Anda di halaman 1dari 15

TUGAS

Asuhan Sayang Ibu Dalam Persalinan


PERTEMUAN 3-4

NAMA : VINKE WASRIATI ARDITA


NIM : 2015201033
PRODI : SI KEBIDANAN

DOSEN PENGAMPU

Wellina Sebayang, SST, M.Kes

BIDANG STUDI Asuhan Kebidanan Pada Persalinan dan BBL

UNIVERSITAS IMELDA MEDAN (UIM)


MEDAN
2022/2023
ASUHAN SAYANG IBU

Masih berkaitan dengan Gentle Birth, sebuah filosofi dalam persalinan yang mana dalam proses
persalinan hendaknya penuh dengan cinta dan minim trauma, yang mungkin dalam bahasa yang
lebih mudah di cerna adalah proses persalinan yang sayang ibu dan sayang bayi. Dimana
kebetulan di Indonesia sebenarnya sudah ada programnya. Namun saat ini saya ingin Mencoba
sedikit mengkoreksi tentang Penerapan Asuhan Sayang Ibu dan sayang Bayi di Indonesia.

Terus terang saya agak kaget ketika mendengar bahwa sesuai dengan hasil KONAS IBI kemaren
di Jakarta menyatakan bahwa Angka Kematian Ibu diIndonesia meningkat tahun ini. Kok Bisa
Ya?

Padahal tehnologi semakin maju, Dokter banyak tersebar di seluruh wilayah Indonesia, bahkan
bidan saja terutama di pulau Jawa, hampir setiap desa sudah ada bidan desa-nya bahkan di
beberapa daerah, satu desa mempunyai dua bidan desa. Artinya fasilitas kesehatan sudah sangat
mencukupi di lapangan. Walaupun mungkin saja di daerah-daerah marginal belum banyak,
namun saya rasa 80% lebih sudah tersedia nakes di daerah mereka.

Selain itu selama 5 tahun terakhir ini, keberadaan sekolah- sekolah yang mencetak tenaga bidan
sudah sangat banyak sekali. Di DIY Yogyakarta saja ada lebih dari 10 stikes dan akbid. Begitu
pula di daerah lain, bahkan di Makasar saja hampir setiap kabupaten mempunyai akbid atau
stikes, dimana setiap tahunnya mereka meluluskan lebih dari 80 bidan. Artinya tenaga bidan
sudah banyak sekali tercetak di negeri ini. Namun mengapa masalah kematian ibu tidak bisa
teratasi?

Seolah-olah semakin maju tingkat ekonomi, sosial dan tehnologi, justru kemampuan seorang
wanita untuk melahirkan secara normal alami justru semakin menurun.

Seperti kita ketahui bersama bahwa angka kejadian Operasi SC semakin tahun semakin tinggi
saja. Angka kejadian Induksi dan persalinan dengan tindakan pun semakin banyak dan lazim
terjadi.

Dan angka kematian ibu semakin hari bukannya menurun tetapi menanjak naik.padahal

Program yang pemerintah canangkan pun sangat bagus sekali, mulai dari program :

Program Safe Motherhood pada tahun 1988 Gerakan Sayang Ibu pada tahun 1996, Gerakan
Nasional Kehamilan yang Aman atau Making Pregnancy Saver (PMS). Jamkesmas, Jamkesda,
Jampersal

Yang mana semuanya adalah demi tercapainya penurunan Angka Kematian Ibu dan Bayi di
Indonesia. Namun mengapa semua program tersebut tidak membawa hasil yang signifikan?
Bahkan hingga persalinan gratis dicanangkan pun , Angka kematian ibu justru malah cenderung
meningkat. Apa yang salah?

Saya akan mencoba untuk mengkaji sedikit demi sedikit kenyataan di lapangan. Bukan berarti
menjelek-njelekkan, namun mencoba untuk mengajak kita semua untuk saling mengkoreksi diri.

