Anda di halaman 1dari 23

BAB II

KAJIAN PUSTAKA

I. Kajian Teori

Pembelajaran Vokasional

Pendidikan vokasional mengarahkan peserta didik untuk belajar dengan cara

yang berbeda dibanding dengan pendidikan akademik murni yang tidak diarahkan

untuk suatu peran tertentu (Burke, et al., 2009). Pembelajaran yang diperlukan

yaitu: (1) mampu mentransfer pembelajaran dari kelas ke dunia kerja, (2)

memungkinkan peserta didik belajar secara aktif dengan melakukan (by doing), (3)

memberikan umpan balik segera, (4) memberikan kegiatan otentik, (5) dalam

konteks sosial dengan pengetahuan dan keterampilan baru, dan (6) melibatkan

interaksi dengan orang lain.

Selain itu, (Sudira 2018: vii) juga menerangkan bahwa pembelajaran

vokasional abad XXI adalah pembelajaran pengembangan kapabilitas kompetensi

kerja peserta didik yang siap memecahkan berbagai permasalahan di masyarakat

dan dunia kerja, memasuki jabatan-jabatan dalam dunia kerja, lalu berkembang

karir kerjanya secara professional dan berkelanjutan. Sehingga dalam merancang

pembelajaran vokasional yang efektif, diperlukan materi-materi yang bersifat

otentik kontekstual dan selalu terkait dengan permasalahan-permasalahan nyata di

lapangan, kehidupan masyarakat dan dunia kerja.

Model-model pembelajaran vokasional yang relevan pada abad XXI menurut

(Sudira 2018:vii) antara lain: model model pembelajaran pemecahan masalah,

pembelajaran berbasis proyek, pembelajaran berbasis produk, pembelajaran

8
berbasis kompetensi, pembelajaran berbasis kerja, pembelajaran di tempat kerja,

pembelajaran kooperatif.

Ada kemiripan antara pendidikan berbasis kompetensi dan konstruktifisme

(Wesselink, et al., 2010). Lingkungan belajar konstruktifistik bercirikan konstruksi

pengetahuan, pembelajaran kooperatif dan pembelajaran secara mandiri. Peserta

didik menekuni permasalahan yang otentik. Karakteristik tersebut ada secara

implisit dan eksplisit dalam delapan aspek pendidikan berbasis kompetensi

tersebut. Lingkungan belajar pada pendidikan berbasis kompetensi merupakan satu

contoh lingkungan belajar konstruktifistik. Peserta didik diberi kesempatan untuk

mengembangkan kompetensi mereka dalam situasi profesional seperti tempat

mereka akan bekerja setelah tamat. Dari uraian di atas dapat disimpulkan bahwa

untuk mencapai kompetensi sesuai tuntutan dunia kerja, pembelajaran pada

pendidikan vokasi perlu menerapkan perspektif konstruktifisme dan pendidikan

berbasis kompetensi.

Media Pembelajaran

Media dapat diartikan sebagai perantara terkirimnya pesan dari pengirim

kepada penerima. Gerlach & Ely dalam Arsyad 2011:3) menyatakan bahwa secara

umum media adalah manusia itu sendiri, materi, atau peristiwa yang dapat

membentuk suatu kondisi sehingga mahasiswa dapat memperoleh pengetahuan,

keterampilan, dan sikap. Guru, buku pelajaran, dan lingkungan belajar juga

merupakan contoh media secara umum. Oleh karena itu dapat disimpulkan bahwa

media merupakan perantara yang menghantarkan pesan (berupa ilmu atau materi)

kepada penerima.

9
Kata media berasal dari bahasa latin medius yang secara harfiah berarti

tengah, perantara atau pengantar. Media pembelajaran adalah suatu cara, alat, atau

proses, yang digunakan untuk menyampaikan pesan dari sumber pesan kepada

penerima pesan yang berlangsung dalam proses pendidikan. Penggunaan media

dalam pembelajaran atau disebut juga pembelajaran bermedia dalam proses belajar

mengajar dapat membangkitkan keinginan dan minat baru, membangkitkan

motivasi dan rangsangan kegiatan belajar, bahkan membawa pengaru-pengaruh

psikologis terhadap siswa. Sedangkan media pembelajaran adalah sarana atau

alat bantu yang digunakan dalam proses pembelajaran untuk meningkatkan

efektifitas dan efisiensi pembelajaran. Chandra & Mustholiq (2007:6)

menyampaikan penggunaan media pembelajaran dapat membuat suasana belajar

menjadi lebih hidup dan bermakna. Secara lebih luas, media pembelajaran

merupakan alat, metode dan teknik yang digunakan untuk mengefektifkan interaksi

antara pengajar dan pembelajar dalam proses pembelajaran.

