Anda di halaman 1dari 28

BAB II

KAJIAN PUSTAKA

Pada bab ini akan dikemukakan berbagai teori serta konsep yang
berhubungan dengan penelitian ini berdasarkan hasil studi pustaka.
2.1 BLENDED LEARNING
Dalam kenyataannya, setiap metode pembelajaran tidak bisa mencakup
semua peserta didik, ini karena setiap peserta didik mempunyai kelebihan dan
kekurangan yang berbeda-beda. Oleh karena itu diperlukan pendekatan
pembelajaran yang tepat, salah satu yang dapat dipertimbangkan adalah
menggabungkan beberapa metode pembelajaran. Blended learning dapat
digunakan sebagai strategi pembelajaran untuk mendapatkan konten yang tepat
dalam format yang tepat untuk orang yang tepat pada waktu yang tepat, syarat
blended learning dirancang untuk saling melengkapi proses pembelajaran dengan
menyertakan penerapan perilaku belajar (Harvey singh, 2003).
2.1.1 Pengertian Blended Learning
Blended learning istilah yang berasal dari bahasa Inggris, yang terdiri dari
dua suku kata, blended dan learning. Blend berarti campuran dan learning berarti
belajar. Sehingga dapat diartikan sebagai penggabungan atau pencampuran aspek-
aspek metode dalam pembelajaran yang digabungkan untuk mencapai tujuan
proses pembelajaran, bisa terdiri dari dua atau lebih strategi atau media yang
digunakan. Blended learning adalah pembelajaran yang memadukan pembelajaran
berbasis teknologi dan informsi dengan pembelajaran berbasis kelas/tatap muka.
Aspek yang digabungkan dapat berbentuk apa saja, misalkan metode, media,
sumber, lingkungan ataupun strategi pembelajaran dan tidak hanya
mengkombinasikan face-to-face dan online learning saja.
Blended learning merupakan pengembangan lebih lanjut dari metode e
Learning, yaitu metode pembelajaran yang menggabungkan antara sistem e-
learning dengan metode konvensional atau tata muka (face-to-face). Beberapa
ahli mendefinisikan blended learning sebagai berikut:
a. Blended learning digunakan sebagai solusi menggabungkan beberapa metode
pembelajaran yang berbeda, seperti kolaborasi perangkat lunak, program
Teguh Budiarto , 2016
BLENDED LEARNING DI PERGURUAN TINGGI DI TINJAU DARI PERSPEKTIF LEADERSHIP DAN IKLIM
ORGANISASI
Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu | perpustakaan.upi.edu
8
9

berbasis Web, EPSS (electronic performance support systems) (Valiathan,


Purnima, 2002).
b. Blended learning adalah sebuah konsep pembelajaran hybrid yang
mengintegrasikan antara pembelajaran tradisional dikelas dan elemen e-
learning (Rooney, 2003).
Ahli lainnya memberikan definisi lebih luas lagi yang memberikan tiga pengertian
untuk blended learning, yaitu (Whitelock & Jelfs, 2003):
a. Kombinasi pembelajaran tradisional dengan pendekatan berbasis web secara
online.
b. Kombinasi media dan alat – alat yang digunakan dalam lingkungan e-learning.
c. Kombinasi dari sejumlah pendekatan pedagogis, terlepas dari penggunaan
teknologi pembelajaran.
Martin Oliver dan Keith Trigwell dalam jurnal e-learning, Volume 2,
Number 1 tahun 2005, mendefinisikan blended learning:
a. Penggabungan atau pencampuran teknologi berbasis web untuk mencapai
tujuan pendidikan.
b. Menggabungkan pendekatan pedagogis (konstruktivisme, behaviorisme,
kognitivisme) untuk menghasilkan suatu hasil belajar yang optimal dengan
atau tanpa teknologi instruksional.
c. Menggabungkan segala bentuk teknologi instruksional dengan tatap muka
pelatihan yang dipimpin instruktur.
d. Menggabungkan teknologi instruksional dengan tugas pekerjaan yang
sebenarnya.
Blended learning merupakan campuran metode pengajaran menggunakan
conventional learning dengan virtual learning (Menurut Benthall, 2008).
Conventional learning merupakan pembelajaran tatap muka yang lazim dilakukan
di kelas. Sedangkan virtual learning merupakan pembelajaran dengan
memanfaatkan jaringan internet, dimana dosen tidak bertemu langsung dengan
mahasiswa di kelas akan tetapi berinteraksi melalui jaringan maya. Blended
learning bisa dikatakan sebagai metode yang mengkombinasikan beberapa
metode pembelajaran dan disebut juga sebagai hybrid learning.

Teguh Budiarto , 2016


BLENDED LEARNING DI PERGURUAN TINGGI DI TINJAU DARI PERSPEKTIF LEADERSHIP DAN IKLIM
ORGANISASI
Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu | perpustakaan.upi.edu
10

Dari berbagai definisi diatas, para ahli secara umum setuju bahwa blended
learning lebih menekankan kepada penggabungan/penyatuan metode
pembelajaran secara konvensional (face-to-face) dengan metode e-learning yang
didukung dengan kemajuan teknologi. Seperti terlihat pada gambar 2.1.

Gambar 2.1 Gambaran blended learning


2.1.2 Konsep Model Blended Learning
Model pembelajaran bisa diartikan sebagai tampilan grafis, prosedur kerja
yang teratur atau sistematis, yang mengandung pemikiran bersifat uraian atau
penjelasan berikut saran, untuk menciptakan suasana yang dapat memfasilitasi
belajar siswa secara optimal, dengan tujuan membantu siswa belajar sesuai
dengan perkembangan dan kemampuan (psikomotor) yang dimilikinya serta
mengubah perilaku siswa (afektif) berdasarkan tujuan yang ingin dicapainya
(Munawar, 2011).
Bisa juga diartikan sebagai suatu perencanaan atau suatu pola yang
digunakan sebagai pedoman dalam merencanakan pembelajaran di kelas atau
pembelajaran tutorial dan untuk menentukan perangkat-perangkat pembelajaran
termasuk di dalamnya buku-buku, film komputer, kurikulum dan lain-lain
(Trianto, 2012).
Menurut Soekamto (2000), model pembelajaran adalah kerangka
konseptual yang melukiskan prosedur yang sistematis dalam mengorganisasikan
pengalaman belajar untuk mencapai tujuan belajar tertentu dan berfungsi sebagai
pedoman bagi para perancang pembelajaran dan para pengajar dalam
merencanakan aktivatas belajar mengajar.
Dari pengertian-pengertian yang telah dikemukakan dapat disimpulkan
bahwa model pembelajaran adalah sebah kerangka konseptual yang secara
Teguh Budiarto , 2016
BLENDED LEARNING DI PERGURUAN TINGGI DI TINJAU DARI PERSPEKTIF LEADERSHIP DAN IKLIM
ORGANISASI
Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu | perpustakaan.upi.edu
11

sistematis mendeskripsikan langkah-angkah proses pembelajaran agar tercapai


tujuan pemelajaran.
Model pembelajaran mempunyai ciri-ciri sebagai berikut (Rusman, 2010):
a. Berdasarkan teori pendidikan dan teori dari para ahli tertentu;
b. Mempunyai misi atau tujuan pendidikan tertentu;
c. Dapat dijadikan pedoman untuk perbaikan kegiatan belajar mengajar di kelas;
d. Memiliki bagian-bagian model;
e. Memiliki dampak sebagai akibat terapan model pembelajaran;
f. Membuat persiapan mengajar (desain instruksional) dengan pedoman
pembelajaran yang dipilihnya.
Pemilihian model pembelajaran sangat dipengaruhi oleh sifat dari materi
yang akan diajarkan, tujuan yang akan dicapai dalam pembelajaran tersebut, serta
tingkat kemampuan peserta didik. Untuk mendapatkan hasil yang diharapkan guru
harus mengembangkan model yang sederhana, sistematik dan bermakna serta
dapat digunakan guru sebagai dasar untuk malakukan kegiatan pembelajaran
sehingga dapat membantu meningkatkan motivasi dan prestasi hasil belajar.
Blended learning mengandung dua komponen yang umum, dua komponen
yang paling umum dari blended learning disebut forum asinkron dan
pembelajaran tatap muka (Macdonals, 2008)”.
Sehingga dapat disimpulkan blended learning adalah penggabungan
pembelajaran konvensional (face to face) dengan pembelajaran asinkron (e-
learning) sehingga kegiatan pembelajaran dapat dilaksanakan dimana saja dan
kapan saja tanpa adanya batasan ruang dan waktu.
Dulu kedua pembelajaran tatap muka dan blended learning tetap
digunakan secara terpisah oleh karena menggunakan kombinasi media dan
metode yang berbeda dan digunakan pada kebutuhan audiens (peserta didik) yang
berbeda (Munawar, 2011). Misalnya tipe face to face learning terjadi dalam
teacher-directed environment dengan interaksi person to person dalam live
synchronous (pembelajaran langsung bergantung waktu) dan lingkungan yang
high-fidelity. Sedangkan sistem distance learning menekankan pada self-paced
learning dan pembelajaran dengan interaksi materi-materi yang terjadi dalam
asynchronous (tidak tergantung waktu) dan lingkungan low-fidelity (hanya teks).
Teguh Budiarto , 2016
BLENDED LEARNING DI PERGURUAN TINGGI DI TINJAU DARI PERSPEKTIF LEADERSHIP DAN IKLIM
ORGANISASI
Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu | perpustakaan.upi.edu
12

