Makalah Standar Pelayanan Farmasi Rs Apotek Puskesmas Dikonversi
Makalah Standar Pelayanan Farmasi Rs Apotek Puskesmas Dikonversi
disusun oleh :
Amalia Dewi Ramdani NIM : 16.44238.1004
Nisa Ulzanah NIM : 16.44238.1007
Ruby Brianda NIM : 16.44238.1009
Yohanes Susanto NIM : 16.44238.1010
Prabowo HS NIM : 16.44238.1028
AKADEMI FARMASI
YAYASAN PENDIDIKAN FARMASI
2018
KATA PENGANTAR
Dengan memanjatkan puji syukur ke hadirat Tuhan Yang Maha Esa, atas segala
limpahan rahmat dan karunia-Nya kepada tim penulis sehingga dapat menyelesaikan makalah
Penulis menyadari bahwa didalam pembuatan makalah ini berkat bantuan dan tuntunan
Tuhan Yang Maha Esa dan tidak lepas dari bantuan berbagai pihak untuk itu dalam
kesempatan ini penulis menghaturkan rasa hormat dan terima kasih yang sebesar-besarnya
Tim penulis menyadari bahwa dalam proses penulisan makalah ini masih dari jauh dari
kesempurnaan baik materi maupun cara penulisannya. Namun demikian, tim penulis telah
berupaya dengan segala kemampuan dan pengetahuan yang dimiliki sehingga dapat selesai
dengan baik dan oleh karenanya, tim penulis dengan rendah hati dan dengan tangan terbuka
menerima masukan,saran dan usul guna penyempurnaan makalah ini. Dan semoga dengan
selesainya makalah ini dapat bermanfaat bagi seluruh pembaca dan teman-teman. Amin…
i
DAFTAR ISI
KATA PENGANTAR...........................................................................................................i
DAFTAR ISI..........................................................................................................................ii
BAB I PENDAHULUAN.....................................................................................................1
BAB II PEMBAHASAN......................................................................................................3
2.1. PELAYANAN KEFARMASIAN DI RUMAH SAKIT........................................3
Pengelolaan Sediaan Farmasi, Alat kesehatan dan Bahan
Medis Habis Pakai di Rumah Sakit …………………………………….. 4
Pelayanan Farmasi Klinik di Rumah Sakit …………………………….. 10
Sumber Daya Kefarmasian ……………………………………………... 15
Pengendalian Mutu Pelayanan Kefarmasian ……………………………. 16
2.2. PELAYANAN KEFARMASIAN DI APOTEK.....................................................18
Pengelolaan Sumber Daya..................................................................................18
Pengelolaan Sediaan Farmasi, Alat Kesehatan, Dan Bahan
Medis Habis Pakai Di Apotek.............................................................................20
Pelayanan Farmasi Klinik Di Apotek.................................................................23
Evaluasi Mutu Pelayanan Kefarmasian..............................................................29
2.3.PELAYANAN KEFARMASIAN DI PUSKESMAS ………………………. 33
Ruang Lingkup Wilayah Kerja Puskesmas ……………………………... 34
Perizinan Dan Registrasi ………………………………………………... 35
Pengelolaan Sediaan Farmasi, Alat Kesehatan, Dan Bahan
Medis Habis Pakai Di Puskesmas……………………………………….. 37
Pelayanan Farmasi Klinik Di Puskesmas ………………………………. 41
Tata Cara Perijinan …………………………………………………….. 45
Tugas Dan Fungsi Apoteker Di Puskesmas …………………………….. 46
Pengendalian Mutu Dan Pelayanan Kefarmasian ………………………. 48
Monitoring Dan Evaluasi ……………………………………………….. 49
BAB III PENUTUP …………………………………………………………………. 50
PENDAHULUAN
Makalah ini dibuat untuk menyelesaikan tugas Mata Kuliah Farmasi Rumah
Sakit dengan judul “STANDAR PELAYANAN KEFARMASIAN RUMAH SAKIT,
APOTEK DAN PUSKESMAS” di Akademi Farmasi YPF tahun 2018.
2
BAB ll
PEMBAHASAN
Pengelolaan Sediaan Farmasi, Alat Kesehatan, dan Bahan Medis Habis Pakai
merupakan suatu siklus kegiatan, dimulai dari pemilihan, perencanaan kebutuhan,
pengadaan, penerimaan, penyimpanan, pendistribusian, pemusnahan dan penarikan,
pengendalian, dan administrasi yang diperlukan bagi kegiatan Pelayanan Kefarmasian.