Karena pada dasarnya semua program pemerintah tersebut jika di laksanakan secara baik, benar
dan bekelanjutan, maka sudah di pastikan Angka kematian ibu di indonesia bakalan menurun
drastis. Nah saya akan mencoba mengkaji PENERAPAN ASUHAN SAYANG IBU DALAM
PERSALINAN yang ada di lapangan. Asuhan sayang ibu adalah asuhan dengan prinsip saling
menghargai budaya, kepercayaan dan keinginan sang ibu (Depkes, 2004). Cara yang paling
mudah untuk membayangkan asuhan sayang ibu adalah dengan menanyakan pada diri kita
sendiri, “Seperti inikah asuhan yang ingin saya dapatkan?” atau “Apakah asuhan seperti ini, yang
saya inginkan untuk keluarga saya yang sedang hamil?” dan sebenarnya Asuhan sayang ibu
adalah asuhan yang paling ideal karena berpusat pada ibu yang mana disini ibu adalah klien
(Client oriented) Kala I Kala I adalah suatu kala dimana dimulai dari timbulnya his sampai
pembukaan lengkap. Asuhan yang dapat dilakukan pada ibu adalah :

1. Memberikan dukungan emosional.

Dukungan secara emosional ini adalah mutlak harus diberikan kepada ibu karena kita tahu
bahwa proses persalinan adalah sebuah proses panjang yang dimana seringkali membuat
kepanikan, kecemasan dan rasa ketidaknyamanan muncul. Padahal kita tahu sendiri bahwa
ketika seorang ibu berada dalam proses persalinan, seharusnya kecemasan, kepanikan tersebut
tidaklah muncul.

Namun kenyataan yang sering dilihat di masyarakat adalah, dukungan inilah yang justru kurang,

– Di awali dari kurangnya pengetahuan sang ibu dan keluarga akan proses persalinan, sehingga
mengakibatkan mereka panik.

– Kemudian ditambah dengan hubungan antara nakes dan ibu yang sebatas hanya hubungan
antara pasien dan nakes bukan hubungan antara klien dan nakes.

Beda antara klien dan pasien sangatlah banyak. Klien = pengguna jasa, partner, sedangkan pasien
lebih berarti seorang yang sakit dan secara emosional pasien berada di “bawah” nakes. Namun
beda dengan klien. Klien stratanya setara dengan nakes. Artinya klien berhak untuk berdiskusi,
bahkan bernegosiasi dengan nakes tentang asuhan apa yang hendak di terapkan.

– Masih banyaknya nakes yang menganggap bahwa proses persalinan adalah proses medis
mekanis yang mana ketika pross persalinan tersebut tidak sesuai dengan standart maka
dianggaap gagal dan harus dilakukan tindakan dan intervensi. Misalnya seorang ibu mengalami
kala I tak maju dimana pembukaan berlangsung lama, maka segera saja nakes langsung
melakukan intervensi, padahal mungkin akar masalah dari hal itu adalah stres dan ketegangan
yang dialami sang ibu. Sehingga bukannya akar masalahnya yang di atasi namun tanda gejalanya
saja yang diatasi sehingga alhasil banyak sekali tercipta “cascade intervensi” disini.

– Masih banyaknya perilaku nakes yang belum mampu memberikan dukungan emosional kepada
sang ibu, dimana nakes masih lebih sering berkutat pada lembar dan kertas Asuhan Kebidanan
dan administrasi di bandingkan dengan berada di samping ibu dan memberikan dukungan berupa
support, melakukan relaksasi, memberikan massage, memberikan elusan, belaian kepada ibu.
Yang saya lihat adalah sebagian besar nakes hanya mendatangi ibu hanya jika ada keperluan
misalnya hendak memeriksa detak jantung bayi, hendak melakukan pemeriksaan dalam saja
setelah itu para bidan hanya berkutat pada pekerjaanya tentang administrasi (sibuk dengan
lembar asuhan kebidanan) yang harus diisi dan di dokumentasikan. sedangkan support atau
dukungan lain yang sebenarnya dibutuhkan oleh ibu diserahkan begitu saja kepada pendamping
persalinan dalam hal ini adalah suami, padahal suami dan keluarga tidak dibekali cara-cara dan
tips dalam melakukan pendampingan. Bisa di bayangkan, suaminya yang panik dan kebingungan
harus mendampingi istri yang panik, kebingungan dan kesakitan.

Disini saya seringkali tergelitik, karena saya merasa bidan masih kalah dengan dukun beranak.
Dan seharusnya bidan belajar banyak kepada dukun beranak yang mana seorang dukun beranak
pasti melakukan dukungan yang terus menerus, berada di samping sang ibu, memberikan
massage, menghibur dan memberikan rasa aman dan nyaman yang mutlak di butuhkan seorang
ibu yang sedang bersalin.

