PENDAMPINGAN AGAMA
Pendampingan Agama merupakan dimensi spiritual dalam hubungan dengan agama sebagai
makna ekterior atau eksternal kemanusiaan yang terbentuk dari kehidupaan sosial dan budaya
masyarakat. Agama yang dimaksudkan disini adalah agama sipil (civil religion) atau agama
masyarakat yang memperhatikan bagaimana orang harus hidup bersama dengan orang lain
dan dengan lingkungan alam sekitarnya. Agama tidak terpisahkan dari struktur sosial
masyarakat karena mengandung nilai-nilai spiritual yang mengatur kehidupan bersama,
sehingga masyarakat juga turut mempengaruhi penghayatan dan pengalaman keyakinan-
keyakinan keagamaan (Robertson, 1988:46). Di sisi lain, Swidler (2014:375) memahami
spiritual sebagai energi kehidupan yang mengacu pada makna interior atau internal
kemanusiaan, sedangkan agama sebagai makna eksterior atau eksternal kemanusiaan.
Swidler (2014:374) memahami agama dari akar kata Latin "re-ligare” yang berarti
pemahaman tentang makna akhir dari kehidupan, didasarkan pada gagasan dan pengalaman
transenden seseorang. Agama adalah sistem yang terorganisir dari keyakinan, praktik, ritual,
dan simbol-simbol yang dirancang (a) untuk memfasilitasi kedekatan transenden, dan (b)
untuk mendorong pemahaman tentang hubungan dan tanggung jawab seseorang kepada
orang lain dalam komunikasi hidup bersama dalam komunitas. Oleh karena itu setiap agama
mengandung empat "C": Creed, Code, Cult, and Community-structure: a) Creed mengacu
pada aspek kognitif agama yang menjelaskan tentang makna akhir dari kehidupan; b) Code
adalah perilaku atau etika yang mencakup semua aturan dan kebiasaan dari tindakan manusia;
c) Cult berarti semua kegiatan ritual dan devosional yang berhubungan dengan kepercayaan
yang transenden, seperti doa, kebiasaan ibadah, perilaku terhadap figur otoritas, perayaan,
dll; d) Community-structure mengacu pada hubungan antara orang-orang beragama; ini bisa
bervariasi, dari hubungan yang sangat egaliter, melalui sebuah 'struktur seperti presbiterian,
conggrational, monarki dan lain-lain. Karena itu, agama dipahami sebagai makna eksterior
atau eksternal kemanusiaan, yang mengatur pola perilaku dan etika manusia, maka
budayapun membentuk pola kepribadian, pola bertingkah laku manusia, sehingga baik agama
dan budaya mengatur sistem nilai dan pola hidup manusia. Di sisi lain, baik spiritualitas
maupun agama merupakan representasi dari spiritual. Berdasarkan pemahaman tersebut,
interaksi nilai-nilai spiritual dan spiritualitas dalam agama perlu dipahami dalam kerangka
menjawab peranan pendampingan agama dalam masyarakat plural.
Komunitas agama memberikan kontribusi dalam jumlah yang bervariasi. Hal tersebut
harus menjadi perhatian pendamping untuk memastikan kontribusi dari komunitas agama
terhadap yang didampingi. Pendampingan jangka panjang dapat dengan mudah berorientasi
dengan yang didampingi untuk meningkatkan keterlibatannya dalam komunitas agama untuk
dapat meningkatkan keterampilannya. Pendamping yang mengalami depresi sangat
menghargai agama yang dianut, sehingga yang didampingi didorong untuk terlibat dalam
program penjangkauan komunitas yang meningkatkan interaksi sosial yang positif, sementara
pada saat yang sama memungkinkan yang didampingi untuk mengekspresikan nilai
keagamaannya (Russell, 1992).
Pendamping tidak diwajibkan untuk mengubah nilai-nilai mereka sendiri untuk bekerja
secara efektif dengan yang didampingi untuk memiliki nilai-nilai agama tertentu.
