Anda di halaman 1dari 25

ALAM SUKHĀVATI

(AMITABHĀ SUTRĀ & AMITAYUR DHYANA SUTRĀ)

Eko Setya Dharma (2017.18,0580)

Latar Belakang
Mengingat suatu ajaran apabila tidak diterapkan secara cerdas dan terampil tidak akan
berguna atau bahkan akan membahayakan. Sebagaimana yang sudah dijelaskan oleh Y.A Thich
Nhat Hanh pada “keheningan yang menggelegar”1, “ketika ia mendengar cerita ini, kita berpikir
betapa luar biasa bodohnya orang itu. Tetapi jika kita melihat lebih mendalam, Kita bisa melihat
bahwa diri kita sendiri tidak jauh lebih baik. Karena kita masih kekurangan kecerdasan dan
keterampilan, kita belajar Dharma dan mendiskusikannya untuk kesenangan dan hanya pamer
saja.
Kita tidak cukup tekun untuk membebaskan diri kita sendiri dari penderitaan yang paling
mendalam. kita tetap meleket pada kata-kata dan gagasan-gagasan, baik dalam belajar maupun
praktik . Cara kita dalam menghitung nafas, praktek meditasi cinta-kasih dan kasih-sayang, atau
membaca mantra, juga bisa kurang cerdas dan terampil. Kita bisa terperangkap dalam bentuk-
bentuk. Tidaklah mudah untuk membangkitkan pengertian”.
Demikianlah apabila kita tidak dapat memahami hakikat sejati dari suatu Dharma, maka
kita akan terperangkap di dalamnya. Memang benar, tidaklah mudah untuk membangkitkan
pengertian. Oleh karenanya untuk memiliki pandangan benar tentang Ajaran Dharmma
Sukhāvati perlulah kita merenungkannya secara mendalam. Namun masih ada hal yang perlu
diingat, tafsiran ini bukanlah stu-satunya tafsiran yang benar mengenai Ajaran Sukhāvati,
Melainkan hanya salah satu usaha untuk memanfaatkan Ajaran Sukhāvati guna untuk
memotivasi diri kita di dalam menciptakan suatu dunia yang lebih baik. Suatu dunia yang layak
untuk ditempati.

Pembahasan
1
Y.A Thich Nhat Hanh.2003. Keheningan yang Menggelega.Bali. Mutiara Dhamma. hal. 32-33 :
A. Aliran Sukhāvati
Sukhāvati (Alam Buddha Terbahagia) merupakan Surga di bagian Barat tempat Buddha
Amitābha, jaraknya kira-kira ratusan ribu Koti Buddhaksetra (alam Buddha) dari dunia Sahaloka
ini. Dalam aliran ini dikenal istilah Buddhaksetra, yang artinya adalah daerah kekuasaan atau
alam Buddha. Berupa satu sistem dunia dimana seorang Buddha tertentu tinggal dan
mengajarkan dharma pada mahluk-mahluk untuk membantu mereka mencapai pencerahan batin.
Buddhaksetra tersebut diluar dari Triloka atau tiga rangkaian dunia yang terdiri dari dunia
keinginan atau kamaloka, dunia bentuk atau rupaloka dan dunia niskala atau arupaloka.

Karenanya buddhaksetra tersebut bersifat ideal dan lokutara  dan dikenal dengan sebutan
tanah suci Sukhāvati, tempat buddha Amitābha. Penganut aliran Sukhāvati mematuhi Pancasila
Buddhis  dan menyerahkan diri pada kekuatan maetri-karuna (kasih sayang dan belas kasih)
Amitābha Buddha beserta Bodhisatva Mahasatva lainnnya. Segala pemikiran di kesampingkan,
yang penting penyerahan diri serta bertobat dengan mengulang sebutan mulia “ Namo Amitābha
Buddha (Namo O Mi Tohut)”. Pengulangan penyebutan mulia tersebut akan membangkitkan ke-
Buddhaan yang terdapat dalam diri dan mengaktifkan untuk melakukan kebajikan dalam maetri-
karuna.

Amitābha sendiri secara harfiah berarti sinar atau cahaya yang tak terbatas. Ini berarti
sewaktu seorang dengan hati yang iklas dan khusus menyebut Namo Amitābha Buddha pada
waktu saat itu momen pikirannya atau kesadarannya terarah kepada  maetri-karuna yang tak
terbatas laksana cahaya yang menerangi segala penjuru dalam semesta ini. Keyakinan terhadap
Buddha Amitābha merupakan hasil kontemplasi yang dalam atas hakekat Buddha. Dimana
semua ciri luar sakyamuni dan semua kondisi kehidupan duniawinya ditinggalkan, dan yang
tersisa adalah Buddha ideal dengan pencerahan sempurnanya yakni yang tak terbatas.

Amitābha secara dinamis ruang berarti cahaya tanpa batas sedangkan secara dinamis
waktu berarti kehidupan tanpa batas atau disebut juga Amitāyus. Bila ideal mengenai Nirwana
yang tanpa ruang dan tanpa waktu, tanpa kelahiran dan tanpa kematian, tidak berubah atau tidak
bergelombang itu terealisasi, maka tidak lain adalah yang tak terbatas. Seluruh bumi dari alam
Buddha Amitāyus (Amītabha) bukanlah tanah. Melainkan, bumi-Nya adalah kombinasi-
kombinasi dari unsur-unsur Suvarna (emas), Rūpya (perak), Vaidūrya (lazuardi), Sphatika
(kristal), Pravāda (bunga karang), Mūsaragalva (indungan mutiara), dan Asmagarbha (akik),
dari jumlah 7 jenis permata yang bermutu tertinggi.

Demikian pula, lingkungan dari seluruh bumi amat lapang, luas, terbesar, dan tanpa
batas. Di dalam Buddha Amitābha juga tiada ada ‘Alam Kesedihan’ seperti Neraka, setan
kelaparan. Di alam ini tidak mengenal musim, sehingga suasana di alam ini hanya terasa segar
dan nyaman. Seluruh negeri Amitāyus dipenuhi dengan pohon yang dijadikan sebagai bahan-
bahan 7 jenis mustika. Pepohonannya seperti indung mutiara, baik daun, bunga-bungan, maupun
buah-buahan semua berwarna 7 jenis sinar mustika yang amat menakjubkan.

Waktu pepohonan mustika itu digerakkan oleh angin, pohonnya bukan saja
mengumandangkan suara yang merdu melainkan pohonnya dapat menyiarkan berbagai suara
guna menerangkan ajaran Dharma yang dibabarkan oleh Buddha Amitāyus. Suara musik alamiah
yang berada di alam Sukhāvati itu tidak kurang dari ribuan macam, dan semua suaranya adalah
kegemaan dari Dharma yang amat bermanfaat. Tentang bangunan-bangunan seperti Vihara,
Asrama, Saǹgha, istana mewah, pagoda agung, gedung-gedung berteras tinggi, dan sebagainya
yang berada di alam Sukhāvati itu. semuanya dibangun dengan 7 jenis permata yang paling
berharga dan dijadikan seketika.

Pada bangunan-bangunan yang demikian indah, baik di dalam maupun diluar terdapat
berbagai kolam padma besar. Kolam padma tersebut semuanya dipenuhi dengan air yang bersifat
8 budi-jasa: murni, segar, manis, lunak ringan, lembab berkilat, tenang-damai, dapat
menghilangkan dahaga, lapar, dan dapat bermanfaat bagi setiap tubuh mahluk dan sebagainya.
Pada setiap kolam terdapat banyak saluran air seperti sungai permata yang sangat indah. Dari
sungai tersebut juga bisa mengeluarkan suara yang sangat merdu, suaranya dapat
mengumandangkan berbagai ajaran Buddha yang paling bermanfaat untuk para umat di negeri
Buddha tersebut, dan siapa pun dapat mendengarnya dan mengerti artinya, cuma harus menurut
bakat masing-masing.

