Anda di halaman 1dari 10

Śruti: Jurnal Agama Hindu || Volume 1, No 1.

2020

Samkhya Darsana dalam Wrspati Tattwa


Oleh
Putu Sri Marselinawati1 & I Gede Agus Suparta2
STAH N Mpu Kuturan Singaraja
Marselinatulasi92@gmail.com

Abstrakt

Sistem Filsafat Samkhya yang didirikan oleh Rsi Kapila adalah sistem filosofis tertua di
dunia. Filsuf Barat sangat terkesan dengan sistem filosofis ini. Sistem filosofis ini melihat
alam semesta sebagai kekuasaan, kekuatan Purusha (jiwa) dan Prakerti (materi). Samkhya
mempengaruhi hampir semua sastra Hindu, baik Śruti maupun Smrti. Reg Veda, Upani-
sad, Bhagavad Gita berisi sistem filosofis Samkhya. Purana dan Itihasa juga mengandung
filosofi Samkhya. Baik teks nusantara, lontar Bhuana Kosa, Wrespati Tatwa, Brahmanda
Purana, Sapta Bhuana, Tattwajnana, dan lainnya mengandung ajaran filosofis Sānkhya.

Teks Wrspati Tattwa adalah teks yang menceritakan pertanyaan Bhagavan Wrspatti kepa-
da Bhatara Isvara. Filosofi Samkhya telah banyak mempengaruhi teks ini. Unsur dualitas
di Samkhya disebut Cetana (kesadaran) dan Acetana (tidak sadarkan diri). Terlepas dari
itu, 25 elemen penciptaan alam semesta juga disebutkan dalam ciptaan yang berasal
dari prakerti atau acetana yang menghasilkan unsur halus atau Panca Tanmatra, dan un-
sur kotor Panca Maha Bhuta. Unsur halus dan kotor dipengaruhi oleh Tri Guna sehingga
setiap kreasi dapat bergerak sesuai dengan sifat Guna yang mempengaruhinya. Tujuan
dari filosofi Samkhya adalah untuk mencapai pembebasan, bebas dari tiga penderitaan,
(Adhyatmika) penderitaan yang disebabkan oleh tubuh, (Adhybautika) nyeri yang dise-
babkan oleh faktor eksternal, dan (Adhidaivika) nyeri yang disebabkan oleh roh halus.
Cara untuk terbebas dari penderitaan atau rasa sakit adalah dengan mempelajari tulisan
suci dan mempraktikkan enam jenis yoga (sadangga yoga).

Kata Kunci: Samkhya Darsana, Wrspati Tattwa

PENDAHULUAN

Sura dan Sukayasa (2009:1) menyebutkan Ajaran Samkhya dan Yoga berpengaruh
besar pada ajaran agama HIndu di Indonesia. Kitab Tattwa Jnana, Wrspati Tattwa ada-
lah ajaran Samkhya-Yoga dalam Saivapaksa. Ajaran Samkhya haruslah merupakan ajaran
yang sudah tua benar usianya. Buktinya baik kitab Sruti maupun Smrti maupun Purana-
menunjukkan pengaruh ajaran Samkhya. Menurut keteramgan orang-orang pandai Kata
Samkhya artinya angka. Sistem angka ini dipakai untuk menyusun urutan kebenaran ter-
tinggi ajaran ini.

Pokok ajaran Samkhya adalah tentang Purusha dan Prakerti yaitu azas rohani dan azas
badani. Dari kedua azas ini terciptah alam semesta beserta isinya. Teori Samkhya ten-
tang sebab asal benda ini menimbulkan ajaran Prakrti sebagai asal mula sebab dunia
ini. Semua objek dunia ini, baik badan, pikiran, perasaan adalah terbatas dan merupa-
kan sesuatu yang tergantung pada gantungan yang lain yang dihasilkan oleh beberapa
elemen. Sebab itu haruslah lebih halus dari akibat dan ia harus ingin tumbuh menjadi
objek impian. Maswinara (1999: 156) menyebutkan Samkhya menyangkal bahwa suatu

58
Śruti: Jurnal Agama Hindu
benda dapat dihasilkan dari ketiadaan. Prakerti dan Purusha adalah Anādi (tanpa awal)
dan Ananta (tanpa akhir). Persamaan realita bahwa Purusha dan Prakerti sama-sama ada
maka melahirkan keberadan alam semesta dan isinya. Pengertian yang mengantarkan
pemahaman manusia pada perbedaan antara Purusha dan Prakerti mengantarkan pem-
belajar Samkhya pada pembebasan.