Berbeda dengan zaman sekarang, blended learning sudah pada tahap


penggabungan kedua lingkungan diatas, artinya ada saat pembelajaran
menggunakan metode, media dan audien yang sama, yakni dengan menggunakan
pembelajaran berbasis web.
Ada tiga alasan menggunakan blended learning yakni, (1) pedagogies, (2)
technology, dan (3) theories of learning (Benthall, 2008). Selain itu alasan lain
adalah (1) improved pedagogy; (2) increase acces and fleksibility; and (3)
increased cost-effectiveness (Graham, Alled dan Ure dalam Luik, 2006).
Alasan efektifitas dalam pembelajaran berbasis webnya tergantung dari
beberapa faktor, salah satunya adalah mengintegrasikan desain user interface
dengan desain instruksional (Munawar, 2011).
Berdasarkan uraian diatas, pendidik memerlukan sebuah platform (alat
pembelajaran) yang efektif untuk menampilkan materi pelajaran secara online
dalam pembelajaran berbasis web. Banyak sekali platform yang keefektifannya
sudah teruji seperti, WebCT, Blackboard dan lain sebagainya. Selain platform
yang sudah jadi ada juga platform yang open source, yaitu Moodle. Moodle
(Modular Object-Oriented Dynamic Learning Environment) merupak Course
Management Sistem (CSM), juga dikenal sebagai Learning Management sistem
(LMS) atau Virtual Learning Environmental (VLE) (Pusdiklat, UPI, 2010). LMS
ini menggunakan teknologi internet untuk mengatur interaksi antara pengguna dan
sumber pembelajaran, yakni web.
Konsep blended learning dirumuskan dalam beberapa komponen, yaitu
(Jared M. Carman, 2005):
a. Live events, yang dimaksud adalah pendidik dan anak didik melakukan
kegiatan diwaktu yang sama, seperti kelas virtual.
b. Online content, yang dimaksud adalah pengalaman belajar anak didik secara
mandiri, misalnya pembelajaran yang berbasis internet.
c. Collaboration, yang dimaksud adalah adanya kolaborasi lingkungan
pembelajaran, dimana tidak hanya pembelajran tatap muka namun adanya
interaksi secara online, seperti e-mail, chatting dan lain-lain.
d. Assesment, penilaian pengetahuan anak didik. Dalam hal ini seharusnya
dilakukan pra penilaian sebelum pembelajaran berlangsung, ini dimaksudkan
Teguh Budiarto , 2016
BLENDED LEARNING DI PERGURUAN TINGGI DI TINJAU DARI PERSPEKTIF LEADERSHIP DAN IKLIM
ORGANISASI
Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu | perpustakaan.upi.edu
13

untuk mengetahui pengetahuan anak didik sebelumnya dan pasca penilaian


dilakukan untuk mengetahui perkembangan pengetahuan anak didik dan
keberhasilan pembelajaran.
e. Reference materials, yang dimaksud adalah bahan referensi yang dapat
meningkatkan belajar anak didik.
2.1.3 Pendekatan Blended Learning
Pendekatan yang dipakai dalam proses pembelajaran blended learning,
yaitu (Allison Rosset, Felicia Douglis, and Rebecca V. Frazee, 2003)
menguraikan:
Tabel 2.1 Pendekatan blended learning
Live face to face (formal) Live face to face (informal)
 Instructor ledclassroom  Collegial connections
 Workshop  Work team
 Coaching / monitoring  Role modeling
Virtual collaboration / synchronous Virtual collaboration / asynchronous
 Live e-learning classes  E-mail
 E-mentoring  Online bulletin boards
 Listservs
 Online communities
Self paced learning Performance support
 Web learning modules  help systems
 Online resource links  print job aids
 Simulations  knowledge databases
 Scenarios  documentation
 Video and audio CD/DVD  performance / decision support tools
 Olnine self-assessments
 workbooks

Dari tabel 2.1 dapat disimpulkan bahwa pembelajaran dengan


menggunakan blended learning dapat memadukan beberapa metode pembelajaran
dengan memanfaatkan teknologi komunikasi.

Teguh Budiarto , 2016


BLENDED LEARNING DI PERGURUAN TINGGI DI TINJAU DARI PERSPEKTIF LEADERSHIP DAN IKLIM
ORGANISASI
Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu | perpustakaan.upi.edu
14

2.1.4 Dimensi Blended Learning


Blended learning memiliki beberapa dimensi yang menjadikan
pembelajaran blended learning menjadi pembelajaran yang efektif, yaitu (Harvey
Singh, 2003):
a. Blending Offline and Online Learning,
Blended learning menggabungkan bentuk pembelajaran konvensional dan
pembelajaran dimana pembelajaran online biasanya berarti "melalui Internet"
dan belajar secara offline terjadi di ruang kelas yang lebih tradisional.
b. Blending self paced and live, collaborative learning,
Belajar sendiri menyiratkan kesendirian, ini berarti proses belajar dapat
dikelola oleh peserta didik. Pembelajaran kolaborasi, menyiratkan komunikasi
yang lebih dinamis antar peserta didik yang dapat berbagi pengetahuan.
Campuran pembelajaran sendiri dan kolaborasi diharapkan dapat mencakup
tinjauan literatur yang lebih luas ditambah adanya diskusi secara online yang
di fasilitasi oleh pendidik.
c. Blending structured and unstructured learning,
Tidak semua bentuk pembelajaran menyiratkan program pembelajaran yang
terencana, terstruktur, atau formal dengan konten yang terorganisir secara
berurutan seperti bab dalam buku teks. Faktanya, sebagian besar peserta didik
belajar di tempat yang tidak terstruktur seperti, pertemuan, percakapan, atau e-
mail. Sebuah rancangan program dicampur mungkin terlihat aktif menangkap
percakapan dan dokumen dari peristiwa belajar terstruktur dalam repositori
pengetahuan yang tersedia ondemand, mendukung cara pengetahuan kerja
berkolaborasi dan bekerja.
d. Blending custom content with off the shelf content,
Off-the-rak konten adalah dengan definisi generik-menyadari konteks yang
unik organisasi dan requirements.Bagaimanapun konten generik jauh lebih
murah untuk membeli dan sering memiliki nilai produksi yang lebih tinggi
daripada konten kustom. Konten sendiri mondar-mandir generik dapat
disesuaikan hari ini dengan perpaduan pengalaman hidup (kelas atau online)
atau dengan kustomisasi konten. Standar industri seperti SCORM (shareable
Teguh Budiarto , 2016
BLENDED LEARNING DI PERGURUAN TINGGI DI TINJAU DARI PERSPEKTIF LEADERSHIP DAN IKLIM
ORGANISASI
Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu | perpustakaan.upi.edu
15