Maka sebab itu, mereka ada yang mendengarkan suara menerangkan Buddha, ada yang
mendengar suara yang menerangkan Dharma, ada yang mendengarkan suara yang menerangkan
Sangha, Atau suara-suara yang hanya menerangkan : Āranyaka (tenang, kesunyian), atau Sūnya,
Anātman (kekosongan, tanpa keakuan), atau Mahā-Maitri,Mahā-Karunā (welas-asih yang
terluhur), atau Berbagai Pāramitā (ketentuan bagi pelaksana Boddhisatva), atau Dasabālāli (10
jenis tenaga Buddha), atau Daya Abhaya (daya tanpa ketakutan), atau Avenika-Dharma (dharma
tentang atribut khusus dan luar biasa), atau Sarva-abhijna-mati (segala daya gaib dan
kebijaksanaan), atau Anabhisamkara (tanpa perbuatan), Abhavā, Anirodha (cipta atau musnah),
atau Anuthapattikandharmaksānti (menetapkan batinnya di Nirvana), hingga
Abhisekabhumipratilambha (diwisuda secara kerajaan), dan sebagainya.

Ananda menyatakan suatu keinginan untuk melihat Buddha Amitābha, saat itu Buddha
dari telapak tangan-Nya mengirimkan sinar penerangan yang menyinari bukan hanya saja
Sukhāvati yang yang berada di sebelah Barat dari semesta tetapi semua negeri Buddha di alam
semesta. Di dalam penerangan ini bukan saja Ananda sendiri tetapi semua makhluk hidup secara
jelas dapat melihat Buddha Amitābha dan Boddhisattva di Sukhāvati, mereka yang di Sukhāvati
juga dapat melihat seluruh Sahaloka.

Guru Agung Sakyamuni Buddha dengan Maha Welas Asih memperkenalkan keberadaan
Amitābha Buddha dan Tanah Suci Sukhavati. Tanah suci Alam Sukhavati, tidak ada di tata
surya, juga tidak ada di Galaksi Bima Sakti. Upasaka senior Huang Nian-zu beranggapan bahwa
Galaksi Bima Sakti hanyalah sebuah satuan dunia saja. Sedangkan wilayah pengajaran satu
Buddha dapat mencakup sepuluh miliar Galaksi Bima Sakti. Alam Sukhavati berjarak dari alam
ini sepuluh triliun Alam Buddha, ada sebuah alam yang maha luas bernama Alam Sukhavati,
merupakan wilayah pengajaran Buddha Amitābha, bagaimana cara untuk menuju ke sana?
Praktisi sekalian yang telah membaca Sutrā Mahayana juga mengetahui bahwa untuk sampai ke
Alam Sukhavati bukanlah hal sulit.

Karena seluruh alam semesta yang tanpa batas ini adalah terwujud dari pikiran kita, maka
itu tak peduli berapa jauh jaraknya, juga tidak melampaui batas pikiran kita. Maka itu dalam
sebersit niat pikiran dapat mencapai Alam Sukhavati. Kecepatan dari niat pikiran kita, tiada yang
dapat sebanding dengannya. Kecepatan cahaya saja per detik hanya dapat mencapai tiga ratus
ribu kilometer, sedangkan kecepatan pikiran hanya dalam waktu sekejab, tidak perlu sedetik,
sudah dapat menjelajahi seluruh alam semesta yang tanpa batas ini. Buddha memberitahukan
kita ini adalah kemampuan manusia. Buddha hanya mengajarkan kita untuk mengembalikan
kemampuan asal kita, jika menganggap bahwa Buddha dapat memberikan sesuatu kepada kita,
ini adalah omong kosong, maka itu dikatakan bahwa Ajaran Buddha sama sekali tidak ada
kepercayaan takhayul.

Bumi di semesta alam tampak sangat kecil, agama lainnya percaya pada alam surga,
menurut Ajaran Buddha surga bukanlah hanya satu saja, namun ada 28 alam surga, masing-
masing memiliki kondisi yang berbeda, di dalam Sutrā Buddha dijelaskan secara terperinci.
Lingkungan kehidupan kita yang sesungguhnya sangatlah luas, setiap planet di luar angkasa
memiliki hubungan dengan kita. Ada rekan yang memberitahukan padaku peneliti negara barat
menggunakan cara ilmiah, dapat mengetahui masa lampau seseorang, telah membuktikan bahwa
manusia mengalami tumimbal lahir, ada orang yang pada masa lampaunya tinggal di sebuah
tempat, ada pula yang masa lampaunya adalah hewan, ada juga yang berasal dari planet lain
yang terlahir ke bumi.

Kitab Suci utama aliran Sukhāvati:

1. Sukhāvati Vyuha Sutrā/Amitābha Sutrā/O Mi Tho Cing (terjemahan Kumarajiva)


2. Maha Sukhāvati Vyuha Sutrā/Wu Liang Sou Cing (terjemahan Bhiksu Ce Cien)
3. Amitayus Dhyana Sutrā/Kuan Wu Liang Sou Cing (terjemahan Jarayasa)