Dua azas pokok dalam Samkhya ini dan konsep-konsep etika Samkhya terdapat dalam
Wrspati Tattwa. Dalam Wrspati Tattwa juga disebutkan bahwa Azas penciptaan di dunia
ini secara mendasar terdiri dari Cetana dan Acetana. Putra (1988: 9) Cetana dan Acetana
adalah kenyetaan yang tertinggi meliputi dua hal: sadar dan tidak sadar. Djapa, (iii:2013)
Wrhaspati tattwa adalah salah satu teks filsafat paham Siwa di Indonesia. Teks ini berasal
dari masa kejayaan Hindu (abad ke 9-ke 15). Wrhaspati tattwa terdiri atas 74 sloka meng-
gunakan bahasa Sansekerta dan Jawa kuna. Bahasa Sansekertanya disusun dalam bentuk
sloka dan bahasa Jawa kunanya disusun dalam bentuk gancaran.Wrhaspatitattwa berisi
dialog antara seorang guru spiritual yaitu Sanghyang Iswara berstana di puncak Gunung
Kailasa. Sedangkan Bhagawan Wrhaspati adalah orang suci yang merupakan guru dunia
(guru loka) yang berkedudukan di surga (Hartaka, 2019).

METODE

Artikel ini termasuk dalam penelitian kualitatif, data penelitian bersifat langsung kare-
na peneliti senantiasa melakukan proses pengamatan dalam menggali dan menangkap
makna yang terkandung dalam data dan penelitian, (Iqbal, 2002:82). Sumber data primer
dalam artikel ilmiah ini adalah teks Wrspati tattwa yang sudah di alih bahasakan oleh
Drs. I.G.A.G. Putra dan Buku Sistem Filsafat Hindu yang ditulis oleh I Wayan Maswina-
ra. Metode pengumpulan data yang digunakan dalam artikel ini adalah metode studi
kepustakaan, studi kepustakaan ini dipergunakan untuk mencatat hal-hal atau pokok-
pokok bahasan dalam buku yang sesuai dengan topik penelitian. Dengan mendapatkan
buku-buku ataupun sumber lainya diharapkan dapat memberikan perbandingan atau
berperan besar sebagai bahan analisis. Metode ini mengutamakan kecukupan referansi
berupa buku-buku yang dipergunakan sebagai pendukung untuk menjawab permasala-
han penelitian.

PEMBAHASAN

Mengingat besar hubungan dan pengaruh filsafat Samkhya pada lontar Wrspati Tattwa
maka ada tiga hal yang dapat dikaji yakni, Purusha dan Prakerti, Tri Guna, dan Ajaran Kele-
pasan dalam Wrspati Tattwa.

2.1 Purusha dan Prakerti

Purusa merupakan subyek dari pengetahuan dan 24 unsur lainnya merupakan prin-
sip-prinsip alam yang merupakan obyek pengetahuan. Purusa adalah roh, ia bukan mer-
upakan hasil atau produk. Ia adalah subyek atau saksi yang bersifat : asanga artinya tak
terikat, merupakan kesadaran yang meresapi segala sesuatu dan abadi, tanpa awal (ana-
di) dan tanpa akhir (ananta) serta nyata (Sat). Purusa tunggal, statis dan tidak berubah.
Oleh karena Purusa adalah kesadaran maka Purusa adalah yang mengetahui dan Prakrti
adalah yang tidak sadar, yang diketahui. Purusa tidak semata-mata sebuah substansi
yang sifat sadar, tapi merupakan suatu kesadaran murni yang menerangi dirinya sendiri,
tidak berubah, tidak disebabkan, meliputi segalanya, realitas yang kekal.

59
Śruti: Jurnal Agama Hindu || Volume 1, No 1. 2020
Apapun yang diciptakan, berubah, mati, hancur adalah prakrti dengan segenap evolusin-
ya tapi bukan sang diri. Adalah sangat bodoh kalau kita menganggap bahwa sang diri
adalah badan, indra-indra, pikiran atau intelek dimana karena kebodohan ini purusa bi-
ngung dan menganggap dirinya adalah obyek dari dunia ini. Dengan demikian ia akan
terikat dalam arus perubahan dan merasakan dirinya sebagai yang menderita dan me-
nikmati. Samkhya membuat lima argumentasi untuk membuktikan adanya purusa se-
bagai berikut:

(1) Kumpulan dari segala sesuatu yang ada di dunia ini ada tujuannya yaitu demi se-
suatu yang lain diluar dirinya.
(2) Semua obyek yang dikenal memiliki unsur tiga Guna (sattvam, Rajas, Tamas).
(3) Obyek-obyek yang ada di dunia ini termasuk pikiran, panca indra dan intelek ada-
lah sesuatu yang tidak sadar.
(4) Prakrti yang merupakan sesuatu yang dinamis yang dapat menghasilkan sesuatu
berupa produk-produk tetapi produk-produk itu tidak memiliki kecerdasan
(5) Hidup ini mempunyai tujuan, tujuan itu adalah Pembebasan (Moksa) dari pender-
itaan.

