Anda di halaman 1dari 18

RESUME MAKALAH

DARSANA ( SAD DARSANA )

DOSEN PENGAMPU

Drs. I Nyoman Mandiasa, M.Ag.

NAMA : Ni Putu Maha Anjali Maitrya

NIM : 2112111013

JURUSAN : Yoga Kesehatan ( Semester 1)

FAKULTAS : Brahma Widya

Universitas Hindu Negeri I Gusti Bagus Sugriwa

Tahun 2021/2022
PENDAHULUAN :

Darsana berasal dari Bahasa Sansekerta yaitu “drs” yang artinya melihat atau memandang.
Dasana merupakan pandangan tentang kebenaran. Kebenaran tentang apapun yang harus
dilakukan oleh seseorang baik moral maupun spiritual sepanjang tujuannya untuk mencapai
satu kebenaran atau kebahagiaan yang tertinggi dan abadi dalam situasi kehidupan tertentu.
Sad Darśana berarti Enam pandangan tentang kebenaran, yang mana merupakan dasar
dari Filsafat Hindu.

PEMBAHASAN :

Hubungan Veda dengan Darśana

Veda merupakan sabda Brahman, wahyu Tuhan yang menjadi sumber ajaran dan peganggan
hidup agama Hindu, sedangkan Darśana pandangan para maharsi tentang kebenaran dan
kemutlakan ajaran Veda dan alam semesta. Darśana Astika menjadikan Veda sebagai sumber
kajian. Yang mana tujuan dari Darśana adalah untuk memperkuat pemahaman terhadap ajaran
suci yang terkandung dalam Veda. Dengan mendalami Darśana, akan memberikan pencerahan
(kejernihan) dalam mendalami dan mengamalkan ajaran Veda.

Bagian Sad Darsana

SAMKHYA

Perkataan SAMKHYA terdiri dari 2 kata yaitu “sam” yang artinya bersama-sama atau dengan
dan “khya” yang artinya bilangan. Jadi Samkhya berarti susunan yang berukuran bilangan.
Kata SAMKHYA berarti Jumlah. SRI KAPILA MUNI Sebagai pendiri, dikenal juga sebagai
putra dari Brahma dan awatara dari Wisnu. Sistem filsafat ini memberikan prinsip dari alam
semesta yang berjumlah 25 prinsip (tattwas). Perkataan Samkhya : Juga berarti pengetahuan
yang sempurna, maksudnya adalah filsafat tentang sesuatu yang memberi pelajaran untuk
mengenal diri ini secara methafisik. Istilah Samkhya Juga dipergunakan dalam pengertian
Vicara, yang intinya tiada lain bermaksud sebagai perenungan Wicara.

Prinsip Tattwas menurut SAMKHYA Darsana : Purusa Prakerti Mahat


Ahamkara (Manas , Panca Bhudindrya , Panca Karmendrya , Panca Tanmatra { Panca
Mahabhuta})
Ajaran Samkhya realistis, dualitis dan pluralis. Realistis karena mengakui realitas dunia, yang
mengajarkan bahwa PURUSA sebagai asas Roh, jumlahnya banyak. Dualis karena prinsip
ajarannya ada 2 rialitas (Purusa & Prakerti), merupakan asas yang sifatnya tanpa awal (anadi)
dan tanpa akhir dan tidak terbatas (ananta).yang masing-masing bertentangan namun dapat
dipadukan

Ada 3 sistem pembuktian yang disebut dengan Tri Pramana yaitu:

➢ Pratyaksa Pramna (pengamatan)

➢ Anumana Pramana (penyimpulan)

➢ Apta Wakya (benar sesuai dengan Weda dan Guru yang mendapatkan wahyu)

Antara Purusa & Prakerti, menurut Samkhya merupakan penyebab dari kelahiran dan
kematian. Perbedaan dari keduanya akan memberikan pembebasan (mukti). Purusa yang
bersifat tidak terikat (asanga) juga merupakan kesadaran yang meresapi segalanya dan “bersifat
abadi”.Prakerti merupakan pelaku dan penikmat. Purusa bersifat abadi dan tidak berubah,
hanya menjadi saksi, namun kehadirannya seolah-olah terlibat dalam hukum re-Inkarnasi. Hal
ini disebabkan karena kemelekatannya dengan Prakerti.

Dalam etikanya Samkhya tidak membedakan seseorang atas golongannya untuk tahu dan
mempelajari Weda, karena Weda pada hakekatnya adalah untuk semua orang.

Perspektif kesempurnaan: Melepaskan sang diri ini dari Awidya (kegelapan), Astika
(kelakukan yang buruk), Raga nafsu serakah), Dwesa (kebencian) dan Abhinewesa (ketakutan)
menurut SAMKHYA merupakan jalan dan menuntun kita untuk memproleh Kesucian. Semua
ini disebabkan oleh karena Manas & Budhi karena telah dikiasai oleh Asakti. Implementasi
dalam ajarannya juga mengajarkan pada hakekatnya semua yang ada ini bukan milik seseorang
atau “punyaku”.

Semua yang ada dan punyaku biarlah pergi atas kehendaknya

“Punya-Ku”,dimaksudkan disini adalah badan kasar sebagai pembungkus dari Jiwa &
Roh/Ruh yaitu Panca Mahabhuta. Kepergian-Nya tidak perlu dirisaukan tatkala pada satu saat
dia pergi dan hancur, karena Jiwa itu akan tidak pernah sirna dan hancur.

Kesimpulan:
1. Panca Mahabhuta yang ada pada diri ini cara kerjanya sama dengan yang ada diluar,
karena dia berasal dari sumber yang sama.

