KAJIAN TEORITIK
Secara bahasa ada tiga istilah yang masing-masing kata tersebut memilki
perbedaan arti yakni religi, religiusitas dan religius. Slim (Rasmanah, 2003)
mendefenisikan istilah tersebut dari bahasa Inggris. Religi berasal dari kata
religion sebagai bentuk dari kata benda yang berarti agama atau kepercayaan
akan adanya sesuatu kekuatan kodrati di atas manusia. Religiusitas berasal dari
kata religiosity yang berarti keshalihan, pengabdian yang besar pada agama.
Religiusitas berasal dari religious yang berkenaan dengan religi atau sifat religi
yang melekat pada diri seseorang. Religiusitas berasal dari bahasa Latin
“relegare” yang berarti mengikat secara erat atau ikatan kebersamaan (Mansen,
dalam Kaye & Raghavan, 2000). Religiusitas adalah sebuah ekspresi Spiritual
seseorang yang berkaitan dengan sistem keyakinan, nilai, hukum yang berlaku
dan ritual (Kaye & Raghavan, 2000). Definisi lain mengatakan bahwa
konfleks yang terdiri dari kepercayaan, keyakinan yang tercermin dalam sikap
22
23
kegunaan atau manfaat intrinsik religiusitas tersebut. Boleh jadi bukan karena
kegunaan atau manfaaat intrinsik itu, melainkan kegunaan manfaat yang justruk
tujuannya lebih bersifat ekstrinsik yang akhirnya dapat ditarik kesimpulan ada
empat dimensi religius, yaitu aspek intrinsik dan aspek ekstrinsik, serta sosial
intrinsik dan sosial ekstinsik. Dari beberapa definisi yang diungkapakan di atas,
terinternalisasi dalam diri seseorang dan tercermin dalam sikap dan perilakunya
sehari-hari.
komponen tersebut
bersama-sama
c. emotion yaitu adanya perasaan seperi kagum, cinta, takut, dan sebagainya
24
membedakan yang benar dan yang salah, yang baik dan yang buruk
dilakukan
sesuatu yang kita cari, sesuatu yang menyenangkan, sesuatu yang disukai dan
diinginkan, singkatnya, sesuatu yang baik. Nilai adalah kualitas atau sifat yang
membuat apa yang bernilai jadi bernilai. Misalnya nilai “jujur” adalah sifat
tindakan yang jujur. Jadi nilai (Wert, value) tidak sama dengan apa yang
bernilai (Guter, goods). Kata nilai dalam bahasa Indonesia berasal dari bahasa
asing yakni bahasa Latin Valere, kemudian diadopsi ke dalam bahasa Inggris
menjadi Value dan bahas Perancis kuno valoir Ecyclopedia of Real Estate
Term .
25
kerohanian atau nilai religius adalah salah satu nilai yang begitu penting dalam
kehidupan manusia. Bahkan, dalam Pancasila tepatnya sila kesatu juga memiliki
makna yang berhubungan dengan nilai religius. Nilai religius secara sederhana
memiliki sifat suci dan dapat dijadikan suatu pedoman untuk tingkah laku dalam
ranah agama untuk pihak yang bersangkutan. Nilai pada dasarnya tidak
dilakukan oleh seseorang. Sebuah tindakan akan dianggap jika sesuai dengan
moral jika selaras dengan nilai yang telah disepakati dan dijunjung oleh
bermasyarakat, salah satunya adalah nilai kerohanian atau nilai religius. Dimana
nilai religius adalah segala sesuatu yang berhubungan atau bisa berguna bagi
batin dan rohani manusia. Sebagai contohnya adalah dalam kegiatan beribadah.
Nilai religus juga tak hanya mengandung tentang unsur ketuhanan saja, tetapi
juga memiliki nilai kerohanian dan juga mengandung unsur lain seperti
keindahan dan kebenaran. Nilai religius atau nilai kerohanian dibagi menjadi
beberapa jenis. Di bawah ini merupakan beberapa jenis yang ada di dalam nilai
1. nilai kebenaran
26
Nilai kebenaran merupakan suatu nilai yang berasal dari akal manusia.
2. nilai keindahan
Nilai keindahan yang dapat diartikan sebagai suatu nilai yang berasal dari
perasaan manusia. Contohnya adalah daya tarik yang ada pada sebuah benar
3. nilai moral
Nilai moral adalah sebuah nilai yang berasal dari unsur kehendak manusia.
