Anda di halaman 1dari 24

BLENDED LEARNING

A. PENDAHULUAN

Dalam dunia pendidikan, teknologi mungkin bukan merupakan hal


yang baru lagi, sebab pemanfaatan teknologi computer seperti e-
learning sudah lama memberikan kemungkinan terjadinya pembelajaran
dengan berbagai tipe dan pendekatan yang berbeda. Begitu pula halnya
dengan model pembelajaran blended learning, sebagai sebuah inovasi
dalam dunia pendidikan model pembelajaran blended learning semakin
berkembang dan semakin banyak digunakan dalam pendidikan tinggi
(Hadjerrouit, S. 2008). Perkembangan teknologi imformasi yang
sedemikian pesat tidak dapat dipungkiri memberi andil yang begitu luar
biasa bagi terciptanya model pembelajaran blended learning ini. Pada
situs( http://www.briansolis.com/2012/04/meet-generation-c-the-
connected-customer) tercatat bahwa dunia digital mengalami revolusi
yang signifikan dalam 10 tahun terakhir seperti yang tertulis pada
Gambar 1.

|Blended Learning 1
Sedangkan pengguna internet di Indonesia, yang tercatat dalam
situs (http://www.internetworldstats.com/asia/id.htm) adalah sebagai
berikut:

YEAR Users Population % Pen. GDP p.c.* Usage Source

2000 2,000,000 206,264,595 1.0 % US$ 570 ITU


2007 20,000,000 224,481,720 8.9 % US$ 1,916 ITU
2008 25,000,000 237,512,355 10.5 % US$ 2,238 APJII
2009 30,000,000 240,271,522 12.5 % US$ 2,329 ITU

2010 30,000,000 242,968,342 12.3 % US$ 2,858 ITU

2
Melihat data-data tersebut di atas maka tidak berlebihan kiranya
bila John Hennessy berkata bahwa teknologi imformasi (online) akan
mengubah cara berfikir kita tentang pendidikan.

“I’m a believer in online technology in education. I think we have


learned enough about this to understand that it will be transformative.
It’s going to change the way we think about education”.
|Blended Learning 3
Sejalan dengan kondisi ini, maka reformasi pendidikan yang
dikobarkan oleh Departemen Pendidikan dan Kebudayaan juga telah
banyak mendukung penggunaan teknologi dalam pembelajaran, desain
pembelajaran online, training pengembangan muatan (content
development), manajemen e-learning, layanan e-learning, dan peralatan
e-learning. Langkah konkret yang telah dilakukan anatara lain dengan
melengkapi sebagaian besar sekolah dengan fasilitas komputer, dan
jaringan internet, sumber daya kependidikan, dan perangkat lunak,
serta pengembangan staf (Purwaningsih dan Pujianto, 2009).

4
|Blended Learning 5
B. Definisi Blended Learning
Pertanyaan pertama yang diajukan oleh kebanyakan orang
ketika mendengar istilah blended learning adalah “what is blended
learning?”. Meskipun dalam dunia perusahaan dan pendidikan tinggi
istilah blended learning telah menjadi sebuah kata kunci, tetapi masih
ada ambigu dalam definisi blended learning itu sendiri. Bagaimana
blended learning dapat berbeda dari istilah lainnya seperti distributed
learning, e-learning, open and flexible learning, and hybrid course?.
Menurut Bonk, C. J. dan Graham, C.R. (2006), ada 3 definisi blended
learning yang didokumentasi oleh Graham, Allen, dan Ure (2003) yang
digunakan secara umum yaitu :
 Penggabungan modalitas pembelajaran ( atau media)
 Penggabungan metode pembelajaran
 Penggabungan pembelajaran online dengan
pembelajaran tatap muka

