkembangan baru, seperti bisa berguling,
merangkak, dan mengeluarkan suara baru sehingga biasanya bayi akan
menyusu dengan frekuensi yang meningkat.

Tip menghadapi bayi yang menyusu lebih sering dari biasanya


1. Tetap biarkan bayi menyusu sesuai keinginannya. Tidak perlu khawatir
akan kekurangan ASI karena produksi ASI akan meningkat seiring
meningkatnya frekuensi menyusu bayi (mengikuti hukum persediaan
versus permintaan), asalkan ibu mengosongkan payudara dengan
optimal. Jadi, jangan terburu-buru memberikan suplementasi susu
formula atau MPASI dini.
2. Hindari membatasi atau menjadwal bayi menyusu, apalagi
membiarkan bayi menangis hingga kelelahan karena tidak disusui. Hal
ini berisiko menyebabkan pertumbuhan bayi terhambat dan produksi
ASI menurun.
3. Ibu menyusui dapat merasa lebih lapar dan haus ketika frekuensi
menyusu bayi meningkat. Selalu siapkan makanan ringan sehat dan
pastikan ibu cukup cairan. Letakkan makanan ringan dan air putih di
tempat ibu biasa menyusui. Bila ibu kelelahan, mintalah bantuan dari
orang terdekat untuk mengurus hal-hal lain di luar menyusui.
4. Pantau tanda-tanda kecukupan ASI bayi terutama kenaikan berat
badan dan frekuensi buang air kecil harian.

G. Bingung Puting
Bingung puting merupakan tantangan menyusui yang umum terjadi karena
berbagai sebab. Bila ibu tidak sabar dalam menghadapinya dan segera
menyerah, dapat terjadi penyapihan dini.
Ketika bayi yang baru belajar menyusu diberi empeng dan atau botol dot
untuk minum ASI perah/PASI (susu formula) maka bayi dapat menjadi
bingung, tidak tahu bagaimana mengisap (minum dari) payudara. Mengisap
payudara dan puting buatan memiliki mekanisme kerja serta koordinasi
lidah dan mulut yang berbeda. Selain itu, perbedaan cairan yang mengalir
dari payudara ibu versus botol dot dapat menyebabkan bayi lebih memilih
menyusu melalui dot. Jadi, bukan hanya perbedaan cara mengisap, tetapi
juga perbedaan aliran, ketika botol dot memberikan aliran yang
mudah/lebih deras. Risiko bayi mengalami bingung puting sangat besar
ketika bayi berusia kurang dari satu bulan, ketika bayi sedang belajar
menyusu bersama ibunya. Tidak semua bayi akan mengalami bi-ngung
puting ketika dikenalkan dengan empeng dan botol dot. Meskipun bayi
sudah berusia lebih dari satu bulan, risiko bayi mengalami bingung puting
tetap ada.
Selama menyusu, bayi menggunakan rahang, otot pipi, gusi, langit-
langit, lidah, dan bibir untuk mencengkeram areola-puting-payudara,
memompa, dan mengosongkan payudara dengan efektif. Isapan yang
dilakukan bayi saat menyusu pada payudara bermanfaat bagi
perkembangan oral bayi. Di lain pihak, saat bayi mengisap empeng atau
botol dot, ASI/pengganti ASI (PASI) mengalir dengan sendirinya tanpa
diisap kencang. Hal ini yang membuat bayi menempatkan lidahnya ke
belakang tenggorokan untuk mencegah terlalu banyak cairan yang masuk.
Tidak ada dot botol yang dapat menyerupai puting ibu, walau banyak iklan
dari produsen botol dot yang menyatakan demikian.
Mekanisme mengisap botol dot vs. mengisap payudara
Sumber: Brian Palmer, DDS

Tanda-tanda bayi mengalami bingung puting


1. Bayi mendorong lidahnya ke atas selama mengisap.
2. Mulut bayi mendorong payudara.
3. Bayi tidak membuka bagian bawah mulutnya dengan lebar.
4. Bayi hanya mengisap ujung/sebagian puting ibu sehingga berpotensi
menyebabkan nyeri puting.
5. Bayi terlihat sudah melekat, tetapi tidak mau mengisap.
6. Bayi menjadi rewel dan tidak sabar karena ASI tidak mengalir
secepat/semudah aliran botol. Bayi harus melakukan beberapa isapan
cepat pada awal melekat sebelum terjadi refleks pengeluaran ASI
sehingga ASI mengalir lancar. Hal ini yang membuat bayi tidak sabar.
7. Bayi tidak melekat dengan baik dan tidak mengisap dengan efektif
untuk mengosongkan payudara ibu.
8. Bayi menolak menyusu pada payudara sama sekali.

Pencegahan bingung puting


Mencegah terjadinya bingung puting adalah hal yang perlu ibu ketahui
sejak hamil karena penanganan bingung puting memerlukan usaha yang
konsisten dan kesabaran. Apalagi, bila bayi sudah sampai pada tahap
menolak menyusu sama sekali, risiko penyapihan dini sangat besar terjadi.
Ditambah lagi bila ibu tidak rutin meme-rah selama bayi tidak mau
menyusu. Untuk mencegah bingung puting, ikutilah tip-tip berikut ini.
1. Hindari memberikan empeng sejak bayi lahir.
2. Hindari memberikan ASI/PASI menggunakan botol dot. Gunakan
media pemberian lain, seperti sendok, suntikan, pipet (pada bayi baru
lahir), dan gelas/cangkir kecil/sloki berbahan plastik dengan bentuk
khusus seperti cup feeder. Bila akhirnya ibu memilih dot, tunda hingga
proses menyusui pada payudara berjalan lancar (menurut referensi
AAP adalah ketika usia bayi 1 bulan) dan pilihlah botol dot dengan
aliran yang pelan serta bentuknya panjang.

Cup feeder

3. Jangan paksa bayi untuk menyusu karena bayi dapat mengalami


trauma menyusu pada payudara ibu.
4. Ajukan surat permohonan pelaksanaan kelahiran dan menyusui di
mana ibu menekankan pemberian ASI eksklusif, tidak memberikan
susu formula tanpa indikasi medis, tidak memberikan empeng dan
botol dot pada bayi baru lahir, serta permintaan rawat gabung.

Penanganan bingung puting


Berikut ini beberapa cara penanganan bingung puting.
1. Hentikan pemakaian empeng dan botol dot.
2. Lakukan kontak kulit dengan kulit sesering mungkin dengan bayi.
Kontak kulit dengan kulit dapat membantu bayi membangkitkan
kembali insting alamiahnya menyusu pada payudara.
3. Belajarlah menyusui bayi ketika bayi dalam kondisi tenang atau
setengah mengantuk. Bila bayi dalam keadaan rewel dan menangis,
proses belajar menyusu akan sulit dan ibu mungkin dapat memaksa
bayi menyusu sehingga membuat bayi trauma. Tenangkan dulu bayi
dengan digendong atau diayun pelan.
4. Perahlah ASI sebelum menyusui agar refleks pengeluaran ASI terjadi
sehingga bayi tidak perlu menunggu aliran ASI dan mempermudah
bayi belajar mengisap payudara.
5. Teteskan ASI ke mulut bayi sebelum bayi melekat pada payudara
sehingga bayi tertarik untuk mengisap setelah melekat.
6. Dengan bantuan konselor menyusui/konsultan laktasi, ibu dapat
menggunakan suplementer menyusui yang ditempelkan pada
payudara sehingga ASI mengalir konstan ketika bayi belajar mengisap
payudara.
7. Pastikan ibu tenang, konsisten, sabar, tidak lelah, dan frustrasi saat
proses mengatasi bingung puting ini berjalan (yang mungkin tidak
semudah yang diharapkan).
Selama bayi masih mengalami bingung puting, sebaiknya ibu tetap
memerah rutin setiap 2–3 jam dan pastikan tanda-tanda kecukupan ASI
pada bayi terpenuhi selama bayi diberi suplementasi ASI perah.
H. Bayi Rewel
“Hanya tiga hal yang dibutuhkan bayi baru lahir, yaitu kehangatan dalam
pelukan ibunya, makanan dari payudara ibunya, dan rasa aman/dilindungi
oleh ibunya. Dan menyusui memenuhi ketiga kebutuhan tersebut.” —Dr.
Grantly Dick.
Resep sederhana untuk membuat bayi nyaman dan bahagia adalah
dengan menyusui. Namun, terutama bagi para ibu baru yang melahirkan
anak pertama, kerewelan bayi dapat membuat ibu bingung hingga panik.
Ibu umumnya khawatir apakah bayi kurang disusui, bayi sakit, bayi alergi
makanan/minuman yang ibu konsumsi, atau situasi tidak nyaman.
Bayi bisa menjadi rewel karena berbagai sebab dan bisa juga karena
kombinasi beberapa hal, dan kadang perlu waktu bagi ibu untuk
menemukan penyebabnya. Sangat baik bila ibu memiliki catatan harian
bayi sehingga bila kondisi/gejala yang sama terjadi, ibu lebih cepat
mengetahui penyebabnya dan cepat menanganinya.
Berikut ini daftar gejala yang biasanya menyertai kerewelan bayi dan
kemungkinan penyebabnya.

1. Rewel saat menyusu atau menolak untuk menyusu.


Kemungkinan penyebab:
a. Posisi dan pelekatan yang tidak tepat.
b. Aliran ASI kurang deras.
c. Refleks pengeluaran ASI terlalu kuat.
d. Gastroesophageal reflux (GER) yang berbeda dengan gumoh. Bayi
mungkin memuntahkan ASI. Refluks terjadi ketika ASI dan asam dari
perut kembali menuju kerongkongan.
e. Infeksi jamur Candida albicans
di mulut bayi.
f. Ibu mengoleskan sesuatu pada putingnya, seperti krim/losion, yang
merupakan hal asing bagi bayi.
g. Tumbuh gigi.
h. Ibu mulai menstruasi kembali atau ibu hamil.

2. Bayi sempat menyusu, tetapi segera melepaskan diri dan tampak stres.
Kemungkinan penyebab:
a. Intoleransi makanan/minuman ibu (jarang bayi yang sensitif seperti
ini).
b. Refleks pengeluaran ASI terlalu kuat.
c. Gastroesophageal reflux (GER).

3. Tampak resah setelah selesai menyusu.


Kemungkinan penyebab:
1. Menyusu yang dijadwal atau dibatasi.
2. Posisi dan pelekatan yang kurang tepat.
3. c. Produksi ASI rendah.
4. d. Gastroesophageal reflux (GER).
5. e. Infeksi jamur Candida albicans
di mulut bayi.

4. Kenaikan berat badan bayi lambat.


Kemungkinan penyebab:
a. Menyusu yang dijadwal atau dibatasi.
b. Produksi ASI rendah.
c. Gastroesophageal reflux (GER).

5. Kolik dan tangisan bayi yang tidak bisa ditenangkan dalam waktu lama.
Kemungkinan penyebab:
a. Intoleransi makanan/minuman ibu.
b. Refleks pengeluaran ASI terlalu kuat.

6. Diare, buang air besar berwarna hijau dan ada darah.


Kemungkinan penyebab:
a. Refleks pengeluaran ASI terlalu kuat.
b. Penyakit infeksi.

7. Muntah menyemprot.
Kemungkinan penyebab:
a. Alergi.
b. Penyakit pyloric stenosis (penyakit di mana otot-otot pilorus yang
menghubungkan lambung dan usus kecil menebal sehingga bayi dapat
muntah hebat).
c. Gastroesophageal reflux (GER).

8. Ruam merah pada kulit bayi yang kering, eksim, dermatitis.


Kemungkinan penyebab:
a. Reaksi terhadap produk yang dipakai bayi, seperti sabun, krim, atau
deterjen.
b. Faktor keturunan.

9. Batuk pilek sehingga bayi sulit bernapas melalui hidung.


Kemungkinan penyebab:
a. Selesma/common cold karena virus. Perhatikan juga bila bayi seperti
menarik-narik telinga, mungkin bayi menderita infeksi telinga (otitis
media).
b. Bila batuk pilek berkepanjangan, mungkin bayi alergi dan sensitif
terhadap beberapa material (debu, bulu binatang, karpet, dan lain-
lain).
Lalu, bagaimana menangani bayi yang rewel? Berikut ini beberapa
tipnya.
1. Penuhi kebutuhan dasar bayi: susui dengan posisi dan pelekatan yang
baik, sendawakan bayi, rajin memeriksa dan mengganti popoknya,
rajin mengganti bajunya dengan baju yang nyaman.
2. Beri sentuhan yang menenangkan: gendong bayi, peluk bayi hingga
kulit ibu menyentuh kulit bayi (bayi hanya mengenakan popok dan ibu
melepas baju atasan ibu. Pastikan ibu dan bayi diselimuti/tidak
kedinginan). Gendong bayi dengan posisi magic hold, khususnya untuk
bayi yang menderita kolik.

Sumber : Community Babycenter

Posisi menggendong magic hold

3. Pijat lembut bayi oleh ibu atau ayah: pijat lembut perut bayi dengan
gerakan ILU (I Love You) dan gerakan pijat lainnya sambil mengajak
bayi berbicara. Pijat ini sangat disukai bayi.
4. Kurangi stimulasi yang mengganggu: redupkan lampu, buat suasana
menjadi hening, longgarkan bedong bayi.
5. Perdengarkan suara yang menyamankan: ibu dapat
memperdengarkan musik lembut, beryanyi, memutar lantunan Al-
Quran atau melantunkannya (bagi yang beragama Islam), dan lain-lain.
6. Lakukan gerakan ritmis dan perubahan suasana: susui bayi sambil ibu
berjalan atau duduk di kursi goyang, mengayun pelan bayi,
menggendong bayi berjalan keluar rumah, membawa bayi keluar
rumah dengan kereta bayi atau mobil, memandikannya dengan air
hangat, dan lain-lain.
Untuk beberapa gejala yang mengindikasikan bayi menderita penyakit
tertentu, seperti GER, pyloric stenosis, infeksi jamur atau infeksi lainnya,
segeralah berkonsultasi dengan dokter anak. Bila sudah mengetahui
penyebab bayi rewel, catatlah di catatan harian bayi agar dapat dihindari
pada masa datang.

I. Bayi Menolak Menyusu (Nursing Strike)


Bayi menolak menyusu (nursing strike) dapat terjadi kapan saja dengan
berbagai penyebab, beberapa di antaranya sama dengan penyebab
bingung puting. Banyak ibu menganggap bila bayi yang telah melewati
masa ASI eksklusif menolak menyusu, itulah saat untuk menyapih. Padahal,
bayi jarang melakukan penyapihan sepihak (dari pihak bayi saja) sebelum
usia 18 bulan dan penyapihan sepihak ini pun terjadi bertahap/tidak tiba-
tiba.
Kasus bayi menolak menyusu umum terjadi ketika usia bayi sudah lebih
dari 3 bulan. Mencari penyebab dan penanganannya adalah dua hal yang
sebaiknya dilakukan bersamaan. Penolakan bayi menyusu dapat membuat
ibu merasa sedih dan berpikir bayi tidak menyukai ibu atau menyusui
bukanlah hal yang terbaik bagi ibu dan bayi. Tidak ada yang dapat
memastikan berapa lama bayi menolak menyusu dan keberhasilan ibu
mengatasinya. Oleh karena itu, dukungan perlu diberikan kepada ibu yang
bayinya sedang menolak menyusu. Beberapa ibu dapat mengatasi masalah
ini dalam beberapa hari, sementara pada kasus lain dapat terjadi selama
beberapa minggu.
Berikut ini beberapa kategori bayi yang menolak menyusu.
1. Bayi yang menolak payudara
Berikut ini beberapa penyebab bayi menolak payudara.
Bayi mencium bau yang baru/berbeda pada ibu, misalnya ibu
mengganti sabun, losion, dan parfum.
Bayi merasa tidak nyaman (suasana baru, perubahan besar dalam
keluarga, orang-orang baru di dekat bayi, atau ibu kembali
bekerja).
Bayi sedang sakit atau tumbuh gigi.
Bayi mengonsumsi obat-obatan. Bayi trauma karena dipaksa
menelan obat-obatan saat sakit.
Posisi menyusui yang tidak nyaman.
Bingung puting.
Proses persalinan yang sulit.
Obat-obatan yang dikonsumsi ibu.
Payudara ibu bengkak atau puting terbenam.
Ibu sedang stres.
Bayi memiliki kelainan anatomi oral, seperti tongue tie,
bibir/langit-langit sumbing.
2. Bayi yang tidak dapat melekat
Beberapa kemungkinan penyebab bayi tidak dapat melekat, antara
lain proses persalinan traumatis, reaksi atas obat-obatan yang
dikonsumsi ibu, posisi menyusui yang tidak baik, cara menggendong
bayi yang tidak nyaman, mulut bayi yang kurang terbuka lebar, bentuk
payudara ibu yang bermasalah (puting terlalu besar, puting
datar/terbenam, payudara bengkak), bayi preterm/prematur, dan atau
BBLR (bayi berat lahir rendah), bayi sakit, dan bayi dengan kelainan
anatomi oral.
3. Bayi yang setelah melekat melepaskan diri dari payudara
Beberapa kemungkinan penyebabnya, antara lain bayi tidak dapat
bernapas dengan baik, menderita bibir/langit-langit sumbing, posisi
menyusui tidak nyaman, bentuk puting ibu yang bermasalah, bayi
tidak dapat mengatasi derasnya aliran ASI, menderita hipotonik (otot
lemah yang umum terjadi pada penderita down syndrome, cerebral
palsy, spina bifida, dan hidrosefalus).
4. Bayi yang sudah melekat, tetapi tidak mau mengisap
Beberapa penyebabnya, antara lain bayi lahir preterm/prematur, bayi
sakit, lemah, BBLR, sangat mengantuk/terus-menerus mengantuk,
dan bayi yang kebutuhan mengisapnya sudah terpenuhi dengan
empeng.

Mengatasi bayi menolak menyusu


Apa pun penyebab bayi menolak menyusu, bayi harus tetap mendapatkan
ASI. Oleh karena itu, ibu harus tetap memerah rutin setiap 2–3 jam dan
memberikannya pada bayi, baik melalui media gelas kecil, cup feeder,
pipet/dropper, syringe (suntikan tanpa jarum), maupun sendok. Ibu juga
harus memantau tanda-tanda kecukupan ASI pada bayi.
Lakukan pula kontak kulit dengan kulit untuk memacu insting alamiah
bayi menyusu pada payudara, juga menyamankan ibu dan bayi sehingga
keduanya dapat rileks bersama dan membangun rasa percaya diri dan
saling mencintai. Selama di rumah, ibu yang sedang tidak melakukan
kontak kulit dengan bayi disarankan mengenakan pakaian yang mudah
dibuka kapan pun bayi terlihat ingin menyusu. Bayi menjadi tidak sabar
ketika menunjukkan keinginan menyusu, tetapi ibu lama menawarkan
payudaranya.
Sebaiknya, ibu juga meningkatkan kegiatan menyenangkan bersama
bayi, seperti mandi bersama, memijat bayi, membawa bayi jalan-jalan,
bermain, dan mengajak berbicara. Beradalah selalu dekat dengan bayi dan
libatkan bayi dalam kegiatan sehari-hari ibu. Bila memungkinkan, ibu dapat
tidur bersama bayi dengan tetap mempertimbangkan keamanan bayi, atau
ibu bisa berada sekamar dengan bayi dengan meletakkan boks bayi di dekat
kasur ibu.
Bila penyebab bayi menolak menyusu adalah pemberian empeng dan
botol dot, hentikan pemberian empeng dan botol dot tersebut. Beberapa
ibu yang kesulitan menyapih bayi dari botol dot melakukan trik meletakkan
botol dot dekat dengan payudara ibu dan ketika bayi membuka mulut
hendak mengisap botol dot, ibu segera memasukkan payudara ibu.
Mencari dan mempertahankan posisi menyusui yang nyaman bagi ibu
dan bayi sangat penting untuk menjaga agar bayi yang sudah melekat tetap
mau mengisap. Ibu bisa menggunakan beberapa teknik menyusui, seperti
penekanan payudara dan posisi dancer hold untuk bayi yang memiliki
masalah hipotonik. Teteskan ASI pada kedua puting-areola dan biarkan
bayi memilih payudara yang lebih disukainya. Perah juga payudara sebelum
bayi melekat sehingga tahap refleks pengeluaran ASI sudah terlewati dan
bayi tinggal menikmati aliran ASI sejak isapan pertama.
Tawarkan payudara ketika bayi setengah mengantuk, seperti hendak
tidur atau baru bangun tidur. Hentikan menawarkan payudara ketika bayi
makin rewel dan tidak dapat ditenangkan dan ibu sudah mulai tidak sabar
atau frustrasi. Redupkan lampu ruangan dan ciptakan suasana hening. Ibu
juga dapat menyusui sambil berjalan atau bila ada kursi goyang, ibu dapat
menyusui di atas kursi goyang.

Pengaruh empeng

Empeng

Pemberian empeng pada bayi sampai saat ini masih menjadi kontroversi.
Menurut panduan umum, bayi yang lahir sehat,
normal, dan cukup bulan tidak diberikan empeng. Berbagai organisasi,
seperti AAP (American Academy of Pediatrics), AAFP (The American
Academy of Family Physicians), dan ABM (The Academy of Breastfeeding
Medicine) merekomendasikan agar ibu mendapatkan edukasi tentang risiko
pemberian empeng kepada bayi baru lahir. Bila ibu terpaksa harus
memberikan empeng pada bayi, sangat dianjurkan agar pemberian empeng
ditunda hingga proses menyusui telah mapan yang kira-kira dicapai setelah
bayi berusia satu bulan. Empeng secara khusus dapat diberikan pada bayi-
bayi prematur yang sedang dirawat di NICU, juga pada beberapa kasus
sebagai terapi pengurang nyeri, misalnya untuk bayi laki-laki yang sedang
menjalani proses sunat.
Empeng tidak memberikan manfaat dari segi nutrisi. Empeng malah
dapat menyebabkan pertumbuhan bayi terhambat dan meningkatkan
kemungkinan bayi menderita penyakit infeksi jamur, infeksi telinga tengah,
dan kerusakan gigi.
Baik AAP maupun AAFP menganjurkan bayi yang sudah telanjur diberi
empeng sebaiknya disapih sejak usia 6 bulan dan tidak melewati usia
setahun agar efek samping pemakaian empeng dapat diminimalkan.
Secara naluriah, bayi sejak dalam kandungan memiliki keinginan untuk
mengisap dengan tujuan bukan mendapatkan makanan (non-nutritive
sucking), melainkan merupakan refleks yang normal yang biasanya dimulai
sejak usia kehamilan 29 minggu. Non-nutritive sucking sebenarnya
memberikan beberapa manfaat, antara lain sebagai berikut.
Membantu bayi mengembangkan kemampuan mengendalikan emosi.
Membantu bayi untuk rileks dan lebih fokus.
Memberikan rasa nyaman dan aman. Biasanya, bayi melakukan hal ini
ketika lelah, bosan, tidak nyaman, takut, atau marah.
Non-nutritive sucking umumnya berhenti saat anak berusia dua tahun. dr
Sears menjelaskan empeng adalah pemberi nyaman buatan. Sebenarnya,
yang bayi perlukan untuk mendapatkan ketiga manfaat tersebut adalah
respons ibu, belaian ibu, gendongan/dekapan ibu, kontak kulit bayi dengan
kulit ibu, pijatan lembut ibu atau ayah, dan suara ibu. Selalu mengandalkan
empeng untuk menyamankan bayi dapat menghambat terbangunnya
hubungan dan kepercayaan antara bayi dan ibu.
Cara bayi mengisap empeng berbeda dengan mengisap payudara. Oleh
karena itu, risiko terbesar memberikan empeng pada bayi saat mereka
masih belajar menyusu adalah bingung puting. Empeng memiliki dasar
yang lebih sempit sehingga bayi tidak perlu membuka mulut/bibir dengan
lebar, berbanding terbalik dengan pelekatan menyusui ketika salah satu
komponen utama adalah mulut bayi terbuka lebar dan bibir bagian bawah
terputar keluar. Selain bingung puting, risiko lainnya adalah terjadinya
pelekatan yang buruk, puting yang nyeri, dan sulit untuk belajar menyusu
selanjutnya.

Pro penggunaan empeng


Empeng masih banyak digunakan karena beberapa hal berikut ini.
1. Bermanfaat bagi bayi prematur yang masih menerima asupan melalui
selang (NGT/nasogastric tube) dan mulai belajar mengisap sebagai
persiapan menerima asupan melalui mulut. Cochrane review
menemukan bahwa non-nutritive sucking berhubungan dengan lebih
pendeknya waktu perawatan di rumah sakit.
2. Memberikan kenyamanan dan ketenangan bagi bayi berkebutuhan
khusus ketika ia tidak dapat menyusu langsung kepada ibunya.
3. Memberikan bayi ketenangan dan mengurangi rasa nyeri selama
dilakukan beberapa tindakan medis ketika ibu tidak dapat menyusui
bayi pada saat tersebut (contohnya saat proses sunat pada bayi laki-
laki atau proses pengambilan darah).
4. Mengurangi risiko terjadinya SIDS (Sudden Infant Death
Syndrome/Sindrom Kematian Bayi Tiba-tiba). Belum diketahui
mekanisme pasti mengapa bayi yang mengisap empeng saat tidur
dapat mengurangi terjadinya SIDS, tetapi ada kecenderungan bahwa
bayi yang sedang tidur sambil mengisap empeng berkurang keinginan
untuk berguling dan tidur tengkurap (tetapi tetap orangtua tidak boleh
memaksakan memasukkan kembali empeng saat tidur bila bayi
melepaskannya).

Kontra penggunaan empeng


Penggunaan empeng dihindari karena beberapa hal berikut ini.
1. Menyebabkan waktu menyusui eksklusif menjadi lebih pendek dan
menimbulkan kecenderungan menyapih lebih dini. Sebuah penelitian
menunjukkan hubungan yang kuat antara penggunaan empeng tiap
hari dengan menyapih dini ketika usia bayi baru tiga bulan.
2. Mengurangi produksi ASI dan menghambat pertumbuhan bayi karena
menurunnya stimulasi pada payudara ibu (waktu menyusui menjadi
lebih jarang dan lebih singkat).
3. Pada minggu-minggu awal kelahiran, penggunaan empeng dapat
menyebabkan bayi bingung puting atau gagal mengenali puting ibu
yang lebih lembut dan lebih pendek dibandingkan tekstur dan bentuk
empeng. Akibatnya, bayi sulit melekat pada payudara atau tidak
efektif mengisap payudara serta berpotensi menyebabkan puting ibu
nyeri/lecet.
4. Menyebabkan ibu kehilangan tanda-tanda bayi lapar dan ingin
menyusu.
5. Meningkatkan risiko bayi menderita infeksi telinga tengah (otitis
media). Mengisap empeng meningkatkan terbentuknya air liur dan
berpotensi membawa berbagai organisme ke tabung eustachian. Non-
nutritive sucking empeng menyebabkan fungsi tabung eustachian
menjadi tidak normal, yaitu memindahkan organisme dari mulut ke
telinga tengah.
6. Meningkatkan risiko penyakit infeksi jamur. Empeng dari bahan lateks
lebih berpotensi sebagai tempat berkembangnya jamur dibandingkan
empeng dari bahan silikon.
7. Meningkatkan risiko menderita masalah gigi di kemudian hari. Sebuah
meta-analisis menyimpulkan bahwa penggunaan empeng jangka
panjang hingga setelah anak berusia 3 tahun berhubungan dengan
terjadinya maloklusi (kelainan susunan gigi geligi atas dan bawah yang
berhubungan dengan bentuk rongga mulut/rahang).
8. Meningkatkan risiko alergi akibat bahan lateks atau silikon pada
empeng.

Pengaruh botol dot

Botol susu

Selain empeng, pemberian botol dot pada bayi sampai saat ini masih
menjadi kontroversi. Menurut drg. Palmer, bayi yang menyusu langsung
pada ibunya dan tidak diberi empeng serta botol dot akan memiliki
kesehatan gigi yang lebih baik, juga langit-langit mulut yang lebih lebar
sehingga membuat bayi bernapas dengan normal selama tidur. Bayi yang
menyusu langsung pada ibunya juga memiliki perkembangan paru-paru
yang lebih baik dibanding bayi yang tidak menyusu langsung. Bayi yang
menyusu dengan botol dot cenderung mendorong lidahnya untuk
mencegah terlalu banyak cairan yang keluar dari dot. Kebiasaan
mendorong lidah sehingga mendorong gigi berpotensi terbawa terus
hingga dewasa sehingga dapat menyebabkan terjadinya maloklusi.
Menyusu pada botol juga berisiko mengubah perkembangan mengunyah
bayi yang dapat terbawa hingga dewasa. Bayi yang menggunakan botol dot
di rumah sakit atau tempat bersalin juga berhubungan dengan pendeknya
waktu menyusui.
Cara bayi mengisap cairan dari botol dot berbeda dengan cara bayi
mengisap dari payudara ibu sehingga dapat menyebabkan bayi bingung
puting. Saat menyusu, seluruh rongga mulut bayi dipenuhi jaringan
payudara, terutama areola dan tidak hanya pada puting ibu. Tidak ada dot
buatan manusia yang dapat menyesuaikan bentuk unik mulut bayi seperti
yang diberikan oleh payudara ibu. Saat menyusu, bayi yang memegang
kendali dan payudara merespons gerakan mengisap bayi dengan berbagai
kecepatan aliran ASI dan ASI berhenti mengalir ketika bayi berhenti
mengisap. Sebaliknya, botol dot mengalirkan cairan terus-menerus dan
bayi harus menjepit dot botol untuk menghentikan aliran cairan tersebut.
Bayi juga bisa stres saat mengisap botol. Tanda-tandanya, antara lain cairan
mengalir keluar dari mulut bayi, bayi tersedak, sulit bernapas/terengah-
engah, cegukan, dan rewel.
Risiko infeksi juga perlu dipertimbangkan. WHO/PAHO tidak
merekomendasikan pemberian asupan pada bayi melalui botol dot karena
berisiko tinggi terkena infeksi, terutama di negara-negara berkembang
yang sanitasinya buruk dan akses air bersih sulit. Yang direkomendasikan
oleh WHO adalah wadah tanpa celah sempit dan mudah dibersihkan,
seperti cangkir/gelas kecil, cup feeder, atau sendok (terutama untuk bayi di
bawah satu bulan).
Keuntungan lain menyusu pada payudara adalah terpicunya gerakan
peristaltik di saluran pencernaan bayi. Kontraksi otot tersebut membantu
mengalirkan ASI turun ke lambung serta usus halus sehingga bayi-bayi yang
menyusu langsung lebih berkurang kemungkinan menderita refluks (ASI
dimuntahkan kembali) dibandingkan bayi yang menyusu dari botol dot.
Bayi yang menyusu dengan botol dot, walaupun isinya ASI perah, juga
berpotensi mengalami overfeeding. Artinya, bayi meminum lebih dari yang
mereka perlukan untuk pertumbuhan normal sehingga berisiko mengalami
obesitas (kegemukan).
Untuk bayi preterm/prematur yang mulai siap menerima asupan melalui
mulut, menyusui langsung jauh lebih baik dibandingkan menyusu dari botol
dot. Sebuah penelitian menunjukkan bahwa bayi preterm/prematur yang
menyusu pada payudara mendapatkan detak jantung, kadar oksigen darah,
dan pernapasan yang lebih baik.