Nilai moral juga memiliki hubungan erat dengan perilaku manusia terhadap
penilaian yang nantinya akan dianggap baik atau buruk, mulia atau hina
4. nilai keagamaan
Nilai keagamaan adalah sebuah nilai yang bersumber dari kitab suci. Dimana
nantinya nilai ini juga berhubungan dengan interaksi manusia terhadap sang
dalam arti “bendawi”, “terdiri atas materi”, melainkan ”ada apanya”, ada
menyebutkan etikanya “etika nilai material jujur”. Jujur, vital, enak, adil,
indah, kudus, ini semua nilai yang kita tahu langsung “apanya”.
27
1) nilai Ilahiyah
Nilai Ilahiyah adalah nilai yang berhubungan dengan ketuhanan, dimana inti
a) Iman, yaitu sikap batin yang penuh kepercayaan kepada Allah SWT.
d) Taqwa, yaitu sikap menjalani perintah dan menjauhi larangan Allah SWT.
e) Ikhlas, yaitu sikap murni dalam tingkah laku dan perbuatan tanpa pamrin
g) Syukur, yaitu sikap penuh rasa terima kasih dan penghargaan atas nikmat
h) Sabar, yaitu sikap yang tumbuh karena kesadaran akan asal dan tujuan
2) Nilai Insaniyah
Nilai Insaniyah adalah nilai yang berhubungan dengan sesama manusia, yang
28
berisi budi pekerti, berikut nilai yang termasuk dalam nilai insaniyah
i) Iffah yaitu sikap penuh harga diri tetapi tidak sombong tetap rendah hati.
Zayadi (2011: 73) yang ada dalam novel Sujud Nisa di Kaki Tahajjud-Subuh
pengalaman estetik, juga sebagai ekspresi diri penulisnya. Salah satu dari
sekian ekspresi yang dituangkan dalam karya sastra berupa pengalaman yang
pada tindakan penghayatan terhadap Tuhan Yang Maha Esa. Karya sastra
diambil manfaatnya.
mempunyai latar belakang tersendiri. Mengetahui latar belakang ini adalah hal
yang sangat perlu, karena dari situ dapat dilihat apakah genre sastra religiusitas
itu bersifat sementara atau menetap, yaitu mempunyai landasan yang kuat
sehingga dapat bertahan untuk selamanya. Sebelum digali lebih dalam, terlebih
atau berkeyakinan kepada tuhan dengan kata lain percaya adanya kekuatan di
yang dimiliki oleh individu yang bersangkutan. Adapun ciri-ciri individu yang
mempunyai tingkat religiusitas tinggi dapat dilihat dari tindakan, sikap dan
oleh Agama.
30
berserah diri dan tunduk kepada-Nya atas segala ketetapan, perintah, dan
larangan-Nya
Satu-satunya ukuran menilai seseorang mulia di sisi Allah atau tidak adalah
ketaqwaaan. Jika seseorang sudah mencapai derajat taqwa, dia telah mulia di
masalah yang dialami, tetapi kalau manusia itu mempunyai persepsi yang
31
benar tentang masalah tersebut maka hati tidak akan gelisah. Sebenarnya
kegelisahan tidak ada hubungannya dengan apa yang ada di luar diri
Allah Swt)
d. perasaan berdosa
menentukan sesuatu baik atau buruk. Kalau hal ini sudah jelas maka kita
akan bisa berkata perbuatan saya salah atau perbuatan saya baik, maka
(karena Allah ta'ala) untuk membedakan tindakan etis selain Allah, sehingga
jika tidak dilandasi niat karena Allah, maka perbuatannya tidak diterima
e. perasaan takut
Takut kepada Allah adalah sifat orang yang bertaqwa, dan juga
semakin mengenal Rabb-nya dan semakin dekat kepada Allah Ta’ala, akan
bahwa tidak ada yang besar selain Allah. Semuanya lemah, semuanya rapuh,
3. Dimensi Religiusitas
Menurut Ancok dan Suroso (2008) terdapat lima dimensi dalam religiusitas,
yaitu
dalam hal kepercayaan pada Tuhan, malaikat, surga, dan neraka. Dimensi ini
terhadap agama yang dianut. Seseorang juga harus berpegang teguh pada
memperkokoh keimanannya.