Hakekat Purusa adalah tidak berubah, tidak bergerak, tidak berpindah.S. Radhakrishnan
dalam (menyimpulkan bahwa Purusa yang dimaksud oleh Samkhya adalah : Seperti haln-
ya konsep Atman dalam Upanisad yang mengatakan bahwa Purusa itu adalahtanpa per-
mulaan tanpa akhir, tanpa kwalitas, halus sekali, omnipresent, abadi, mengatasi indra-in-
dra, mengatur pikiran, melebihi kecerdasan, di luar ruang dan waktu serta kausalitas. Ia
tidak diciptakan, tidak menciptakan abadi dan sempurna.

Prakrti dari kata Pra yang artinya sebelum dan Kri yang artinya membuat. Prakrti artinya
sebelum membuat, sebelum penciptaan. Ia merupakan prinsip awal dari segala sesuatu.
Prinsip mula-mula yang berkembang dan menghasilkan sesuatu yang lain. Ia juga tanpa
awal (anadi) dan tanpa akhir (ananta) dan nyata (Sat) (Gunawijaya, 2020). Prakrti adalah
azas jasmani dari alam semesta yang sangat luas, kompleks dan terdiri dari unsur-unsur
yang selalu berubah. Ia adalah basis dasar dari alam semesta yang empiris ini. Purusha
dan Prakerti dalam Samkhya disebut Cetana dan Acetana dalam teks Wrspati Tattwa. Se-
prti yang disebutkan dalam sloka 6 dalam lontar Wrspati Tattwa sebagai berikut:

Ndah lwir nikang tattwa kawruhananta, cetana lawan acetana, cetana ngaranya jñanas-
wabhawa wruh tan keneng lupa, nityomideng sadakala, tan kawaranan, ya sinangguh
cetana ngaranya, acetana ngaranya ikang tanpa jñana, kadyangga ning watu, ya sinang-
guh acetana ngaranya.

Atemu pwekang cetana lawan acetana, ya ta mangdady-aken sarwatattwa cetana


lawan acetana, ya ta mangdady-aken sarwatattwa, lwirnya, pradhānatttwa trigu-
natattwa, buddhi tattwaahangkaratattwa, bahyendriya tattwa, karmendriya tatt-
wa, pancamahabhutatattwa, nahan yang sarwatattwangaranya, ya ta kawruhanan-
ta temen-temen, nihan laksananya pajarangkweri kita, telu pratyeka ning cetana,
lwirnya, Paramasiwatattwa, Sadasiwatattwa, Śiwatattwa, nahan yang cetana telu
ngaranya mapalenan. Paramasiwatattwa ngaranya.

Terjemahan:

Kenyataan yang tertinggi meliputi dua hal:sadar (cetana) dan tidak sadar (acetana).
Kedua unsur ini ada pada semua tattwa dan untuk mendapatkannya diperlukan us-

60
Śruti: Jurnal Agama Hindu
aha yang sungguh-sungguh. Dua hal itulah yang harus engkau ketahui yaitu ceta-
na dan acetana. Cetana berarti pengetahuan (jananswabhawa), tidak terpengaruh
oleh ketidaksadaran, dan bersifat abadi (nitya), artinya tetap kokoh, tidak dapat
disembunyikan. Itulah yang disebut cetana. Acetana artinya tanpa pengetahuan,
ibarat batu. Itulah yang dinamakan Acetana.

Apabila Cetana dan Acetana bertemu maka akan lahirlah seluruh tattwa, yaitu atattwa
asal (pradhanatattwa), trigunatattwa, buddhitattwa, ahangkaratattwa, tattwa indra luar
(Bahyendriya), karmendriyatattwa, pancamahabhutatattwa. Semua itu dinamakan sar-
watattwa. Ada tiga bentuk Cetan: Paramasiwatattwa, Sadasiwatattwa, dan Siwatattwa.

Purusha dalam filsafat Samkhya menjelaskan ada 25 unsur yang membentuk alam se-
mesta, disebutkan pula dalam wrspati tattwa seperti trigunatattwa, buddhitattwa, ah-
angkaratattwa, tattwa indra luar (Bahyendriya), karmendriyatattwa, pancamahabhu-
tatattwa. Proses penciptaan dalam samkhya juga termuat dalam wrspati tattwa bahwa
penciptaan terjadi dari 25 unsur yang bersumber dari unsur halus menjadi unsur kasar,
yang dapat diamati oleh panca indria.

2.2 Tri Guna

Sura dan sukayasa (2009:3) menyebutkan Prakrti dibangun oleh Tri Guna, yaitu Sattwa,
Rajas dan Tamas. Guna artinya unsur, atau komponen penyusun. Triguna itu tidak dapat
diamati dengan indria. Adanya itu disimpulkan atas objek dunia ini yang merupakan aki-
bat dari padanya. Karena adanya kesamaan azas antara akibat dan sebab, maka dapat
diketahui sifat-sifat guna itu dari alam yang merupakan hasil dari padanya. Semua objek
dunia ini memiliki tiga sifat , yaitu sifat-sifat yang menimbulkan rasa senang, susah, dan
netral. Sattwa adalah suatu Prakrti ynag merupakan alam kesenangan yang ringan, yang
terang bercahaya (Suadnyana, 2020). Wujudnya berupa kesadaran sifat ringan yang me-
nimbulkan gerak ke atas, angina dan air di udara dan semua bentuk kesenangan seperti
kepuasaan, kegirangan, dan sebagainya.