Isi Object Reference Model) membuka pintu untuk pencampuran semakin


fleksibel off-the-rak dan konten kustom, meningkatkan pengalaman pengguna
dan meminimalkan biaya.
e. Blending learning, practice and performance support,
Mungkin bentuk terbaik dari blended learning adalah untuk melengkapi
pembelajaran dengan praktek (menggunakan model simulasi) dan diwaktu
yang sama didukung oleh fasilitas (komputer) untuk mengerjakan tugas.
2.1.5 Karakteristik Blended Learning
Tiga persamaan atau karakteristik dan definisi blended learning :
1. Kombinasi antara model pembelajaran.
2. Kombinasi antara metode pembelajaran
3. Kombinasi antara online learning dengan pembelajaran tatap muka
Menurut buku Blending In the Extent and Promise of Blended Education
in the United States yaitu :
“The definition of an online program or blended programs is similar to the
definition used for courses; an online program is one where at least 80 percent of
program content is delivered online and a blended program is one where between
30 an 79 percent of program content is delivered online”.
Tabel 2.2 Komposisi waktu blended learning
Proportion of Type of Typical Description
Content Course
Delivered
online
0% Traditional Course with no online technologycal used
content is delivered in writing or orally.
1 to 29% Web Course which uses web-based technology
Facilitated to facilitate what is essentiallly a face-to-
face course. Uses a course management
system (CMS) or web pages to post the
syllabus an assignments, for example.
30 to 79% Blended/ Course that blends online and face-to-face
Hybrid delivery. Substantial proportion of the
Teguh Budiarto , 2016
BLENDED LEARNING DI PERGURUAN TINGGI DI TINJAU DARI PERSPEKTIF LEADERSHIP DAN IKLIM
ORGANISASI
Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu | perpustakaan.upi.edu
16

content is delivered online, typically uses


online discussions, and typically has some
face-to-face meetings.
80+% Online A course where most or all of the content
is delivered online. Typically have no face-
to-face meetings.

Adapun Karakteristik dari blended learning yaitu :


a. Pembelajaran yang menggabungkan berbagai cara penyampaian,
model pengajaran, gaya pembelajaran, serta berbagai media berbasis
teknologi yang beragam.
b. Sebagai sebuah kombinasi pengajaran langsung (face to face), belajar
mandiri, dan belajar mandiri via online.
c. Pembelajaran yang didukung oleh kombinasi efektif dari cara
penyampaian, cara mengajar dan gaya pembelajaran.
d. Guru dan orang tua peserta didik memiliki peran yang sama
pentingnya, guru sebagai fasilitator, dan orang tua sebagai pendukung.
Dalam artikel yang berjudul “ Building Blended Learning Strategy” Prof.
McGinnis (2005) menyarankan 6 hal yang perlu diperhatikan disaat orang
menyelenggarakan Blended learning:
a. Penyampaian bahan ajar dan penyampaian pesan-pesan yang lain
(seperti pengumuman) secara konsisten.
b. Penyelenggaraan pembelajaran melalui blended learning harus
diselenggarakan secara serius.
c. Bahan ajar yang diberikan harus selalu mengalami perbaikan (update)
baik itu formatnya, isinya maupun ketersediaan bahan ajar yang
memenuhi kaidah bahan ajar mandiri.
d. Alokasi waktu bisa dimulai dengan formula 75:25 dalam artian bahwa
75% untuk pembelajaran online dan 25% untuk pembelajaran secara
tatap muka (konvensional).
e. Alokasi waktu tutorial 25% khusus bagi mereka yang tertinggal,
namun bila tidak memungkinkan maka waktu tersebut dapat
Teguh Budiarto , 2016
BLENDED LEARNING DI PERGURUAN TINGGI DI TINJAU DARI PERSPEKTIF LEADERSHIP DAN IKLIM
ORGANISASI
Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu | perpustakaan.upi.edu
17

digunakan untuk menyelesaikan kesulitan siswa dalam memahami


masalah belajar.
f. Dalam blended learning diperlukan kepemimpinan yang mempunyai
waktu dan perhatian untuk terus-menerus berupaya untuk
meningkatkan kualitas pembelajaran.
Blended learning dibutuhkan pada saat situasi yang ada menuntut
diadakannya kombinasi atau mencapurkan berbagai metode media, dan teknik
untuk mencapai tujuan pembelajaran. Misalnya ketika pembelajaran jarak jauh
tidak begitu dibutuhkan, maka dibutuhkan pembelajaran tatap muka. Proses
pembelajaran blended learning ini dibutuhkan pada peserta didik yang
membutuhkan penambahan dan pengkombinasian dalam pembelajaran. Blended
learning dibutuhkan pada saat :
a. Proses belajar mengajar tidak hanya tatap muka, namun menambah
waktu pembelajaran dengan memanfaatkan teknologi dunia maya.
b. Mempermudah dan mempercepat proses komunikasi non-stop antara
pengajar dan siswa.
c. Siswa dan pengajar dapat diposisikan sebagai pihak yang belajar.
d. Membantu proses percepatan pengajaran.
Perkembangan teknologi informasi yang sangat pesat dewasa ini,
khususnya perkembangan teknologi internet turut mendorong berkembangnya
konsep pembelajaran jarak jauh ini. Ciri teknologi internet yang selalu dapat
diakses kapan saja, dimana saja, multiuser serta menawarkan segala
kemudahannya telah menjadikan internet suatu media yang sangat tepat bagi
perkembangan pendidikan jarak jauh selanjutnya.
2.1.6 Tujuan Blended Learning
Adapun tujuan diadakannya blended learning adalah sebagai berikut:
a. Membantu peserta didik untuk berkembang lebih baik di dalam proses belajar,
sesuai dengan gaya belajar dan preferensi dalam belajar.
b. Menyediakan peluang yang praktis realistis bagi guru dan peserta didik untuk
pembelajaran secara mandiri, bermanfaat, dan terus berkembang.
c. Peningkatan penjadwalan fleksibilitas bagi peserta didik, dengan
menggabungkan aspek terbaik dari tatap muka dan instruksi online. Kelas
Teguh Budiarto , 2016
BLENDED LEARNING DI PERGURUAN TINGGI DI TINJAU DARI PERSPEKTIF LEADERSHIP DAN IKLIM
ORGANISASI
Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu | perpustakaan.upi.edu
18

tatap muka dapat digunakan untuk melibatkan para siswa dalam pengalaman
interaktif. Sedangkan porsi online memberikan peserta didik dengan konten
multimedia yang kaya akan pengetahuan pada setiap saat, dan dimana saja
selama peserta didik memiliki akses internet.
d. Mengatasi masalah pembelajaran yang membutuhkan penyelesaian melalui
penggunaan metode pembelajaran yang bervariasi
2.1.7 Komponen Blended Learning
Berdasarkan kesimpulan dari para ahli mengenai blended learning, maka
belended learning mempunyai 3 komponen pembelajaran yang dicampur menjadi
satu bentuk pembelajaran blended learning.
a. Online Learning
Menurut Terry Anderon dan Fathi Eloumi dalam buku Practise of Online
Learning second edition (2004) :
“Online learning as educational material that is presented on a computer”.
Diartikan bahwa online learning merupakan materi pendidikan yang
ditanyangkan dengan memanfaatkan komputer.
Dalam Asynchronous Online Learning pembelajar dapat mengakses
materi pelajaran kapan saja, sedangkan Synchronous Online Learning
memungkinkan interaksi nyata (real time) antara pebelajar dengan pengajar
(Ally 2007).
Rosenberg (2001) menenkankan bahwa e-learning merujuk pada
penggunaan teknologi internet untuk mengirimkan serangkaian solusi yang
dapat meningkatkan pengetahuan dan keterampilan.
E-learning bisa mencakup secara formal maupun informal. E-learning
secara formal misalnya adalah pembelajaran dengan kurikulum, silabus, mata
pelajaran dan tes yang telah diatur dan disusun berdasarkan jadwal yang telah
disepakati pihak-pihak terkait (pengelola e-learning dan pebelajar sendiri).
Maka dapat disimpulkan bahwa online learning adalah lingkungan
pembelajaran yang menggunakan teknologi internet, intranet, dan berbasis
web dalam mengakses materi pembelajaran dan memungkinkan terjadinya
interkasi pembelajaran antar sesama peserta didik atau dengan mengajar
dimana saja dan kapan saja.
Teguh Budiarto , 2016
BLENDED LEARNING DI PERGURUAN TINGGI DI TINJAU DARI PERSPEKTIF LEADERSHIP DAN IKLIM
ORGANISASI
Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu | perpustakaan.upi.edu
19

