Anda di halaman 1dari 18

TUGAS PRESENTASI KASUS BLOK ECCE III

POLI MATA
“KATARAK SENILIS”

Tutor :

dr. Yulia Fitriani Sp.M

Disusun Oleh :

Nama : Noviana

NIM : G1A009083

Kelompok :F

KEMENTERIAN PENDIDIKAN DAN KEBUDAYAAN


UNIVERSITAS JENDERAL SOEDIRMAN
FAKULTAS KEDOKTERAN DAN ILMU-ILMU KESEHATAN
JURUSAN KEDOKTERAN
PURWOKERTO

2012
I. PENDAHULUAN

A. Latar Belakang
Katarak adalah setiap keadaan kekeruhan pada lensa yang dapat
terjadi akibat hidrasi (penambahan cairan) lensa, denaturasi protein lensa
ataupun akibat keduanya. Katarak memiliki derajat kepadatan yang sangat
bervariasi dan dapat disebabkan oleh berbagai hal, tetapi biasanya berkaitan
dengan proses degenatif. Katarak merupakan penyebab utama kebutaan dan
gangguan penglihatan di dunia. Di antara beberapa jenis katarak, katarak
senilis merupakan jenis katarak yang paling banyak ditemukan. Katarak
senilis merupakan semua kekeruhan lensa yang terdapat pada usia lanjut,
yaitu usia di atas 50 tahun. Kekeruhan lensa pada katarak dapat mengenai
kedua mata dan berjalan progresif ataupun dapat tidak mengalami
perubahan dalam waktu yang lama. Kekeruhan lensa ini mengakibatkan
lensa tidak transparan sehingga pupil akan berwarna putih atau abu-abu.
Pasien dengan katarak mengeluh penglihatan seperti berasap dan tajam
penglihatan yang menurun secara progresif (Ilyas, 2009).
Menurut WHO (World Health Organisation) tahun 2002, katarak
menjadi penyebab 17 juta (47,8%) kebutaan dari 37 juta kebutaan di seluruh
dunia, dan ini diperkirakan akan meningkat menjadi 40 juta pada 2020.
Katarak ditemukan pada sekitar 10% orang Amerika Serikat. Prevalensi ini
meningkat sampai sekitar 50% untuk mereka yang berusia antara 65 dan 74
tahun serta sampai sekitar 70%untuk usia lebih dari 75 tahun (AAO, 2008).
Suatu studi juga yang dilakukan oleh Walmer Eye Institute pada tahun 2004
mencatat sekitar 20,5 juta penduduk usia lebih dari 40 tahun di Amerika
menderita katarak pada kedua matanya dan sekitar 6,1 juta diantaranya
merupakan pseudofaki atau afaki. Angka ini diperkirakan akan meningkat
menjadi 30,1 juta kasus katarak dan 9,1 juta kasus dengan pseudofakia atau
afaki pada tahun 2020. Sementara itu, sepertiga dari seluruh kasus kebutaan
akibat katarak terjadi di daerah Asia Tenggara dan diperkirakan setiap
menitnya 12 orang mengalami kebutaan di dunia dan 4 orang diantaranya
berasal dari Asia Tengara (Victor, 2012).
Prevalensi katarak di Indonesia pada tahun 1991 didapatkan
prevalensi kebutaan 1,2% dengan kebutaan karena katarak sebesar 0,67%.
Pada tahun 1996 angka kebutaan meningkat 1,47%. Tahun 2005 dilaporkan
bahwa daerah pedesaan di Indonesia memiliki prevalensi katarak tertinggi di
daerah Asia tenggara (Ocampo, 2012).
II. TINJAUAN PUSTAKA

A. Definisi
Katarak berasal dari bahasa Yunani katarrhakies, Inggris cataract dan
Latin cataracta yang berarti air terjun. Dalam bahasa Indonesia disebut bular,
dimana penglihatan seperti tertutup air tejun akibat lensa yang keruh. Katarak
adalah setiap keadaan kekeruhan pada lensa yang dapat terjadi akibat hidrasi
(penambahan cairan) lensa, denaturasi protein lensa atau terjadi akibat kedua-
duanya. Katarak senilis adalah semua kekeruhan lensa yang terdapat pada
usia lanjut, yaitu usia di atas 50 tahun (Khalilullah. 2010)