Pendamping berada dalam posisi untuk menghasilkan citra positif kepada yang didampingi
tentang nilai-nilai agama, jika mereka dapat menyampaikan penerimaan nilai-nilai yang
didampingi. Beutler, Pollack, dan Jobe (1978) menyimpulkan studi mereka pada sikap
penerimaan sikap pendamping terhadap nilai-nilai yang didampingi memiliki dampak
terbesar pada pertumbuhan perasaan yang didampingi. Penerimaan terhadap sikap dan nilai-
nilai pendamping dan yang didampingi memfasilitasi perbaikan dan memberikan perawatan
dan intervensi yang konsisten untuk meningkatkan hasil pendampingan secara maksimal.
Ketika perbedaan nilai agama ada, maka itu adalah tanggung jawab pendamping
untuk belajar tentang nilai-nilai yang dipegang oleh yang didampingi. Hal ini berfungsi untuk
menempatkan perbedaan nilai yang didampingi dalam konteks pendampingan agama
(Ridley,1985). Nilai-nilai yang didampingi harus secara terbuka dan terang-terangan
dieksplorasi sebagai bagian dari proses pendampingan. Keterbukaan dalam proses
pendampingan mengurangi kemungkinan bahwa nilai-nilai konflik akan terjadi, dan
memberikan kesempatan untuk eksplorasi dan resolusi konflik. Jika konflik masih tetap ada
dan bertahan dalam menghadapi diskusi terbuka, yang didampingi harus dirujuk ke
pendamping lain (American Psychological Association, 1990).
Pelaksanaan pedoman seorang pendamping ini tergantung pada dua hal (Russell, 1992).
Pertama, jika pendamping memberikan layanan profesional untuk yang didampingi dengan
berbagai nilai-nilai agama, mereka harus mempertahankan sikap terbuka terhadap nilai-nilai
agama, karena nilai-nilai keagamaan perlu dilihat sebagai elemen yang valid dan berharga
dalam proses pendampingan. Kedua, pendamping dianjurkan untuk mempertimbangkan
reorientasi filosofis berkenaan dengan pemahaman mereka tentang fungsi nilai-nilai agama,
karena nilai-nilai keagamaan adalah bagian dari budaya yang didampingi. Yang harus
dilakukan sebagai seorang pendamping, adalah mampu melihat nilai-nilai agama dalam
konteks budaya, sehingga lebih mampu mempengaruhi perubahan sikap yang diperlukan, dan
lebih bebas mengeksplorasi nilai-nilai agama yang didampingi.
Berdasarkan paparan di atas, maka perbedaan nilai-nilai agama yang didampingi harus
dipertimbangkan untuk membuat intervensi pendampingan yang efektif. Pendamping
memahami nilai-nilai agama yang didampingi, sehingga lebih mampu mempengaruhi
perubahan sikap yang diperlukan, dan lebih bebas mengeksplorasi nilai-nilai agama yang
didampingi. Pendamping memahami kekuatan dan keterbatasannya dalam mengintegrasikan
nilai-nilai agama yang didampingi agar dapat meningkatkan efektivitas pendampingan.
BAB VI
PENDAMPINGAN BUDAYA
BAB VII
PENDAMPINGAN BERKARAKTER
Karakter mengacu pada kualitas moral dan karakteristik yang membedakannya dengan orang
lain. Karena itu karakter mengandung dua makna (meaning) yaitu values (nilai-nilai) dan
kepribadian. Nilai mengacu pada kualitas moral yaitu spiritual setiap orang sebagai inti
kekuatan (power) dalam kepribadian dan bukan bagian yang terpisah dari kepribadian (De
Braine, 2007). Filsuf Yunani besar Aristoteles menyatakan bahwa ada dua macam
keunggulan manusia yaitu keunggulan berpikir, dan keunggulan karakter. Keunggulan
karakter diterjemahkan sebagai kebajikan moral atau keunggulan moral. Aristoteles juga
melihat karakter dalam kaitannya dengan orang lain dan dalam hubungannya dengan diri
sendiri (Lickona, 1991). Dalam hubungan dengan pendampingan, karakter merujuk pada
panggilan untuk melayani karena berorientasi pada kemurahan hati dan belas kasih.
