KAJIAN TEORI
A. Kerangka Teoritis
1. Belajar
Perubahan tingkah laku, pengetahuan serta keterampilan peserta
didik akibat dari interaksinya dengan lingkungan biasa disebut dengan
belajar. Hal ini sejalan dengan yang dikemukakan oleh Salaga (2017:37)
bahwa belajar merupakan pengalaman dan latihan yang menghasilkan
suatu perubahan. Perubahan menumbuhkan kecakapan baru yang didapat
dari adanya usaha yang disengaja. Kegiatan membaca, menulis,
bereksperimen dan bermain gitar merupakan sedikit contoh usaha yang
dilakukan seseorang untuk mendapatkan kecakapan baru.
Perihal perubahan yang terjadi akibat belajar, Karwono dan
Mularsih (2018:13) berpendapat bahwa perubahan yang terjadi akibat
belajar bersifat relatif permanen, artinya perubahan tersebut bertahan
dalam kurun waktu yang lama, akan tetapi juga dapat berubah atau hilang.
Kecakapan yang didapat dari hasil belajar dapat berkurang bahkan hilang
jika tidak sering dilakukan. Hal yang dapat dipahami dari penjelasan ini
adalah belajar merupakan suatu proses yang panjang. Ketika seseorang
mendapatkan kecakapan baru dari hasil belajarnya, akan tetapi dia tidak
menjaga kecakapan tersebut dengan sering mempraktikkannya maka dia
akan lupa atau bahkan kehilangan kecakapan tersebut.
2. Pembelajaran
Pembelajaran merupakan suatu sistem yang terdiri dari beberapa
unsur yang saling berinteraksi satu dengan yang lainnya untuk mencapai
tujuan. Menurut Rusman (2017:84) unsur dari pembelajaran tersebut
meliputi: tujuan, materi, metode dan evaluasi. Dalam memilih dan
menentukan media, model dan pendekatan apa yang akan diterapkan
dalam proses belajar mengajar seorang pendidik harus memperhatikan
keempat unsur utama dari pembelajaran.
Menurut Warsita (2008:85) pembelajaran adalah suatu usaha yang
dilakukan oleh pendidik untuk membelajarkan peserta didik. Artinya,
pembelajaran merupakan tindakan yang mewujudkan terjadinya kegiatan
belajar. Pembelajaran ini mengarah pada upaya peserta didik mempelajari
sesuatu karena arahan dari pendidik. Untuk menimbulkan upaya peserta
didik dalam belajar maka pendidik seharusnya dapat menciptakan suasana
belajar yang menarik dan menfasilitasi dengan sumber belajar yang dapat
memudahkan peserta didik dalam belajar.
Hakikat pembelajaran menurut Gagne dan Briggs dalam Sagala
(2017:20) secara umum menjelaskan bahwa pembelajaran dimaknai
sebagai segala kegiatan yang dirancang untuk membantu individu
mempelajari sesuatu. Oleh karenanya pendidik perlu memahami
karakteristik dari peserta didik yang akan dibantunya dalam proses
pembelajaran. Dengan bantuan tersebut peserta didik diharapkan dapat
mengikuti proses pembelajaran dengan maksimal.
Ketersediaan sumber belajar yang memadai, media yang menarik
dan sistem pembelajaran yang tepat dapat menunjang proses pembelajaran.
Tugas pendidik untuk memastikan hal-hal tersebut tersedia dan dapat
dimanfaatkan dengan baik selama proses pembelajaran. Pada saat ini
peserta didik tidak hanya dituntut untuk dapat memahami materi yang
disampaikan pendidik tetapi juga didorong untuk memperkaya
pengetahuan dari sumber lain. Pendidik bertugas menfasilitasi peserta
didik agar dapat belajar mandiri dan mengeksplorasi sumber belajar lain
yang sekiranya dapat mengoptimalkan pembelajaran.
3. Bahan Ajar
Bahan ajar merupakan segala sesuatu yang berisikan pesan
pembelajaran atau materi dari pembelajaran yang digunakan pendidik dan
peserta didik dalam proses pembelajaran. Bahan ajar disusun secara
sistematis agar mudah digunakan untuk mencapai tujuan pembelajaran.
Ketika suatu bahan ajar tidak digunakan maka dia hanya akan disebut
sebagai sumber belajar (Panggabean dan Danis, 2020).
Pendapat lain oleh Kokasih (2021) Bahan ajar merupakan suatu
alat belajar yang berisikan materi tentang sikap, pengetahuan serta
keterampilan yang harus dicapai peserta didik dalam kompetensi tertentu.
Bahan ajar berisikan tujuan, metode, strategi serta evaluasi yang dapat
digunakan peserta didik baik dengan bimbingan pendidik maupun secara
mandiri. Bahan ajar ini nantinya diharapkan dapat meningkatkan
pengetahuan dan pengalaman dari peserta didik.