– Masih banyak nakes yang berkata seperti ini : “ibu ini buatnya saja sambil tertawa, masak pas
giliran mau melahirkan malah menangis?” di saat ibu sedang panik dan kesakitan menahan
ketidaknyamanan yang dia rasakan.

Nah untuk itulah sebenarnya dukungan emosional ini harus di jabarkan secara lebih mendetail
dalam program asuhan sayang ibu sehingga, nakes dan keluarga dapat menjadi tim yang solid
dalam memberikan dukungan kepada seorang ibu bersalin.
Misalnya, seorang pendamping persalinan di berikan semacam pelatihan pendampingan,
semacam pelatiahan “Birth partner” sehingga di hari H sangat birth partner inilah yang dapat
membantu nakes untuk memberikan support kepada ibu bersalin. Karena pada dasarnya
pengetahuan adalah kekuatan. Disinilah letak fungsinya pemberdayaan diri.

2. Pendampingan anggota keluarga selama proses persalinan sampai kelahiran bayinya.

Ya pendampingan keluarga ini sangatlah penting, karena rasa aman sang ibu bisa didapatkan
ketika dia berada di antara keluarga yang mendukungnya, namun sanyang sekali masih banyak
fasilitas kesehatan yang tidak mengijinkan adanya pendampingan persalinan sampai proses
kelahiran bayi. Sebagian besar keluarga terutama suami hanya diperbolehkan untuk
mendampingi saat kala I persalinan saja, giliran ibu memasuki kala dua, pendamping
dipersilahkan untuk keluar. Padahal justru disinilah moment puncak tertinggi seorang ibu
membutuhkan support dari seseorang yang dia percayai.

3. Menghargai keinginan ibu untuk memilih pendamping selama persalinan.

Beberapa ibu menginginkan pendampingan oleh orang yang dia percayai dan mungkin saja
bukan suaminya, tetapi teman, ibu, saudar atau bahkan doula yang sengaja dia “hire” untuk
pendampingan. Namun tidak sedikit fasilitas kesehatan yang tidak menghormati keinginan ibu
tersebut. Nah mari kita koreksi dan perbaiki bersama.

4. Peran aktif anggota keluarga selama persalinan dengan cara :

(a) Mengucapkan kata-kata yang membesarkan hati dan memuji ibu.

(b) Membantu ibu bernafas dengan benar saat kontraksi.

(c) Melakukan massage pada tubuh ibu dengan lembut.

(d) Menyeka wajah ibu dengan lembut menggunakan kain.

(e) Menciptakan suasana kekeluargaan dan rasa aman.


Semua poin dari a s.d e adalah benar dan sangat bagus, namun sayangnya tidak jarang
pendamping persalinan justru panik dan tidak tahu apa yang harus dia lakukan dan bagaimana
perubahan emosional serta kebutuhan sang ibu pada setiap fase dalam persalinannya.sebenarnya
di poin inilah kita tahu bahwa sebagai tenaga kesehatan kita harus mempersiapkan pendamping
persalinan ini supaya mereka dapat melakukan fungsi dan perannya dengan baik saat persalinan
nanti. Sekali lagi pemberdayaan masyarakat ini penting. Intuk itulah mengapa disetiap kelas
ataupun workshop persiapan persalinan, pendamping baik itu suami, ibu atau keluarga wajib
mengikuti juga, tidak lain dan tidak bukan supaya mereka siap melakukan tugasnya dengan baik,
menjadi team yang solid.

5. Mengatur posisi ibu sehingga terasa nyaman.

Sebenarnya idealnya bukan mengatur posisi ibu sehingga terasa nyaman, namun membantu dan
memfasilitasi serta memotivasi ibu untuk memilih mana posisi yang terasa nyaman bagi dia
selama fase kala I persalinan.

membantu dan memfasilitasi serta memotivasi artinya bahwa tuga nakes disini adalah
bagaimana kita bisa membantu dan memotivasi sang ibu untuk mencoba, memilih dan mengatur
posisinya senyaman mungkin, karena tidak jarang seorang ibu karena dia merasa sudah “Pe We”
atau Posisi Wuenak, maka dia hanya mau tiduran saja selama proses kala I persalinan sambil
mengaduh kesakitan. Padahal ada banyak posisi yang bisa dia lakukan untuk membantu proses
persalinan supaya kala I berlangsung cepat dan lebih lancar. Karena ketidaktahuan klien,
sehingga mereka andalannya hanya berbaring atau miring kekiri. Padahal bisa saja mereka di
ajak duduk di atas bola, melakukan pelvic rocking atau nungging atau posisi posisi yang
sebenarnya mampu meringankan “ketidaknyamanan” yang mereka alami. Nah disinilah peran
serta aktif bidan/nakes dan juga klien.