33
dekat dengan Tuhan, takut untuk berbuat dosa, dan merasa diselamatkan
oleh Tuhan.
yang telah diajarkan dalam kitab suci Al-Quran, hadits, dan buku tentang
yang baik maka akan berperilaku sesuai dengan norma agama dan dapat
religiusitas, yaitu
a. faktor internal, yaitu faktor yang berasal dari dalam diri individu
ternyata anak yang menginjak usia berpikir kritis 14 lebih kritis pula
dari dua unsur yaitu hereditas dan lingkungan, dari kedua unsur tersebut
b. faktor eksternal, yaitu dapat dilihat dari lingkungan di mana seseorang itu
hidup
orang tuanya berkelakuan baik, begitu juga 15 sebaliknya jika orang tua
merupakan unsur pengaruh belaka, tetapi norma dan tata nilai yang
negatif.
menurut Zayadi (2011: 73) yang ada dalam novel Sujud Nisa di Kaki
Iman disebut juga dengan akidah yaitu meliputi dalam hati tentang Allah
sebagai Tuhan yang wajib di sembah; ucapan dengan lisan dalam bentuk dua
kalimat syahadat, yaitu menyatakan tiada Tuhan selain Allah, dan bahwa nabi
memiliki pribadi dengan kualitas iman yang baik, berhak untuk mendapatkan
menjalani kehidupan dengan hati yang ikhlas dan penuh suka cita hanya untuk
mencuri ridha Allah. Orang yang memiliki keimanan yang kuat adalah mereka
36
yang hatinya takut kepada Allah dan perasaannya sangat peka terhadap
panggilan Allah untuk tetap konsisten dalam aliran sungai kemulian dan
rasa keadilan yang sama karena semua manusia sama berharganya dimata
Allah.
Tahajjud berasal dari kata tahajjada yang berarti terjaga, sengaja bangun,
atau sengaja tidak tidur. Hal itu tentu saja dilakukan di waktu malam, sehingga
di namakan Sholatul lail atau qiyamul lail atau sholat malam. Muhammad
Shaleh Al- Khuzain mengartikan tahajjud berasal dari kata al-hujud yang
artinya tidak tidur, shalat malam adalah sunah yang sangat dianjurkan dan
diperintahkan oleh syariat. Terdapat nash dan banyak sekali hadist yang
meninggikan derajat.
Shalat Tahajud ialah shalat sunat yang dikerjakan pada waktu malam,
malam hanya disebut shalat tahajjud dengan syariat apabila dialakukan sesudah
menuntut ilmu jauh dari orang tua dan keluarga yang banyak sekali mengalami
kendala dan sempat berpaling dari jalan Allah. Dalam Novel ini juga
bahwa fenomena yang diangkat dalam suatu karya sastra seringkali menyinggung
tentang kejadian dan realitas kehidupan di masyarkat meskipun sifatnya fiksi tetapi
pengarang memiliki peran yang besar dalam menyampaikan pesan moral dalam
Menurut Nurgiyantoro dalam buku Teori Pengkajian Fiksi bahwa kata novel
diadaptasi dari bahasa Italia yaitu Novella yang berarti sebuah kisah atau sepotong
berita. Secara harfiah novel diartikan sebagai cerita pendek dalam bentuk prosa.
Novel juga diartikan sebuah karya sastra prosa fiksi yang panjangnya cukupan,
tidak terlalu panjang, namun juga tidak terlalu pendek. Sebuah novel merupakan
sebuah totalitas, suatu keseluruhan yang bersifat artistik. Novel merupakan karya
sastra yang mempunyai dua unsur yaitu; unsur intrinsik dan unsur ekstrinsik. Unsur
intrinsik adalah unsur-unsur yang membangun karya sastra itu sendiri. Unsur-unsur
ini menyebabkan suatu teks hadir sebagai teks sastra, unsur-unsur yang secara
faktual akan dijumpai jika orang membaca karya sastra, sedangkan unsur
ekstrinsik adalah unsur-unsur yang berada di luar karya sastra itu, tetapi secara
langsung mempengaruhi bangun atau sistem organisme teks sastra. Novel adalah
38
media penuangan pikiran, perasaan, dan gagasan dari penulis dalam merespon
kehidupan yang ada sekitarnya. Novel juga bisa diartikan sebagai sebuah karangan
Atmosuwito (2010: 126), dalam buku Perihal Sastra dan Religiusitas Dalam
Sastra mengatakan bahwa sastra juga bisa disebut sebagai bagian dari agama pula.