6
Dua definisi awal ini menurut Bonk, C. J. dan Graham, C.R. (2006)
merefleksikan perdebatan terhadap pengaruh dari media versus metode
dalam pembelajaran. Kedua definisi ini

|Blended Learning 7
masih terlalu luas karena sebenarnya mencakup seluruh sistem
pembelajaran sehingga kedua definisi ini tidak memiliki esensi dari apa
itu blended learning dan mengapa ini bisa menarik perhatian banyak
orang. Salah satu yang perlu mendapat penekanan secara jelas yaitu
bagaimana mendapat sistem pembelajaran yang tidak menyangkut
penggabungan metode pengajaran dan media penyalur. Sehingga
definisi kemunculan secara historical dari sistem blended learning yang
lebih tepat diberikan oleh definisi yang ketiga yaitu bahwa sistem
blended learning adalah menggabungkan antara pengajaran tatap muka
dengan pengajaran yang bermediasi computer.

C. Kedudukan Blended learning (masa lampau, saat ini dan


masa depan)

Blended learning merupakan bagian dari pertemuan antara dua pola


dasar lingkungan pembelajaran. Pada satu sisi, ada lingkungan
pembelajaran tatap muka dan di sisi lain ada lingkungan pembelajaran

8
terdistribusi, yang tumbuh dan berkembang secara pesat seirama
dengan perkembangan

|Blended Learning 9
teknologi baru yang memungkinkan pendistribusian komunikasi dan
interaksi.

Di masa lampau, dua lingkungan pembelajaran ini terpisah karena


perbedaan penggunaan media dan metode serta penekanan akan
kebutuhan dari audiences (pebelajar) yang berbeda-beda. Sebagai
contoh pembelajaran tatap muka secara tipikal terjadi dalam sebuah
lingkungan pembelajaran berdasarkan arahan pembelajar dengan
melibatkan interaksi orang ke orang secara langsung (high- fidelity
environment). Sedangkan di sisi lain, sistem pembelajaran jarak jauh,
menekankan pada self-paced learning dan interaksi material
pembelajaran (low-fidelity environment).

Ada 4 dimensi kritis yang merupakan rangkaian kesatuan dari dua


lingkungan pembelajaran yang dijelaskan sebelumnya. seperti yang
ditunjukkan pada Gambar 2 berikut, bahwa lingkungan pembelajaran
tatap muka secara historis beroperasi sesuai dengan bagian sebelah kiri

10
pada setiap dimensi. Sedangkan lingkungan pembelajaran terdistribusi
sesuai dengan bagian sebelah kanan pada setiap dimensi.

Traditional Face-to-face Distributed (Computer Mediated )


Learning Environment Learning Environment

Gambar2. Konvergensi Progresif lingkungan pembelajaran tatap


muka dan terdistribusi yang memungkinkan
pengembangan sistem pembelajaran Blended learning

Live
(physical/
face to Mixed Virtual
face) Reality (distributed)
Space

Live Synchronous
Asynchronous
(very short lag time)
(long lag time)
Time

|Blended Learning 11
Medium
(for example,
High Low
audio only)
(rich all senses) (text only)
Fidelity

High Human No Human


Humanness
No Machine High Machine

Gambar 3. Empat Dimensi Interaksi lingkungan pembelajaran tatap


muka dan terdistribusi

D. Urgensi Blended Learning

Pertanyaan kedua yang sering muncul berkenaan dengan blended


learning adalah mengapa harus ada perpaduan(blended)?. Seorang
pakar e-learning yaitu Elliot Masie menyatakan dalam Rossett, (2002),
“people are not single-method learner!”. Pernyataan ini diungkapkan
oleh Elliot Massie mengacu pada kenyataan bahwa pendekatan
pengajaran yang terjadi pada instansi pendidikan umumnya
menggunakan:

1. Formal lectures
2. Classroom discussion
3. Homework or reading assignment
4. Development of papers
5. Group project

12
6. Assessment or exams
7. One-to-one coaching during office hour

Sebagai tambahan juga diungkapkan bahwa pebelajar bahkan membuat


penggabungan (blend) dengan strategi-strategi berikut:

1. Conversation between peers

|Blended Learning 13
2. Sharing notes
3. Study sessions
4. Library research
5. Checking with former student about exams or grading models
Mengapa begitu ada banyak elemen yang terpaut dengan blended?.
Alasan yang diungkapkan oleh Elliot Massie yaitu karena sebagai mahluk
yang kompleks, kita tidak belajar dalam cara yang simple atau seragam.
Bahkan ketika semua pembelajaran kelihatannya terbatas pada satu
sistem penyalur, misalnya ruang kelas atau sebuah kelas online,
pebelajar sering keluar dari batasan itu dan secara mandiri memperkaya
materi pelajaran. Alasan-alasan yang terkesan dipaksakan yang
disampaikan oleh para pembelajar atau trainer yang memakai blended
learning diungkap oleh Elliot Massie sebagai berikut:
Multiple Perspective on content
Para pebelajar adalah sebuah grup individu yang bervariasi dan
memiliki gaya belajar yang bervariasi pula. Para pebelajar tersebut
sepertinya memperoleh penguasaan yang lebih baik
pada konten pembelajaran dengan melewati beberapa proses
pembelajaran.
Cognitive Rehearsal
David dan Roger Jhonson menunjuk cognitive rehearsal ini dengan
proses dimana pebelajar menguasai materi baru yang diberikan
kepadanya dengan membicarakan lagi konten pelajaran tersebut. Istilah
yang dipakai Jhonson dan Jhonson untuk kondisi ini adalah “hearing the
content for the second time from your own lips”
Context is often more important than the content
Adalah mudah untuk menulis dan menyampaikan konten, tetapi yang
dibutuhkan oleh pebelajar adalah konteks pelajaran.
Value is often core to blended learning

14
Ada tiga kategori umum dari yang biasanya dilakukan pebelajar untuk
memilah nilai dari konten pembelajaran:High-value stuf (konten dan
konteks yang perlu diingat), medium-value stuff (konten dan konteks
yang mungkin berguna dimasa mendatang), dan no-value stuff
(pebelajar merasa tidak
membutuhkan konten dan konteks ini dan tidak ingin bersusah payah
mempelajarinya).
Learning is longitudinal
Blended learning sangat cocok dengan pandangan longitudinal terhadap
pengusaan pengetahuan.
Learning is social
Sebagai manusia, kita tumbuh dalam pengalaman sosial, dan
pembelajaran adalah salah satu dari pengalaman sosial yang utama.
Learning is often tacit and unstructured
Beberapa pengalaman pelatihan yang powerfull sering merupakan hal
yang tidak biasa. Sebagai contoh, seorang manajer baru mungkin akan
memperoleh ilmu yang lebih banyak saat makan siang dengan
mentornya atau melalui beberapa modul dalam pembelajaran e-
learning. Ketika kita memperluas pemikiran kita terhadap blended
learning, kita menyadari bahwa pengalaman-pengalaman ini adalah
berupa bagian dari gabungan-gabungan.
Osguthorpe dan Graham mengidentifikasi ada 6 alasan yang
mungkin dipakai orang untuk memilih mendesain dan menggunakan
sebuah sistem pembelajaran blended learning: (1) pedagogical richness,
(2) access to knowledge (3) social interaction, (4) Personal Agency, (5)
Cost effectiveness, (6) ease of revision. Tetapi secara luas alasan orang
untuk memilih Blended learning menurut Graham, Allen, dan Ure (2003)
adalah (1) improved Pedagogy, (2) Increase access and Flexibility, and
(3) Increase Cost-effectiveness.

|Blended Learning 15
a. Improved Pedagogy
Bukan merupakan suatu hal yang aneh bahwa saat ini
kebanyakan praktek pengajaran dan pembelajaran pada pendidikan
tinggi dan pelatihan di perusahaan masih berfokus pada strategi
pemberitaan (transmissive) daripada strategi interaktif (interactive). 83
% instruktur pengajaran menggunakan metode ceramah (lecture)
sebagai strategi pengajaran yang utama. Sedangkan fenomena yang
terjadi pada pendidikan jarak jauh seringkali mengalami kesulitan untuk
membuat para pebelajar menyerap informasi pengetahuan secara
mandiri (Waddoups & Howell, 2002).