Dari sisi bidan/nakes, disinilah saatnya seorang bidan mampu memotivasi ibu untuk tetap
“mobile” atau berganti posisi saat proses persalinan
Dari sisi ibu, disinilah peran dan fungsi serta kegunakan pemberdayaan diri yang Anda lakukan
selama masa kehamilan dulu. Dinama Anda bisa mengerti dan mengetahui fungsi dan kegunaan
tiap posisi sehingga dengan kesadaran diri yang besar Anda bisa bekerjasama dengan tubuh
untuk mencari posisi yang nyaman dan bermanfaat bagi kemajuan proses persalinan. Bukan
hanya nyaman bagi sang ibu tetapi juga bagi sang bayi.

6. Memberikan cairan nutrisi dan hidrasi  Memberikan kecukupan energi dan mencegah
dehidrasi. Oleh karena dehidrasi menyebabkan kontraksi tidak teratur dan kurang efektif.

Nah ini yang masih sering terlupakan di fasilitas kesehatan, ketika seorang ibu masuk ke dalam
ruang persalinan, seringkali dia kesulitan untuk mendapatkan minuman.

Jarang fasilitas kesehatan yang mau memfasilitasi minuman, entah itu cairan elektrolit, teh
manis, madu atau minuman dan makanan ringan yang bisa membantu memulihkan energi sang
ibu, bisanya yang sering saya lihat adalah mereka hanya memfasilitasi airputih, itupun sedikit,
terkadang hanya air mineral kemasan gelas dengan sedotan yang kecil.

Sebenarnya mungkin menyediakan minuman dan makanan bukanlah tugas utama nakes, namun
sebenarnya bisa saja nakes dan fasilitas kesehatan memberikan ijin atau menganjurkan klien dan
keluarganya untuk membawa beberapa minuman dan makanan yang sekiranya bisa dibutuhkan
dan digunakan untuk meningkatkan dan memulihkan energi sang ibu saat proses persalinan.
Inilah mengapa saya menyebutkan berulangkali bahawa antara nakes, klien dan pendamping
persalinan adalah TEAM.

7. Memberikan keleluasaan untuk menggunakan kamar mandi secara teratur dan spontan
Kandung kemih penuh menyebabkan gangguan kemajuan persalinan dan menghambat
turunnya kepala; menyebabkan ibu tidak nyaman; meningkatkan resiko perdarahan
pasca persalinan; mengganggu penatalaksanaan distosia bahu; meningkatkan resiko
infeksi saluran kemih pasca persalinan.
Selain memberi keleluasaan, tugas dan fungsi nakes adalah memotivasi sang ibu sering berkemih
paling tidak 1-2 jam sekali. Dengan menggunakan kalimat dan sugesti yang positif sehingga
klien merasa nyaman.

8. Pencegahan infeksi ; Tujuan dari pencegahan infeksi adalah untuk mewujudkan


persalinan yang bersih dan aman bagi ibu dan bayi; menurunkan angka morbiditas dan
mortalitas ibu dan bayi baru lahir. Pencegahan infeksi adalah mutlak, sehingga sangat penting
diperhatikan baik oleh nakes maupun ibu dan keluarga.

Kala II Kala II adalah kala dimana dimulai dari pembukaan lengkap serviks sampai keluarnya
bayi. Asuhan yang dapat dilakukan pada ibu adalah :