Rajas adalah unsur gerak pada benda-benda ini. Ia selalu bergerak dan menyebabkan
benda benda ini bergerak. Ialah menyebabkan. Ialah menyebabkan api berkobar, angi-
na berhembus, pikiran berkeliaran kesana kemari. Ialah yang menggerakkkan Sattwadan
Tamas untuk melaksanakan tugasnya.

Tamasa dalah unsur yang menyebabkan sesuatu menjadi pasif dan bersifat negative. Ia
bersifat keras, menentang aktivitas, menahan gerak pikiran sehinggamenimbulkan kege-
lapan. Kebodohan, sehingga mengantar orang pada kebingungan. Karena mennetang
aktivitas menyebabkan orang menjadi malas, acuh , dan sering tertidur. Ketiga guna ini
selalu bersama dan tidka pernah berpisah satu sama lainnya. Tidak dapat hanya salah
satu dari padanya membangun benda-benda ini. Kerjasama ketiga guna itu laksana min-
yak, sumbu, dan api yang bersama-sama menyebabkan adanya nyala lampu, walaupun
masing-masing elemen ini berbeda dan memiliki sifat yang bertentangan. Ketiga gunaini
berubah terus menerus.

Sura dan Suka Yasa (2009:5) ada dua perubahan bentuk triguna, pada waktu pralaya, mas-
ing-masing guna berubah pada dirinya sendiri, tanpa menganggu yang lain. Perubahan
seperti ini disebut “swarupaparinama”. Pada waktu demikian tidak mungkin ada ciptaan,
karena tidak ada kerjasama antara guna-guna itu. Namun bila guna yang satu menguasai
yang lain, maka terjadilah suatu penciptaan. Perubahan ini disebut “wirupaparinama”.

61
Śruti: Jurnal Agama Hindu || Volume 1, No 1. 2020
Maswinara (1999: 156) Prakerti hanya bergantung pada aktifitas dari unsur pokok Gu-
na-nya sendiri (sifat metafisika). Prakerti merupakan ketiadaan kecerdasan, seperti seutas
tali yang terdiri dari 3 pintalan yang terbentuk dari 3 Guna. Sattwa merupakan keseim-
bangan, sehingga apabila Sattva lebih berpengaruh, terjadilah kedamaian atau ketenan-
gan . Rajas merupakan aktifitas, yang dinyatakan sebagai Raga-Dvesa, yaitu suka atau
tidak suka, cinta atau benci, menarik atau memuakkan. Tamas merupakan belenggu den-
gan kecendrunagn untuk kelesuan, kemalasan, dan kegiatan yang dungu atau bodoh,
yang menyebabkan khayalan atau Aviveka (tanpa pembedaan). Ketiga Guna tersebut
terdapat pada setiap manusia, yang imbangan di antara ketiganya berbeda-beda pada
masing-masing pribadi, serta menentukan tempramen dan karakter dari pribadi-pribadi
tersebut (Darmawan, 2020).

Unsur Tri Guna dalam filsafat Samkhyajuga diuraikan secara jelas dalam teks Wrspati Tat-
twa seperti yang terdapat dalam sloka 15-24:

Ikang citta mahangan mawa, yeka sattwa ngaranya, ikang maderes molah, yeka
rajah ngaranya ikang abwat peteng, yeka tamah ngaranya.

Terjemahan:

Sattwa bersifat terang dan bersinar. Rajah berubah-ubah. Tamah berat dna kabur.
Ketiga sifat itulah yang mewarnai pikiran. Pikiran yang terang dan jernih disebut
sattwa. Pikiran yang selalu berubah-ubah disebut rajah, dan pikiran yang berat dan
keruh disebut tamah.

Dalam sloka-sloka berikutnya dijelasakan sifat dankarakteristik dari setiap guna tersebut.
Dalam teks Waraspati TattwaKejujuran, kebebasan, kelembutan, kekuatan, keagungan,
ketangkasan, kehalusan, dan keindahan adalah sifat-sifat pikiran sattwika. Pikiran jujur
dan teguh dapat membedakan antara benda dan batas-batasnya, memiliki pengetahuan
tentang Iswara-tattwa, pandai menunjukkan kelembutan dalam bicara, memiliki bentuk
badan yang indah, merupakan sifat pikiran sattwika. Pikiran Sattwika menyebabkan at-
man mencapai moksa, karena ia suci. Ialah yang menyebabkan terlaksananya ajaran ag-
ama dan ajaran para guru (Gunawijaya, 2020).