Gambar 1. Anatomi Mata

B. Etiologi dan Predisposisi


Penyebab katarak senilis sampai saat ini masih belum diketahui secara
pasti dan diduga multifaktorial. Beberapa penyebab katarak diantaranya
adalah (Vaughan, 2000) :
1. Faktor biologi, yaitu karena usia tua dan pengaruh genetik
2. Faktor fungsional, yaitu akibat akomodasi yang sangat kuat sehingga
mempunyai efek buruk terhadap serabu-serabut lensa
3. Faktor imunologik
4. Gangguan yang bersifat lokal pada lensa, seperti gangguan nutrisi,
gangguan permeabilitas kapsul lensa, efek radiasi cahaya matahari.
5. Gangguan metabolisme umum.
Katarak dapat ditemukan dalam keadaan tanpa adanya kelainan mata
atau sistemik (katarak senil, juvenil, herediter) atau kelainan kongenital mata.
Katarak disebabkan oleh berbagai faktor, seperti (Ocampo, 2012):
1. Penyebab sistemik :
a. Faktor keturunan.
b. Masalah kesehatan, misalnya diabetes.
c. Penggunaan obat tertentu, khususnya steroid dan klorpromazin.
d. Mata tanpa pelindung terkena sinar matahari dalam waktu yang
cukup lama.
e. Operasi mata sebelumnya.
f. Sindrome sistemik (down, lowe)
g. Dermatitis atopik
h. Trauma (kecelakaan) pada mata.
i. Kadar kalsium yang rendah.
2. Penyebab terjadinya kekeruhan lensa ini dapat :
a. Primer, berdasarkan gangguan perkembangan dan metabolisme dasar
lensa.
b. Sekunder, akibat tindakan pembedahan lensa.
c. Komplikasi penyakit lokal ataupun umum.
Sedangkan, penyebab terjadinya katarak senilis hingga saat ini
belum diketahui secara pasti. Terdapat beberapa teori konsep penuaan
menurut Ilyas (2009) sebagai berikut:
1. Teori putaran biologik (“A biologic clock”).
2. Jaringan embrio manusia dapat membelah diri 50 kali → mati.
3. Imunologis; dengan bertambah usia akan bertambah cacat imunologik
yang mengakibatkan kerusakan sel.
4. Teori mutasi spontan.
5. Teori ”A free radical”
6. Free radical terbentuk bila terjadi reaksi intermediate reaktif kuat.
7. Free radical dengan molekul normal mengakibatkan degenerasi.
8. Free radical dapat dinetrralisasi oleh antioksidan dan vitamin E
9. Teori “A Cross-link”.

