KAJIAN PUSTAKA
Pada bab ini akan dikemukakan berbagai teori serta konsep yang
berhubungan dengan penelitian ini berdasarkan hasil studi pustaka.
2.1 BLENDED LEARNING
Dalam kenyataannya, setiap metode pembelajaran tidak bisa mencakup
semua peserta didik, ini karena setiap peserta didik mempunyai kelebihan dan
kekurangan yang berbeda-beda. Oleh karena itu diperlukan pendekatan
pembelajaran yang tepat, salah satu yang dapat dipertimbangkan adalah
menggabungkan beberapa metode pembelajaran. Blended learning dapat
digunakan sebagai strategi pembelajaran untuk mendapatkan konten yang tepat
dalam format yang tepat untuk orang yang tepat pada waktu yang tepat, syarat
blended learning dirancang untuk saling melengkapi proses pembelajaran dengan
menyertakan penerapan perilaku belajar (Harvey singh, 2003).
2.1.1 Pengertian Blended Learning
Blended learning istilah yang berasal dari bahasa Inggris, yang terdiri dari
dua suku kata, blended dan learning. Blend berarti campuran dan learning berarti
belajar. Sehingga dapat diartikan sebagai penggabungan atau pencampuran aspek-
aspek metode dalam pembelajaran yang digabungkan untuk mencapai tujuan
proses pembelajaran, bisa terdiri dari dua atau lebih strategi atau media yang
digunakan. Blended learning adalah pembelajaran yang memadukan pembelajaran
berbasis teknologi dan informsi dengan pembelajaran berbasis kelas/tatap muka.
Aspek yang digabungkan dapat berbentuk apa saja, misalkan metode, media,
sumber, lingkungan ataupun strategi pembelajaran dan tidak hanya
mengkombinasikan face-to-face dan online learning saja.
Blended learning merupakan pengembangan lebih lanjut dari metode e
Learning, yaitu metode pembelajaran yang menggabungkan antara sistem e-
learning dengan metode konvensional atau tata muka (face-to-face). Beberapa
ahli mendefinisikan blended learning sebagai berikut:
a. Blended learning digunakan sebagai solusi menggabungkan beberapa metode
pembelajaran yang berbeda, seperti kolaborasi perangkat lunak, program
Teguh Budiarto , 2016
BLENDED LEARNING DI PERGURUAN TINGGI DI TINJAU DARI PERSPEKTIF LEADERSHIP DAN IKLIM
ORGANISASI
Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu | perpustakaan.upi.edu
8
9
Dari berbagai definisi diatas, para ahli secara umum setuju bahwa blended
learning lebih menekankan kepada penggabungan/penyatuan metode
pembelajaran secara konvensional (face-to-face) dengan metode e-learning yang
didukung dengan kemajuan teknologi. Seperti terlihat pada gambar 2.1.
tatap muka dapat digunakan untuk melibatkan para siswa dalam pengalaman
interaktif. Sedangkan porsi online memberikan peserta didik dengan konten
multimedia yang kaya akan pengetahuan pada setiap saat, dan dimana saja
selama peserta didik memiliki akses internet.
d. Mengatasi masalah pembelajaran yang membutuhkan penyelesaian melalui
penggunaan metode pembelajaran yang bervariasi
2.1.7 Komponen Blended Learning
Berdasarkan kesimpulan dari para ahli mengenai blended learning, maka
belended learning mempunyai 3 komponen pembelajaran yang dicampur menjadi
satu bentuk pembelajaran blended learning.
a. Online Learning
Menurut Terry Anderon dan Fathi Eloumi dalam buku Practise of Online
Learning second edition (2004) :
“Online learning as educational material that is presented on a computer”.
Diartikan bahwa online learning merupakan materi pendidikan yang
ditanyangkan dengan memanfaatkan komputer.
Dalam Asynchronous Online Learning pembelajar dapat mengakses
materi pelajaran kapan saja, sedangkan Synchronous Online Learning
memungkinkan interaksi nyata (real time) antara pebelajar dengan pengajar
(Ally 2007).