Apoteker bertanggung jawab terhadap pengelolaan Sediaan Farmasi, Alat Kesehatan, dan
Bahan Medis Habis Pakai di Rumah Sakit yang menjamin seluruh rangkaian kegiatan
perbekalan Sediaan Farmasi, Alat Kesehatan, dan Bahan Medis Habis Pakai sesuai
dengan ketentuan yang berlaku serta memastikan kualitas, manfaat, dan keamanannya.
Dalam ketentuan Pasal 15 ayat (3) Undang-Undang Nomor 44 Tahun 2009 tentang
Rumah Sakit menyatakan bahwa Pengelolaan Alat Kesehatan, Sediaan Farmasi, dan
Bahan Medis Habis Pakai di Rumah Sakit harus dilakukan oleh Instalasi Farmasi sistem
satu pintu. Alat Kesehatan yang dikelola oleh Instalasi Farmasi sistem satu pintu berupa
alat medis habis pakai/peralatan non elektromedik, antara lain alat kontrasepsi (IUD), alat
pacu jantung, implan, dan stent.
Sistem satu pintu adalah satu kebijakan kefarmasian termasuk pembuatan
formularium, pengadaan, dan pendistribusian Sediaan Farmasi, Alat Kesehatan, dan
Bahan Medis Habis Pakai yang bertujuan untuk mengutamakan kepentingan pasien
melalui Instalasi Farmasi Rumah Sakit. Dengan demikian semua Sediaan Farmasi, Alat
Kesehatan, dan Bahan Medis Habis Pakai yang beredar di Rumah Sakit merupakan
tanggung jawab Instalasi Farmasi Rumah Sakit, sehingga tidak ada pengelolaan Sediaan
Farmasi, Alat Kesehatan, dan Bahan Medis Habis Pakai di Rumah Sakit yang
dilaksanakan selain oleh Instalasi Farmasi Rumah Sakit.
A. Pemilihan
B. Perencanaan Kebutuhan
C. Pengadaan
D. Penerimaan
E. Penyimpanan
Penyimpanan harus dapat menjamin kualitas dan keamanan Sediaan Farmasi, Alat
Kesehatan, dan Bahan Medis Habis Pakai sesuai dengan persyaratan kefarmasian.
Persyaratan kefarmasian yang dimaksud meliputi persyaratan stabilitas dan keamanan,
sanitasi, cahaya, kelembaban, ventilasi, dan penggolongan jenis Sediaan Farmasi, Alat
Kesehatan, dan Bahan Medis Habis Pakai.
Sediaan Farmasi, Alat Kesehatan, dan Bahan Medis Habis Pakai yang harus
disimpan terpisah yaitu bahan yang mudah terbakar (disimpan dalam ruang tahan api dan
diberi tanda khusus bahan berbahaya) dan gas medis (disimpan dengan posisi berdiri,
terikat, dan diberi penandaaan untuk menghindari kesalahan pengambilan jenis gas medis,
penyimpanan tabung gas medis kosong terpisah dari tabung gas medis yang ada isinya,
penyimpanan tabung gas medis di ruangan harus menggunakan tutup demi keselamatan).
Metode penyimpanan dapat dilakukan berdasarkan kelas terapi, bentuk sediaan,
dan jenis Sediaan Farmasi, Alat Kesehatan, dan Bahan Medis Habis Pakai dan disusun
secara alfabetis dengan menerapkan prinsip First Expired First Out (FEFO) dan First In
First Out (FIFO) disertai sistem informasi manajemen. Penyimpanan Sediaan Farmasi,
Alat Kesehatan, dan Bahan Medis Habis Pakai yang penampilan dan penamaan yang
mirip (LASA, Look Alike Sound Alike) tidak ditempatkan berdekatan dan harus diberi
penandaan khusus untuk mencegah terjadinya kesalahan pengambilan Obat. Rumah Sakit
harus dapat menyediakan lokasi penyimpanan Obat emergensi untuk kondisi
kegawatdaruratan. Tempat penyimpanan harus mudah diakses dan terhindar dari
penyalahgunaan dan pencurian.