Para sastrawan tidak membuat kehidupan beragama sebagai latar belakang, tetapi
bahwa sastra novel berperan penting dalam membentuk pribadi dan pikiran
kognitifnya. Dengan begitu wawasan pembaca akan lebih baik pada saat mereka
yang saling berkaitan satu dengan yang lain secara erat dan saling
menggantungkan. Novel sebagai karya fiksi dibangun oleh sebuah unsur yang
disebut unsur intrinsik. Unsur intrinsik sebuah novel adalah unsur-unsur yang
secara langsung ikut serta dalam membangun cerita. Hal tersebut didukung oleh
pendapat Nurgiyantoro (2010: 23) yaitu, unsur intrinsik (intrinsic) adalah unsur-
unsur yang membangun karya sastra itu sendiri. Unsur-unsur inilah yang
menyebabkan karya sastra hadir sebagai karya sastra, unsur-unsur yang secara
faktual dijumpai jika orang membaca karya sastra. Kepaduan antarberbagai unsur
intrinsik inilah yang membuat sebuah novel berwujud atau, sebaliknya, jika dilihat
dari sudut kita pembaca, unsur-unsur (cerita) inilah yang dijumpai jika kita
membaca sebuah novel. Unsur-unsur yang dimaksud adalah tema, alur (plot), latar
(setting), tokoh dan penokohan, sudut pandang, gaya bahasa, dan amanat.
a. Tema
tema berasal dari bahasa latin yang berarti tempat meletakkan suatu perangkat.
Disebut demikian adalah karena tema adalah ide yang mendasar suatu cerita
sehingga berperan juga sebagai pangkal tolak pengarang dalam memaparkan karya
fiksi yang diciptakannya. Sedangkan menurut (Stanton, 2007: 36) tema merupakan
aspek cerita yang sejajar dengan makna dalam pengalaman manusia sesuatu yang
menerangkan sebagian besar unsurnya dengan cara yang sederhana. Adapun Ratna
(2015: 257-258) mendefinsikan tema secara ringkas adalah masalah pokok dalam
40
cerita. Jadi, pada dasarnya tema adalah ide, gagasan dasar yang terdapat dalam
karya sastra melalui cerita yang terkandung dalam karya sastra melalui cerita yang
dua, yaitu tema tradisional dan tema nontradisional. Tema tradisional adalah tema
yang biasa atau sudah diketahui secara umum oleh masyarakat, tema tradisional
dari tema tradisional yang artinya tema yang tidak sesuai dengan harapan pembaca
atau melawan arus. Pada dasarnya pembaca menggemari hal-hal yang baik, jujur,
kesatria, atau sosok protagonis harus selalu menang, namun pada tema
menjadi dua, yakni tema utama dan tema tambahan. Tema utama atau tema mayor
yaitu makna pokok cerita yang menjadi dasar umum karya itu. Sedangkan tema
tambahan atau tema minor yaitu makna-makna yang hanya terdapat pada bagian-
Kosasih (2012: 62), menyatakan bahwa alur cerita kerap kali dipakai
ditulis. Jika kita mendaftar peristiwa dalam cerita yang kit abaca kita akan
Rangkaian peristiwa dalam suatu cerita yang berhubungan atau atas dasar
pengarang.
Kosasih (2012: 63), menyatakan bahwa Pernyataan bahasa dapat dipakai untuk
rumusan tema.
Aminuddin (2010: 83), menyatakan bahwa alur adalah rangkaian cerita yang
dihadirkan oleh para pelaku dalam suatu cerita. Sedangkan Stanton (2007: 36),
mengemukakan bahwa plot adalah cerita yang berisi urutan kejadian, namun
kejadian itu hanya dihubungkan secara sebab akibat, peristiwa satu disebabkaan
atau menyebabkaan terjadinya peristiwa yang lain. Hal ini sejalan dengan pendapat
Foster (dalam Tuloli, 2000) mengemukakan bahwa alur atau plot merupakan
rentetan peristiwa dalam suatu fiksi (novel dan cerpen) tersusun dalam uraian
waktu dan berdasarkan hukum sebab akibat, alur atau plot sama dengan kerangka
cerita, yang menjadi susunan stuktur cerita. Alur merupakan struktur penceritaan
42
yang dapat bergerak maju (alur maju), mundur (alur mundur), atau gabungan dari
Tarigan (2011: 156) memaparkan bahwa unsur-unsur alur terbagi atas lima
bagian, yaitu situation (pengarang mulai melukiskan suatu keadaan atau situasi),
dalam cerita, waktu, dan suasana. Sejalan dengan pendapat Abrams (dalam
Nurgiyantoro, 2010: 214) yang mengungkapkan bahwa latar atau setting yang
disebut juga sebagai landas tumpu, menyaran pada pengertian tempat, hubungan
diceritakan.