J. Bayi Menyusu Hanya pada Satu Payudara


Banyak ibu mungkin pernah mendapati produksi ASI dari kedua
payudaranya berbeda, juga perbedaan derasnya aliran ASI hingga
perbedaan ukuran, baik itu ukuran payudara, areola maupun puting. Kasus
bayi hanya mau menyusu pada satu payudara saja disebut lopsided.
Organ tubuh asimetris adalah hal yang normal. Hal ini tidak hanya terjadi
pada payudara, tetapi juga pada organ-organ tubuh lain, seperti kaki,
tangan, dan mata. Jadi, ketika ibu menemukan perbedaan pada anatomi
payudaranya, jangan khawatir karena hal tersebut tidak akan menimbulkan
masalah menyusui selama bayi menyusu dengan baik pada kedua payudara
ibu.
Kadang bayi menolak menyusu pada satu payudara untuk suatu waktu
saja/sementara, tetapi terdapat juga kasus bayi tidak mau menyusu setiap
saat pada satu payudara. Beberapa kemungkinan penyebabnya antara lain
sebagai berikut.
1. Perbedaan anatomi payudara
Perbedaan tersebut antara lain perbedaan alveoli, saluran ASI, bentuk
puting, dan areola. Bayi lebih memilih menyusu pada puting yang lebih
keluar dibandingkan pada puting yang datar/terbenam.
2. Adanya masalah pada satu payudara
Payudara yang lebih bengkak atau besar kurang disukai bayi. Mungkin
pula terjadi refleks pengeluaran ASI yang lebih lemah atau lebih kuat
pada satu payudara. Ketika ibu menderita mastitis, rasa ASI berubah
menjadi lebih asin karena meningkatnya kandungan sodium dalam
ASI, bayi akan menolak menyusu pada payudara ini.
3. Bayi lebih nyaman menyusu pada satu sisi payudara
Sejak lahir, bisa saja bayi merasa lebih nyaman bila digendong dan
disusui pada satu sisi saja sehingga bayi menyusu lebih efisien/lebih
sering pada sisi payudara yang lebih disukainya.
4. Ibu cenderung menawarkan satu payudara lebih sering daripada
payudara yang lain
Bisa saja ibu secara sadar maupun tidak sadar menawarkan satu sisi
payudara karena merasa lebih nyaman menyusui pada payudara
tersebut.
5. Ibu menjalani operasi payudara atau pernah mengalami trauma pada
payudara yang dapat memengaruhi aliran ASI.
6. Bayi menderita suatu penyakit, baik akut atau kronis sehingga memilih
satu sisi yang tidak membuat bayi merasa lebih sakit. Misalnya, saat
bayi menderita infeksi telinga, bayi akan memilih sisi yang nyeri tidak
makin tertekan/membuat lebih nyeri. Bayi yang mengalami persalinan
traumatis juga dapat menyebabkan leher bayi lebih kaku sehingga
tidak nyaman menyusu pada suatu sisi.

Mengatasi bayi yang hanya menyusu pada satu payudara


1. Tawarkan bayi menyusu pada payudara yang disukainya, dan ketika
refleks pengeluaran ASI terjadi, geser bayi ke payudara yang lain tanpa
mengubah posisi badan bayi. Misalnya, diawali dengan posisi
mendekap di payudara kiri, kemudian geser bayi ke payudara yang
kanan sehingga posisi menyusu menjadi posisi pencengkeram/sepak
bola.
Posisi mendekap menjadi posisi pencengkeram/ sepak bola

2. Cobalah berbagai posisi menyusui, bisa dimulai dari posisi bayi


telungkup di atas badan ibu untuk memacu insting alamiah bayi
menyusu.
3. Tawarkan payudara yang kurang/tidak disukai bayi ketika bayi
setengah mengantuk atau baru bangun tidur.
4. Tawarkan bayi menyusu pada payudara yang kurang/tidak disukai
sambil bergerak, bisa sambil berjalan atau duduk di kursi goyang.
5. Menyusui di ruangan yang berlampu redup dan hening.
6. Bila bayi tidak mau menyusu pada payudara karena refleks
pengeluaran ASI terlalu kuat, ibu dapat memerah sedikit hingga refleks
pengeluaran ASI selesai. Setelah itu, tawarkan pada bayi dengan
meneteskan ASI pada areola dan puting ibu.
7. Bila penyebabnya adalah aliran ASI yang lambat, ibu dapat melakukan
penekanan payudara untuk memperlancar aliran ASI.
8. Bila ibu merasa produksi ASI lebih sedikit, ibu dapat menambah
frekuensi perah pada payudara tersebut.
9. Tetap sabar, tenang, konsisten, dan jangan paksa bayi menyusu pada
payudara yang kurang/tidak disukainya. Bila dipaksa, bayi dapat
trauma dan menjadi menolak menyusu sama sekali.
10. Selama bayi masih menolak menyusu pada payudara tersebut,
tetaplah rutin memerah untuk menjaga produksi ASI dan mencegah
masalah-masalah menyusui lainnya. Teruslah memantau tanda-tanda
kecukupan ASI, walau bayi hanya menyusu dari satu payudara dan
ketahui pula waktu yang tepat untuk memberikan suplementasi ASI
perah pada bayi. Selama menyusu sesuai keinginannya, bayi sudah
cukup mendapatkan ASI sesuai kebutuhannya.
K. Bayi Menggigit dan Tumbuh Gigi
Penyebab bayi menggigit saat menyusui bermacam-macam, salah satu
sebab yang paling sering adalah karena bayi sedang tumbuh gigi. Tumbuh
gigi juga merupakan salah satu penyebab bayi sering terbangun pada
malam hari. Tumbuh gigi membuat gusi bayi tidak nyaman, kadang disertai
demam ringan sehingga menjadi lebih rewel saat menyusu, melepaskan diri
dari payudara, dan menangis.
Banyak ibu khawatir ketika gigi bayi mulai tumbuh dan mampu
menggigit, proses menyusui akan menyakitkan sehingga ibu segera
menyapih. Padahal, bila bayi menyusu dengan baik (pelekatan yang baik),
ibu tidak akan merasakan gigi bayi saat bayi menyusu. Suatu hal yang tidak
mungkin bila bayi menyusu dan menggigit bersamaan karena bila
pelekatan menyusui baik, lidah bayi akan menutupi gigi dan gusi bawah
saat menyusui.
Beberapa ibu bahkan tidak pernah merasakan bayinya menggigit selama
bayi sedang tumbuh gigi. Namun, menggigit adalah perilaku wajar karena
bayi sedang tumbuh gigi. Tetaplah menyusui dengan rileks dan berpikiran
positif. Untuk mencegah bayi menggigit, ketahuilah perilaku bayi sebelum
menggigit.

Mencegah bayi menggigit


Berikut ini beberapa cara mencegah bayi menggigit dalam berbagai
kondisi.
a. Bayi menggigit pada awal sesi menyusu
Pencegahan awal adalah memastikan pelekatan bayi sudah baik. Bila
bayi setelah melekat tidak mengisap, menggigit, segera lepaskan.
Berikan teether (mainan aman untuk digigit) yang dingin untuk digigit
sebelum menyusu dan lakukan langkah-langkah seperti pada poin b
berikut ini.
b. Saat bayi tumbuh gigi
Saat bayi tumbuh gigi, bayi merasa gusinya tidak nyaman dan gatal.
Maka ketika bayi meminta payudara ibu, observasi dulu apakah bayi
ingin menyusu karena lapar atau hanya karena ingin menggigit
sesuatu. Bila karena ingin menggigit sesuatu, tawarkan teether dingin
atau gulungan handuk kecil yang direndam air dingin. Sambil
menawarkan, ibu dapat mengucap, “Barang/benda ini yang untuk
digigit, bukan payudara ibu. Payudara ibu untuk menyusu.”
Ada pula ibu yang menawarkan jarinya ke mulut bayi untuk
mengetahui bayi mau menggigit atau menyusu. Bila jari diisap, bayi
ingin menyusu. Bila bayi menyusu tanpa menggigit, berilah pujian
kepadanya.
c. Bayi menggigit pada akhir sesi menyusu
Umumnya, bayi menggigit pada akhir sesi menyusu ketika bayi sudah
tidak terlalu lapar, bosan, dan ingin bermain, tetapi posisi payudara
masih di dalam mulut bayi. Jadi, ketika bayi berhenti mengisap dan
payudara ibu terasa lunak, perhatikan wajah bayi sudah tampak
kenyang/puas menyusu atau belum. Bila sudah, segera lepaskan bayi
dari payudara ibu. Ibu juga bisa mengetahui tanda bayi hendak
menggigit dari rahang bayi yang mengeras dan bayi menarik lidahnya
ke belakang.
d. Bayi tidak bisa diam dan mudah teralihkan
Ada kalanya bayi tidak bisa diam dan mudah teralihkan perhatiannya,
terutama pada siang hari dan di keramaian. Meski bayi tampak rewel,
coba tawarkan menyusu. Namun, bila bayi tidak bisa diam dan
menggigit saat hendak melekat, segera lepaskan dan tenangkan bayi.
Ibu dapat mencari ruangan yang lebih tenang dan redup. Jangan
memaksa bayi bila akhirnya bayi tidak mau menyusu.
e. Bayi menggigit untuk mencari perhatian
Biasanya bayi yang lebih besar melakukan hal ini. Oleh karena itu
ketika menyusu, berikan perhatian penuh kepada bayi, lakukan kontak
mata dan berbicaralah dengan bayi. Ibu juga dapat segera
memperhatikan tanda-tanda sebelum bayi menggigit.
f. Bayi mengantuk setelah menyusu
Untuk bayi yang mengantuk setelah menyusu, lakukan penekanan
payudara terlebih dulu untuk melihat apakah bayi masih ingin
mengisap atau tidak. Bila tidak ingin mengisap dan bayi mengantuk,
segera lepaskan bayi dari payudara.
g. Bayi menggigit karena sakit (pilek, hidung tersumbat)
Karena bayi tidak bisa bernapas dengan normal saat pilek, bayi
cenderung tidak tenang menyusu, mudah melepaskan diri dari
payudara, atau menggigit. Gunakan posisi kepala bayi tegak/tinggi.
h. Bayi yang lebih besar dan mulai berat
Pada bayi yang lebih besar dan badannya mulai berat, gunakan posisi
menyusui di mana badan bayi tersangga dengan baik agar
mulut/rahang bayi tidak tertarik ke bawah.

Yang dapat ibu lakukan ketika bayi menggigit


1. Jangan berteriak, menjerit, atau marah.
Hal itu dapat membuat bayi kaget, bahkan membuat bayi menggigit
lebih keras dan menangis. Bayi dapat trauma, bahkan dapat
menyebabkan bayi menolak menyusu.
2. Lepaskan bayi dari payudara dengan tenang.
Ibu dapat menekan lembut dagu bayi ke bawah atau memasukkan
kelingking ibu ke ujung mulut bayi.
3. Beri penjelasan kepada bayi.
Jelaskan dengan tenang dan lembut bahwa ibu merasa sakit karena
digigit dan payudara ibu bukan untuk digigit. Jelaskan berulang kali.
Tanyakan pula apakah bayi mau menyusu atau bermain.
Bila bayi masih terus menggigit, berkonsultasilah dengan dokter anak
untuk mencari kemungkinan penyebab lain. Bila ibu sudah mengalami nyeri
puting hingga pecah/berdarah, segera lakukan penanganan nyeri puting,
seperti mengompres dingin (es dibungkus kain) dan mengangin-anginkan
puting payudara.

L. Puting Datar dan Terbenam


Pengaliran ASI yang efisien dari payudara hingga mulut bayi bergantung
pada kemampuan bayi untuk melekat pada payudara. Salah satu tanda
pelekatan yang baik adalah ketika bayi melekat tidak hanya pada puting,
tetapi memasukkan lebih banyak areola payudara bawah dan menyisakan
sedikit areola bagian atas (pelekatan asimetrik).

Sumber: Doctor & Daughter UK

Pelekatan asimetrik

Setiap ibu memiliki bentuk, ukuran, dan derajat keluarnya puting yang
unik. Puting yang menonjol keluar dapat membantu bayi menemukan
pusat untuk melekat pada payudara ibu. Tidak semua ibu memiliki bentuk
puting yang normal, beberapa bayi baru lahir dapat mengalami kesulitan
melekat dan menghisap karena bentuk puting ibu yang datar hingga
terbenam. Ibu perlu segera mencari bantuan konselor menyusui/konsultan
laktasi bila bayi kesulitan melekat karena masalah bentuk puting ibu.

Beberapa bentuk puting


1. Puting normal
Inilah bentuk umum puting, yaitu menonjol sedikit ketika dalam
keadaan “istirahat (rileks)” dan mengeras serta lebih maju/tegak ketika
menerima stimulasi berupa
sentuhan, kompres dingin, dan tekanan pelan pada payudara.

Sebelum stimulasi Setelah stimulasi


Bentuk puting yang umum

2. Puting datar
Puting datar memiliki batang puting yang pendek dan ketika
menerima stimulasi puting tidak berubah. Pergerakan sedikit masuk
dan keluar masih memungkinkan, tetapi tidak cukup untuk
membantu bayi, terutama bayi baru lahir, bayi preterm/prematur,
dan bayi yang sedang sakit untuk menemukan pusat payudara dan
melekat. Jenis puting ini dapat
dibantu keluar dengan alat penarik atau pengisap puting.

Sebelum stimulasi Setelah stimulasi


Puting datar

3. Puting yang tampak masuk ke dalam


Jenis puting ini seperti masuk ke dalam, tetapi dapat keluar dan
mengeras setelah menerima stimulasi. Jenis puting ini tidak perlu
dikoreksi.
Sebelum stimulasi Setelah stimulasi
Puting yang tampak masuk ke dalam

4. Puting tertarik ke dalam


Jenis puting ini adalah salah satu jenis puting terbenam yang umum.
Pada awalnya, puting ini tampak mudah untuk dihisap bayi. Namun
ketika diberi stimulasi, puting malah masuk ke dalam. Dengan
teknik mengeluarkan puting, puting jenis ini dapat tertarik keluar.

Sebelum stimulasi Setelah stimulasi


Puting tertarik ke dalam

5. Puting terbenam
Puting terbenam murni adalah puting yang masuk ke dalam, baik saat
istirahat maupun setelah distimulasi. Biasanya hanya satu puting yang
berbentuk seperti ini. Jenis puting ini dapat menyulitkan bayi (bayi
baru lahir, bayi preterm/prematur, bayi yang sedang sakit) untuk
mendapatkan payudara.

Sebelum stimulasi Setelah stimulasi


Puting terbenam

Perubahan bentuk payudara selama kehamilan dapat membuat


puting lebih keluar dibanding sebelumnya. Melakukan pemeriksaan
tipe puting dan menarik-narik puting selama kehamilan adalah
tindakan yang tidak direkomendasikan. Puting yang terbenam dapat
makin tertarik ke dalam bila payudara ibu bengkak. Dalam kasus yang
ekstrem, puting terbenam derajat berat dapat menghambat aliran ASI.

Untuk ibu yang memiliki puting datar atau terbenam, sangat penting
untuk menghindari pemberian dot botol atau empeng, dan segera lakukan
IMD (Inisiasi Menyusu Dini). Bila bayi perlu menerima suplementasi ASI
perah atau susu formula, gunakanlah gelas kecil/cup feeder atau syringe
(suntikan tanpa jarum) yang diberikan selama 2–3 hari awal pasca kelahiran
sebelum volume ASI bertambah banyak dan payudara menjadi penuh
hingga membengkak. Untuk membantu bayi menemukan payudara dan
melekat, ibu dapat memerah sedikit ASI dan mengoleskannya di sekitar
puting.
Bila proses menyusui melelahkan hingga membuat bayi frustrasi,
hentikan dan tenangkan bayi lebih dulu. Tenangkan bayi dengan
mengayun, menggendong, mendekap, berjalan, atau dengan memberikan
sedikit ASI perah. Proses menyusui terutama saat ibu dan bayi belajar
menyusu haruslah menyenangkan dan meninggalkan kesan positif bukan
membuat bayi (dan ibu) trauma.
Tawarkan payudara dengan puting yang tidak datar (terbenam) terlebih
dulu. Ketika bayi menyusu, puting yang datar (terbenam) dapat dipompa
atau lakukan hal-hal berikut ini untuk membantu mengeluarkan puting.

Tip mengatasi puting datar (terbenam)


1. Tarik sedikit payudara ke arah dinding dada untuk membantu puting
keluar sebelum bayi mulai melekat.
2. Siapkan kompres dingin, misalnya handuk kecil atau bantalan bra yang
direndam air dingin atau es batu yang dibungkus handuk. Putar puting
dengan lembut menggunakan jempol dan jari telunjuk selama 1 atau 2
menit, kemudian segera beri kompres dingin. Jangan menempelkan es
batu langsung pada puting dan kompres sebentar saja. Bila
mengompres terlalu dingin dan lama dapat mematirasakan payudara
dan menghambat refleks pengeluaran ASI.
3. Gunakan teknik pembentukan payudara seperti breast sandwich
sehingga bayi lebih mudah dan lebih dalam/banyak saat mengambil
payudara untuk memicu bayi mengisap.
4. Gunakan pelindung puting
Pemakaian pelindung puting berbahan plastik kaku yang dikenakan di
dalam bra masih mengundang pro dan kontra. Selama bertahun-tahun
penggunaan pelindung puting direkomendasikan karena dapat
memberikan tekanan lembut yang konstan pada payudara sehingga
membantu puting keluar. Namun, belum ada penelitian terkini yang
menyatakan manfaatnya. Bila ibu memutuskan mencobanya, pastikan
menggunakannya maksimal 30 menit sebelum menyusui karena
pemakaian yang lama dapat memicu mastitis.
5. Gunakan penyambung puting
Seperti halnya pelindung puting, penggunaan penyambung puting
juga menimbulkan pro dan kontra. Kontra karena dapat menyebabkan
bayi bingung puting dan ibu perlu usaha kedua untuk menyapih,
seperti halnya menyapih dari empeng atau botol dot. Penyambung
puting adalah puting berbahan silikon yang fleksibel, dengan lubang di
ujungnya dan diletakkan di luar puting selama menyusui bayi.
Penggunaan penyambung puting tidak disarankan dalam jangka
waktu yang panjang dan perlu pemantauan ketat terhadap
pertumbuhan berat badan bayi selama bayi menyusu menggunakan
penyambung puting.
Penyambung puting

6. Pompalah payudara sebelum menyusui.


Memompa sebelum menyusui dapat melembutkan areola dan
membantu mengeluarkan puting.
7. Gunakan syringe (suntikan tanpa jarum) yang sudah dimodifikasi.
Gunakan syringe ukuran 10 atau 20 ml, tergantung ukuran puting. Syringe
yang dimodifikasi ini menjadi alat untuk mengisap puting dan penggunaan
alat ini harus dibantu oleh konselor menyusui atau konsultan laktasi.

Sumber: UNICEF-WHO Breastfeeding Promotion & Support in baby friendly hospital

Metode syringe (alat suntik) untuk mengeluarkan puting datar


Alat penarik puting

Seiring bertambah besarnya bayi, mereka akan mampu menyusu dengan


lebih efektif. Yang penting untuk selalu diingat adalah bahwa bayi bukan
menyusu pada puting, melainkan pada payudara. Bila bayi sudah melekat
dengan baik pada payudara dan dapat mengisap sehingga ASI mengalir
lancar dari payudara ke mulut bayi, bentuk puting yang tidak normal tidak
akan menimbulkan masalah.

Alat penarik puting dengan berbagai merek tersedia dalam beberapa


bentuk. Konsepnya serupa dengan syringe yang dimodifikasi.

M. Tongue Tie
Tongue tie/ankyloglossia adalah kelainan bawaan ketika frenulum (lipatan
mukosa yang menghubungkan bagian bawah lidah dan dasar mulut/sering
disebut tali lidah) sangat tebal, kencang, atau pendek sehingga gerakan
lidah menjadi terbatas, menyebabkan gangguan makan, bicara, menelan,
dan masalah lain yang berkaitan dengan penggunaan lidah.
Angka kejadian bayi baru lahir dengan tongue tie tidak besar, yaitu 1,7–
4,8% dengan rasio bayi laki-laki berbanding perempuan adalah 3 : 1.
Beberapa masalah menyusui seperti nyeri puting sering langsung dikaitkan
dengan tongue tie. Memang, tongue tie pada derajat tertentu dapat
menyebabkan masalah menyusui, tetapi tidak serta-merta masalah
menyusui terjadi pasti karena tongue tie. Penegakan diagnosis tongue tie
perlu dilakukan secara hati-hati.
Pemeriksaan menyeluruh yang teliti pada ibu dan bayi serta analisis dan
penilaian menyusui perlu dilakukan sejak bayi lahir. Ketika memberikan
penegakan diagnosis tongue tie, sebelum melakukan tindakan koreksi
seperti frenotomy (pemotongan/insisi frenulum), ibu perlu memperbaiki
posisi dan pelekatan saat menyusui. Konselor menyusui dapat membantu
ibu mengeksplorasi berbagai variasi posisi menyusui yang dapat
memudahkan bayi mencapai pelekatan yang baik dan dalam.

Tanda-tanda pada ibu dan bayi dengan tongue tie


Salah satu komponen penting dalam penegakan diagnosis tongue tie
adalah pengumpulan gejala/tanda-tanda, baik pada ibu maupun bayi, selain
penilaian langsung proses menyusui oleh konselor menyusui.

A. Tanda-tanda pada bayi


Pelekatan yang tidak baik (payudara tidak banyak mengisi rongga
mulut bayi).
Suara klik saat menyusu (bayi mengisap dengan lemah).
Pengaliran ASI dari payudara ke mulut bayi tidak efektif.
Kenaikan berat badan yang tidak baik atau malah berat badan turun.
Rewel, kolik, menjauhkan diri dari payudara ibu.
Lemah/tidak mengisap (hanya mengisap selama 1–2 menit sejak mulai
menyusu).
Sulit mempertahankan isapan dan pelekatan yang dalam.
Sering terlepas dari payudara.
Mengunyah puting ibu.
Jatuh tertidur padahal menyusu belum optimal.

B. Tanda-tanda pada ibu


Nyeri pada puting.
Nyeri pada payudara.
Produksi ASI menurun.
Mengalami sumbatan ASI.
Mastitis.
Perasaan kecewa dan frustrasi saat menyusui.
Dapat menyapih sewaktu-waktu (penyapihan dini).

Penggolongan tongue tie


Menurut Lawrence Kotlow DDS, terdapat empat kelas tongue tie.
1. Kelas 1: Ringan. Lidah dapat melakukan gerakan (mengangkat) 12–16
mm.
2. Kelas 2: Sedang. Lidah dapat melakukan gerakan (mengangkat) 8–12
mm.
3. Kelas 3: Berat. Lidah dapat melakukan gerakan (mengangkat) 4–8 mm.
Sumber : Lawrence A. Kotlow DDS , PC

4. Kelas 4: Sangat berat. Lidah hanya dapat melakukan gerakan


(mengangkat) 0–4 mm.

Sumber : Lawrence A. Kotlow DDS , PC


Bandingkan dengan lidah normal yang dapat melakukan gerakan
(mengangkat) hingga lebih dari 16 mm.

Sumber : Lawrence A. Kotlow DDS , PC

Kemudian ada yang mengklasifikasikan tongue tie menjadi anterior


tongue tie dan posterior tongue tie yang kurang jelas terlihat karena
letaknya di belakang/ di dalam.
Salah satu alat penilaian untuk menegakkan diagnosis tongue tie adalah
menggunakan Hazelbaker Score (Hazelbaker Assessment for Lingual
Frenulum Function/HATLFF). Ada dua bagian yang dinilai, yaitu penampilan
(apperance) yang terdiri atas 5 item dan fungsi (function) yang terdiri atas 7
item. Angka penilaian tiap item dimulai dari 0 hingga 2. Bila total nilai
penampilan sama dengan atau lebih kecil dari 8 dan atau total nilai fungsi
sama dengan atau lebih kecil dari 11, dokter memberikan diagnosis tongue
tie pada bayi.
Menurut Hazelbaker, tongue tie terbagi atas empat kelas.
Kelas 1: Ringan. Lidah dapat melakukan gerakan (mengangkat) 12–16
mm.
Kelas 2: Sedang. Lidah dapat melakukan gerakan (mengangkat) 8–11
mm.
Kelas 3: Berat. Lidah dapat melakukan gerakan (mengangkat) 3–7 mm.
Kelas 4: Sangat berat. Lidah hanya dapat melakukan gerakan
(mengangkat) < 3 mm

Penanganan tongue tie


Lakukan perbaikan manajemen laktasi (memperbaiki posisi dan pelekatan
menyusui) dibantu oleh konselor menyusui. Pantau ketat pertumbuhan bayi
(berat badan dan tinggi badan) selama masa perbaikan manajemen laktasi.
Keluhan nyeri puting dapat diminimalkan dengan melakukan beberapa
terapi suportif, seperti kompres dingin dan mengangin-anginkan payudara.
Terapi bedah, yaitu frenotomi (pemotongan/insisi frenulum) perlu
dipertimbangkan secara matang setelah semua upaya perbaikan
manajemen laktasi tidak berhasil. Jadi, ketika dokter memberikan diagnosis
tongue tie dan menyarankan frenotomi, sebaiknya ibu bekerja sama
dengan konselor menyusui memperbaiki manajemen laktasi ibu dan
mencari opini lain bila dirasa perlu sebelum memutuskan frenotomi.

N. Bayi Kuning (Jaundice)


Kuning atau jaundice pada bayi adalah kondisi ketika kadar bilirubin bayi
tinggi dalam darah. Bilirubin adalah senyawa kekuningan yang terbentuk
akibat pemecahan hemoglobin (sel darah merah). Hati mengolah bilirubin
sehingga dikeluarkan tubuh melalui feses. Kuning pada bayi terjadi ketika
kadar bilirubin meningkat dan hati tidak dapat mengolah dan
mengeluarkannya dari tubuh. Kadar bilirubin yang tinggi dalam tubuh bayi
menyebabkan kulit bayi dan bagian putih mata bayi berwarna kuning.
Orangtua perlu mengetahui jenis-jenis kuning pada bayi dan
penanganannya karena tidak semua kuning pada bayi berbahaya dan
memerlukan penanganan di rumah sakit (umumnya diberi terapi
sinar/phototherapy). Kuning pada bayi biasanya terlihat mulai dari wajah,
lalu turun ke tubuh bagian bawah (dada, perut, lengan, kaki) seiring makin
tingginya kadar bilirubin. Penilaian fisik ini harus dilakukan di tempat
terang, misalnya di bawah sinar matahari atau cahaya fluoresens. Bila bayi
mengalami kuning, ketika kulit bayi ditekan, warna kulitnya tidak segera
kembali. Bila bayi mengalami kuning berat, ia berisiko mengalami acute
bilirubin encephalopathy, atau kondisi ketika bilirubin memasuki otak. Bayi
dengan kuning berat perlu ditangani segera agar tidak terjadi kerusakan
otak permanen dan hal-hal lain yang membahayakan bayi.
Kondisi yang lebih berat lagi adalah kernicterus, yaitu sindrom yang
terjadi bila acute bilirubin encephalopathy menyebabkan kerusakan
permanen pada otak sehingga bayi dapat menderita athetoid cerebral
palsy, ketulian, dan perkembangan enamel gigi yang tidak normal.
Umumnya, bayi yang sehat dan lahir cukup bulan tidak akan mengalami
acute bilirubin encephalopathy bila kadar bilirubin berada di bawah 20
mg/dl.

Faktor-faktor risiko bayi menderita kuning/jaundice


Dokter anak perlu menilai faktor-faktor risiko bayi menderita kuning dan
AAP menyarankan pemeriksaan darah untuk mengetahui kadar bilirubin
bayi. Bila kuning pada bayi terjadi dalam 24 jam pertama kehidupan bayi,
kadar TSB (Total Serum Bilirubin) bayi perlu diperiksa. Berikut ini faktor
risiko mayor dan minor yang berhubungan dengan penilaian tatalaksana
kuning pada bayi.