2. Lepaskan-lah Purusa dari ikatan Prakerti untuk mencapai kelepasan.

3. Ke-Sadaran akan hakekat adanya campuran akan adanya senang – susah, siang-malam
termasuk kenyataan akan hidup-ke-matian.

Ada 3 macam jenis sakit yaitu:

1. Adhidaiwika ; sakit krn pengaruh atau disebabkan oleh tenaga gaib, setan dan hantu.

2. Adhibautika, sakit yang disebabkan oleh faktor luar tubuh, karena digigit olh beberapa
isi alam ini

3. Adhyatmika ; sakit yang disebabkan oleh karena sebab-sebab dari badan sendiri,
seperti karena kerja organ-organ tubuh yang tidak normal.

YOGA

Rsi Patanjali sebagai tokoh pendiri mengertikan Yoga sebagai “Cittawrttiniroda” yaitu
penghentian gerakan fikiran ( Maswinara, 199 ; 163). Dengan kitab pertamanya yang bernama
Yoga Sutra. Secara leterleks (arti kamus) kata Yoga berasal dari urat kata “Yuj”, yang artinya
“hubungan atau berhubungan” yaitu Pertemuan antara Roh individu (atma Purusa) dengan Roh
yang universal yang tidak berpribadi (mahapurusa/paramaatma).

Munculnya Yoga Sutra, diketahui juga bahwa jauh sebelumnya telah muncul unsur -unsur
ajarannya. Beberapa komentar yang mengomentari ajaran yang dimuat di dalamYoga Sutra
(Yoga Sutra Patanjali) ;

1. Yoga Basyaatau Wyasabhasya, yang ditulis oleh Wyasa.

2. Yoga Manipraba, yang ditulis oleh Bhojaraja

Pokok Pokok ajaran Yoga Sutra Patanjali

1. Samadi Padha, ttg sifat dan bentuk ajaranYoga. Juga diterangkan perubahan fikiran dan
cara pelaksanaan Yoga.

2. Sadhana Pada, yang inti dan pokoknya mengajarkan tentang cara mencapai Samadi,
tentang kedudukan, dan tentang Karma.
3. Wibuhti Pada, ttg ajaran bathiniah dan ttg kekuatan gaib yang bisa muncul sebagai
akibat dari melakukan praktek Yoga.

4. Kailvalya Pada, isinya melukiskan alam kelepasan, dan cara mengendalikan roh yang
mengatasi, menguasai alam dunia.

Hal ini terjadi karena menurut filsafat Yoga kelepasan dapat dicapai melalui pandangan
spiritual pada kebenaran roh sebagai suatu daya hidup yang kekal dan berbeda dengan badan
dan fikiran. Pemahaman Tentang Yoga : Refrensi Yoga ditemukan pertama kali dalam
penggalian Arkeologi oleh para Arkeolog di lembah sungai Indus. Disini ditemukan potret
manusia dalam bermeditasi spt. postur Yoga, temuan ini dalam perioda 3000-5000 SM.
Pengembangan Yoga berikutnya sampai yang ada pada saat ini sdh melalui evolusi dari 5000
tahun. Proses fokus bathin untuk meningkatkan kemampuan manusia adalah akar dari semua
Yoga. Secara garis besarnya Yoga secara spesifikasinya ada 4 (empat) jenis yaitu ;

1. Karma Yoga

2. Bhakti Yoga

3. Jnana yoga

4. Raja Yoga, yang didalamnya terkatagori ada Mantra Yoga, Japa Yoga, Hatta Yoga,
Kundalini Yoga dan Krya Yoga.

Seorang Yogi (praktisi Yoga) yang Rsi Patanjali, bahwa Yoga memiliki 8 bagian yang tidak
bisa terpisahka yaitu ; Yama,Nyama,Pranayama, Patyahara, Dharana, Dhyana, Samadhi.

Relevansi Ajaran Yoga :

Yoga sebagai Jalan untuk menyatukan Atman dengan Brahman (Tuhan). Ganapati Tattwa
yang merupakan salah satu Lontar yang mengandung nilai-nilai filsafat. Sad Anggayoga
merupakan 6 jalan spiritual untuk mencapai kelepasan abadi atau Moksa. Bagian tubuh
(jamani) dlm praktek Yoga sangat berkaitan,karena berhubungan dengan potensi diri dalam
usaha pengendalian dan penyatuan kepada Brahman (Tuhan).