Rosenberg (2001) menenkankan bahwa e-learning merujuk pada
penggunaan teknologi internet untuk mengirimkan serangkaian solusi yang
dapat meningkatkan pengetahuan dan keterampilan.
E-learning bisa mencakup secara formal maupun informal. E-learning
secara formal misalnya adalah pembelajaran dengan kurikulum, silabus, mata
pelajaran dan tes yang telah diatur dan disusun berdasarkan jadwal yang telah
disepakati pihak-pihak terkait (pengelola e-learning dan pebelajar sendiri).
Maka dapat disimpulkan bahwa online learning adalah lingkungan
pembelajaran yang menggunakan teknologi internet, intranet, dan berbasis
web dalam mengakses materi pembelajaran dan memungkinkan terjadinya
interkasi pembelajaran antar sesama peserta didik atau dengan mengajar
dimana saja dan kapan saja.
Teguh Budiarto , 2016
BLENDED LEARNING DI PERGURUAN TINGGI DI TINJAU DARI PERSPEKTIF LEADERSHIP DAN IKLIM
ORGANISASI
Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu | perpustakaan.upi.edu
19
2.2 LEADERSHIP
2.2.1 Pengertian Leadership
Kepemimpinan adalah proses di mana oleh seorang individu
mempengaruhi sekelompok individu untuk mencapai tujuan bersama. Untuk
mencapai tujuan seorang pemimpin haruslah menjadi orang yang paling menaruh
perhatian kepada orang – orang yang dipimpinnya. Seorang yang berjiwa
pemimpin, memiliki kebiasaan untuk mengenal karakter-karakter orang di
sekitarnya, pola pikir dan perilakunya, kemudian membantu orang-orang itu untuk
mengembangkan dirinya. Pada akhirnya, akan bisa membentuk suatu lingkungan,
yang suatu saat bisa digerakkan untuk mencapai tujuan.
Fungsi pemimpin dalam organisasi merupakan suatu fungsi yang sangat
penting bagi keberadaan dan kemajuan organisasi yang bersangkutan. Pada
dasarnya fungsi kepemimpinan memiliki dua aspek, yaitu:
a. Fungsi administrasi, yakni mengadakan formulasi kebijaksanaan administrasi
dan menyediakan fasilitasnya.
b. Fungsi sebagai Top Management, yakni mengadakan planning, organising,
staffing, directing, commanding, controling, dan sebagainya.
Definisi tentang kepemimpinan bervariasi sebanyak orang yang mencoba
mendefinisikan konsep kepemimpinan. Definisi kepemimpinan secara luas
meliputi proses mempengaruhi dalam menentukan tujuan organisasi, memotivasi
perilaku pengikut untuk mencapai tujuan, mempengaruhi untuk memperbaiki
kelompok dan budayanya, seperti yang dikemukakan oleh Robbins (1998)
kepemimpinan adalah kemampuan untuk mempengaruhi suatu kelompok ke arah
Teguh Budiarto , 2016
BLENDED LEARNING DI PERGURUAN TINGGI DI TINJAU DARI PERSPEKTIF LEADERSHIP DAN IKLIM
ORGANISASI
Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu | perpustakaan.upi.edu
21
mana para dosen organisasi melakkan pekerjaan mereka (Davis & Newstrom,
1996) atau serangkaian sifat lingkungan kerja yang dinilai langsung atau tidak
langsung oleh dosen yang dianggap menjadi kekuatan utama dalam
mempengaruhi perilaku dosen (Gibson, Ivancevih & Donneily, 1997). Yang
dimaksud dengan lingkungan manusia adalah kepemimpinan, motivasi,
komunikasi, interaksi pengaruh, pengambilan keputusan, penyusunan tujuan dan
pengendalian (Rensis Likert, dalam Davis & Newstrom, 1996). Dengan demikian
dapat disimpulkan bahwa iklim organisasi adalah kualitas serangkaian sifat
lingkungan kerja, yang dinilai langsung atau tidak langsung oleh pimpinan.