A. Faktor Risiko Mayor


TSB berada di zona risiko tinggi (high risk).
Terjadi dalam 24 jam pertama.
Mengalami ketidakcocokan golongan darah/rhesus (ABO/Rh
incompatibility).
Menderita penyakit hemolisis/penghancuran sel darah merah, seperti
defisiensi G6PD.
Usia kehamilan 35–36 minggu.
Memiliki riwayat terapi cahaya pada saudara kandung.
Mengalami memar cukup berat karena proses kelahiran, misalnya
kelahiran yang dibantu vakum.
Bayi tidak mendapat cukup ASI.
Berasal dari etnis atau ras Asia Timur (Korea, Jepang, China, dan lain-
lain).

B. Faktor Risiko Minor


TSB berada di zona risiko agak tinggi (high intermediate risk).
Kuning sudah terlihat sebelum bayi meninggalkan rumah sakit atau
tempat bersalin.
Usia kehamilan 37–38 minggu.
Ukuran bayi cukup besar dari ibu menderita diabetes.
Usia ibu sama dengan atau lebih dari 25 tahun.
Bayi berjenis kelamin laki-laki.
Grafik bilirubin

Penting untuk memeriksakan bayi (pemeriksaan fisik, kelancaran


proses menyusu, penilaian kecukupan ASI, dan lain-lain) kepada tenaga
kesehatan (dokter anak) setelah keluar dari rumah sakit atau tempat
bersalin secara rutin. Berikut ini panduan jadwal pemeriksaannya.
1. Pemeriksaan pada usia 72 jam (3 hari) bila bayi keluar dari rumah sakit
atau tempat bersalin kurang dari usia 24 jam.
2. Pemeriksaan pada usia 96 jam (4 hari) bila bayi keluar dari rumah
sakit atau tempat bersalin pada usia 24–48 jam.
3. Pemeriksaan pada usia 120 jam (5 hari) bila bayi keluar dari rumah
sakit atau tempat bersalin pada usia 48–72 jam.

Tipe-tipe kuning pada bayi


Berikut ini tipe-tipe kuning pada bayi dan karakteristiknya.
1. Jaundice fisiologis
Dapat terjadi pada 50% bayi baru lahir. Umumnya terlihat pada usia 2–
3 hari dan mencapai puncaknya pada usia 4–5 hari. Jaundice fisiologis
dapat menghilang dengan sendirinya saat bayi berusia dua minggu.
Kuning pada bayi tipe ini adalah normal.
2. Jaundice patologis
Umumnya terjadi dalam 24 jam pertama kehidupan bayi.
Penyebabnya bermacam-macam, seperti infeksi dalam darah, infeksi
hati, penyakit hati, masalah pada sistem pencernaan, dan
ketidakcocokan rhesus dan golongan darah antara ibu dan bayi.
Perbedaan rhesus jarang terjadi di Indonesia, yang umumnya memiliki
rhesus positif. Sedangkan perbedaan golongan darah sering terjadi,
misalnya ibu yang bergolongan darah O melahirkan bayi bukan O.
3. Kuning karena bayi kekurangan ASI (breastfeeding jaundice)
Terjadi pada 5–10% bayi baru lahir karena bayi tidak mendapat ASI
yang cukup. Hal ini menyebabkan bayi kekurangan kalori sehingga
usus bayi tidak terpacu untuk mengeluarkan bilirubin melalui feses
(tertahan di usus besar) yang kemudian dapat terserap kembali oleh
tubuh. Penyebab bayi tidak mendapat ASI yang cukup, antara lain
pemisahan ibu dan bayi pasca kelahiran, pemberian empeng, dan
pemberian pengganti ASI (misalnya susu formula) yang tidak tepat.
4. Kuning berkepanjangan karena kandungan ASI (breastmilk
jaundice/prolonged physiologic jaundice/late onset jaundice)
Terjadi pada 1% bayi baru lahir. Ada penelitian yang menyatakan
bahwa enzim beta-glucuronidase yang terdapat dalam ASI
meningkatkan penyerapan bilirubin oleh usus bayi sehingga memicu
terjadinya kuning pada bayi. Jaundice tipe ini terjadi antara hari ke-4
hingga ke-7 kehidupan bayi, ketika kolostrum mulai berubah menjadi
ASI transisi sebelum menjadi ASI matang. Kadar bilirubin mencapai
puncaknya pada minggu ke-2 atau ke-3 dan dapat berlangsung hingga
minggu ke-6 bahkan minggu ke-15 kehidupan bayi.

Bayi yang mengalami kuning berkepanjangan karena kandungan ASI


(breastmilk jaundice) dapat hidup normal dan tidak tampak sakit. Meskipun
jaundice tipe ini jarang meningkat hingga membahayakan bayi, tetap perlu
dilakukan pemantauan pada bayi dan pemantauan kultur urin bayi untuk
menyingkirkan kemungkinan bayi menderita penyakit ISK (Infeksi Saluran
Kemih).

Penanganan kuning pada bayi


Berikut ini beberapa cara penanganan kuning pada bayi.
1. Meningkatkan asupan ASI
Meningkatkan frekuensi menyusui (setiap 2–3 jam sekali) dan
keefektifan bayi menyusu sangat penting dalam menurunkan kadar
bilirubin bayi karena bayi dapat terpicu untuk mengeluarkan feses
semakin sering yang pada akhirnya mengurangi penyerapan bilirubin
dalam usus bayi. Kolostrum memiliki efek laksatif (pencahar) bagi
tubuh bayi. Ketika mekonium (feses yang dihasilkan bayi selama di
dalam rahim) cepat dikeluarkan dari tubuh bayi, risiko terjadinya
kuning pada bayi akan menurun.
2. Melakukan phototherapy (PT)
Ketika kadar bilirubin bayi mencapai nilai yang memerlukan
penanganan agresif maka bayi akan mendapatkan PT (phototherapy).
Bayi ditempatkan di dalam boks khusus dan menerima bili-light, ketika
bayi hanya mengenakan popok dan matanya ditutup agar terlindungi
dari paparan lampu.
Umumnya, bayi dengan usia kehamilan 35 minggu akan berkurang
kadar bilirubinnya sebesar 30–40% setelah menjalani PT selama 24
jam. Tidak ada standar untuk penghentian PT. Penghentian PT
tergantung pada usia bayi saat PT dimulai dan penyebab kuning pada
bayi. Dokter dapat memeriksa kadar bilirubin bayi 24 jam setelah PT
dihentikan.
AAP tidak merekomendasikan menjemur bayi sebagai pengganti PT
karena adanya risiko kulit terbakar.

Sumber : Management of Hyperbilirubinemia in the Newborn Infant 35 or More Weeks of Gestation – American
Academy of Pediatrics (AAP)

Panduan fototerapi

Penting untuk memasukkan nilai bilirubin/TSB (dalam mg/dl) bayi ke


dalam tabel panduan PT yang dikeluarkan AAP ini. Faktor-faktor risiko
antara lain: ketidakcocokan darah (golongan darah ibu O dan bayi
bukan O), perbedaan rhesus, kekurangan enzim G6PD, asphyxia
(kegagalan bernapas secara spontan dan teratur), letargi (lemah,
penurunan kesadaran), suhu tubuh tidak stabil, sepsis (infeksi dalam
darah yang dapat menyebabkan kegagalan fungsi organ tubuh hingga
kematian), acidosis (cairan tubuh mengandung asam terlalu tinggi),
dan albumin kurang dari 3 g/dL (bila diukur).
Bila memungkinkan, beradalah selalu di dekat bayi (lakukan rawat
gabung) ketika bayi sedang menjalani PT sehingga ibu dapat
melakukan sentuhan pada bayi serta mempermudah ibu menyusui
bayi atau memerah ASI.

3. Melakukan transfusi tukar (exchange transfusion)


Bayi yang sudah ditangani intensif dengan phototerapy (PT), tetapi
kadar bilirubinnya masih berada pada titik tinggi yang berbahaya
(acute bilirubin encephalopathy), ia memerlukan transfusi tukar.
Untungnya, kasus ini jarang terjadi di Indonesia.

O. Perasaan Sedih dan Tidak Nyaman Pasca Persalinan (Baby Blues)


Melahirkan dan mengurus bayi adalah pengalaman yang membahagiakan
sekaligus melelahkan. Tantangan demi tantangan dihadapi ibu baru yang
kadang terjadi di luar harapan. Pernahkah ibu merasa sangat lelah, hilang
nafsu makan atau sebaliknya makan berlebihan, khawatir berlebihan,
mudah marah, ingin berteriak, hingga menangis? Istilah baby blues atau
postpartum blues adalah istilah umum untuk menamai kondisi psikologis
tersebut. Hal ini normal, bukan suatu penyakit atau kelainan, dan faktanya
60–80% ibu baru mengalami hal ini karena setelah melahirkan, tubuh ibu
berubah drastis. Hormon-hormon berubah, ASI mulai diproduksi lebih
banyak sehingga payudara mengalami nyeri dan penuh hingga bengkak,
selain lelah dan kurang tidur. Faktor-faktor lain yang memengaruhi emosi
ibu juga umum terjadi seperti khawatir tidak dapat mengurus bayi dengan
baik dan khawatir terjadi hal buruk pada bayi. Baby blues umumnya terjadi
pada hari ke-3 hingga ke-10 pasca kelahiran dan umumnya hilang dua
minggu kemudian. Baby blues tidak perlu penanganan khusus. Ibu hanya
perlu dukungan dari orang terdekat dan bantuan mengurus bayi (selain
menyusui) dan keperluan ibu lainnya sehingga ibu memiliki waktu untuk
beristirahat.

Tanda-tanda baby blues


Berlangsung singkat, bisa beberapa hari hingga 1 atau 2 minggu.
Tidak nyaman.
Gelisah.
Cepat marah.
Sedih hingga menangis.
Konsentrasi menurun.
Sulit tidur (walau sudah tidak ada yang dikerjakan).

Penanganan baby blues


Baby blues akan hilang sendiri dalam beberapa hari hingga 1 atau 2 minggu.
Usahakan beristirahat dan jangan tolak bantuan dari orang terdekat (suami,
keluarga, dan teman). Berkumpullah dengan para ibu baru lainnya. Lebih
baik lagi bila datang ke pertemuan ibu yang mendukung ASI, seperti
pertemuan bulanan La Leche League yang dipandu oleh leader
terakreditasi dari La Leche League International yang juga merupakan
konselor menyusui.
Hindari minuman/makanan beralkohol. Bila ada masalah tiroid seperti
hipotiroid, segera konsultasikan ke dokter. Teruslah melakukan kontak kulit
dengan bayi tidak hanya saat menyusui.

P. Depresi Pasca Persalinan (Post Partum Depression/PPD)


Satu hal yang perlu diwaspadai adalah jangan sampai baby blues
berkembang menjadi Post Partum Depression (PPD) atau depresi pasca
persalinan. Berdasarkan penelitian, satu dari tujuh ibu baru berisiko
mengalami PPD.

Tanda-tanda PPD
Awalnya tampak seperti baby blues, tetapi tanda-tandanya makin
memburuk serta mulai mengganggu aktivitas normal harian dan
berlangsung dalam jangka waktu yang panjang (bisa berbulan-bulan
bila tidak segera ditangani).
Hilang nafsu makan.
Insomnia.
Makin sering cepat marah.
Merasa hidup tidak menyenangkan.
Merasa malu, bersalah, dan tidak kompeten.
Merasa tidak nyaman yang makin parah.
Sulit berinteraksi.
Sulit dekat dengan bayi, bahkan tidak tertarik pada bayinya sendiri.
Tidak ada energi dan motivasi dan kehilangan gairah melakukan
interaksi fisik dengan suami.
Menarik diri dari keluarga dan teman.
Takut menyakiti diri sendiri dan bayi.
Berikut ini adalah beberapa faktor pemicu PPD.
1. Perubahan fisik
Hormon estrogen dan progesteron yang turun dengan drastis, juga
turunnya hormon lain yang diproduksi oleh kelenjar tiroid
menyebabkan ibu mudah lelah, lesu, dan tertekan. Perubahan lain
seperti volume darah, tekanan darah, kekebalan tubuh, dan
metabolisme juga dapat menyebabkan perubahan suasana hati dan
kelelahan.
2. Faktor emosi
Ketika ibu kurang tidur dan sangat lelah, ibu dapat kesulitan mengatasi
berbagai masalah dan keperluannya sehingga ibu dapat merasa cemas
akan kemampuannya mengurus bayi baru lahir dan kehilangan kontrol
akan dirinya sendiri.
3. Pengaruh lain dalam keluarga
Misalnya, ibu harus mengurus anak-anak lain serta kurang dukungan
dan bantuan suami/keluarga terdekat.
Risiko ibu menderita PPD meningkat bila:
1. Ibu memiliki sejarah depresi pada masa lalu.
2. Ibu pernah mengalami PPD di kehamilan/kelahiran sebelumnya.
3. Terjadi peristiwa besar yang memengaruhi jiwa ibu, seperti komplikasi
kehamilan, menderita penyakit berat, kehilangan pekerjaan, dan
adanya masalah dalam keluarga.
4. Mengalami kehamilan yang tidak direncanakan bahkan tidak
diinginkan.
Berikut ini dampak PPD pada bayi/anak.
1. Masalah menyusui
Ibu yang menderita PPD tidak mau berinteraksi dengan bayinya
sehingga proses belajar menyusui terhambat, bahkan ibu tidak mau
menyusui sama sekali.
2. Terhambatnya perkembangan kognitif
Bayi/anak dari ibu yang depresi dapat mengalami lambat berjalan,
lambat berbicara, sulit belajar, dan lain-lain.
3. Masalah perilaku
Masalah tersebut, antara lain masalah tidur, sering marah, agresif, dan
hiperaktif.
4. Masalah sosial dan emosi anak di masa mendatang
Masalah tersebut, antara lain menarik diri dari pergaulan, melakukan
tindakan merusak, tidak percaya diri, mudah cemas dan takut, tidak
mandiri, dan lebih pasif.

Penanganan PPD
PPD umumnya ditangani dengan konseling (bertemu psikiater dan atau
psikolog) dan konsumsi obat-obat antidepresan. Penting diketahui bahwa
obat antidepresan dapat memasuki ASI. Oleh karena itu, pilihlah obat yang
dapat dikonsumsi sambil menyusui dengan sedikit efek samping untuk bayi.
Ibu juga dapat menerima terapi hormon (estrogen). Selain itu, dukungan
orang terdekat (suami, keluarga, teman dekat) secara kontinyu dan intensif
sangat penting.
Jenis terapi dan lama waktu yang dibutuhkan untuk pulih sangat
bervariasi, bergantung pada kondisi ibu (tingkat keparahan depresi) dan
hal-hal lain.

Pemeriksaan Dini Pasca Persalinan:


Edinburgh Postnatal Depression Scale
(EPDS)
Pemeriksaan dini (dilakukan minimal 6–8 minggu setelah
melahirkan) dapat mencegah terjadinya postpartum depression. Hal ini
sangat penting sehingga ibu dan bayi dapat terselamatkan dan
kesuksesan menyusui lebih mudah dicapai.
Edinburgh Postnatal Depression Scale (EPDS) telah digunakan di
Amerika Serikat dan Spanyol. Tes ini sederhana, hanya terdiri atas
sepuluh pertanyaan dan dapat diselesaikan ibu dalam waktu kurang
dari lima menit (ibu tidak boleh mendiskusikan jawabannya dengan
orang lain). Nilai jawaban mulai dari 0 hingga 3 (0-1-2-3) dan yang
diberi tanda bintang (*) nilainya terbalik (3-2-1-0). Total nilai
menunjukkan perlu-tidaknya dilakukan tindakan. Semakin tinggi total
nilai, semakin perlu dilakukan penanganan segera. Ambang total nilai
adalah 9. Meski total nilai kurang dari 9, bila dokter menilai ibu perlu
ditangani sehingga harus segera dirujuk ke ahlinya. Juga pada
pertanyaan nomor 10 mengenai “Apakah ibu berpikiran menyakiti diri
sendiri?” walau ibu menjawab dengan nilai 1, tetap perlu segera dirujuk
ke ahlinya.
Contoh pertanyaan dalam EPDS:
Pada 7 hari terakhir:
1. Saya dapat tertawa dan melihat hal-hal yang lucu.
Pilihan dan nilai jawaban: nilai 0 bila ibu menjawab “selalu/dapat
selalu”, hingga nilai 3 bila ibu menjawab “tidak pernah”.
*10 Saya berpikiran menyakiti diri sendiri. Karena ada tanda bintang di
depan nomor pertanyaan, besar nilainya terbalik. Nilai 3 untuk jawaban
“Ya, cukup sering” hingga nilai 0 untuk jawaban “tidak pernah”.[]
Bab VII

Manajemen
ASI Perah

Mempelajari seluk-beluk ASI perah dan teknik memerah merupakan salah


satu langkah menuju keberhasilan menyusui. Ibu menyusui yang baru
melahirkan sebaiknya memahami cara memerah ASI sehingga ibu dapat
terus mempertahankan pemberian ASI saat ibu terpisah dengan bayi
(disebabkan beberapa kondisi). Ibu juga dapat berkonsultasi atau meminta
bantuan konselor menyusui untuk memeragakan teknik memerah yang
benar.

A. Alasan Ibu Memerah ASI


Meskipun menyusui langsung berjalan lancar, terdapat banyak situasi
ketika ibu perlu memerah ASI. Situasi dan alasan tersebut ada yang bersifat
jangka pendek dan jangka panjang.
Berikut ini alasan jangka pendek ibu memerah ASI.
1. Berpisah dengan bayi sementara waktu.
2. Bayi belum dapat menyusu dengan baik.
3. Bayi tidak dapat atau tidak mau menyusu, misalnya saat sakit.
4. Ibu sedang menjalani pengobatan yang dapat membahayakan bayi
(sangat sedikit obat-obatan yang bersifat kontraindikatif dengan
menyusui). Ibu yang sedang menjalani pengobatan harus tetap
memerah untuk menjaga produksi ASI, walau ASI perah ibu tidak
dapat diberikan kepada bayi.
5. Payudara bengkak dan mastitis.
6. Nyeri puting berat sehingga ibu tidak sanggup menyusui langsung.
7. Meningkatkan produksi ASI.
8. Ibu sedang menjalani program relaktasi dan induksi laktasi.

Untuk kasus payudara bengkak, mastitis, dan nyeri puting, ibu


disarankan untuk tetap memerah. Pemerahan sebaiknya dilakukan
dengan tangan karena selain lebih efektif, tingkat kekerasan
pemerahan juga lebih mudah diatur sehingga terhindar dari terlukanya
jaringan payudara. Bila ibu tetap menggunakan alat pompa, gunakan
pompa manual/pompa elektrik berkecepatan rendah.

Sedangkan, alasan jangka panjang ibu memerah ASI adalah sebagai


berikut.
1. Bayi lahir preterm/prematur dan dirawat di NICU.
2. Bayi sakit berat dan perlu perawatan jangka panjang di rumah sakit.
3. Adanya perpisahan regular, misalnya ibu kembali bekerja atau kuliah.
4. Ibu memiliki masalah kesehatan yang dapat menghambat produksi
ASI secara normal, seperti hypoplasia (jaringan glandular yang tidak
mencukupi), diabetes, PCOS (Polycystic Ovary Syndrome), riwayat
operasi payudara/trauma pada payudara.

B. Tampilan/Penampakan ASI Perah


Banyak ibu mengira bahwa tampilan ASI perah sama seperti susu umum
lainnya dan tidak mengalami perubahan. Padahal, tampilan ASI bermacam-
macam dan kadang-kadang membuat ibu khawatir apakah ASI perahnya
boleh/aman diberikan kepada bayi atau tidak.
Tidak seperti susu homogen, ASI akan terpisah menjadi beberapa lapisan
ketika didiamkan selama beberapa waktu di dalam kulkas. Lemak ASI akan
naik ke bagian atas.

ASI perah terbagi atas beberapa lapisan

Jadi, bagian ASI yang tampak lebih kental dan kuning seperti krim akan
berada di bagian atas dan itu bukan berarti ASI perah telah rusak/basi. Ibu
cukup menggoyang pelan (bukan mengocok) wadah ASI perah agar ASI
bercampur kembali. Lemak ASI juga sering menempel di dinding wadah
dan lebih menempel bila menggunakan wadah berbahan plastik. Oleh
karena itu, lebih disarankan menggunakan wadah ASI perah berbahan kaca.
Kekentalan ASI perah juga tidak akan persis sama setiap waktu karena
banyak faktor yang memengaruhi kandungan lemak dalam ASI (termasuk
warna ASI). Ketika ibu menemukan bahwa ASI terlihat encer dan seperti air,
bukan berarti kandungan nutrisi ASI jelek/tidak mencukupi. Umumnya, ASI
awal (foremilk) yang keluar pada awal-awal menyusui/memerah lebih encer
karena kandungan lemak meningkat bertahap. Foremilk ini kaya
kandungan laktosa yang penting bagi perkembangan otak bayi.
Kandungan ASI terus berubah agar dapat memenuhi kebutuhan bayi
sesuai usianya sehingga pertumbuhan dan perkembangan bayi optimal. Hal
ini juga berarti ASI saat bayi berusia 4 bulan paling baik diberikan kepada
bayi yang berusia 4 bulan sehingga untuk ibu yang rutin memerah selama
jangka panjang perlu mengatur manajemen ASI perahnya dengan baik.

C. Warna ASI Perah


Warna kolostrum, ASI transisi, dan ASI matang/matur bervariasi. Kolostrum
umumnya berwarna kuning hingga kuning oranye/oranye keemasan. Warna
oranye/keemasan ini merupakan tanda dari kandungan beta karoten yang
tinggi, yang merupakan salah satu antioksidan. Kemudian, kolostrum
berubah menjadi ASI transisi dan kemudian ASI matang sekitar dua minggu
pasca kelahiran, dan warna ASI berubah bertahap ke warna putih kebiruan.
Ketika ibu sudah memproduksi ASI matang, bahan makanan dan
minuman yang dikonsumsi ibu dapat memengaruhi warna ASI. Contohnya,
ibu yang makan wortel dan ubi merah (berwarna oranye dan tinggi
kandungan karoten) akan menghasilkan ASI perah berwarna
kekuningan/oranye. Bahan pewarna makanan dan minuman seperti yang
terkandung di dalam minuman bersoda, jus buah botol/kaleng, jelly, dan
makanan ringan yang mengandung gelatin juga sering dihubungkan
dengan penyebab warna ASI merah muda atau merah muda oranye. Warna
ASI yang kehijauan dihubungkan dengan konsumsi sayur-sayuran berwarna
hijau dalam jumlah banyak, misalnya rumput laut, terutama bila dikonsumsi
dalam bentuk tablet, suplemen zat besi, dan minuman energi.
ASI perah yang dibekukan dapat berwarna kekuningan. Sementara
warna merah muda bisa dikarenakan adanya darah di dalam ASI perah.

D. Darah di Dalam ASI Perah


Menemukan darah di dalam ASI perah, di dalam mulut bayi pasca menyusu
atau minum ASI perah, atau di feses bayi, sering membuat ibu khawatir,
apakah ASI perahnya aman untuk bayi. Adanya darah di dalam ASI
mungkin disebabkan beberapa faktor berikut ini.
1. Puting lecet, pecah, atau luka. Hal ini adalah penyebab paling
umum/sering. Lakukan penanganan nyeri puting untuk menghentikan
darah.
2. Bintil seperti jerawat pada puting.
3. Sindrom rusty pipe (pembengkakan vaskular). Warna ASI perah seperti
warna karat, yaitu kuning merah muda. Hal ini biasanya terjadi segera
setelah melahirkan, karena adanya peningkatan aliran darah ke
payudara ibu sehingga terjadi perdarahan internal. Peningkatan aliran
darah ke payudara ibu secara alamiah diperlukan untuk perkembangan
sel-sel yang bertugas memproduksi ASI. Darah biasanya menghilang
dengan sendirinya setelah seminggu pasca persalinan.
4. Trauma atau luka pada payudara (pembuluh kapiler pecah). Terjadi
karena gerakan kasar pada payudara, menekan payudara terlalu keras
saat memerah dengan tangan, atau menggunakan alat pompa yang
tidak sesuai.
5. Papilloma intraductal. Tumor jinak berukuran kecil pada saluran ASI.
Biasanya ditemukan pada satu payudara dan tidak bisa teraba dengan
tangan.
Jadi, adanya sedikit darah dalam ASI tidak membahayakan bayi. Namun,
bila bayi menderita diare dengan darah di dalam feses, segera periksakan
ke dokter. Bila bayi menderita kuning/jaundice dan makin berat, sebaiknya
jangan memberikan ASI perah yang mengandung darah di dalamnya. Ibu
juga tetap memerah untuk menjaga produksi ASI. Bila terdapat penyakit
lain pada payudara yang menyebabkan munculnya darah dalam ASI,
konsultasikan dengan dokter, apakah tetap aman untuk
menyusui/memberikan ASI perah selama masa pengobatan.
E. Bau ASI Perah
Secara umum, ASI perah yang segar memiliki bau yang lembut dan manis.
Pada banyak kasus, ASI perah yang dibekukan dan dicairkan berbau seperti
sabun. Bayi mungkin akan menolak ASI perah yang berbau sabun ini,
walaupun ASI perah ini aman diminum bayi.
Bila menggunakan lemari pembeku (freezer) yang dapat melakukan
pencairan sendiri (self defrosting), struktur lemak dapat berubah karena
adanya siklus beku-cair dari lemari pembeku. Bau sabun juga dapat tercium
segera ketika ASI perah menjadi dingin, baik di kulkas biasa maupun lemari
pembeku. Kemungkinan penyebab bau sabun pada ASI perah adalah
adanya kadar enzim lipase yang berlebih di dalam ASI, yang berfungsi
memecah lemak ASI segera setelah diperah.
Bila bayi tidak menolak ASI perah yang berbau sabun karena kelebihan
enzim lipase, ibu tidak perlu melakukan tindakan apa pun. Namun, bila bayi
terus-menerus menolak ASI perah yang kelebihan enzim lipase, dr.
Lawrence (ahli laktasi) menyarankan tindakan scalding untuk
menonaktifkan enzim lipase. Scalding adalah memanaskan ASI perah
hingga 820C, hingga terlihat buih di pinggir panci (tidak sampai mendidih),
dan segera mendinginkannya dengan memasukkan wadah ASI perah ke
dalam baskom berisi es batu/air dingin. Bila memanaskan ASI perah pada
suhu 62,50C, panaskan selama 1 menit kemudian dinginkan. Bila
memanaskan ASI perah pada suhu 720C, panaskan selama 15 detik,
kemudian dinginkan. Setelah ASI perah di-scalding, dapat disimpan di
lemari pembeku. Di sisi lain, ahli-ahli laktasi tidak merekomendasikan
memanaskan ASI perah di atas 400C karena dapat menghilangkan nutrisi
dan komponen imunologi dalam ASI perah.
Bila ibu mencoba ASI perah dan terasa sedikit asam, mungkin telah
terjadi oksidasi bahan kimia dari makanan ibu, misalnya dari makanan yang
mengandung lemak tak jenuh, tembaga, dan besi di dalam air. Jadi, ibu
dapat mencoba mengurangi konsumsi ikan, teri, dan sejenisnya yang
berbau tajam, serta minum air dari sumber yang berbeda.

F. ASI Perah yang Sudah Rusak


Umumnya, ASI perah yang sudah rusak (spoiled) berbau busuk, tengik,
asam-tajam seperti bau dan rasa susu sapi yang sudah basi/rusak.
Bentuknya berserabut dan tampak seperti nanah. Bila ibu sering
menemukan ASI-nya rusak, ibu disarankan untuk mencari penyebabnya,
apakah ada masalah di kulkas/lemari pembeku atau pemerahan dan
penyimpanan ASI perah yang tidak higienis. Kadang ibu tidak merasa ASI
sudah rusak (mungkin karena terburu-buru). Ibu mengambil ASI perah dari
kulkas, menghangatkan, dan memberikannya pada bayi. Bayi dapat
menolak ASI perah yang sudah rusak ini. Ketika bayi menolak, sebaiknya
ibu segera mencium dan mencoba ASI perah ini untuk memastikan bau dan
rasa ASI perah tersebut.

G. Volume/Kuantitas ASI Perah


Ketika ibu baru mulai memerah ASI, terutama pasca kelahiran, jangan
khawatir bila hasil memerah hanya beberapa tetes saja. Proses memerah
ASI hingga lancar dan menghasilkan produksi yang terus bertambah
memang membutuhkan waktu. Pada hari-hari pertama kelahiran, jumlah
kolostrum yang keluar hanya beberapa tetes dengan rata-rata per hari 37
ml. Bila proses menyusui dan memerah berjalan lancar, produksi ASI akan
mencapai puncaknya saat usia bayi lima minggu dan perlu dijaga agar tetap
stabil. Produksi ASI pada masa ini mencapai 750–1035 ml per hari. Setelah
usia enam bulan saat bayi mulai mendapat MPASI, produksi ASI dapat
turun secara bertahap, walaupun ibu yang terus konsisten memerah dapat
mempertahankan produksi ASI-nya.
Tabel berikut ini menunjukkan rata-rata kuantitas menyusu bayi per sesi
dan total dalam sehari.
Rata-rata konsumsi ASI Rata-rata konsumsi ASI
Usia bayi
per sesi menyusui per hari
30–59 ml (setelah hari ke- 300–600 ml (setelah hari ke-
Minggu pertama
4) 4)
Minggu ke-2 dan ke-3 59–89 ml 450–750 ml
Bulan 1–6 89–148 ml 750–1035 ml
Pada hari pertama, bayi hanya mengonsumsi kolostrum setiap sesi
menyusui sebanyak 5–7 ml, meningkat pada hari ketiga sebanyak 22–27 ml,
dan meningkat dengan pesat ketika volume produksi ASI bertambah
setelah hari ke-4.