MIMAMSA

Purwa Mimamsa atau Karma Mimamsa, adalah penyelidikan ke dalam bagian yang lebih
awal dari kitab suci Veda; suatu pencarian ke dalam ritual-ritual Veda atau bagian Veda yang
hanya berurusan dengan masalah Mantra dan Brahmana saja. Disebut Purva Mimamsa karena
ia lebih awal (Purva) dari pada Uttara Mimamsa (Vedanta), dalam pengertian logika, dan tidak
demikian banyak dalam pengertian kronologis.
Mimamsa sebenarnya bukanlah cabang dari suatu sistem filsafat, tetapi lebih tepat kalau
disebutkan sebagai satu sistem penafsiran Veda di mana diskusi filosofisnya sama dengan
semacam ulasan kritis pada Brahman atau bagian ritual dari Veda, yang menafsirkan
kitab Veda dalam pengertian berdasarkan arti yang sebenarnya. Masalah utama dari Purva
Mimamsa adalah masalah ritual rsi Jaimini yang merupakan salah seorang murid dari maharsi
Vyasa telah mensistematisir aturan-aturan dari Mimamsa dan menetapkan keabsahamnya
dalam karyanya itu di mana aturan-aturannya sangat penting guna menafsirkan hukum-hukum
Hindu. Konsep dari ajaran Mimamsa tentang kebebasan hanya bersifat negatif yaitu tidak lahir
kembali dan bebas dari semua penderitaan. Jiwa adalah sesuatu zat yang yang kekal abadi,
apabila jiwa tersebut meninggalkan kematian, dan telah mengikuti ajaran-ajaran atau suruhan-
suruhan Veda mengenai upacara maka jiwa tersebut akan menuju sorga walaupun tidak tahu
sama sekali.
Filsafat Mimamsa juga memberikan argumentasi yang bebas seperti halnya filsafat Jaina,
dimana jiwa itu kekal abadi, dan filsafat ini menolak pandangan matrealis pada diri manusia.
Tetapi filsafat ini tidak membicarakan tentang kesadaran yang merupakan hal yang akiki dari
jiwa. Sebab kesadaran itu akan tumbuh hanya dengan adanya kesatuan antara atman, tubuh dan
obyek ilmu pengetahuan yang terdiri dari lima indra dan manas. Kebebasan jiwa tanpa badan,
tidak mempunyai kesadaran untuk melakukan perbuatan, inilah yang terpenting dari filsafat
Mimamsa. Jiwa yang terdapat dalam tubuh berbeda dengan ilmu pengetahuan (pramana). Oleh
Maharsi Prabhakara beliau mengatakan adanya lima sumber pramana (Pengetahuan) antara
lain :
1. Pratyaksa : Pengamatan langsung
2. Anumana : menarik kesimpulan
3. Upamana : mengadakan perbandingan
4. Sabda : pembuktian (kesaksian kitab suci atau orang bijak)
5. Arthapatti : penyimpulan dari keadaan
Dan oleh Kumarila ditambahkan dengan :
6. An-upalabdhi atau abhava-pratyaksa : yaitu pengamatan ketidakadaan.
Tujuan aliran Mimamsa ini adalah untuk membantu ritualisme, yang terpenting dengan dua
jalan :
a) Dengan jalan memberikan suatu metodologi interpretasi untuk membantu memahami
rumusan-rumusan Veda yang rumit mengenai hal-hal ritual, diharmoniskan untuk
mengikutinya tanpa kesukaran, dan
b) Dengan jalan memberikan justifikasi filosofis tentang kepercayaan dimana ritualisme
tergantung padanya. Dalam hal ini kita berkepentingan dengan aspeknya yang kedua yaitu
aspek filsafat dari aliran Mimamsa.
Kesimpulan : Mimamsa adalah salah satu dari banyak contoh dalam sejarah manusia tentang
bagaimana suatu pandangan yang terlalu diberi penekanan menjadi pengakhirannya, dan
bagaimana dewa-dewa dikorbankan untuk kuil-kuil, nabi-nabi dan buku-buku suci. Dalam
upayanya mempertahankan supremasi Veda, kaum Mimamsa menempatkan Tuhan dalam
posisi yang tak jelas. Disinilah Vedanta berbeda dengannya, dengan menggunakan
kepercayaannya pada kitab-kitab suci Veda untuk mengembangkan kepercayaan yang lebih
besar pada Tuhan.

NYAYA

Nyaya Sutra merupakan sumber utama ajaran Nyaya Darsana buah karya besar dari Maha Rsi
Gautama. Disamping itu juga ada beberapa komentar dari Nyaya sutra oleh Rsi Wastyayama
yang disebut dengan istilah Nyayabhasya. Komentar para Rsi juga dipergunakan sebagai
sumber ajaran oleh Nyaya. Nyaya Darsanam muncul karena terjadinya pembicaraan dan
diskusi kritis. Pengkritisan ini dilakukan oleh para Maha Rsi dan para pemikir dalam usahnya
menemukan arti yang benar dari Veda Srutti yang selanjutnya akan dipergunakan pedoman
dalam penyelenggaraan upacara Yajna.

Kandungan filsafat Nyaya ada dua (2)yaitu :

1. Tarka - Vidya (ilmu perdebatan).

2. Vada - Vidya (Ilmu diskusi).

Proses penyebar luasan dan pengembangan

1. Melalui sekolah kuno, disini cita-cita yang ada dlm Nyaya Sutra Gotama dikembangkan
melalui proses ; menyerang, membalas serangan dan bertahan yang disebut dengan
Pracina Nyaya.
2. Dengan sekolah modern (Nawya Nyaya), cita-cita Nyaya Sutra disini disebar dan
dikembangkan melalui bentuk pemikiran yang logis yaitu perpaduan antara konsep,
waktu dan pemecahannya

Dalam perkembangan selanjutnya perpaduan antara dua sistem penyebar luasan cita-cita
Nyaya Sutra yang berbeda dipadukan dalam satu sistem yang disebut dengan Nyaya Waisiseka.
Ada 16 (enam belas) pokok pembicaraan (Padartha) dalam sistem Nyaya yang perlu juga
diamati dan diteliti yaitu ;

1. Pramana ; jalan untuk mengetahui sesuatu secara benar.

2. Prameya ; segala sesuatu yang berhubungan dengan pengetahuan yang benar atau
obyek obyek dari pengetahuan yang benar.

3. Samsaya (keraguan) ; terhadap suatu yang pasti.

Hal ini terjadi karena pandangan yang berbeda thd. satu obyek.

4. Prayojana ; akhir penglihatan seseorang terhadap satu benda yang menyebabkan


kegagalan aktivitas untuk mendapatkan benda tersebut.

