Anda di halaman 1dari 13

BAB II

KAJIAN TEORI

A. Kerangka Teoritis
1. Belajar
Perubahan tingkah laku, pengetahuan serta keterampilan peserta
didik akibat dari interaksinya dengan lingkungan biasa disebut dengan
belajar. Hal ini sejalan dengan yang dikemukakan oleh Salaga (2017:37)
bahwa belajar merupakan pengalaman dan latihan yang menghasilkan
suatu perubahan. Perubahan menumbuhkan kecakapan baru yang didapat
dari adanya usaha yang disengaja. Kegiatan membaca, menulis,
bereksperimen dan bermain gitar merupakan sedikit contoh usaha yang
dilakukan seseorang untuk mendapatkan kecakapan baru.
Perihal perubahan yang terjadi akibat belajar, Karwono dan
Mularsih (2018:13) berpendapat bahwa perubahan yang terjadi akibat
belajar bersifat relatif permanen, artinya perubahan tersebut bertahan
dalam kurun waktu yang lama, akan tetapi juga dapat berubah atau hilang.
Kecakapan yang didapat dari hasil belajar dapat berkurang bahkan hilang
jika tidak sering dilakukan. Hal yang dapat dipahami dari penjelasan ini
adalah belajar merupakan suatu proses yang panjang. Ketika seseorang
mendapatkan kecakapan baru dari hasil belajarnya, akan tetapi dia tidak
menjaga kecakapan tersebut dengan sering mempraktikkannya maka dia
akan lupa atau bahkan kehilangan kecakapan tersebut.
2. Pembelajaran
Pembelajaran merupakan suatu sistem yang terdiri dari beberapa
unsur yang saling berinteraksi satu dengan yang lainnya untuk mencapai
tujuan. Menurut Rusman (2017:84) unsur dari pembelajaran tersebut
meliputi: tujuan, materi, metode dan evaluasi. Dalam memilih dan
menentukan media, model dan pendekatan apa yang akan diterapkan
dalam proses belajar mengajar seorang pendidik harus memperhatikan
keempat unsur utama dari pembelajaran.
Menurut Warsita (2008:85) pembelajaran adalah suatu usaha yang
dilakukan oleh pendidik untuk membelajarkan peserta didik. Artinya,
pembelajaran merupakan tindakan yang mewujudkan terjadinya kegiatan
belajar. Pembelajaran ini mengarah pada upaya peserta didik mempelajari
sesuatu karena arahan dari pendidik. Untuk menimbulkan upaya peserta
didik dalam belajar maka pendidik seharusnya dapat menciptakan suasana
belajar yang menarik dan menfasilitasi dengan sumber belajar yang dapat
memudahkan peserta didik dalam belajar.
Hakikat pembelajaran menurut Gagne dan Briggs dalam Sagala
(2017:20) secara umum menjelaskan bahwa pembelajaran dimaknai
sebagai segala kegiatan yang dirancang untuk membantu individu
mempelajari sesuatu. Oleh karenanya pendidik perlu memahami
karakteristik dari peserta didik yang akan dibantunya dalam proses
pembelajaran. Dengan bantuan tersebut peserta didik diharapkan dapat
mengikuti proses pembelajaran dengan maksimal.
Ketersediaan sumber belajar yang memadai, media yang menarik
dan sistem pembelajaran yang tepat dapat menunjang proses pembelajaran.
Tugas pendidik untuk memastikan hal-hal tersebut tersedia dan dapat
dimanfaatkan dengan baik selama proses pembelajaran. Pada saat ini
peserta didik tidak hanya dituntut untuk dapat memahami materi yang
disampaikan pendidik tetapi juga didorong untuk memperkaya
pengetahuan dari sumber lain. Pendidik bertugas menfasilitasi peserta
didik agar dapat belajar mandiri dan mengeksplorasi sumber belajar lain
yang sekiranya dapat mengoptimalkan pembelajaran.
3. Bahan Ajar
Bahan ajar merupakan segala sesuatu yang berisikan pesan
pembelajaran atau materi dari pembelajaran yang digunakan pendidik dan
peserta didik dalam proses pembelajaran. Bahan ajar disusun secara
sistematis agar mudah digunakan untuk mencapai tujuan pembelajaran.
Ketika suatu bahan ajar tidak digunakan maka dia hanya akan disebut
sebagai sumber belajar (Panggabean dan Danis, 2020).
Pendapat lain oleh Kokasih (2021) Bahan ajar merupakan suatu
alat belajar yang berisikan materi tentang sikap, pengetahuan serta
keterampilan yang harus dicapai peserta didik dalam kompetensi tertentu.
Bahan ajar berisikan tujuan, metode, strategi serta evaluasi yang dapat
digunakan peserta didik baik dengan bimbingan pendidik maupun secara