Faktor-faktor yang dapat memengaruhi kuantitas hasil memerah


1. ASI eksklusif atau non-eksklusif
Ibu dari bayi yang menerima makanan/minuman lain selain ASI akan
memproduksi ASI yang lebih sedikit.
2. Interval/jarak waktu memerah dan kondisi payudara (penuh atau tidak)
Bila ibu secara rutin membiarkan payudara penuh, produksi ASI juga
akan melambat. Bila ibu yang memberikan ASI eksklusif juga memerah
di antara waktu menyusui regular, didapatkan hasil perah rata-rata,
yaitu setengah dari jumlah ASI yang dikonsumsi bayi per sekali
menyusu (lihat tabel sebelumnya). Bila ibu memerah karena tidak
menyusui langsung pada jadwal regular, ibu dapat menghasilkan ASI
perah sebanyak konsumsi bayi per sesi menyusui.
3. Kapasitas penyimpanan ASI pada payudara
Kapasitas penyimpanan ASI pada payudara tidak berhubungan dengan
besar kecilnya payudara. Ibu dengan kapasitas yang lebih kecil juga
perlu memerah lebih sering, dan sebaliknya. Selain itu, antarpayudara
juga bisa menghasilkan ASI yang tidak sama kuantitasnya.
4. Waktu memerah
Produksi ASI lebih banyak pada malam hingga pagi hari.
5. Keahlian ibu memerah dan kualitas serta kecocokan alat pompa
Keahlian ibu mempraktikkan teknik memerah tangan sangat penting
dalam pengoptimalan pengosongan payudara. Bila ibu memerah
menggunakan alat pompa, alat pompa bersiklus rendah (kurang dari
40 kali per menit) kurang efektif dalam mengosongkan payudara.
Komponen alat pompa lain, seperti ukuran corong pompa yang tepat,
juga memengaruhi hasil perah.
6. Kondisi emosi ibu
Bila ibu sedang marah, frustrasi, atau stres, adrenalin akan terlepas,
memblok hormon oksitosin sehingga menghalangi terjadinya refleks
pengeluaran ASI. Bila refleks pengeluaran ASI tidak terjadi, ASI akan
tetap berada di dalam payudara ibu.
Bila bayi menyusu langsung, refleks pengeluaran ASI dapat terjadi
sekitar satu menit sejak bayi mulai mengisap. Sedangkan, bila dengan
memerah, waktu refleks pengeluaran ASI yang diperlukan bisa
menjadi lebih lama. Namun, ibu dapat memicu terjadinya refleks
pengeluaran ASI saat memerah. Berdasarkan penelitian, refleks
pengeluaran ASI minimal dua kali dapat mengosongkan payudara
lebih baik (bila refleks pengeluaran ASI terjadi satu kali, ibu
mendapatkan 45% ASI dari kapasitas payudara, sedangkan bila refleks
pengeluaran ASI terjadi dua kali, ibu mendapatkan 76% ASI dari
kapasitas payudara). Optimalkan indra ibu (penciuman, pendengaran,
penglihatan) untuk memicu refleks pengeluaran ASI.
7. Ibu melakukan tandem (menyusui dan memompa bersamaan)
Saat bayi mengisap payudara, refleks pengeluaran ASI pada payudara
yang sedang diperah juga terstimulasi.

Ibu sedang tandem menyusui dan memompa bersamaan

Bila ibu melakukan pemerahan secara eksklusif (E-ping), pada hari ke-10,
ibu, dokter, dan konselor menyusui/konsultan laktasi perlu melakukan
evaluasi atas teknik memerah dan hasil ASI perah ibu per hari. Bila hasil
perah ibu pada hari ke-10 atau setelahnya berada di batas bawah (sebanyak
350–500 ml atau kurang dari 350 ml per hari), ibu harus segera melakukan
perbaikan manajemen perah dan memikirkan tindakan lain.
Memaksimalkan produksi ASI dalam dua minggu pertama pasca kelahiran
sangat penting untuk menjaga produksi ASI selanjutnya.

H. Frekuensi dan Durasi Memerah


Memerah ASI diharapkan dapat mengimitasi pola menyusu langsung bayi
kepada ibu. Jadi, bila ibu terpisah karena alasan medis (misalnya karena
bayi lahir prematur atau sakit berat sehingga dirawat di NICU), sebaiknya
ibu segera memerah setelah pulih, paling lambat enam jam pasca
melahirkan.
Bayi baru lahir perlu disusui 8–12 kali dalam 24 jam. Ibu dapat
mengimitasinya dengan memerah minimal 8 kali sehari dengan total durasi
memerah minimal 100 menit sehari. Untuk ibu dari bayi kembar, sebaiknya
memerah minimal 10 kali sehari.
Banyak ibu yang memerah 15–20 menit setiap 2 atau 3 jam sekali,
minimal 10 menit per sesi. Bila setelah memerah selama 10 menit aliran ASI
melambat, ibu dapat melakukan beberapa teknik melancarkan ASI, seperti
memijat payudara dan menekan payudara. Ibu juga dapat terus memerah
selama 2–5 menit pasca tetesan terakhir. Hindari interval memerah lebih
dari 5 jam.

I. Memerah dengan Tangan


Di negara-negara miskin dan berkembang, teknik memerah dengan tangan
(hand expression) merupakan metode yang umum dipilih dibandingkan
memerah dengan alat pompa dikarenakan dana yang terbatas dan listrik
yang sulit tersedia. Sementara di negara-negara maju, kecenderungan ibu
memilih suatu metode memerah bervariasi. Sebuah penelitian di Australia
menemukan bahwa satu bulan pasca persalinan, sebanyak 64% ibu memilih
alat pompa manual, diikuti alat pompa elektrik 20%, dan memerah dengan
tangan 16%. Sementara para ibu menyusui di Amerika Serikat
menggunakan lebih dari satu metode memerah (sehingga total persentase
lebih dari 100%), yaitu alat pompa elektrik 60%, alat pompa manual 35%,
kombinasi alat pompa menggunakan baterai dan listrik 18%, memerah
dengan tangan 10%, dan alat pompa bertenaga baterai 3%.
Bila ibu belum menentukan metode memerah ASI, sebaiknya ibu jangan
terburu-buru membeli alat pompa dan mempertimbangkan dua hal berikut
ini.
1. Frekuensi dan durasi ibu memerah ASI
Ibu dari bayi preterm/prematur yang dirawat di NICU dalam jangka
waktu panjang, bayi kembar dua dan kembar tiga, atau bayi sakit berat
yang perlu dirawat inap di RS (sehingga ibu dan bayi terpisah dalam
jangka waktu panjang yang tidak dapat ditentukan), perlu memerah
secara intensif dalam jangka waktu panjang/tidak dapat ditentukan.
Sementara ibu yang sehari-hari bersama bayi dan selalu menyusui
langsung, mungkin tidak perlu memerah sama sekali atau memerah
sesekali saja.
2. Penguasaan ibu terhadap metode memerah tertentu
Biasanya, tenaga kesehatan dan konselor menyusui akan membantu
ibu mempraktikkan teknik memerah tangan setelah ibu pulih pasca
melahirkan. Selanjutnya, ibu juga mencari informasi berbagai jenis alat
pompa yang mungkin dibutuhkan pada masa mendatang. Ibu perlu
mengetahui keunggulan masing-masing metode sehingga dapat
memilih metode yang sesuai dengan kondisi bayi, ibu, dan keluarga.
Teknik memerah tangan yang efektif dapat bervariasi. Namun yang
utama, temukan titik/lokasi terbaik menempatkan jari/tangan untuk
memerah. Jadi, patokan meletakkan posisi jari/tangan tidak bisa
disamaratakan di luar areola karena bentuk dan ukuran areola ibu
bervariasi. Beberapa ahli laktasi menganjurkan ibu yang baru belajar
memerah atau sudah menemukan lokasi memerah yang tepat untuk
menempelkan potongan plester agar mudah mengingat posisi tersebut.
Langkah-langkah memerah dengan tangan
1. Cuci tangan dengan baik sebelum memerah.
2. Siapkan wadah ASI perah yang sudah bersih. Bila ibu belum mahir
memerah dengan tangan, siapkan wadah memerah yang lebar, seperti
mangkuk lebar. Bagi ibu yang sudah mahir bisa langsung memerah
dan memasukkannya ke botol ASI perah, gelas/cangkir kecil.

Memasukkan ASI perah ke dalam wadah

3. Cari tempat yang sepi dan tertutup (bila memungkinkan). Duduklah di


tempat yang nyaman, lalu rileks. Lakukan beberapa tip memicu refleks
pengeluaran ASI.
4. Mulailah memijat payudara.
5. Duduklah dengan posisi badan sedikit maju ke depan agar gaya
gravitasi membantu ASI mengalir.
6. Carilah titik terbaik pada payudara di mana ASI mengalir paling deras
ketika payudara diperah (ditekan). Bentuklah jempol dan keempat jari
sisanya dengan posisi C-hold. Letakkan jari tangan kira-kira 4 cm dari
dasar puting. Tangan ibu yang tidak memerah dapat menyangga
payudara, terutama bila payudara ibu besar dan berat.
7. Tekan payudara dengan cukup kuat, tetapi tidak menyakitkan ke arah
dalam payudara menuju dinding dada. ASI bisa saja tidak langsung
keluar, walau ibu sudah menekan (memerah beberapa kali) karena
diperlukan waktu untuk terjadi refleks pengeluaran ASI.

Sumber: NHS UK

Ibu sedang memijat, melakukan posisi C-Hold, kemudian memerah payudara

8. Pastikan menekan payudara ke dalam dinding dada, bukan ke arah


puting. Hindari menggesek jari di payudara. Lakukan pemerahan pada
titik yang sama, bukan dengan menggesek payudara.
9. Temukan ritme yang nyaman bagi ibu dengan siklus tekan-perah-
lepaskan (meniru cara bayi mengisap payudara).
10. Lakukan rotasi posisi jari tangan, rasakan bagian payudara yang lebih
keras/terdapat gumpalan. Ibu dapat memerah selama 20 menit atau
hingga ASI tidak ada yang keluar lagi. Teruslah memerah sekitar 2–5
menit pasca tetesan ASI yang terakhir.
Sumber: Tear-off sheet La Leche League

Siklus tekan-perah-lepaskan

Pastikan ibu tidak memerah terlalu keras. Memerah ASI, seperti halnya
menyusui, tidak menyakitkan bagi ibu. Mintalah bantuan dari konselor
menyusui bila ibu menemui masalah dalam menguasai metode memerah
tangan.

Kelebihan memerah dengan tangan


1. Tidak mengeluarkan biaya (gratis).
2. Kontak kulit dengan kulit antara tangan dan payudara lebih mudah
memicu refleks pengeluaran ASI dibandingkan sentuhan plastik/alat
pompa dengan payudara.
3. Lebih “alami”.
4. Tidak memerlukan listrik, baterai, atau sumber tenaga luar lain (hemat
energi).
5. Tidak ada masalah cocok atau tidak cocok dengan peralatan.
6. Tidak memerlukan peralatan pompa sehingga sangat bermanfaat
pada saat darurat.
7. Tidak perlu repot mencuci peralatan pompa, hanya tangan ibu yang
perlu dicuci sebelum dan setelah memerah.

Kelemahan memerah dengan tangan


1. Dibutuhkan waktu untuk mempelajari hingga menguasai teknik
memerah tangan yang baik.
2. Memerlukan tenaga fisik yang lebih besar.
3. Mudah membuat lelah.
4. Menghabiskan waktu lebih banyak.
5. Sulit untuk memerah kedua payudara bersamaan.
Bila teknik memerah dengan tangan belum dikuasai, usaha dalam
membangun/meningkatkan produksi ASI menjadi kurang efektif dibanding
bila menggunakan alat pompa kualitas baik.

J. Memerah dengan Alat Pompa


Memilih alat pompa sebaiknya dilakukan setelah ibu mempelajari
mekanisme kerja alat pompa dan menyesuaikan dengan kebutuhan ibu dan
kondisi bayi. Misalnya, bayi preterm/prematur yang dirawat di NICU dalam
jangka waktu lama atau bayi kembar dua dan kembar tiga, perlu
dipertimbangkan memiliki alat pompa dengan mesin yang baik (hospital
grade pump) yang dapat memompa kedua payudara bersamaan.
Perhatikan besar cpm (cycle per minute/siklus isap–lepas per menit) yang
dapat dihasilkan alat pompa elektrik. Alat pompa elektrik yang
menghasilkan 40–60 cpm sudah dianggap baik.
Faktor lain yang perlu dipertimbangkan adalah kemampuan finansial
ibu/keluarga, tingkat kebisingan alat pompa, kemudahan penggunaan
(termasuk kemudahan membersihkan komponen-komponen alat pompa),
dan kemudahan serta efisiensi saat dibawa.

Jenis-jenis alat pompa


Alat pompa dibagi menjadi dua, yaitu alat pompa manual dan elektrik.
1. Alat pompa manual
Alat pompa manual tidak mahal, lebih sederhana, tidak memerlukan
sumber tenaga seperti listrik dan baterai, dan mudah dibawa. Ibu yang
menyukai tipe pompa ini merasa alat pompa manual lebih alami dan
lebih menyerupai cara bayi mengisap. Selain itu, ibu juga memegang
kendali penuh atas kekuatan isapan.
Kekurangannya adalah ibu hanya dapat memompa satu payudara
dalam satu waktu, memerlukan tenaga untuk mengoperasikannya,
kurang efektif, dan lebih lama dalam mengosongkan payudara.

Contoh alat pompa manual

Hindari memilih/menggunakan alat pompa manual yang berbentuk


seperti klakson sepeda (disebut juga squeeze bulb) karena komponen-
komponennya dapat menjadi tempat berkumpul/berkembang biak
bakteri.
Alat pompa manual berbentuk
seperti klakson (squeeze bulb)

2. Alat pompa elektrik


Umumnya, bayi mengisap 40–60 kali per menit ketika menyusu pada
payudara. Oleh karena itu, salah satu kriteria pemilihan alat pompa
elektrik adalah yang dapat menghasilkan cpm tidak terlalu rendah (ada
alat pompa yang hanya mampu menghasilkan 12 cpm). Cpm yang
lebih kecil dari 25 kurang efektif digunakan oleh ibu menyusui yang
perlu memompa secara rutin. Tingkat isapan yang kurang dari 150
mmHg juga kurang efektif dalam mengosongkan payudara, sementara
tingkat isapan lebih dari 220 mmHg dapat menyebabkan nyeri puting.
Pertimbangkan juga memilih alat pompa yang kecepatan/kekuatannya
bisa diatur ibu karena saat ibu menderita nyeri puting, ibu perlu
memerah dengan tangan atau menggunakan alat pompa elektrik
berkecepatan rendah.
Jenis alat pompa elektrik bermacam-macam dan nama dari setiap tipe
alat tersebut juga berbeda berdasarkan penamaan dari produsen.
Pompa elektrik tunggal
Kemampuan alat pompa yang menggunakan baterai ini adalah 30–38
cpm. Banyak ibu yang merasa stimulasi pompa jenis ini cukup baik dan
nyaman.

Pompa elektrik tunggal

Pompa elektrik ganda


Kemampuan alat pompa ini 30 cpm dan dapat memberikan siklus
otomatis.
Pompa elektrik ganda

Ibu yang perlu memerah secara rutin dalam jangka waktu panjang,
misalnya ibu pekerja, ibu yang sedang berada jauh dari bayi dalam
jangka waktu lama, dan juga ibu dengan waktu memerah yang
terbatas, dapat mempertimbangkan jenis pompa ini. Kemampuan alat
pompa jenis ini adalah 40–60 cpm dan dapat memberikan siklus
otomatis.

Pompa kualitas RS yang dapat memompa kedua payudara bersamaan


Pompa double pumping (memompa kedua payudara bersamaan) ini
tersedia di RS dan dapat memompa secara simultan (simultaneous
double pumping hospital-grade pump). Harga pompa tipe ini paling
mahal, tetapi paling efisien dalam mengosongkan payudara. Pompa
tipe ini dapat menghasilkan lebih dari 50 cpm dan secara otomatis
menyerupai pola bayi menyusu (isap-lepas-rileks). Tingkat isapan
berada di rentang 200–220 mmHg. Ibu dari bayi preterm/prematur dan
bayi kembar (kembar dua dan tiga) yang perlu memerah secara
eksklusif/E-ping di awal kelahiran bayi dan selanjutnya, dianjurkan
menggunakan pompa tipe ini.

Pompa double pumping simultan kualitas RS

Ibu yang melakukan double pumping dapat mempertimbangkan


memiliki bra di mana tangan ibu bebas bergerak saat memerah
(handsfree bra) atau memodifikasi bra yang ada sehingga dapat
menyangga kedua alat pompa saat memompa kedua payudara
bersamaan.
Ibu juga perlu mengetahui apakah alat pompa menggunakan sistem
tertutup atau terbuka. Pompa sistem tertutup memiliki
penghalang/pembatas antara komponen wadah ASI dan mekanisme
mesin pompa sehingga dapat mencegah kontaminasi bakteri, virus,
dan jamur. Sementara pompa sistem terbuka tidak memiliki
penghalang. Meskipun alat pompa memiliki sistem tertutup, tidak
semua jenis pompa sistem tertutup dapat digunakan oleh lebih dari
satu ibu. Hanya pompa double pumping simultan kualitas rumah sakit
yang dapat digunakan lebih dari satu ibu.

Membersihkan alat pompa


Semua komponen alat pompa yang bersentuhan dengan ASI, seperti botol,
katup, dan tudung payudara perlu dibersihkan setiap selesai digunakan.
Menurut FDA (Food Drug dan Administration), sterilisasi komponen alat
pompa tidak diperlukan, termasuk tidak perlu merebus komponen alat
pompa tersebut. Ibu hanya perlu membilas komponen alat pompa dengan
air dingin segera setelah selesai memerah. Kemudian, cuci bersih
komponen alat pompa dengan sabun dan air hangat. Bilas lagi dengan air
hangat selama 10–15 detik. Kemudian angin-anginkan hingga kering. Tidak
disarankan mengeringkan komponen alat pompa dengan kain/handuk
karena berisiko membawa kuman/bakteri.
Komponen elektrikal, yang berhubungan dengan motor dan baterai perlu
dilap menggunakan lap/handuk lembut bersih setiap selesai digunakan.
Komponen elektrikal ini tidak boleh diletakkan dalam air/menggunakan
cairan untuk membersihkannya.

Hindari menggunakan alat pompa bekas (telah dipakai ibu lain)


Tidak ada produsen alat pompa yang merekomendasikan ibu untuk
menggunakan pompa bekas. Menurut FDA, hanya ada satu alat pompa
yang didesain untuk dapat digunakan lebih dari satu orang, yaitu pompa
double pumping simultan kualitas rumah sakit. Hal ini demi keamanan dan
kesehatan bayi dan ibu. Tidak ada jaminan bahwa alat pompa bekas telah
dibersihkan dengan baik. Selain itu, alat pompa bekas dapat membawa
berbagai kuman. ASI dapat membawa bakteri dan virus, termasuk
hepatitis, HIV, dan CMV, yang dapat mengontaminasi alat pompa dan
menularkan kepada ibu dan bayi. Meskipun ibu membawa atau membeli
beberapa komponen alat pompa, seperti corong pompa, tetesan ASI dapat
masuk ke bagian dalam alat pompa.

Mengatasi nyeri saat menggunakan alat pompa


Ketika puting dan payudara ibu terasa nyeri dan tidak nyaman pada saat
dan setelah memerah dengan alat pompa, ibu perlu memeriksa beberapa
hal berikut ini.
1. Apakah ibu menggunakan pompa berkualitas baik?
2. Apakah tingkat isapan dan atau kecepatan (cpm) terlalu tinggi? Saat
mulai memompa, gunakan kecepatan terendah untuk memicu refleks
pengeluaran ASI.
3. Apakah ukuran corong pompa sudah tepat sesuai ukuran puting dan
payudara ibu? Pastikan juga puting berada di tengah.
Sumber: Breastfeeding Basic

Pilihlah corong pompa ASI yang tepat


untuk menghindari masalah payudara

4. Apakah ibu memerah terlalu lama?


5. Apakah ibu memiliki masalah pada puting dan payudara, seperti
infeksi jamur?
6. Apakah ibu tidak nyaman memompa kedua payudara bersamaan? Bila
iya, cobalah memompa satu payudara lebih dulu. Setelah nyaman,
pompa payudara kedua. Lakukan bertahap hingga ibu merasa nyaman
memompa kedua payudara bersamaan.

Kelebihan memerah dengan alat pompa


Berikut ini beberapa kelebihan memerah dengan alat pompa.
1. Menghemat tenaga ibu karena mesin pompa (elektrik) yang
melakukan kerja fisik bagi ibu.
2. Menghemat waktu memerah dan mendapatkan hasil perah yang lebih
banyak. Pompa ganda dapat memerah ASI lebih banyak dengan waktu
yang lebih singkat.
3. Menghemat waktu mempelajari penggunaan alat. Belajar
mengoperasikan alat pompa tidak membutuhkan waktu lama
dibandingkan mempelajari teknik memerah tangan.
4. Membantu ibu yang kesulitan menggerakkan tangannya, terutama
bagi penderita penyakit nyeri pada tangan, seperti penderita CTS
(Carpal Tunnel Syndrome).
5. Lebih efektif bagi ibu pekerja saat memompa di tempat kerja.
6. Pompa ganda membuat tangan ibu bebas bergerak mengerjakan hal
lain.
7. Lebih efektif dalam membangun produksi ASI, terutama untuk bayi
preterm/prematur yang belum dapat menyusu langsung kepada ibu.

Kelemahan memerah dengan alat pompa


Berikut ini beberapa kelemahan memerah dengan alat pompa.
1. Pompa berkualitas baik dan efektif, seperti pompa ganda (double
pump) dan pompa kualitas rumah sakit (hospital grade pump),
harganya mahal.
2. Komponen-komponen mesin pompa dapat patah, rusak, hilang, atau
tidak terbawa saat bepergian sehingga alat pompa menjadi tidak
berfungsi.
3. Sumber tenaga listrik untuk alat pompa tidak selalu tersedia.
4. Suara alat pompa dapat mengganggu/menarik perhatian.
5. Tempat yang bersih dengan air bersih yang mengalir untuk mencuci
komponen alat pompa tidak selalu tersedia.
Bila ibu memutuskan memerah dengan alat pompa, pada akhir sesi
memerah sebaiknya ibu terus melanjutkan memerah dengan tangan agar
pengosongan payudara lebih optimal.

Tip untuk Ibu yang Memerah ASI


Sambil memerah, pandangi foto bayi.
Dengarkan rekaman suara bayi (bila memungkinkan). Bila tidak
ada, bayangkan saja suaranya dan hal-hal membahagiakan
bersamanya.
Bayangkan juga beberapa hal menenangkan, misalnya air terjun
atau ASI yang mengalir.
Minimalkan hal-hal yang dapat mengganggu, seperti suara televisi
dan ponsel.
Bawa baju bayi untuk dicium baunya.
Dengarkan hal yang disukai, misalnya lantunan ayat suci Al-Quran
bagi ibu yang beragama Islam atau alunan musik yang lembut.

K. Pemilihan Wadah ASI Perah


Ibu perlu mengetahui panduan penyimpanan dan daya tahan ASI perah
agar ASI rusak/basi dapat dicegah. Beberapa penelitian telah dilakukan
untuk mengevaluasi beberapa jenis wadah ASI perah. Hasilnya, ada
beberapa jenis bahan wadah ASI perah yang dianjurkan untuk digunakan
dan ada juga jenis bahan lainnya yang tidak direkomendasikan.

Syarat-syarat umum wadah ASI perah


Berikut ini beberapa syarat umum wadah ASI perah yang harus dipenuhi.
1. Wadah ASI perah memiliki tutup yang dapat menutup rapat.
2. Tidak mengandung bahan berbahaya, seperti Bisfenol A (BPA). Ibu
perlu mengetahui jenis-jenis plastik dengan cara melihat kode pada
bagian luar atau bawah botol plastik. Di sana, tertera simbol
recycle/daur ulang dengan nomor tertentu. BPA terdapat pada nomor
recycle 3 dan 7.
Simbol recycle yang ada di bagian bawah botol plastik.

FDA dengan penelitian terbarunya menyatakan bahwa BPA


berbahaya bagi kesehatan. Potensi bahaya BPA tersebut, antara lain
sebagai berikut.
BPA secara teoretis dapat bertindak sebagai hormon dalam tubuh
sehingga mengganggu kadar normal hormon tubuh dan
perkembangan janin, bayi, dan anak-anak.
Program toksikologi nasional di FDA menyatakan
kekhawatirannya mengenai kemungkinan BPA memengaruhi
otak dan perilaku bayi dan anak kecil.
Beberapa penelitian pada binatang menemukan potensi
hubungan antara paparan BPA dengan meningkatnya risiko
kanker.
Dua penelitian menemukan bahwa orang dewasa dengan kadar
BPA tinggi di dalam tubuhnya memiliki masalah dengan jantung.
Masih diteliti hubungan paparan BPA dengan kondisi obesitas,
diabetes, dan ADHD (Attention Deficit dan Hyperactivity
Disorder).
3. Wadah ASI perah aman untuk dibersihkan (dicuci) dalam air panas, air
sabun, serta aman dimasukkan (dicuci dan dikeringkan) dalam tempat
pencuci piring.
4. Ukuran tidak perlu besar karena setiap wadah hanya menampung
antara 60–120 ml saja untuk menghindari terbuangnya ASI perah yang
tidak terminum bayi. Sisakan rongga sekitar 2,5 cm hingga
seperempat wadah (dihitung dari atas penutup botol/segel kantong)
ASI sehingga masih ada ruang untuk penggelembungan ketika
dibekukan.

Jenis-jenis bahan wadah ASI perah


1. Botol berbahan kaca
Jenis ini umumnya direkomendasikan karena dapat digunakan
berulang-ulang, mudah dibersihkan, dan aman (tidak seperti bahan
plastik yang mengandung bahan kimia berbahaya). Selain itu, lemak
ASI perah yang disimpan di wadah berbahan kaca lebih mudah lepas
dari dinding wadah dan bercampur kembali bila digoyang pelan
dibandingkan wadah berbahan plastik.
2. Botol/gelas berbahan plastik
Wadah berbahan plastik juga dapat digunakan berulang-ulang, tetapi
pilihlah jenis plastik yang aman, yaitu berbahan polypropylene/PP
(lihat kode recycle no. 5). Plastik jenis polyethylene seperti PET tidak
dapat menjaga kandungan nutrisi dan antibodi sebaik bahan kaca dan
plastik PP (60% immunoglobulin A dapat hilang). Botol plastik yang
dimasukkan ke lemari pembeku (freezer) dapat menjadi rapuh dan
mudah pecah. Perhatikan apakah ada komponen botol yang
retak/bocor sebelum memasukkan ASI perah.
3. Kantong berbahan plastik
Plastik es kiloan tidak direkomendasikan sebagai wadah ASI perah
karena mudah bocor, robek, dapat merusak kandungan nutrisi ASI,
dan rentan terkontaminasi.
Bila ingin menggunakan kantong plastik, gunakan plastik yang memang
didesain untuk menyimpan ASI perah di lemari pembeku. Ingat pula bahwa
plastik ASI perah hanya bisa dipakai sekali.
Wadah ASI perah berbahan besi antikarat juga tidak direkomendasikan
karena dapat menghilangkan jumlah dan kelangsungan hidup sel di dalam
ASI, sementara wadah ASI perah berbahan kaca dan plastik PP lebih baik
dalam menjaga sel di dalam ASI.
Berilah label tanggal dan waktu penyimpanan, serta jumlah ASI yang
dimasukkan menggunakan spidol permanen (tahan air). Bila ASI perah
dikirim ke rumah sakit, tuliskan nama bayi, tanggal lahir bayi, nama
orangtua, dan sertakan informasi tambahan, misalnya obat-obatan yang
sedang dikonsumsi saat memerah. Namun ingat, memberikan ASI perah
segar lebih baik karena waktu simpan yang pendek tidak banyak
menghilangkan kandungan nutrisi dan antibodi dalam ASI. Selain itu, ASI
yang diproduksi tubuh ibu diciptakan untuk bayi pada umur tersebut
sehingga waktu simpan yang sangat lama (berbulan-bulan) kurang ideal
bagi bayi.
Botol kaca ASI perah dengan label

L. Panduan Penyimpanan ASI Perah


Berikut ini panduan penyimpanan ASI perah untuk bayi sehat dan lahir
cukup bulan menurut ABM (The Academy of Breastfeeding Medicine), Kelly
Bonyata, IBCLC, dan La Leche League.

Panduan penyimpanan ASI menurut ABM


1. Penyimpanan di suhu ruang
ASI perah segar dapat diletakkan di ruangan dengan suhu ruang antara
16–290C selama 3–4 jam. Suhu ruang yang lebih panas berhubungan
dengan perkembangan bakteri yang lebih cepat. Bila ibu memerah ASI
dengan sangat bersih, ASI perah dapat bertahan 6–8 jam. Bila suhu
ruang dingin (sekitar 15,80C atau setara dengan cooler bag/box dengan
es batu), ASI perah dapat bertahan selama 24 jam.
2. Penyimpanan di dalam kulkas
Jangan meletakkan ASI perah di pintu kulkas. Letakkan ASI perah di
dinding dalam kulkas yang suhu dinginnya stabil. ASI perah yang
disimpan di dalam kulkas dengan suhu kurang dari atau sama dengan
40C dapat bertahan optimal selama 72 jam (3 hari). Bila ibu memerah
dengan sangat bersih, ASI perah dapat bertahan 5–8 hari.
3. Penyimpanan di dalam lemari pembeku (freezer)
ASI perah harus diletakkan di lemari pembeku bagian dalam untuk
menghindari kontak langsung dengan udara yang lebih panas ketika
lemari pembeku dibuka. Vitamin A, E, B, protein, lemak, enzim,
laktosa, zinc, immunoglobulin, lysozyme, dan laktoferin terjaga bila
dibekukan. ASI perah yang dibekukan pada suhu kurang dari –170C
aman dibekukan hingga 3 bulan dan dapat optimal hingga 6 bulan.
Lama maksimum pembekuan ASI perah adalah 12 bulan. Vitamin C
dalam ASI perah berkurang signifikan bila dibekukan lebih dari 3 bulan.