Bahan ajar tidak hanya berbentuk tulisan dan dicetak akan tetapi
juga dapat berupa audio, video dan visual. Bahan ajar dapat berupa buku
cetak, modul, lembar kerja, surat kabar, bahan digital atau bahkan
perbincangan langsung dengan seorang narasumber. Praswoto dalam
Magdalena et al (2020) mengklasifikasikan bahan ajar berdasarkan
bentuknya ke dalam empat macam yaitu:
a. Bahan ajar cetak, merupakan sejumlah bahan ajar yang disajikan dalam
bentuk kertas berisikan materi yang diperlukan selama proses
pembelajaran. Contoh dari bahan ajar ini adalah buku cetak, handout,
modul, jobsheet, brosur, leaflet, wallchart, maket dan jenis lainnya.
b. Bahan ajar audio, merupakan salah satu bahan ajar non-cetak yang
menggunakan sinyal audio dan dimainkan atau diperdengarkan
langsung pada peserta didik. Audio tersebut dapat diputarkan melalui
kaset, radio, sound recorder, piringan hitam dan compact disc.
c. Bahan ajar audio visual, menampilkan bahan ajar dalam bentuk
gambar atau video yang dikombinasikan dengan suara atau audio.
Bahan ajar jenis ini dapat menjadi acuan peserta didik untuk
memudahkan dalam mengerjakan suatu proyek atau tugas. Contoh
bahan ajar ini adalah video, film, video tutorial atau dokumenter yang
dapat diakses melalui youtube atau platform sejenis.
d. Bahan ajar interaktif, merupakan bahan ajar yang dikombinasikan dari
dua atau lebih media (teks, audio, gambar, grafik, animasi, dan video)
yang memiliki tampilan menarik dan dapat menerima perintah atau
perlakukan dari penggunanya untuk menampilkan konten-konten yang
terdapat pada bahan ajar tersebut. Banyak dari para peneliti yang
mengembangkan bahan ajar jenis ini karena dinilai mampu
meningkatkan minat serta aktivitas belajar didik. Contoh dari bahan
ajar interaktif adalah compact disc interaktif, aplikasi rancangan
interaktif, e-modul interaktif dan bahan ajar interaktif lainnya yang
dirancang khusus untuk suatu materi ajar.
4. Modul Pembelajaran
Salah satu jenis bahan ajar yang akan dibahas pada penelitian ini
adalah modul pembelajaran. Modul merupakan bahan ajar yang dirancang
secara sistematis oleh pendidik untuk dapat digunakan perserta didik
secara mandiri. Jika pembelajaran berfungsi untuk menjelaskan sesuatu,
maka modul dimaksudkan untuk menjelaskan sesuatu dengan cara dan
bahasa yang mudah untuk dipahami peserta didik sesuai dengan usia dan
tingkat pendidikannya (Udayana et al, 2017).
Pendapat lain mengatakan bahwa modul merupakan paket belajar
mandiri yang yang berisikan berbagai pengalaman belajar yang dirancang
untuk membantu peserta didik mencapai tujuan pembelajaran. Modul
berisikan, tujuan, materi, metode, strategi serta evaluasi yang disusun
secara sistematis dan menarik sehingga dapat mencapai kompetensi yang
sudah ditentukan pada setiap topik pembahasan (Kosasih, 2020).
Modul memiliki ciri khas atau karakteristik tersendiri yang berbeda
dari bahan ajar lainnya. Karakteristik tersebut dapat diilustrasikan sebagai
berikut:
Gambar. Karakteristik Modul
(Sumber : Kosasih, 2020)
5. Modul Elektronik
Modul elektronik atau e-modul adalah wujud dari modul
pembelajaran yang disajikan dalam bentuk elektronik. E-modul pada
dasarnya memiliki format yang hampir sama dengan modul versi cetak
hanya saja lebih interaktif dan berisikan navigasi-navigasi yang dapat
diarahkan oleh pengguna. E-modul disusun secara sistematis agar peserta
didik dapat menjadikan e-modul sebagai bahan belajar dengan atau tanpa
bimbingan langsung dari pendidik. Dengan e-modul pelajaran akan terasa
lebih menarik karena materi yang disajikan tidak hanya berbentuk teks dan
gambar tetapi juga dilengkapi audio, animasi, video tutorial serta link-link
yang akan membawa penggunanya kepada sumber belajar yang lebih
variatif dan luas. Selain itu setelah belajar pengguna dapat mengevaluasi
hasil belajarnya dengan menggunakan soal-soal interaktif dan langsung
menampilkan hasil dari tes yang dilakukan.