Dari beberapa pengertian tersebut, dapat disimpulkan bahwa media

pembelajaran adalah suatu alat perantara yang membantu proses transfer ilmu

pengetahuan oleh pendidik agar materi yang disampaikan dapat dengan mudah

diterima, dimengerti, dan dipahami oleh peserta didik. Selain itu, media

pembelajaran juga membantu mewujudkan terselenggaranya proses pembelajaran

yang efektif dan efisien.

Modul Pembelajaran

Depdiknas (2009: 20) menjelaskan modul merupakan seperangkat bahan ajar

yang disajikan secara sistematis sehingga peserta didik dapat belajar tanpa seorang

10
guru. Jika guru memiliki fungsi menjelaskan maka modul harus mampu

menjelaskan sesuatu dengan bahasa yang mudah diterima peserta didik sesuai

tingkat pengetahuannya.

Menurut Asyhar (2012: 155) modul adalah salah satu bentuk bahan ajar

berbasis cetakan yang dirancang untuk belajar secara mandiri oleh peserta

pembelajaran, karena itu modul dilengkapi denga petunjuk untuk belajar sendiri.

Dalam hal ini, peserta didik dapat melakukan kegiatan belajar sendiri tanpa

kehadiran pengajar secara langsung. Modul bisa dipandang sebagai paket program

pembelajaran yang terdiri dari komponen-komponen yang berisi tujuan belajar,

bahan pelajaran, metode belajar, alat atau media; serta sumber belajar dan sistem

evaluasinya (Sudjana dan Rifai, 2007: 132) dalam Sukiman (2012: 131).

Pengertian modul berdasarkan penjelasan-penjelasan di atas dapat

disimpulkan bahwa modul merupakan suatu paket bahan ajar yang disusun terdiri

atas rangkaian kegiatan belajar sistematis guna membantu kegiatan belajar siswa

secara mandiri. Dengan menggunakan modul diharapakan siswa dapat mempelajari

suatu materi pelajaran secara mandiri sesuai dengan tingkat kebutuhan dan

pengetahuannya.

Penggunaan modul dalam kegiatan belajar memiliki beberapa manfaat bagi

proses pembelajaran. Menurut Mulyasa dalam Rijal (2014: 9), memaparkan

keunggulan pembelajaran dengan sistem modul adalah sebagai berikut:

(1) Berfokus pada kemampuan indididual peserta didik.

(2) Adanya kontrol terhadap hasil belajar melalui penggunaan standar kompetensi

yang harus dicapai peserta didik.

11
(3) Relevansi kurikulum ditunjukan dengan adanya tujuan dan cara

pencapaiannya, peserta didik dapat mengetahui keterkaitan pembelajaran dan

hasil yang akan diperoleh.

Berdasarkan manfaat penggunaan modul dalam kegiatan belajar diharapkan

pelaksanaan pembelajaran akan lebih baik. Siswa sebagai peserta didik dapat

belajar lebih optimal dengan menggunakan sistem pembelajaran menggunakan

modul. Sebuah modul dapat dikatakan baik apabila disusun dengan memperhatikan

karakteristik modul. Depdiknas (2009:3) memaparkan karakteristik modul sebagai

berikut:

(1) Self instructional. Modul membuat peserta didik mampu belajar mandiri tanpa

harus tergantung pada pihak. Untuk memenuhi karakter self instructional,

maka modul harus:

(a) Memuat tujuan dengan jelas.

(b) Materi pembelajaran dikemas dalam unit-unit spesifik.

(c) Menyediakan contoh dan ilustrasi pendukung penjelasan materi.

(d) Menampilkan soal-soal latihan, tugas, dan sejenisnya yang memungkinkan

pengguna mengukur tingkat pengusaan materi.

(e) Materi yang disajikan terkait dengan suasana lingkungan dan tugas

penggunanya (kontekstual).

(f) Menggunakan bahasa yang sederhana dan komunikatif.

(g) Menyediakan rangkuman materi.

(h) Menyediakan instrumen penilaian yang memungkinkan pengguna melakukan

self assement.

12
(i) Menyediakan instrumen yang dapat digunakan pengguna mengukur tingkat

penguasaan materi.

(j) Menyediakan umpan balik atas penilaian, sehingga pengguna mengetahui

tingkat penguasaan materi.

(k) Memberikan informasi terkait referensi yang mendukung materi pembelajaran

yang dibahas.

(2) Self contained. Standar kompetensi dan kompetensi dasar yang dipelajari

tersaji dalam satu modul yang utuh sehingga peserta didik dapat mempelajari

materi pelajaran secara mandiri.

(3) Stand alone. Modul yang dikembangkan tidak tergantung pada media lain atau

tidak harus digunakan dengan media lain.

(4) Adaptive. Modul mampu mengadaptasi perkembangan teknologi yang ada

sehingga tidak terkesan ketinggalan jaman.

(5) User friendly. Setiap instruksi dan informasi yang terdapat dalam modul harus

mudah digunakan oleh peserta didik.