Hindari menambahkan ASI perah yang hangat (misalnya yang baru


diperah ibu) ke dalam ASI perah yang telah didinginkan atau dibekukan
untuk menghindari ASI perah yang telah disimpan menjadi hangat. Lebih
baik dinginkan dulu ASI perah yang hangat tersebut sebelum
mencampurnya dengan ASI perah yang sudah disimpan sebelumnya. Hasil
memerah dalam waktu 24 jam dapat disatukan asalkan suhu ASI perah
yang baru atau yang akan ditambahkan ke ASI perah yang lama sudah
sama.

Panduan penyimpanan ASI perah menurut Kelly Bonyata, IBCLC


Sebagai perbandingan, berikut ini adalah panduan penyimpanan ASI perah
menurut Kelly Bonyata, IBCLC.

Suhu Lama Penyimpanan


ASI Perah Segar/
Ruang hangat 27–32°C 3–4 jam
Suhu ruang 16–26°C 4–8 jam (ideal 3-4 jam)
Cooler bag/box dengan es batu/ice
gel/blue ice 15°C 24 jam

ASI perah di dalam kulkas (disimpan di kulkas bagian dalam/belakang, jauh dari
pintu)
Asi perah segar 0–4°C 3–8 hari (ideal 72 jam)
ASI perah beku yang cair 0–4°C 24 jam
ASI perah di lemari pembeku/freezer (disimpan di kulkas bagian dalam/belakang,
jauh dari pintu)

Freezer di dalam kulkas satu pintu Bervariasi 2 minggu


Freezer terpisah (kulkas dua pintu) <4°C 6 bulan
Freezer khusus (tidak menyatu dengan
-18°C 12 bulan (ideal 6 bulan)
kulkas)

Panduan penyimpanan ASI perah untuk bayi preterm/prematur


Bayi preterm/prematur dan bayi penderita penyakit berat lebih berisiko
menderita infeksi tambahan bila ASI perah rusak.

Panduan Penyimpanan ASI Perah untuk Bayi Preterm/Prematur

Waktu penyimpanan
ASI perah segar (segera masukkan ke dalam kulkas bila tidak diberikan kepada
bayi
dalam 4 jam setelah diperah)
Suhu ruang 1–4 jam
ASI perah di dalam kulkas (disimpan di kulkas bagian dalam/belakang, jauh dari
pintu)
ASI perah segar 48 jam
ASI perah beku yang sudah cair 24 jam
ASI perah di lemari pembeku/freezer (disimpan di kulkas bagian dalam/belakang,
jauh dari pintu)

Lemari pembeku di dalam kulkas satu pintu Tidak direkomendasikan


Lemari pembeku terpisah (kulkas dua pintu) 3 bulan
Lemari pembeku khusus (tidak menyatu dengan
6 bulan
kulkas)
Membawa ASI perah (segar, dingin, atau beku)

Disimpan di dalam cooler box/bag dengan es batu/ice


24 jam
gel/blue ice

Panduan penyimpanan ASI perah menurut La Leche League


Waktu
Tempat Suhu Catatan
penyimpanan
4 jam (ideal) Wadah ASI perah tertutup
Suhu ruang hingga 6 jam rapat, dibungkus dengan
19–26°C
(ASI perah segar) (masih dapat handuk lembap agar tetap
diterima) dingin.
Es batu/ice gel/blue ice secara
–15°– konstan menyentuh wadah ASI
Cooler bag/box 24 jam
4°C perah dan batasi membuka
cooler bag/box.
Perhatikan kebersihan untuk
72 jam (ideal)
mengurangi kemungkinan ASI
Kulkas <4°C hingga 8 hari
perah rusak/basi. Simpan di
(dapat diterima)
bagian dalam belakang kulkas.
Lemari pembeku di Simpan ASI perah di bagian
dalam kulkas satu –15°C 2 minggu dalam lemari pembeku dan
pintu tidak diletakkan di dekat pintu
Freezer yang agar suhu dingin tetap stabil.
terpisah dengan Penyimpanan beku lebih dari
–18°C 3–6 bulan
kulkas/kulkas dua waktu yang direkomendasikan
pintu biasanya aman, tetapi
kandungan lemak terurai seiring
Deepfreezer –20°C 6–12 bulan
waktu.

M. Menghangatkan ASI Perah


Beberapa bayi terutama yang usianya lebih besar tidak mempermasalahkan
minum ASI perah dingin. Bila ibu ingin menghangatkan ASI perah,
beberapa hal berikut ini perlu diperhatikan.
1. ASI perah tidak boleh direbus karena akan menghilangkan kandungan
ASI perah.
2. ASI perah tidak boleh dihangatkan di microwave karena selain dapat
merusak kandungan ASI, juga bisa terjadi beberapa bagian ASI perah
panas dan dapat membakar mulut bayi (hot spot).
3. Untuk ASI perah beku, ibu bisa mengeluarkannya dari lemari
pembeku, lalu dibiarkan cair di dalam kulkas kira-kira selama 24 jam,
atau ibu dapat mengalirkan air dingin bertahap menjadi hangat pada
wadah ASI perah beku, atau meletakkan wadah ASI perah ke dalam
baskom berisi air hangat. Lebih baik membiarkan ASI perah beku
mencair di dalam kulkas dibandingkan diletakkan di ruangan/luar
kulkas.
4. ASI perah yang tidak beku dapat dihangatkan dengan cara
mengalirkan air dingin bertahap menjadi hangat ke bagian luar wadah
ASI perah atau meletakkan wadah ASI perah ke dalam baskom berisi
air hangat.
Mengalirkan air dingin lalu hangat
ke bagian luar wadah ASI perah.

Meletakkan wadah ASI perah


ke dalam baskom air hangat.

5. ASI perah beku yang sudah cair sempurna dapat bertahan hingga 24
jam di dalam kulkas atau hingga 4 jam di suhu ruang.
6. ASI perah beku yang sudah dihangatkan tidak boleh dibekukan
kembali.
7. Lemak ASI yang terpisah dapat disatukan kembali dengan cara
menggoyang pelan wadah ASI, bukan dengan
mengocok/mengaduknya.
8. Sisa ASI perah yang sudah dihangatkan dan tidak dihabiskan bayi
dapat dimasukkan ke dalam kulkas selama 1–2 jam dan bila tidak
dikonsumsi bayi, segera buang.

N. Menyelamatkan ASI Perah Saat Listrik Padam


Berikut ini tip untuk menjaga ASI perah tetap beku selama listrik padam.
Jangan membuka lemari pembeku terlalu sering. Bukalah hanya bila
sangat terpaksa.
Penuhi lemari pembeku, jangan biarkan banyak celah. Isi lemari
pembeku akan lebih tahan beku dengan kondisi yang padat-rapat.
Isilah celah-celah kosong dengan kantong-kantong air-es, bongkahan
es balok, ice gel, atau blue ice. Sebaiknya, ibu sudah memiliki
cadangan benda-benda ini sepanjang waktu.
Usahakan memiliki termometer khusus makanan yang bisa
ditempatkan di dalam lemari pembeku sehingga ibu mengetahui suhu
lemari pembeku selama kulkas mati. Suhu yang diharapkan adalah
kurang dari 4oC.
Bila di dalam lemari pembeku terdapat daging mentah, pastikan
daging mentah tetap terbungkus rapat dan air/darah dari daging beku
yang mencair tidak mengotori lemari pembeku.
Bila terpaksa membawa ASI perah beku ke tempat lain, isilah cooler
bag/box sepenuh mungkin. Isilah ruang kosong dengan es batu, ice gel,
blue ice atau gumpalan koran yang bisa berfungsi sebagai
insulator/penahan panas. Kemudian, bungkus cooler bag/box dengan
selimut/handuk.
Bila ibu tinggal di daerah yang sering terjadi pemadaman listrik dan
secara finansial ibu dan keluarga mampu membeli genset,
pertimbangkanlah memiliki genset di rumah. Hal ini sangat
bermanfaat, apalagi bila ibu perlu memerah rutin (misalnya untuk ibu
yang bekerja di luar rumah).
Bila ibu memerah menggunakan pompa elektrik, sediakan selalu
baterai cadangan/charger eksternal bila ada. Bila ibu memiliki mobil
dan baterai harus dicas, lakukanlah pengecasan baterai di mobil.
Kuasai pula teknik memerah tangan karena akan sangat bermanfaat
pada saat listrik padam.
ASI perah beku yang sudah cair sempurna hanya tahan 24 jam, walau
beberapa referensi menyatakan masih aman hingga 48 jam untuk bayi
sehat dan cukup bulan. Oleh karena itu, cegahlah ASI perah beku
mencair sempurna. Bila ASI perah mencair tetapi masih ada kristal es,
apalagi 50% tidak mencair, masih aman untuk dibekukan kembali
walau menurut USDA (United States Department of
Agriculture/Departemen Agrikultura Amerika Serikat), kualitas ASI
tersebut akan berkurang. Ingatlah, ASI perah beku yang sudah cair
sempurna tidak boleh dibekukan kembali dan diberikan kepada bayi
preterm/prematur atau bayi yang sakit berat.

O. Volume/Kuantitas Pemberian ASI Perah


Setelah menguasai teknik memerah dan mengetahui panduan
penyimpanan ASI perah, hal penting selanjutnya yang ibu perlu ketahui
adalah berapa banyak ASI perah yang diberikan selama bayi tidak bersama
ibu/tidak menyusu langsung kepada ibu.
Untuk bayi yang menerima ASI eksklusif, asupan ASI meningkat pesat
selama beberapa minggu kehidupan bayi dan cenderung stabil antara 1–6
bulan (walaupun pada waktu dan kondisi tertentu bayi akan menyusu lebih
sering atau lebih banyak dari biasanya). Penelitian terbaru mendukung
fakta bahwa asupan ASI cenderung stabil saat bayi berusia 1–6 bulan,
walaupun berat dan usia bayi bertambah (Mohrbacher 2010).

Volume pemberian ASI untuk bayi sesuai usia (Mohbacher dan


Kendall–Tackett, 2005)
Rata-rata volume ASI Rata-rata total
Usia bayi
per penyajian volume ASI per hari
Minggu pertama (setelah hari
30–59 ml 300–600 ml
ke-4)
Minggu ke-2 dan ke-3 59–89 ml 450–750 ml
Bulan ke-1 hingga ke-6 89–148 ml 750–1.035 ml

Ibu juga perlu mengetahui frekuensi bayi menyusu dalam sehari dan
kebiasaan bayi menyusu saat tidak bersama ibu. Misalnya, rata-rata bayi
menyusu per hari adalah 800 ml dan frekuensi bayi menyusu per hari adalah
8 kali, volume ASI per penyajian adalah 100 ml. Bila tidak bersama bayi
selama 12 jam, ibu dapat menyiapkan empat botol untuk penyajian 100 ml.
Ibu dapat melebihkan 10% untuk berjaga-jaga bila ada ASI perah yang
tumpah. Jadi, per wadah ASI perah diisi 110 ml.
Namun, hitungan ini tidak kaku/baku karena banyak bayi yang menyusu
lebih banyak saat bersama ibu (sore/malam hingga dini hari). Hal yang perlu
ibu dan pengasuh bayi lakukan adalah memantau tanda-tanda kecukupan
ASI harian, pertumbuhan berat dan tinggi badan, serta mengetahui tanda-
tanda dehidrasi atau tanda-tanda bayi kurang asupan.
Berikut ini panduan WHO tentang kebutuhan ASI bayi ketika bayi mulai
menerima MPASI, berdasarkan rentang usia.
Usia 6–8 bulan: pada hari-hari awal bayi mulai menerima MPASI,
pastikan ASI masih merupakan sumber asupan utama, yaitu di atas
90%, yang kemudian menurun porsinya hingga 67,15% (seiring
bertambahnya porsi MPASI). Porsi MPASI pada usia 6–8 bulan adalah
32,85%.
Usia 9–11 bulan: kebutuhan ASI sebesar 55,2% dan MPASI sebesar
44,8%.
Usia 12 bulan ke atas: kebutuhan ASI sebesar 38,7%, MPASI 61,3%, dan
semakin menurun secara bertahap.
Jadi, saat bayi baru menerima MPASI, asupan ASI masih di atas 90% atau
sekitar 875 ml/hari, kemudian menurun bertahap seiring meningkatnya
asupan MPASI. Saat bayi berusia 11 bulan, asupan ASI menurun menjadi
sekitar 550 ml/hari. Ketika bayi berusia 1 tahun dan sudah menerima
makanan keluarga, asupan ASI menurun menjadi sekitar 400 ml/hari. Bila
ibu melanjutkan menyusui/memberikan ASI setelah anak berusia 2 tahun,
volume ASI yang diberikan sekitar 300 ml/hari.
Namun, volume ASI perah yang diminum bayi dapat bervariasi, sama
seperti jumlah makanan orang dewasa yang tidak selalu sama. Hal yang
utama adalah selalu perhatikan tanda-tanda ingin menyusu dan tanda-
tanda kenyang pada bayi sehingga ibu atau pengasuh tidak memaksa bayi
untuk minum ASI perah saat sudah kenyang.
Bila bayi minum ASI perah jauh lebih banyak dari jumlah rata-rata
normal, akan terjadi pemberian ASI berlebihan (overfeeding). Beberapa
kemungkinan penyebabnya, antara lain sebagai berikut.
Bayi minum ASI perah menggunakan botol dot yang beraliran deras.
Oleh karena itu, bila media yang digunakan adalah dot, pilihlah dot
yang alirannya pelan dan berikan jeda waktu saat menyusu.
Ibu atau pengasuh selalu memberikan botol berisi ASI perah setiap kali
bayi rewel (dengan maksud untuk menenangkan bayi). Padahal
penyebab bayi rewel bukan hanya karena lapar dan haus.
Bayi menyusu dengan botol dalam posisi tidur sehingga ASI mengalir
deras. Agar aliran ASI lebih lambat, atur posisi badan-kepala bayi
menjadi tegak, dengan posisi botol horizontal/datar. Efek samping
menyusu dengan posisi tidur adalah meningkatnya risiko menderita
infeksi telinga.

Contoh posisi tegak badan-kepala bayi


saat minum ASI perah melalui botol dot
Berikut ini beberapa petunjuk untuk membantu ibu menilai kecukupan
pemberian ASI perah.
1. Bila kenaikan berat badan bayi baik dan bayi puas/kenyang, tetapi
frekuensi buang air kecil dan besar kurang, lakukan observasi beberapa
hari lagi sebelum memutuskan menambah volume ASI perah.
2. Bila buang air kecil dan besar baik, tetapi bayi tampak tidak
puas/kenyang dan rewel, mungkin bayi memerlukan ASI perah
tambahan. Tenangkan bayi dan cari penyebabnya sebelum
menawarkan ASI perah tambahan.
3. Bila kenaikan berat badan bayi tidak baik, walau bayi tampak puas
serta buang air kecil dan besar baik, kemungkinan bayi tidak mendapat
cukup ASI. Ibu dapat berkonsultasi dengan dokter anak agar diperiksa
lebih teliti.
4. Bila kenaikan berat badan bayi tidak baik serta buang air kecil dan
besar kurang, cukup jelas bahwa asupan ASI bayi kurang. Segera
hitung lagi kebutuhan ASI perah bayi dan diskusikan dengan dokter
anak.

P. Membawa ASI Perah


Bagi ibu menyusui yang bekerja, sering terjadi situasi saat ibu harus
bepergian jauh (baik melalui jalan darat maupun udara) dan tidak bisa
membawa bayi bersama ibu sehingga ibu terpaksa membawa ASI perah.
Ada beberapa hal yang perlu diperhatikan dalam membawa ASI perah,
termasuk aturan membawa ASI perah ke kabin pesawat udara.
Berikut ini beberapa hal yang perlu dipersiapkan sebelum bepergian.

1. Bila ibu memerah ASI dengan alat pompa elektrik, bawalah perlengkapan
berikut ini.
Baterai dan baterai cadangan. Pastikan baterai bekerja dengan baik
dan dalam kondisi penuh.
Adapter/converter. Bila ibu bepergian ke luar negeri, ibu perlu
membawa adapter/power converter karena tiap negara tidak memiliki
jenis steker listrik yang sama.
Wadah ASI perah. Banyak ibu memilih menggunakan kantong plastik
khusus ASI perah karena dapat dirampingkan sehingga menghemat
tempat di cooler bag/box.
Ice gel/blue ice
Ice gel/blue ice dapat memberikan efek dingin yang panjang. Ice
gel/blue ice dapat dibeli di toko perlengkapan bayi.

Ice gel/blue ice

Semua komponen alat pompa lengkap, beserta cadangannya.


Baterai cadangan, charger, cadangan corong pompa, dan botol wadah
ASI perah dipastikan tidak tertinggal dan sudah dalam kondisi bersih.
Tisu basah, tisu kering, hand sanitizer.
Bila tidak ada tempat untuk mencuci tangan, ibu dapat membersihkan
tangan menggunakan tisu basah/hand sanitizer.
Cooler bag/box. Pilihlah yang dapat menahan panas dengan baik dan
memiliki tutup yang rapat.
2. Rencanakan dengan pasti total waktu ibu meninggalkan bayi/anak
sehingga ibu dapat merencanakan membekukan ASI atau tidak. Bila ibu
berencana membekukan ASI perah, ada risiko ASI perah akan mencair
selama perjalanan pulang.

3. Hubungi perusahaan penerbangan yang akan digunakan dan tanyakan


mengenai peraturan membawa alat pompa dan ASI perah di maskapai
penerbangan tersebut.

4. Pastikan ibu memiliki stok ASI perah dalam jumlah cukup di rumah
selama ibu bepergian. Lebihkan stok ASI perah minimal 20% dari
kebutuhan bayi sebagai cadangan ASI perah yang tumpah/rusak.
Bila ibu memilih untuk membekukan ASI yang diperah selama di tempat
tujuan, ibu dapat mengusahakan mencari dry ice (karbondioksida padat,
jauh lebih dingin dari es biasa, dan tidak seperti es biasa yang dapat
mencair. Perubahan bentuk terjadi dari padat menjadi gas.) yang biasa
tersedia di supermarket besar, toko daging, atau toko es krim.
Selain itu, kumpulkan koran untuk membungkus wadah ASI perah dan
memadatkan cooler bag/box. Masukkan empat kantong ASI perah beku
(dengan label tanggal dan jam memerah) ke dalam plastik yang lebih besar,
lalu bungkus dengan koran. Kemudian, masukkan ke dalam cooler bag/box,
kelilingi dengan dry ice, ice gel, atau blue ice. Bila masih ada rongga kosong,
isi dengan gumpalan/gulungan koran.
Bila memungkinkan, ibu dapat mengirim cooler bag/box ini
menggunakan paket ekspres yang dapat tiba di tempat tujuan maksimal
dua hari sejak pengiriman. Bila ibu membawanya ketika perjalanan pulang,
ibu harus mengetahui peraturan membawa ASI perah yang dikeluarkan
oleh penerbangan domestik/internasional.
Peraturan membawa ASI perah ke kabin pesawat
Dirjen perhubungan udara Indonesia telah mengeluarkan peraturan tentang
penanganan cairan (liquid), aerosol, dan gel yang boleh dibawa penumpang
ke dalam kabin pesawat udara pada penerbangan internasional. Peraturan
tersebut dituangkan dalam Perdirjenhub No. KEP/43/III/2007, pasal 3 ayat
1,yang berbunyi:
Cairan, aerosol, dan gel yang dibawa sendiri oleh calon penumpang
sebelum masuk ke dalam bandar udara harus memenuhi persyaratan
berikut.
1. Kapasitas maksimum wadah atau tempat cairan, aerosol, dan gel
adalah 100 ml atau ukuran sejenis.
2. Wadah berisi cairan, aerosol, dan gel tersebut dimasukkan ke dalam
satu kantong plastik transparan ukuran 30 x 40 cm yang disediakan
oleh pihak pengelola bandara dan maskapai penerbangan, dengan
kapasitas cairan, aerosol, dan gel maksimum 1000 ml atau ukuran
sejenis dan disegel ulang.
3. Setiap calon penumpang pesawat hanya diizinkan membawa
maksimum satu kantong plastik transparan yang berisi cairan, aerosol,
dan gel.
Yang dimaksud dengan cairan, aerosol, dan gel tersebut dapat berupa
minuman, perlengkapan kosmetik, obat-obatan, dan keperluan sehari-hari
(Pasal 1, ayat 2 Perdirjenhub 43/2007).
Namun menurut pasal 3 ayat (2) Perdirjenhub 43/2007, ketentuan
tersebut tidak berlaku untuk:
1. obat-obatan medis,
2. makanan/minuman/susu bayi, dan
3. makanan/minuman penumpang untuk program diet khusus.
Jadi, ini berarti ibu boleh membawa ASI perah ke dalam kabin saat
berangkat dari Indonesia.
Bila tempat tujuan ibu adalah Amerika Serikat atau melakukan
perjalanan antardaerah menggunakan penerbangan Amerika Serikat, ibu
perlu mengetahui peraturan yang dikeluarkan oleh TSA (Transportation
Security Administration) US Department of Homeland Security, antara lain
cairan maksimum yang boleh dibawa adalah 3 oz atau sekitar 88,7 ml.
ASI tidak termasuk dalam cairan biasa seperti air minum dan jus, tetapi
diperlakukan sebagai cairan obat-obatan. Orangtua yang menggunakan
pesawat dengan atau tanpa bayi dan anak-anak diperbolehkan membawa
ASI dengan jumlah lebih dari 3 oz selama mereka melapor dan
menunjukkan kepada petugas pemeriksa di titik pemeriksaan. Botol/wadah
ASI perah kosong dan es juga diperbolehkan dibawa dengan tujuan untuk
mendinginkan ASI perah. Pisahkan ASI perah di dalam cooler box/bag
(tidak dimasukkan ke dalam kopor kabin).
ASI perah dalam bentuk beku boleh juga dibawa selama dapat dijaga
tetap beku dan masih dalam keadaan beku ketika diperiksa petugas. Ibu
dianjurkan membawa ASI perah ini secukupnya hingga mencapai tempat
tujuan.
Bila ibu membawa alat pompa di dalam tas/kopor kabin, sebaiknya ibu
mengeluarkan dan melaporkannya kepada petugas. Cara ini akan
mempermudah dan mempercepat saat pemeriksaan.
Peraturan penerbangan ke Eropa tidak jauh berbeda dengan Amerika
Serikat. Peraturan membawa cairan ke Eropa dikembangkan oleh
International Civil Aviation Organization. Peraturan tersebut menyatakan
bahwa penumpang dapat membawa maksimum 1 liter cairan, tetapi cairan
ini dipecah menjadi maksimum 100 ml setiap kemasan. Kemudian setiap
kemasan 100 ml dimasukkan lagi ke dalam kantong transparan/kantong
plastik bersegel.
Larangan Mengocok ASI Perah
Mengocok ASI perah agar lapisan lemak bersatu kembali dapat
mengubah komposisi ASI, terutama bentuk molekul protein ASI
(laktoferin, lysozyme, dan komponen perlindungan lainnya) menjadi
asam amino. Hal ini juga terjadi bila ibu merebus ASI perah. Akibatnya,
ASI perah kurang/tidak dapat berfungsi melindungi usus bayi dari
infeksi dan mencegah peradangan.
Analogi sederhananya seperti tasbih. Ketika butiran tasbih bersatu,
tasbih dapat berfungsi dengan baik. Namun ketika ikatan tasbih
terlepas, butiran tasbih akan tercecer dan tidak berfungsi lagi sebagai
tasbih. Begitu pula dengan ASI perah, beberapa komponen sel dalam
ASI juga dapat rusak bila diguncang atau dikocok.

Q. Metode Pemberian ASI Perah


Salah satu metode penting lainnya yang harus dikuasai oleh ibu/pengasuh
bayi adalah metode pemberian ASI perah. Bila teknik ini tidak dikuasai,
ibu/pengasuh dan bayi dapat merasa frustrasi karena banyak ASI perah
yang tumpah/terbuang. Media pemberian ASI perah bermacam-macam,
antara lain sendok, pipet, suntikan tanpa jarum, gelas/cangkir kecil,
suplementer menyusui, botol dot, dan botol khusus (untuk penderita
bibir/langit-langit sumbing). Untuk bayi sehat, tidak memiliki masalah
anatomi oral, dan lahir cukup bulan direkomendasikan memilih media
pemberian ASI perah selain botol dot.
Untuk bayi baru lahir yang masih sedikit menyusu, disarankan
menggunakan media pipet, suntikan tanpa jarum, atau cup feeder. Seiring
bertambahnya usia bayi dan volume menyusunya sudah semakin banyak,
bayi biasanya tidak sabar bila diberi ASI perah melalui sendok, pipet, dan
suntikan tanpa jarum.
Berikut ini beberapa metode pemberian ASI perah melalui berbagai
media.
1. Pemberian ASI perah melalui gelas kecil/cup

Sumber : Hitched UK

Metode pemberian ASI perah melalui gelas kecil/cup

Pastikan kepala, leher, dan pundak bayi tersangga dengan baik dan dalam
posisi tegak. Bayi dalam keadaan terbangun, tenang/tidak rewel, apalagi
menangis. Alasi dada bayi dengan kain/handuk kecil agar tumpahan ASI
tidak membasahi badan bayi. Isilah gelas kira-kira setengahnya saja karena
bila terlalu penuh berisiko mudah tumpah, sedangkan bila terlalu sedikit
akan menghabiskan banyak waktu untuk mengisi ulang, dan bayi bisa tidak
sabar.
Letakkan ujung gelas secara perlahan ke bibir bayi bagian bawah.
Perlahan, miringkan gelas sehingga cairan ASI menyentuh bibir bawah bayi
dan bayi menjilat dan menelan seperti anak kucing yang minum dari
mangkuk. Jadi, ibu tidak menuangkan ASI perah ke dalam mulut bayi
karena berisiko membuat bayi tersedak.
Ibu juga harus konsisten menjaga kemiringan gelas dan ASI perah agar
bayi dapat terus menjilat dan menelan. Pastikan pengasuh dan bayi sudah
lancar menggunakan gelas sebelum ibu mulai rutin meninggalkan bayi
setiap hari, misalnya karena bekerja.

2. Pemberian ASI perah melalui sendok


Sumber : Rehydrate.org

Metode pemberian ASI perah melalui sendok

Letakkan ujung sendok ke bibir bayi bagian bawah. Perlahan, miringkan


sendok sehingga cairan ASI menyentuh bibir bawah bayi dan bayi menjilat
dan menelan. Jaga pula kemiringan sendok dan ASI perah agar bayi dapat
terus menjilat dan menelan.

3. Pemberian ASI perah melalui pipet dan suntikan yang telah dilepas
jarumnya
Prinsip dari metode pemberian ASI perah menggunakan pipet berbahan
plastik dan suntikan ini adalah
meneteskan ASI perah langsung ke dalam mulut bayi dengan posisi bayi
tegak. Suntikan dapat menampung ASI perah lebih banyak daripada pipet.
Ada pula ibu yang melakukan suplementasi menggunakan suntikan pada
payudara. Ketika bayi sudah melekat, selipkan suntikan ke payudara dan
tekan ketika bayi sudah mengisap (cara ini adalah hadiah agar bayi tidak
mudah frustrasi ketika tidak ada ASI yang keluar dari payudara ibu saat
mengisap). Kelemahan metode ini adalah memakan waktu lebih lama
selain harganya yang lebih mahal dan sulit dibersihkan.