Iklim organisasi yang kondusif sangat dibutuhkan bagi dosen untuk
menumbuhkan dorongan dalam diri dosen tersebut untuk bekerja lebih
bersemangat. Ini berarti bahwa iklim kerja berpengaruh terhadap tinggi rendahnya
motivasi para dosen. Hal ini sesuai dengan ungkapan Dirjen Dikti (Buku IIC;
1983), yang menyebutkan bahwa, “Iklim organisasi sangat mempengaruhi
motivasi para anggotanya. Ada iklim yang menggairahkan para anggotanya untuk
berprestasi, ada pula iklim yang justru memadamkan motivasi untuk berprestasi”.
Kutipan tersebut memberikan pengertian kepada kita terutama kepada para
pemimpin organisasi termasuk organisasi pendidikan, untuk selalu
memperhatikan iklim kerja dosen dalam organisasinya. Pemimpin harus berusaha
mengelola iklim kerja organisasinya, agar dapat menciptakan suasana yang dapat
menumbuhkan semangat dan gairah kerja para dosennya. Melalui suasana yang
demikian dosen akan merasa tenang, nyaman, tidak ada yang ditakuti dalam
bekerja. Iklim kerja yang dimaksudkan dalam penelitian ini adalah tingkat
keterbukaan komunikasi di antara orang – orang yang terlibat dalam pekerjaan.
Tingkat keterbukaan merupakan salah satu kategori iklim organisasi yang
dikembangkan oleh Hoy dan Miskel (2001) yang disebutnya sebagai Open
Climate.
Dimensi iklim organisasi terbuka tersebut diwujudkan dalam konteks
kumunikasi di antara orang – orang yang sedang bekerja atau melakukan kegiatan
proses belajar mengajar, penelitian dan pengabdian pada masyarakat. Dengan
demikian pertanyaan yang perlu diajukan adalah: (1) bagaimana tingkat
supportive orang – orang yang sedang bekerja satu sama lain; (2) bagaimana
Teguh Budiarto , 2016
BLENDED LEARNING DI PERGURUAN TINGGI DI TINJAU DARI PERSPEKTIF LEADERSHIP DAN IKLIM
ORGANISASI
Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu | perpustakaan.upi.edu
30
tingkat collegial orang – orang yang sedang bekerja; (3) bagaimana tingkat
intimate (4) directive (5) restrictive dan (6) disangaged dosen – dosen yang
sedang bekerja. Keenam dimensi tersebut merupakan indikator yang dikaji dalam
penelitian ini. Karena perilaku dapat diamati, bisa diukur, dan mempunyai nilai
keterbukaan yang tinggi (Hoy dan Miskel, 2001).
Iklim organisasi merupakan sebuah konsep umum yang mencerminkan
kualitas kehidupan organisasi. Kualitas kehidupan organisasi tersebut banyak
ditinjau dari berbagai sudut pandang. Salah satu konsep dan pengukuran iklim
organisasi ditinjau dari pelaku pimpinan dan bawahan Hoy dan Miskel (2001)
telah meneliti perilaku dosen terdapat enam dimensi iklim yang dipelajarinya, tiga
dimensi merupakan perilaku pimpinan yaitu supportive, directive dan restrictive.
Tiga buah lagi merupakan perilaku dosen – dosen yaitu collegial, intimate dan
disengaged. Kombinasi dimensi tersebut menghasilkan empat iklim organisasi
yang open, engaged, disengaged dan closed.
2.3.2 Tipe – Tipe Iklim Organisasi
Pembahasan dalam penelitian ini akan difokuskan pada kombinasi dimensi
menurut Hoy dan Miskel (2001) yang menghasilkan empat iklim organisasi yaitu:
a. Iklim Terkendali (engaged climate)
Iklim terkendali ditandai dengan usaha yag tidak efektif oleh pimpinan untuk
mengontrol dan adanya kinerja profesional dari para dosen. Pimpinan keras
dan autokratik, dengan memberikan petunjuk, instruksi, perintah yang tinggi
dan tidak respek pada kemampuan profesional serta kebutuhan para dosen.