5. Drstanta ; contoh yang berasal dari fakta yang berbeda sebagai satu gambaran yang
umum.

6. Siddhanta ; cara untuk mengajarkan sesuatu melalui sistem pengetahuan yangbenar.

7. Awaya atau berfikir yang sistematis melalui metoda ilmu pengetahuan.

8. Tarka atau alasan yang dikemukakan melalui hipotesa untuk mendapatkan kesimpulan
yang benar.

9. Nirnaya ; pengetahuan yang pasti tentang sesuatu yang diperoleh melalui metoda ilmiah
pengetahuan yang sah.

10. Wada ; suatu diskusi yang didasari oleh prilaku yang baik.

11. Jalpa ; doskusi yang dilakukan oleh satu kelompok , hanya untuk mencapai
kemenangan atas yang lain, tetapi tidak berusaha untuk mencari kebenaran.

12. Witanda ; sejenis perdebatan dimana lawan berdebat tidak memepertahankan posisi,
hanya melakukan penyangkalan.
13. Hetwabasa ; suatu alasan yang kelihatannya masuk akal, dapat diartikan sebagai
kesimpulan yang salah.

14. Chala ; suatu penjelasan yang tidak adil dalam suatu usaha untuk mempertentangkan
suatu pernyataan anatara maksud dan tujuan menjadi suatu yang perlu dipertanyakan.

15. Jati ; suatu jawaban yang tidak adil yang didasarkan pada analogi yang salah.

16. Nigrahasthana ; adalah suatu kekalahan dalam berdebat.

Obyek perdebatan utamanya adalah tentang “Pramesvara” dinyatakan sebagai pencipta


dari pada alam semesta ini. Nyaya berhasrat menegakkan keberadaan dari pada Isvara dengan
cara penyimpualan, sehingga Nyaya Darsana merupakan sebuah karya sastra atau Ilmu
Pengetahuan sebagai alat utama untuk meyakini suatu obyek dengan menarik suatu kesimpulan
yang tidak dapat dihindari. Makna dari pernyataan ini bukanlah berarti meragukan kebenaran
hakekat Veda. Hal ini dilakukan hanya untuk menepis kemungkinan masih ada keragu-raguan
yang tersembunyi dalam pikiran tentang tentang kebenaran suatu hal. Dalam situasi
pengkritisan seperti ini perlu dan harus menerima perbantahan macam apapun. Perbantahan
yang dilakukan dalam diskusi dan beragumen dalam hal ini berdasarkan pada otoritas yang
dapat diterima oleh akal. Perlu digaris bawahi bahwa perbantahan disini bukan untuk adu
argumentasi, bersilat lidah atau berdalih. Ketika salah seorang Maha Rsi yang bernama Rsi Adi
Sankara menjelang mendekati kepergiannya, para sisya dan murid-muridnya semua pada
mendekat untuk mendapatkan wejangan, pesan-pesan terakhirnya. Pesan yang didapatkan
adalah berupa 5 sloka yang dikenal sebagai Upadesa Pancakam atau Sopana Pancakam atau
Sadhana Pancakam.

Pemaknaan yang dipergunakan untuk menegakkan dalil-dalil Veda inilah disebut dengan
“Nyaya”. Ditegaskan dalam pandangan Filsafat Nyaya bahwa dunia luar manusia terlepas
dari pada fikiran. Kita dapat memiliki pengetahuan tentang dunia ini dengan melalui pikiran
yang dibantu oleh indriya.

Epistemologi sistem filsafat Nyaya disebutkan ada 4 (empat) sarana dan alat untuk
mendapatkan pengetahuan ;

1. Pratyaksa Pramana: Pengamatan Langsung

2. Anumana Pramana : Melaluli Penyimpulan

3. Upamana Pramana : Melalui Perbandingan


4. Sabda Pramana : Melalui Penyaksian

Pengamatan ini terjadi karena adanya hubungan indriya dengan obyek sasaran.Nyaya
mengatakan pengamatan juga bisa didapatkan tanpa perantara indriya, yang disebut dengan
pengamatan yang bersifat “transenden”.Hal ini hanya bisa dilakukan dan dimiliki oleh Yogi
yang sudah sempurna Yoganya, karena sudah memiliki kekuatan gaib yang memungkinkan ia
dapat berhadapan dengan sasaran yang membatasi indriyanya. Pengamatan transenden ini ada
2 (dua)yaitu ;

1. Nirwikalpa, pengamatan yang hanya sebagai sasaran saja.

2. Sawikalpa : pengamatan yang dipakai sebagai sasaran dan juga penilaian. Dalam
Sawikalpa yang menjadi obyek yang diamati bukan saja sifat-sifatnya dan jenisnya saja,
bahkan sampai yang tidak berada (abhawa) pun jga menjadi obyeknya.

Obyek Pengetahuan yang benar menurut Nyaya Darsana adalah ; jiwa atau atman, badan,
indriya, budhi, pikiran (manas), perasaan, dosa (perbuatan yang tidak baik), pratyabhawa
(kelahiran kembali), phala (buah dari perbuatan), dukha (penderitaan) dan aprawarga (bebas
dari penderitaan).Etika Nyaya mengajarkan agar seseorang selalu berbuat baik dalam
kehidupan ini. Atas dasar itulah sistem Filsafat Nyaya disebut sebagai sistem yang realistis
(nyata). Menurut pandangan Nyaya pengetahuan itu dikatakan benar atau pun salah, tergantung
dari pada pengamatan atau alat yang dipakai untuk mendapatkan pengetahuannya. Secara
sistematis menurut Nyaya bahwa pengetahuan itu tergantung dari 4 Keadaan ; Subyek atau si
pengamat (pramata), Obyek yang diamati (prameya), Keadaan dan hasil dari pengamatan
(pramiti) , Cara untuk mengamati.

