NIM: 230200442
BAB 4
2. Filsafat Nilai
2.1 Etika
Etika adalah aturan, norma, kaidah, ataupun tata cara yang biasa digunakan
sebagai pedoman atau asas suatu individu dalam melakukan perbuatan dan tingkah
laku.
Etika dalam ajaran buddha didasarkan pada seperangkat prinsip-prinsip dan
aturan perilaku yang tercermin dalam ajaran-ajaran agama Buddha. Ajaran- ajaran itu
adalah:
• Pancasila
Pancasila adalah ajaran dasar baik moral Buddhisme, yang ditaati oleh para
pengikut Siddhartha Gautama. Kata Pancasila ini berasal dari bahasa Sanskerta
pañcaśīla dan bahasa Pali pañcasīla yang berarti berarti Lima Kemoralan atau Lima
Nilai Moral. Sang Buddha pun pernah bersabda,
b. SAMADHI (Konsentrasi):
(4) Samma Vayama (Usaha Benar)
Usaha Benar adalah bahwa kita harus berupaya keras untuk meninggalkan seluruh
pikiran yang salah dan dapat merugikan, perkataan, dan perbuatan. Kita sebaliknya
harus berupaya keras untk meningkatkan apa yang baik dan berguna untuk diri
mereka sendiri dan orang lain dalam pemikiran mereka, perkataan dan perbuatan,
tanpa mengikut-sertakan pemikiran akan kesulitan atau kekhawatiran.
(5) Samma Sati (Perhatian Benar)
Perhatian Benar adalah bahwa kita harus senantiasa menjaga pikiran-pikiran mereka
terhadap fenomena yang memengaruhi tubuh dan pikiran. Mereka harus waspada dan
berhati-hati supaya tidak bertindak laku atau berkata-kata karena kelalaian atau
kecerobohan.
(6) Samma Samadhi (Konsentrasi Benar)
Konsentrasi Benar berarti pemusatan pikiran pada objek yang tepat sehingga batin
mencapai keadaan yang lebih tinggi dan lebih dalam. Cara ini disebut dengan
Samatha Bhavana.
c. PANNA (Kebijaksanaan):
(7) Samma Ditthi (Pandangan Benar)
Pandangan Benar adalah pengetahuan benar yang disertai dengan pemembusan
terhadap: Empat Kesunyataan Mulia, Hukum Tilakkhana(Tiga Corak Umum),
Hukum Paticca- Samuppada, dan Hukum kamma.
(8) Samma Sankappa (Pikiran Benar)
Pikiran benar adalah pikiran yang bebas dari keserakahan, nafsu- nafsu indera, selalu
berpikir untuk membahagiakan mahluk lain, serta selalu mengembangkan cinta kasih
terhadap makhluk lain.
2.2 Estetika
Estetika adalah adalah cabang filsafat yang menelaah dan membahas tentang
seni dan keindahan tentang manusia terhadapnya. Estetika menurut banyak orang
disebut sebagai karya seni, sehingga dalam penyampaiannya mengandung banyak arti
karena menurut bagaimana cara penyampaian sebuah keindahan karya tersebut
dipandang.
Estetika atau keindahan dalam Buddhisme dapat dibagi menjadi dua macam
yaitu: jasmani atau eksternal dan moral (spiritual) atau internal. Menurut Buddhisme
keindahan eksternal merupakan keindahan yang mudah untuk dilihat. Misalnya
kecantikan seorang wanita, bahwa kecantikan tersebut akan terlihat dari wajahnya
yang cantik, fisiknya yang indah dan keindahan lain yang berasal dari jasmaninya.
Keindahan yang berasal dari dalam atau spiritual inilah yang sulit untuk dapat
langsung dilihat, karena seseorang yang dari luar atau fisiknya cantik tetapi orang
tidak mengetahui seluruh keindahan yang dimilikinya. Keindahan internal seseorang
akan terlihat dari moral yang dimilikinya, misalnya kehidupan dari para bhikkhu.
Dalam Buddhisme, penanaman sikap yang benar untuk estetika sangat
penting. Buddhisme menerima dua tingkat nilai keindahan dalam arti nilai asli dan
popular. Nilai asli adalah nilai keindahan yang dinilai dari orang yang membuatnya
sendiri atau telah merasakannya (paramatha sacca) seperti pencapaian Nibbana.