Sumber : The Guardian UK

Pemberian ASI perah melalui pipet

4. Pemberian ASI perah melalui media khusus (Haberman Feeder)


Beberapa bayi dengan kelainan anatomi oral, seperti bibir/langit-langit
sumbing, penderita penyakit-penyakit langka (seperti Pierre Robin
Syndrome dan Down Syndrome), tidak bisa menyusu (mengisap) normal
pada payudara (sehingga diperlukan media khusus untuk memberi ASI
kepada bayi), disarankan menggunakan Haberman feeder. Saat
menggunakan haberman feeder, bayi tidak perlu mengisap. Bayi hanya
perlu menekan dot dengan langit-langit mulutnya.
Haberman feeder

R. Meningkatkan Hasil ASI Perah


Beberapa ibu yang memerah mengeluhkan hasil ASI perahnya sedikit.
Padahal, produksi ASI bervariasi dari waktu ke waktu. Bila produksi air susu
ibu sedikit, sebaiknya ibu menemukan penyebab dari masalah tersebut.
Beberapa kemungkinan yang menyebabkan seorang ibu merasa produksi
ASI-nya sedikit adalah karena ia membandingkan hasil ASI perahnya
dengan ibu lain, atau membandingkan hasil ASI perahnya saat ini dengan
sesi perah sebelumnya. Terdapat kemungkinan utama produksi air susu ibu
sedikit adalah karena teknik memerah yang belum optimal atau alat pompa
yang kurang baik sehingga pengosongan payudara tidak baik.
Kemungkinan lain yang menyebabkan hasil ASI perah ibu menurun
adalah perubahan hormon, misalnya saat menstruasi atau hamil. Hal ini
bersifat sementara. Periksalah obat-obatan yang sedang ibu konsumsi,
apakah memengaruhi produksi ASI atau tidak.
Alat pompa yang ibu gunakan dan cara ibu menggunakannya juga dapat
memengaruhi produksi ASI perah ibu.
Oleh karena itu, bila ibu menggunakan alat pompa, periksa hal-hal berikut
ini.
1. Apakah ibu memiliki dan menggunakan alat pompa yang sesuai
dengan kebutuhan ibu?
2. Apakah ibu menggunakan komponen alat pompa yang sesuai dengan
ukuran payudara ibu (khususnya corong pompa)?
3. Berapa lama usia alat pompa tersebut? Apakah lebih dari setahun?
4. Apakah ibu menggunakan alat pompa di atas kemampuan
motor/mesinnya?
5. Sudahkah ibu memeriksa kelayakan pakai dari komponen alat pompa
ibu (terutama bila tidak diganti selama 3–6 bulan)?
Hal yang penting juga adalah memeriksa frekuensi memerah harian dan
pengosongan payudara karena produksi ASI sangat bergantung pada
proses persediaan versus permintaan dan seberapa baik ibu mengosongkan
payudara. Berikut ini adalah hal-hal yang harus diperiksa.
1. Apakah ibu sengaja/tidak sengaja mengurangi frekuensi memerah
harian (misalnya karena terlalu sibuk bekerja)?
2. Apakah bayi menerima asupan lain selain ASI?
3. Apakah ibu memerah tidak tuntas (berhenti sebelum payudara
menjadi lembut dan tidak dilanjutkan dengan memerah tangan)?
Selain itu, periksa hal-hal umum lain, seperti kemungkinan ibu terlalu
lelah, stres, atau sedang sakit. Kunci utama untuk meningkatkan produksi
ASI adalah mengeluarkan ASI lebih sering dari payudara, dan tidak
membiarkan payudara penuh dalam jangka waktu lama. Berikut ini
beberapa cara untuk meningkatkan hasil produksi dan hasil perah ASI.
Ketika bersama bayi, perbanyak kontak kulit dengan kulit sehingga
bayi terpacu untuk menyusu lebih sering.
Usahakan selalu memompa kedua payudara bersamaan.
Cobalah tambah 1–2 sesi memerah di kantor, minimal tambah satu
sesi memerah selama 5 menit.
Lakukan penekanan payudara saat menggunakan pompa ASI.
Penekanan payudara saat memerah dengan alat pompa membantu
meningkatkan produksi ASI.
Memompalah minimal 15 menit, lalu lanjutkan dengan memerah
tangan. Setelah tetesan ASI terakhir, teruslah memerah selama 2–5
menit. Berdasarkan penelitian, memompa hanya menggunakan alat
pompa saja tidak dapat mengosongkan payudara dengan baik.

Sumber: Stanford School of Medicine

Dua tabung bertuliskan hasil perah tangan adalah hasil perah setelah ibu memerah dengan pompa.
Terlihat bahwa payudara masih menyimpan banyak ASI yang tidak bisa dikosongkan dengan alat
pompa saja.
Ketika akhir minggu atau saat ibu libur/cuti bekerja, tambahkan
minimal dua sesi memerah. Ibu dapat memerah saat tidur bayi lebih
panjang, misalnya pada malam hari.
Memerahlah saat bayi sedang menyusu (tandem).
Bila bayi rewel karena aliran ASI lambat akibat ibu baru saja memerah
di antara sesi menyusui, perahlah satu payudara saja sehingga
payudara lain yang lebih penuh dapat diberikan pada bayi.
Selama menggunakan alat pompa, lakukan pijat payudara dan
penekanan payudara.
Cobalah untuk melakukan power pumping.
Gantilah komponen corong pompa ke bahan yang lebih lembut dan
berukuran besar.

Power pumping
Power pumping adalah teknik yang berusaha menyerupai bayi menyusu 8
hingga 12 kali dalam 24 jam seperti saat bayi di sebulan pertama
kehidupannya. Selama fase itu, bayi menyusu lebih sering, lebih kuat, dan
lebih lama sehingga mudah memicu terlepasnya hormon prolaktin yang
berpengaruh terhadap produksi ASI.
Power pumping bertujuan meningkatkan produksi ASI secara cepat
dengan mengosongkan payudara ibu secara sering. Biasanya, hal ini
dilakukan para ibu yang mengalami penurunan produksi ASI drastis,
misalnya setelah sakit berat sehingga harus dirawat inap di rumah sakit
atau volume pekerjaan ibu yang lebih tinggi dari biasanya sehingga ibu
tidak dapat memerah dengan frekuensi yang normal di tempat kerja.
Power pumping dilakukan selama satu jam setiap hari secara konsisten
(misalnya setiap pukul 6 pagi) dengan pola berikut ini.
Perah selama 20 menit, istirahat selama 10 menit.
Perah kembali selama 10 menit, istirahat selama 10 menit.
Perah lagi selama 10 menit, selesai.
Hasil dari power pumping bervariasi, ada ibu yang merasakan hasil
perahnya meningkat setelah melakukan power pumping selama dua hari
berturut-turut, tetapi ada juga yang baru merasakan hasilnya setelah tujuh
hari berturut-turut.
Saat melakukan power pumping, usahakan untuk rileks dan tidak stres.
Ibu dapat melakukan hal-hal yang disukai, seperti membaca dan menonton.
Letakkan pula alat pompa dan perlengkapannya di dekat ibu. Pastikan ibu
mengonsumsi makanan bergizi dan minum dengan cukup.
Ahli laktasi Catherine Watson Genna, BS, IBCLC memberikan panduan
power pumping sebagai berikut.
Alat pompa beserta wadah ASI perah diletakkan di tempat ibu sering
melewatinya dan di tempat ibu merasa nyaman untuk duduk.
Ibu memompa 5–10 menit setiap kali ibu melewati alat pompa tersebut
dan berhenti ketika ibu merasa lelah dan tidak nyaman.
Interval/jarak antarmemerah adalah sekitar 45 menit atau lebih.
Interval memerah kurang dari 45 menit kurang membantu.
Ibu memerah minimal 10 kali sehari.
Ibu tidak perlu mencuci peralatan memompa setiap selesai
memerah.Cukup perhatikan suhu ruangan. Seperti halnya ASI perah di
suhu ruang, alat pompa dapat dibiarkan tidak dicuci selama melakukan
power pumping, yaitu sekitar 4 jam.
Usahakan ibu beristirahat sebentar pada siang hari dan tidur tidak
terputus selama 4–6 jam pada malam hari. Bila bayi menyusu pada
malam hari, ibu dapat melakukan tandem memerah dan menyusui.

S. Memompa dan Memberikan ASI Perah Secara Eksklusif


(Exclusively Pumping/E-Ping)
Terdapat banyak hal yang menyebabkan ibu sulit, bahkan tidak bisa
menyusui bayinya secara langsung. Agar bayi tetap mendapatkan ASI
eksklusif, ibu dapat memerah ASI secara eksklusif atau biasa disebut E-
Ping. Keputusan ibu melakukan E-Ping biasanya menimbulkan tantangan
tersendiri karena banyak yang meragukan kemampuan ibu
mempertahankan pemberian ASI eksklusif selama 6 bulan dengan cara E-
Ping. Dengan dukungan berkelanjutan dan ilmu yang memadai, khususnya
teknik memerah dan manajemen ASI perah yang baik, E-Ping sangat
mungkin dijalankan dan berhasil.
Berikut ini beberapa alasan yang menyebabkan ibu melakukan E-Ping.
Ibu dan bayi terpisah, misalnya karena bayi prematur atau menderita
penyakit berat yang memerlukan perawatan khusus di NICU.
Ibu memiliki kondisi emosi yang tidak stabil atau menderita masalah
kejiwaan sehingga tidak ingin/tidak berani menyusui bayi langsung.
Ibu malu bila terlihat menyusui.
Bayi tidak dapat/belum bisa menyusui langsung pada payudara,
misalnya bayi penderita bibir/langit-langit sumbing, penyakit jantung,
pierre robin syndrome, tongue tie, dan masalah dengan otot yang
digunakan untuk menyusu.
Bayi tidak mau menyusu pada payudara sama sekali karena pernah
mengalami bingung puting dan menolak menyusu. Berbagai upaya
telah dilakukan, tetapi tidak berhasil.
Sebagian besar waktu ibu tidak tersedia untuk bersama bayi.
Ibu mengalami masalah pada payudara secara berulang.
Meskipun ibu memutuskan melakukan E-Ping, bukan berarti bayi tidak
memerlukan sentuhan dan kehadiran ibu. Ketika sedang bersama bayi, ibu
sebaiknya menghabiskan waktunya untuk merawat bayi, bermain dengan
bayi, dan memeluk bayi (utamakan kontak kulit dengan kulit).
Berikut ini beberapa tip mempertahankan E-Ping.
1. Kuasai teknik perah tangan untuk mengosongkan payudara dengan
lebih baik setelah payudara diperah dengan alat pompa elektrik.
2. Pertimbangkan untuk menggunakan alat pompa elektrik berkualitas
baik dan dapat memerah kedua payudara bersamaan (double
pumping).
3. Tiru rata-rata frekuensi menyusu bayi, yaitu antara 8–12 kali sehari. Ibu
dapat memerah selama 15–20 menit setiap 2–3 jam dengan interval
maksimum memerah adalah 5 jam. Usahakan memerah minimal 2 kali
sejak malam hingga bangun pagi hari. Pengalaman ibu yang hanya
memerah selama 10 menit di semua sesi memerah mengalami
penurunan hasil ASI perah.
4. Lanjutkan memerah dengan tangan.Setelah tetesan ASI terakhir,
teruslah memerah selama 2–5 menit agar otak mendapat sinyal
permintaan tubuh untuk memproduksi ASI lebih banyak.
5. Meski ibu dapat mengambil frekuensi rata-rata memerah 8–12 kali
sehari, kapasitas penyimpanan ASI dalam payudara ibu tidak sama
dengan ibu lain. Jadi, ibu yang berkapasitas kecil perlu memerah lebih
sering dibanding yang berkapasitas besar. Juga, riwayat
operasi/trauma pada payudara dapat memengaruhi hasil ASI perah.
6. Pertahankan hasil perah 15–20% melebihi kebutuhan bayi.
7. Hati-hati dalam mengonsumsi obat-obatan, termasuk pil atau suntikan
pengatur kehamilan yang mengandung hormon estrogen.
8. Istirahat dengan cukup, makan yang bergizi, dan minum cukup cairan
terutama air putih.
9. Pertahankan perasaan rileks dan nyaman saat memerah. Terapkan
pula tip memicu refleks pengeluaran ASI.

Bila hasil ASI perah ibu sudah stabil, yang biasanya dicapai saat usia
bayi tiga bulan, ibu dapat menurunkan sesi memerah sebanyak satu
kali. Namun ketika ibu merasakan penurunan hasil pada hari
berikutnya, kembalikan frekuensi memerah seperti sebelumnya.

T. Seputar ASI Donor


Menurut WHO, hierarki/urutan asupan untuk bayi sejak lahir sampai enam
bulan pertama kehidupannya atau sampai siap menerima MPASI adalah
sebagai berikut.
1. Bayi menyusu langsung dari ibunya.
2. Bayi menerima ASI perah dari ibunya.
3. Bayi menerima ASI donor/ASI dari ibu menyusui lain.
4. Bayi menerima pengganti ASI, seperti infant formula.
Sangat jarang bayi yang lahir sehat dan cukup bulan memerlukan
suplementasi. AAP (American Academy of Pediatrics) mengeluarkan
kebijakan mengenai suplementasi rutin: bayi baru lahir tidak boleh diberi
suplementasi (misalnya air, air gula, dan susu formula), kecuali bila terdapat
indikasi medis. Dengan informasi dan latihan (manajemen laktasi) yang
memadai, suplementasi sangat jarang diperlukan.
Hal ini sangat penting karena banyak sekali ibu menyusui yang sehat
(kondisi bayi pun sehat dan cukup bulan) “menyerah” di awal dan segera
meminta ASI donor tanpa mengupayakan manajemen laktasi semaksimal
mungkin. Kondisi ibu dan bayi akan menentukan apakah suplementasi
bersifat sementara atau menetap.
Kondisi bayi yang memerlukan suplementasi, antara lain sebagai berikut.
1. Bayi yang berat badannya turun lebih dari 10% setelah hari kelima
kelahiran karena berbagai sebab.
2. Bayi yang berat lahirnya sangat rendah (kurang dari 1,5 kg) atau bayi
preterm/prematur (terutama dengan usia gestasi kurang dari 32
minggu).
3. Bayi yang mengalami hipoglikemia karena gangguan adaptasi
metabolik atau peningkatan kebutuhan glukosa.
4. Bayi yang mengalami dehidrasi (kehilangan cairan akut). Misalnya,
bayi kuning/jaundice yang memerlukan fototerapi/terapi sinar, atau
bayi yang walau sudah disusui langsung dan diberi ASI perah, tetap
belum mencukupi.
5. Bayi yang fesesnya masih berupa mekonium setelah lima hari pasca
kelahiran.
6. Bayi yang mengalami pertumbuhan lambat dan gagal tumbuh.
7. Bayi kembar dua, kembar tiga, dan seterusnya (walau sudah
diupayakan disusui langsung dan diberi ASI perah, tetap tidak
mencukupi kebutuhan bayi-bayi tersebut).
8. Bayi adopsi.
9. Bayi yang menderita penyakit berat atau memiliki kelainan anatomi,
seperti bibir/langit-langit sumbing sehingga tidak dapat menyusu
langsung.
10. Bayi yang menderita penyakit kelainan metabolisme langka, seperti
galaktosemia, ketika bayi tidak bisa menerima ASI (hanya bisa
menerima susu formula khusus).
Ketika opsi ASI donor diperlukan dan dipilih, perlu diketahui bahwa ada
prosedur ketat yang harus dilewati. Pemberian ASI donor tanpa melalui
prosedur yang benar sangat berisiko. HIV, hepatitis, dan virus-virus lain
dapat ditularkan melalui ASI. Saat ini juga terdapat jenis/strain bakteri baru
yang resisten terhadap obat (antibiotika) dan sangat berbahaya yang bisa
ditularkan melalui ASI.
Meskipun seorang ibu meminta ASI donor dari ibu lain yang sudah
dikenal/dari pihak keluarga sendiri, kondisi kesehatan ibu donor tersebut
tidak dapat diketahui pasti tanpa melalui tes kesehatan/screening. Ibu
donor mungkin terlihat sehat, tetapi bisa jadi tubuh ibu tersebut sedang
mengalami infeksi virus/bakteri dan tidak menunjukkan gejala. Oleh karena
itu, Centers for Disease Control and Prevention (CDC) sangat melarang
pemberian ASI donor tanpa melalui prosedur yang benar.
Sayangnya, sampai saat ini di Indonesia belum ada rumah sakit yang
melaksanakan prosedur screening sesuai standar yang dilakukan bank ASI
di negara-negara maju, seperti HMBANA (Human Milk Bank of North
America). Selain itu, biaya screening kesehatan ibu, proses screening ASI
donor, serta pemrosesan dan penyimpanan, membutuhkan biaya yang
sangat tinggi dan tidak ditanggung pemerintah.

Proses ASI donor


Pendonoran ASI harus melewati tahap berikut.

1. Screening awal ibu menyusui


Seorang ibu dapat mendonorkan ASI-nya dengan syarat bayi/anaknya
sendiri telah tercukupi kebutuhan ASI-nya.

2. Tanya jawab mengenai kondisi kesehatan ibu (calon) donor


Tanya jawab mengenai kondisi kesehatan ibu donor ini juga diklarifikasi
oleh dokter yang menangani ibu donor.
Ibu menyusui tidak dapat menjadi ibu ASI donor karena hal-hal berikut.
Menerima transfusi darah dalam 12 bulan terakhir.
Menerima transplantasi organ/jaringan dalam 12 bulan terakhir.
Mengonsumsi minuman keras lebih dari 60 ml dalam sehari.
Mengonsumsi obat-obatan dalam jangka panjang.
Mengonsumsi vitamin/suplemen herbal dosis tinggi.
Vegetarian murni dan tidak mengonsumsi suplemen vitamin B-12.
Menggunakan rokok dan obat-obatan terlarang.
Pernah menderita penyakit hepatitis dan infeksi kronis, seperti HIV,
HTLV, dan TBC.
Memiliki partner seksual dalam 12 bulan terakhir yang berisiko
menderita HIV, HTLV, dan hepatitis, atau partner pengguna obat-
obatan dan jarum suntik (baik jarum untuk narkoba atau jarum untuk
tato).

3. Screening kesehatan tahap kedua


Ibu donor menjalani serangkaian tes darah, meliputi HIV-1, HIV-2, HTLV,
Hepatitis B, Hepatitis C, dan sifilis. Biaya yang besar ini tidak ditanggung
pemerintah, melainkan ditanggung oleh ibu calon donor.
Bila ibu donor lolos dalam semua tahapan tersebut, bank ASI telah
memiliki protokol sejak ibu donor memerah. Tahap pertama adalah
menjaga kebersihan dimulai dari mencuci tangan dan alat pompa dengan
bersih (wadah ASI perah steril sudah disediakan oleh bank ASI).
Selanjutnya, ibu mulai memerah dan membekukan ASI perah tersebut.
Wadah ASI perah menurut standar bank ASI adalah wadah selain plastik
karena wadah plastik lebih berisiko robek/bocor, lemak lebih banyak
menempel, serta lebih tinggi risiko terkontaminasi.
Berikut ini adalah prosedur yang dilakukan di HMBANA.
1. Membersihkan tangan
Tim pasteurisasi ASI donor akan membersihkan tangan dengan sabun
antimikroba sebelum menggunakan sarung tangan. Sarung tangan
selalu dipakai mulai dari ASI donor diterima.
2. Menuang
Selanjutnya, ASI donor dipindahkan/dituang dari wadah ASI perah ke
gelas kaca khusus.
3. Mencampur
Setiap kelompok ASI donor (biasanya dari 3–5 donor) akan dicampur
agar komponen ASI terdistribusi dengan baik.
4. Mengisi botol
Setiap botol gelas ASI perah diisi sebanyak 4 ounces atau setara 118,28
ml sebelum proses pasteurisasi.
5. Memasteurisasi dengan metode holder
Botol berisi ASI perah dipanaskan dalam boks khusus berukuran besar
berisi air pada suhu 62,50C selama 30 menit. Pasteurisasi dapat
mematikan bakteri dan mempertahankan kandungan nutrisi ASI.
6. Melakukan tes di laboratorium
Setelah proses pasteurisasi selesai, beberapa sampel diambil untuk
dilakukan tes kultur untuk mengetahui apakah terdapat bakteri. ASI
yang terkontaminasi segera dibuang.
7. Membekukan dan mendistribusikan
ASI yang telah dipasteurisasi dan dinyatakan berkondisi baik kemudian
dibekukan untuk kemudian didistribusikan sesuai kebutuhan.
Bagi ibu menyusui yang beragama Islam, perlu diketahui bahwa terdapat
fatwa ulama berkaitan dengan bank ASI dan hukum saudara sepersusuan.
Hampir semua fatwa ulama dunia menyatakan bahwa bank ASI hukumnya
haram karena hukum saudara sepersusuan tidak bisa dijaga. Jadi, ada
bahaya bahwa bayi kelak dapat menikah dengan saudara sepersusuan/anak
dari ibu susunya.
Begitu juga dengan fatwa dari The Council of the Islamic Fiqh Academy
yang dikeluarkan di Jeddah, tahun 1985 mengenai bank ASI yang
menyatakan bahwa bank ASI dilarang dalam Islam dan umat Islam dilarang
menerima ASI donor dari bank ASI. Beberapa ilmuwan Muslim menyatakan
bahwa daripada menggunakan format bank ASI, alternatif lain adalah
menggunakan istilah berbagi ASI (milk sharing).
Beberapa persyaratan berbagi ASI yang perlu diperhatikan agar hukum
saudara sepersusuan tetap terjaga adalah sebagai berikut.
1. Ibu donor dibatasi memberikan ASI hanya untuk satu anak saja.
2. Tidak boleh mencampur ASI donor dari beberapa ibu donor.
3. Semua ASI donor harus diberi label yang bertuliskan identitas lengkap
ibu donor dan identitas ini harus diinformasikan kepada keluarga
penerima ASI donor.
4. Baik ibu donor maupun keluarga penerima ASI donor menandatangani
surat pernyataan dan dilampirkan di akte kelahiran.
5. Hanya bayi dari ibu dengan kontraindikasi medis atau bayi yang ibunya
sudah meninggal dunia yang dapat menerima ASI donor untuk jangka
waktu lebih panjang. Bila ibu donor hanya memiliki satu anak atau
memiliki lebih dari satu anak, tetapi berjenis kelamin sama, ASI donor
diupayakan diberikan kepada bayi dengan jenis kelamin yang sama.[]
Bab VIII

Nutrisi
untuk Ibu Menyusui

Hingga saat ini, nutrisi untuk ibu menyusui tetap menjadi topik menarik
yang sering didiskusikan dan diperdebatkan. Ditambah lagi mitos-mitos
yang tidak tepat yang berhubungan dengan nutrisi ibu menyusui masih
beredar turun-temurun di masyarakat. Dan sayangnya, tidak diimbangi
dengan informasi yang benar mengenai manajemen laktasi.

A. Kebutuhan Kalori Ibu Menyusui


Tubuh ibu sudah dirancang Allah Swt. agar siap menyusui sejak dalam masa
kehamilan. Jadi, pasca melahirkan, tubuh ibu memiliki cadangan nutrisi
yang mencukupi untuk memulai proses menyusui. Ibu tetap dapat
menyusui/menghasilkan ASI, walaupun asupan nutrisi ibu tidak maksimal.
Hal itu terjadi karena tubuh ibu akan secara efektif menggunakan nutrisi
yang ada di dalam tubuh. Bahkan pada kasus ibu yang malnutrisi, nutrisi
untuk menyintesis ASI diambil dari cadangan nutrisi yang ada pada tubuh
ibu sejak kehamilan. Jadi secara umum, nutrisi yang dikonsumsi ibu
menyusui sangat sedikit pengaruhnya terhadap produksi dan komposisi
ASI.
Lalu, berapa kalori yang dibutuhkan oleh ibu menyusui setiap hari?
Secara umum, bila ibu tidak menghitung pemasukan kalori dari makanan,
cukup rasakan kebutuhan tubuh ibu untuk makan. Ketika ibu menyusui
bayi, sangat wajar bila ibu lebih sering merasa lapar. Menghitung
kebutuhan kalori per hari merupakan hal yang tidak begitu diperlukan,
kecuali bila ibu memiliki masalah dengan kesehatan dan berat badan.
Menurut berbagai sumber, wanita berusia 19–50 tahun yang tidak dalam
kondisi hamil dan menyusui dan hanya melakukan aktivitas sedang/normal
memerlukan 1.800–2.200 kkal setiap hari. Saat proses menyusui sudah
berjalan lancar (sekitar 14–28 hari pasca melahirkan), menyusui secara
eksklusif setiap hari menghabiskan sekitar 500 kkal. Jadi secara umum, ibu
yang menyusui secara eksklusif memerlukan tambahan 300–500 kkal setiap
harinya dan dapat dicapai dengan hanya menambahkan 1 atau 2 porsi
makanan ringan sehat dalam sehari.
Ketika bayi sudah mulai menerima MPASI atau selesai menjalani masa
ASI eksklusif selama 6 bulan, kebutuhan kalori ibu menyusui secara
bertahap akan berkurang. Ibu menyusui disarankan untuk
mempertahankan 2.200 kkal setiap harinya, di mana jumlah kalori yang
ideal adalah 2.700 kkal dan jumlah kalori minimal adalah 1.800 kkal.
Salah satu keuntungan ibu menyusui makan secara sehat dan dengan
kalori yang cukup adalah kesehatannya terjaga pada masa kini dan
mendatang.

B. Kebutuhan Cairan Ibu Menyusui


Berapa banyak cairan yang harus diminum ibu menyusui? Secara umum,
jawabannya adalah ikuti kebutuhan tubuh ibu. Umumnya, ibu menyusui
akan merasa lebih sering haus, terutama setelah menyusui. Penelitian
menyatakan bahwa kekurangan cairan (pada kasus yang tidak berat) tidak
menurunkan volume ASI, tetapi memengaruhi urin ibu. Menurunkan
asupan cairan juga tidak membantu mengatasi payudara bengkak dan
produksi ASI berlebih.
Ibu menyusui membutuhkan 3,1–3,8 liter cairan setiap hari dan cairan ini
tidak hanya didapat dari minuman, tetapi juga dari makanan, seperti sup,
buah-buahan, dan sayur-sayuran. Cara yang mudah untuk mengukur
apakah ibu menyusui sudah mendapatkan cukup cairan adalah dengan
memperhatikan warna urin. Bila warna urin ibu kuning terang/cerah, asupan
cairan ibu baik/cukup. Tanda-tanda ibu kekurangan cairan selain bisa dilihat
dari warna urin yang kuning pekat bahkan cenderung cokelat, ibu juga bisa
mengalami sembelit/konstipasi, bibir kering, atau kulit kering. Bila tanda-
tanda ini dialami, segera tingkatkan asupan cairan ibu.

C. Susu untuk Ibu Menyusui

“Perlukah ibu menyusui minum susu?”


Minum susu, baik susu cair maupun susu khusus ibu menyusui, tidak
berhubungan dengan banyak/sedikitnya produksi ASI. Susu diketahui
sebagai salah satu sumber kalsium. Namun, mengonsumsi kalsium saja
tidak cukup bila tidak diikuti dengan asupan vitamin D yang cukup. Bila ibu
senang minum susu, pilihlah susu cair segar pasteurisasi/UHT tawar dan
tidak berlebihan (batasi hingga 500 ml atau dua gelas per hari). Bila ibu
tidak suka minum susu dan tidak makan produk turunan susu, seperti keju
dan yoghurt, nutrisi yang terdapat dalam susu bisa didapat dari bahan
makanan lain. Misalnya, kalsium bisa didapat dari sayuran berwarna hijau,
ikan teri, dan tahu. Wanita hamil dan menyusui yang tidak mengonsumsi
makanan kaya kalsium disarankan mengonsumsi suplemen kalsium sekitar
800–1.200 mg/hari.
Ada anggapan bahwa ibu menyusui perlu mengonsumsi makanan dan
minuman tinggi kalsium agar ASI-nya juga mengandung kalsium yang
tinggi. ASI mengandung kalsium dengan kadar lebih rendah dari susu
formula (susu sapi), tetapi kalsium dalam ASI memiliki bioavailabilitas
(tingkat kemampuan diserap dan beredar dalam tubuh) dua kali lipat lebih
tinggi dari susu sapi. Sebanyak 67% kalsium dalam ASI dapat diserap oleh
tubuh bayi, sementara susu sapi hanya sekitar 25–30% saja.
Meningkatkan asupan kalsium ibu menyusui di atas batas yang
direkomendasikan tidak akan meningkatkan kadar kalsium di dalam ASI.
ASI telah memiliki kadar kalsium yang tepat sesuai kebutuhan bayi,
walaupun ibu tidak mendapatkan cukup kalsium di dalam makanan dan
minuman yang dikonsumsinya.
Secara umum, wanita hamil dan anak-anak tidak disarankan
mengonsumsi susu cair yang tidak/belum dipasteurisasi (raw milk) dan
turunannya, seperti keju dan yoghurt. AAP mengeluarkan rekomendasi
agar menghindari konsumsi susu cair yang tidak/belum dipasteurisasi.
Rekomendasi ini dikeluarkan karena tingginya keinginan masyarakat
mengonsumsi susu cair yang tidak/belum dipasteurisasi dengan berbagai
alasan, antara lain kembali ke alam, lebih organik, atau malah berasumsi
dapat menyembuhkan berbagai penyakit.
Susu cair yang tidak/belum dipasteurisasi dan turunannya yang berasal
dari susu sapi, kambing, dan domba, dapat mentransmisikan berbagai
infeksi bakteri berbahaya yang mengancam jiwa, seperti Listeria
monocytogenes, Campylobacter jejuni, Salmonella species, Brucella
species, dan Escherichia coli O157.
Salah satu akibat dari mengonsumsi susu cair yang tidak/belum
dipasteurisasi, antara lain diare, kram perut, muntah, kerusakan ginjal,
paralisis, keguguran, dan kematian. Tingkat keparahan penyakit
bergantung pada banyak faktor, termasuk tipe kuman, tingkat kontaminasi,
dan sistem pertahanan tubuh penderita.
Pasteurisasi dapat membunuh bakteri-bakteri berbahaya dan
mengurangi risiko terjangkit penyakit. Proses pasteurisasi secara singkat
adalah memanaskan susu cair yang tidak/belum dipasteurisasi hingga
mencapai suhu 71,67oC selama 15–20 detik, kemudian diikuti proses
pendinginan yang cepat. Bukti terkuat hingga saat ini menunjukkan bahwa
kandungan gizi susu pasteurisasi sama dengan susu cair yang tidak/belum
dipasteurisasi.