Putra (1988:18) kekejaman, keangkuhan, kekerasan, kegarangan, keserakahan, ketidak


mantapan, kebengisan, dan kecerobohan adalah sifat-sifat rajasa. Hati bersifat bengis,
perilaku penuh amarah dan menakutkan, angkuh, dan suka kekerasan. Ia garang dan ser-
akah, tangan, lidah dan kaki tidak tenang. Tidak ada yang dicintai. Ia ceroboh dan kurang
hati-hati. Itulah sifat-sifat pikiran rajas.

Kemalasan, sifat pengecut, kelesuan, pembunuh, tdak rapi, kesedihan, kebisuan, sifat
merugikan, keterlibatan merupakan sifat-sifat pikiran tamasa. Dikatan bahwa rajah sama
dengan sattwa. Karena itulah kita melaksanakan dharma. Mengapa Sattwa bersatu den-
gan rajah? Karena sattwamlah yang mampu mencapai surga. Hanya apabila sattwa sama
kuat dengan rajah maka kita akan melaksanakan dharma. Karena kehadiran kedua sifat
itulah dharma terlaksana. Dengan demikian kita akan mencapai surge karena unsur sat-
twa membuat kita ingin berbuat baik dan sifat rajah yang melaksanakan keinginan itu.

Disebutkan dalam Wrspati Tattwa bahwa pikiran menyebabkan surga dan neraka, pada
sloka 16:

62
Śruti: Jurnal Agama Hindu
Ikang citta hetu nikang atman pamukti swarga, citta hetu ning atma tibeng naraka,
citta hetu nimittanya, citta hetu ning atma tibeng naraka, citta hetu nimittanya n
pangdadi tiryak, citta hetunya n pangjnama manusa, citta hetunya n pamanggihak-
en kamoksan mwang kelepasan, nimittanaya nihan.

Terjemahan:

Ketenangan, surga dan neraka, eksistensi hewan dan wujud manusia, semua ini di-
hasilkan oleh kekuatan pikiran, yaitu pikiran yang penuh dosa. Pikiran (citta) yang
menyebaban atman menikmati moksa. Pikiran pula yang menyebabkan atman ma-
suk neraka. Pikiran yang menyebabkan lahir sebagai binatang. Pikiran yang menye-
babakan lahir sebagai manusia. Pikiran yang menyebabkan mencapai moksa dan
pembebasan. Tri Guna merupakan salah satu unsur penciptaan, guna merupakan
objek-objek, sedangkan Purusha merupakan subyek saksi. Prakrti sangat bergan-
tung pada aktivitas guna dari unsur-unsur Tri Guna. Prakrti merupakan ketiadaan
kecerdasan, seperti seutas tali yang terdiri dari 3 pintalan yang terbentuk dari 3
Guna.

3. Ajaran kelepasan Dalam Lontar Wrspatitattwa

Ajaran yang terdapat dalam Wrspati tattwa banyak memuat konsep filsafat Samkhya. Fil-
safat Sāṅkhya adalah studi analisis tentang segala keberadaan. Orang harus memaha-
mi segalanya dengan meneliti sifat dan ciri khasnya. Ini disebut menimba pengetahuan.
Bentuk dasar dari Teologi Pembebasan dalam Teks Wrhaspati tattwa adalah mengerti
darimana sumber jiva tercipta, siapa hakekatnya manusia, apa yang menyebabkan ma-
nusia terlahir, apa itu kelahiran dan bagaimana cara mencapai keterhubugan kembali
kepada Tuhan sebagai sumber ciptaan. Hidup di dunia ini adalah campuran antara sen-
ang dan susah. Banyak kesenangan dapat dinikmati, banyak pula kesusahan dan skait
yang diderita orang (Gunawijaya, 2020). Bila orang dapat menghindar dari kesusahan
dan sakit, maka ia tidak dapat menghindarkan diri dari usia tua dan kematian.

Sura dan Sukayasa (2009:113) dalam Sankhya disebutkan ada tiga macam penderitaan
yaitu

• Adhyatmika : sakit yang disebabkan oleh badan dan emosi diri.


• Adhibautika: sakit yang disebakan oleh faktor luar diri, pukulan, kecelakaan, virus.
• Adhidaivika: sakit karen atenaga gaib, seperti setan dan hantu.
Tiga sebab sakit yang merupakan penderitaan yang harus dihentikan menurut sam-
khya juga terdapat dalam Teks Wrspati Tattwai sloka 33:
“Nihan tang adhyatmikasiddhi nranya, ika sang wenang humilangaken ikang dukha
telu, ndya ta yang dukha telu ngaranya, adhyatmika dukha, adhidaiwika dukha,
adhibahutika dukha, adhyatmika dukha ngranya ikang lara sangkeng manah,
lwirnya, raga dewa, moha, urem bhara gigil;puru, karis, wata, pitta, slema, sula, lar-
ahatin, nahan tangadhyatmika dukha ngranya. Adhidaiwika dukha ngaranya ikang
inalaping gelap, edan ayan, kawesa graha, sapraka ning dukha sangkeng dewa,
yeka adhi daiwika dkha ngaranya, adhibautika dukha ngaranya pinerang, rinacun,
jinarem, keneng upas, kesyan, inabhicari, tineluh tinuju khala ula lalatang, sapraka
ning ora dukha sangkeng bhuta, bhatangaran ika mawak kabeh, yeka ngabdhibau-
tika dukha ngaranya. Ika ta sang wenang humilangaken ikang dukha samangka-
na kwehnya, sira ta sinangguh adhyatmikasidhhi ngaranya, kunang ikang wwang