Gambar 2. Mata dengan katarak

C. Klasifikasi
Berdasarkan letaknya dikenal ada 3 bentuk katarak senilis, yaitu : katarak
nuklear, kortikal dan subkapsularis posterior, yaitu :
1. Katarak Nuklear
Beberapa tingkat sklerosis nuclear dan kekuningan pada lensa
adalah normal pada pasien dewasa yang telah melewati usia pertengahan.
Secara umum, kondisi ini hanya mempengaruhi fungsi visual secara
minimal. Penghambuaran cahaya dan kekuningan yang parah disebut
sebagai katarak nuklear, yang menyebabkan opasiti sentral. Nukleus
cenderung menjadi gelap dan keras (sklerosis), berubah dari jernih
menjadi kuning sampai coklat. Biasanya mulai timbul sekitar usia 60-70
tahun dan progresivitasnya lambat. Bentuk ini merupakan bentuk yang
paling banyak terjadi. Meskipun biasanya bilateral, namun biasanya
asimetris. Pandangan jauh lebih dipengaruhi daripada pandangan dekat
(pandangan baca), bahkan pandangan baca dapat menjadi lebih baik yang
disebut juga sebagai second sight., sulit menyetir pada malam hari .
Perubahan kekuningan dan kecoklatan yang progresif pada lensa
menyebabkan diskriminasi warna yang buruk, khususnya terhadap
spectrum warna biru sehingga penderita mengalami kesulitan
membedakan warna, terutama warna biru dan ungu.
2. Katarak Kortikal
Katarak menyerang lapisan yang mengelilingi nukleus atau
korteks. Biasanya mulai timbul sekitar usia 40-60 tahun dan
progresivitasnya lambat. Katarak kortikal biasanya bilateral tetapi sering
asimetris. Terdapat wedge-shape opacities/cortical spokes atau gambaran
seperti ruji. Banyak pada penderita DM. Keluhan yang biasa terjadi yaitu
penglihatan jauh dan dekat terganggu, penglihatan merasa silau.
3. Katarak Subkapsular Posterior atau Kupuliformis
Bentuk ini terletak pada bagian belakang dari kapsul lensa.
Katarak subkapsularis posterior lebih sering pada kelompok usia lebih
muda daripada katarak kortikal dan katarak nuklear. Biasanya mulai
timbul sekitar usia 40-60 tahun dan progresivitasnya cepat. Pada keadaan
awal, katarak subkapsular posterior adalah salah satu dari tipe utama
katarak yang berhubungan dengan penuaan. Bagaimanapun, ini bisa juga
terjadi sebagai akibat dari trauma, penggunaan kortikosteroid jangka
panjang (sistemik, topical, atau intraokuler), inflamasi, paparan radiasi
ion, dan alkholisme. Katarak ini menyebabkan kesulitan membaca, silau,
pandangan kabur pada kondisi cahaya terang.
Katarak senilis secara klinik dikenal dalam empat stadium yaitu
insipien, intumesen, imatur, matur dan hipermatur, yaitu :
1. Katarak Insipien
Pada katarak stadium insipien terjadi kekeruhan mulai dari tepi
ekuator menuju korteks anterior dan posterior (katarak kortikal). Vakuol
mulai terlihat di dalam korteks. Pada katarak subkapsular posterior,
kekeruhan mulai terlihat anterior subkapsular posterior, celah terbentuk
antara serat lensa dan korteks berisi jaringan degeneratif (benda Morgagni)
pada katarak isnipien.
Kekeruhan ini dapat menimbulkan polipia oleh karena indeks
refraksi yang tidak sama pada semua bagian lensa. Bentuk ini kadang-
kadang menetap untuk waktu yang lama.
2. Katarak Intumesen.
Pada katarak intumesen terjadi kekeruhan lensa disertai
pembengkakan lensa akibat lensa yang degeneratif menyerap air.
Masuknya air ke dalam celah lensa mengakibatkan lensa menjadi bengkak
dan besar yang akan mendorong iris sehingga bilik mata menjadi dangkal
dibanding dengan keadaan normal. Pencembungan lensa ini akan dapat
memberikan penyulit glaukoma. Katarak intumesen biasanya terjadi pada
katarak yang berjalan cepat dan mengakibatkan mipopia lentikular. Pada
keadaan ini dapat terjadi hidrasi korteks hingga lensa akan mencembung
dan daya biasnya akan bertambah, yang memberikan miopisasi. Pada
pemeriksaan slitlamp terlihat vakuol pada lensa disertai peregangan jarak
lamel serat lensa.
3. Katarak Imatur
Pada katarak senilis stadium imatur sebagian lensa keruh atau
katarak yang belum mengenai seluruh lapis lensa. Pada katarak imatur
akan dapat bertambah volume lensa akibat meningkatnya tekanan osmotik
bahan lensa yang degeneratif. Pada keadaan lensa mencembung akan dapat
menimbulkan hambatan pupil, sehingga terjadi glaukoma sekunder.
4. Katarak Matur
Pada katarak senilis stadium matur kekeruhan telah mengenai
seluruh masa lensa. Kekeruhan ini bisa terjadi akibat deposisi ion Ca yang
menyeluruh. Bila katarak imatur atau intumesen tidak dikeluarkan maka
cairan lensa akan keluar, sehingga lensa kembali pada ukuran yang
normal. Akan terjadi kekeruhan seluruh lensa yang bila lama akan
mengakibatkan kalsifikasi lensa. Bilik mata depan akan berukuran
kedalaman normal kembali, tidak terdapat bayangan iris pada lensa yang
keruh, sehingga uji bayangan iris negatif.
5. Katarak Hipermatur
Pada katarak stadium hipermatur terjadi proses degenerasi lanjut,
dapat menjadi keras atau lembek dan mencair. Masa lensa yang
berdegenerasi kelur dari kapsul lensa sehingga lensa menjadi mengecil,
berwarna kuning dan kering. Pada pemeriksaan terlihat bilik mata dalam
dan lipatan kapsul lensa. Kadang-kadang pengkerutan berjalan terus
sehingga hubungan dengan zonula Zinn menjadi kendor. Bila proses
katarak berjalan lanjut disertai dengan kapsul yang tebal maka korteks
yang berdegenerasi dan cair tidak dapat keluar, maka korteks akan
memperlihatkan bentuk sebagai sekantong susu disertai dengan nukleus
yang terbenam di dalam korteks lensa karena lebih berat. Keadaan ini
disebut sebagai katarak Morgagni.