Menurut Buddhisme, Dhamma dikatakan sebagai keindahan, karena Dhamma
indah pada awalnya, indah pada tengahnya dan indah pada akhirnya. Dhamma itu
indah artinya Dhamma itu akan membawa kemajuan batin. Seseorang yang telah
memahami tentang Dhamma akan dapat merasakan keindahan dari Dhamma itu
sendiri. Nilai populer adalah nilai keindahan yang dinilai dari orang banyak, bersifat
relatif, semua orang yang melihatnya (sammuti sacca).
Keindahan sammuti sacca merupakan keindahan duniawi, seperti keinginan
atau nafsu. Emosional juga termasuk dalam tingkat keindahan sammuti sacca dari
muncul emosional dapat memunculkan seni misal, saat marah daripada dilampiaskan
kepada orang lain maka dapat ditukar didalam lukisan, nyanyian atau syair-syair juga
termasuk dalam sammuti sacca misal, syair-syair yang terdapat di Their Ghata adalah
nyanyian berbentuk dhamma, kesenian dari lukisan dicandi-candi juga termasuk.
3. Filsafat Matematika
Dalam bidang matematika dalam agama Buddha terdapat konsep mengenai
ketakterhinggaan, angka nol dan persamaan pangkat.
Tentang persamaan pangkat, dalam Avatamasaica sutra bab 30, yang berjudul
“Tak dapat dihitung Buddha” bersabda“Sepuluh pangkat sepuluh dikalikan sepuluh
pangkat sepuluh sama dengan sepuluh pangkat duapuluh;…”
A. Iman (keyakinan)/saddha
Keyakinan pada agama Buddha awal terfokus pada Tiga Permata, yaitu: Sang
Buddha; ajarannya (dharma); dan komunitas pengikut yang berkembang secara
spiritual atau komunitas yang mencari pencerahan (saṅgha ) .
B. Ilmu
C. Amal
Dalam Sutta-pitaka Sang Buddha berbicara tentang enam jenis orang yang
membutuhkan kemurahan hati - para petapa atau pertapa, orang-orang dalam ordo
religius, orang miskin, pengelana, tunawisma dan pengemis.
Sutra awal lainnya berbicara tentang merawat orang sakit dan orang yang
membutuhkan karena bencana. Sepanjang ajarannya, Sang Buddha jelas bahwa
seseorang tidak boleh berpaling dari penderitaan tetapi melakukan apa pun yang bisa
dilakukan untuk membebaskannya.
7. Manggala Sutta
Manggala Sutta merupakan sebuah sutta dalam Kanon Pali yang berisi tentang
ajaran sang Buddha mengenai "berkah utama" (merujuk pada kata maṅgala yang
dapat diartikan pula sebagai "pertanda baik" atau "nasib baik"). Pada sutta ini, Sang
Buddha menguraikan bahwa berkah utama adalah pencapaian menjadi pribadi yang
sehat dan berguna, pribadi yang menjalankan hidup yang suci, pribadi yang menjauhi
perbuatan buruk, dsb.
Sutta ini diajarkan oleh sang Buddha ketika beliau berada di Kuil Jetavana untuk
menjawab pertanyaan seorang dewa mengenai hal apa yang sebenarnya menjadi
berkah utama (maṅgalāni) di dunia ini. Sutta ini menjelaskan tentang 38 berkah
utama yang ada dalam kehidupan dunia ini. Sutta ini pun biasanya selalu dibaca
ketika pembacaan paritta dan diyakini bahwa menuliskan sutta ini pada sebuah buku
merupakan suatu bentuk kebajikan.
Isi dari Manggala Sutta:
Evamme suttaṁ. Ekaṁ samayaṁ bhagavā, Sāvatthiyaṁ viharati, Jetavane
anāthapiṇḍikassa ārāme.
Demikianlah telah kudengar: Pada suatu ketika sang Bhagava menetap di dekat kota
Savatthi, di wilayah Jetavana, di wihara Anathapindika.
Di saat itu, datanglah dewa, ketika hari menjelang pagi, dengan cahaya yang
cemerlang menerangi seluruh wilayah Jetavana, mengunjungi sang Bhagava.
Dan menghormati beliau, lalu berdiri di satu sisi. Sambil berdiri di satu sisi, dewa itu
berkata kepada sang Bhagava dalam syair ini:
Banyak dewa dan manusia berselisih paham tentang berkah, yang diharapkan
membawa keselamatan, maka mohon terangkanlah, apa berkah utama itu?