b. Pembelajaran Tatap muka


Pembelajaran tatap muka merupakan model pembelajaran yang sampai
saat ini masih terus dilakukan dan sangat seringdigunakan dalam proses
pembelajaran. Pembelajaran tatap muka merupakan salah satu bentuk model
pembelajaran konvensional yang mempertemukan guru dengan murid dalam
satu ruangan untuk belajar.
Menurut Sudirman N dalam Tabrani Rusyan, dkk (1990) Dalam
pembelajaran tatap muka guru atau pemelajar akan menggunakan berbagai
macam metode dalam proses pembelajarannya untuk membuat proses belajar
lebih aktif dan menarik. Yang biasanya digunakan adalah :
a. Metode ceramah
Metode yang paling sederhana karena guru hanya menyampaikan materi
pembelajaran melalui kegiatn berbicara/ceramah di depan kelas dan
terkadang menggunakan media lain untuk menunjang prose pembelajaran
b. Metode penugasan
Metode pembelajaran dengan memberikan penugasan untuk dikerjakan
didalam kelas, melatih kemandirian dan tanggung jawab siswa.
c. Metode tanya jawab
Metode pembelajaran yang menimbulkan interaksi antara siswa dengan
guru, guru memberikan pertanyaan lalu siswa menjawab pertanyaan atau
sebaliknya.
d. Metode demonstrasi
Metode pembelajaran dimana guru memeragakan atau mempertunjukan
kepada siswa suatu proses, situasi, atau benda tertentu yang sedang
dipelajari baik yang sebenarnya maupun yang tiruan disertai dengan
penjelasan singkat.
c. Belajar mandiri
Salah satu bentuk aktivitas model pembelajaran pada blended learning adalah
individualized learning, yaitu peserta didik dapat belajar mandiri dengan cara
mengakses informasi, materi atau pelajaran secara online via internet. Bukan
berarti belajar sendiri, tetapi belajar mandiri berarti belajar secara berinisiatif
dengan ataupun tanpa bantuan orang lain dalam belajar.
Teguh Budiarto , 2016
BLENDED LEARNING DI PERGURUAN TINGGI DI TINJAU DARI PERSPEKTIF LEADERSHIP DAN IKLIM
ORGANISASI
Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu | perpustakaan.upi.edu
20

Menurut Dodds (1983), menjelaskan bahwa belajar mandiri adalah sistem


yang memungkinkan siswa belajar secara mandiri dari bahan cetak, siaran ataupun
bahan pra-rekam yang telah terlebih dahulu disiapkan.
Dengan demikian, belajar mandiri sebagai metode dapat didefinisikan
sebagai suatu pembelajaran yang memposisikan pebelajaran sebagai penanggung
jawab, pemegang kendali, pengambil keputusan atau pengambil inisiatif dalam
memenuhi dan mencapai keberhasilan belajarnya sendiri dengan atau tanpa
bantuan orang lain.

2.2 LEADERSHIP
2.2.1 Pengertian Leadership
Kepemimpinan adalah proses di mana oleh seorang individu
mempengaruhi sekelompok individu untuk mencapai tujuan bersama. Untuk
mencapai tujuan seorang pemimpin haruslah menjadi orang yang paling menaruh
perhatian kepada orang – orang yang dipimpinnya. Seorang yang berjiwa
pemimpin, memiliki kebiasaan untuk mengenal karakter-karakter orang di
sekitarnya, pola pikir dan perilakunya, kemudian membantu orang-orang itu untuk
mengembangkan dirinya. Pada akhirnya, akan bisa membentuk suatu lingkungan,
yang suatu saat bisa digerakkan untuk mencapai tujuan.
Fungsi pemimpin dalam organisasi merupakan suatu fungsi yang sangat
penting bagi keberadaan dan kemajuan organisasi yang bersangkutan. Pada
dasarnya fungsi kepemimpinan memiliki dua aspek, yaitu:
a. Fungsi administrasi, yakni mengadakan formulasi kebijaksanaan administrasi
dan menyediakan fasilitasnya.
b. Fungsi sebagai Top Management, yakni mengadakan planning, organising,
staffing, directing, commanding, controling, dan sebagainya.
Definisi tentang kepemimpinan bervariasi sebanyak orang yang mencoba
mendefinisikan konsep kepemimpinan. Definisi kepemimpinan secara luas
meliputi proses mempengaruhi dalam menentukan tujuan organisasi, memotivasi
perilaku pengikut untuk mencapai tujuan, mempengaruhi untuk memperbaiki
kelompok dan budayanya, seperti yang dikemukakan oleh Robbins (1998)
kepemimpinan adalah kemampuan untuk mempengaruhi suatu kelompok ke arah
Teguh Budiarto , 2016
BLENDED LEARNING DI PERGURUAN TINGGI DI TINJAU DARI PERSPEKTIF LEADERSHIP DAN IKLIM
ORGANISASI
Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu | perpustakaan.upi.edu
21

pencapaian tujuan. Rivai dan Mulyadi (2003) mendefinisikan kepemimpinan


sebagai berikut:
a. Kepemimpinan terkadang dipahami sebagai kekuatan untuk menggerakkan
dan mempengaruhi orang. Kadang juga diartikan sebagai sebuah alat
membujuk orang agar bersedia melakukan sesuatu secara sukarela/sukacita.
b. Kepemimpinan juga dikatakan sebagai proses mengarahkan dan
mempengaruhi aktivitas-aktivitas yang ada hubungannya dengan pekerjaan
para anggota kelompok. Tiga implikasi penting yang terkandung dalam hal
ini, yaitu: (1) kepemimpinan itu melibatkan orang lain, baik bawahan atau
pengikut, (2) kepemimpinan melibatkan pendistribusian kekuasaan antara
pemimpin dan anggota kelompok secara seimbang, karena anggota kelompok
bukanlah tanpa daya, (3) adanya kemampuan untuk menggunakan bentuk
kekuasaan yang berbeda untuk mempengaruhi tingkah laku pengikutnya
melalui berbagai cara.
Oleh karena itu, kepemimpinan pada hakekatnya adalah:
a. Proses mempengaruhi atau memberi contoh dari pemimpin kepada
pengikutnya dalam upaya mencapai tujuan organisasi.
b. Seni mempengaruhi dan mengarahkan orang dengan cara kepatuhan,
kepercayaan, kehormatan, dan kerja sama yang bersemangat untuk mencapai
tujuan bersama.
c. Kemampuan untuk mempengaruhi, memberi inspirasi, dan mengarahkan
tindakan seseorang atau kelompok untuk mencapai tujuan yang diharapkan.
d. Melibatkan tiga hal yaitu pemimpin, pengikut, dan situasi tertentu.
e. Kemampuan untuk mempengaruhi suatu kelompok untuk mencapai tujuan.
2.2.2 Leadership di Perguruan Tinggi
Karakteristik Perguruan Tinggi berbeda dengan entitas bisnis manufaktur,
maupun perusahaan pemberi jasa lainnya. Perbedaan utama terletak pada
penyampai produk/layanan yang berhadapan langsung dengan pelanggan.
Pemimpin Perguruan Tinggi membawahi dekan, ketua program studi dan dosen
yang kesemuanya adalah kolega dan juga peer group, karena itu gaya
kepemimpinan berorientasi power akan kurang efektif dibandingkan dengan gaya
kepemimpinan yang berorientasi kepada kepakaran ( expertise ) dan behavioral.
Teguh Budiarto , 2016
BLENDED LEARNING DI PERGURUAN TINGGI DI TINJAU DARI PERSPEKTIF LEADERSHIP DAN IKLIM
ORGANISASI
Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu | perpustakaan.upi.edu
22