F. Pendistribusian
Pemusnahan dilakukan untuk Sediaan Farmasi, Alat Kesehatan, dan Bahan Medis
Habis Pakai bila produk tidak memenuhi persyaratan mutu, telah kadaluwarsa, tidak
memenuhi syarat untuk dipergunakan dalam pelayanan kesehatan atau kepentingan ilmu
pengetahuan, dan dicabut izin edarnya. Tahapan pemusnahan Obat terdiri dari:
a. Membuat daftar Sediaan Farmasi, Alat Kesehatan, dan Bahan Medis Habis Pakai
yang akan dimusnahkan;
b. Menyiapkan Berita Acara Pemusnahan;
c. Mengoordinasikan jadwal, metode dan tempat pemusnahan kepada pihak terkait;
d. Menyiapkan tempat pemusnahan; dan
e. Melakukan pemusnahan disesuaikan dengan jenis dan bentuk sediaan serta peraturan
yang berlaku.
Penarikan Sediaan Farmasi, Alat Kesehatan, dan Bahan Medis Habis Pakai
dilakukan terhadap produk yang izin edarnya dicabut oleh Badan Pengawas Obat dan
Makanan (BPOM). Penarikan Sediaan Farmasi, Alat Kesehatan, dan Bahan Medis Habis
Pakai dilakukan oleh BPOM atau pabrikan asal. Rumah Sakit harus mempunyai sistem
pencatatan terhadap kegiatan penarikan.
H. Pengendalian
I. Administrasi
C. Rekonsiliasi Obat
Rekonsiliasi Obat merupakan proses membandingkan instruksi pengobatan dengan
Obat yang telah didapat pasien. Rekonsiliasi dilakukan untuk mencegah terjadinya
kesalahan Obat (medication error) seperti Obat tidak diberikan, duplikasi, kesalahan
dosis atau interaksi Obat. Kesalahan Obat (medication error) rentan terjadi pada
pemindahan pasien dari satu Rumah Sakit ke Rumah Sakit lain, antar ruang perawatan,
serta pada pasien yang keluar dari Rumah Sakit ke layanan kesehatan primer dan
sebaliknya. Tahapan proses rekonsiliasi obat yaitu pengumpulan data obat yang sedang
dan akan digunakan pasien; membandingkan data obat yang pernah, sedang, dan akan
digunakan; dan melakukan konfirmasi kepada dokter jika menemukan ketidaksesuaian
dokumentasi.
E. Konseling
Konseling Obat adalah suatu aktivitas pemberian nasihat atau saran terkait terapi
Obat dari Apoteker (konselor) kepada pasien dan/atau keluarganya. Konseling untuk
pasien rawat jalan maupun rawat inap di semua fasilitas kesehatan dapat dilakukan atas
inisitatif Apoteker, rujukan dokter, keinginan pasien atau keluarganya. Pemberian
konseling yang efektif memerlukan kepercayaan pasien dan/atau keluarga terhadap
Apoteker. Pemberian konseling Obat bertujuan untuk mengoptimalkan hasil terapi,
meminimalkan risiko reaksi Obat yang tidak dikehendaki (ROTD), dan meningkatkan
cost-effectiveness yang pada akhirnya meningkatkan keamanan penggunaan Obat bagi
pasien (patient safety). Kegiatan dalam konseling obat meliputi :
a. Membuka komunikasi antara Apoteker dengan pasien;
b. Mengidentifikasi tingkat pemahaman pasien tentang penggunaan Obat melalui Three
Prime Questions;
c. Menggali informasi lebih lanjut dengan memberi kesempatan kepada pasien untuk
mengeksplorasi masalah penggunaan Obat;
d. Memberikan penjelasan kepada pasien untuk menyelesaikan masalah pengunaan
Obat;
e. Melakukan verifikasi akhir dalam rangka mengecek pemahaman pasien; dan
f. Dokumentasi
Faktor yang perlu diperhatikan dalam konseling Obat:
a. Kriteria Pasien
- Pasien kondisi khusus (pediatri, geriatri, gangguan fungsi ginjal, ibu hamil dan
menyusui);
- Pasien dengan terapi jangka panjang/penyakit kronis (tb, dm, epilepsi, dan lain-
lain);
- Pasien yang menggunakan obat-obatan dengan instruksi khusus (penggunaan
kortiksteroid dengan tappering down/off);
- Pasien yang menggunakan obat dengan indeks terapi sempit (digoksin, phenytoin);
- Pasien yang menggunakan banyak obat (polifarmasi); dan
- Pasien yang mempunyai riwayat kepatuhan rendah.
b. Sarana dan Peralatan
- Ruangan atau tempat konseling; dan
- Alat bantu konseling (kartu pasien/catatan konseling).