A. Amitabhā Sutrā
Sejarah Amitabhā Sutrā
Menurut Sutrā Kehidupan Tanpa Batas atau Sutrā Agung Kehidupan Tak Terhingga
(Mahāyāna Amitāyus Sūtra), Amitābha dulunya, pada masa yang sangat lampau dan
kemungkinan pada solar sistem yang lain, adalah seorang bhikku bernama Dharmakāra. Pada
beberapa versi dari sūtra, Dharmakāra digambarkan sebagai mantan raja yang, setelah
mendengar ajaran dari Buddha Lokesvararaja, meninggalkan harta dan tahtanya.
Kemudian ia berketetapan hati untuk menjadi seorang Buddha dan memiliki sebuah
Buddhakṣetra (“Tanah suci Buddha”), suatu alam yang terdapat di alam semesta primordial di
luar (Ruang dan Waktu biasa, dihasilkan dari kumpulan pahala yang dikumpulkan sang
Buddha) dimana segala isinya sempurna. Ketetapan hati tersebut tertuang dalam 48 Ikrar
Agung  Amitābha Buddha, menggambarkan jenis tanah suci Buddha seperti apa yang di
aspirasikan oleh Dharmakāra, persyaratan seperti apa agar dapat terlahir di sana, dan wujud
setiap makhluk yang terlahir di sana. Bhiksu Dharmakara mempraktikkan Dharma luhur dan
terus mengumpulkan pelaksanaan suci dari 210 Koti dunia Buddha yang khas; Selama 5 Kalpa
demikian terus menerus tanpa henti-henti akhirnya dapat dijadikannya satu alam Buddha yang
demikian suci dan murni, demikian indah, megah dan agung.
Sūtra tersebut juga menjelaskan bahwa Amitābha, setelah mengumpulkan kebajikan yang
sangat besar selama sejumlah kehidupan yang tak terhingga, akhirnya mencapai Ke-Buddha-an
dan hingga sekarang masih berdiam di tanah sucinya, yaitu: Sukhāvatī, yang digambarkan
memiliki banyak kebaikan dan kegembiraan. Doktrin dasar mengenai Amitābha dan sumpah-
sumpahnya ditemukan pada tiga kanonikal teks Mahāyāna: Sutrā Kehidupan Tanpa Batas atau
Sutrā Panjang Sukhāvatīvyūha, Sutrā Amitābha/Sutrā Pendek Sukhāvatīvyūha Kemudian Sutrā
Perenungan/Sutrā Amitāyurdhyāna Amitābha Sutrā (O Mi Tho Cing/O Mi Tho Keng) adalah
sebuah Sutrā yang dibabarkan oleh Sang Buddha amat sangat popular dikalangan kaum Buddha
Mahayana. Hampir setiap hari Sutrā ini dibaca di Vihara atau di Ceitiya, bahkan ada yang bisa
menghafalnya di luar kepala. Bagi umat Buddha di Asia Timur dan Asia Tenggara serta bagian
dunia lainnya yang sudah begitu umum dan merakyat.
Sutrā ini adalah sebuah Sutrā yang menitikberatkan bakti puja dengan pengulangan nama
Namo Amitabhā Buddha. Naskah asli Sutrā ini dari bahasa Sansekerta telah hilang, yang ada
hanya dalam salinan Bahasa Tionghoa yang di terjemahkan oleh Kumarajiva antara tahun 401-
409 M. Amitabhā (Amitofo) merupakan kata yang sudah tidak asing kita dengar. Kata
Amitabhā atau Amitayus, disampaikan oleh Buddha Gautama dalam Sutrā Amitabhā . Berikut
ini adalah kutipan dari Sutrā Amitabhā yang menjelaskan tentang makna dari nama Amitayus
“Dari panjangnya usia Hyang Bhagava Amitabhā , Hyang Tathagata. Oh Ananda, tidaklah
terukur, sehingga sulit untuk diketahui lainnya, agar dapat dikatakan (bahwa itu meliputi) begitu
banyak ratusan kalpa, begitu banyak ribuan kalpa, begitu banyak ratusan ribu kalpa, begitu
banyak berkoti-koti kalpa, begitu banyak ratusan koti kalpa, begitu banyak ribuan koti kalpa,
begitu banyak ratusan ribu koti kalpa, begitu banyak ratusan ribu niyuta koti kalpa. Karenanya,
Hyang Tathagata itu disebut Amitayus.”
Jika kita mengatakan bahwa kita takkan mengulangi kesalahan lagi, sesungguhnya kita
sendiri juga tidak bisa menjaminnya, tanpa sadar kita kembali melakukannya lagi. Mengapa
demikian? Tabiat  yang terlalu berat, sudah lama berputar-putar di enam alam tumimbal lahir,
ternoda oleh banyak tabiat jelek, tabiat inilah yang sedang menuntun dirimu, di dalam Buddha
Dharma tabiat ini disebut Mara.
Setiap saat ada niat pikiran yang timbul menciptakan karma, jiwa raga menciptakannya
lagi, maka kekuatan karma ini akan semakin besar. Maka itu, untuk keluar dari lingkaran
tumimbal lahir merupakan sesuatu yang amat sulit! Pada umumnya, manusia ingin keluar dari
lingkaran tumimbal lahir, namun dia tidak mampu menwujudkannya.
Buddha Dharma mengajari kita untuk melatih diri, memutuskan noda pikiran, ketika
anda telah mampu melenyapkan semua keraguan, barulah anda dapat melangkah ke dalam pintu
Dharma. Ini barulah langkah awal memasuki pintu Dharma, sebagian dari kita tidak mungkin
dapat melakukannya, langkah selanjutnya tak perlu dibahas lagi.   Untuk mengakhiri tumimbal
lahir harus memutuskan semua noda pikiran (kilesa) sampai ke akar-akarnya, yang biasa kita
sebut dengan tingkatan Arahat. Maka itu hal ini amatlah sukar.
Buddha Dharma mengajari kita untuk melatih diri, memutuskan noda pikiran, ketika
anda telah mampu melenyapkan semua keraguan, barulah anda dapat melangkah ke dalam pintu
Dharma. Ini barulah langkah awal memasuki pintu Dharma, sebagian dari kita tidak mungkin
dapat melakukannya, langkah selanjutnya tak perlu dibahas lagi.   Untuk mengakhiri tumimbal
lahir harus memutuskan semua noda pikiran (kilesa) sampai ke akar-akarnya, yang biasa kita
sebut dengan tingkatan Arahat. Maka itu hal ini amatlah sukar.
Namun Buddha juga menjelaskan bahwa kita boleh membawa serta karma kita ke sana,
tetapi anda harus mampu mengendalikannya, tidak perlu memutuskannya, namun harus dapat
mengendalikannya, jadi kita membawa karma lama bukan karma yang dilakukan sekarang. Jika
saat ini anda masih menciptakan karma, maka anda tak dapat membawanya ke Alam Sukhvati
yang  dapat dibawa adalah karma yang dilakukan sebelumnya, yang dilakukan kemarin masih
boleh dibawa, yang hari ini tidak dapat dibawa. Maka itu hari ini saya takkan menciptakan
karma lagi.
Tetapi walaupun kita tidak menciptakan karma, namun niat pikiran itu masih ada. Ajaran
Sukhāvati memiliki cara yang menakjubkan, untuk mengajari anda menciptakan karma suci
dengan melafal Amituofo. Selain Buddha Amitabhā, tidak ada hal yang lain di benak anda lagi,
cara ini sungguh efektif dan setiap insan dapat melakukannya, setiap orang memenuhi syarat
untuk terlahir ke Alam Sukhāvati.
B. Amitayus Sutrā
Amitayus Sutrā merupakan Sutrā yang berisikan 16 metode untuk meditasi. The
Amitayur Dhyana Sutrā adalah Sutrā Mahayana di Pure Land Buddhism, cabang Mahāyāna
Buddhisme. Amitayur Dhyana Sutrā adalah salah satu dari tiga Sutrā Tanah Suci prinsip
bersama dengan Infinite hidup Sutrā dan Sutrā Amitabhā . Amitayur adalah nama lain untuk
Buddha Amitabhā , sosok terkemuka di Buddha Tanah Murni, dan Sutrā ini terutama berfokus
pada meditasi melibatkan visualisasi kompleks yang tercermin diterjemahkan dalam Sutrā “
Amitayu Dhyana Sutrā”. Amitayur Dhyana Sutrā diberikan kepada ratu Vadehi setelah
pangeran Ajatashatru yang terhasut oleh Devadata, sehingga pangeran membunuh ayahnya Raja
Bimbisara dan memenjarakan ibunya untuk menjadi penerus tahta kerajaan. Dalam Dukkha
tersebut Ratu Vadehi berdoa kepada Buddha Sakyamuni untuk mengunjunginya. Dalam doanya
Vadehi mengungkapkan bahwa keinginan untuk dilahirkan di tanah suci Amitabhā . Buddha
Shakyamuni tersenyum, memancarkan cahaya dari mulutnya, dan melanjutkan dengan
mengatakan Vaidehi bagaimana terlahir kembali di Tanah Suci. Sang Buddha mengatakan
bahwa meskipun dia di penjara, ia masih bisa mendapatkan pembebasan melalui praktik
Amitabhā . Sang Buddha melanjutkan dengan menggambarkan tanah suci dan cara agar dapat
terlahir di tanah suci.
Kesimpulan