D. Patofisiologi
Kekeruhan lensa dapat terjadi akibat hidrasi dan denaturasi protein
lensa. Dengan bertambahnya usia, ketebalan dan berat lensa akan meningkat
sementara daya akomodasinya akan menurun. Dengan terbentuknya lapisan
konsentris baru dari kortek, inti nucleus akan mengalami penekanan dan
pengerasan. Proses ini dikenal sebagai sklerosis nuclear. Selain itu terjadi
pula proses kristalisasi pada lensa yang terjadi akibat modifikasi kimia dan
agregasi protein menjadi high-molecular-weight-protein. Hasil dari agregasi
protein secara tiba tiba ini mengalami fluktuasi refraktif index pada lensa
sehingga menyebabkan cahaya menyebar dan penurunan pandangan.
Modifiaksi kimia dari protein nukleus lensa juga menghasilkan pigmentasi
progresif yang akan menyebabkan warna lensa menjadi keruh. Perubaha lain
pada katarak terkait usia juga menggambarkan penurunan konsentrasi glutatin
dan potassium serta meningkatnya konsentrasi sodium dan calcium
(Khalilulloh, 2010).
Terdapat berbagai faktor yang ikut berperan dalam hilangnya
transparasi lensa. Sel epithelium lensa akan mengalami proses degeneratif
sehingga densitasnya akan berkurang dan terjadi penyimpangan diferensiasi
dari sel-sel fiber. Akumulasi dari sel-sel epitel yang hilang akan
meningkatkan pembentukan serat-serat lensa yang akan menyebabkan
penurunan transparasi lensa. Selain itu, proses degeneratif pada epithelium
lensa akan menurunkan permeabilitas lensa terhadap air dan molekul-molekul
larut air sehingga transportasi air, nutrisi dan antioksidan kedalam lensa
menjadi berkurang. Peningkatan produk oksidasi dan penurunan antioksidan
seperti vitamin dan enzim-enzim superoxide memiliki peran penting pada
proses pembentukan katarak (Khalilulloh, 2010).
Terdapat 2 teori yang menyebabkan terjadinya katarak yaitu teori
hidrasi dan sklerosis (Ilyas, 2009):
1. Teori hidrasi terjadi kegagalan mekanisme pompa aktif pada epitellensa
yang berada di subkapsular anterior, sehingga air tidak dapatdikeluarkan
dari lensa. Air yang banyak ini akan menimbulkan bertambahnya tekanan
osmotik yangmenyebabkan kekeruhan lensa.
2. Teori sklerosis lebih banyak terjadi pada lensa manula dimana
serabutkolagen terus bertambah sehingga terjadi pemadatan
serabut kolagendi tengah. Makin lama serabut tersebut semakin bertambah
banyak sehingga terjadilah sklerosis nukleus lensa.
Perubahan yang terjadi pada lensa usia lanjut:
1. Kapsula
a. Menebal dan kurang elastic (1/4 dibanding anak)
b. Mulai presbiopiac
c. Bentuk lamel kapsul berkurang atau kabur 
d. Terlihat bahan granular 
2. Epitel-makin tipis
a. Sel epitel (germinatif pada ekuator bertambah besar dan berat)
b. Bengkak dan vakuolisasi mitokondria yang nyata
3. Serat lensa
a. Serat irregular 
b. Pada korteks jelas kerusakan serat sel
c. Brown sclerotic nucleu, sinar UV lama kelamaan merubah
proteinnukelus lensa, sedang warna coklat protein lensa
nucleusmengandung histidin dan triptofan disbanding normal
d. Korteks tidak berwarna karenai kadar asam askorbat tinggi dan
menghalangi foto oksidasi.
e. Sinar tidak banyak mengubah protein pada serat muda. Perubahan
fisik dan kimia dalam lensa mengakibatkan hilangnya transparasi,
akibat perubahan pada serabut halus multipel yang memanjang dari
badan siliar ke sekitar daerah di luar lensa, misalnya menyebabkan
penglihatan mengalami distorsi. Pada protein lensa menyebabkan
koagulasi, sehingga mengakibatkan pandangan dengan penghambatan
jalannya cahaya ke retina.