Tak bergaul dengan orang-orang yang tak bijaksana, bergaul dengan mereka yang
bijaksana, dan menghormati yang patut dihormati, Itulah Berkah Utama
Berpengetahuan luas, berketerampilan, terlatih baik dalam tata susila, dan bertutur
kata dengan baik, Itulah Berkah Utama Membantu ayah dan ibu, Menyokong anak
dan isteri, dan bekerja dengan sungguh-sungguh, Itulah Berkah Utama
Berdana, dan hidup sesuai dengan Dhamma, menolong sanak saudara dan kerabat,
dan tidak melakukan pekerjaan tercela, Itulah Berkah Utama
Menjauhi, menghindari perbuatan buruk, menahan diri dari minuman keras, dan tak
lengah melaksanakan Dhamma, Itulah Berkah Utama
Selalu memiliki rasa hormat, dan rendah hati, merasa puas dan bersyukur dengan
yang dimiliki, dan mendengarkan Dhamma pada waktu yang sesuai, Itulah Berkah
Utama
Sabar, rendah hati bila dinasihati, mengunjungi para petapa, dan membahas Dhamma
pada waktu yang tepat, Itulah Berkah Utama
Meski digoda oleh hal-hal duniawi, namun batin tak tergoyahkan, tiada sedih, tanpa
noda, dan penuh damai, Itulah Berkah Utama
Karena dengan melaksanakan hal-hal seperti itu, para dewa dan manusia tak akan
terkalahkan di mana pun, serta mencapai kebahagiaan di mana pun berada, Inilah
Berkah Utama bagi para dewa dan manusia.
8. Sekhiya Sila
Sekhiya Sila merujuk pada serangkaian aturan atau petunjuk etika dalam
tradisi agama Buddha yang ditemukan dalam Vinaya Pitaka, bagian kanon Pali yang
berisi aturan-aturan disiplin untuk para biksu dan biksuni. Aturan-aturan Sekhiya Sila
dikenal sebagai "Sekhiya" yang berarti "yang harus dipraktekkan" atau "yang harus
diamalkan."
Sekhiya Sila terdiri dari 75 aturan etika yang mengatur perilaku para bhikkhu
(biksu) dalam kehidupan sehari-hari. Yang terdiri dari:
1. Saya akan mengenakan jubah-dalam secara rapi; ini adalah latihan untuk
dilaksanakan.
2. Saya akan mengenakan jubah-luar secara rapi; ini adalah latihan untuk
dilaksanakan.
3. Saya akan pergi ke tempat umum dengan badan tertutup rapi; ini adalah
latihan untuk dilaksanakan.
4. Saya akan duduk di tempat umum dengan badan tertutup rapi; ini adalah
latihan untuk dilaksanakan.
5. Saya akan pergi ke tempat umum dengan penuh pengendalian diri; ini adalah
latihan untuk dilaksanakan.
6. Saya akan duduk di tempat umum dengan penuh pengendalian diri; ini adalah
latihan untuk dilaksanakan.
7. Saya akan pergi ke tempat umum dengan mata memandang ke bawah; ini
adalah latihan untuk dilaksanakan.
8. Saya akan duduk di tempat umum dengan mata memandang ke bawah; ini
adalah latihan untuk dilaksanakan.
9. Saya tidak akan pergi ke tempat umum dengan jubah tersingsing ke atas
dalam cara yang tidak sopan; ini adalah latihan untuk dilaksanakan.
10. Saya tidak akan duduk di tempat umum dengan jubah tersingsing ke atas
dalam cara yang tidak sopan; ini adalah latihan untuk dilaksanakan.
11. Saya tidak pergi ke tempat umum dengan tertawa keras-keras; ini adalah
latihan untuk dilaksanakan.
12. Saya tidak duduk di tempat umum dengan tertawa keras-keras; ini adalah
latihan untuk dilaksanakan.
13. Saya akan pergi ke tempat umum dengan tenang; ini adalah latihan untuk
dilaksanakan.
14. Saya akan duduk di tempat umum dengan tenang; ini adalah latihan untuk
dilaksanakan.
15. Saya tidak akan pergi ke tempat umum dengan menggoyang-goyangkan
badan jasmani; ini adalah latihan untuk dilaksanakan.
16. Saya tidak akan duduk di tempat umum dengan menggoyang-goyangkan
badan jasmani; ini adalah latihan untuk dilaksanakan.
17. Saya tidak akan pergi ke tempat umum dengan menggoyang-goyangkan
lengan; ini adalah latihan untuk dilaksanakan.
18. Saya tidak akan duduk di tempat umum dengan menggoyang-goyangkan
lengan; ini adalah latihan untuk dilaksanakan.