63
Śruti: Jurnal Agama Hindu || Volume 1, No 1. 2020
sinangguh uttamasidhingaranya sang yogiswara, snag umangguhaken animadigu-
na, nahan tang weti ning buddhi kawruhananta”
Terjemahan
“Kemmapuan spritual(adhyatmika siddhi). Ia mampu memberantas tiga kesengsa-
ran. Tiga kesengsaran itu adalah adhyatmika dukha, adhidaiwika duka, dan adibau-
tika duha. Adhyatmika dukha artinya sakit yang berasal dari pikiran, seperti keterika-
tan, kebencian, tergila-gila, sakit keras, malaria, sakit syaraf, gangguan pencernaan.
Inilah adhyatmika dukha artinya orang yang disambar petir, kemasukan roh jahat,
dan dan segala penyakit yang disebabkan oleh dewa-dewa. Adhibautika sakit yang
disebabkan karena terkena tusuk dan kena racun, ”. Orang yang mampu member-
antas semua penyakit itu dinamakan Adhiatmika Sidhhi. Namun orang yang dise-
but Uttamasiddhi adalah seorang yogiswara. Ia telah mencapai anima dan sifat-si-
fat lain. Inilah yang dinamakan wrti (perasaan, keadaan, jalan)” buddhi yang patut
engkau ketahui”. Ajaran Samkhya memang terdapat dalam teks wrspati tattwa baik
dari konsep, etika, dan tujuan pembebaan samkhya terdapat dengan jelas pada
teks wrspati tattwa. Jadi bisa disimpulkan teks wrspati Tattwa mendapat pengaruh
banyak dari filsafat Samkhya.
Dalam ajaran Samkhya kelepasan itu adalah penghentian yang sempurna dari
semua penderitaan. Samkhya mengajarkan bahwa cara mencapai kelepasan
itu ialah melalui pengetahuan yang benar atas kenyatan dunia ini. Ketiadaan
pengetahuan itulah yang menyebabkan orang menderita. Dalam banyak hal
orang-orang yang tidak punya pengetahuan tentang hukum alam dan hukum
kehidupan terbenturpada maslaah yang membawanyapada kesedihan (dukha).
Berbeda halnya dengan orang –orang yang berpengetahuan akan menerima dan
menikmati kenyataan hidup ini. Namun karena pengetahuan orang akan men-
getahui bahwa kenyataan itu tidak sempurna, maka seseorang tidak lepas dari
penderitaan sepenuhnya (Untara, 2020). Kelepasan itu hanya akan dicapai bila
pengetahuan orang akan penerimaan kenyataan itu sudah sempurna.
Hal serupa juga disebutkan dalam wrspati Tattwa sloka 52, bahwa Moksa dapat
dicapai melalui tiga jalan: dengan mempelajari segala ilmu pengetahuan, dengan
melepaskan diri dari segala indriya, dan dengan menghilangkan pengaruh nafsu.
Putra (1988:68) menyebutkan ada enam cara yang disebut sadangga-yoga yang
dapat membantu jiwa untuk lepas dari penderitaan atau dukha yaitu Pratyhara
(penarikan diri), dhyana (meditasi), pranayama (pengendalian nafas), dharana
(menahan), tarka (renungan), Samadhi (kosentrasi), itulah enam jenis yoga yang
disampaikan oleh Bhatara Isvara kepada Bhagavan Wrshpati, agar sang jiwa bebas
dari penderitaan.
Adapun keenam yoga tersebut dijelaskan pada sloka 54-59 sebagai berikut:

A. Pratyaharayoga
Dalam pustaka suci Wrhaspati Tattwa sloka 54 di uraikan sebagai berikut:
Ikang indriya kabeh winatek sangkeng wisayanya, ikang citta budhi manah tan
wineh maparan-parana, kinemitaken ing citta malilang, yeka pratyaharayoga nga-
ranya.
(Wrhaspati Tattwa sloka 54)
Terjemahan :

64
Śruti: Jurnal Agama Hindu
Seluruh indriya ditarik dari obyeknya sedangkan citta, buddhi dan manah tidak
diberikan mengembara, dijaga oleh citta yang suci itulah yang disebut pratyahara
yoga.
Pratyahara ini berarti penarikan. Yang ditarik disini adalah menarik indra dari objek ke-
sukaanya. Masing-masing indra memiliki objek kesenangan sendiri-sendiri dari objek
kesukaanya.
B. Dhayanayoga