D. Suplemen Vitamin dan Mineral untuk Ibu Menyusui


“Perlukah ibu menyusui mengonsumsi suplemen vitamin dan mineral?”
Jawabannya adalah bila mengonsumsi makanan bergizi yang bervariasi dan
mendapatkan sinar matahari pagi yang cukup (sumber vitamin D), ibu tidak
perlu mengonsumsi suplemen vitamin D. Bila sejak hamil ibu menderita
Anemia Defisiensi Besi (ADB) dan pasca kelahiran juga masih menderita
ADB, diskusikan dengan dokter mengenai suplemen zat besi. Selain itu,
tingkatkan pula konsumsi makanan tinggi zat besi yang dikombinasikan
dengan sayur/buah kaya vitamin C (iron enhancer) agar penyerapan zat besi
menjadi optimal. Kurangi mengonsumsi makanan/minuman yang dapat
menghambat penyerapan zat besi (iron inhibitor), seperti susu yang
berlebihan, teh, dan kopi.
Jadi, ibu menyusui yang secara kronis kekurangan nutrisi atau sedang
dalam pembatasan asupan yang sangat ketat dapat mengalami penurunan
vitamin dan mineral yang terdapat di dalam ASI, seperti yodium, vitamin A,
D, B6, atau B12. Begitu pula dengan ibu menyusui yang menjalani diet
murni vegetarian, memiliki riwayat gastric bypass/operasi bariatric,
menderita penyakit Crohn’s, dan mengidap kelainan malabsorpsi, akan
berisiko kekurangan vitamin dan mineral. Dalam kasus tersebut, suplemen
vitamin dan mineral dapat disarankan oleh dokter.
E. Makanan yang Dipercaya Sebagai Booster ASI
Beberapa makanan dan minuman berikut ini dipercaya dapat
meningkatkan produksi ASI.
1. Daun katuk
Sudah ada beberapa penelitian mengenai khasiat daun katuk ini. Daun
katuk memiliki nama latin Sauropus androgynus leaf. Seorang peneliti
Indonesia meneliti khasiat daun katuk ini pada tikus. Hasil penelitian
tersebut diterbitkan pada International Conference on Food
Engineering & Biotechnology tahun 2011 di Singapura. Hasilnya,
pemberian ekstrak daun katuk pada tikus yang sedang menyusui
meningkatkan kadar hormon prolaktin dan oksitosin. Meskipun secara
penelitian ada kecenderungan bahwa daun katuk memang bermanfaat
bagi para ibu menyusui, tidak bisa diambil kesimpulan bahwa ibu
menyusui harus mengutamakan konsumsi daun katuk.
2. Daun bangun-bangun/Torbangun
Nama latin daun torbangun adalah Coleus amboinicus leaves.
Penelitian mengenai daun torbangun sebagai booster ASI sudah ada,
tetapi belum ada bukti kuat bahwa daun torbangun ini secara
signifikan meningkatkan produksi ASI dengan memicu terlepasnya
hormon prolaktin ibu. Karena penelitian mengenai kemanjuran daun
torbangun ini masih sedikit/terbatas, efek sampingnya pada ibu dan
bayi juga masih sedikit diketahui.
3. Oatmeal
Hingga saat ini tidak ada bukti ilmiah bahwa mengonsumsi oatmeal
dapat meningkatkan produksi ASI. Penjelasan ilmiah yang mungkin
terkait adalah oatmeal merupakan sumber zat besi yang baik. Ibu yang
menderita anemia dapat menurun produksi ASI-nya sehingga bila ibu
tersebut mengonsumsi makanan kaya zat besi, anemianya dapat
sembuh dan produksi ASI-nya juga meningkat.
4. Fenugreek
Nama latin fenugreek adalah Trigonella foenum-graecum L.,
merupakan salah satu herbal yang paling terkenal, khususnya di
Amerika Serikat sebagai booster ASI. Namun, bukti penelitian
mengenai hal ini masih simpang-siur. Satu penelitian membuktikan ibu
yang mengonsumsi minimal 3.500 mg per hari meningkat produksi
ASI-nya, sementara penelitian lain masih mempertanyakan
kemanjuran fenugreek
sebagai booster ASI. Namun yang pasti, mengonsumsi fenugreek
memiliki efek samping, walau dr. Thomas Hale mengategorikan
fenugreek sebagai L3/cukup aman (moderately safe). Beberapa efek
samping fenugreek, antara lain dapat menyebabkan nyeri perut, mual
pada bayi dan ibu, diare, menghalangi penyerapan obat-vitamin-
mineral, berpotensi menyebabkan reaksi alergi, dan reaksi pada kulit.

F. Pedoman Gizi Seimbang (PGS) 2014


Panduan gizi saat ini bukan lagi 4 Sehat 5 Sempurna seperti yang diajarkan
puluhan tahun lalu, berupa nasi, lauk-pauk, sayur-mayur, buah, dan susu.
Dengan panduan gizi terbaru, susu bukan sebagai pelengkap dan hal yang
wajib dalam menyempurnakan makanan. Kandungan nutrisi dalam susu
banyak terdapat dalam bahan makanan lain.
Berdasarkan hasil kongres gizi internasional yang diselenggarakan di
Roma tahun 1992, semua negara peserta (termasuk Indonesia) dianjurkan
membuat pedoman umum gizi seimbang. Oleh karena itu, pemerintah
melalui Direktorat Gizi–Departemen Kesehatan RI memasyarakatkan
Pedoman Umum Gizi Seimbang (PUGS) pada 1995. Namun baru pada
2009, PUGS secara resmi diterima masyarakat, sesuai dengan Undang-
Undang Kesehatan No. 36 tahun 2009 yang menyebutkan secara eksplisit
“Gizi Seimbang” dalam program perbaikan gizi dan pada 27 Januari 2014
telah tersusun Pedoman Gizi Seimbang yang baru.

Pedoman Gizi Seimbang (PGS) 2014

Sepuluh pesan Pedoman Gizi Seimbang (PGS)


1. Syukuri dan nikmati aneka ragam makanan.
2. Banyak makan sayuran dan cukup buah-buahan.
3. Biasakan mengonsumsi lauk-pauk yang mengandung protein tinggi.
4. Biasakan mengonsumsi aneka ragam makanan pokok.
5. Batasi konsumsi pangan manis, asin, dan berlemak.
6. Biasakan sarapan.
7. Biasakan minum air putih yang cukup dan aman.
8. Biasakan membaca label pada kemasan pangan.
9. Cuci tangan pakai sabun dengan air bersih mengalir.
10. Lakukan aktivitas fisik yang cukup dan pertahankan berat badan
normal.
Jadi, dapat disimpulkan bahwa ibu menyusui tidak harus selalu
mempertahankan asupan yang sempurna selama menyusui untuk
menghasilkan ASI yang berkualitas. Kualitas makanan ibu hanya
berpengaruh sedikit terhadap ASI. Kualitas makanan ibu menyusui yang
tidak baik berpengaruh pada kesehatan sang ibu sendiri.
Konsep makan yang sehat sangat direkomendasikan untuk ibu dan tidak
hanya dipertahankan saat ibu sedang hamil dan menyusui, tetapi harus
dipertahankan sepanjang waktu. Terapkan juga konsep makan yang sehat
ini kepada seluruh anggota keluarga sehingga anak-anak ibu terbiasa
dengan pola makan yang sehat sedini mungkin.

G. Pengaruh Makanan dan Minuman yang Dikonsumsi Ibu terhadap Bayi


Ibu yang terbiasa memiliki pola makan sehat tidak perlu mengubah pola
makannya ketika menyusui. Sebagian besar ibu boleh makan dan minum
apa pun yang disukainya (tetapi tidak berlebihan) karena tidak
menimbulkan efek apa pun bagi bayi. Selama kehamilan, janin dalam
kandungan telah terpapar (melalui cairan ketuban) berbagai macam rasa
makanan yang ibu makan. Begitu pula setelah bayi lahir, bayi telah terpapar
(melalui ASI) berbagai macam rasa makanan yang ibu makan. Hal ini
membantu bayi mengenali makanan yang aman ketika mereka siap untuk
menerima makanan lain (MPASI).
Sebuah penelitian menemukan bahwa 1–2 jam setelah ibu menelan suatu
makanan, beberapa rasa dalam bahan makanan tersebut muncul di ASI.
Penelitian lain di Amerika juga menemukan bahwa 1–2 jam setelah ibu
menelan kapsul/ekstrak bawang putih, ASI tersebut secara jelas berbau
bawang putih. Namun, bayi tidak menolak ASI yang berbau bawang putih
ini. Penelitian yang dilakukan dr. Lawrence menyatakan bahwa
beragamnya rasa dalam ASI (karena beragamnya makanan-minuman yang
dikonsumsi ibu) memberikan keuntungan dalam jangka panjang. Anak-
anak yang menyusui kelak memiliki lebih sedikit masalah dalam hal makan
dibandingkan anak-anak yang tidak disusui (misalnya masalah picky eater—
anak hanya mau makan beberapa jenis bahan makanan saja dan sulit
menerima jenis bahan makanan/minuman baru).

Makanan dan minuman yang membuat bayi kembung


Bayi rewel dan kembung adalah hal yang normal dan tidak bisa langsung
dikaitkan dengan makanan dan minuman yang ibu konsumsi. Selama tahun
pertama kehidupan bayi, hanya sekitar 5% bayi yang bereaksi khusus
terhadap makanan dan minuman yang dikonsumsi ibunya. Setiap bayi unik
sehingga dapat terjadi reaksi yang berbeda atas jenis makanan dan
minuman yang sama.
Banyak jenis makanan dan minuman yang dipercaya dapat membuat
bayi kembung. Susu sapi adalah penyebab paling sering. Selain susu,
makanan dan minuman lain yang dipercaya membuat bayi kembung adalah
kembang kol, brokoli, ubi, dan minuman bersoda. Hingga saat ini, tidak ada
penelitian yang membuktikan hal tersebut. Namun, mungkin saja ada bayi
yang bereaksi terhadap makanan-minuman ini dan bila terjadi, biasanya
ketika usia bayi masih di bawah satu bulan. Ibu dapat mencatat makanan
dan minuman yang ibu konsumsi sebelumnya ketika bayi bereaksi, seperti
kembung. Bila hal ini terjadi secara konsisten dan reaksi yang dialami bayi
sangat jelas, untuk sementara waktu, ibu dapat mengurangi atau
menghindari makanan/minuman tersebut.
Bayi dapat kembung pada saat-saat tertentu, terutama pada malam hari.
Hal ini karena sistem pencernaan bayi belum berkembang. Jadi, tidak ada
hubungan sama sekali dengan makanan atau minuman yang ibu konsumsi.
Ketika bayi bertambah besar dan sistem pencernaannya semakin matang,
tubuh bayi dapat mengatasi kembung dengan lebih mudah.
Bila bayi kembung karena aliran ASI terlalu deras, seperti pada kasus
refleks pengeluaran ASI yang kuat, ibu perlu menjalankan tip-tip
mengatasinya (lihatBab III). Bayi yang minum melalui botol dot (walau yang
diminum adalah ASI perah) biasanya menelan lebih banyak udara, terutama
bila bayi minum dalam keadaan tidur. Selain itu, pengasuh yang tidak
mengambil botol kosong yang terus diisap bayi juga dapat memicu bayi
kembung. Faktor lain yang dapat memicu bayi kembung adalah bayi jarang
diserdawakan. Bayi yang menerima susu formula lebih sering kembung dan
mengalami gangguan pencernaan dibandingkan bayi yang menerima ASI
eksklusif.
Penyakit infeksi jamur candida juga dapat menyebabkan kembung. Bayi
yang memiliki interval buang air besar yang panjang cenderung lebih
kembung, walau secara umum bayi ASI eksklusif dapat buang air besar
beberapa hari sekali.
Lalu, bagaimana dengan minuman bersoda yang diminum ibu? Minuman
bersoda tidak menyebabkan kembung pada bayi, melainkan menyebabkan
kembung pada ibu. Soda yang terkandung di dalam minuman tidak
terkandung di dalam ASI. Bila ibu kembung, bukan berarti bayi ibu pasti
akan kembung. Ingatlah, ASI terbentuk bukan langsung dari lambung atau
sistem pencernaan ibu, tetapi dari darah (aliran darah mengantarkan nutrisi
yang diperlukan untuk pembentukan ASI).

Pengaruh makanan pedas dan manis terhadap bayi


Secara umum, ibu dapat makan apa saja, termasuk makanan yang pedas.
Banyak ibu di berbagai negara di dunia mengonsumsi makanan pedas dan
tidak ada bukti bahwa bayi-bayi mereka menjadi rewel, sering kembung,
atau memiliki masalah kesehatan. Mengonsumsi makanan pedas sama
halnya dengan mengonsumsi makanan yang asam, seperti jeruk, lemon,
dan tomat.
Sementara bayi di bawah usia setahun tidak disarankan minum madu
karena risiko infant botulism, lain halnya dengan ibu menyusui. Mereka
dibolehkan mengonsumsi madu. Hal ini karena spora botulism yang hidup
dalam madu dapat terbunuh di dalam sistem pencernaan ibu yang telah
matang dan tidak akan keluar melalui ASI.
Ketika bayi rewel, ibu perlu mencari kemungkinan penyebab lain, bukan
hanya mencari penyebab dari makanan atau minuman ibu. Bila benar bayi
sensitif terhadap makanan atau minuman yang ibu konsumsi, bayi akan
menunjukkan tanda-tanda lain selain rewel, seperti gumoh terus-menerus,
muntah, kolik, dan ruam merah pada kulit bayi. Kerewelan bayi yang tidak
diikuti gejala-gejala lain dan dapat ditenangkan dengan disusui, sangat
mungkin bukan disebabkan oleh makanan atau minuman yang dikonsumsi
ibu.

Makanan dan minuman yang menimbulkan alergi bayi


Sebagian kecil ibu menyusui dapat merasakan reaksi yang jelas pada
perilaku dan kesehatan bayi mereka akibat makanan atau minuman yang
mereka konsumsi. Bila bayi yang menyusu secara eksklusif sensitif pada
makanan atau minuman tertentu, bayi akan rewel setelah menyusu,
menangis keras dan sulit ditenangkan dalam jangka waktu lama, tidur
sebentar dan tidak nyenyak, atau terbangun tiba-tiba dan langsung rewel.
Cobalah telusuri riwayat alergi yang mungkin ada di dalam keluarga ibu dan
ayah.
Tanda-tanda lain alergi pada bayi akibat makanan dan minuman yang ibu
konsumsi adalah sebagai berikut.
Ruam merah pada kulit
Biduran/gatal
Eczema
Lecet pada pantat bayi
Kulit kering
Mengi/asma
Hidung tersumbat, hidung berair/berlendir
Mata merah atau berair
Infeksi telinga
Kolik
Muntah
Sembelit
Diare
Feses berwarna hijau dengan lendir dan atau darah
Reaksi yang terlihat pada bayi dapat terjadi dalam hitungan menit, tetapi
secara umum gejala-gejala tersebut muncul antara 4–24 jam setelah bayi
menelan ASI.
Selain susu sapi, beberapa jenis makanan ini juga dapat menyebabkan
reaksi alergi pada sebagian kecil bayi, yaitu kedelai, jagung, telur, kacang,
dan gandum. Oleh karena itu, sangat penting bila ibu memiliki catatan
harian makanan lengkap dengan hari, tanggal dan jam, yang mencatat dan
merekam makanan dan minuman yang ibu konsumsi serta reaksi bayi.
Bila ibu yakin bahwa bayi memberikan reaksi yang jelas terhadap suatu
makanan atau minuman yang ibu konsumsi, hentikan dulu mengonsumsi
makanan dan minuman tersebut selama 2–3 minggu dan amati apakah
gejala-gejala bayi sudah membaik/menghilang. Menghilangkan suatu
makanan atau minuman kurang dari 2 minggu kurang efektif karena protein
susu sapi dapat berada di dalam tubuh ibu selama 1,5–2 minggu dan
mungkin ditambah 1,5–2 minggu lagi protein tersebut berada di dalam
tubuh bayi. Bayi dapat menunjukkan perbaikan kondisi kesehatan dalam 5–
7 hari setelah ibu menghentikan konsumsi makanan atau minuman yang
memicu alergi bayi. Cara lain untuk memastikan jenis makanan atau
minuman yang menyebabkan bayi alergi adalah dengan ibu
mengonsumsinya kembali dan memperhatikan reaksi bayi, apakah bereaksi
sama seperti ketika dulu ibu mengonsumsi makanan atau minuman
tersebut.

H. Kafein dan Menyusui


Secara umum, ibu menyusui dapat mengonsumsi kafein dalam jumlah
sedang (300–750 mg/hari). Kafein dapat ditemukan di kopi (satu cangkir
kopi dapat mengandung 100 mg kafein), teh (satu cangkir teh dapat
mengandung 50 mg kafein), minuman ringan (satu kaleng minuman
bersoda dapat mengandung 40 mg kafein), minuman energi, obat-obatan,
dan makanan yang mengandung kopi dan cokelat. Bayi di bawah usia 6
bulan, bayi preterm/prematur, dan bayi yang sedang sakit, dapat lebih
sensitif terhadap kafein yang dikonsumsi ibunya. Menurut dr. Hale, risiko
laktasi untuk kafein dikategorikan sebagai L2 (aman) dan mencapai kadar
tertinggi 1–2 jam setelah dikonsumsi ibu.
Bayi ibu dapat menunjukkan gejala-gejala terstimulasi kafein bila ibu
mengonsumsi kafein berlebihan, yaitu lebih dari 750 mg/hari. Gejala-gejala
tersebut antara lain aktif, terjaga, tidak tidur dalam jangka waktu lama, dan
rewel. Ibu dapat mencoba mengurangi asupan kafein atau
menghentikannya perlahan selama 2–3 minggu, lalu lihat perubahan gejala
pada bayi seminggu setelahnya.
Mitos bahwa kafein menurunkan produksi ASI adalah tidak benar.
Kemungkinan yang terjadi adalah adanya kafein di dalam ASI
menyebabkan bayi menjadi rewel dan tidak mau menyusu dengan baik
sehingga berpotensi menurunkan produksi ASI bila ibu tidak
mengosongkan payudara dengan baik, misalnya melalui memerah.[]
Bab IX

Dukungan Terhadap ASI dan


Menyusui

Hingga saat ini, masih banyak pemahaman yang kurang tepat di


masyarakat yang menyatakan bahwa pemberian ASI dan menyusui
hanyalah tanggung jawab ibu dengan alasan bahwa yang melahirkan,
memiliki payudara, dan menghasilkan ASI adalah ibu. Padahal dukungan
dari berbagai pihak, serta edukasi dan konseling, dapat meningkatkan
kesuksesan pemberian ASI.
Terdapat banyak hal yang dapat menjadi penghalang kesuksesan
pemberian ASI di Indonesia, yaitu sebagai berikut.
1. Kurangnya edukasi, yang idealnya dimulai sebelum melahirkan.
2. Adanya mitos-mitos tidak benar yang dipercaya turun-temurun.
3. Adanya pengaruh dari anggota keluarga terdekat, seperti suami, ibu
mertua, ibu kandung, yang memaksa ibu memberikan asupan lain
selain ASI atau melakukan tindakan-tindakan yang dapat menghalangi
menyusui.
4. Kurangnya jumlah RSSIB (Rumah Sakit Sayang Ibu dan Bayi) di
Indonesia yang menerapkan 10 LMKM (Langkah Menuju Keberhasilan
Menyusui). Menurut data Riskesdas 2011, baru sekitar 40% RSSIB yang
terdapat di Indonesia. Sementara data survei tahun 2012 menemukan
dari 1.971 rumah sakit, hanya 91 rumah sakit atau 4,6% saja yang
dinilai ramah bayi.
5. Kurangnya pemeriksaan kesehatan bayi dan ibu secara berkelanjutan
setelah ibu keluar dari rumah sakit. Di negara-negara maju, seperti
Amerika Serikat, terdapat fasilitas follow up care post partum home
health visit (setiap 3 hari sekali bidan/perawat datang ke rumah ibu
untuk menimbang, memeriksa fisik bayi, dan menyarankan ke rumah
sakit bila bayi perlu diperiksa lebih lanjut oleh dokter anak).
6. Adanya pemberian asupan prelaktal dan MPASI dini. Pemberian
asupan prelaktal sering terjadi di tempat bersalin dengan berbagai
alasan.

Rumah Sakit Sayang Ibu dan Bayi


Keputusan Menkes RI Nomor 237 Tahun 1997 menetapkan 10
kriteria Rumah Sakit Sayang Ibu dan Bayi (RSSIB) yang
melaksanakan 10 LMKM (Langkah Menuju Keberhasilan
Menyusui). Pemerintah Indonesia melalui Kepmenkes Nomor 450
Tahun 2004 juga mendukung langkah tersebut.
1. Mempunyai kebijakan peningkatan pemberian ASI tertulis
yang secara rutin dikomunikasikan kepada semua petugas.
2. Memberikan pelatihan kepada petugas dalam hal
pengetahuan dan keterampilan untuk menerapkan kebijakan
tersebut.
3. Menjelaskan kepada semua ibu hamil tentang manfaat
menyusui dan penatalaksanaannya, dimulai sejak masa
kehamilan, setelah bayi lahir, hingga bayi berusia dua tahun,
termasuk juga cara mengatasi kesulitan menyusui.
4. Membantu ibu menyusui bayinya selama 30 menit setelah
melahirkan, yang dilakukan di ruang bersalin. Bila ibu
melakukan operasi caesar, bayi disusui setelah 30 menit ibu
sadar.
5. Membantu dan menjelaskan kepada ibu cara menyusui yang
benar dan cara mempertahankan menyusui, walau ibu dipisah
dari bayi atas indikasi medis.
6. Tidak memberikan makanan atau minuman apa pun selain
ASI kepada bayi baru lahir.
7. Melaksanakan rawat gabung dengan mengupayakan ibu
bersama bayi 24 jam sehari.
8. Membantu ibu menyusui sesuai keinginan bayi tanpa
pembatasan lama dan frekuensi menyusui.
9. Tidak memberikan dot atau empeng kepada bayi yang diberi
ASI.
10. Mengupayakan terbentuknya kelompok pendukung ASI dan
merujuk ibu kepada kelompok tersebut ketika pulang dari
rumah sakit, rumah bersalin, atau sarana pelayanan
kesehatan.

7. Lemahnya implementasi International Code of Breastmilk Substitute


atau Kode/Pedoman Perilaku Pemasaran Internasional Produk PASI
(Pengganti ASI/susu formula) yang dikeluarkan oleh WHO.
Pengumpulan data secara cepat tahun 2010 menemukan banyak
rumah sakit pemerintah dan swasta menerima sponsor dan hadiah
berupa sampel susu formula, tas, kalender, pena, buku catatan, Kartu
Status Anak/Paspor Kesehatan Anak, dan berbagai bentuk sponsor
lainnya yang dapat melemahkan upaya pemberian ASI eksklusif. Meski
sudah ada Undang-Undang (UU) dan Peraturan Pemerintah (PP),
seperti PP no. 33 tahun 2012, tetapi sanksi yang diberikan kepada
pihak-pihak yang melanggar belum diterapkan.
8. Tidak adanya penanganan dan dukungan untuk ibu yang mengalami
masalah menyusui pada dua minggu awal pasca melahirkan sehingga
menyebabkan ibu menyerah dan berhenti menyusui.
9. Pendeknya waktu cuti melahirkan untuk ibu pekerja dan tidak adanya
kesiapan manajemen ASI perah sehingga menyulitkan pencapaian
pemberian ASI eksklusif.
10. Kurang memadainya fasilitas untuk menyusui atau memerah di tempat
bekerja serta singkatnya waktu memerah selama bekerja.
11. Kurangnya perlindungan dan penyediaan sarana menyusui di tempat
umum.
12. Belum optimalnya penyebarluasan informasi di antara petugas
kesehatan dan masyarakat. Hanya sekitar 60% masyarakat yang
mendapatkan informasi tentang ASI, sementara baru ada sekitar 40%
tenaga kesehatan terlatih yang bisa memberikan konseling menyusui.
13. Gencarnya promosi dari susu formula sehingga mengalahkan promosi
ASI.

A. Dukungan Ayah
AAP (American Academy of Pediatrics) pada 2005 mengeluarkan hasil
penelitian mengenai peran penting ayah dalam menyukseskan pemberian
ASI. Penelitian ini dilakukan di Naples, Italia dengan responden sebanyak
280 pasangan. Hasil penelitian tersebut menyatakan bahwa tingkat
keberhasilan menyusui eksklusif dan melanjutkan menyusui sampai 12
bulan secara signifikan lebih tinggi pada kelompok ayah yang mempelajari
manajemen laktasi dan mendukung serta membantu ibu dalam menyusui.
Dukungan ayah dapat meningkatkan kepuasan dan lama waktu ibu dalam
menyusui dan meningkatkan adaptasi ayah dan ibu dalam hal pengasuhan
anak. Lebih lanjut lagi, ayah memiliki peran dalam menentukan pemberian
asupan untuk bayi: susu formula atau ASI.
Ayah yang memilih memberikan ASI untuk bayinya dibandingkan susu
formula akan mendapat banyak keuntungan, antara lain ayah ASI dapat
menghemat waktu dan biaya, mendapatkan istirahat lebih banyak daripada
bayi yang menerima susu formula, dan mendapatkan anggota keluarga
yang lebih sehat. Lebih hemat biaya karena tidak perlu membeli susu
formula beserta perlengkapannya yang berbiaya tinggi. Penghematan
biaya lainnya adalah bayi dan ibu akan lebih sehat sehingga mengurangi
biaya kesehatan. Pemberian ASI juga dapat menghemat waktu karena ayah
tidak perlu membuang waktu dan tenaga menyajikan susu formula, tidak
perlu belanja susu formula, dan saat darurat seperti bencana alam, ayah
tidak perlu khawatir bayi tidak mendapatkan asupan. Selain itu, ayah juga
mendapat lebih banyak waktu untuk beristirahat.

Hal-hal yang dapat ayah lakukan untuk mendukung ASI dan menyusui
B. Dukungan dari Ibu untuk Ibu (Mother to Mother Support)
Ibu yang baru melahirkan (terutama ibu yang baru pertama kali melahirkan)
perlu mendapatkan dukungan tidak hanya dari ayah, tetapi juga dari ibu
lain yang telah berpengalaman menyusui dan merawat anak. Hal ini
dilakukan agar ibu dapat mempelajari berbagai hal/teknik seputar menyusui
dan merawat anak, membagi peristiwa yang membahagiakan, dan memiliki
tempat untuk bersandar saat menghadapi kesulitan.
Dukungan dari ibu untuk ibu (mother to mother support) dapat dilakukan
secara kelompok (peer support group) atau individual oleh konselor
menyusui. Konselor menyusui adalah seseorang yang telah mengikuti
Pelatihan Konseling Menyusui 40 jam WHO-UNICEF.
Dukungan kelompok maupun dukungan individual dari konselor tidak
hanya memberikan informasi dan edukasi tentang ASI dan menyusui, tetapi
juga memberikan dukungan emosional, penguatan, dan membantu ibu
dalam menghadapi berbagai masalah dan tantangan menyusui.