19. Saya tidak pergi ke tempat umum dengan menggoyang-goyangkan kepala; ini
adalah latihan untuk dilaksanakan.
20. Saya tidak akan duduk di tempat umum dengan menggoyang-goyangkan
kepala; ini adalah latihan untuk dilaksanakan.
21. Saya tidak pergi ke tempat umum dengan tangan bertolak pinggang; ini
adalah latihan untuk dilaksanakan.
22. Saya tidak akan duduk di tempat umum dengan tangan bertolak pinggang; ini
adalah latihan untuk dilaksanakan.
23. Saya tidak pergi ke tempat umum dengan kepala tertutup; ini adalah latihan
untuk dilaksanakan.
24. Saya tidak duduk di tempat umum dengan kepala tertutup; ini adalah latihan
untuk dilaksanakan.
25. Saya tidak pergi ke tempat umum dengan berjalan di atas jari-jari kaki atau
tumit; ini adalah latihan untuk dilaksanakan.
26. Saya tidak akan duduk di tempat umum dengan memeluk lutut; ini adalah
latihan untuk dilaksanakan.
27. Saya akan menerima dana makanan dengan hati-hati; ini adalah latihan untuk
dilaksanakan.
28. Saya akan menerima dana makanan dengan perhatian pada mangkuk; ini
adalah latihan untuk dilaksanakan.
29. Saya akan menerima dana makanan dengan lauk pauk dalam perbandingan
(yaitu, satu bagian lauk pauk berbanding dengan empat bagian nasi); ini
adalah latihan untuk dilaksanakan.
30. Saya akan menerima dana makanan sesuai dengan ukuran mangkuk (tidak
meluap keluar); ini adalah latihan untuk dilaksanakan.
31. Saya akan makan dana makanan dengan hati-hati; ini adalah latihan untuk
dilaksanakan.
32. Saya akan makan dana makanan dengan perhatian pada mangkuk; ini adalah
latihan untuk dilaksanakan.
33. Saya akan makan dana makanan tanpa membuat kekecualian; ini adalah
latihan untuk dilaksanakan.
34. Saya akan makan dana makanan dan lauk pauk dalam perbandingan; ini
adalah latihan untuk dilaksanakan.
35. Saya tidak akan makan makanan dengan mengambilnya dari atas ke bawah;
ini adalah latihan untuk dilaksanakan.
36. Saya tidak akan menutupi lauk pauk dan sayur lainnya dengan nasi, karena
ingin mendapat lebih banyak; ini adalah latihan untuk dilaksanakan.
37. Saya tidak akan meminta lauk pauk atau nasi untuk keuntungan diri sendiri
dan memakannya kecuali bila sakit; ini adalah latihan untuk dilaksanakan.
38. Saya tidak akan melihat dengan iri hati pada mangkuk orang lain; ini adalah
latihan untuk dilaksanakan.
39. Saya tidak akan membuat suatu suapan besar istimewa; ini adalah latihan
untuk dilaksanakan.
40. Saya akan membuat suatu suapan bulat; ini adalah latihan untuk dilaksanakan.
41. Saya tidak akan membuka mulut sampai suapan dibawa ke mulut; ini adalah
latihan untuk dilaksanakan.
42. Saya tidak akan memasukkan seluruh tangan ke dalam mulut sewaktu makan;
ini adalah latihan untuk dilaksanakan.
43. Saya tidak berbicara dengan mulut penuh; ini adalah latihan untuk
dilaksanakan.
44. Saya tidak makan dengan berulang-ulang menyuapkan potongan makanan
yang sama (kecuali beberapa buah-buahan dan lain-lain; ini adalah latihan
untuk dilaksanakan.
45. Saya tidak akan makan dengan menceraikan suatu suapan menjadi pecah-
pecahan (kecuali beberapa buah-buahan dan lain-lain); ini adalah latihan
untuk dilaksanakan.
46. Saya tidak akan makan dengan menggembungkan pipi ke luar (seperti seekor
kera); ini adalah latihan untuk dilaksanakan.
47. Saya tidak akan makan dengan menggoncang-goncangkan tangan; ini adalah
latihan untuk dilaksanakan.
48. Saya tidak akan makan dengan mencecerkan nasi; ini adalah latihan untuk
dilaksanakan.
49. Saya tidak akan makan dengan mengeluarkan lidah; ini adalah latihan untuk
dilaksanakan.
50. Saya tidak akan makan dengan membuat suara “capu-capu”; ini adalah latihan
untuk dilaksanakan.