Selain sifatnya yang interaktif dan mudah digunakan, e-modul juga
bersifat fleksibel dan dapat menyesuaikan perubahan dan perkembangan
zaman yang terjadi di sekitar kita. Hal ini dikarenakan e-modul tersimpan
dalam bentuk elektronik yang dapat direvisi ketika perlu dilakukan
perubahan. Pendidik hanya perlu menambahkan materi yang diperlukan
atau menghapus materi-materi yang sudah tidak berlaku lagi agar tetap
sesuai dengan perkembangan zaman.
Salah satu software yang dapat mendukung pengembangan e-
modul adalah flipbook maker. Software ini dapat membuat modul
elektronik dengan menambahkan berbagai multimedia seperti gambar,
grafik, audio, video, hyperlink, bahkan kuis-kuis interaktif. Hasil akhir dari
flipbook maker ini dapat disimpan dalam format .exe, .swf, dan .html
sehingga pengguna tidak perlu melakukan instalasi aplikasi pada perangkat
elektronik pengguna. Hal ini juga tentunya tidak akan memberatkan
perangkat elektronik dalam hal penyimpanan. Pengguna dapat mengakses
e-modul kapan saja dan dimana saja asalkan perangkat elektronik yang
digunakan dapat mengakses internet.
6. Project Based Learning
Kehidupan di abad ke-21 ini membawa banyak perubahan dalam
berbagai aspek kehidupan manusia. Salah satu aspek tersebut berdampak
pada kebutuhan lapangan pekerjaan. Pekerjaan yang awalnya dilakukan
secara manual perlahan namun pasti mulai beranjak pada teknologi
digitalisasi, otomatisasi dan robotisasi. Saat proses rekrutmen, perusahaan
tidak hanya melihat hard skill calon karyawannya tetapi juga soft skill
yang dimiliki oleh calon karyawan.
Friyatmi et al (2020:85) dalam bukunya menjelaskan bahwa
Partnership for 21th Century Skill merumuskan empat softskill yang
setidaknya harus dimiliki oleh seseorang untuk dapat survive di saat
sekarang ini. Empat kecakapan tersebut adalah berpikir kritis (critical
thinking), pemecahan masalah (problem solving), keterampilan
berkomunikasi (communication) dan berkolaborasi (collaboration).
Mahasiswa tentunya harus mengasah keterampilan ini agar dapat
mempersiapkan diri memasuki dunia kerja. Salah satu cara untuk
mengasah keterampilan yang dimaksud adalah dengan menerapkan model
pembelajaran berbasis proyek atau project bassed learning di dalam
perkuliahan.
Pada umumnya, pembelajaran berbasis proyek merupakan
pembelajaran yang berorientasi terhadap peserta didik. Mahasiswa diberi
kesempatan untuk dapat aktif mengikuti proses pembelajaran.
Pembelajaran pada model ini akan mendorong mahasiswa untuk
menganalisis dan berpikir dalam tingkatan yang tinggi. Kegiatan yang
dilakukan dalam proses ini mendorong mahasiswa untuk bertanya
mengenai fakta-fakta yang muncul serta menemukan keterampilan baru
yang relevan dengan pembelajaran (Bransford et al, 2006 dalam Maksum
2017).
Secara spesifik dalam model pembelajaran project based learning
ini mahasiswa diarahkan untuk menemukan sendiri pengetahuan serta
keterampilan dalam bentuk aktivitas penyelidikan. Mahasiswa dapat
memecahkan masalah yang berkaitan langsung dengan kehidupan sehari-
hari dan melakukan penyelidikan dengan cara mengumpulkan,
menganalisis serta menarik kesimpulan dari sebuah informasi untuk
kemudian menjelaskan temuan tersebut dalam bentuk laporan dan
presentasi Al-Balushi dan Al-Aamir, 2014).
Melalui pembelajaran project based learning (yang selanjutnya
akan disebut PjBL) mahasiswa bekerja dalam sebuah proyek secara
kolaboratif untuk menemukan pengetahuan dan keterampilan baru. Proyek
yang dilakukan biasanya berkaitan erat dengan produk nyata yang
ditemukan dalam kehidupan mahasiswa. Saat mengerjakan proyek
mahasiswa akan mengumpulkan informasi dari berbagai sumber,
kemudian memecahkan masalah yang dihadapi dalam proyek tersebut
hingga akhir dapat mengkomunikasikan hasil temuan ke dalam laporan
serta mempresentasikannya (Friyatmi et al, 2020). Disamping itu, PjBL
juga dapat mereduksi kompetisi di lingkungan belajar dan lebih
mengutamakan kolaborasi dari pada bekerja masing-masing dalam
pembelajaran.
Prosedur pelaksanaan pembelajaran PjBL terdiri dari beberapa
langkah. The George Lucas Education Foundation mengembangkan
langkah tersebut ke dalam enam tahap yang dapat diilustrasikan sebagai
berikut.