Berdasarkan uraian terkait karakteristik modul yang telah dipaparkan di atas

diketahui karakteristik modul yaitu (1) self instructional, (2) self contained, (3)

stand alone, (4) adaptive, dan (5) user friendly. Dengan memperhatikan

karakteristik modul diharapkan proses penyusunan modul akan menghasilkan

modul yang sesuai dengan standar.

Menurut Houston & Howson (1992) dalam Wena (2013: 230)

mengemukakan modul pembelajaran meliputi seperangkat aktivitas yang bertujuan

13
mempermudah siswa untuk mencapai seperangkat tujuan pembelajaran. Dari

pengertian tersebut, dapat dilihat unsur-unsur sebuah modul pembelajaran yaitu:

(a) Modul merupakan seperangkat pengalaman belajar yang berdiri sendiri,

(b) Modul dimaksudkan untuk mempermudah siswa mencapai seperangkat tujuan

yang telah ditetapkan,

(c) Modul merupakan unit-unit yang berhubungan satu dengan yang lain secara

hirarkis.

Suryobroto (1983) dalam Wena (2013: 233) mengemukakan unsur-unsur

modul sebagai berikut:

(1) Pedoman guru, yang berisi petunjuk untuk guru agar pembelajaran dapat

dilaksanakan secara efisien. Selain itu, juga memberikan petunjuk tentang

(a) Macam-macam kegiatan yang harus dilaksanakan oleh kelas;

(b) Waktu yang disediakan untuk modul itu;

(c) Alat pelajaran yan harus digunakan;

(d) Petunjuk evaluasi.

(2) Lembaran kegiatan siswa, yang berisi materi pelajaran yang harus dikuasai

oleh siswa.

(3) Lembaran kerja, yaitu lembaran yang digunakan untuk engerjakan tugas yang

harus dikerjakan.

(4) Kunci lembaran kerja, yaitu jawaban atas tugas-tugas, agar siswa dapat

mencocokkan pekerjaannya, sehingga dapat mengevaluasi sendiri hasil

pekerjaannya.

14
(5) Lembaran tes, yaitu alat evaluasi yang digunakan untuk mengukur tercapai

tidaknya tujuan yang telah dirumusan di dalam modul.

(6) Kunci lembaran tes, yaitu alat koreksi terhadap penilaian

Menurut Dickson dan Leonard dalam Wena (2013: 232) mengemukakan

bahwa ada 12 unsur modul yaitu:

(1) Topic statement, yaitu sebuah kalimat yang menyertakan pokok masalah yang

akan diajarkan.

(2) Rational, yaitu pernyataan singkat yang mengungkapkan rasional dan

kegunaan materi tersebut untuk siswa.

(3) Concept statement and prerequisite, yaitu pernyataan yang mendefenisikan

tentang ruang lingkup dan sekuen dari konsep-konsep dan hubungannya

dengan konsep dalam bidang pokok.

(4) Concept, yaitu abstraksi atau ide pokok dari materi pelajaran yang tertuang di

dalam modul.

(5) Behavioral objective, yaitu pernyataan tentang kemampuan apa yang harus

dikuasai siswa.

(6) Pretest, tes yang mengukur kemampuan awal yang dimiliki siswa sebelum

mengikuti pelajaran.

(7) Suggest teacher technique, yaitu petunjuk kepada guru tentang metode apa

yang diterapkan dalam membantu siswa.

(8) Suggest student activities, yaitu aktivitas yang harus dilakukan siswa untuk

mencapai tujuan pembelajaran.

15
(9) Multimedia resources, yaitu menunjukan sumber dan berbagai pilihan materi

yang dapat digunakan dalam mengerjakan modul.

(10) Post test and evaluation, yaitu guru menerapkan kondisi dan kriteria penilaian

terhadap penampilan siswa.

(11) Remidiations plans, yaitu untuk membantu siswa yang lemah dalam

mencapai kriteria tertentu.

(12) General reassessment potential, yaitu mengacu pada kebutuhan penilaian

terus menerus dari unsur-unsur modul.

Pengembangan Modul Pembelajaran

Untuk menghasilkan suatu modul yang baik dalam arti sesuai dengan kriteria-

kriteria yang telah ditetapkan, maka pembuatan modul harus dilakukan secara

sistematis, melalui prosedur yang benar dan sesuai kaedah- kaedah yang baik.

Menurut Endang (2013:195) kegiatan yang dilakukan setiap pengembangan dan

peneltian model 4D sebagai berikut:

a. Define (pendefinisian)

Pada tahap ini dilakukan analisis kebutuhan pengembangan, syarat-syarat

pengembangan produk yang sesuai dengan kebutuhan pengguna serta model

penelitian dan pengembangan yang cocok digunakan untuk mengembangkan

produk. Dalam konteks pengembangan bahan ajar (modul, LKS, buku) tahap

pendefinisian dilakukan dengan cara:

1) Analisis kurikulum

Pada tahap ini dilakukan analisis kurikulum yang saat itu digunakan. Analisis

tersebut untuk menentukan pada kompetensi apa bahan ajar tersebut akan

16
dikembangkan, hal ini dilakukan karena tidak semua kompetensi dapat disediakan

bahan ajarnya.