Panggilan melayani suatu penghayatan terhadap profesi sebagai pendamping yang
mempunyai kecendrungan melayani dan bukan dilayani.
Hubungan inter dan antar pendamping dengan yang didampingi, sangat
mempengaruhi karakter pendamping. Dalam menyikapi dampak buruk terhadap
pendampingan, sebagai pendamping perlu memiliki karakter diri yang kuat. Karakter secara
internal dan eksternal menunjukkan sifat-sifat individu seorang pendamping. Karena itu
karakter didefinisikan sebagai, sifat-sifat positif yang tercermin dalam pikiran, perasaan dan
perilaku pripadi setiap individu (Park, et al., 2004: 613). Secara eksternal karakter
pendamping dipengaruhi oleh lingkungan kerja dan pengalaman hidup sehari-hari. Secara
internal karakter pendamping dipengaruhi oleh inti karakter, komponen karakter pada tataran
konseptual dan elemen karakter pada tataran praktis.
Dalam inti karakter terdapat 24 kekuatan karakter seorang pemimpin, diklasifikasikan
ke dalam enam kategori dideskripsikan sebagai berikut.
1. Inti Karakter
Inti karakter adalah kebajikan, yang terdiri atas enam kategori (De Braine, 2007) dengan
kekuatan karakter dideskripsikan sebagai berikut.
a. Kebijaksanaan dan Pengetahuan
Kebijaksanaan dan pengetahuan meliputi: Kreativitas (orisinalitas, kecerdikan) yaitu cara
berpikir produktif, menciptakan konsep dan melakukan pencapaian artistik. Curiosity
(keingintahuan dan keterbukaan terhadap pengalaman), yaitu mengambil suatu keputusan
dalam pengalaman berkelanjutan untuk kepentingan yang didampingi. Penilaian yaitu
berpikir kritis terhadap semua aspek, secara sistematis. Cinta belajar yaitu meng-up-date-kan
diri, menguasai keterampilan baru, wawasan, dan pengetahuan. Perspektif yaitu kemampuan
memberikan pemahaman secara ilmiah, kritis, dinamis, progresif. Dalam hubungan dengan
pendampingan, karakter memberikan kontribusi baik kepada pendamping maupun yang
didamping untuk berpikir produktif dalam pengambilan keputusan yang berkualitas, memiliki
wawasan dan pengetahuan yang progresif dan inovatif.
b. Keberanian
c. Kemanusiaan
Kemanusiaan meliputi: Cinta yaitu hubungan yang dekat dengan orang lain, khususnya
mereka yang berbagi dan peduli. Kebaikan (kemurahan hati, pemeliharaan, perawatan, kasih
sayang, altruistik) yaitu melakukan perbuatan baik bagi orang lain, membantu dan merawat.
Kecerdasan sosial (kecerdasan emosional, kecerdasan pribadi) yaitu menyadari motif dan
perasaan orang lain dan diri sendiri, mengetahui apa yang harus dilakukan untuk masuk ke
berbagai situasi sosial; mengetahui apa yang membuat orang lain tertarik. Dalam hubungan
dengan pendampingan, karakter berkontribusi terhadap cinta kasih, kepedulian, pelayanan,
hubungan inter dan antar personal.
d. Keadilan
Keadilan meliputi: Kerjasama tim (tanggung jawab sosial, loyalitas) yaitu bekerja dengan
baik, menjadi setia, melakukan share sebagai pendamping maupun yang didampingi.
Keadilan yaitu memperlakukan orang sesuai dengan tatanan dan norma yang berlaku, tidak
membiarkan perasaan pribadi menjadi keputusan dalam hubungan pendampimngan, memberi
semua orang kesempatan yang adil. Kepemimpinan yaitu mendorong pendamping untuk
menyelesaikan sesuatu dan pada saat yang sama menjaga hubungan baik dalam
mengorganisir kegiatan pendampingan. Dalam hubungan dengan pendampingan, karakter
berkontribusi terhadap kesetiaan dalam mengembangkan dan meningkatkan potensi diri.
e. Integritas.