E. Penegakan Diagnosis
1. Anamnesis
Seorang pasien dengan katarak senilis biasanya datang dengan
riwayat kemunduran secara progesif dan gangguan penglihatan.
Penyimpangan penglihatan bervariasi, tergantung pada jenis dari katarak
ketika pasien datang (Faradila, 2009).
a. Penurunan visus, merupakan keluhan yang paling sering dikeluhkan
pasien dengan katarak senilis.
b. Silau, Keluhan ini termasuk seluruh spektrum dari penurunan
sensitivitas kontras terhadap cahaya terang lingkungan atau silau
pada siang hari hingga silau ketika mendekat ke lampu pada malam
hari.
c. Perubahan miopik, Progesifitas katarak sering meningkatkan
kekuatan dioptrik lensa yang menimbulkan myopia derajat sedang
hingga berat. Sebagai akibatnya, pasien presbiopi melaporkan
peningkatan penglihatan dekat mereka dan kurang membutuhkan
kaca mata baca, keadaan ini disebut dengan second sight. Secara
khas, perubahan miopik dan second sight tidak terlihat pada katarak
subkortikal posterior atau anterior.
d. Diplopia monocular. Kadang-kadang, perubahan nuclear yang
terkonsentrasi pada bagian dalam lapisan lensa, menghasilkan area
refraktil pada bagian tengah dari lensa, yang sering memberikan
gambaran terbaik pada reflek merah dengan retinoskopi atau
ophtalmoskopi langsung. Fenomena seperti ini menimbulkan
diplopia monocular yang tidak dapat dikoreksi dengan kacamata,
prisma, atau lensa kontak.
e. Noda, berkabut pada lapangan pandang.
f. Ukuran kaca mata sering berubah
2. Pemeriksaan Fisik
Pemeriksaan fisik biasanya keadaan umum dan kesadaran pasien
dalam keadaan sehat dan sadar penuh. Sementara pemeriksaan
oftalmologi dapat dilakukan dengan menggunakan senter, slit lamp dan
funduskopi. Berikut merupakan hasil temuan pemeriksaan oftalmologi
pada katarak senilis dan katarak stadium lainnya.

INSIPIEN IMMATUR MATUR HIPER


MATUR
Kekeruhan Ringan Sebagian Penuh Masif
Cairan lensa Normal Bertambah Normal Berkurang
Iris Normal Terdorong Normal Termulans
Bilik mata depan Normal Dangkal Normal Dalam
Sudut bilik mata Normal Sempit Normal Terbuka
Shadow test Negatif Positif Negatif Pseudopods
Penyulit - glaukoma Glaukoma Uveitis dan
glaukoma

Gambar 3. Stadium Katarak Senilis (Ilyas, 2009)

3. Pemeriksaan penunjang
Pemeriksaan laboratorium diminta sebagai bagian dari proses
screening pra operasi untu mendeteksi penyakit yang menyertai , seperti
diabetes mellitus, hipertensi, dan penyakit jantung. Penyakit seperti
diabetes mellitus dapat menyebabkan perdarahan perioperatif. Dengan
demikian deteksi dini harus dilakukan sebelum operasi (Dua, 2009).
Pemeriksaan pencitraan pada mata seperti USG, CT SCAN, dan
MRI diperlukan jika dicurigai terdapat kelainan pada bagian posterior dan
penglihatan yang kabur akibat katarak. Hal ini bermanfaat dalam
pengelolaan pembedahan dan untuk memberikan prognosis pemulihan
penglihatan pasien pasca operasi (Dua, 2009).