1. Pendampingan ibu selama proses persalinan sampai kelahiran bayinya oleh suami dan
anggota keluarga yang lain.

Seperti yang sudah saya ungkapkan di atas bahwa pendampingan persalinan adalah sangat
penting dan sangat dibutuhkan seorang ibu bersalin. Dan asuhan sayang ibu ini harusnyantidak
hanya berlaku pada persalinan normal saja tetapi juga berlaku pada persalinan dengan tidandakan
termasuk persalinan pada operassi SC. Nah pada kenyataannya hanya sedikit RS yang
mengijinkan pendamping persalinan masuk dan mendampingi ibu yang notabenenya itu adalah
istrinya di ruang operasi. Ada berbagai alasan yang dikemukanan, dan rata rata alasannya adalah
takut suami tidak siap sehingga justru pingsan di ruang operasi dan menambah pekerjaan
petugas. Padahal sebenarnya alasan tersebut sangatlah tidak masuk akal, karena bisa saja sang
suami atau pendamping diberikan motivasi atau pengertian atau bahkan mungkin seleksi awal,
sehingga hal hal tersebut minimal kejadiannya, atau kalaupun tetap tidak bisa, paling tidak ada
bidan atau perawat yang sudah mempunyai hubungan yang cukup baik dengan ibu yang bertugas
untuk mendampingi dan memberikan support kepada sang ibu sehingga ibu tidak merasakan
“berjuang” sendiri di ruang operasi.

2. Keterlibatan anggota keluarga dalam memberikan asuhan antara lain : (a) Membantu
ibu untuk berganti posisi. (b) Melakukan rangsangan taktil. (c) Memberikan makanan dan
minuman. (d) Menjadi teman bicara/ pendengar yang baik. (e) Memberikan dukungan dan
semangat selama persalinan sampai kelahiran bayinya.

Poin yang ini saya rasa sangat penting sekali.

3. Keterlibatan penolong persalinan selama proses persalinan & kelahiran dengan cara :
(a) Memberikan dukungan dan semangat kepada ibu dan keluarga. (b) Menjelaskan
tahapan dan kemajuan persalinan. (c) Melakukan pendampingan selama proses persalinan
dan kelahiran.

Nah ini yang mutlak harus dilakukan oleh nakes, walaupun kenyataan dilapangan seringkali
tanpa sadar nakes justru memberikan sugesti sugesti yang negatif disini, untuk itulah sebenarnya
mengapa para nakes itu harus belajar hypnobirthing adalah supaya di fase ini para nakes mampu
memberikan sugesti positif kepada ibu, karena ini yang sangat ibu butuhkan dan karena pada
fase inilah kondisi emosi ibu sangatlah intens dan mudah sekali di sugesti.

4. Membuat hati ibu merasa tenteram selama kala II persalinan dengan cara memberikan
bimbingan dan menawarkan bantuan kepada ibu.

5. Menganjurkan ibu meneran bila ada dorongan kuat dan spontan umtuk meneran
dengan cara memberikan kesempatan istirahat sewaktu tidak ada his.

Poin ini yang sering menjadi salahkaprah di lapangan, dan poin ini yang membuat ruang
persalinan serasa lapangan sepakbola karena suara nakes yang seperti supporter sepak bola saat
memimpin ibu meneran. Padahal sebenarnya tanpa perlu nakes teriak teriak memimpin ibu
meneran, tubuh ibu sebenarnya tahu kapan dia harus mengejan/meneran.

Nah cilakanya, adalah seringkali pada fase ini sang bidan/dokter memberikan aba-aba berupa
sugesti yang salah sehingga secara otomatis terekam di bawah sadarnya sang ibu. Contohnya

Bidan/dokter: “Ayo ibu, ngejannya yang kuat!”


Klien akhirnya mengejan kuat

Bidan/dokyter: “Ayo mengejannya jangan dileher!”

Klien justru mengejan di leher karena pada dasarnya pikiran bawah sadar tidak bisa menerima
kata “jangan” sehingga ketika nakes mengatakan hal itu justru secara otomatis sang ibu malah
mengejan di leher.

Bidan/dokter : ” Ayo bu mengejannya kayak orang mau poop”

Klien justru kebingungan karena selama ini sepanjang hidupnya, jika poop posisinya adalah
jongkok atau duduk. Tidak pernah dia poop dengan posisi tidur terlentang (kecuali saat masih
bayi), padahal saat itu posisi ibu di kondisikan terlentang dengan kedua paha ngangkang. Dan
ibupun semakin bingung karena selama hidupnya kalau poop adalah sendiri tidak di lihatin orang
banyak. Padahal di ruang berasalin tersebut minimal ada 4 pasang mata yang memandangnya.
Hehehe….nah bingunglah dia akhirnya.

Semakin bingung semakin lama dan semakin bidan/dokternya tidak sabar sehingga mimicu
intervensi demi intervensi dilakukan.