Beberapa peneliti telah melihat bahwa pendekatan pembelajaran


menggunakan blended learning meningkatkan level dari strategi
pembelajaran aktif (active learning strategies), peer to peer learning
strategies, and penggunaan learner centered strategies (Collis,
Bruijstens, & van der Veen, 2003; Hartman, Dziuban, & Moskal, 1999;

16
Morgan, 2002; Smelser, 2002). Menurut Lewis dan Orton (2006),
pebelajar akan melewati tiga fase dalam sistem pembelajaran blended
learning yaitu (1) online self-paced learning untuk memperoleh
imformasi dasar, (2) face-to-face learning yang focus pada
pembelajaran aktif dan pengaplikasian, (3) pembelajaran online dan
dukungan untuk transfer belajar di lingkungan kerja.

b. Increase Access and Flexibility


Akses ke pembelajaran merupakan salah satu factor kunci yang
mempengaruhi pertumbuhan dari lingkungan pembelajaran terdistribusi.
Fleksibilitas pebelajar dan kenyamanan juga menjadi semakin penting
dalam pembelajaran terutama bagi mereka yang memiliki komitmen lain
seperti pekerjaan atau bagi mereka yang memerlukan

pendidikan tambahan. Sementara itu juga, ada banyak pebelajar pula


yang menginginkan kenyamanan yang ditawarkan oleh lingkungan
pembelajaran terdistribusi tapi mereka tidak mau mengorbankan

|Blended Learning 17
interaksi sosial (human touch) yang biasa mereka dapatkan dalam
lingkungan pembelajaran face-to-face.

c. Increase Cost-Effectiveness
Efektivitas biaya merupakan tujuan utama ketiga dari sistem
blended learning baik pada pendidikan tinggi maupun institusi
perusahan. Sistem blended learning menyediakan
kesempatan untuk mencapai: audien yang terpencar luas dalam
sebuah periode waktu dengan konsisten, dan pengiriman konten secara
semipersonal. Bersin dan assosianya (2003) telah mendokumentasikan
sebuah kasus pada perusahan yang menerapkan blended learning
secara efektif untuk memberikan sebuah return of investment (ROI)
yang besar.

E. Mendesain Blended Learning

18
Jennifer Hofman (Bonk and Graham, 2006) mendesain sistem
blended learning dengan mengikuti Instructional system design (ISD)
model Dick and Carey. Proses dari ISD Dick and Carey yaitu
1. Identification of instructional goals
2. Subordinate skill analysis
3. Learner and context analysis
4. Construction of performance objectives
5. Identification of assessment technique
6. Identification of instructional strategies
7. Determination of appropriate delivery media
8. Course development
9. Evaluation
Hoffman mengungkapkan bahwa factor kuncinya berada pada langkah
ke 7 yaitu determination of appropriate delivery media. Beberapa hal
yang harus diperhatikan dalam mendesain sistem blended learning
yaitu:
 Beberapa tujuan pembelajaran mungkin paling baik dicapai
melalui sebuah kelas tradisional, seperti penyelesaian praktikum
teknis lab.