Integritas membangun kepercayaan diri, yang meliputi: Pengampunan dan belas kasihan
yaitu mengampuni orang-orang yang telah berbuat salah; menerima kekurangan orang lain;
memberikan kesempatan kedua, tidak menjadi pendendam. Kerendahan hati tidak
mempertahankan harkat martabat untuk suatu kepedulian bagi yang membutuhkannya.
Prudence (kehati-hatian) yaitu berhati-hati tentang pilihan seseorang; tidak mengambil risiko,
tidak melakukan hal-hal yang mungkin nanti akan menyesali diri sendiri. Self-regulasi yaitu
pengaturan apa yang menjadi tujuan, visi seseorang kedepan. Dalam hubungan dengan
pendampingan, karakter berkontribusi terhadap pemahaman diri tentang kontrol dan
pengendalian diri untuk suatu kepedulian.
f. Transenden
Transendensi meliputi: Apresiasi (kagum, heran) yaitu memperhatikan dan menghargai
keindahan, keunggulan, dan / atau kinerja dalam berbagai bidang kehidupan. Rasa terima
kasih yaitu menyadari dan bersyukur untuk hal-hal baik yang terjadi; meluangkan waktu
untuk mengucapkan syukur. Harapan (optimisme, dan future orientation) yaitu
mengharapkan yang terbaik di masa depan dan bekerja untuk mencapainya. Humor
(menyenangkan) yaitu membawa senyum pada orang lain. Spiritualitas (religiusitas, iman,
tujuan) yaitu memiliki koherensi keyakinan tentang tujuan yang lebih tinggi dan makna hidup
dibalik situasi kehidupan yang dialami. Dalam hubungan dengan pendampingan, karakter
berkontribusi terhadap kinerja untuk tujuan dan harapan hidup serta memiliki religiusitas
tinggi.
2. Komponen Karakter
Komponen karakter merupakan kualitas moral yang terdiri atas tiga kategori (De Braine,
2007) dengan kekuatan karakter dideskripsikan sebagai berikut.
a. Moral Knowing
Moral knowing meliputi: Kesadaran Moral yaitu menggunakan kecerdasan ketika situasi
membutuhkan penilaian moral. Pengetahuan yaitu norma-norma yang diteruskan dari satu
generasi ke generasi berikutnya. Nilai Moral membutuhkan etika untuk suatu penilaian baik
atau buruk. Pemahaman diri yaitu kemampuan berpikir, bertindak dan kemampuan
emosional. Sudut Pandang sebagai prasyarat untuk penilaian moral. Penalaran Moral
melibatkan pemahaman tentang apa artinya moral dan mengapa kita harus bermoral. Belajar
yaitu sesuatu yang dianggap baik sebagai alasan moral dan menghormati nilai intrinsik dari
setiap individu. Pengambilan keputusan yaitu cara berpikir seseorang melalui masalah moral,
untuk menjawab pertanyaan-pertanyaan tentang apa yang menjadi pilihan dan konsekuensi.
Dalam hubungan dengan pendampingan, karakter berkontribusi terhadap pengetahuan moral
untuk kemampuan berpikir, bertindak dan kemampuan emosional.
b. Moral Feeling
Moral feeling meliputi: Hati nurani yaitu perasaan dari kewajiban moral untuk pengambilan
keputusan moral yang konstruktif. Self-esteem yaitu harga diri sehat yang membantu kita
menghargai diri kita sendiri dan tidak terlalu tergantung pada persetujuan orang lain. Diri
yang positif memiliki korelasi positif dengan memperlakukan orang lain secara positif.