Nyaya berpandangan yang membuat perbedaan antara satu benda dengan benda lainnya,
karena adanya ciri-ciri tertentu pada kedua benda tersebut, yang masing-masing memiliki
atribut yang berbeda.Karena kekhususan atribut (Visesa) merupakan dasar utama dari
pengamatan.Atas dasar inilah maka sistem lanjutan dari Filsafat Nyaya disebut sebagai
“Vaisiseka Nyaya Darsana” utamanya bertindak pada garis ilmu pengtahuan atau ilmiah
yang menghubungkan VAISISEKA pada tahapan dimana materi-materi Adhyatmika
(spiritual) seperti ; Jiva (Roh), Jagat (alam semesta), Isvara (Tuhan). Pandangan Nyaya
Darsana bahwa semua perbuatan manusia akan menghasil buah yang disebut denga Adrsta.

Tuhan : semua perbuatan manusia akan menghasil buah yang disebut denga Adrsta.Adrsta ini
langsung ada di bawah kendali dan pengawasan dari Tuhan dan sekaligus berperan dan
menentkan nasib dari pelakunya,Tuhan merupakan kepribadian terbebas dari yang dengan
disebut : pengetahuan palsu (Mithya Jnana), Kesalahan (Adharma), Kelalaian (Pramada).
Tuhan dalam Nyaya Darsana adalah memiliki ;Memiliki Pengetahuan Abadi (Nitya Jnana),
Kehendak kegiatan (iccha kriyq), Berifat meresapi segala (wibhu)

Jiwa : keberadaan yang nyata dan kesatuannya abadi. Sifat sifat ; ke-engganan, kemauan,
kesenangan, kecerdasandan intuisi, Derita. Obyek yang menyatakan “aku” itulah jiwa yang
sifatnya abadi, walau badan kasarnya telah hancur.

Alam Semesta : gabungan atom-atom A-badi (paramanu), yang terdiri dari unsur-unsur fisik.
Unsur fisik dimaksud adalah ; pertiwi (tanah), tejas (api), dan Vayu (udara).

Dunia : adanya kesalah pengertian (mithya Jnana), kesalahan (dosa), kegiatan (prawerti),
kelahiran (janma) dan penderitaan (dukha).Mitya Jnana merupakan awal dari penderitaan yang
menyebabkan kesalahan tentang suka dan tidak suka (raga dewesa) timbulah hasrat akan
perbuatan baik dan jahat sebagai penyebab reinkarnasi. Untuk selanjutnya “raga dwesa” ini
menjadi pokok pembahasan untuk mendapatkan pembebasan dan pelepasan (apawarga) dalam
Nyaya Darsana. Apawarga ini dapat dicapai dengan memahami pengetahuan yang sebenarnya,
melepaskan berbagai kesalahan yang ada yaitu ;Kasih sayang (raga), Keengganan (dwesa) ;
kemarahan, kebencian,dendam iri hati ,Kebodohan (moha); rasa curiga, kesombongan,
kelalaian dan adanya rasa salah pengertian

VAISISEKA

Aliran filsafat India yang tergolong agaknya lebih tua dibandingkan dengan filsafat Nyāya.
Vaiśeṣika dan Nyāya Darśana bersesuaian dalam prinsip pokok mereka, seperti sifat-sifat dan
hakikat Sang Diri dan teori atom alam semesta, dan dikatakan pula Vaiśeṣika merupakan
tambahan dari filsafat Nyāya, yang memiliki analisis pengalaman sebagai objektif utamanya.
Diawali dengan susunan pengamatan atas kategori-kategori (padārtha), yaitu perhitungan atau
perumusan tentang sifat-sifat umum yang dapat dikenakan pada benda-benda yang ada di alam
semesta ini, serta merumuskan konsep-konsep umum yang berlaku pada benda-benda yang
dikenal, baik melalui indra maupun melalui penyimpulan, perbandingan, dan otoritas tertinggi.
Sistem filsafat Vaiśeṣika mengambil nama dari kata “Viśesa” yang artinya ”kekhususan”, yang
merupakan ciri-ciri pembeda dari benda-benda. Jadi ciri pokok permasalahan yang diuraikan
didalamnya adalah kekhususan (padārtha) atau kategori-kategori yang nantinya akan
disebutkan secara lebih terperinci. Vaiśeṣika muncul pada abad ke-4 SM, dengan tokohnya Rṣi
Kaṇāda, yang juga dikenal sebagai Rṣi Ūluka, sehingga sistem ini juga dikenal sebagai
Aūlukya Darśana dan juga dengan nama Kaśyapa dan dianggap seorang Deva-ṛṣi. Kata Ūluka
artinya burung hantu.