 Mungkin memang dibutuhkan seorang ahli dalam format live,


tetapi sebenarnya tidak benar-benar perlu adanya interaksi
tatap muka. Sebagai contoh apabila diperlukan untuk melakukan
penerapan demonstrasi, kelas online (synchronous) juga dapat
melakukannya dengan baik.
Bath, D. and Bourke, J., (2010), menyatakan bahwa untuk
mendesain pembelajaran blended learning membutuhkan sebuah
pendekatan yang sistematis, yaitu:

|Blended Learning 19
1. Diawali dengan perencanaan untuk mengintegrasikan blended
learning ke dalam pembelajaran
2. Mendesain dan mengembangkan elemen-elemen blended
learning
3. Implementasi design blended learning
4. Review atau mengevaluasi design blended learning
5. Perencanaan tahap penyampaian materi dengan menyertakan
peningkatan pengalaman blended learning untuk para staf yang
terlibat dan pebelajar.

20
Prinsip umum dalam mendesain blended learning yang diajukan oleh
Bath, D. and Bourke, J., (2010) yaitu:
1. Sumber pembelajaran dan aktivitas pengajaran hendaknya
secara langsung mendukung pencapaian pebelajar pada tujuan
pembelajaran yang ditetapkan. Selain itu penilaian hendaknya
kongruen dengan aktivitas dan tujuan.

2. Semua aktivitas hendaknya memiliki tujuan, sesuai dan mungkin


untuk dilakukan serta authentic.
3. Pengajaran dan aktivitas pembelajaran hendaknya terhubung
jelas pada waktu dan konten.
4. Beban kerja dari blended learning hendaknya tidak melebihi
pembelajaran pada mode traditional
5. Tetap menjaga proporsi waktu.

|Blended Learning 21
F. Penutup

Perkembangan teknologi yang sedemikian pesat serta tantangan


arus globalisasi menuntut pengembangan kualitas sumber daya manusia

22
untuk menjawab semua dinamika dalam kehidupan. Menurut laporan
dari United Nation Development Program (UNDP) terhadap human
development index (HDI) tahun 2011, Indonesia berada pada 124 dari
166 negara. Indonesia masih kalah dari negara-negara tetangga seperti
Malaysia (urutan 61), Thailand (urutan 103), Philipina (urutan 112).

Fakta bahwa masih rendahnya HDI Indonesia saat ini, memberikan


pekerjaan rumah yang tidak mudah bagi segenap komponen bangsa
termasuk di dalamnya bidang pendidikan. Oleh karena itu, para
stakeholder pendidikan termasuk para pengajar dan desainer
pembelajaran perlu lebih sensitive terhadap perkembangan
pengetahuan dan teknologi. Dengan harapan akan terciptanya
pembelajaran yang berkualitas yang akan menghasilkan anak didik
sebagai generasi yang berkualitas pula.

REFERENSI

Bonk, C., J., dan Graham, C., R., (2006). The Handbook Of Blended
Learning: Global Perspektives, Local Design, San Fransisco:
Pfeiffer

Purwaningsih, D., dan Pujianto, (2009). Blended Cooperative e-learning


(bcel) Sebagai Sarana Pendidikan Penunjang Learning
Community: http://staff.uny.ac.id/sites/default/files/lain-
lain/pujianto-spd-mpd/BLENDED%20Cooperative%20E-
LEARNING%20(BCeL)....pdf diakses 26 maret 2013 pkl. 03.45.

Bath, D., dan Bourke, J., (2010). Getting Started With Blended Learning:
http://www.griffith.edu.au/__data/assets/pdf_file/0004/267178/G
etting_started_with_blended_learning_guide.pdf diakses 2 april
2013 pkl. 04.20

http://www.internetworldstats.com/asia/id.htm diakses 9 april 2013 pkl.


5.03

|Blended Learning 23
http://www.briansolis.com/2012/04/meet-generation-c-the-connected-
customer diakses 9 april 2013 pkl. 5.05

http://www.griffith.edu.au/__data/assets/pdf_file/0004/267178/Getting_st
arted_with_blended_learning_guide.pdf diakses 9 april 2013 pkl. 5.13
wib

24

Anda mungkin juga menyukai