F. Visite
Visite merupakan kegiatan kunjungan ke pasien rawat inap yang dilakukan
Apoteker secara mandiri atau bersama tim tenaga kesehatan untuk mengamati kondisi
klinis pasien secara langsung, dan mengkaji masalah terkait Obat, memantau terapi Obat
dan Reaksi Obat yang Tidak Dikehendaki, meningkatkan terapi Obat yang rasional, dan
menyajikan informasi Obat kepada dokter, pasien serta profesional kesehatan lainnya.
Visite juga dapat dilakukan pada pasien yang sudah keluar Rumah Sakit baik atas
permintaan pasien maupun sesuai dengan program Rumah Sakit yang biasa disebut
dengan Pelayanan Kefarmasian di rumah (Home Pharmacy Care). Sebelum melakukan
kegiatan visite Apoteker harus mempersiapkan diri dengan mengumpulkan informasi
mengenai kondisi pasien dan memeriksa terapi Obat dari rekam medik atau sumber lain.
Pemantauan Terapi Obat (PTO) merupakan suatu proses yang mencakup kegiatan
untuk memastikan terapi Obat yang aman, efektif dan rasional bagi pasien. Tujuan PTO
adalah meningkatkan efektivitas terapi dan meminimalkan risiko Reaksi Obat yang Tidak
Dikehendaki (ROTD). Kegiatan dalam PTO meliputi :
a. Pengkajian pemilihan Obat, dosis, cara pemberian Obat, respons terapi, Reaksi Obat
yang Tidak Dikehendaki (ROTD);
b. Pemberian rekomendasi penyelesaian masalah terkait Obat; dan
c. Pemantauan efektivitas dan efek samping terapi Obat.
Tahapan PTO yaitu :
a. Pengumpulan data pasien;
b. Identifikasi masalah terkait obat;
c. Rekomendasi penyelesaian masalah terkait obat;
d. Pemantauan; dan
e. Tindak lanjut.
A. Monitoring
Pengendalian Mutu adalah mekanisme kegiatan pemantauan dan penilaian
terhadap pelayanan yang diberikan, secara terencana dan sistematis, sehingga dapat
diidentifikasi peluang untuk peningkatan mutu serta menyediakan mekanisme tindakan
yang diambil. Melalui pengendalian mutu diharapkan dapat terbentuk proses peningkatan
mutu Pelayanan Kefarmasian yang berkesinambungan.
Pengendalian mutu Pelayanan Kefarmasian merupakan kegiatan yang dapat
dilakukan terhadap kegiatan yang sedang berjalan maupun yang sudah berlalu. Kegiatan
ini dapat dilakukan melalui monitoring dan evaluasi. Tujuan kegiatan ini untuk menjamin
Pelayanan Kefarmasian yang sudah dilaksanakan sesuai dengan rencana dan upaya
perbaikan kegiatan yang akan datang. Pengendalian mutu Pelayanan Kefarmasian harus
terintegrasi dengan program pengendalian mutu pelayanan kesehatan Rumah Sakit yang
dilaksanakan secara berkesinambungan. Kegiatan pengendalian mutu Pelayanan
Kefarmasian meliputi:
a. Perencanaan, yaitu menyusun rencana kerja dan cara monitoring dan evaluasi
untuk peningkatan mutu sesuai target yang ditetapkan.
b. Pelaksanaan, yaitu monitoring dan evaluasi capaian pelaksanaan rencana kerja
dan memberikan umpan balik terhadap hasil capaian.
c. Tindakan hasil monitoring dan evaluasi, yaitu melakukan perbaikan kualitas
pelayanan sesuai target yang ditetapkan dan meningkatkan kualitas pelayanan jika
capaian sudah memuaskan.
B. Evaluasi
Evaluasi Mutu Pelayanan merupakan proses pengukuran, penilaian atas semua
kegiatan Pelayanan Kefarmasian di Rumah Sakit secara berkala. Kualitas pelayanan
meliputi: teknis pelayanan, proses pelayanan, tata cara/standar prosedur operasional,
waktu tunggu untuk mendapatkan pelayanan. Metoda evaluasi yang digunakan, terdiri
dari :
a. Audit (pengawasan), dilakukan terhadap proses hasil kegiatan apakah sudah sesuai
standar.
b. Review (penilaian), terhadap pelayanan yang telah diberikan, penggunaan sumber
daya, penulisan Resep.
c. Survei, untuk mengukur kepuasan pasien, dilakukan dengan angket atau wawancara
langsung.
d. Observasi, terhadap kecepatan pelayanan misalnya lama antrian, ketepatan
penyerahan Obat.