Kelompok sub-ordinat dalam Perguruan Tinggi merupakan sumber kekuatan


berpikir dan kekuatan pengimplementasian program. Gaya kepemimpinan yang
tepat akan melegitimasi kepemimpinan sehingga sub-ordinat dengan suka rela
akan mendukung program pemimpin (Kelley,2002).
Menurut Gaffar (2008), leadership perguruan tinggi memiliki tiga aspek
penting yang perlu dicermati. Pertama, kepemimpinan harus memiliki
karakteristik/ciri tertentu sebagai seorang akademisi, entrepreneur, public
relation, sales person, dan politisi. Selain karakteristik tersebut kepemimpinan
perguruan tinggi juga harus memiliki kepemimpinan individual dan isntitusional
terutama pada kepeminpinan global. Kedua, kepemimpinan harus memiliki
beberapa kemampuan seperti : managerial capacity, professionalism, managerial
performance, work values & ethics, dan rewards system. Terakhir, berkaitan
dengan kinerja kepemimpinan diantaranya pada team work, work, spirit, and
stamina, participation, empowerment, work performance, equality end equity, dan
worl accountability.
Berdasarkan pendapat Fakry Gaffar tersebut, penulis memandang bahwa
tugas pertama seorang pemimpin adalah membangun rasa percaya. Faktor yang
mempengaruhi rasa percaya orang-orang yang dipimpinnya terhadap
pemimpinnya adalah karakter, kemampuan, dan kinerja. Kepemimpinan harus
memiliki karakteristik/ciri tertentu sebagai seorang akademisi, entrepreneur,
public relation, sales person, dan politisi. Kedua, kepemimpinan harus memiliki
beberapa kemampuan seperti: managerial capacity, professionalism, managerial
performance, work values & ethics, dan rewards system. Terakhir, berkaitan
dengan kinerja kepemimpinan diantaranya pada team work, work, spirit, and
stamina, participation, empowerment, work performance, equality end equity, dan
worl accountability.
Menurut Breakwell (2010) kepemimpinan perguruan tinggi setidaknya
memiliki lima karakteristik, yaitu (a) visioner, (b) respon capacity, (c) alertness,
(d) cerdas, dan (e) leadership capacity.
a. Visioner
Kepemimpinan yang visioner merupakan kepemimpinan yang mampu
mengembangkan intuisi, imajinasi dan kreatifitasnya untuk mengembangkan
Teguh Budiarto , 2016
BLENDED LEARNING DI PERGURUAN TINGGI DI TINJAU DARI PERSPEKTIF LEADERSHIP DAN IKLIM
ORGANISASI
Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu | perpustakaan.upi.edu
23

organisasinya. Selain membangun suatu visi bagi organisasinya sorang


pemimpin juga memiliki kemampuan untuk menjabarkan visi tersebut ke
dalam suatu rangkaian tindakan atau kegiatan yang merupakan upaya untuk
mencapai visi itu.
b. Respon capacity
Seorang pemimpin yang efektif haruslah seseorang yang responsif. Artinya
pemimpin selalu tanggap terhadap setiap persoalan, kabutuhan, harapan, dan
impian dari mereka yang dipimpin. Selain itu selalu aktif dan proaktif dalam
mencari solusi dari setiap permasalahan ataupun tantangan yang dihadapi.
c. Alertness
Pemimpin juga harus waspada terhadap segala bentuk intrik dan perubahan di
lingkungan eksternal. Pemimpin harus mengidentifikasi peluang yang muncul
dan potensial, mempersiapkan serangkaian strategi dan memadukan seluruh
sumber daya yang dibutuhkan, dan melayani serta memproduksi “at
opportune times” guna memaksimalkan kesuksesan atau prestasi.
d. Cerdas
Pemimpin akan menjadi panutan dan acuan bagi anggotanya sehingga harus
memiliki pemikiran yang lebih maju dari anggotanya. Semakin tinggi
kedudukan seseorang dalam hirarki kepemimpinan organisasi, ia semakin
dituntut untuk berfikir dan bertindak secara generalis. Kecerdasan intelektual
harus ditunjang pula dengan kecerdasan emosional dan kecerdasan spiritual
sehingga pemimpin selain akan mampu mengorganisasi, juga mampu
menghadapi dan memecahkan masalah yang timbul, serta keputusan dan
kebijakan yang diambil akan sangat berkualitas.
e. Leadership capacity
Seorang pemimpin itu harus memiliki kapasitas yang lebih baik dari pada
orang-orang yang dipimpinnya. Ukuran kapasitas kepemimpinan seseorang
salah satu di antaranya adalah kemampuannya dalam mengelola perubahan.
Kemampuan ini penting sebab pada masa kini pemimpin akan selalu
dihadapkan pada perubahan-perubahan, pemimpin dituntut untuk mampu
menyesuaikan dengan perubahan lingkungan. Pemimpin yang kuat bahkan
mampu mempelopori perubahan lingkungan.
Teguh Budiarto , 2016
BLENDED LEARNING DI PERGURUAN TINGGI DI TINJAU DARI PERSPEKTIF LEADERSHIP DAN IKLIM
ORGANISASI
Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu | perpustakaan.upi.edu
24

2.2.3 Gaya Kepemimpinan


Kepemimpinan merupakan tulang punggung pengembangan organisasi
karena tanpa kepemimpinan yang baik akan sulit mencapai tujuan organisasi. Jika
seorang pemimpin berusaha untuk mempengaruhi perilaku orang lain, maka orang
tersebut perlu memikirkan gaya kepemimpinannya. Gaya kepemimpinan adalah
bagaimana seorang pemimpin melaksanakan fungsi kepemimpinannya dan
bagaimana ia dilihat oleh mereka yang berusaha dipimpinnya atau mereka yang
mungkin sedang mengamati dari luar (Robert, 1992). James et. al. (1996)
mengatakan bahwa gaya kepemimpinan adalah berbagai pola tingkah laku yang
disukai oleh pemimpin dalam proses mengarahkan dan mempengaruhi pekerja.
Gaya kepemimpinan adalah perilaku dan strategi, sebagai hasil kombinasi dari
falsafah, ketrampilan, sifat, sikap, yang sering diterapkan seorang pemimpin
ketika ia mencoba mempengaruhi kinerja bawahannya (Tampubolon, 2007).
Berdasarkan definisi gaya kepemimpinan diatas dapat disimpulkan bahwa
kepemimpinan adalah kemampuan seseorang dalam mengarahkan,
mempengaruhi, mendorong dan mengendalikan orang lain atau bawahan untuk
bisa melakukan sesuatu pekerjaan atas kesadarannya dan sukarela dalam
mencapai suatu tujuan tertentu.
Terdapat lima gaya kepemimpinan yang disesuaikan dengan situasi
menurut Siagian (2002), yaitu:
a. Tipe pemimpin yang otokratik
Seorang pemimpin yang otokratik adalah seorang pemimpin yang:
 Menganggap organisasi sebagai milik pribadi
 Mengidentikan tujuan pribadi dengan tujuan organisasi
 Menganggap bahwa sebagai alat semata-mata
 Terlalu bergantung pada kekuasaan formalnya
 Dalam tindakan penggeraknya sering mempergunakan approach yang
mengandung unsur paksaan dan puntif (bersifat menghukum)
b. Tipe pemimpin yang militeristik
Perlu diperhatikan terlebih dahulu bahwa yang dimaksud seorang pemimpin
tipe militeristik berbeda dengan seorang pemimpin modern. Seorang

Teguh Budiarto , 2016


BLENDED LEARNING DI PERGURUAN TINGGI DI TINJAU DARI PERSPEKTIF LEADERSHIP DAN IKLIM
ORGANISASI
Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu | perpustakaan.upi.edu
25

pemimpin yang bertipe militeristik adalah seorang pemimpin yang memiliki


sifat:
 Dalam menggerakan bawahannya sistem perintah yang sering
dipergunakan
 Dalam meggerakan bawahannya senang bergantung pada pangkat dan
jabatan
 Senang kepada formalitas yang berlebih lebihan
 Menuntut disiplin yang tinggi dan kaku dari bawahannya
c. Tipe pemimpin yang Paternalistik
 Menganggap bahwa sebagai manusia yang tidak dewasa
 Bersikap terlalu melindungi
 Jarang memberikan kesempatan kepada bawahannya untuk mengambil
keputusan
 Jarang memberikan kesempatan kepada bawahan untuk mengambil
inisiatif
 Jarang memberikan kesempatan kepada bawahan untuk mengembangkan
daya kreasi dan fantasi
 Sering bersikap mau tahu
d. Tipe pemimpin yang Kharismatik
Harus diakui bahwa untuk keadaan tentang seorang pemimpin yang dimikian
sangat diperlukan. Akan tetapi sifatnya yang negatif mengalahkan sifatnya
yang positif.
e. Tipe pemimpin yang Demokratik
Pengetahuan tentang kepemimpinan telah membuktikan bahwa tipe pemimpin
yang demokratislah yang paling tepat untuk organisasi modern karena:
 Ia senang menerima saran, pendapat bahkan kritikan dari bawahan.
 Selalu berusaha mengutamakan kerjasama teamwork dalam usaha
mencapai tujuan.
 Selalu berusaha lebih sukses
 Selalu berusaha mengembangkan kapasitas diri pribadinya sebagai
pemimpin