– Nah mari koreksi kembali, di bagian mana yang harusnya di perbaiki baik dari sisi nakes
maupun klien –

6. Mencukupi asupan makan dan minum selama kala II.

7. Memberika rasa aman dan nyaman dengan cara : (a) Mengurangi perasaan tegang. (b)
Membantu kelancaran proses persalinan dan kelahiran bayi. (c) Memberikan penjelasan
tentang cara dan tujuan setiap tindakan penolong. (d) Menjawab pertanyaan ibu. (e)
Menjelaskan apa yang dialami ibu dan bayinya. (f) Memberitahu hasil pemeriksaan.
Disinilah saatnya seorang nakes bisa memberikan informasi yang jelas tentang apa yang terjadi
hingga rencana tindakan apa yang akan dilakukan, juga memberikan informasi tentang untuk
ruginya setiap tindakan. Tentunya harus dengan bahasa yang informatif, ramah dan sopan.

8. Pencegahan infeksi pada kala II dengan membersihkan vulva dan perineum ibu.

9. Membantu ibu mengosongkan kandung kemih secara spontan.

## di asuhan sayang ibu di kala II ini masih ada poin yang saya rasa kurang yaitu
membimbing, memfasilitasi dan mendukung ibu untuk memilih posisi yang terbaik dan
ternyaman bagi ibu saat melahirkan bayinya.

Inilah yang masih sangat kurang. Karena hampir semua ibu yang bersalin di faskes “dipaksa”
untuk melakukan posisi litotomi dengan alasan supaya bidan/dokter yang menolong merasa
nyaman. Jadi bukannya nyaman untuk ibu namun nyaman untuk nakesnya.

Nahkan di Asuhan Persalinan Normal yang digunakan sebagai strandart pertolongan persalinan
secara nasionalpun para bidan dan dokter dilatih “Hanya” dengan posisi litotomi atau maksimal
setengah duduk saja. Padahal tidak menutup kemungkinan sang ibu lebih merasa nyaman berada
dalam posisi jongkok, nungging, merangkak, duduk atau bahkan berdiri saat melahirkan bayinya.
Dan ekstrimnya adalah jika ibu meminta untuk posisi selain posisi terlentang/litotomi/setengah
duduk, maka dianggap tidak sesuai dengan prosedur karena tidak sesuai dengan APN. Padahal
seharusnyatidak tidak boleh terlalu kaku dalam menerapkan standart tersebut. Ada ART (Seni)
yang harus dilakukan karena manusia itu unik.

Nah mungiin kurasa inilah yang musti di koreksi kembali.

Kala III Kala III adalah kala dimana dimulai dari keluarnya bayi sampai plasenta lahir. Asuhan
yang dapat dilakukan pada ibu adalah :

1. Memberikan kesempatan kepada ibu untuk memeluk bayinya dan menyusui segera.
2. Memberitahu setiap tindakan yang akan dilakukan.

3. Pencegahan infeksi pada kala III.

4. Memantau keadaan ibu (tanda vital, kontraksi, perdarahan).

5. Melakukan kolaborasi/ rujukan bila terjadi kegawatdaruratan.

6. Pemenuhan kebutuhan nutrisi dan hidrasi.

7. Memberikan motivasi dan pendampingan selama kala III.

Ke-7 poin ini semuanya bagus sekali, manun poin 1 yang pelaksanaannya masih sangat jarang
dilakukan. Masih banyak ibu yang akhirnya harus menelan “pil Pahit” karena tidak bisa
melakukan IMD padahal kondisi bayinya stabil, hanya karena alasan prosedur. Nah inilah
mengapa poin IMD harus benar benar Anda tekankan dan tanyakan saat masa kehamilan saat
melakukan ANC bahkan tidak ada salahnya saat masa kehamilan Anda sudah bertemu dengan
dokter anak yang akan anda percayai untuk membantu merawat bayi baru lahir Anda. Jangan
sampai Anda merasa “terjebak” dan tidak bisa berbuat apa apa saat bayi lahir hanya karena
prosedur tetap yang berlaku di RS tersebut. Kala IV Kala IV adalah kala dimana 1-2 jam setelah
lahirnya plasenta. Asuhan yang dapat dilakukan pada ibu adalah :

1. Memastikan tanda vital, kontraksi uterus, perdarahan dalam keadaan normal.

2. Membantu ibu untuk berkemih.

3. Mengajarkan ibu dan keluarganya tentang cara menilai kontraksi dan melakukan massase
uterus.

4. Menyelesaikan asuhan awal bagi bayi baru lahir.


5. Mengajarkan ibu dan keluarganya tentang tanda-tanda bahaya post partum seperti perdarahan,
demam, bau busuk dari vagina, pusing, lemas, penyulit dalam menyusui bayinya dan terjadi
kontraksi hebat.