2) Analisis karakter peserta didik

Analisis karakteristik peserta didik ini bertujuan untuk mengenali

karakteristik peserta didik yang akan menggunakan bahan ajar. Hal- hal yang perlu

dipertimbangkan dalam mengetahui karakteristik peserta didik antara lain:

kemampuan akademik individu, karakteristik fisik, kemampuan kerja kelompok,

motivasi belajar, dan pengalaman belajar sebelumnya.

3) Analisis Materi

Analisis materi dilakukan dengan cara mengidentifikasi materi yang perlu

diajarkan, mengumpulkan dan memilih yang relevan serta menyusunnya kembali

secara sistematis.

4) Merumuskan Tujuan

Tujuan pembelajaran dirumuskan agar penulis tidak menyimpang dari tujuan

semula pada saat mereka sedang menuis bahan ajar.

Sukiman (2012:138) menyampaikan bahwa pada umumnya modul

pembelajaran mencakup lima bagian, yaitu:

(1) Bagian Pendahuluan modul pembelajaran terdiri dari:

(a) Latar belakang

(b) Deskripsi singkat modul

(c) Manfaat atau relevasi

(d) Standar kompetensi

(e) Tujuan instruksional

17
(f) Peta konsep

(g) Petunjuk penggunaan modul.

(2) Kegiatan Belajar berisi tentang pembahasan materi modul pembelajaran sesuai

dengan tuntutan isi kurikulum atau silabus mata pelajaran. Bagian kegiatan

belajar terdiri dari:

(a) Rumusan kompetensi dasar dan indikator

(b) Materi pokok

(c) Uraian materi berupa penjelasan, contoh, dan ilustrasi

(d) Rangkuman

(e) Tugas/latihan

(f) Tes mandiri

(g) Kunci jawaban

(h) Umpan balik (feedback).

(3) Evaluasi dan Kunci Jawaban berisi soal-soal untuk mengukur penguasaan

peserta didik setelah mempelajari keseluruhan isi modul pembelajaran. Setelah

mengerjakan soal-soal tersebut peserta didik mampu mencocokan jawaban

mereka dengan kunci jawaban yang telah tersedia. Evaluasi yang dilakukan

tidak hanya terpaku pada evaluasi di bidang kognitif saja, namun evaluasi juga

dapat dilakukan untuk menilai aspek psikomotor dan sikap peserta didik.

Instrumen penilaian psikomotor dirancang dengan tujuan peserta didik dapat

dinilai tingkat pencapaian kemampuan psikomotor dan perubahan perilaku.

Instrumen penilaian sikap dirancang untuk mengukur sikap kerja.

18
(4) Daftar Pustaka semua sumber-sumber referensi yang digunakan sebagai acuan

pada saat penulisan modul pembelajaran akan dituliskan pada daftar pustaka.

Berdasarkan uraian di atas terkait bagian-bagian modul dapat disimpulkan

modul pembelajaran mencakup lima bagian, yaitu (1) bagian pendahuluan, (2)

kegiatan belajar, (3) evaluasi dan kunci jawaban, (4) glosarium, dan (5) daftar

pustaka. Bagian-bagian modul ini menjadi kerangka sistematis sebagai format

struktur penulisan sebuah modul

b. Design (perancangan)

Kegiatan yang dilakukan pada tahap ini adalah membuat media sesuai dengan

kerangka isi hasil analisis kurikulum dan materi. Dalam tahap ini peneliti membuat

produk awal yang dihasilkan adalah (1) Konsep media yang akan dikembangkan

(2) Hasil analisis kurikulum dan materi (3) Layout media pembelajaran. Tahap ini

meliputi penyusunan modul pembelajaran secara sistematis dan serta langkah-

langkah dalam membuat peta penyebaran SMK Program Keahlian DPIB di DIY

menggunakan ArcGIS Online dengan gambar yang disisipkan di modul

pembelajaran.

c. Develop (pengembangan)

Pada tahap ini dilakukan dengan cara menguji isi keerbacaan media atau

bahan ajar tersebut kepada para pakar yang terlibat pada saat validasi. Sebelum

rancangan produk dilanjutkan ketahap berikutnya maka rancangan media atau

produk perlu divalidasi. Validasi dilakukan oleh dosen atau guru pembimbing

bidang studi. Berdasarkan hasil validasi kemungkinan produk perlu dilakukan

19
perbaikan sesuai dengan saran dan masukan validator. Kegiatan ini dilakukan

dengan langkah-langkah sebagai berikut:

(a) Validasi media oleh ahli/pakar,

(b) Revisi modul berdasarkan masukan para pakar saat validasi,

(c) Uji coba terbatas dala pembelajaran di kelas.