Dalam pustaka suci Wrhaspati Tattwa sloka 55 di uraikan sebagai berikut:

Ikang jnana tan pangrwa-rwa, tatan wikara, enak heneng-heneng nira, umideng sad tan
kawarana, yeka dhyanayoga ngaranya. (Wrhaspati Tattwa sloka 55)

Terjemahan :

Dhyana (meditasi) adalah yoga yang terus menerus memusatkan pikiran kepada suatu
bentuk yang tidak berpasangan, tidak berubah damai dan tidak bergerak. Pengeta-
huan yang indah tidak berpasangan tidak berubah indah dan tenang, tetap stabil, tanpa
selubung yang demikian itu Dhyanayoga

.C. Pranayama Yoga

Dalam pustaka suci Wrhaspati Tattwa sloka 56 di uraikan sebagai berikut:

kang sarwadwara kabeh yateka tutupane, mata, irung, tutuk, talin-


ga,ikang vayu huwus inesep nguni rumuhun, yateka winetwaken maha
waneng wunwunwn, kunang yapwan tan abhyasa ikang vayu mahawane ngka-
na, dai ya winetwaken mahawaneng irung ndan saka sadiki dening mawetwaken
vayu, yateka pranayamayoga ngaranya. (Wrhaspati Tattwa sloka 56)

Terjemahan:

Seluruh pintu yang ada dalam tubuh tutuplah itu, seperti mata, hidung, mulut, tel-
inga. nafas yang telah diisap terlebih dahulu itu kemudian dikeluarkan melalui
ubun-ubun. tetapi bila tidak terbiasa mengeluarkan nafas melalui jalanitu, dapat
dikeluarkan melalui hidung namun dengan cara perlahan-lahan nafas itu dikeluar-
kan. itulah yang disebut pranayama yoga.

Pranayama berarti pengaturan pernapasan yang lancar panjang dan dalam. Manfaat
dari Pranayama ini adalah untuk membantu menghilangkan pikiran yang tidak diingink-
an. (Marselinawati, 2019)

D. Dhranayoga

Dalam pustaka suci Wrhaspati Tattwa sloka 57 diuraikan sebagai berikut:

Hana ongkara sabda umunggwing hati,yateka dharanan, yapwan hilang ika nora
karengo ri kala ning yoga yateka sivatma ngaranya,sunyawak bhatara siva yan
mangkana yeka dharanayoga ngaranya. (Wrhaspati Tattwa sloka 57)

Terjemahan :

65
Śruti: Jurnal Agama Hindu || Volume 1, No 1. 2020
Ada Ongkara sabda yang terletak di hati ,kuasailah itu jika sudah hilang dan tidak
terdengar lagi tatkala melakukan yoga, itulah yang disebut siwatma. berwujud
sepi badan bhatara siwa bila demikian. itulah yang disebut dharana yoga.

Dharanayoga artinya menguasai indria dibawah pengawasan Manah (pikiran)

E. Tarkayoga
Dalam pustaka suci Wrhaspati Tattwa sloka 58 di uraikan sebagai berikut:
Kadi akasa rakwa sang hyang paramartha, ndan ta palenanira lawan akasa, tan han
sabda ri sira, ya ta kalingan ing paramartha, papada nira lawan awing-awang malil-
ang juga, yeka tarka yoga ngaranya. (Wrhaspati Tattwa sloka 58)
Terjemahannya:
Sang hyang paramartha bagaikan langit tetapi ada perbedaannya dengan langit
pada beliau tidak ada suara tulah sesungguhnya sang hyang paramartha persa-
maannya dengan langit ialah sama-sama bersih adanya itulah yang disebut tarka
yoga.
Artinya
Paramartha sangat halus. Tetapi juga ada bedanya dengan yang halus itu yaitu bahwa
Paramartha tanpa suara.
Itulah penjelasan Paramartha yang dapat dipersamakan dengan Akasa.
F. Samadhi
Dalam pustaka suci Wrhaspati Tattwa sloka 59 di uraikan sebagai berikut:
Ikang jnana tanpopeksa, tan panggalpane, tan hana kaharep nira, tan han sinad-
hyanira, alilang tan kawaranan juga, tatan pakahilang, tatan pawasta ikang ceta-
na, apan mari muhidep sira ikang sarira, luput saking catur kalpana.Catur kalpana
ngaranya, wruh lawan kinaweruhan, pangawruh lawan nahan yang caturkalpana
ngaranya, ika ta kabeh tan hana ri sang yogisvara yateka Samadhi ngaranya. Nahan
yang sadanga yoga ngaranya, pinaka jnana sang pandita matangyang kapangih
sang hyang visesa, ika kayogiswaran mangkana, yateka karaksan ring dasasila.
(Wrhaspati Tattwa sloka 59).
Terjemahan :
Pikiran yang tidak dapat tertarik oleh apapun tidak merendahkan tidak ada yang
dikehendakinya tidak ada yang diharapkannya tetap terang tidak ada rintangan
tidak ada yang lebih terang lagi cetana itu tidak berwujud karena tidak lagi mera-
sa punya badan, dan bebas dari catur kalpana yang disebut dengan catur kalpa-
na tahu dan diketahui pengetahuan dan nmengetahui. itulah yang disebut catur
kalpana. semua itu tidak ada pada sang yogiswara itulah yang disebut
Samadhi yoga. Demikianlah yang disebut sadangga yoga sebagai pengetahuan
luhur tentang yang mutlak bagi sang pendeta sehingga dijumpainya sang hyang
wisesa. Prihal kayogiswaran yang demikin harus dijaga dengan dasasila.