Sukhāvati merupakan sebuah alam yang diciptakan oleh Buddha Amitabhā untuk
siapapun. Dimana ditempat itulah siapapun akan mendapatkan pengajaran dari Buddha
Amitabhā untuk menjadi Bodhisatva dan mencapai Ke-Buddha-an. Karena pada dasarnya setiap
orang mempunyai benih-benih Ke-Buddha-an. Dengan pikiran tulus serta tekad yang kuat
seseorang dapat terlahir ditempat itu.
Bila kita mengamati isi Sutrā dengan seksama, poin pentingnya adalah pikiran yang
terfokus, bukan hanya dalam melafal Amituofo diperlukan pikiran terfokus, namun dalam
kehidupan keseharian juga diperlukan pikiran terfokus, melafal Amituofo adalah cara untuk
melatih pikiran terfokus. Selain nama Buddha kita tidak memiliki niat yang lain. Setiap lafalan
saling berkesinambungan, tercapailah Samadhi, di mana saja dan kapan saja, dalam kondisi suka
maupun duka dapat mempertahankan pikiran terfokus.
Setelah keterampilan melafal Amitofo telah mahir maka memiliki kemampuan untuk
menaklukkan noda pikiran, dengan pikiran terfokus ini juga dapat terlahir ke Alam Sukhāvati
pada tanah suci tingkatan pertama. Para sesepuh terdahulu memuji Pintu Dharma ini adalah
memuji poin ini, dengan sedikit kemahiran dapat melampaui Trailokya (Kamaloka, Rupaloka
dan Arupaloka). Saat kini atau kelak pasti mencapai Kebuddhaan. Mimpi bertemu Buddha
adalah tanda baik, namun jika sesekali saja tidaklah masalah, jika keseringan maka
dikhawatirkan itu adalah jebakan Mara. Praktisi aliran Sukhāvati dilindungi oleh para Buddha
dan Bodhisattva, Mara takkan berani datang mengganggu.
Daftar Pustaka

Jo Priastana, Dhammasukha.1999.Pokok-Pokok Dasar Mahayana.Jakarta.Yayasan Yasodhara


Puteri.

Ming Chau.1993.Materi Pokok Mahayana 1. Jakarta: Direktorat Jenderal Bimbingan Masyarakat


Hindu dan Buddha, Universitas Terbuka.

Rasmiprabhamegha, Arya.1986.Buddhavaca Amitayus Tathagata Sutrā. Jakarta.Sasana.

Sapardi. Dkk.2016. Buku Ajar Mata Kuliah Wajib Umum Pendidikan Agama Buddha.
Jakarta.Direktorat Jendral Pembelajaran Dan Kemahasiswaan Kementrian Riset,
Teknologi, Dan Pendidikan Tinggi Republik Indonesia

Tani, Suwarto. 1995. Buddha Dharma Mahayana. Jakarta:.Majelis Agama Buddha Mahayana
Indonesia.

Tanpa Penulis.2010. Buddha Amitābha. Jakarta: Tanpa Penerbit.

Tim Penyusun.2008.Simbol Dalam Buddhisme.Yogyakarta.Eka-Citta

Widya, Dharma K. 1993. Modul Sejarah Perkembangan Agama Buddha 2. Jakarta: Direktotat
Jendral BIMAS Hindu Buddha dan Universitas Terbuka.

Tanpa Nama.2015.Pahala & Manfaat Melafalkan Amitabhā Buddha.

http://www.majalahharmoni.com/daftar-isi-majalah/edisi-29/pahala-manfaat-melafalkan-
Amitabhā -buddha/ diakses pada: 04/06/2018 pukul: 21:45 Wib

Ensiklopedia Bebas. Amitayurdhyana Sutrā.


http:/www.wikiwand.com/en/amitayurdhayana Sutrā. diakses pada tanggal 05 Mei 2018. Pukul
21.00.

ALIRAN SUKHAVATI (AMITAYUR DHAYANA SUTRA)

Tulas Maitrya: 2017.18.0607

Pendahuluan

Latar Belakang
Pada kesempatan kali ini, kita akan membahas mengenai makna sejati ajaran Dharma
aliran Sukhavati, mengingat suatu ajaran apabila tidak diterapkan secara cerdas dan trampil tidak
akan berguna atau bahkan akan membahayakan. Sebagaimana yang sudah dijelaskan oleh YA.
Thich Nhat Hanh pada buku karangan Beliau berjudul “Keheningan Yang Menggelegar,”
terbitan Mutiara Dhamma, Bali, 2003 halaman 32 – 33: “Ketika kita mendengar cerita ini, kita
mungkin berpikir betapa luar biasa bodohnya orang itu. Tetapi jika kita melihat lebih mendalam,
kita bisa melihat bahwa diri kita sendiri tidak jauh lebih baik.Karena kita kekurangan kecerdasan
dan ketrampilan, kita belajar Dharma dan mendiskusikannya untuk kesenangan atau hanya
pamer saja.Kita tidak cukup tekun untuk membebaskan diri kita sendiri dari penderitaan yang
paling mendalam.Kita tetap melekat pada kata-kata dan gagasan-gagasan, baik dalam belajar
maupun praktik kita.Cara kita dalam menghitung nafas, praktek meditasi cinta-kasih dan kasih-
sayang, atau membaca mantra, juga bisa kurang cerdas dan trampil.Kita bisa terperangkap dalam
bentuk-bentuk.
Tidaklah mudah untuk membangkitkan pengertian.” Demikianlah apabila kita tidak dapat
memahami hakekat sejati dari suatu Dharma, maka kita akan terperangkap di dalamnya.
Memang benar, tidaklah mudah untuk membangkitkan pengertian.Oleh karenanya untuk
memiliki pandangan yang benar tentang Ajaran Dharma Sukhavati perlulah kita merenungannya
secara mendalam.Namun masih ada hal yang perlu diingat, tafsiran ini bukanlah satu-satunya
tafsiran yang benar mengenai Ajaran Sukhavati.Melainkan hanya salah satu usaha untuk
memanfaatkan Ajaran Sukhavati guna memotivasi diri kita di dalam menciptakan suatu dunia
yang lebih baik.Suatu dunia yang lebih layak untuk ditempati.
Tujuan dari semua praktek Buddhis adalah untuk mencapai Pencerahan dan melampaui
siklus Kelahiran dan Kematian yaitu, untuk mencapai Kebuddhaan. Dalam tradisi Mahayana,
prasyarat untuk Kebuddhaan adalah Pikiran Bodhi, aspirasi untuk mencapai Pencerahan bagi
manfaat untuk semua makhluk hidup, termasuk diri sendiri.
Oleh karena makhluk hidup memiliki kapasitas spiritual dan kecenderungan yang
berbeda, banyak tahapan pengajaran dan banyak metode yang dirancang untuk mencakup setiap
orang.Secara tradisional, Sutra-Sutra diajarkan sebanyak 84.000, yang menggambarkan
ketidakterhinggaan, tergantung pada keadaan, waktu dan target pendengar.
Pembahasan

