Anda di halaman 1dari 7

TUGAS FARMASI RUMAH SAKIT

DOSEN PENGAMPU : Dea Anita Ariani K, M.Farm., Apt

Nama : Yohanes Susanto

NIM : 16.44238.1010

Kelas : Pagi

Tugas

Berikan satu contoh kasus yang dapat terjadi di IFRS beserta proses manajemen risiko mulai
dari:

 Mengidentifikasi risiko
 Menganalisis risiko
 Mengevaluasi risiko
 Menangani risiko
 Memantau risiko
 Mengkomunikasikan risiko

Jawab

MANAJEMEN RISIKO DALAM PELAYANAN KESEHATAN DI INSTALASI


FARMASI RSUD TEBING TINGGI KAB. EMPAT LAWANG

RSUD Tebing Tinggi Kabupaten Empat Lawang adalah rumah sakit tipe D dengan
kapasitas 57 tempat tidur, melayani pasien umum, jamsoskes dan BPJS. Pelayanan pasien
Jamsoskes yang merupakan kebijakan Gubernur Sumatera Selatan yang mana semua
penduduk yang domisili Sumatera Selatan mendapatkan pelayanan pengobatan gratis pada
fasilitas kesehatan pemerintah. Pelayanan pasien BPJS merupakan kelanjutan dari sistem
pelayanan pasien ASKES yang sudah dilaksanakan d RSUD Tebing tinggi sejak bulan
November 2012. Mulai tanggal 1 Januari 2014 sudah mengikuti kebijakan pemerintah untuk
menyelenggarakan pelayanan bagi pasien BPJS, yang merupakan implementasi dari program
pemerintah dalam Jaminan Kesehatan Nasional (JKN), yang tertuang dalam Sistem Jaminan
Sosial Nasional (SJSN). BPJS sendiri merupakan peralihan dari Askes sebagai penyelenggara
untuk pelayanan kesehatan bagi masyarakat. Banyak aturan-aturan dari Askes yang diambil
sebagai aturan dari BPJS, sehingga di awal penyelenggaraan, karena sudah terbiasa melayani
pasien Askes, maka melayani pasien BPJS pun tidak menemui kendala yang berarti.

Kasus yang pernah terjadi di instalasi farmasi RSUD tebing tinggi kabupaten Empat
Lawang adalah terjadinya kesalahan pemberian obat di apotek rawat jalan dikarenakan
penulisan resep yang terbalik nama pasiennya. Pasien berasal dari poliklinik penyakit dalam
yang merupakan pasien “langganan” atau sudah sering berobat ke RS. Pasien bernama saibani
dan rafani. Pasien saibani membawa resep dengan nama rafani sedangkan pasien rafani
membawa resep dengan nama saibani. Namun pasien tidak mengecek nama yang tercantum
dalam resep dan langsung menuju apotek rawat jalan.

Pada saat pasien menyerahkan resep pada petugas penerima resep, kemudian di cek
sediaan, kekuatan dan jenis sediaan, dikerjakan etiket dan pengemasan sesuai dengan yang
diperintahkan dalam resep. Setelah obat siap diserahkan kepada pasien, petugas penyerahan
resep memanggil pasien yang bernama saibani. Petugas memberikan konseling mengenai
sediaan yang diterima pasien. Namun kemudian pasien sedikit curiga dengan penjelasan yang
diberikan petugas kepada beliau. Menurut pasien bahwa obat yang diberikan tidak sesuai
dengan kondisi penyakit yang diderita pasien.

Petugas kemudian segera meriscek resep pasien saibani kemudian berkonsultasi


dengan bagian poli rawat jalan penyakit dalam. Dari hasil cek dan riscek ternyata dokter salah
menuliskan resep pada pasien saibani. Jenis obat yang diresepkan untuk pasien saibani
tertukar dengan jenis obat yang tertulis pada pasien rafani. Jadi pasien saibani sesungguhnya
membawa resep obatnya sendiri sesuai dengan penyakitnya namun dalam resep yang
dibawanya tertulis nama rafani, sedangkan rafani memang benar membawa resep obatnya
sendiri sesuai dengan penyakitnya namun dalam resep yang dibawanya bertuliskan saibani.
Jadi pada saat di panggil nama saibani saat penyerahan obat tentu saja pasien saibani yang
datang namun tidak sesuai obatnya dengan kondisi penyakitnya.