(d) Revisi media berdasarkan hasil uji coba.

(e) Implementasi model pada wilayah yang lebih luas.

d. Disseminate (penyebarluasan)

Pada konteks pengembangan bahan ajar, tahap penyebarluasan dilakukan

dengan cara sosialisasi bahan ajar melalui pendistribusian dalam jumlah terbatas

kepada dosen dan mahasiswa. Atau dengan membagikan modul pembelajaran

dengan format soft file melalui Whats App serta mengunggah modul pembelajaran

pada website Universitas.

Geomatika dan Praktikum Geomatika

Geomatika dan Praktikum Geomatika merupakan salah satu mata kuliah

wajib yang ada di Jurusan Pendidikan Teknik Sipil dan Perencanaan (PTSP) FT

UNY. Secara umum, Praktikum Geomatika II merupakan ilmu lapangan lanjutan,

yang mempelajari tentang pembuatan peta, mengacu pada silabus mata kuliah

tersebut.

Menurut Brinker & Wolf (2000:3), dalam pengertian yang lebih umum

dianggap sebagai disiplin ilmu yang mencakup keseluruhan metode dalam proses

pengumpulan dan pengolahan informasi tentang bumi dan lingkungan fisis. Brinker

& Wolf (2000:4) menambahkan bahwa dalam ilmu Teknik Sipil dan Perencanaan,

20
Geomatika merupakan ilmu yang cukup penting. Ilmu ini telah dipraktikkan oleh

manusia dari zaman dahulu, mulai dari hal-hal kecil semisal penentuan batas tanah

dan pemetaan lahan.

Di era modern seperti ini, ilmu ini akan sangat dibutuhkan oleh manusia.

Sejalan dengan kompetensi dasar pada mata kuliah Praktikum Geomatika II di

PTSP UNY, Hartanto dan Kustarto (2012) menyatakan bahwa cakupannya antara

lain adalah pembuatan peta. Pembuatan peta merupakan proses penyajian informasi

spasial atau keruangan dari permukaan bumi. Peta yang menyajikan tema tertentu

disebut peta tematik, seperti: peta transportasi, peta permukiman, peta penggunaan

lahan. Selanjutnya dapat disimpulkan bahwa, pembuatan peta tematik merupakan

bagian dari Geomatika.

Dalam ilmu Teknik Sipil dan Perencanaan dijadikan sebagai salah satu

kompetensi yang harus dimiliki setiap mahasiswa

Kompetensi Pembuatan Peta Tematik

Kompetensi yang dirancang dari Praktikum Geomatika II yaitu peserta didik

mampu melaksanakan pekerjaan pembuatan peta tematik. Untuk mahasiswa

Pendidikan Teknik Sipil dan Perencanaan, di samping memiliki kompetensi pada

pekerjaan pembuatan peta tematik, juga kompetensi untuk mengajarkannya.

Pekerjaan pembuatan peta tematik dilakukan untuk memperoleh data dan informasi

spasial yang selanjtnya dapat digunakan untuk menyajikan informasi spasial berupa

peta tematik. Pekerjaan ini mencakup beberapa tahap, antara lain, mengekstrak data

dari ArcGIS Online, dan melanjutkan memproses menjadi data spasial dengan tema

tertentu, serta tahap penyajian data dan informasi spasial tersebut.

21
Perkembangan teknologi survei dan pemetaan cenderung berakibat

berkurangnya jumlah tenaga kerja yang dibutuhkan untuk volume pekerjaan

tertentu. Frank (2006) mengilustrasikan tipikal satu tim survei terestris dengan alat

optis-mekanis minimal tiga orang, yaitu satu operator theodolit atau waterpas dan

dua pemegang rambu ukur. EDM mengurangi personil satu tim menjadi dua orang,

satu operator EDM dan satu pemegang prisma reflektor. Perkembangan teknologi

yang ditunjang kemajuan teknologi elektronika dan komputer akan terus

berlangsung.

Geomatika mencakup pengumpulan, pengolahan dan penyajian data dan

informasi spasial. Data dan informasi spasial paling umum disajikan dalam bentuk

peta. Peta yang menyajikan tema tertentu disebut peta tematik, seperti: peta

transportasi, peta penggunaan lahan, dan peta keairan. Dalam Praktikum

Geomatika, kompetensi pekerjaan survei dan pemetaan yang dipelajari mencakup

pembuatan peta tematik.