Pokok-Pokok Ajaran Vaisesika


Padārtha adalah satu permasalahan benda dalam filsafat. Sebuah Padārtha merupakan suatu
objek yang dapat dipikirkan (artha) dan diberi nama (pada). Semua yang ada, yang dapat
diamati dan dinamai, yaitu semua objek pengalaman adalah Padārtha. Benda- benda majemuk
saling bergantung dan sifatnya sementara, sedangkan benda-benda sederhana sifatnya abadi
dan bebas.
1) Substansi (dravya).
Substansi adalah zat yang ada dengan sendirinya dan bebas dari pengaruh unsur- unsur lain.
Namun unsur lain tidak dapat ada tanpa substansi. Substansi (dravya) dapat menjadi sebab yang
melekat pada apa yang dijadikannya. Atau dravya dapat menjadi tidak ada pada apa yang
dihasilkannya.
Ada sembilan substansi yang dinyatakan oleh Vaiśeṣika, yaitu (1) Tanah (pṛthivī); (2) Air
(āpah, jala); (3) Api (tejah); (4) Udara (vāyu); (5) Ether (ākāśa); (6) Waktu (kāla); (7) ruang
(dis); (8) diri/roh (Jīva); dan (9) pikiran (manas).
Semua substansi tersebut di atas riil, tetap, dan kekal. Namun hanya udara, waktu, akasa
bersifat tak terbatas. Kombinasi dari sembilan itulah membentuk alam semesta beserta isinya
menjadikan hukum-hukumnya yang berlaku terhadap semua yang ada di alam ini baik bersifat
fisik maupun yang bersifat rohaniah.
Adapun yang termasuk substansi badani (fisik) adalah bumi, air, api, udara, ruang, waktu,
dan akasa. Sedang yang tergolong substansi rohaniah terdiri atas akal (manas/ pikiran), diri
(atman/jiwa). Kedua substansi rohaniah ini bersifat kekal dan pada setiap makhluk (manusia)
hanya terdapat satu jiwa dan satu manas.
2) Kualitas (guṇa)
Guṇa ialah keadaan atau sifat dari suatu substansi. Guṇa sesungguhnya nyata dan terpisah
dari benda (substansi) namun tidak dapat dipisahkan secara mutlak dari substansi yang diberi
sifat. Guṇa atau sifat-sifat atau ciri-ciri dari substansi yang jumlahnya ada 24, yaitu (1) warna
(Rūpa); (2) rasa (rasa); (3) bau (gandha); (4) sentuhan/raba (sparśa); (5) jumlah (Sāṁkhya); (6)
ukuran (parimāṇa); (7) keanekaragaman (pṛthaktva); (8) persekutuan (saṁyoga); (9)
keterpisahan (vibhāga); (10) keterpencilan (paratva); (11) kedekatan (aparatva); (12) bobot
(gurutva); (13) kecairan/keenceran (dravatva); (14) kekentalan (sneha); (15) suara (śabda); (16)
pemahaman/pengetahuan (buddhi/jñāna); (17) kesenangan (sukha); (18) penderitaan (dukḥa);
(19) kehendak (īccha); (20) kebencian/keengganan (dvesa); (21) usaha (prayatna); (22)
kebajikan/manfaat (dharma); (23) kekurangan/cacat (adharma); dan (24) sifat pembiakan
sendiri (saṁskāra). Sejumlah 8 sifat, yaitu buddhi/jñāna, īccha, dvesa, sukha, dukḥa, dharma,
adharma dan prayatna merupakan milik dari roh, sedangkan 16 lainnya merupakan milik dari
substansi material.
3) Aktivitas (karma)
Karma mewakili berbagai jenis gerak (movement) yang berhubungan dengan unsur dan
kualitas, namun juga memiliki realitas mandiri. Tidak semua substansi (zat) dapat bergerak.
Hanya substansi yang bersifat terbatas saja dapat bergerak atau mengubah tempatnya.
Sedangkan substansi yang tak terbatas (atma, hawa nafsu dan akasa) tidak dapat bergerak
karena telah memenuhi segala yang ada.
Gerakan dari benda-benda di alam ini bukan bersumber dari dirinya, melainkan ada sesuatu
yang berkesadaran yang menjadi sumber gerakan itu. Benda-benda hanya dapat menerima
gerakan dari sesuatu yang berkesadaran. Bila terlihat kenyataan yang terjadi di alam ini seperti
adanya hembusan angin, peredaran bumi dan planet-planet, maka tentu ada sumber penggerak
yang adikodrati. Sumber yang adikodrati itulah Tuhan.
Karena Tuhan sebagai sumber gerakan alam ini, maka Tuhan Maha Mengetahui segala
gerak dan perilaku benda-benda di alam ini. Termasuk mengetahui benar perilaku (karma)
manusia. Ada 5 macam gerak, yaitu (1) Utkṣepaṇa (gerakan ke atas); (2) Avakṣepaṇa
(gerakan ke bawah); (3) A-kuñcana (gerakan membengkok); (4) Prasaraṇa (gerakan
mengembang); dan (5) Gamana (gerakan menjauh atau mendekat).
4) Universalia (sāmānya)
Samanya bersifat umum yang menyangkut 2 permasalahan, yaitu sifat umum yang lebih
tinggi dan lebih rendah, dan jenis kelamin dan spesies. Ia ada dalam semua dan dalam masing-
masing objek, namun tidak berbeda dalam objek partikular yang berbeda. Karenanya ide
‘kesapian’ adalah tunggal dan tidak dapat dianalisis. Ide itu selalu hidup, tetapi tidak dapat
dimengerti melalui dirinya sendiri, namun hanya melalui seekor ‘sapi’ khusus.
5) Individualitas (viśeṣa)
Sistem Vaiśeṣika diturunkan dari kata viśeṣa, dan merupakan aspek objek yang mendapat
penekanan khusus dari para filsuf Vaiśeṣika. Kategori ini berurusan dengan ciri-ciri khusus ke
sembilan substansi (dravya). Dalam sistem Vaiśeṣika, unsur tanah, air, api, udara, dan pikiran
dibangun dari atom (paramānu), sedangkan eter, ruang, waktu dan jiwa dianggap sebagai
substansi sangat khusus tanpa dimensi atau visibilitas. Inilah yang menyebabkan sistem
darśana ini disebut Vaiśseṣika Darśana.
6) Hubungan Niscaya (samavāya)
Dimensi objek ini menunjukkan hakikat hubungan yang mungkin antara kualitas-
kualitasnya yang inheren. Hubungan ini dapat dilihat bersifat sementara (saṁyoga) atau
permanen (samavāya). Ada lima jenis hubungan yang tetap dan entitas yang tetap atau tidak
terpisahkan ini (ayūta-siddḥa):

• Hubungan keseluruhan dengan bagian-bagiannya, seperti sehelai kain dan benang-


benangnya.