Leo dan Frederic (dalam Aminudin, 2010: 68) menjelaskan bahwa latar atau
setting dalam karya fiksi bukan hanya berupa tempat, waktu, peristiwa, suasana
43
serta benda-benda dalam hubungan dengan sikap, jalan pikiran, prasangka, maupun
gaya hidup suatu masyarakat dalam menaggapi suatu problema tertentu. Sedangkan
menurut Kokasih (2012: 67) mengemukakan bahwa latar atau setting yaitu
meliputi tempat, waktu dan budaya yang digunakan dalam suatu cerita. Latar
jalannya suatu cerita, dengan demikian apabila pembaca sudah menerima latar itu
sebagai suatu yang benar adanya, maka cenderung diapun akan menerima pelaku
meliputi latar tempat, latar waktu, dan latar sosial. (menyarankan pada hal-hal yang
diceritakan dalam karya fiksi). Latar tempat adalah latar yang menyaran pada lokasi
terjadinya peristiwa yang diceritakan dalam sebuah karya fiksi. Latar waktu adalah
yang diceritakan dalam sebuah karya fiksi, waktu dalam latar dapat berupa masa
terjadinya peristiwa tersebut dikisahkan, waktu dalam hitungan detik, menit, jam,
hari, bulan, tahun, dan lain sebagainya. Latar Sosial adalah latar yang menjelaskan
hidup, adat istiadat, tradisi, keyakinan, cara berpikir, dan lain sebagainya.
Penggunaan bahasa dan nama-nama tokoh juga dapat diidentifikasi menjadi latar
sosial.
cerita (character) adalah orang-orang yang ditampilkan dalam suatu karya naratif,
atau drama, yang oleh pembaca ditafsirkan memiliki kualitas moral dan
kecenderungan tertentu seperti yang diekspresikan dalam ucapan dan apa yang
2010: 166) juga menjelaskan bahwa tokoh adalah orang yang menjadi pelaku dalam
tokoh dalam cerita fiksi atau drama dengan cara langsung atau tidak langsung dan
terjadi jika pelakunya. Tokoh utama merupakan tokoh yang paling banyak
tokoh tambahan adalah tokoh yang perannya dalam cerita hanya membantu
jalannya cerita.
Tokoh protagonis adalah tokoh yang kita kagumi yang salah satu jenisnya
norma nilai-nilai yang ideal bagi kita ketika membaca. Pendek kata segala apa
yang dirasa, dipikir dan dilakukan tokoh itu sekaligus mewakili kita. Sebuah
yang dialami oleh tokoh protagonis. Sedangkan tokoh antagonis adalah tokoh
e. Sudut Pandang
Tarigan (2011: 136), mengemukakan bahwa sudut pandang adalah posisi fisik,
peristiwa yang merupakan perspektif atau pemandangan fisik dalam ruang dan
waktu yang dipilih oleh penulis bagi personanya, serta mencakup kualitas-kualitas
emosional dan mental persona yang mengawasi sikap dan nada. Dari kedua
pendapat di atas, dapat disimpulkan bahwa sudut pandang adalah srategi, teknik,
siasat, yang secara sengaja dipilih pengarang untuk mengemukakan gagasan dan
f. Gaya Bahasa
sesuatu terhadap pembaca. Sedangkan Keraf (2008: 112) berpendapat gaya bahasa
indah. Lebih lanjut Tarigan (2009: 4) mengemukakan bahwa gaya bahasa adalah
bentuk retorik, yaitu penggunaan kata-kata dalam berbicara dan menulis untuk
pendapat para ahli di atas dapat disimpulkan bahwa gaya bahasa adalah alat atau
cerita secara estetika. Gaya bahasa juga dapat diartikan sebagai cara pengarang
g. Amanat
nilai moral merupakan unsur isi dalam karya fiksi yang mengacu pada nilai-nilai,
sikap, tingkah laku, dan sopan santun pergaulan yang dihadirkan pengarang melalui
cerita, baik tersurat maupun tersirat. Sejalan dengan Siswandarti, Siswanto (2008:
161-162) mengungkapkan amanat adalah sebuah gagasan yang menjadi dasar karya
sastra, yang merupakan pesan yang ingin disampaikan seorang pengarang kepada
peristiwa di dalam cerita agar dapat dijadikan pemikiran maupun bahan perenungan
oleh pembaca.