Sejarah Singkat Aliran Sukhavati


Sekte atau aliran Sukhavati, dikenal juga sebagai Jingtuzong (adalah salah satu dari 13
sekte utama Agama Buddha di Tiongkok dan juga Jepang).Merupakan sekte aliran Mahayana
yang didirikan dan berkembang di luar India setelah zaman Siddharta Gautama.Tujuan akhir
penganut sekte ini adalah dilahirkan kembali kelak di surga Sukhavati. Sekte ini mulai terbentuk
dan berkembang di Tiongkok pada zaman Dinasti Jin Timur atau Dongjin sekitar tahun 317-
420.
Pertama kali dilembagakan oleh bhiksu Huiyuan di gunung Lushan di bawah bendera
Bailianshe.Karena berdiri dan berkembang di bawah bendera Bailianshe inilah, maka sekte ini
juga dikenal sebagai aliran Lianzong. Di kemudian hari, orang kadang juga menyebutnya sebagai
Nianfozong, yang artinya kira-kira adalah “Sekte Berdoa”, mengacu pada metode utama
pelaksanaan Dharma dari sekte ini, yakni menjapa/membaca nama para Buddha dengan
konsentrasi penuh.
Akan tetapi kurang tepat juga kalau dibilang sekte Sukhavati berkembang mulai dari
Huiyuan.Sebab pada zaman kira-kira 900 tahun setelah wafatnya Siddharta Gautama, cikal bakal
ajaran Sukhavati sudah mulai terbentuk di India. Walaupun tidak dilembagakan, ketika itu di
India telah muncul beberapa orang bhiksu senior yang mengembangkan ajaran Sukhavati,
mereka adalah Vasubandhu dengan ajaran Sukhavati-vyuhopadeca serta Acvaghosa dan
Nagarjuna yang memberikan ulasan dan komentar terhadap 3 kotbah Siddharta Gautama dengan
tema Sukhavati.
Sedangkan di Tiongkok ajaran ini baru populer setelah pada tahun 508 di zaman Dinasti
Wei Utara atau Beiwei, Bodhiruci (biarawan dari India) memperkenalkan naskah Amitayur
Dhyana Sutra yang lebih lengkap dan sistematis kepada masyarakat Buddhis Tiongkok di
sana.Walaupun terbentuk dan berkembang terutama di Tiongkok jauh sesudah zaman Siddharta
Gautama, pokok pikiran sekte Sukhavati tetap mengacu pada catatan kotbah Siddharta Gautama,
Aliran Sukhavati
Pengertian Sukhavati secara harfiah berarti tempat yang penuh kebahagiaan.Bagi
penganut Agama Buddha Mahayana, Sukhavati merupakan tanah suci yang juga diyakini
sebagai surga di penjuru barat yang dikuasai Amitabha Buddha.Aliran yang mempercayai ini
disebut aliran Tanah Suci atau Aliran Sukhavati. Sukhavati juga menjadi tujuan bagi penganut
Aliran Tanah Suci, cara ini kemudian dikenal sebagai “Jalan Mudah” atau “Jalan Bakti”. Dengan
demikian ajaran ini lebih diinginkan oleh kebanyakan orang, sedangkan Agama Buddha bentuk
lain yang memerlukan kemampuan mental lebih tinggi ditujukan terutama kepada mereka yang
berbakat atau yang telah mencapai kesucian.
Karakteristik utama dari Aliran Sukhavati:
1. Ajarannya didasarkan atas kasih sayang, keyakinan di dalam belas kasih Sumpah Buddha
Amitabha untuk datang dan membimbing semua makhluk hidup menuju Tanah Suci
Sukhavati.
2. Metode yang digunakan mudah, dipandang dari tujuannya lahir di Sukhavati sebagai sebuah
langkah menuju KeBuddhaan dan bentuk pengembangannya dapat dilatih di manapun, setiap
waktu tanpa peribadatan yang khusus, perlengkapan-perlengkapan upacara atau pemimpin.
3. Merupakan obat yang mujarab untuk berbagai penyakit pikiran, tidak seperti metode lainnya.
4. Merupakan metode yang demokratis yang memberikan kebebasan bagi pengikutnya,
membebaskan mereka dari ketergantungan akan guru, pembimbing.
Untuk alasan-alasan inilah, sejak abad ke 13, Aliran Sukhavati menjadi Tradisi yang
paling dominan di Asia Timur, memegang peranan yang penting dalam Buddhis. Honen Shonin
(1133-1212), Ketua Aliran Sukhavati di Jepang, menyatakan Ajaran-aliran Sukhavati yang paling
pokok. Seharusnya tidak ada perbedaan, baik mereka pria atau wanita, baik atau buruk, mulia
atau hina, semua dapat Terlahir di Sukhavati, bila memiliki keyakinan penuh pada Buddha
Amitabha.
Di kemudian hari, orang kadang juga menyebutnya sebagai Nianfozong yang artinya kira-
kira adalah “Sekte Berdoa”, mengacu pada metode utama pelaksanaan Dharma dari sekte ini,
yakni menjapa/membaca nama para Buddha dengan konsentrasi penuh. Walaupun terbentuk dan
berkembang terutama di Tiongkok jauh sesudah zaman Siddharta Gautama, pokok pikiran sekte
Sukhavati tetap mengacu pada catatan kotbah Siddharta Gautama, terutama yang kemudian hari
disebut sebagai “Tiga Naskah Utama Aliran Sukhavati” atau Jingtu Sanbujing, yakni:
Sukhavati Vyuha (kotbah Siddharta Gautama di gunung Grdhrakuta);
Amitayur Dhyana Sutra (kotbah Siddharta Gautama di kota Rajagrha);
Aparimitayus Sutra (kotbah Siddharta Gautama di kebun Jetavana).
Sedangkan di Tiongkok ajaran ini baru populer setelah pada tahun 508 di zaman Dinasti
Wei Utara atau Beiwei, Bodhiruci (biarawan dari India) memperkenalkan naskah Amitayur
Dhyana Sutra yang lebih lengkap dan sistematis kepada masyarakat Buddhis Tiongkok di sana.
Selain Tiga Naskah Utama tersebut di atas, naskah-naskah ajaran Sukhavati yang berasal dari
bahasa Sanskerta lainnya adalah :
Pratyutpanna-Buddha Sammukhavasthita Samadhi Sutra (diterjemahkan bersama oleh
Lokasema dan Zhufoshuo);
Guna Prabha Sutra dan Wuliang Qingjing Pingdengjuejing (diterjemahkan oleh Dharmaraksa.
Konon naskah asli ‘Wuliang’ dalam bahasa Sanskerta sudah musnah atau hilang?, jadi tidak
ditemukan judul dan naskah asli bahasa sanskertanya);
Dasabhumika Vibhasa Sastra (diterjemahkan oleh Kumarajiva);
Karuna Pundarika Sutra (diterjemahkan oleh Dharmaraksa);
Sepertinya jarang orang yang tahu, bahwa sekte Sukhavati di Tiongkok sebenarnya juga masih
terbagi lagi dalam 2 sub sekte, yakni
Sekte Sukhavati Maitreya, dan
Sekte Sukhavati Amitabha.
Amitayur Dhyana Sutra
Amitayur Dhyana Sutra mengajarkan bahwa di Tanah Murni Sukhavati terdapat dua
orang Bodhisattva, yakni Avalokitesvaradan Mahasthamaprapta.Kedua orang Bodhisattva ini
dapat melambangkan sikap yang harus kita miliki di dalam mengembangkan Tanah Murni
Sukhavati.Marilah kita pelajari, apakah yang dimaksud dengan kedua Bodhisattva di atas.
Secara etimologis Avalokitesvara berarti “Pengamat Suara Dunia.”Yang dimaksud
dengan “Suara Dunia” adalah jeritan dan ratapan penderitaan para makhluk. Ini melambangkan
sikap kepedulian kita terhadap penderitaan makhluk lain. Kita harus menjadikan dirikita
Avalokitesvara-Avalokitesvara dunia. Salah satu perwujudan Avalokitesvara adalah
“Avalokitesvara Bertangan Seribu dan Bermata Seribu” (Sahasra Bhuje Sahasra Netre
Avalokitesvara Bodhisattva, Mandarin: Qianshou Qianyan Guanshiyin Busa). Ini adalah
perwujudan Avalokitesvara yang bertangan seribu, di mana pada tiap tangannya terdapat sebuah
mata.
Seribu tangan tersebut melambangkan kesanggupan untuk menolong dalam situasi dan
kondisi apapun.Seribu mata melambangkan kepedulian dan kepekaan di dalam menolong semua
makhluk. Banyak orang yang sesungguhnya memiliki tangan untuk menolong orang lain, namun
mereka tidak melakukannya. Banyak orang yang membutakan dirinya terhadap penderitaan
orang lain. Ini merupakan salah satu penyebab, mengapa dunia ini tidak kunjung menjadi Tanah
Murni.Avalokitesvara juga melambangkan cintakasih. Mahabhiksuni Cheng-yen, pendiri
yayasan Tzu Chi, suatu yayasan sosial yang berusaha meringankan penderitaan para makhluk,
juga terinsipirasi oleh Bodhisattva Avalokitesvara.
Mahasthamaprapta, berarti “Kekuatan Besar.”Kekuatan ini adalah kekuatan untuk
membebaskan para makhluk dari penderitaan.Cinta kasih tanpa kekuatan adalah kelemahan.Kita
harus memiliki keseimbangan antarakasih dan kekuatan.Banyak orang yang sesungguhnya
memiliki cinta kasih dan berhasrat untuk menolong makhluk lainnya, namun gagal dikarenakan
tiadanya kekuatan. Namun sebaliknya banyak para tiran di muka bumi ini yang memiliki
kekuatan, namun tidak memiliki cinta kasih. Demikianlah, dari sini kita seyogianya menyadari
bahwa kekuatan dan cinta kasih adalah sesuatu yang saling melengkapi, dengan bersikapkan
kedua hal itu kita akan mulai merubah dunia ini menjadi Tanah Murni
Agar tekad yang telah timbul tadi semakin kuat, perlu ada usaha untuk memelihara dan
menjaganya. Hal tersebut dapat diumpamakan dengan api yang dijaga agar jangan padam.
Bagaimana caranya?Caranya dengan melakukan perenungan atas kebaikan-kebaikan yang di
masa mendatang yang masih perlu kita wujudkan. Marilah kita baca kutipan dari Amitayur
Dhyana Sutra: “Kini Aku – Hyang Tathagata – mengajar Vaidehi dan juga semua makhluk agar
selanjutnya mereka dapat bermeditasi pada alam Sukhavati di penjuru Barat.”
Pada Amitayur Dhyana Sutra, Sang Buddha mengajarkan Ratu Vaidehi mengenai
meditasi terhadap Alam Sukhavati serta merenungkan satu persatu aspek kebajikan yang
terkandung di dalamnya. Meditasi dan perenungan itu harus dilakukan dengan pikiran teguh dan
tak tergoyahkan. Pada bagian selanjutnya dari Sutra dapat kita baca: “Engkau harus duduk
dengan badan tegak, melihat ke arah Barat, dan mempersiapkan pikiranmu untuk mencapai
meditasi (padanya) dengan teguh supaya memiliki persepsi tak-tergoyahkan melalui penerangan
tunggal (pikiranmu)” Sang Buddha masih di dalam Sutra yang sama menyebutkan bahwa Tanah
Buddha Sukhavati tanahnya terbuat dari batu permata hijau muda yang sangat indah, tembus-
pandang dan bersinar baik di dalam maupun luarnya. Di sana juga terdapat pohon-pohon yang
terbuat dari permata. Hal ini melambangkan bahwa di dalam Tanah Buddha Sukhavati semua
tempat dan momen adalah berharga, di mana hal ini merupakan kebalikan dari keadaan dunia
kita.
Di dalam dunia kita ini setiap jengkal tanah adalah penderitaan. Setiap kita melangkah,
usia kita bertambah tua dan makin dekat dengan kematian. Sang Buddha mengajarkan agar kita
memiliki persepsi yang kuat atas betapa mulianya kondisi Tanah Buddha Sukhavati
tersebut.Praktek spiritual dari Aliran Sukhavati adalah dengan mengulangi Nama Buddha
Amitabha, baik dengan cara duduk dan berjalan, serta pada tiap-tiap tarikan nafas. Hal ini dapat
diartikan bahwa pada setiap saat, langkah, dan hembusan nafas, dunia ini adalah Sukhavatinan
murni. Kita dapat mewujudkan dunia ini menjadi Sukhavati pada tiap saat, langkah, dan
hembusan nafas.