6. Pemenuhan kebutuhan nutrisi dan hidrasi.

7. Pendampingan pada ibu selama kala IV.

8. Nutrisi dan dukungan emosional.

Semua poin di atas adalah bagus sekali hanya mungkin perlu di tambahi poisn pemberdayaan
keluarga baru dan penyadaran akan pentingnya ASI Eksklusif. Disinilah justru persan nakes
untuk memberikan edukasi kepada klien dan keluarganya tentang pentingnya ASI Eksklusif.

Nah…tentang asuhan sayang ibu dan apakah provider Anda melakukan dan menerapkannya
dalam praktek pelayanannya, haruslah Anda observasi, dan amati serta tanyakan.

Posisikan Anda sebagai klien dan pengguna jasa. Jadi jangan takut atau ragu untuk berpindah
provider (mencari nakes lain) jika dirasa Anda tidak sreg dan tidak mendapatkan hak-hak Anda
sebagai seorang klien.

Ingat proses persalinan dan kelahiran adalah Fondasi awal dalam kehidupan ini, jadi ciptakan
pengalaman persalinan dan kelahirnan sepositif mungkin. Karena ini layak diperjuangkan.

Nah untuk itulah pentingnya pemberdayaan diri, mari kita bersama menyadari bahwa proses
persalinan dan kelahiran itu adalah diperlukan kerjasama TEAM. jangan hanya memasrahkan
diri Anda total begitu saja (pasrah bongkokkan) dengan nakes, tapi justru ayo berdayakan diri,
karena ini tubuhmu, ini hidupmu, ini bayimu, ya berupayalah.

Gentle birth akan terwujud jika ada kerjasama antara Anda dan provider. Anda: ya ayo
berdayakan diri dulu, kita dikasih waktu 40 minggu sama Tuhan YME itu sebenarnya untuk
mempersiapkan diri, untuk siapkan body, mind, soul demi menyambut manusia suci yang hadir
di bumi. lha kalau calon ortunya saja gak siap, bagaimana dengan pengasuhannya nanti?
bagaimana dengan bumi ini kelak? makanya mengapa kok Tuhan kasih waktu yang cukup
longgar bagi kita yaitu 40 minggu. jadi gak ada alasan jika ada seorang ibu yang menyatakan :
“aduh aku gak sempat bu bidan, relaksasi, aku gak sempat olahraga, aku gak sempat makan
sehat…waktunya tak cukup…bla..bla..bla…” nah pertanyaannya adalah…”kemana aja dan
ngapain aja semakan 40 minggu x 24 jam? masak iya sich gak sempat ngapa-ngapain karena
waktu yang tidak cukup? masak iya sich Anda mau di perbudak waktu? sehingga mengabakan
hal yang justru sangat penting? …hayo….makanya ayo belajar…di group ini adalah sarat akan
pembelajaran kok, asal niat dan komitmen saja dech… Nakes: Ya nakes musti harus
menghormati hak klien, menyadari bahwa kita adalah “pelayan” masyarakat, nbahwa posisi kita
adalah sebagai pemberi jasa atau penjual jasa, jadi hormatilah klienmu…apapun itu masalahnya
bisa kok di diskusikan, bikinlah hubungan yang harmonis kepada klien…tanggalkan senioritas =
“merasa paling tahu, merasa paling pinter dll karena sebenarnya kita tu gak tau apa-apa. karena
yang tahu bagaimana rasa tubuh seorang ibu ya ibu sendiri, bukan kita, makanya ayo rubah cara
pandang dan paradigmanya. karena kita melayani manusia, otomatis ya perlakukan klien
selayaknya manusia. bukan mesin. nah jadi….Gentle Birth akan tercipta jika masing masing
pihak saling memberdayakan, saling bekerjasama dalam mewujudkannya. Gentle Birth itu
sebuah filosofi kok…filosofi yang sangat mendasar tentang CINTA dan KASIH. nah
penerapannya di lapangan akan sangat bervariasi, dan tidaklah kaku. makanya ayo sama-sama
bahu membahu menyebarkan virus ini, untuk mewujudkan Indonesia yang DAMAI

Anda mungkin juga menyukai