Teguh Budiarto , 2016


BLENDED LEARNING DI PERGURUAN TINGGI DI TINJAU DARI PERSPEKTIF LEADERSHIP DAN IKLIM
ORGANISASI
Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu | perpustakaan.upi.edu
26

Kepemimpinan memegang peran yang signifikan terhadap kesuksesan dan


kegagalan sebuah organisasi. Sedangkan Robbins (2006) mengidentifikasi empat
jenis gaya kepemimpinan antara lain:
a. Gaya kepemimpinan kharismatik
Para pengikut terpacu kemampuan kepemimpinan yang heroik atau yang luar
biasa ketika mereka mengamati perilaku-perilaku tertentu pemimpin mereka.
Terdapat lima karakteristik pokok pemimpin kharismatik:
 Visi dan artikulasi. Dia memiliki visi ditujukan dengan sasaran ideal yang
berharap masa depan lebih baik daripada status quo, dan mampu
mengklarifikasi pentingnya visi yang dapat dipahami oleh orang lain
 Rasio personal. Pemimpin kharismatik bersedia menempuh resiko
personal tinggi, menanggung biaya besar, dan terlibat ke dalam
pengorbanan diri untuk meraih visi
 Peka terhadap lingkungan. Mereka mammpu menilai secara realistis
kendala lingkungan dan sumber daya yang dibutuhkan untuk membuat
perubahan
 Kepekaan terhadap kebutuhan pengikut. Pemimpin kharismatik perseptif
(sangat pengertian) terhadap kemampuan orang lain dan responsif
terhadap kebutuhan dan perasaan mereka
 Perilaku tidak konvensional. Pemimpin kharismatik terlibat dalam perilaku
yang dianggap baru dan berlawanan dengan norma
b. Gaya kepemimpinan transaksional
Pemimpin transaksional merupakan pemimpin yang memandu atau
memotivasi para pengikut mereka menuju sasaran yang ditetapkan dengan
memperjelas persyaratan peran dan tugas. Gaya kepemimpinan transaksional
lebih berfokus pada hubungan pemimpin-bawahan tanpa adanya usaha untuk
menciptakan perubahan bagi bawahannya. Terdapat empat karakterisitik
pemimpin transaksional:
 Imbalan kontingen: kontrak pertukaran imbalan atas upaya yang
dilakukan, menjanjikan imbalan atas kinerja baik, mengakui pencapaian
 Manajemen berdasar pengecualian (aktif): melihat dan mencari
penyimpangan dari aturan dan standar, menempuh tindakan perbaikan.
Teguh Budiarto , 2016
BLENDED LEARNING DI PERGURUAN TINGGI DI TINJAU DARI PERSPEKTIF LEADERSHIP DAN IKLIM
ORGANISASI
Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu | perpustakaan.upi.edu
27

 Manajemen berdasar pengecualian (pasif): mengintervensi hanya jika


standar tidak dipenuhi.
 Laissez Fair: melepas tanggung jawab, menghindari pembuatan
c. Gaya kepemimpinan transformasional
Gaya kepemimpinan transformasional mencurahkan perhatian pada hal-hal
dan kebutuhan pengembangan dari masing-masing pengikut, Pemimpin
transformasional mengubah kesadaran para pengikut akan persoalan-persoalan
dengan membantu mereka memandang masalah lama dengan cara-cara baru,
dan mereka mampu menggairahkan, membangkitkan, dan mengilhami para
pengikut untuk mengeluarkan upaya ekstra demi mencapai sasaran kelompok.
Terdapat empat karakteristik pemimpin transformasional:
 Kharisma: memberikan visi dan rasa atas misi, menanamkan kebanggaan,
meraih penghormatan dan kepercayaan
 Inspirasi: mengkomunikasikan harapan tinggi, menggunakan simbol untuk
memfokuskan pada usaha, menggambarkan maksud penting secara
sederhana
 Stimulasi intelektual: mendorong intelegensia, rasionalitas, dan
pemecahan masalah secara hati-hati
 Pertimbangan individual: memberikan perhatian pribadi, melayani
karyawan secara pribadi, melatih dan menasehati
d. Gaya kepemimpinan visioner
Kemempuan menciptakan dan mengartikulasikan visi yang realistis, kredibel
dan menarik mengenai masa depan organisasi atau unit organisasi yang tengah
tumbuh dan membaik dibanding saat ini. Visi ini jika diseleksi dan
diimplementasikan secara tepat, mempunyai kekuatan besar sehingga bisa
mengakibatkan terjadinya lompatan awal ke masa depan dengan
membangkitkan keterampilan, bakat, dan sumber daya untuk mewujudkannya.

Teguh Budiarto , 2016


BLENDED LEARNING DI PERGURUAN TINGGI DI TINJAU DARI PERSPEKTIF LEADERSHIP DAN IKLIM
ORGANISASI
Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu | perpustakaan.upi.edu
28

2.3 IKLIM ORGANISASI


2.3.1 Pengertian Iklim Organisasi
Iklim kerja dalam organisasi merupakan suasana dalam suatu organisasi
yang diciptakan oleh pola hubungan antar pribadi (interpersonal relationship)
yang berlaku. Pola hubungan ini bersumber dari hubungan antar dosen dengan
dosen lainnya atau hubungan antar dosen dengan dekan/direktur atau sebaliknya
antara dekan/direktur dengan dosen. Pola hubungan antara dosen dengan
dekan/direktur membentuk suatu jenis kepemimpinan (leadership style) yang
diterapkan oleh dekan/direktur dalam melaksanakan fungsi – fungsi
kepemimpinannya. Subsistem yang paling penting dalam suatu organisasi adalah
subsistem insani. Hal ini disebabkan berhasil atau tidaknya organisasi itu
mencapai tujuan dan mempertahankan eksistensinya lebih banyak ditentukan oleh
faktor manusianya. Oleh sebab itu, dalam melaksanakan aktivitasnya, manusia
yang bekerja pada organisasi tersebut perlu disubsitusi dengan berbagai stimulus
dan fasilitas yang dapat meningkatkan kebutuhan dan gairah kerjanya.
Hoy dan Miskel (2001) mengemukakan bahwa terdapat tingkah laku di
dalam setiap organisasi mempunyai fungsi yang tidak sederhana karena
didalamnya terdapat sejumlah kebutuhan individu – individu dan tujuan – tujuan
organisasi yang ingin dicapai bersama. Hubungan – hubungan antar unsur di
dalamnya sangatlah dinamis, mereka membawa kebiasaan – kebiasaan unik dari
rumah masing – masing dengan segala simbol, nilai – nilai dan motivasi.
Indrawijaya (1999) mengatakan bahwa organisasi adalah setiap bentuk
persekutuan antar dua orang atau lebih yang bekerja sama secara optimal dan
terkait dalam rangka pencapaian tujuan yang telah ditentukan dengan ikatan
sebagai atasan atau bawahan di antara sekelompok orang. Sependapat dengan
pendapat itu, Indrawijaya (1999) mendefinisikan organisasi sebagai struktur tata
pembagian kerja dan struktur tata hubungan kerja sama antara sekelompok orang
pemegang posisi tertentu untuk bersama – sama mencapai tujuan tertentu. Dengan
demikian organisasi dapat disimpulkan sebagai suatu proses kerja sama antara
sekelompok orang yang satu sama lain saling mempengaruhi dan tersusun dalam
unit – unit tertentu untuk mencapai suatu tujuan yang sudah ditentukan
sebelumnya. Dengan demikian iklim organisasi adalah lingkungan manusia di
Teguh Budiarto , 2016
BLENDED LEARNING DI PERGURUAN TINGGI DI TINJAU DARI PERSPEKTIF LEADERSHIP DAN IKLIM
ORGANISASI
Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu | perpustakaan.upi.edu
29