Empati memahami orang lain secara emosional dari sudut pandang mereka. Mencintai yaitu
bentuk tertinggi dari karakter termasuk menjadi benar-benar tertarik dengan baik. ketika
orang mencintai yang baik, mereka mengambil kesenangan dalam berbuat baik. Kontrol diri
yaitu kebajikan moral untuk pengendalian diri, membantu kita untuk menjadi etis bahkan
mengekang kesenangan diri sendiri yang merugikan. Dalam hubungan dengan
pendampingan, karakter berkontribusi terhadap harga diri untuk pengambilan keputusan
moral untuk memperlakukan orang lain dengan adil.
c. Moral Action
Moral action meliputi: Moral kompetensi adalah memiliki kemampuan untuk mengubah
pertimbangan moral dan perasaan ke dalam tindakan moral yang efektif. Keinginan (Will)
adalah memobilisasi energi moral untuk melakukan apa yang kita pikirkan. Dibutuhkan
kemauan untuk menjaga emosi di bawah kendali akal. Dibutuhkan kemauan untuk melihat
dan memikirkan semua dimensi moral. Dibutuhkan kemauan untuk menempatkan tugas
sebelum kesenangan. Will adalah inti dari keberanian moral. Kebiasaan yaitu melakukan
manfaat Moral. Dalam hubungan dengan pendampingan, karakter berkontribusi terhadap
tindakan moral yang efektif untuk menjaga emosi di bawah kendali akal.
3. Elemen Karakter
Elemen karakter merupakan karakter pendukung pada tataran praktis. Elemen karakter
meliputi (De Braine, 2007): Kepemimpinan adalah mendampingi sebagai panutan dan
teladan, memungkinkan orang yang didampingi melakukan pelayanan apapun untuk
pendampingan. Pendamping yang memenuhi dan memberikan kepuasan serta menginspirasi
yang didampingi akan meningkatkan kinerja dan mengembangkan etos kerjanya. Integritas
yaitu perkataan benar, dan dapat dipercaya dalam kondisi apapun, konsistensi dalam
perkataan dan tindakan, demikian pula setia untuk hal-hal kecil, dan setia dalam tanggung
jawab yang besar. Kerajinan yaitu karakter dan kemampuan yang menghasilkan kualitas kerja
yang tinggi. Empati mendasari semua aspek pendampingan dengan menempatkan diri pada
posisi orang lain untuk memahami kebutuhan dan berkomunikasi secara efektif mendapatkan
perspektif yang seimbang dalam membangun rasa hormat dari orang yang didampingi.
Loyalitas adalah kesetiaan kepada diri sendiri dan orang lain yang menggambarkan
citra dan komitmen diri untuk membantu orang yang didampingi berdasarkan cinta.
Optimisme melakukan sesuatu yang melebihi yang diharapkan. Keadilan yaitu menerapkan
aturan secara konsisten dan memberikan orang kesempatan yang sama. Belas kasihan
membutuhkan perhatian untuk masalah yang dihadapinya. Cinta adalah layanan dalam
konsep kasih, tanpa pamrih peduli sekitar, bersifat universal dan prinsip-prinsip yang
mendukung pengembangan sumber daya manusia. Humor sebagai treatment dalam
mengatasi masalah, berdampak positif bagi kesehatan. Disiplin diri bertanggung jawab untuk
setiap pendampingan yang membutuhkan pengembangan potensi diri.
Ketekunan adalah keinginan untuk mencapai sesuatu. Percaya diri adalah meyakinkan
orang lain untuk setiap keputusan yang diambil dan membuat percaya diri, apakah itu baik
atau buruk. Kerendahan hati untuk tidak pernah berpikir lebih besar atau lebih baik daripada
yang lain, selalu menempatkan diri dalam sikap belajar. Pemahaman Diri yaitu mengetahui
kekuatan dan kelemahan serta jujur dengan diri sendiri. Inisiatif yaitu prakarsa diri dan
tidak perlu menunggu orang lain untuk mengembangkannya. Konsistensi dalam pengertian
apakah pendamping bertindak benar atau salah. Kreativitas yaitu modifikasi diri, mempunyai
ide-ide baru dan inovatif. Spiritualitas menggambarkan kekuatan diri (power), melampaui diri
sendiri, menyikapi situasi fisik, psikis dan seksual. Dalam hubungan dengan pendampingan,
karakter berkontribusi terhadap kemampuan yang menghasilkan kualitas pendampingan
secara konsisten dan memberikan orang yang didampingi kesempatan yang sama.