Kesimpulannya, terjadi kesalahan pada penulisan nama pasien pada resep yang dibawa
pasien. Hal ini dimungkinkan dokter penulis resep kurang berkonsentrasi pada saat pelayanan
pasien atau nama pasien yang berdekatan pada saat pemeriksaan sehingga rekam medisnya
terbalik pengamatannya.

Proses Manajemen Risiko Pada Kasus


a. Mengidentifikasi risiko
Resiko merupakan peristiwa yang menghambat pencapaian tujuan perusahaan. Seluruh
resiko yang mungkin terjadi dan berdampak negatif bagi perusahaan secara signifikan harus
terlebih dahulu diidentifikasi.
Dalam hal ini dibuat dokumentasi mengenai banyaknya kejadian kesalahan pemberian obat
pada pasien dikarenakan resep yang tertukar dan tidak disadari oleh pasien.

b. Menganalisis Risiko
Setelah seluruh resiko diidentifikasi maka dilakukan pengukuran tingkat kemungkinan dan
dampak resiko. Pengukuran resiko dilakukan setelah mempertimbangkan pengendalian
resiko yang ada. Pengukuran resiko dilakukan menggunakan kriteria pengukuran resiko
secara kualitatif, semi kualitatif, atau kuantitatif tergantung pada ketersediaan data tingkat
kejadian peristiwa dan dampak kerugian yang ditimbulkannya. Pada kasus salah
memberikan obat pada pasien, maka pengukuran kualitatif frekuensi/kemungkinan
(likehood) adalah sebagai berikut :

Kemungkinan Deskripsi Nilai

Jarang Terjadi pada keadaan khusus 1

Kadang-kadang (Unlikely) Dapat terjadi sewaktu-sewaktu 2


Mungkin (Possible) Mungin terjadi sewaktu-waktu 3

Mungkin sekali (likely) Mungkin terjadi pada banyak keadaan tapi 4

tidak menetap

Hampir pasti (almost certain) Dapat terjadi pada tiap keadaan dan 5

menetap

Dalam kasus ini, kejadian mungkin terjadi sewaktu-waktu karena kejadiannya dalam
setahun lebih dari 3 kejadian. Hal ini lebih banyak terjadi pada saat peak hour sehingga
memungkinkan petugas kurang berkonsentrasi dalam melayani pasien.

Tingkat Deskriptor Contoh

1 Tidak bermakna Tidak ada cedera, kerugian keuangan kecil

2 Rendah Pertolongan pertama dapat diatasi,

kerugian keuangan sedang

3 Menengah Memerlukan pengobatan medis, kerugian

keuaangan besar

4 Berat Cedera luas, kehilangan kemampuan produksi,

kerugian

5 Katastropik Kematian, kerugian keuangan sangat besar.

Dampak yang terjadi pada kasus tersebut berbobot nilai satu (1) yaitu tidak bermakna
karena petugas apotek segera meriscek resep pasien pada petugas poli dan dokter penulis
resep, sehingga pada saat pemberian ke pasien, kesalahan bisa langsung diatasi.