mana para dosen organisasi melakkan pekerjaan mereka (Davis & Newstrom,
1996) atau serangkaian sifat lingkungan kerja yang dinilai langsung atau tidak
langsung oleh dosen yang dianggap menjadi kekuatan utama dalam
mempengaruhi perilaku dosen (Gibson, Ivancevih & Donneily, 1997). Yang
dimaksud dengan lingkungan manusia adalah kepemimpinan, motivasi,
komunikasi, interaksi pengaruh, pengambilan keputusan, penyusunan tujuan dan
pengendalian (Rensis Likert, dalam Davis & Newstrom, 1996). Dengan demikian
dapat disimpulkan bahwa iklim organisasi adalah kualitas serangkaian sifat
lingkungan kerja, yang dinilai langsung atau tidak langsung oleh pimpinan.
Iklim organisasi yang kondusif sangat dibutuhkan bagi dosen untuk
menumbuhkan dorongan dalam diri dosen tersebut untuk bekerja lebih
bersemangat. Ini berarti bahwa iklim kerja berpengaruh terhadap tinggi rendahnya
motivasi para dosen. Hal ini sesuai dengan ungkapan Dirjen Dikti (Buku IIC;
1983), yang menyebutkan bahwa, “Iklim organisasi sangat mempengaruhi
motivasi para anggotanya. Ada iklim yang menggairahkan para anggotanya untuk
berprestasi, ada pula iklim yang justru memadamkan motivasi untuk berprestasi”.
Kutipan tersebut memberikan pengertian kepada kita terutama kepada para
pemimpin organisasi termasuk organisasi pendidikan, untuk selalu
memperhatikan iklim kerja dosen dalam organisasinya. Pemimpin harus berusaha
mengelola iklim kerja organisasinya, agar dapat menciptakan suasana yang dapat
menumbuhkan semangat dan gairah kerja para dosennya. Melalui suasana yang
demikian dosen akan merasa tenang, nyaman, tidak ada yang ditakuti dalam
bekerja. Iklim kerja yang dimaksudkan dalam penelitian ini adalah tingkat
keterbukaan komunikasi di antara orang – orang yang terlibat dalam pekerjaan.
Tingkat keterbukaan merupakan salah satu kategori iklim organisasi yang
dikembangkan oleh Hoy dan Miskel (2001) yang disebutnya sebagai Open
Climate.
Dimensi iklim organisasi terbuka tersebut diwujudkan dalam konteks
kumunikasi di antara orang – orang yang sedang bekerja atau melakukan kegiatan
proses belajar mengajar, penelitian dan pengabdian pada masyarakat. Dengan
demikian pertanyaan yang perlu diajukan adalah: (1) bagaimana tingkat
supportive orang – orang yang sedang bekerja satu sama lain; (2) bagaimana
Teguh Budiarto , 2016
BLENDED LEARNING DI PERGURUAN TINGGI DI TINJAU DARI PERSPEKTIF LEADERSHIP DAN IKLIM
ORGANISASI
Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu | perpustakaan.upi.edu
30

tingkat collegial orang – orang yang sedang bekerja; (3) bagaimana tingkat
intimate (4) directive (5) restrictive dan (6) disangaged dosen – dosen yang
sedang bekerja. Keenam dimensi tersebut merupakan indikator yang dikaji dalam
penelitian ini. Karena perilaku dapat diamati, bisa diukur, dan mempunyai nilai
keterbukaan yang tinggi (Hoy dan Miskel, 2001).
Iklim organisasi merupakan sebuah konsep umum yang mencerminkan
kualitas kehidupan organisasi. Kualitas kehidupan organisasi tersebut banyak
ditinjau dari berbagai sudut pandang. Salah satu konsep dan pengukuran iklim
organisasi ditinjau dari pelaku pimpinan dan bawahan Hoy dan Miskel (2001)
telah meneliti perilaku dosen terdapat enam dimensi iklim yang dipelajarinya, tiga
dimensi merupakan perilaku pimpinan yaitu supportive, directive dan restrictive.
Tiga buah lagi merupakan perilaku dosen – dosen yaitu collegial, intimate dan
disengaged. Kombinasi dimensi tersebut menghasilkan empat iklim organisasi
yang open, engaged, disengaged dan closed.
2.3.2 Tipe – Tipe Iklim Organisasi
Pembahasan dalam penelitian ini akan difokuskan pada kombinasi dimensi
menurut Hoy dan Miskel (2001) yang menghasilkan empat iklim organisasi yaitu:
a. Iklim Terkendali (engaged climate)
Iklim terkendali ditandai dengan usaha yag tidak efektif oleh pimpinan untuk
mengontrol dan adanya kinerja profesional dari para dosen. Pimpinan keras
dan autokratik, dengan memberikan petunjuk, instruksi, perintah yang tinggi
dan tidak respek pada kemampuan profesional serta kebutuhan para dosen.
Selain itu pimpinan menghalangi para dosen dengan aktivitas yang berat. Para
dosen tidak memperdulikan perilaku pimpinan dan memperlakukan meraka
sendiri seperti para profesional. Mereka satu sama lain saling menghormati
dan saling mendukung, mereka bangga akan rekan kerja mereka dan
menikmati pekerjaan, mereka benar – benar berteman. Selain itu, dosen tidak
hanya respek atas kemampuan mereka masing – masing, tetapi mereka juga
menyukai satu sama lain (benar – benar intim). Dosen yang profesional dan
produktif walaupun memiliki pimpinan yang lemah, para dosen bersatu,
komitmen, mendukung dan terbuka.

Teguh Budiarto , 2016


BLENDED LEARNING DI PERGURUAN TINGGI DI TINJAU DARI PERSPEKTIF LEADERSHIP DAN IKLIM
ORGANISASI
Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu | perpustakaan.upi.edu
31

b. Iklim Lepas (disengaged climate)


Iklim ini ditandai dengan adanya perilaku pimpinan bersifat terbuka, peduli
dan mendukung. Pimpinan mendengarkan dan terbuka terhadap dosen (sangat
mendukung), memberikan kebebasan terhadap dosen untuk berbuat sesuai
dengan pengetahuan profesional mereka. Namun demikian, dosen tidak mau
menerim pimpinan, dosen secara aktif bekerja untuk melakukan sabotase
terhadap pimpinan, dosen tidak memperdulikan pimpinan. Dosen tidak hanya
tidak menyukai piminan, tetapi mereka tidak respek dan tidak menyukai satu
sama lain (intimasi rendah atau hubungan kolega yang rendah). Dosen benar –
benar terlepas dari tugas – tugas.
c. Iklim Tertutup (closed cilmate)
Pada iklim tertutup, pimpinan dan bawahan benar – benar terlihat melakukan
usaha, pimpinan menekankan pekerjaan yang kurang penting dan
pekerjaannya sendiri, sedangkan dosen merespon secara minimal dan
menunjukkan komitmen yang rendah. Kepemimpinan atasan terlihat sebagai
pengawasan, kaku, tidak peduli, tidak simpatik dan memberikan dukungan
yang rendah. Bahkan pimpinan menunjukkan kecurigaan, kurangnya perhatian
terhadap dosen, tertutup, kurang fleksibel, apatis dan tidak komitmen.
d. Iklim Terbuka (open climate)
Iklim terbuka ditandai dengan adanya kerja sama dan respek di antara dosen
dan pimpinan. Kerja sama tersebut menciptakan iklim dimana pimpinan
mendengarkan dan terbuka terhadap dosen, pimpinan memberikan hadian
yang benar – benar ikhlas, terus – menerus, dan respek terhadap kemampuan
profesionalisme dari dosen (dukungan yang tinggi) serta memberikan
kebebasan kepada dosen untuk berbuat. Perilaku dosen mendukung, terbuka
dan hubungan dengan teman sejawat tinggi. Dosen menunjukkan pertemanan
yang terbuka (intimasi tinggi), dan komit terhadap pekerjaan. Singkatnya
antara pimpinan dan dosen saling terbuka.
2.3.3 Dimensi dan Indikator – Indikator Iklim Organisasi
Pembahasan dalam penelitian ini akan difokuskan pada dimensi iklim
organisasi yang mempunyai tingkat keterbukaan yang tinggi dan dianggap cukup
esensial menurut Hoy dan Miskel (2001) yaitu:
Teguh Budiarto , 2016
BLENDED LEARNING DI PERGURUAN TINGGI DI TINJAU DARI PERSPEKTIF LEADERSHIP DAN IKLIM
ORGANISASI
Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu | perpustakaan.upi.edu
32

a. Supportive
Iklim kerja dalam oganisasi ini menggambarkan bahwa orang – orang dalam
bekerja saling mendengarkan dan terbuka terhadap saran – saran. Penghargaan
dicerminkan dalam sikap respek dan kritik ditangani secara konstruktif. Orang
– orang saling menghargai kompetensi profesional, sedangkan perilaku dosen
tercermin sebagai berikut:
 Dosen menggunakan kritik secara konstruktif
 Dosen mau mendengarkan saran orang lain
 Dosen luwes dalam berkomunikasi
b. Collegial
Iklim kerja dalam organisasi ini menggambarkan keakraban, pertemanan,
antusias bekerja dalam kepentingan peningkatan kompetensi profesional.
Sedangkan perilaku dosennya terlihat sebagai berikut:
 Dosen berteman baik dengan yang lain
 Dosen bersemangat untuk bekerja sama
 Dosen akrab dalam berdiskusi
c. Intimate
Iklim kerja dalam organisasi ini menggambarkan suasana yang kuat dalam
solidaritas, saling menghargai, saling menghormati, terdapat sense of
belongingness. Sedangkan perilaku dosennya tercermin sebagai berikut:
 Dosen saling mendukung satu sama lain
 Dosen merasakan pekerjaan milik bersama
 Dosen mempunyai kesamaan tujuan dalam bekerja
d. Directive
Iklim kerja dalam organisasi ini menggambarkan suasana yang kuat dalam
solidaritas, saling menghargai, saling menghormati, terdapat sense of
belongingness. Sedangkan perilaku dosennya tercermin sebagai berikut:
 Pimpinan memonitor apapun yang dikerjakan dosen
 Peraturan pimpinan sangat ketat
 Pimpinan mengecek pekerjaan