• Hubungan kualitas dengan objek yang memilikinya, seperti kendi air dan warna
merahnya.

• Hubungan antara tindakan dan pelakunya, seperti tindakan melompat dan kuda yang
melakukannya.

• Hubungan antara partikular dengan yang universal, ibarat satu jenis sapi dengan seekor
sapi atau bangsa Jepang dan seorang Jepang.

• Hubungan antara substansi kekal dan substansi khusus. Menurut sistem Vaiśeṣika,
partikel subatomis (paramānu) setiap substansi abadi memiliki ciri- ciri khusus yang
tidak membiarkan atom dari satu substansi bercampur dengan atom substansi lainnya.
Ciri khusus (Viśeṣa) dipertahankan oleh partikel subatomis masing-masing melalui
‘hubungan tak terpisahkan’ (samavāya).

7) Penyangkalan, Negasi, Non-Eksistensi (abhāva)


Kategori ini menunjukkan sebuah objek yang telah terurai atau larut ke dalam partikel
subatomis terpisah melalui pelarutan universal (mahapralaya) dan ke dalam ketiadaan
(nothingness). Semua benda-benda yang ada dan bernama digolongkan sebagai bhava,
sedangkan entitas yang sudah tidak ada digolongkan sebagai abhāva. Sebenarnya kategori ini
bukan merupakan sebuah klasifikasi seperti kategori lainnya, namun hanya modus pengaturan
negatif. Abhāva ada 4 macam, yaitu:

• Pragabhāva, yaitu ketidakadaan dari suatu benda sebelumnya. Contohnya: ketidak


adaan periuk sebelum dibuat oleh pengrajin periuk.

• Dhvaṅsabhāva, yaitu penghentian keberadaan, misalnya periuk yang dipecahkan, di


mana dalam pecahan periuk itu tak ada periuk.
• Atyāntabhāva, atau ketidakadaan timbal balik, seperti misalnya udara yang dari dulu
tidak pernah berwarna atau pun berbentuk. Ketiga ketidakadaan ini disebut sebagai
Samsarga-bhava, yaitu ketidakadaan suatu benda dalam benda yang lain.

• Anyonyābhāva, atau ketidak adaan mutlak, dimana antara benda yang satu sama sekali
tidak ada persamaannya dengan yang lain, seperti sebuah periuk yang tidak sama
dengan sepotong pakaian, demikian pula sebaliknya.

Pada sistem Vaiśeṣika, seperti halnya sistem Nyāya, susunan alam semesta ini diduga
dipengaruhi oleh pengumpulan atom-atom, yang tak terhitung jumlahnya dan kekal.
Kosmologi Vaiśeṣika dalam batasan mengenai keberadaan atom abadi bersifat dualistik dan
secara positif memisahkan hubungan yang pasti antara roh dan materi. Terjadinya alam semesta
menurut sistem filsafat Vaiśeṣika memiliki kesamaan dengan ajaran Nyāya yaitu dari gabungan
atom-atom catur bhuta (tanah, air, cahaya dan udara) ditambah dengan lima substansi yang
bersifat universal seperti akāsa, waktu, ruang, jiwa dan manas. 5 substansi universal tersebut
tidak memiliki atom-atom, maka itu ia tidak dapat memproduksi sesuatu di dunia ini. Cara
penggabungan atom-atom itu dimulai dari dua atom (dvyānuka), tiga atom (Triyānuka), dan
tiga atom ini saling menggabungkan diri dengan cara yang bermacam-macam, maka
terwujudlah alam semesta beserta isinya. Bila gabungan atom-atom dalam Catur Bhuta ini
terlepas satu dengan lainnya maka lenyaplah alam beserta isinya. Gabungan dan terpisahnya
gerakan atom-atom itu tidaklah dapat terjadi dengan sendirinya, mereka digerakkan oleh suatu
kekuatan yang memiliki kesaḍaran dan kemahakuasaan.

WEDANTA

Bermakna sebagai akhir dari Veda, yang disebut juga dengan istilah Uttara Mimamsa, yang
terkandung dalam kitab-kitab Upanisad yang merupakan Jnana-Kanda atau bagian akhir dari
Veda setelah Mantra, Brahmana dan Aranyaka. Rsi Vyasa & Badrayana menempatkan Uttara
Mimamsa sebagai filsafat urutan yang terakhir dari enam filsafat orthodox, yang semestinya
ditempatkan pada urutan yang pertama dalam kepustakaan Hindu. Beberapa pendapat para
peneliti dan penulis tentang Vedanta Sutra ;

1. Vedanta Sutra disusun oleh Badarayana yang secara tradisi didahului oleh Vysa.

2. Menurut Ramanuja, Bhadawa dan Baladeva Vedanta Sutra disusun oleh Vyasa.
3. Ajarannya adalah tentang syarat-syarat untuk menyatukan diri dengan Brahman atau
mencapai Brahman.

4. Membicarakan Phala dari seseorang yang sdh bisa menguasi pengetahuan ttg Brahman atau
Brahma Vidya.

Brahma Sutra merupakan pengejawantahan dari Nirguna Brahman yang tertinggi yang disebut
dengan “Nirguna Brahman”. Yang dimaksud dalam hal ini adalah ;

1. Brahman adalah sesuatu yang mutlak dan murni (satcit ananda), esa tiada duanya yang
tidak terbatas, tidak terkondisikan, bersemayam dalam segala sesuatu, juga bersemayam dihati
manusia.