2.2. PELAYANAN KEFARMASIAN DI APOTEK
4. Ruang konseling
Ruang konseling sekurang-kurangnya memiliki satu set meja dan kursi
konseling, lemari buku, buku-buku referensi, leaflet, poster, alat bantu
konseling, buku catatan konseling dan formulir catatan pengobatan pasien.
5. Ruang penyimpanan Sediaan Farmasi, Alat Kesehatan, dan Bahan Medis Habis
Pakai
Ruang penyimpanan harus memperhatikan kondisi sanitasi, temperatur,
kelembaban, ventilasi, pemisahan untuk menjamin mutu produk dan
keamanan petugas. Ruang penyimpanan harus dilengkapi dengan rak/lemari
Obat, pallet, pendingin ruangan (AC), lemari pendingin, lemari penyimpanan
khusus narkotika dan psikotropika, lemari penyimpanan Obat khusus,
pengukur suhu dan kartu suhu.
6. Ruang arsip
Ruang arsip dibutuhkan untuk menyimpan dokumen yang berkaitan dengan
pengelolaan Sediaan Farmasi, Alat Kesehatan, dan Bahan Medis Habis Pakai
serta Pelayanan Kefarmasian dalam jangka waktu tertentu.
A. Perencanaan
Dalam membuat perencanaan pengadaan Sediaan Farmasi, Alat Kesehatan, dan
Bahan Medis Habis Pakai perlu diperhatikan pola penyakit, pola konsumsi, budaya dan
kemampuan masyarakat.
B. Pengadaan
Untuk menjamin kualitas Pelayanan Kefarmasian maka pengadaan Sediaan
Farmasi harus melalui jalur resmi sesuai ketentuan peraturan perundang-undangan.
C. Penerimaan
Penerimaan merupakan kegiatan untuk menjamin kesesuaian jenis spesifikasi,
jumlah, mutu, waktu penyerahan dan harga yang tertera dalam surat pesanan dengan
kondisi fisik yang diterima.
D. Penyimpanan
1. Obat/bahan Obat harus disimpan dalam wadah asli dari pabrik. Dalam hal
pengecualian atau darurat dimana isi dipindahkan pada wadah lain, maka harus
dicegah terjadinya kontaminasi dan harus ditulis informasi yang jelas pada wadah
baru. Wadah sekurang- kurangnya memuat nama Obat, nomor batch dan tanggal
kadaluwarsa.
2. Semua Obat/bahan Obat harus disimpan pada kondisi yang sesuai sehingga terjamin
keamanan dan stabilitasnya.
3. Tempat penyimpanan obat tidak dipergunakan untuk penyimpanan barang lainnya
yang menyebabkan kontaminasi
4. Sistem penyimpanan dilakukan dengan memperhatikan bentuk sediaan dan kelas
terapi Obat serta disusun secara alfabetis.
5. Pengeluaran Obat memakai sistem FEFO (First Expire First Out) dan FIFO (First
In First Out)
1. Obat kadaluwarsa atau rusak harus dimusnahkan sesuai dengan jenis dan bentuk
sediaan. Pemusnahan Obat kadaluwarsa atau rusak yang mengandung narkotika atau
psikotropika dilakukan oleh Apoteker dan disaksikan oleh Dinas Kesehatan
Kabupaten/Kota. Pemusnahan Obat selain narkotika dan psikotropika dilakukan oleh
Apoteker dan disaksikan oleh tenaga kefarmasian lain yang memiliki surat izin
praktik atau surat izin kerja. Pemusnahan dibuktikan dengan berita acara pemusnahan
menggunakan Formulir 1 sebagaimana terlampir.
2. Resep yang telah disimpan melebihi jangka waktu 5 (lima) tahun dapat dimusnahkan.
Pemusnahan Resep dilakukan oleh Apoteker disaksikan oleh sekurang-kurangnya
petugas lain di Apotek dengan cara dibakar atau cara pemusnahan lain yang
dibuktikan dengan Berita Acara Pemusnahan Resep menggunakan Formulir 2
sebagaimana terlampir dan selanjutnya dilaporkan kepada dinas kesehatan
kabupaten/kota.
3. Pemusnahan dan penarikan Sediaan Farmasi dan Bahan Medis Habis Pakai yang tidak
dapat digunakan harus dilaksanakan dengan cara yang sesuai dengan ketentuan
peraturan perundang-undangan.