SIMPULAN

Samkhya mempengaruhi hampir semua literatur Hindu, baik kitab Śruti dan Sm-
rti. Reg Veda, Upanisad, Bhagavad Gita memuat system filsfat Samkhya. Purana dan Iti-
hasa juga memuat filsafat Samkhya. Baik naskah-naskah nusantara, lontar Bhuana Kosa,
Wrespati Tatwa, Brahmanda Purana, Sapta Bhuana, Tattwajnana, dan lain-lain memuat

66
Śruti: Jurnal Agama Hindu
ajaran filsafat Samkhya. Dua realitas yang menjadi sumber awal penciptaan dalam Sam-
khya yang disebut Purusha dan Prakerti, disebut cetana dan acetana, dari 2 elemen inilah
tercipta unsur-unsur lain yang menjadi sumber penciptaan dimulai dari unsur yang halus
sampai unsur yang kasar.

Tri Guna merupakan unsur yang berasal dari acetana, yang terdiri dari (Satwam) sifat ke-
baikan dan bijaksana, (Rajas) sifat nafsu dan serakah, dan (Tamas) sifat malas dan kebodo-
han. Tiga sifat alam ini senantiasa mempengaruhi mahkluk hidup dan mahkluk hidup
bergerak berdasarkan pengaruh tiga sifat alam tersebut. Tujuan Samkhya adalah untuk
mencapai pembebasan dari penderitaanyang membelenggu manusia, ada tiga pender-
itaan yakni Adhyatmika: penderitaan karena organ tubuh, adhibautika: penderitaan kar-
en afaktor diluar tubuh, dan adhibautika: penderitaan karen aroh halus. Cara bebas dari
penderitaan ini adalah dengan mempelajari pengetahuan melalui kitab suci, dan melak-
sanakan Sad Anggayoga.

DAFTAR PUSTAKA
Darmawan, I. P. A., & Krishna, I. B. W. (2020). Konsep Ketuhanan dalam Suara Gamelan
Menurut Lontar Aji Ghurnnita. Genta Hredaya, 3(1).
Gunawijaya, I. W. T. (2020). Konsep Teologi Hindu dalam Geguritan Gunatama (Tattwa,
Susila, dan Acara). Jñānasiddhânta: Jurnal Teologi Hindu, 2(1).
Gunawijaya, I. W. T., & Srilaksmi, N. K. T. (2020). Hambatan Pembelajaran Agama Hin-
du Terhadap Siswa Tuna Netra di Panti Mahatmia. Cetta: Jurnal Ilmu Pendi-
dikan, 3(3), 510-520.
Gunawijaya, I. W. T. (2019). Kelepasan dalam Pandangan Siwa Tattwa Purana. Jñānasid-
dhânta: Jurnal Teologi Hindu, 1(1).
Iqbal, Hasan. 2002. Pokok-pokok Materi Metodologi Penelitian dan Aplikasinya. Pustaka
Pelajar Indonesia.
Jelantik, Ida Ketut. 2008. Denpasar: Yayasan Widya Dharma.
Maswinara, I Wayan. 1999. Surabaya: Paramita
Marselinawati, P. S. (2020). Kosmologi Hindu Dalam Sankhya-Yoga. Genta Hredaya, 2(2).
Marselinawati, P. S. (2020). FILSAFAT KETUHANAN DALAM BHAGAVAD GITA. Genta Hre-
daya, 3(1).
Putra, I.G.A.G.Drs. 1988. Wrhspati-Tattwa. Jakarta: Yayasan Dharm aSarathi.
Suadnyana, I. B. P. E. (2020). Ajaran Agama Hindu Dalam Geguritan Kunjarakarna. Genta
Hredaya, 3(1).
Sura dan Suka Yasa. 2009. Samkya dan Yoga. Denpasar: Lembaga Penenlitian Universitas
Hindu Indonesia.
Untara, I. M. G. S., & Gunawijaya, I. W. T. (2020). Estetika dan Religi Penggunaan Rerajahan
pada Masyarakat Bali. Jñānasiddhânta: Jurnal Teologi Hindu, 2(1), 41-50.

67

Anda mungkin juga menyukai