F. Penatalaksanaan
Katarak hanya dapat diatasi melalui prosedur operasi. Akan tetapi
jika gejala katarak tidak mengganggu, tindakan operasi tidak diperlukan.
Kadang kala cukup dengan mengganti kacamata sehingga didapatkan
penglihatan maksimal. Sejauh ini tidak ada obat-obatan yang dapat
menjernihkan lensa yang keruh. Namun, aldose reductase inhibitor,
diketahui dapat menghambat konversi glukosa menjadi sorbitol dan sudah
memperlihatkan hasil yang menjanjikan dalam pencegahan katarak gula
pada hewan. Obat anti katarak lainnya sedang diteliti termasuk diantaranya
agen yang menurunkan kadar sorbitol, aspirin, agen glutathione-raising, dan
antioksidan vitamin C dan E.
Penatalaksanaan definitif untuk katarak senilis adalah ekstraksi
lensa. Terdapat 2 tipe ekstraksi lensa yaitu intra capsuler cataract ekstraksi
(ICCE) dan ekstra capsuler cataract ekstraksi (ECCE). ECCE sendiri terdiri
dari dua teknik yaitu Small Incision Cataract Surgery (SICS) dan
Phakoemulsifikasi (Dua, 2009).
1. Intra Capsuler Cataract Ekstraksi (ICCE)
Tindakan pembedahan dengan mengeluarkan seluruh lensa
bersama kapsulnya. Seluruh lensa dibekukan di dalam kapsulnya
dengan cryophake dan depindahkan dari mata melalui incisi korneal
superior yang lebar. Sekarang metode ini hanya dilakukan hanya pada
keadaan lensa subluksatio dan dislokasi. Pada ICCE tidak akan terjadi
katarak sekunder dan merupakan tindakan pembedahan yang sangat
lama populer. ICCE tidak boleh dilakukan atau kontraindikasi pada
pasien berusia kurang dari 40 tahun yang masih mempunyai ligamen
hialoidea kapsular. Penyulit yang dapat terjadi pada pembedahan ini
astigmatisme, glukoma, uveitis, endoftalmitis, dan perdarahan.
2. Extra Capsular Cataract Extraction (ECCE)
Tindakan pembedahan pada lensa katarak dimana dilakukan
pengeluaran isi lensa dengan memecah atau merobek kapsul lensa
anterior sehingga massa lensa dan kortek lensa dapat keluar melalui
robekan. Pembedahan ini dilakukan pada pasien katarak muda, pasien
dengan kelainan endotel, bersama-sama keratoplasti, implantasi lensa
intra ocular posterior, perencanaan implantasi sekunder lensa intra
ocular, kemungkinan akan dilakukan bedah glukoma, mata dengan
prediposisi untuk terjadinya prolaps badan kaca, mata sebelahnya telah
mengalami prolap badan kaca, sebelumnya mata mengalami ablasi
retina, mata dengan sitoid macular edema, pasca bedah ablasi, untuk
mencegah penyulit pada saat melakukan pembedahan katarak seperti
prolaps badan kaca. Penyulit yang dapat timbul pada pembedahan ini
yaitu dapat terjadinya katarak sekunder (Manalu, 2006).

Gambar 4. Prosedur EKEK


3. Phakoemulsifikasi
Phakoemulsifikasi merupakan suatu teknik ekstraksi lensa
dengan memecah dan memindahkan kristal lensa. Pada tehnik ini
diperlukan irisan yang sangat kecil (sekitar 2-3mm) di kornea. Getaran
ultrasonik akan digunakan untuk menghancurkan katarak, selanjutnya
mesin phako akan menyedot massa katarak yang telah hancur sampai
bersih. Sebuah lensa Intra Okular yang dapat dilipat dimasukkan
melalui irisan tersebut. Karena incisi yang kecil maka tidak diperlukan
jahitan dan irisan akan pulih dengan sendirinya sehingga
memungkinkan pasien dapat dengan cepat kembali melakukan aktivitas
sehari-hari. Tehnik ini bermanfaat pada katarak kongenital, traumatik,
dan kebanyakan katarak senilis. Tehnik ini kurang efektif pada katarak
senilis padat (Manalu, 2006).