ArcGIS Online

Peta tematik dapat dibuat dengan memanfaatkan fasilitas ArcGIS Online

(Learn ArcGIS, 2020). Sebagai contoh, peta tematik yang menunjukkan

penyebaran fasilitas kesehatan. Peta tematik tersebut menyajikan informasi spasial

lokasi rumah sakit, dan berapa kapasitas dan okupansi pasiennya, serta tingkat

emergency-nya. Peta tersebut juga dapat dishare kepada sesama pengguna. Di

samping menggunakan akun pengguna, produsen atau admistrator, ArcGIS Online

juga menediakan fasilitas gratis (free-trial). Untuk membuat peta tematik

menggunakan ArcGIS Online, tahapannya adalah sebagai berikut.

22
(1) Verifikasi untuk membuat dan berbagi isi peta.

(2) Membuka peta dalam Map Viewer klik Share.

(3) Membuat Web App. Akan tampak tab: Configurable Apps, Web AppBuilder,

dan Operations Dashboard.

(4) Menggunakan Configurable Apps template

(5) Menggunakan Web AppBuilder

(6) Menggunakan Operations Dashboard

Pembuatan Peta Sebaran SMK menggunakan ArcGIS Online

Dengan perkembangan teknologi internet, banyak pengembang perangkat

lunak membuat alat untuk pembuatan peta digital ataupun non digital. Peta-peta

digital lebih dititikberatkan untuk analisis spasial. Akan tetapi untuk menjalakan

basis data spasial atau Spatial Database Management System (SDBMS) diperlukan

perangkat lunak sebagai alat bantu untuk mengoperasikan data spasial tersebut.

Sedangkan peta-peta tematik yang dihasilkan tidak harus menggunakan perangkat

lunak, tetapi cukup terhubung melalui ArcGIS Online. Dengan website

https:/services.arcgisOnline.com, dapat diunduh data tematik yang digunakan

untuk membuat peta-peta tematik (ArcGIS, 2020). Yang dimanfaatkan utamanya

bukan untuk analisis spasial, melainkan untuk dicetak, sehingga dapat digunakan

atau dipasang sebagai poster, diletakkan sebagai neon box, dicetak pada undangan,

dan peta kampus.

Dengan pembuatan peta sebaran SMK menggunakan ArcGIS Online dapat

memudahkan akses dalam mencari tata letak SMK yang ada di daerah dan memberi

tahu informasi hanya dalam mengakses satu website sudah mencakup semua SMK

23
yang akan dicari. Setelah kelulusan Sekolah Menengah Pertama (SMP) biasanya

anak-anak mencari informasi tentang sekolah untuk melanjutkan ke jenjang

berikutnya, tidak sedikit anak-anak yang tertarik untuk melanjutkan sekolah ke

SMK yang ada di daerah sekitar. Oleh karena itu, semakin berkembangnya

teknologi dibuatlah pemetaan digital sebaran SMK dan informasi selengkapnya

untuk memudahkan anak-anak tersebut dalam mencari sekolah sesuai dengan

minatnya dengan mengakses web dalam peta digital tersebut.

J. Kajian Penelitian yang Relevan

Hartoyo (2009) telah meneliti penggunaan modul berbasis kompetensi untuk

eningkatkan prestasi belajar pada mata kuliah Teknik Pendingin dan Tata Udara.

Penggunaan modul tersebut dapat meningkatkan prestasi mahasiswa. Hal tersebut

ditunjukkan oleh perolehan nilai hasil belajar mahasiswa yang telah memenuhi dan

melampaui kriteria minimal (nilai C). Hasil nilai selengkapnya adalah: pada siklus

1, yang mendapatkan nilai A- sebanyak 4 orang, nilai B sebanyak 3 orang, nilai C+

sebanyak 3 orang, dan nilai C sebanyak 3 orang, sedang siklus 2, nilai A- sebanyak

6 orang, B+ sebanyak 2 orang, B sebanyak 4 orang, dan B- sebanyak 1 orang.

Martubi (2009) meneliti pembelajaran menggunakan modul dan lembar kerja

untuk meningkatkan prestasi belajar Matematika Lanjut. Hasil penelitian

menunjukkan: (1) prestasi belajar matematika lanjut dengan pembelajaran

menggunakan modul dan lembar kerja dengan soal latihan berjenjang lebih baik

dibanding yang tanpa lembar kerja dengan soal latihan berjenjang, dan (2)

pembelajaran menggunakan modul dan lembar kerja dengan soal latihan berjenjang

dapat meningkatkan prestasi belajar matematika lanjut mahasiswa, sehingga model

24
pembelajaran ini diharapkan dapat dijadikan alternatif untuk meningkatkan prestasi

belajar mahasiswa pada mata kuliah lain yang sejenis.