Mengenal Sekilas 13 Patriarch Aliran Sukhavati


Patriarch ke 1 :Hui-Yuan (334-416, AD)
Master Hui-yuan hidup pada abad ke 4 di masa dinasti Jin Timur di gunung Lu, Jiang-
xi.Sejak kecil dia suka belajar, tidak hanya menguasai ajaran Konfucius bahkan ajaran Taoisme
juga dipahaminya dengan jelas. Pada usia 21 tahun dia ditabhiskan oleh Master Dao An dan
bertekad untuk menyebarkan ajaran Buddha. Dia mendirikan Vihara Dong-lin di gunung Lu, di
mana tempat berkumpulnya 123 orang dan membentuk asosiasi lotus untuk pertama kalinya.
Mereka melafal nama Buddha bersama dan bertekad lahir di Alam Sukhavati. Selama 30 tahun
menetap di Gunung Lu, beliau menulis tentang metode melafal nama Buddha, kemudian dia
dikenal sebagai pendiri aliran Sukhavati di China.
Patriarch ke 2 : Shan-Dao (AD 613-681)
Master Shan-Dao tinggal di Vihara Guang Ming, Chang-an, ibukota China pada abad ke
7 masa Dinasti Tang.Hidup dengan sederhana, menaati sila dengan disiplin. Pada usia yang
masih muda telah menjadi Bhiksu, tinggal di Chang-an selama lebih dari 30 tahun, tekun melafal
Amituofo, menyebarkan ajaran Sukhavati. Dia menulis penjelasan pada tiga sutra aliran
Sukhavati.Dia menyalin kembali Amitabha Sutra sebanyak lebih dari 100.000 gulungan dan
menghasilkan lebih dari 300 buah lukisan tentang Sukhavati. Karena sewaktu melafal nama
Buddha, dari mulut Master Shan-Dao keluar cahaya terang, maka itu beliau disebut “Bhiksu
Cahaya Terang”. Aliran Sukhavati Jepang menghormatinya sebagai Sesepuh Terkemuka.
Patriarch ke 3 : Cheng-Yuan (712-802, AD)
Master Cheng-Yuan hidup pada masa Dinasti Tang pada abad ke 8 di vihara Gunung
Heng di Hunan, China. Setelah menjadi bhiksu, dia berkelana menimba ilmu, bertemu Master
Hui Ri yang mengajarinya Samadhi Pelafalan Nama Buddha berdasarkan Maha Sukhavati
Vyuha Sutra, bertekad lahir di Alam Sukhavati. Selama tinggal di Gunung Heng, dia
memantapkan diri di dalam ajaran Sukhavati, hidup sederhana dan melatih diri dengan disiplin.
Membangun Vihara Amitabha, melatih pratyutpanna-samādhi pelafalan nama Buddha,
mengajaripuluhan ribu insan, akhirnya Kaisar Tang Dai-zong memberinya gelar Vihara
Pratyutpanna.