Teguh Budiarto , 2016


BLENDED LEARNING DI PERGURUAN TINGGI DI TINJAU DARI PERSPEKTIF LEADERSHIP DAN IKLIM
ORGANISASI
Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu | perpustakaan.upi.edu
33

e. Restrictive
Iklim kerja dalam organisasi ini menggambarkan bahwa pimpinan
menghalangi dan membebani pekerjaan dosen, dengan pekerjaan – pekerjaan
lain yang mengganggu tanggung jawab tergambar sebagi berikut:
 Dosen disibukkan dengan pekerjaan
 Kewajiban rutin dosen terganggu
 Dosen memiliki banyak kepentingan komite
f. Disengaged
Iklim kerja dalam organisasi ini menggambarkan suasana bahwa dosen
ditempatkan secara sederhana dan kuran profesional, mereka tidak memiliki
orientasi tujuan umum. Perilaku mereka kadang negatif dan kritis terhadap
teman kerja dan organisasi tercermin sebagai berikut:
 Temuan kelompok tidak bermanfaat
 Ada kelompok minoritas, berlawanan dengan kelompok mayoritas
 Dosen bertele – tele ketika berbicara dalam pertemuan
Keenam dimensi iklim organisasi terbuka tersebut akan dijadikan dimensi dan
indikator dalam variabel iklim organisasi pada penelitian ini. Karena keenamnya
merupakan dimensi esensial iklim organisasi yang sangat urgen. Selanjutnya
keenam dimensi itu akan dijadikan landasan dalam mengkontruksi intrumen
penelitian tentang variabel iklim organisasi.

2.4 HASIL PENELITIAN TERDAHULU


Hasil penelitian terdahulu yang relevan dengan penelitian ini sebagai
berikut :
1. Paul Ginns dan Robert Ellis, 2006. Penelitian ini mendesripsikan bahwa
hubungan persepsi mahasiswa tentang e-learning, pendekatan pembelajaran
dan nilai mahasiswa dengan menggunakan blended learning berkaitan erat
dengan kualitas pembelajaran.
2. Mehmet Akif Ocak, 2010. Penelitian ini menjelaskan hambatan yang ditemui
oleh dosen dalam persiapan pembelajaran dengan blended learning yang
diidentifikasikan menjadi tiga aspek, yaitu proses pembeajaran, komunikasi
dan teknis. Dari ketiga aspek tersebut didapat delapan hambatan, yaitu (1)
Teguh Budiarto , 2016
BLENDED LEARNING DI PERGURUAN TINGGI DI TINJAU DARI PERSPEKTIF LEADERSHIP DAN IKLIM
ORGANISASI
Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu | perpustakaan.upi.edu
34

intruksi yang kompleks, (2) kurangnya perencanaan, (3) kurangnya


komunikasi yang eektif, (4) memelukan banyak waktu, (5) kuangnya
dukungan kelembagaan, (6) mengubah peran, (7) kesulitan dalam adaptasi
teknologi baru dan (8) kurangnya sarana elektronik. Penelitian ini
menunjukkan persiapan pembelajaran blended learning dapat kompleks dan
memiliki pola pengajaran yang berbeda, namun pada pelakasanaannya
pembelajaran blended learning mempunyai dampak keberhasilan dalam
proses pembelajaran sehingga tujuan pembelajaran tercapai.
3. Mehmet Akif Ocak, 2010. Studi ini menguji persepsi dosen tentang
pembelajaan blended learning yang dikatagorikan menjadi enam, yaitu (1)
kepuasan dengan blended learning, (2) dampak yang dirasakan oleh fakultas,
(3) dampak pada siswa, (4) dampak pada motivasi siswa, (5) kelebihan
pemelajaran blended learning dan (6) kelemahan pembelajaran blended
learning. Temuan yang didapat pada studi ini adalah (1) sebagian besar dosen
setuju bahwa blended learning dapat memberikan tingkat kepuasan belajar
yang tinggi dan (2) dosen mengakui bahwa pembelajaran dengan blended
learning dapat meningkatkan pretasi dan motivasi mahasiswa.
4. Annisa Ratna Sari, 2013. Tujuan penelitian ini adalah untuk menunjukkan
adanya peningkatan belajar mahasiswa secara mandiri dengan menggunakan
pembelajaran blended learning, selain itu studi ini juga menunjukkan
peningkatam terhadap kemampuan berpikir kritis mahasiswa seta peningkatan
prestasi mahasiswa dalam hal ini nilai UAS mahasiswa.
5. Adi Santoso (2009). Penelitian ini memperlihatkan adanya perbedaan
signifikan antara pembelajaran dengan menggunakan media online dengan
pembelajaran yang menggunakan LKS terhadap prestasi belajar siswa,
kelompok yang menggunakan media online memiliki nilai lebih tinggi
disbanding dengan kelompok siswa yang menggunakan media LKS. Pada
penelitian ini dikemukakan pula bahwa siswa yang mempunyai nilai
kemampuan awal (pre-test) yang tinggi memiliki nilai akhir (post-test) yang
lebih tinggi pula jika dibandingkan dengan siswa yang memiliki hasil pre-test
yang lebih rendah, hal ini pula tidak terpengaruh oleh jenis media yang
digunakan dalam proses pembelajaran.
Teguh Budiarto , 2016
BLENDED LEARNING DI PERGURUAN TINGGI DI TINJAU DARI PERSPEKTIF LEADERSHIP DAN IKLIM
ORGANISASI
Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu | perpustakaan.upi.edu
35

2.5 KERANGKA BERFIKIR


Hasil penelitian Mehmet Aktif Ocak (2010) menunjukkan bahwa 88,7%
dosen setuju dengan pembelajaran blended learning. selain itu 87% dosen
merasa puas dengan pembelajaran blended learning. Kira-kira 92,1% dari sampel
penelitian menyatakan setuju untuk melanjutkan pembelajaran dengan
menggunakan blended learning tapi 3,2% tidak setuju, yang kemudian di dukung
oleh penelitian Paul Ginns dan Robert Ellis (2006), Annisa Ratna Sari (2010) dan
Adi Santoso (2009) adalah pada dasarnya terdapat perubahan kearah positif
dengan menggunakan pembelajaran blended learning.
Berdasarkan hal itu penulis mempunyai pemikiran mengenai bagaimana
mahasiswa di Perguruan Tinggi belajar dengan menggunakan format blended
learning. Penelitian ini bertujuan untuk menganalisis bagaimana implementasi
blended learning di STEI ITB, serta peran leadership dan iklim organisasi yang di
bangun untuk mendukung terlaksananya model pembelajaran blended learning di
STEI ITB. Hasil dari penelitian ini diharapkan dapat mengetahui bagaimana
implementasi blended learning di STEI ITB, sehingga hasil dari penelitian ini
diharapkan dapat mengetahui sejauh mana penggunaan blended learning di STEI
ITB jika dilihat dari sudut pandang leadership dan iklim organisasi.

Teguh Budiarto , 2016


BLENDED LEARNING DI PERGURUAN TINGGI DI TINJAU DARI PERSPEKTIF LEADERSHIP DAN IKLIM
ORGANISASI
Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu | perpustakaan.upi.edu

Anda mungkin juga menyukai