Tiwan (2010) meneliti penerapan modul pembelajaran Bahan Teknik untuk

meningkatkan proses pembelajaran di Jurusan Pendidikan Teknik Mesin Fakultas

teknik UNY. Hasil penelitian menunjukkan bahwa penulisan modul Bahan Teknik

Dasar dikembangkan dari kurikulum dan silabi mata kuliah Bahan Teknik Dasar

yang memiliki struktur terdiri dari halaman sampul, pengantar, judul pokok

bahasan, standar kompetensi, kompetensi dasar, tujuan pembelajaran, kegiatan

belajar, kunci jawaban dan daftar pustaka. Penulisan modul merupakan proses

penyusunan materi pembelajaran yang dikemas secara sistematis sehingga siap

dipelajari untuk mencapai kompetensi atau sub kompetensi. Tahapan penulisan

modul bahan teknik dasar meliputi analisis kebutuhan modul, penyusunan draft, uji

coba, validasi, revisi dan produksi. Modul yang dibuat dapat diterima oleh dosen

pengampu dan mahasiswa dalam kategori baik. Terdapat perbedaan pencapaian

prestasi belajar antara kelompok yang diberi modul dengan kelompok yang tidak

diberi modul. Kelompok mahasiswa yang diberi modul memiliki pencapaian

prestasi yang lebih baik.

Penggunaan modul pembelajaran pernah diteliti oleh Agung Prijo Budijono

dan Wahyu Dwi Kurniawan (2012) melalui penelitian tindakan kelas. Penerapan

modul pembelajaran berbasis komputer interaktif meningkatkan kualitas

pembelajaran berdasarkan deskripsi aktivitas, motivasi, respons dan hasil belajar

mahasiswa. Hasil observasi aktivitas dosen dan mahasiswa selama proses

pembelajaran mata kuliah Pneumatik dan Hidraulik meningkat dari 66,63% pada

25
siklus 1 ke 86,88% pada siklus 2, dan ketuntasan belajar meningkat dari 73% ke

100%.

Savira S.R. (2020) meneliti tentang modul AutoCAD untuk mata pelajaran

Aplikasi Perangkat Lunak dan Interior Gedung (APLIG) semester genap di SMK

Negeri 2 Klaten. Penelitian ini menggunakan model penelitian 4D oleh

Thiagarajan. Hasil penelitian menunjukkan bahwa hasil validasi ahli materi

menunjukkan skor 3,9 dengan predikat “sangat layak”, hasil validasi media

dilakukan oleh ahli media dengan skor 3,76 dengan predikat “sangat layak”, data

hasil validasi guru mata pelajaran dengan skor 3,78 dengan predikat “sangat layak”

sehingga modul AutoCAD untuk mata pelajaran Aplikasi Perangkat Lunak dan

Interior Gedung (APLIG) semester genap di SMK Negeri 2 Klaten mendapatkan

predikat “Sangat Layak”.

Aldo A. (2020) meneliti tentang modul pembelajaran AutoCAD untuk mata

pelajaran Aplikasi Perangkat Lunak dan Perancangan Interior Gedung (APLPIG)

kelas XI semester ganjil di SMK Negeri 3 Yogyakarta. Penelitian ini menggunakan

model pengembangan 4D oleh Thiagarajan. Hasil penelitian skor kelayakan modul

menurut ahli materi dengan skor 3,55 dengan predikat “sangat layak”, skor

kelayakan modul menurut ahli media dengan skor 3,00 dengan predikat “layak”,

serta kelayakan menurut Guru dengan skor 2,95 dengan predikat “layak”. Di sisi

lain, berdasarkan hasil penilaian 30 siswa sebagai responden menunjukkan bahwa

masing-masing komponen penilaian menunjukkan kecenderungan sebagai berikut:

(1) Komponen Self Instruction cenderung masuk kategori layak dengan dipilih

tujuh belas responden (57%); (2) Komponen Self Contained cenderung masuk

26
kategori layak dengan dipilih empat belas responden (47%); (3) Komponen Stand

Alone cenderung masuk kategori cukup layak dengan dipilih dua puluh responden

(67%); (4) Komponen Adaptive cenderung masuk kategori sangat layak dengan

dipilih empat belas responden (47%); (5) Komponen User Friendly cenderung

masuk kategori sangat layak dengan dipilih 21 responden (70%); (6) Komponen

ukuran modul cenderung masuk kategori sangat layak dengan dipilih tujuh belas

responden (57%); (7) Komponen desain sampul modul cenderung masuk kategori

sangat layak dengan dipilih 21 responden (70%): dan (8) Komponen desain isi

modul cenderung masuk kategori sangat layak dengan dipilih 23 responden (77%).

Dengan ini modul pembelajaran AutoCAD untuk mata pelajaran Aplikasi

Perangkat Lunak dan Perancangan Interior Gedung (APLPIG) kelas XI semester

ganjil di SMK Negeri 3 Yogyakarta menghasilkan predikat “layak”.

Berdasarkan hasil-hasil penelitian tersebut di atas, modul pembelajaran dapat

digunakan untuk meningkatkan kompetensi peserta didik. Modul pembelajaran

dapat berupa modul tercetakdan modul berbasis komputer. Modul pembelajaran

juga dapat digunakan secara bersama dengan media pembelajaran lainnya,

misalnya lembar kerja.