51. Saya tidak akan makan dengan membuat suara “suru-suru”; ini adalah latihan
untuk dilaksanakan.
52. Saya tidak akan makan dengan menjilati tangan; ini adalah latihan untuk
dilaksanakan.
53. Saya tidak akan makan dengan menggaruk mangkuk (dengan jari-jari tangan
yang menunjukkan secara diam-diam bahwa itu hampir kosong); ini adalah
latihan untuk dilaksanakan.
54. Saya tidak akan makan dengan menjilati bibir (dengan lidah); ini adalah
latihan untuk dilaksanakan.
55. Saya tidak menerima sebuah tempat air minum dengan tangan yang kotor oleh
makanan; ini adalah latihan untuk dilaksanakan.
56. Saya tidak akan membuang air pencuci mangkuk yang ada butiran-butiran
nasi di dalamnya di tempat umum; ini adalah latihan untuk dilaksanakan.
III. Tentang cara mengajarkan Dhamma (Dhammadesanapatisamyutta)
57. Saya tidak akan mengajarkan Dhamma kepada orang yang tidak sakit dengan
sebuah payung di tangannya; ini adalah latihan untuk dilaksanakan.
58. Saya tidak akan mengajarkan Dhamma kepada orang yang tidak sakit dengan
sebatang tongkat di tangannya; ini adalah latihan untuk dilaksanakan.
59. Saya tidak akan mengajarkan Dhamma kepada orang yang tidak sakit dengan
sebuah pisau di tangannya; ini adalah latihan untuk dilaksanakan.
60. Saya tidak akan mengajarkan Dhamma kepada yang orang yang tidak sakit
dengan sebuah senjata di tangannya; ini adalah latihan untuk dilaksanakan.
61. Saya tidak akan mengajarkan Dhamma kepada orang yang tidak sakit yang
mengenakan sepatu; ini adalah latihan untuk dilaksanakan.
62. Saya tidak akan mengajarkan Dhamma kepada orang yang tidak sakit yang
mengenakan sandal; ini adalah latihan untuk dilaksanakan.
63. Saya tidak akan mengajarkan Dhamma kepada orang yang tidak sakit yang
berada dalam sebuah kendaraan; ini adalah latihan untuk dilaksanakan.
64. Saya tidak akan mengajarkan Dhamma kepada orang yang tidak sakit yang
berada di atas sebuah dipan; ini adalah latihan untuk dilaksanakan.
65. Saya tidak akan mengajarkan Dhamma kepada orang yang tidak sakit yang
duduk pada sebuah kursi malas; ini adalah latihan untuk dilaksanakan.
66. Saya tidak akan mengajarkan Dhamma kepada orang yang tidak sakit yang
mengenakan penutup kepala; ini adalah latihan untuk dilaksanakan.
67. Saya tidak akan mengajarkan Dhamma kepada orang yang tidak sakit yang
kepalanya terbungkus; ini adalah latihan untuk dilaksanakan.
68. Saya tidak akan, sewaktu duduk di tanah, mengajar Dhamma pada seorang
yang tidak sakit yang duduk pada sebuah tempat duduk; ini adalah latihan
untuk dilaksanakan.
69. Saya tidak akan, sewaktu duduk pada sebuah tempat duduk yang rendah,
mengajar Dhamma pada seorang yang tidak sakit yang duduk pada sebuah
tempat duduk yang tinggi; ini adalah latihan untuk dilaksanakan.
70. Saya tidak akan, sewaktu berdiri, mengajar Dhamma pada seorang yang tidak
sakit yang duduk, ini adalah latihan untuk dilaksanakan.
71. Saya tidak akan, sewaktu berjalan di belakang, mengajar Dhamma pada
seorang yang tidak sakit yang berjalan di depan; ini adalah latihan untuk
dilaksanakan.
72. Saya tidak akan, sewaktu berjalan di tepi sebuah jalan, mengajar Dhamma
pada seorang yang tidak sakit yang berjalan pada jalan; ini adalah latihan
untuk dilaksanakan.
73. Saya tidak akan, apabila tidak sakit, membuang air besar atau air kecil dengan
berdiri; ini adalah latihan untuk dilaksanakan.
74. Saya tidak akan, apabila tidak sakit, membuang air besar atau air kecil atau
meludah pada tumbuh-tumbuhan hidup; ini adalah latihan untuk dilaksanakan.
75. Saya tidak akan, sewaktu tidak sakit, membuang air besar atau air kecil atau
meludah ke dalam air; ini adalah latihan untuk dilaksanakan.