Selain itu pimpinan menghalangi para dosen dengan aktivitas yang berat. Para
dosen tidak memperdulikan perilaku pimpinan dan memperlakukan meraka
sendiri seperti para profesional. Mereka satu sama lain saling menghormati
dan saling mendukung, mereka bangga akan rekan kerja mereka dan
menikmati pekerjaan, mereka benar – benar berteman. Selain itu, dosen tidak
hanya respek atas kemampuan mereka masing – masing, tetapi mereka juga
menyukai satu sama lain (benar – benar intim). Dosen yang profesional dan
produktif walaupun memiliki pimpinan yang lemah, para dosen bersatu,
komitmen, mendukung dan terbuka.
a. Supportive
Iklim kerja dalam oganisasi ini menggambarkan bahwa orang – orang dalam
bekerja saling mendengarkan dan terbuka terhadap saran – saran. Penghargaan
dicerminkan dalam sikap respek dan kritik ditangani secara konstruktif. Orang
– orang saling menghargai kompetensi profesional, sedangkan perilaku dosen
tercermin sebagai berikut:
Dosen menggunakan kritik secara konstruktif
Dosen mau mendengarkan saran orang lain
Dosen luwes dalam berkomunikasi
b. Collegial
Iklim kerja dalam organisasi ini menggambarkan keakraban, pertemanan,
antusias bekerja dalam kepentingan peningkatan kompetensi profesional.
Sedangkan perilaku dosennya terlihat sebagai berikut:
Dosen berteman baik dengan yang lain
Dosen bersemangat untuk bekerja sama
Dosen akrab dalam berdiskusi
c. Intimate
Iklim kerja dalam organisasi ini menggambarkan suasana yang kuat dalam
solidaritas, saling menghargai, saling menghormati, terdapat sense of
belongingness. Sedangkan perilaku dosennya tercermin sebagai berikut:
Dosen saling mendukung satu sama lain
Dosen merasakan pekerjaan milik bersama
Dosen mempunyai kesamaan tujuan dalam bekerja
d. Directive
Iklim kerja dalam organisasi ini menggambarkan suasana yang kuat dalam
solidaritas, saling menghargai, saling menghormati, terdapat sense of
belongingness. Sedangkan perilaku dosennya tercermin sebagai berikut:
Pimpinan memonitor apapun yang dikerjakan dosen
Peraturan pimpinan sangat ketat
Pimpinan mengecek pekerjaan
e. Restrictive
Iklim kerja dalam organisasi ini menggambarkan bahwa pimpinan
menghalangi dan membebani pekerjaan dosen, dengan pekerjaan – pekerjaan
lain yang mengganggu tanggung jawab tergambar sebagi berikut:
Dosen disibukkan dengan pekerjaan
Kewajiban rutin dosen terganggu
Dosen memiliki banyak kepentingan komite
f. Disengaged
Iklim kerja dalam organisasi ini menggambarkan suasana bahwa dosen
ditempatkan secara sederhana dan kuran profesional, mereka tidak memiliki
orientasi tujuan umum. Perilaku mereka kadang negatif dan kritis terhadap
teman kerja dan organisasi tercermin sebagai berikut:
Temuan kelompok tidak bermanfaat
Ada kelompok minoritas, berlawanan dengan kelompok mayoritas
Dosen bertele – tele ketika berbicara dalam pertemuan
Keenam dimensi iklim organisasi terbuka tersebut akan dijadikan dimensi dan
indikator dalam variabel iklim organisasi pada penelitian ini. Karena keenamnya
merupakan dimensi esensial iklim organisasi yang sangat urgen. Selanjutnya
keenam dimensi itu akan dijadikan landasan dalam mengkontruksi intrumen
penelitian tentang variabel iklim organisasi.