K. Kerangka Berpikir

Terdapat beberapa kompetensi yang harus dikuasai mahasiswa pada mata

kuliah Geomatika, salah satunya adalah pembuatan peta tematik.. Selain itu, hasil

belajar mahasiswa juga diharapkan dapat meningkat dan lebih optimal.

Berdasarkan wawancara yang telah dilakukan pada dosen, diperoleh informasi

bahwa ada keterbatasan waktu praktikum. Sedangkan mahasiswa jika harus belajar

27
secara autodidak belum cukup ilmu untuk mengenal lebih mendalam tentang

Praktikum Geomatika II.

Permasalahan tersebut menyebabkan penguasaan materi mengenai peta

tematik oleh mahasiswa belum optimal. Untuk mengupayakan efisiensi alokasi

waktu Praktikum Geomatika II membuat sebaran peta SMK menggunakan ArcGIS

Online, diperlukan media pembelajaran. Dengan adanya media pembelajaran

materi membuat sebaran peta SMK menggunakan ArcGIS Online pada Praktikum

Praktikum Geomatika II pembelajaran dapat dilakukan mandiri tanpa harus

mengorbankan alokasi waktu untuk praktik membuat peta digital. Pengajar

membutuhkan alat bantu dalam penyampaian materi pembelajaran supaya materi

dapat diterima oleh mahasiswa secara mudah dan pembelajaran yang berlangsung

menjadi lebih menarik. Alat bantu tersebut biasa disebut dengan istilah media

pembelajaran.

Media pembelajaran yang baik, seharusnya dapat memudahkan mahasiswa

dalam memahami materi pembelajaran, menjadikan proses pembelajaran menjadi

lebih menarik dan dapat memberikan peragaan yang membuat mahasiswa dapat

merasakan situasi yang lebih nyata. Berdasarkan kajian teori dan permasalahan

yang telah disampaikan, dapat disusun kerangka berpikir mengenai penelitian yang

akan dilakukan.

Penelitian pengembangan merupakan proses pengembangan dan validasi

produk. Tahapan yang dilakukan dalam penelitian pengembangan ini meliputi

pengumpulan referensi, pengumpulan referensi ini bertujuan untuk membantu

mempermudah peneliti dalam melakukan pengembangan. Selanjutnya peneliti akan

28
melakukan pembuatan produk awal. Setelah produk awal yang dikembangakan

selesai dibuat. Peneliti harus melakukan validasi produk awal oleh tim ahli yang

terdiri dari ahli materi dan ahli media, untuk mengetahui ketepatan substansi produk

dan dapat mengetahui kekurangan media yang dikembangkan. Setelah melakukan

validasi peneliti melakukan revisi produk yang telah divalidasi. Selanjutnya

dilakukan uji coba kelayakan. Jika pada tahapan uji coba pengguna

mengungkapkan bahwa produk modul pembelajaran telah layak, maka modul

pembelajaran dinyatakan telah selesai dikembangkan dan menghasilkan produk

final berupa modul pembelajaran Pembuatan Peta Sebaran SMK menggunakan

ArcGIS Online.

Dengan adanya modul pembelajaran yang telah dikembangkan diharapkan

pembelajaran pada mata kuliah Praktikum Geomatika II khususnya pada materi

pembuatan Peta Sebaran SMK menggunakan ArcGIS Online akan lebih menarik

dan materi yang disampaikan pengajar akan lebih mudah dipahami.

L. Pertanyaan Penelitian

Berdasarkan rumusan masalah dan kerangka pikir yang telah dikemukakan

sebelumnya, maka pertanyaan penelitian yang diajukan sebagai berikut:

(1) Bagaimanakah tahap define pengembangan modul pembelajaran pembuatan

peta tematik menggunakan ArcGIS Online pada mata kuliah Geomatika di

Jurusan Pendidikan Teknik Sipil dan Perencanaan UNY?

(2) Bagaimanakah tahap Develop pengembangan modul pembelajaran pembuatan

peta tematik menggunakan ArcGIS Online pada mata kuliah Geomatika di

Jurusan Pendidikan Teknik Sipil dan Perencanaan UNY?

29
(3) Bagaimanakah tahap disseminate pengembangan modul pembelajaran

pembuatan peta tematik menggunakan ArcGIS Online pada mata kuliah

Geomatika di Jurusan Pendidikan Teknik Sipil dan Perencanaan UNY?

(4) Bagaimanakah tahap design pengembangan modul pembelajaran pembuatan

peta tematik menggunakan ArcGIS Online pada mata kuliah Geomatika di

Jurusan Pendidikan Teknik Sipil dan Perencanaan UNY?

30

Anda mungkin juga menyukai