4. Penarikan sediaan farmasi yang tidak memenuhi standard/ketentuan peraturan
perundang-undangan dilakukan oleh pemilik izin edar berdasarkan perintah penarikan
oleh BPOM (mandatory recall) atau berdasarkan inisiasi sukarela oleh pemilik izin
edar (voluntary recall) dengan tetap memberikan laporan kepada Kepala BPOM.
5. Penarikan Alat Kesehatan dan Bahan Medis Habis Pakai dilakukan terhadap produk
yang izin edarnya dicabut oleh Menteri.
F. Pengendalian
B. Dispensing
Apoteker di Apotek juga dapat melayani Obat non Resep atau pelayanan swamedikasi.
Apoteker harus memberikan edukasi kepada pasien yang memerlukan Obat non Resep
untuk penyakit ringan dengan memilihkan Obat bebas atau bebas terbatas yang sesuai.
1. Topik Pertanyaan;
2. Tanggal dan waktu Pelayanan Informasi Obat diberikan;
3. Metode Pelayanan Informasi Obat (lisan, tertulis, lewat telepon);
4. Data pasien (umur, jenis kelamin, berat badan, informasi lain seperti riwayat
alergi, apakah pasien sedang hamil/menyusui, data laboratorium);
5. Uraian pertanyaan;
6. Jawaban pertanyaan;
7. Referensi;
8. Metode pemberian jawaban (lisan, tertulis, pertelepon) dan data Apoteker
yang memberikan Pelayanan Informasi Obat.
D. Konseling
Jenis Pelayanan Kefarmasian di rumah yang dapat dilakukan oleh Apoteker, meliputi :
Kriteria pasien:
Kegiatan:
A. Mutu Manajerial
1. Metode Evaluasi
Audit
Audit merupakan usaha untuk menyempurnakan kualitas pelayanan dengan
pengukuran kinerja bagi yang memberikan pelayanan dengan menentukan
kinerja yang berkaitan dengan standar yang dikehendaki. Oleh karena itu, audit
merupakan alat untuk menilai, mengevaluasi, menyempurnakan Pelayanan
Kefarmasian secara sistematis.
Audit dilakukan oleh Apoteker berdasarkan hasil monitoring terhadap
proses dan hasil pengelolaan.
Contoh:
1) Audit Sediaan Farmasi, Alat Kesehatan, dan Bahan Medis
Habis Pakai lainnya (stock opname)
2) Audit kesesuaian SPO
3) Audit keuangan (cash flow, neraca, laporan rugi laba)
Review
Review yaitu tinjauan/kajian terhadap pelaksanaan Pelayanan Kefarmasian
tanpa dibandingkan dengan standar.
Review dilakukan oleh Apoteker berdasarkan hasil monitoring terhadap
pengelolaan Sediaan Farmasi dan seluruh sumber daya yang digunakan.
Contoh:
1) Pengkajian terhadap Obat fast/slow moving
2) Perbandingan harga Obat
Observasi
Observasi dilakukan oleh Apoteker berdasarkan hasil monitoring terhadap
seluruh proses pengelolaan Sediaan Farmasi.
Contoh:
1) Observasi terhadap penyimpanan Obat
2) Proses transaksi dengan distributor
3) Ketertiban dokumentasi
Review
Review dilakukan oleh Apoteker berdasarkan hasil monitoring terhadap
pelayanan farmasi klinik dan seluruh sumber daya yang digunakan.
Contoh: review terhadap kejadian medication error
Survei
Survei yaitu pengumpulan data dengan menggunakan kuesioner. Survei
dilakukan oleh Apoteker berdasarkan hasil monitoring terhadap mutu
pelayanan dengan menggunakan angket/kuesioner atau wawancara langsung
Contoh: tingkat kepuasan pasien
Observasi
Observasi yaitu pengamatan langsung aktivitas atau proses dengan
menggunakan cek list atau perekaman. Observasi dilakukan oleh berdasarkan
hasil monitoring terhadap seluruh proses pelayanan farmasi klinik.
Contoh : observasi pelaksanaan SPO pelayanan
Dalam satu kecamatan harus memiliki minimal satu puskesmas, tetapi dapat lebih.