Patriarch ke 4 : Fa-Zhao
Master Fa-Zhao hidup pada masa Dinasti Tang pada abad ke 9.Beliau juga bergelar
“Master Lima Lantunan”. Menjadi bhiksu pada usia muda, mengkagumi ajaran Master Hui Yuan
dari Vihara Dong-lin, segenap hati melafal nama Buddha. Dalam samadhinya, memperoleh
bimbingan langsung dari Patriarch Kedua. Dia tekun melatih diri di Vihara Yun-feng di
Hunan.Suatu hari dia melihat di dalam mangkok patranya ada pemandangan Gunung Wu Tai,
lalu dia berkunjung ke sana. Kemudian dia bertemu dengan Bodhisattva Manjusri, yang
membabarkan ajaran Sukhavati padanya.
Pada tahun ke 4 masa pemerintahan Kaisar Da Li, Master Fa-Zhao mulai membangun
“Vihara Lima Lantunan Lafalan Nama Buddha”.Seluruh lapisan masyarakat memberikan
sambutan yang hangat. Akhirnya berdirilah Vihara Zhu-lin di Gunung Wu Tai untuk
menyebarkan ajaran Sukhavati.
Kaisar Tang Dai-zong jadi terkesan pada “Lima Lantunan Lafalan Nama Buddha”, lalu
mengundang Master Fa-Zhao ke istana dan mengangkatnya menjadi Guru Kerajaan untuk
mengajari “Lima Lantunan Lafalan Nama Buddha”, karena itu beliau juga digelar “Master Lima
Lantunan”.
Patriarch ke 5 : Shao Kang ( 770-805, AD)
Master Shao Kang hidup pada abad ke 9 masa Dinasti Tang di Zhe-jiang, China. Menjadi
bhiksu pada usia muda, mempelajari sutra ajaran Sukhavati, dan berkonsentrasi pada metode
melafal nama Buddha. Pernah demi menyebarkan ajaran, dia membagikan uang kepada anak-
anak agar mau melafal nama Buddha, agar seluruh lapisan masyarakat mau melafal nama
Buddha. Ketika Master Shao Kang melafal nama Buddha, dari mulutnya terpancar cahaya dan
dalam cahaya terdapat rupang Buddha Amitabha. Akhirnya dia mendirikan vihara aliran
Sukhavati di Gunung Hei-long di Lu-zhou.sebagai tempat umat berkumpul untuk melafal nama
Buddha dan menyebarkanluaskan ajaran Sukhavati.
Patriarch ke 6 : Yan-Shou (904-975, AD)
Master Yan-Shou hidup pada abad ke 10 masa Dinasti Song di Vihara Yong-ming di
Hang-zhou, China. Sebelum menjadi bhiksu, dia adalah seorang jenderal, suka melakukan
kebajikan dan berdana, tidak membunuh dan melepaskan makhluk hidup. Ketika baru
ditabhiskan beliau diangkat menjadi sesepuh ketiga sekte Dharma-Eye dari aliran Chan. Namun
akhirnya beliau beralih ke Aliran Sukhavati dan tekun melafal nama Buddha, Setiap hari dia
menetapkan 108 jenis pelajaran yang harus dilaksanakannya, sehari harus melafal puluhan ribu
nama Buddha, menggabungkan metode melatih diri aliran Sukhavati dan aliran Chan, dengan
ajaran Sukhavati sebagai inti dan ajaran Chan sebagai kedisiplinan.
Patriarch ke 7 : Sheng-Chang (959-1020, AD)
Master Xing Chang hidup pada masa Dinasti Song pada abad ke 11, merupakan
penduduk provinsi Zhe-jiang, China.Semasa menjadi umat awam namanya Zao Wei. Ketika
usianya masih kecil, dia telah menjadi bhiksu, tekun melatih diri, disiplin dalam menjalankan
sila, menguasai Sraddhotpada Sastra, juga melatih metode Samatha Vipasyana seperti yang
diajarkan aliran Tian Tai. Selama menetap di Vihara Zhāo-qìng, Hang-zhou, beliau mengukir
rupang Buddha, meneteskan darahnya sendiri untuk menyalin Avatasamka Sutra dan
sebagainya.Dia berhasil menciptakan suasana keagamaan di kalangan masyarakat, setiap insan
berminat melatih diri mencari pencerahan, mengadakan kebaktian bersama, sehingga ajaran
Sukhavati berkembang pesat pada masa itu.
Patriarch ke 8 : Lian-Chi (1532-1612, AD)
Master Lian Chi hidup pada masa Dinasti Ming di abad ke 17 di Vihara Yún qī di Hang-
zhou, China. Di usia 17 tahun dia telah mendapatkan gelar sarjana, terkenal baik pendidikan
maupun budi pekertinya. Setelah menjadi bhiksu, beliau memusatkan diri dalam mempelajari
ajaran Buddha. Untuk memadukan ajaran Sukhavati dan ajaran Chan, beliau menulis buku
penjelasan tentang Sutra Amitabha dengan prinsip aliran Chan. Beliau juga menerapkan upacara
kebaktian untuk meringankan penderitaan para makhluk di alam samsara. Master Lian Chi
menempati urutan pertama dari 4 bhiksu agung pada masa Dinasti Ming.
Patriarch ke 9 : Zhi-Xu (1598-1655, AD)
Master Zhi-Xu hidup pada masa Dinasti Qing pada abad ke 17 di provinsi Jiang-su,
China.Nama lainnya adalah Master Ou-Yi. Pada usia belia, dia merupakan penganut konfucius
yang anti ajaran Buddha. Tetapi ketika menginjak usia 17 tahun dia menjadi tercerahkan saat
membaca karya tulis Master Lian-Chi. Dia bertekad memperbaiki sikapnya, menjadi bhiksu dan
menyebarkan ajaran Buddha, menyerukan perpaduan ajaran Konfucius, Buddha dan
Taoisme.Beliau juga menyatukan tiga sekte ke dalam aliran Sukhavati, di mana pada saat itu
perpaduan ini menimbulkan doktrin baru yang dinamakan doktrin Ling-feng.Hasil karya tulis
Master Ou Yi menjadi referensi penting dalam Aliran Sukhavati.
Patriarch ke 10 : Xing-Ce (1627-1682, AD)
Master Xing-Ce, nama lainnya adalah Jie Liu, hidup pada masa Dinasti Qing pada abad
ke 17 di provinsi Jiang-su, China. Pada usia 23 tahun menjadi bhiksu, tekun melatih samadhi
aliran Chan selama 5 tahun, sehingga menyadari akan intisari dari semua Dharma. Kemudian dia
menyebarkan ajaran Sukhavatidi provinsi Jiang-su dan Zhe-jiang, sehingga ajaran Sukhavati
berkembang dengan pesat. Membangun kembali asosiasi lotus, mengumpulkan umat untuk
melafal nama Buddha selama 7 hari, yang di kemudian hari menjadi tradisi yang populer disebut
“Fo Qi”. Master Xing-Ce menghasilkan banyak karya tulis untuk aliran Sukhavati.
Patriarch ke 11 : Shi-Xian (1686 – 1734, AD)
Master Shi Xian, nama lainnya adalah Xing An, hidup pada masa Dinasti Qing abad ke
17 di Hang-zhou, China. Pada usia 15 tahun menjadi bhiksu, tekun melatih diri, berpengetahuan
luas, dia menguasai ajaran berbagai sekte misalnya Chan, Tian-Tai, Śūnyāta, Yogacara, dan
sebagainya. Telah 5 kali dia menyalakan api di jarinya sebagai persembahan kepada pagoda
relik Buddha di Vihara Raja Asoka dan mengikrarkan 48 tekad agung, sehingga reliktersebut
memancarkan cahaya. Di masa tuanya, beliau menetap di Vihara Fan-tian, mengumpulkan umat
untuk melafal nama Buddha, melatih diri dengan ajaran Sukhavati, salah satu karya tulisnya yang
populer adalah “kisah tentang insan-insan yang terlahir di Alam Sukhavati”.
Patriarch ke 12 – Ji-Xing (1741-1810, AD)
Master Ji-Xing juga bernama Chè-wù, hidup pada abad ke 18 pada masa Dinasti Qing,
pada masa berkuasanya Kaisar Qian Long.Master Chè-wù menguasai ajaran aliran Chan dan
Tian Tai, namun akhirnya dia beralih memusatkan perhatian pada ajaran Sukhavati.
Membimbing umat untuk mengadakan kebaktian melafal nama Buddha, menyebarkan ajaran
Sukhavati secara meluas. Di masa tua nya, beliau menetap di Gunung Hóng luó, umat silih
berganti datang berkunjung meminta bimbingannya, akhirnya dibangunlah Vihara aliran
Sukhavati.
Patriarch ke 13 : Yin-Guang (1861-1941, AD)
Master Yin Guang hidup pada masa akhir Dinasti Qing abad ke 18 di Su-zhou, provinsi
Jiang-su, China. Master Yin Guang juga mendapat sebutan sebagai bhiksu yang selalu merasa
malu pada diri sendiri.Ketika usianya masih kecil Master Yin Guang belajar ajaran Konfucius
bersama kakaknya. Menjadi bhiksu pada usia 21 tahun. Beliau mempelajari ajaran berbagai sekte
namun menitikberatkan pada ajaran Sukhavati. Beliau membangun kembali vihara Ling yan shan
di Jiang-su, mengajarkan umat tentang hukum karma, membangkitkan tekad lahir ke Alam
Sukhavati
.
Penutup