Gambar 5. Phakoemulsi

4. Small Incision Cataract Surgery SICS


Teknik ini dipandang lebih menguntungkan karena lebih murah dan
proses penyembuhannya lebih cepat.

G. Prognosis
Dengan tehnik bedah yang mutakhir, komplikasi atau penyulit
menjadi sangat jarang. Hasil pembedahan yang baik dapat mencapai 95%.
Pada bedah katarak resiko ini kecil dan jarang terjadi. Keberhasilan tanpa
komplikasi pada pembedahan dengan ECCE atau fakoemulsifikasi
menjanjikan prognosis dalam penglihatan dapat meningkat hingga 2 garis
pada pemeriksaan dengan menggunakan snellen chart.

G. Komplikasi
1. Komplikasi Intra Operatif
Edema kornea, COA dangkal, ruptur kapsul posterior, pendarahan atau
efusi suprakoroid, pendarahan suprakoroid ekspulsif, disrupsi vitreus,
incacerata kedalam luka serta retinal light toxicity.
2. Komplikasi dini pasca operatif
a. COA dangkal karena kebocoran luka dan tidak seimbangnya antara
cairan yang keluar dan masuk, adanya pelepasan koroid, block pupil
dan siliar, edema stroma dan epitel, hipotonus, brown-McLean
syndrome (edema kornea perifer dengan daerah sentral yang bersih
paling sering)
b. Ruptur kapsul posterior, yang mengakibatkan prolaps vitreus
c. Prolaps iris, umumnya disebabkan karena penjahitan luka insisi yang
tidak adekuat yang dapat menimbulkan komplikasi seperti
penyembuhan luka yang tidak sempurna, astigmatismus, uveitis
anterior kronik dan endoftalmitis.
d. Pendarahan, yang biasa terjadi bila iris robek saat melakukan insisi.
3. Komplikasi lambat pasca operatif
a. Ablasio retina
b. Endoftalmitis kronik yang timbul karena organissme dengan
virulensi rendah yang terperangkap dalam kantong kapsuler
c. Post kapsul kapacity, yang terjadi karena kapsul posterior lemah
Malformasi lensa intraokuler, jarang terjadi.

III. KESIMPULAN

1. Katarak adalah setiap keadaan kekeruhan pada lensa yang dapat terjadi
akibat hidrasi (penambahan cairan) lensa, denaturasi protein lensa ataupun
akibat keduanya. Katarak merupakan menyebab kebutaan yang utama di
dunia.
2. Katarak senilis merupakan katarak yang disebabkan oleh proses penuaan.
Karatak senilis terdiri dari 4 stadium yaitu insipient, immature, matur, dan
hipermatur.
3. Katarak merupakan penyakit yang tidak bisa dicegah namun bisa diobati.
Pengobatan katarak hanya dilakukan dengan pembedahan menggunakan
beberapa metode.

DAFTAR PUSTAKA

American Academy of Ophtalmology. 2008. Lens and Cataract. San


Fransisco:AAO
Dua, HS. Said DG., Otri AM. 2009. Are We doing too many Cataract
Operations? Cataract Surgery: a Grlobal Prespective. British Journal
Ophthalmology.

Ilyas, Sidarta. 2009. Ilmu Penyakit Mata. 3 rd ed. Jakarta: Balai Penerbit Fakultas
Kedokteran Universitas Indonesia.

Manalu R. 2006. Mass Cataract Surgery Among Barabai Community At


Damanhuri Hospital, South Kalimantan. IOA The 11th Congress In Jakarta.

Khalilullah, Said Alvin. 2010. Patologi dan Penatalaksanaan pada Katarak Senilis.

Ocampo, V.V.D. 2012.Cataract Senile. Diakses dari


http://emedicine.medscape.com/article/1210914-followup#a2650, tanggal
10 Desember 2012

Vaughan, Daniel G; Asbury, Taylor and Eva, Paul Riordan. 2000. Oftalmologi
Umum. 14th ed. Jakarta : Widya Medika.

Victor, Vicente. 2012. Senile Cataract. Diakses Dari: www.medscape.com tanggal


10 Desember 2012

Anda mungkin juga menyukai