Hal ini ditetapkan berdasarkan pertimbangan kebutuhan pelayanan, jumlah penduduk dan
aksesibilitas. Pendirian puskesmaspun harus memenuhi persyaratan :
1. lokasi, prasarana : geografis; aksesibilitas untuk jalur transportasi; kontur tanah;
fasilitas parkir; fasilitas keamanan; ketersediaan utilitas publik; pengelolaan
kesehatan lingkungan; dan kondisi lainnya
2. bangunan : persyaratan administratif, persyaratan keselamatan dan kesehatan
kerja, serta persyaratan teknis bangunan sesuai dengan ketentuan peraturan
perundang-undangan; bersifat permanen dan terpisah dengan bangunan lain; dan
menyediakan fungsi, keamanan, kenyamanan, perlindungan keselamatan dan
kesehatan serta kemudahan dalam member pelayanan bagi semua orang termasuk
yang berkebutuhan khusus, anak-anak dan lanjut usia.
3. peralatan kesehatan : sistem penghawaan (ventilasi); sistem pencahayaan; sistem
sanitasi; sistem kelistrikan; sistem komunikasi; sistem gas medik; sistem proteksi
petir; sistem proteksi kebakaran; sistem pengendalian kebisingan; sistem
transportasi vertikal untuk bangunan lebih dari 1 (satu) lantai; kendaraan
Puskesmas keliling; dan kendaraan ambulans.
4. Kefarmasian : 1) Pelayanan kefarmasian di Puskesmas harus dilaksanakan oleh
Tenaga Kesehatan yang memiliki kompetensi dan kewenangan untuk melakukan
pekerjaan kefarmasian,(2) Pelayanan kefarmasian di Puskesmas sebagaimana
dimaksud pada ayat (1) dilaksanakan sesuai ketentuan peraturan
perundangundangan.
5. ketenagaan (Tenaga Kesehatan dan non tenaga kesehatan) : 1) Tenaga Kesehatan
di Puskesmas harus bekerja sesuai dengan standar profesi, standar pelayanan,
standar prosedur operasional, etika profesi, menghormati hak pasien, serta
mengutamakan kepentingan dan keselamatan pasien dengan memperhatikan
keselamatan dan kesehatan dirinya dalam bekerja. (2) Setiap Tenaga Kesehatan
yang bekerja di Puskesmas harus memiliki surat izin praktik sesuai ketentuan
peraturan perundang-undangan
6. laboratorium
Ada beberapa hal yang harus diperhatikan dan dipersiapkan oleh seorang
Apoteker agar bisa melaksanakan tugas dan fungsi Apoteker di Puskesmas, dimana seorang
apoteker harus bisa meningkatkan pengetahuan, keterampilan dan perilaku dalam
meningkatkan kompetensinya.
Kompetensi Apoteker
a. Sebagai Penanggung Jawab
1) Mempunyai kemampuan untuk memimpin
2) Mempunyai kemampuan dan kemauan untuk mengelola dan
mengembangkan pelayanan kefarmasian
3) Mempunyai kemampuan untuk mengembangkan diri
4) Mempunyai kemampuan untuk bekerja sama dengan pihak lain
5) Mempunyai kemampuan untuk mengidentifikasi, mencegah, menganalisis
dan memecahkan masalah.
b. Sebagai Tenaga Fungsional
1) Mampu memberikan pelayanan kefarmasian
2) Mampu melakukan akuntabilitas praktek kefarmasian
3) Mampu mengelola manajemen praktis farmasi
4) Mampu berkomunikasi tentang kefarmasian
5) Mampu melaksanakan pendidikan dan pelatihan
6) Mampu melaksanakan penelitian dan pengembangan.
Pimpinan dan tenaga kefarmasian di ruang farmasi Puskesmas berupaya
berkomunikasi efektif dengan semua pihak dalam rangka optimalisasi dan pengembangan
fungsi ruang farmasi Puskesmas. untuk menunjang pelayanan kefarmasian di Puskesmas
meliputi sarana yang memiliki fungsi:
1) Ruang penerimaan resep
Ruang penerimaan resep meliputi tempat penerimaan resep, 1 (satu) set meja dan
kursi, serta 1 (satu) set komputer, jika memungkinkan. Ruang penerimaan resep
ditempatkan pada bagian paling depan dan mudah terlihat oleh pasien.