2. Brahman adalah tanpa sifat , tanpa kegiatan dan gerak, tanpa awal tapa akhir, abadi dan
merupakan satu-satunya realitas yang tertinggi.

3. Brahman adalah realitas mutlak (paramarthikasatta). Sedangkan alam adalah realitas relatif
(Vyavaharika Satta) dan obyek mimpi adalah realitas nyata.

Manusia memiliki Jiwa yang disebut dengan Atman. Atman memberikan energi pada badan
kasar ini. Badan terbentuk dan tersusun oleh Panca Maya Kosa dan Panca Maha Butha yang
dihiasi dengan indra di dalamnya sehingga manusia menjadi semakin indah. Kesatuan dalam
tubuh manusia tersusun dari 3 (tiga) elemen besar ;

1. Kesadaran murni disebut dengan Atman.

2. Kesadaran disebut dengan Budhi

3. Pikiran yang disebut dengan Manas

Catatan ;

Kata Atman (dg.huruf awal kapital) bermakna jiwa yang masih murni tanpa ikatan Atman
yang dieja dengan huruf kecil bermakna kesadaran yang sdh dipengaruhi (bercampur)
dengan Budhi dan Manas yang disebut dengan jiwa. Dari struktur dan bagan diatas dapat
disimpulkan bahwa gabungan dari Atman, Buddhi dan Manas disebut dengan Roh yang
menjadi sebutan Jiwa.

Roh; adalah kesadaran yang memiliki kepribadian sebagai akibat dari pengaruh maya.

Atma ; adalah kesadaran murni yaitu unsur sadar, maka untuk menyadari diri hendaknya
berfikir bahwa “Aku” bukanlah pikiran ini, dan “Aku” bukanlah fisik ini. “Aku” adalah Atman
yaitu kesadaran tanpa kecerdasan, tanpa pribadi, tanpa pikiran dan tanpa segala keinginan yang
merupakan kesadaran murni.

PENUTUP :

Ajaran samkhya dibangun oleh Maharsi Kapila, beliau yang menulis Samkhyasutra. Didalam
sastra Bhagavata Purana disebutkan nama Maharsi Kapila, putra Devahuti sebagai pembangun
ajaran Samkhya yang bersifat theistic. Karya sastra mengenai Samkhya yang kini dapat
diwarisi adalah Samkhyakarika yang ditulis oleh Ivarakrsna. Ajaran Samkhya ini sudah sangat
tua umurnya, dibuktikan dengan termuatnya ajaran Samkhya dalam sastra-sastra, sruti-smrti,
itihasa dan purana.Kata Samkhya berarti : pemantulan, yaitu pemantulan filsafati. Ajaran
Samkhya bersifat realistis karena didalamnya mengakui realitas dunia ini yang bebas dan roh.
Disebut dualistis karena terdapat dua realitas yang saling bertentangan tetapi bisa berpadu,
yaitu purusa dan prakrti. Ajaran Yoga dibangun oleh Maharsi Patanjali dan merupakan ajaran
yang sangat populer di kalangan umat Hindu. Ajaran Yoga merupakan ilmu yang bersifat
praktis dari ajaran Veda. Yoga berakar dari kata Yus yang berarti berhubungan. Yaitu
bertemunya roh individu (atman/purusa) dengan roh universal (paratman/mahapurusa).
Maharsi Patanjali mengartikan Yoga sebagai Cittavrttinirodha yaitu penghentian gerak
pikiran.Kitab Yogasutra, yang terbagi atas empat bagian dan secara keseluruhan mengandung
194 sutra. Bagian pertama disebut : Samadhipada, sedangkan bagian ke dua disebut :
Sadhanapada, bagian ketiga disebut : Vibhutipada dan yang terakhir disebut : Kailvalyapada.
Ajaran Mimamsa didirikan oleh Maharsi Jaimini, disebut juga dengan nama lain Purwa
Mimamsa. Kata Mimamsa berarti penyelidikan. Penyelidikan sistematis terhadap Veda.
Mimamsa secara khusus melakukan pengkajian pada bagian Veda Brahmana dan Kapalsutra.
Sumber ajaran ini tertuang dalam Jaiminiyasutra. Kitab ini terdiri atas 12 Adhyaya (bab) yang
terbagi kedalam 60 pada atau bagian, yang isinya adalah aturan tata upacara menurut Veda.
Ajaran Nyaya didirikan oleh Maharsi Aksapada Gotama, yang mentusun Nyayasutra, terdiri
atas 5 adhyaya (bab) yang dibagi atas 5 pada (bagian). Kata Nyaya berarti penelitian analisis
dan kritis. Ajaran ini berdasarkan pada ilmu logika, sistematis, kronologis dan analisis. Ajaran
Vaisiseka dipelopori oleh Maharsi Kanada, yang menyusun Vaisisekasutra. Meskipun sebagai
sistem filsafat pada awalnya berdiri sendiri namun dalam perkembangannya ajaran ini menjadi
satu dengan Nyaya. Ajaran Vedanta, sering juga disebut dengan Uttara Mimamsa yaitu
penyelidikan yang kedua, karena ajaran ini mengkaji bagian Veda, yaitu Upanisad. Kata
Vedanta berakar kata dari Vedasya dan Antah yang berarti Akhir dari Veda. Sumber ajaran ini
adalah kitab Vedantasutra atau dikenal juga dengan nama Brahmasutra. Pelopor ajaran ini
adalah Maharsi Vyasa, atau dikenal juga dengan nama Badarayana atau Krishna Dwipayana.

Anda mungkin juga menyukai