C. Undang-Undang dan Peraturan tentang Menyusui di Indonesia


Pemerintah mendukung pemberian ASI dan menyusui melalui berbagai
kebijakan, seperti Undang-Undang (UU), Peraturan Pemerintah (PP), dan
Surat Keputusan Menteri. Berikut ini adalah kumpulan kutipan Undang-
Undang (UU), Peraturan dan Surat Keputusan Menteri tentang menyusui
dan hak bayi mendapatkan ASI di Indonesia.
1. Undang-Undang No. 39 Tahun 1999 tentang Hak Asasi Manusia
Pasal 49 ayat 2:
Wanita berhak mendapatkan perlindungan khusus dalam pelaksanaan
pekerjaan atau profesinya terhadap hal-hal yang dapat mengancam
keselamatan dan atau kesehatannya berkenaan dengan fungsi
reproduksi wanita.
Penjelasan:
Perlindungan khusus terhadap kesehatan reproduksi merujuk pada
layanan kesehatan yang berkaitan dengan fungsi reproduksi wanita,
seperti menstruasi, kehamilan, kelahiran anak, dan kesempatan untuk
menyusui anak-anak mereka.
2. Undang-Undang No. 13 Tahun 2003 tentang Ketenagakerjaan
Pasal 82 ayat 1:
Pekerja/buruh perempuan berhak memperoleh istirahat selama 1,5
bulan sebelum melahirkan dan 1,5 bulan sesudah melahirkan menurut
perhitungan dokter kandungan atau bidan.
Pasal 83:
Pekerja/buruh perempuan yang masih menyusui harus diberi
kesempatan sepatutnya untuk menyusui anaknya bila hal itu harus
dilakukan selama waktu kerja.
Penjelasan:
Perusahaan harus menyediakan waktu dan tempat/ruangan bagi para
buruh/pekerja wanita untuk menyusui anaknya, sesuai kondisi dan
kemampuan finansial perusahaan, yang diatur dalam peraturan
perusahaan atau kesepakatan kerja bersama.
3. Undang-Undang Kesehatan No. 36 Tahun 2009
Pasal 128:
(1) Setiap bayi berhak mendapatkan ASI eksklusif sejak dilahirkan
selama 6 bulan, kecuali atas indikasi medis.
(2) Selama pemberian ASI, pihak keluarga, pemerintah, pemerintah
daerah, dan masyarakat harus mendukung ibu secara penuh
dengan penyediaan waktu dan fasilitas khusus.
(3) Penyediaan fasilitas khusus sebagaimana dimaksud pada ayat (2)
diadakan di tempat kerja dan tempat sarana umum.
Pasal 129:
(1) Pemerintah bertanggung jawab menetapkan kebijakan dalam
rangka menjamin hak bayi untuk mendapatkan ASI secara
eksklusif.
(2) Ketentuan lebih lanjut sebagaimana dimaksud pada ayat (1)
diatur dengan Peraturan Pemerintah.
Pasal 200:
Setiap orang yang dengan sengaja menghalangi program pemberian
ASI eksklusif sebagaimana dimaksud dalam Pasal 128 ayat (2) dipidana
paling lama 1 (satu) tahun dan denda paling banyak Rp100.000.000
(seratus juta rupiah).
Pasal 201:
(1) Dalam hal tindak pidana sebagaimana dimaksud dalam Pasal 190
ayat (1), Pasal 191, Pasal 192, Pasal 196, Pasal 197, Pasal 198,
Pasal 199, dan Pasal 200 yang dilakukan oleh korporasi, selain
pidana penjara dan denda terhadap pengurusnya, pidana yang
dapat dijatuhkan terhadap korporasi berupa pidana denda
dengan pemberatan 3 (tiga) kali dari pidana denda sebagaimana
dimaksud dalam Pasal 190 ayat (1), Pasal 191, Pasal 192, Pasal
196, Pasal 197, Pasal 198, Pasal 199, dan Pasal 200.
(2) Selain pidana denda sebagaimana dimaksud pada ayat (1),
korporasi dapat dijatuhi pidana tambahan berupa:
a. Pencabutan izin usaha; dan/atau
b. Pencabutan status badan hukum.
4. Peraturan Pemerintah No. 33 Tahun 2012 tentang Pemberian ASI
Eksklusif
Pasal 2 (Tujuan):
Pengaturan pemberian ASI eksklusif bertujuan untuk:
1. Menjamin pemenuhan hak bayi untuk mendapatkan ASI eksklusif
sejak dilahirkan sampai dengan berusia 6 (enam) bulan dengan
memperhatikan pertumbuhan dan perkembangannya;
2. Memberikan perlindungan kepada ibu dalam memberikan ASI
eksklusif kepada bayinya; dan
3. Meningkatkan peran dan dukungan keluarga, masyarakat,
pemerintah daerah, dan pemerintah terhadap pemberian ASI
eksklusif.
Pasal 30 (Tempat kerja dan tempat sarana umum)
Ayat 1 dan 2:
Tempat kerja dan tempat sarana umum harus mendukung program
ASI eksklusif yang sesuai dengan ketentuan di tempat kerja yang
mengatur hubungan kerja antara pengusaha dan pekerja atau melalui
perjanjian bersama antara serikat pekerja/serikat buruh dengan
pengusaha (bila tidak, sebagaimana dimaksud dalam pasal 36, sanksi
pidana yang akan dikenakan sesuai dengan Undang-Undang
Kesehatan pasal 200/201).
Ayat 3:
Pengurus tempat kerja dan penyelenggara tempat sarana umum harus
menyediakan fasilitas khusus untuk menyusui dan/atau memerah ASI
sesuai dengan kondisi kemampuan perusahaan, (bila tidak,
sebagaimana dimaksud dalam pasal 36, sanksi pidana akan dikenakan
sesuai dengan Undang-Undang Kesehatan pasal 200/ 201).
Pasal 31:
Tempat kerja terdiri atas: perusahaan; dan perkantoran milik
pemerintah, pemerintah daerah, dan swasta.
Penjelasan:
Perkantoran termasuk juga di antaranya adalah lembaga
pemasyarakatan.
Pasal 32:
Tempat sarana umum meliputi fasilitas kesehatan, hotel, penginapan
atau wisma tamu, tempat-tempat rekreasi, terminal transportasi,
stasiun kereta api, bandar udara, pelabuhan laut, pusat perbelanjaan,
pusat olahraga, barak pengungsian, dan tempat sarana umum lainnya.
Pasal 33:
Fasilitas-fasilitas kesehatan harus mendukung program pemberian ASI
eksklusif, berdasarkan 10 LMKM (Langkah Menuju Keberhasilan
Menyusui).
Pasal 34:
Pengurus tempat kerja wajib memberikan kesempatan kepada ibu
yang bekerja untuk memberikan ASI eksklusif kepada bayi atau
memerah ASI selama waktu kerja di tempat kerja (bila tidak,
sebagaimana dimaksud dalam pasal 36, sanksi pidana yang akan
dikenakan sesuai dengan Undang-Undang Kesehatan pasal 200/ 201).
Pasal 35:
Pengurus tempat kerja dan penyelenggara tempat sarana umum wajib
membuat peraturan internal yang mendukung keberhasilan program
pemberian ASI eksklusif.
5. Surat Keputusan Menteri Kesehatan Tahun 2004 No.
450/MENKES/SK/VI/2004 tentang Pemberian ASI Eksklusif pada Bayi
di Indonesia
Menetapkan pemberian ASI eksklusif di Indonesia hingga usia 6
(enam) bulan, dan dianjurkan untuk diteruskan hingga usia 2 (dua)
tahun bersama dengan makanan pendamping.
Staf layanan kesehatan harus menginformasikan kepada semua
ibu yang baru melahirkan untuk memberikan ASI eksklusif dengan
rujukan pada 10 LMKM.
6. Peraturan Bersama 3 Menteri (Menteri Pemberdayaan Wanita dan
Perlindungan Anak, Menteri Tenaga Kerja dan Transmigrasi, serta
Menteri Kesehatan) – No. 48/MEN.PP/XII/2008, PER.27/MEN/XII/2008,
dan 1177/MENKES/PB/XII/2008 tentang Pemberian ASI Selama Waktu
Kerja di Tempat Kerja
Pasal 2:
Tujuan dari peraturan bersama ini
adalah sebagai berikut.
1. Memberikan peluang pada para pekerja/buruh wanita untuk
memerah ASI selama jam kerja dan menyimpan ASI yang telah
diperah untuk kemudian dikonsumsi oleh bayi.
2. Memenuhi hak-hak dari para pekerja/buruh wanita untuk
meningkatkan kesehatan ibu dan anak.
3. Memenuhi hak-hak anak untuk mendapatkan ASI (agar
mendapatkan nutrisi yang layak) dan mengembangkan sistem
kekebalan tubuh yang kuat.
4. Meningkatkan mutu sumber daya manusia pada tahap awal
kehidupan.
Pasal 3:
Kewajiban dan Tanggung jawab
(1) Menteri Pemberdayaan Wanita dan Perlindungan Anak
bertanggung jawab untuk:
a. Membekali dengan pengetahuan dan memberikan pemahaman
pada para pekerja/buruh wanita tentang arti penting pemberian
ASI untuk pertumbuhan anak dan kesehatan dari kaum ibu yang
bekerja.
b. Menginformasikan pada para pengusaha atau manajemen
perusahaan di tempat kerja tentang kondisi-kondisi yang
diperlukan untuk memberikan kesempatan pada para
pekerja/buruh wanita memerah ASI-nya selama jam kerja di
tempat kerja.
(2) Menteri Tenaga Kerja dan Transmigrasi bertanggung jawab
untuk:
a. Mendorong para pengusaha/serikat pekerja/serikat buruh untuk
mengatur prosedur pemberian ASI dalam peraturan perusahaan
atau kesepakatan kerja bersama, dengan merujuk pada undang-
undang ketenagakerjaan di Indonesia.
b. Mengoordinasikan sosialisasi pemberian ASI di tempat kerja.
(3) Menteri Kesehatan bertanggung jawab untuk:
a. Menyelenggarakan pelatihan dan menyediakan staf yang terlatih
dalam hal pemberian ASI.
b. Memberikan dan menyebarkan seluruh jenis bahan-bahan
komunikasi, informasi, dan pendidikan tentang manfaat dari
memerah ASI.

D. Dukungan Organisasi Internasional (UNICEF, WHO)


Beberapa organisasi internasional terus mengupayakan agar sosialisasi ASI
dan keberhasilan pemberian ASI meningkat di dunia. Dua organisasi
internasional tersebut adalah UNICEF dan WHO.
Salah satu upaya UNICEF pada 2002 untuk menyosialisasikan ASI adalah
dengan meluncurkan kampanye Pita Emas yang merupakan simbol dari
perlindungan, promosi, dan dukungan terhadap menyusui. Warna emas
pita menyimbolkan bahwa memberikan ASI eksklusif merupakan standar
emas makanan bayi, tanpa tambahan cairan lain dan makanan padat.
Setiap bagian pita membawa pesan khusus: salah satu loop (lingkaran)
melambangkan sang ibu. Loop lainnya melambangkan bayi/anak. Pita
simetris menggambarkan bahwa ibu dan bayi, keduanya penting dalam
mencapai kesuksesan menyusui. Ikatan simpul melambangkan ayah,
keluarga, dan masyarakat/lingkungan. Tanpa pengikat simpul, tidak akan
terbentuk pita. Artinya, tanpa dukungan maka keberhasilan menyusui tidak
akan tercapai.

Kode Pemasaran Pengganti ASI (PASI) Internasional WHO


Tujuan utama dari Kode WHO adalah melindungi ibu dan bayi dari
pemasaran produk PASI yang agresif. Sudah banyak data yang
menunjukkan turunnya/rendahnya angka menyusui akibat promosi susu
(infant) formula dan botol dot yang agresif.
Larangan iklan infant formula

Hingga saat ini, produsen susu formula juga mempromosikan produknya


kepada wanita hamil dan terutama ibu yang baru melahirkan. Banyak
negara di dunia yang tidak memiliki regulasi khusus mengenai susu formula
(infant formula) atau minimal mengadopsi regulasi yang mengacu pada
Kode dan Codex Alimentarius.
Kode Pemasaran Pengganti ASI Internasional terdiri atas 11 Artikel.
Berikut ini akan dibahas beberapa poin pentingnya saja (untuk file lengkap
dalam bahasa Inggris dapat diunduh di situs resmi WHO).
a. Artikel 2: Ruang lingkup Kode
Kode berlaku untuk pemasaran dan praktik terkait produk-produk
berikut: makanan pengganti ASI (PASI) termasuk susu formula bayi,
produk susu lain (seperti susu formula lanjutan/Follow up milk/Growing
up milk), makanan dan minuman, termasuk makanan pendamping
yang diberikan melalui botol, yang dipasarkan sebagai PASI
seluruhnya atau sebagian, dan termasuk botol beserta dotnya.

Contoh pelanggaran Kode (Iklan botol dot)


Sumber : IBFAN (International Baby Food Action Network)

b. Artikel 5: Masyarakat umum dan para ibu


Artikel 5 mengandung poin-poin berikut ini.
5.1. Tidak diperbolehkan adanya iklan atau bentuk promosi lain
makanan PASI langsung ke masyarakat.
5.2. Produsen dan distributor tidak diperbolehkan memberi sampel
produk dalam ruang lingkup Kode pada wanita hamil, ibu, atau
anggota keluarga, baik secara langsung maupun tidak langsung.

Pembagian sampel susu formula gratis


Sumber : IBFAN (International Baby Food Action Network)

5.3. Produsen susu formula dilarang melakukan iklan point of sale di


tempat penjualan, memberi sampel atau melakukan bentuk promosi
lain untuk meningkatkan penjualan secara langsung pada konsumen di
tingkat retail, seperti display khusus, kupon diskon, dan jenis-jenis
promosi lainnya untuk produk-produk yang termasuk dalam ruang
lingkup Kode.
5.4. Produsen dan distributor tidak boleh mendistribusikan hadiah
pada wanita hamil atau ibu menyusui yang dapat mempromosikan
penggunaan PASI atau pemberian asupan melalui botol.
5.5. Tim pemasaran/marketing dilarang berhubungan secara langsung
atau tidak langsung dalam berbagai bentuk dengan wanita hamil atau
ibu menyusui.
c. Artikel 6: Sistem pelayanan kesehatan
Artikel 6 mengandung poin-poin berikut ini.
6.1. Fasilitas/sistem kesehatan tidak digunakan untuk mempromosikan
susu formula khusus bayi (infant formula)/produk lain dalam ruang
lingkup Kode.
6.2. Fasilitas kesehatan tidak digunakan untuk memajang produk-
produk yang masuk ke dalam ruang lingkup Kode.

Media sosial, tren terkini alat pemasaran perusahaan susu formula


Berbagai macam bentuk media sosial, seperti Facebook, Twitter,
Youtube, Instagram, dan Google+ memberikan berbagai peluang bagi
perusahaan susu formula untuk melakukan berbagai bentuk iklan dan
promosi. Di berbagai blog dan situs dapat ditemukan juga berbagai
macam bentuk iklan/promosi susu (infant) formula.
Melejitnya penggunaan ponsel cerdas juga membuka peluang
munculnya berbagai aplikasi (App) seperti contoh berikut ini.
Aplikasi gratis di smartphone
Sumber : IBFAN (International Baby Food Action Network)

Dengan adanya teknologi mobile berbasis web, membuka peluang


perusahaan susu formula melakukan kontak langsung dengan
konsumen target. Aplikasi tersebut tidak secara langsung
mempromosikan produknya, tapi didesain untuk “menolong” wanita
hamil dan ibu yang baru melahirkan.
Saat ini Kode hanya berfokus pada produsen susu (infant formula)
sebagai pihak utama yang perlu diregulasi. Pemerintah dianggap
sebagai regulator. Namun, pemerintah yang bertindak sebagai
regulator juga perlu diregulasi, termasuk rumah sakit dan pihak-pihak
lain yang memegang peranan dalam pemberian asupan bayi dan anak.
Di Indonesia sendiri banyak aspek dari Kode yang tidak diatur.
Pengawasan kegiatan promosi dan pemasaran produk-produk PASI,
khususnya di fasilitas-fasilitas nonkesehatan masih lemah. Semoga para
pembuat dan pelaksana kebijakan di Indonesia memberikan perhatian
serius akan masalah ini.[]
Daftar Pustaka

British Journal of Psychiatry (1987), 150, 782–786.


Buku Panduan Tatalaksana Bayi Baru Lahir di Rumah Sakit. 2010.
Direktorat Jenderal Bina Pelayanan Medik Kementerian Kesehatan RI.
Buku Saku Pelayanan Kesehatan Neonatal Esensial. 2010. Kemkes RI.
Cadwell, Karin, Cindy Turner Maffei dan Anna Cadwell Blair. 2008. 100
Questions & Answers About Breastfeeding. Sudbury, AS: Jones & Bartlett
Publishers.
Casemore, Stephanie. 2013. Exclusively Pumping Breastmilk, A Guide to
providing Expressed Breastmilk For Your Baby. Ontario, Canada: Gray
Lion Publishing.
Clay, Wilson dan Hoover. 2013. The Breastfeeding Atlas 5th Edition.
Manchacha, AS: LactNews Press.
Genna, Catherine Watson. 2009. Selecting & Using Breastfeeding Tools.
Improving Care & Outcomes. Amarillo, AS: Hale Publishing, L.P.
Gromada, Karen Kerkhoff. 2007. Mothering Multiples, Breastfeeding &
Caring For Twins Or More! Schaumburg, AS: La Leche League
International.
Hale, Thomas. 2012. Medication & Mother’s Milk. Amarillo, AS: Hale
Publishing, L.P.
Hormann, Elizabeth. 2006. Adopted Baby & Relactation. Schaumburg, AS:
La Leche League Org.
Huggins, Kathleen dan Linda Ziedrich. 2007. The Nursing Mother’s Guide to
Weaning. Boston, AS: The Harvard Common Press.
Infant feeding practices among mildly wasted children: a retrospective
study on Nias Island, Indonesia: “International Breastfeeding
Journal 2012”, 7:3 doi:10.1186/1746-4358-7-3.
La Leche League International. 2003. The Breastfeeding Answer Book.
Schaumburg, AS: La Leche League Org.
__________________. 2010. The Womanly Art of Breastfeeding 8th Edition.
New York, AS: Ballantine Books.
Lauwers, Judith dan Anna Swisher. 2011. Counseling The Nursing Mother, A
Lactation Counsultant’s Guide. Sudbury, AS: Jones & Bartlett Learning.
Lawrence, Ruth A dan Robert M. Lawrence. 2011. Breastfeeding A Guide
For The Medical Profession. Missouri, AS: Elsevier Mosby.
Mohrbacher, Nancy. 2010. Breastfeeding Answers Made Simple. Amarillo,
AS: Hale Publishing, L.P.
Newman, Jack dan Teresa Pitman. 2000. The Ultimate Breastfeeding Book
of Answers. New York, AS: Three Rivers Press.
Rapley, Gill dan Tracey Murkett. 2012. Baby-Led Breastfeeding, Follow
Your Baby’s Instincts for Relaxed & Easy Nursing. New York, AS: The
Experiments, LLC.
Riset Kesehatan Dasar RI 2007, 2010, & 2013.
Roesli. 2008. Inisiasi Menyusu Dini. Depkes RI.
Sears, Martha dan William Sears. 1996. The Fussy Baby Book. New York-
London, AS: Little, Brown And Company.
__________________. 2000. The Breastfeeding Book. Boston-New York-
London, AS: Little, Brown And Company.
Sears, William, et al. 2004. The Premature Baby Book. New York, AS: Little,
Brown And Company.
Thorley, Virginia dan Melissa Clark Vickers. 2012. The 10th Step & Beyond
Mother Support For Breastfeeding. Amarillo, AS: Hale Publishing, L.P.
Wambach, Riordan. 2010. Breastfeeding & Human Lactation. Sudbury, AS:
Jones and Bartlett Publishers.
West, Diana dan Lisa Marasco. 2009. The Breastfeeding Guide to Making
More Milk.New York, AS: Mc Graw Hill.

Sumber Internet
Website ABM (The Academy of Breastfeeding Medicine) diakses bulan Juli-
Agustus 2014: http://www.bfmed.org/
Website American Academy of Pediatrics diakses bulan Juli-Agustus 2014:
http://pediatrics.aappublications.org & www.healthychildren.org
Website ASPS (American Society of Plastic Surgeons) diakses bulan Juli
2014: http://www.surgery.org/consumers/plastic-surgery-news-
briefs/myth-fact--breast-feeding-sagging-1035774
Website Australian Breastfeeding Association diakses bulan Juli 2014:
www.breastfeeding.asn.au/
Website Baby Center diakses bulan Juli-Agustus 2014:
http://www.babycentre.co.uk/
Website Baby Friendly Massage for breastfeeding mother diakses bulan Juli
2014: http://www.bcbabyfriendly.ca/massageforbfmother.pdf
Website Breastfeeding Basic diakses bulan Juli-Agustus 2014:
http://www.breastfeedingbasics.com
Website Breastfeeding Sheffield. UK:
http://www.breastfeedinginsheffield.co.uk/mum-and-baby/baby-
feeding-cues.
Website Centers For Disease Control & Prevention diakses bulan Juli 2014:
http://www.cdc.gov/
Website database obat-obatan diakses bulan Juli-Agustus 2014:
http://www.drugs.com/ & http://toxnet.nlm.nih.gov/cgi-bin/sis/htmlgen?
LACT
Website Departemen Perhubungan RI diakses bulan Agustus 2014:
http://m.dephub.go.id
Website DepKes RI diakses bulan Juli 2014: www.depkes.go.id/ &
www.promkes.depkes.go.id
Website dr Jack Newman diakses bulan Juli-Agustus 2014:
http://www.nbci.ca/
Website dr Sears diakses bulan Juli 2014: http://www.askdrsears.com/
Website Food Drug Administration diakses bulan Agustus 2014:
http://www.fda.gov/
Website FoodSafety diakses bulan Agustus 2014:
http://www.foodsafety.gov/index.html
Website hukumonline diakses bulan Agustus 2014:
http://www.hukumonline.com/klinik/detail/lt4eaa86f498616/aturan-
yang-membolehkan-membawa-asi-perah-ke-kabin-pesawat-udara
Website Human Milk Bank Of North America diakses bulan Juli 2014:
https://www.hmbana.org/
Website Ikatan Dokter Anak Indonesia diakses bulan Juli 2014:
http://idai.or.id/
Website Kelly Bonyata, BS, IBCLC diakses bulan Agustus 2014:
http://kellymom.com/
Website Kidshealth diakses bulan Juli-Agustus 2014: http://kidshealth.org/
Website La Leche League International diakses bulan Juli 2014:
http://www.llli.org/
Website London Psychotherapy diakses bulan Juli 2014:
http://www.london-psychotherapy.co.uk/psychotherapy-
articles/postnatal-depression-baby-blues.htm
Website Low Milk Supply diakses bulan Agustus 2014:
http://www.lowmilksupply.org/supplementing-howmuch.shtml
Website Mayoclinic diakses bulan Juli 2014: http://www.mayoclinic.org/
Website Milis Sehat Yayasan Orangtua Peduli (YOP) diakses bulan Juli-
Agustus 2014: milissehat.web.id
Website Nancy Mohrbacher IBCLC diakses bulan Juli 2014:
http://www.nancymohrbacher.com/
Website NHS UK diakses bulan Juli 2014: http://www.nhs.uk/
Website Save The Children diakses Juli 2014:
http://www.savethechildren.org/
Website Stanford School of Medicine diakses bulan Juli 2014:
http://newborns.stanford.edu/
Website The American Congress Obstetricians & Gynecologist diakses
bulan Agustus 2014: http://www.acog.org/
Website The International Baby Food Action Network diakses bulan Juli
2014: http://www.ibfan.org/
Website The National Center for Biotechnology Information advances
science and health diakses bulan Juli-Agustus 2014:
http://www.ncbi.nlm.nih.gov/
Website Transportation Security Administration diakses bulan Agustus
2014: http://www.tsa.gov/
Website UNICEF diakses bulan Juli-Agustus 2014: http://www.unicef.org/
Website US National Library of Medicine diakses bulan Agustus 2014:
http://www.nlm.nih.gov/medlineplus/ency/article/000366.htm
Website WHO diakses bulan Juli-Agustus 2014: http://www.who.int/en/
Website World Alliance for Breastfeeding Action (WABA) diakses bulan Juli
2014: http://www.waba.org
Ucapan Terima Kasih

Alhamdulillahi Rabbil ‘Alamin, segala puji dan syukur saya panjatkan ke


hadirat Allah Swt. atas segala limpahan rahmat, taufik, serta hidayah-Nya
sehingga saya dapat menyelesaikan penulisan buku ini. Shalawat dan salam
semoga tetap tercurah kepada junjungan kita Nabi Muhammad Saw.
beserta keluarga, para sahabat, tabi’in, tabi’ut, dan para penerus
perjuangan Rasulullah Saw. hingga akhir zaman.
Ucapan terima kasih tak lupa pula saya persembahkan untuk:
Suami tercinta, Fahmi Hamim Dereinda, yang selalu sabar dan
mendukung sepenuhnya perjuangan saya untuk kesehatan bayi dan
anak selama ini. Selalu memenuhi kebutuhan saya akan buku-buku
dan berbagai alat bantu yang saya perlukan saat memberikan bantuan
menyusui. Mengingatkan saya untuk slow down, take a deep breath,
beristirahat, dan sederet list lainnya yang tidak bisa saya sebutkan
semuanya. May Allah Swt. bless you, aamin.
Yusuf Muzafar Dereinda dan Ibrahim Hafiz Dereinda, tiada doa yang
selalu Bunda panjatkan selain agar kalian menjadi anak saleh, sehat,
dan selalu dalam lindungan Allah Swt., aamin. Dari kalian berdua,
Bunda banyak berlatih kesabaran dan berbagai hal baru dalam hidup
ini. Thank you for making my life so colorful and meaningful.
Kedua orangtua saya, Prof. Dr. dr. Ambrosius Purba, M.Sc., AIFO dan
Masnon Fathoni, terima kasih telah membesarkan saya dan selalu
berusaha memberikan pendidikan terbaik bagi kami, anak-anaknya.
Kedua Papa-Mama mertua saya, Dr. Ridwan Dereinda dan Wardiah,
terima kasih atas doanya, terima kasih telah membesarkan suami saya
dan mendidik keempat putranya menjadi pria yang saleh.
Seluruh keluarga besar yang tidak dapat saya sebutkan satu per satu,
terima kasih atas dukungan dan doanya.
dr. Arifianto Apin, Sp.A, yang telah menjadi teman diskusi masalah
kesehatan sejak bertahun-tahun lalu dan orang yang lebih semangat
dari saya agar saya menulis buku. Terima kasih atas berbagai bantuan
lainnya sehingga buku ini terbit.
dr. Purnamawati S. Pujiarti, Sp.A (K), MMPed, yang tidak kenal lelah
berjuang dan berani bertindak out of the box di Indonesia, mendirikan
Milis Sehat, membagikan ilmunya selama belasan tahun terakhir ini,
dan menjadi salah satu orang yang menginspirasi saya untuk tidak
kenal lelah mengedukasi masyarakat. Semoga diberi kesehatan selalu,
Bun.
dr. Utami Roesli, Sp.A, MBA, FABM, IBCLC, pakar Laktasi Indonesia
yang tidak kenal lelah berjuang sejak lebih dari 25 tahun lalu
memperjuangkan ASI, mengedukasi tenaga kesehatan dan
masyarakat awam di Indonesia. Semoga diberi kesehatan selalu, Mba
Tami.
Ruth A. Lawrence, M.D., Distinguished Alumna Professor University of
Rochester School of Medicine, New York, US, pakar laktasi dunia dan
Editor in Chief Academy of Breastfeeding Medicine. Bagai mimpi saya
bisa berkesempatan bertemu dan berdiskusi dengan beliau, salah
seorang pakar laktasi dunia yang disegani, di mana ratusan jurnal-
jurnalnya yang sudah dipublikasikan sering menjadi acuan para tenaga
kesehatan di seluruh dunia. Beliau sangat ramah, down to earth, dan
teman diskusi yang menyenangkan.
Mba Novikasari Eka, tim editor, dan tim promosi Noura Books. Terima
kasih atas kerja samanya yang menyenangkan.
Para La Leche League (LLL) New York Leaders: Dee Russel, Morganna
Elasky, Dorothy, Ilene Traiger, Adele Mc.Henry Coenen, dan RuthAnna
Mather-Area Coordinator Leader (ACL) La Leche League (LLL) Future
Asia and Middle East. Thank you so much for great discussion about
breastfeeding stuffs, for sharing the update information about
breastfeeding all over the world J
Teman-teman KLASI (Klub Peduli ASI), YOP (Yayasan Orangtua
Peduli), dan rekan-rekan Milis Sehat yang tidak bisa saya sebutkan
satu per satu.
Semua sahabat, teman-teman, para tenaga kesehatan, para follower
saya (para ibu, bapak, hingga nenek) yang tidak bisa saya sebutkan
satu per satu, terima kasih atas dukungannya, terima kasih atas
semangatnya membaca tulisan-tulisan saya dan rajin mencetak
tulisan-tulisan saya dan membukukan sendiri J
Kota New York-AS; Makkah dan Madinah-Saudi Arabia; Sydney dan
Adelaide-Australia; Jakarta dan Bandung-Indonesia.
Tentang Penulis

Wanita yang akrab dipanggil Monik ini lahir di Bandung, pada 1979. Beliau
menyelesaikan S1-nya di Fakultas Teknik Sipil dan Perencanaan ITB (Institut
Teknologi Bandung) akhir tahun 2000, kemudian melanjutkan studi S2-nya
di Magister Manajemen UI (Universitas Indonesia) dan lulus pertengahan
tahun 2002 di Jakarta. Sebelum lulus program master, Monik meniti karier
di salah satu perusahaan multinasional yang bergerak di bidang Fast
Moving Consumer Good, hingga menjadi Brand Manager sebuah merek
toiletries remaja putri nomor satu di Indonesia saat itu.
Monik menikah dengan Fahmi Hamim Dereinda awal tahun 2005 dan
saat ini telah memiliki dua putra. Monik memutuskan berhenti bekerja pada
akhir tahun 2005 dan mengikuti suaminya yang sering berpindah-pindah
tugas penempatan. Monik mulai tertarik belajar mengenai kesehatan anak
dan ASI-menyusui sejak anak pertamanya lahir dan menderita beberapa
penyakit yang cukup berat.
Monik akhirnya bergabung dengan mailing list
sehat@yahoogroups.com dan pada pertengahan tahun 2010 bergabung
dengan KLASI (Klub Peduli ASI) Bandung, Yayasan Orangtua Peduli (YOP)
yang secara rutin mengadakan kelas edukasi persiapan kelahiran dan
menyusui serta membantu para ibu yang memerlukan dukungan mengenai
ASI-menyusui. Monik selalu menjadi pembicara/narasumber di dalam kelas
edukasi persiapan menyusui yang diadakan KLASI-YOP tersebut.
Untuk menambah pengetahuan mengenai ASI-menyusui, Monik
mengikuti Pelatihan Konseling Menyusui Modul 40 jam WHO-UNICEF pada
akhir tahun 2011 di RS Bunda Jakarta dan menjadi konselor menyusui sejak
awal tahun 2012. Monik aktif memberikan konseling dan bantuan menyusui
door to door, baik di kota maupun di desa sekitar Monik tinggal.
Sejak pertengahan tahun 2012, Monik bersama keluarga tinggal di Kota
Rochester, New York. Di sana, Monik berkesempatan bergabung dengan La
Leche League (LLL), organisasi internasional nonprofit dan nonsektarian
pendukung ASI-menyusui. Tidak lama bergabung dengan LLL Rochester
South, Monik segera mengambil program akreditasi menjadi LLL leader
agar akses mengenai informasi ASI-menyusui terbaru selalu ter-update,
juga berkesempatan memperluas wawasan dengan para LLL leader
daerah/negara lain, serta dapat memberikan konseling langsung kepada ibu
yang membutuhkan di mana saja. Kini, Monik adalah orang Indonesia
pertama dan satu-satunya yang menjadi La Leche League Leader di
Indonesia.
Monik juga selalu berusaha meningkatkan awareness (kesadaran)
masyarakat dan mengedukasi pentingnya ASI-menyusui yang beliau
tuangkan melalui tulisan-tulisan di akun media sosialnya, baik itu melalui
mailing list, Facebook, maupun Twitter. Karena tulisan-tulisannya tersebut,
beliau diminta menjadi kontributor tetap di The Urban Mama kolom Expert
Explains dan kontributor tetap di Gerakan Pranikah.org. Monik juga
membantu beberapa gerakan/komunitas lain, seperti GESAMUN (Gerakan
Sadar Imunisasi), Komunitas Super Premature (orangtua dari anak-anak
prematur), dan Komunitas Rumah Ramah Rubella (orangtua dari anak-anak
penderita sindroma rubella bawaan/kecacatan karena TORCH).
Monik merasa sangat sedikit buku dalam bahasa Indonesia yang
membahas ASI dan menyusui secara lengkap yang berpegang dari sumber-
sumber tepercaya dan berdasarkan bukti (evidence based) sehingga Monik
terpanggil untuk menyusun buku ini. Monik menyadari buku ini masih jauh
dari sempurna, tetapi setidaknya dapat membantu berbagai pihak untuk
bersama-sama memperjuangkan ASI dan menyusui yang menjadi hak ibu
dan bayi.
Bila ada kritik, komentar,dan saran yang membangun, silakan kirimkan
ke monica.purba@gmail.com, @f_monika_b atau akun Facebook: Fatimah
Berliana Monika Purba.[]

Anda mungkin juga menyukai