2) Ruang pelayanan resep dan peracikan (produksi sediaan secara terbatas)
Ruang pelayanan resep dan peracikan atau produksi sediaan secara terbatas meliputi
rak Obat sesuai kebutuhan dan meja peracikan. Di ruang peracikan disediakan
peralatan peracikan, timbangan Obat, air minum (air mineral) untuk pengencer,
sendok Obat, bahan pengemas Obat, lemari pendingin, termometer ruangan, blanko
salinan resep, etiket dan label Obat, buku catatan pelayanan resep, buku-buku
referensi/standar sesuai kebutuhan, serta alat tulis secukupnya. Ruang ini diatur agar
mendapatkan cahaya dan sirkulasi udara yang cukup. Jika memungkinkan
disediakan pendingin ruangan (air conditioner) sesuai kebutuhan.
3) Ruang penyerahan Obat
Ruang penyerahan Obat meliputi konter penyerahan Obat, buku pencatatan
penyerahan dan pengeluaran Obat. Ruang penyerahan Obat dapat digabungkan
dengan ruang penerimaan resep.
4) Ruang konseling
Ruang konseling meliputi satu set meja dan kursi konseling, lemari buku, buku-
buku referensi sesuai kebutuhan, leaflet, poster, alat bantu konseling, buku catatan
konseling, formulir jadwal konsumsi Obat (lampiran), formulir catatan pengobatan
pasien (lampiran), dan lemari arsip (filling cabinet), serta 1 (satu) set komputer, jika
memungkinkan.
5) Ruang penyimpanan Obat dan Bahan Medis Habis Pakai
Ruang penyimpanan harus memperhatikan kondisi sanitasi, temperatur,
kelembaban, ventilasi, pemisahan untuk menjamin mutu produk dan keamanan
petugas. Selain itu juga memungkinkan masuknya cahaya yang cukup. Ruang
penyimpanan yang baik perlu dilengkapi dengan rak/lemari Obat, pallet, pendingin
ruangan (AC), lemari pendingin, lemari penyimpanan khusus narkotika dan
psikotropika, lemari penyimpanan Obat khusus, pengukur suhu, dan kartu suhu.
6) Ruang arsip
Ruang arsip dibutuhkan untuk menyimpan dokumen yang berkaitan dengan
pengelolaan Obat dan Bahan Medis Habis Pakai dan Pelayanan Kefarmasian dalam
jangka waktu tertentu. Ruang arsip memerlukan ruangan khusus yang memadai dan
aman untuk memelihara dan menyimpan dokumen dalam rangka untuk menjamin
penyimpanan sesuai hukum, aturan, persyaratan, dan teknik manajemen yang baik.
Istilah ‘ruang’ di sini tidak harus diartikan sebagai wujud ‘ruangan’ secara fisik,
namun lebih kepada fungsi yang dilakukan. Bila memungkinkan, setiap fungsi
tersebut disediakan ruangan secara tersendiri. Jika tidak, maka dapat digabungkan
lebih dari 1 (satu) fungsi, namun harus terdapat pemisahan yang jelas antar fungsi.
PENUTUP
3.1. KESIMPULAN
dan PUSKESMAS yang dapat menunjang pelayanan kesehatan yang bermutu. Pelayanan
kefarmasian tidak dapat dipisahkan dari pelayanan kesehatan yang berorientasi kepada
pelayanan pasien, penyediaan obat yang bermutu, termasuk pelayanan farmasi klinik, yang
berbagai kendala, antara lain sumber daya manusia / tenaga farmasi, kebijakan manajemen
serta pihak-pihak terkait yang umumnya masih dengan paradigma lama yang melihat
pelayanan farmasi hanya mengurusi masalah pengadaan dan distribusi obat saja.
Apotek dan PUSKESMAS perlu komitmen dan kerjasama yang lebih baik antara Direktorat
Jendral Pelayanan Kefarmasian dan Alat Kesehatan dengan Direktorat Jendral Pelayanan
Medik, sehingga pelayanan akan semakin optimal, dan khususnya pelayanan farmasi akan
Aslam M, Tan CK, Prayitno A, “ Farmasi Klinik “, (Clinical Pharmacy), Menuju Pengobatan
Rasional dan Penghargaan Pilihan Pasien, Elex Media komputindo, Jakarta,
2003.
Peraturan Menteri Kesehatan Republik Indonesia Nomor 72 Tahun 2016 Tentang Standar
Pelayanan Kefarmasian Di Rumah Sakit
Peraturan Menteri Kesehatan Republik Indonesia Nomor 73 Tahun 2016 Tentang Standar
Pelayanan Kefarmasian Di Apotek
Peraturan Menteri Kesehatan Republik Indonesia Nomor 74 Tahun 2016 Tentang Standar
Pelayanan Kefarmasian Di PUSKESMAS