Kesimpulan
Dari sekitar akhir dynasti utara dan selatan (317-589), Buddhism Sukhavati (Pure-Land),
dengan perkembangannya mengenai latihan nien-fo, memohon dengan khusuk dengan menyebut
nama Buddha Amitabha agar supaya terlahir di Sukhavati juga secara luas diterima. Tan-Luan
(476-542), Tao-Cho (562-645), Shan-Toa (613-811), tiga guru terdahulu dari sekte Sukhavati
yang mendapatkan kepopuleran melatih nien-fo, semua mengerti sepiritual, tanpa rintangan dari
ketidakbenaran dengan interprestasi halus dari setiap kata yang terkandung di dalamnya.
Dari banyak sekte Buddhist suatu waktu populer di China, hanya sekte Ch’an (Zen;
Dhyana) dan Chin-Tu (Sukhavati) masih tumbuh berkembang sampai dengan hari ini, dan
survival mereka dapat dihubungkan dengan kepraktisan dan kesucian dari pendekatan mereka
terhadap sutranya.
Agar tekad yang telah timbul tadi semakin kuat, perlu ada usaha untuk memelihara dan
menjaganya. Hal tersebut dapat diumpamakan dengan api yang dijaga agar jangan padam.
Bagaimana caranya?Caranya dengan melakukan perenungan atas kebaikan-kebaikan yang di
masa mendatang yang masih perlu kita wujudkan. Marilah kita baca kutipan dari Amitayur
Dhyana Sutra: “Kini Aku – Hyang Tathagata – mengajar Vaidehi dan juga semua makhluk agar
selanjutnya mereka dapat bermeditasi pada alam Sukhavati di penjuru Barat.”
Kita tidak perlu mengharapkan Tanah Murni setelah kematian kita.Justru kitalah yang
perlu mewujudkannya di muka bumi ini dengan kedua belah tangan kita.Di dalam melafalkan
Amitabha kita seyogianya mengembangkan kesadaran yang kuat, bahwa dalam tiap momen,
hembusan nafas, dan langkah, kita bertekad untuk menjadikan dunia ini Tanah Murni.
Seorang praktisi Tanah Murni sejati adalah ia yang berperan aktif dalam merubah dunia
ini, atau setidaknya berusaha meringankan penderitaan sesamanya. Berdana merupakan salah
satu di antaranya.Saya lebih setuju berdana dilakukan sendiri-sendiri dan tidak secara kelompok
untuk menghindarkan sikap pamer.Sudahkan Anda berdana hari ini?
Sebagai penutup marilah kita harapkan agar semua makhluk berbahagia.

Saran
Banyak orang mengatakan bahwa dunia yang kita tinggali ini baik-baik saja, banyak pula
dari mereka yang mengatakan bahwa dunia ini indah.Namun apakah benar demikian?Tentu saja
untuk menjawabnya kita perlu melihat pada fakta. Ambillah surat kabar edisi terbaru. Apakah
yang kita baca di dalamnya? Pasti kita akan mendapatkan berita mengenai perang yang sedang
berkecamuk, kejahatan yang merajalela, dan lain sebagainya. Meskipun peristiwanya beraneka
ragam, tetapi intisarinya hanya satu: selalu ada saja seseorang atau sekelompok orang yang
menimbulkanpenderitaan bagi orang lainnya. Perang di Irak, Palestina, Aceh, dan lain
sebagainya adalah contoh paling aktual atas aksi saling membunuh yang berkecamuk di muka
bumi ini. Tidak ada pembunuhan yang tidak menimbulkan penderitaan.
Apabila kita telah berikrar untuk merubah dunia ini dan telah pula mengetahui rencana
untuk melakukannya, maka barangkali timbul pula pertanyaan dalam diri kita: Dari manakah
akan memulai? Jawabnya sederhana saja kita memulai dari yang dekat dengan diri kita
Setelah menyadari betapa buruknya kondisi dunia ini serta bertekad untuk
meninggalkannya, maka kita diajak untuk berperan aktif merubah dunia ini.selanjutnya adalah
mengetahui langkah-langkah untuk mewujudkannya. Begitu pula halnya dengan Ajaran Dharma
Tanah Murni.Pertama-tama kita harus menyadari bahwa diri kitalah yang harus berperan aktif
mewujudkan dunia ini menjadi Tanah Murni.Diri kita sanggup untuk mewujudkan dunia ini
menjadi Tanah Murni. Inilah yang harus kita camkan
Di Indonesia sekte Sukhavati tidak ada lembaganya.Yang sekarang ini tergabung dalam
KASI hanyalah aliran- aliran utama seperti Mahayana, Theravada dan Buddhayana (sebuah
aliran yang ingin dibakukan oleh masyarakat Buddhis Indonesia). Sedangkan sekte-sekte dan
sub-sub sekte seperti Sukhavati dan lain-lain yang dibina oleh beberapa Bhiksu Mahayana di
Indonesia berada di bawah naungan Sangha Mahayana Indonesia serta Sangha Agung Indonesia.
Dan meskipun demikian kita sebagai siswa Buddha apapun alirannya kita harus tetap semangat
dan kerja keras melestarikan Dharma Ajaran Sang Buddha dengan baik dan sungguh-
sungguh,dan saling rukun hidup berdampingan dengan yang lain.
Daftar Pustaka
Camel, eri. 2011. “Renungan dan tafsir alisan sukhavati” https://notes/avalokiteshvara-
bodhisattva-mahasattva-guan-shi-yinpusa/renungan-tafsir-ajaran-sukhavati/. Diakses 24
mei 2018. 9 : 21 pm.
Drs. T Suwarto. 1995. Buddha Dharma Mahayana. Jakarta: Majelis Agama Buddha Mahayana.
Eresen Erik. “Sekte Sukhavati - Jingtuzong, Satu Dari Tiga Belas Aliran Buddha Di Tiongkok
Dan Jepan”. http://web.budaya-tionghoa.net/index.php/item/559-sekte-sukhavati-
jingtuzong--satu-dari-tiga-belas-aliran-buddha-di-tiongkok-dan-jepang. Diakses 10 maret
2018. 10:34 pm.
Forum Budaya dan Sejarah Tionghoa.2011. http://web.budaya-tionghoa.net/index.php/item/559-
sekte-sukhavati-jingtuzong--satu-dari-tiga-belas-aliran-buddha-di-tiongkok-dan-jepang.
Diakses 24 mei 2018. 9 : 58 pm.
Hengki.“Karakteristik Utama dari Aliran Sukhavati”. https://dhammacitta.org/forum/index.php?
topic=11521.0. Diakses 10 maret 2018. 10:58 pm.
Kalyana. 2013. “Tradisi Tanah Suci”. https://www.kaskus.co.id/show_post/14/buku-2-
pendahuluan-tradisi-tanah-suci-bagian-1. Diakses 10 maret 2018. 11:04 pm
Pintar Bikers. “Pengertian Sukhavati”. 10 maret 2018. http://arti-definisi-
pengertian.info/pengertian-sukhavat. Diakses 10 maret 2018. 11:52 pm.
https://www.sariputta.com/buku-dhamma/indonesia/mahayana. Diakses 25 mei 2018. 9:10 am.
http://www.shenlun.org/more/menu_download/tantrayana_satya_buddhagama. Diakses 25 mei
2018. 10:18 am.
http://vincentspirit.com/2013/08/mengenal-sekilas-13-patriarch-aliran_21.html. Diakses 25 mei
2018. 10:47 pm.

Anda mungkin juga menyukai