Dampak
Kemungkinan Sangat Rendah Sedang Besar Ekstrim

(likehood) rendah

Jarang 1 2 3 4 5

Kadang-kadang 2 4 6 8 10

Mungkin 3 6 9 12 15

Mungkin sekali 4 8 12 16 20

Hampir pasti 5 10 15 20 25

Nilai :

1-3 4-6 8-12 15-25

Rendah Sedang Bermakna Tinggi

Skor risiko yang dapat dihitung:


Bobot likehood = 3
Bobot dampak = 1
Bobot total penilaian adalah berada di kolom hijau yaitu rendah.

c. Mengevaluasi Risiko
Evaluasi risiko perlu dilakukan setelah diukur tingkat kemungkinan dan bagaimana
dampaknya. Apakah risiko masih dapat ditoleransi atau diterima atau tidak dan apakah
risiko termasuk prioritas yang harus ditangani sesegera mungkin.
Dari kasus ini, pemberian konseling/informasi obat dan informed consent petugas apotek
pada pasien guna mengecek informed consent yang di berikan dokter sangat penting
dilakukan sehingga terjadi kecocokan. Selain diperlukan ketelitian dan dalam penyerahan
obat pada pasien berdasarkan resep, sehingga jika terjadi kesalahan penulisan resep dapat
segera ditangani.

d. Menangani Risiko
Dalam kasus ini, penanganan risiko adalah dengan melakukan cross-check dengan segera
agar masalah dapat segera teratasi dan tidak menganggu pelayanan pasien yang lain.
Pengendalian bersama petugas medis yang lain dari poli rawat jalan, rawat inap dan UGD
yang terintegrasi agar kasus ini dapat ditekan kejadiannya atau bahkan tidak terjadi lagi di
masa yang akan datang. Salah satu pengendaliannya adalah dengan menganalisa beban kerja
petugas dengan pelayanan yang diberikan agar walaupun pada saat peak hour tetap dapat
berkonsentrasi dan maksimal dalam melakukan pelayanan.

e. Memantau Risiko
Perubahan kondisi internal dan eksternal menimbulkan risiko baru, mengubah tingkat
kemungkinan/dampak terjadinya risiko, dan cara penanganan risikonya. Sehingga setiap
risiko yang teridentifikasi masuk dalam register risiko dan peta risiko perlu dipantau
perubahannya.
Dalam kasus ini memantau risiko dengan melakukan cross-check terhadap sediaan obat
dengan pasien apakah sesuai dengan keluhan pasien atau tidak. Jika ada nama pasien yang
mirip perlu dilakukan cross-check dengan petugas poli rawat jalan.

f. Mengkomunikasikan Risiko
Mengkomunikasikan risiko dapat dilakukan pada pejabat yang berwenang dalam
manajemen RS dan di teruskan pada petugas rumah sakit. Hal ini dilakukan agar setiap
petugas memiliki rasa tanggung jawab pada pekerjaannya dan memahami bahwa jika terjadi
kesalahan serupa maka yang dirugikan bukan hanya pasien eksternal namun juga
manajemen RS.
Dari kasus tersebut, kejadian yang sewaktu-waktu terjadi dan lebih dari 3 kejadian
dalam setahun perlu dilakukan dokumentasi dan pengawasan serta pengendalian. Pada kasus
ini instalasi farmasi melakukan koordinasi dengan komite medik dan memberi laporan lisan
pada bidang pelayanan dan keperawaan yang membawahi instalasi farmasi dan komite medik
agar dapat diperbaiki. Kelalaian semacam ini harus segera diantisipasi karen jika pasien saat
itu tidak menyadari bahwa obat yang diberikan tidak sesuai dengan penyakitnya, misalnya
pasien yang tidak memahami kondisi penyakitnya sendiri dan tidak diberikan informed
consent oleh dokter dan saat petugas apotek memberikan informasi namun kurang ditanggapi
oleh pasien atau bukan pasien yang mengambil obat namun keluarga pasien atau yang disuruh
oleh pasien yang mana tidak tmemahami kondisi penyakit bisa menjadi kesalahan fatal dan
berdampak fatal dan berakibat citra RS dipertaruhkan.

Namun, hasil koordinasi instalasi farmasi baru sebatas kebijakan lisan dan belum
dituangkan pada kebijakan tertulis dikarenakan pada struktur organisasi RSUD Tebing Tinggi
kabupaten Empat Lawang belum memiliki manajer pengendali mutu maupun manajer Risiko
dan pasien safety.

Anda mungkin juga menyukai