mandiri. Bahan ajar ini nantinya diharapkan dapat meningkatkan
pengetahuan dan pengalaman dari peserta didik.
Bahan ajar tidak hanya berbentuk tulisan dan dicetak akan tetapi
juga dapat berupa audio, video dan visual. Bahan ajar dapat berupa buku
cetak, modul, lembar kerja, surat kabar, bahan digital atau bahkan
perbincangan langsung dengan seorang narasumber. Praswoto dalam
Magdalena et al (2020) mengklasifikasikan bahan ajar berdasarkan
bentuknya ke dalam empat macam yaitu:
a. Bahan ajar cetak, merupakan sejumlah bahan ajar yang disajikan dalam
bentuk kertas berisikan materi yang diperlukan selama proses
pembelajaran. Contoh dari bahan ajar ini adalah buku cetak, handout,
modul, jobsheet, brosur, leaflet, wallchart, maket dan jenis lainnya.
b. Bahan ajar audio, merupakan salah satu bahan ajar non-cetak yang
menggunakan sinyal audio dan dimainkan atau diperdengarkan
langsung pada peserta didik. Audio tersebut dapat diputarkan melalui
kaset, radio, sound recorder, piringan hitam dan compact disc.
c. Bahan ajar audio visual, menampilkan bahan ajar dalam bentuk
gambar atau video yang dikombinasikan dengan suara atau audio.
Bahan ajar jenis ini dapat menjadi acuan peserta didik untuk
memudahkan dalam mengerjakan suatu proyek atau tugas. Contoh
bahan ajar ini adalah video, film, video tutorial atau dokumenter yang
dapat diakses melalui youtube atau platform sejenis.
d. Bahan ajar interaktif, merupakan bahan ajar yang dikombinasikan dari
dua atau lebih media (teks, audio, gambar, grafik, animasi, dan video)
yang memiliki tampilan menarik dan dapat menerima perintah atau
perlakukan dari penggunanya untuk menampilkan konten-konten yang
terdapat pada bahan ajar tersebut. Banyak dari para peneliti yang
mengembangkan bahan ajar jenis ini karena dinilai mampu
meningkatkan minat serta aktivitas belajar didik. Contoh dari bahan
ajar interaktif adalah compact disc interaktif, aplikasi rancangan
interaktif, e-modul interaktif dan bahan ajar interaktif lainnya yang
dirancang khusus untuk suatu materi ajar.
4. Modul Pembelajaran
Salah satu jenis bahan ajar yang akan dibahas pada penelitian ini
adalah modul pembelajaran. Modul merupakan bahan ajar yang dirancang
secara sistematis oleh pendidik untuk dapat digunakan perserta didik
secara mandiri. Jika pembelajaran berfungsi untuk menjelaskan sesuatu,
maka modul dimaksudkan untuk menjelaskan sesuatu dengan cara dan
bahasa yang mudah untuk dipahami peserta didik sesuai dengan usia dan
tingkat pendidikannya (Udayana et al, 2017).
Pendapat lain mengatakan bahwa modul merupakan paket belajar
mandiri yang yang berisikan berbagai pengalaman belajar yang dirancang
untuk membantu peserta didik mencapai tujuan pembelajaran. Modul
berisikan, tujuan, materi, metode, strategi serta evaluasi yang disusun
secara sistematis dan menarik sehingga dapat mencapai kompetensi yang
sudah ditentukan pada setiap topik pembahasan (Kosasih, 2020).
Modul memiliki ciri khas atau karakteristik tersendiri yang berbeda
dari bahan ajar lainnya. Karakteristik tersebut dapat diilustrasikan sebagai
berikut:
Gambar. Karakteristik Modul
(Sumber : Kosasih, 2020)
5. Modul Elektronik
Modul elektronik atau e-modul adalah wujud dari modul
pembelajaran yang disajikan dalam bentuk elektronik. E-modul pada
dasarnya memiliki format yang hampir sama dengan modul versi cetak
hanya saja lebih interaktif dan berisikan navigasi-navigasi yang dapat
diarahkan oleh pengguna. E-modul disusun secara sistematis agar peserta
didik dapat menjadikan e-modul sebagai bahan belajar dengan atau tanpa
bimbingan langsung dari pendidik. Dengan e-modul pelajaran akan terasa
lebih menarik karena materi yang disajikan tidak hanya berbentuk teks dan
gambar tetapi juga dilengkapi audio, animasi, video tutorial serta link-link
yang akan membawa penggunanya kepada sumber belajar yang lebih
variatif dan luas. Selain itu setelah belajar pengguna dapat mengevaluasi
hasil belajarnya dengan menggunakan soal-soal interaktif dan langsung
menampilkan hasil dari tes yang dilakukan.
Selain sifatnya yang interaktif dan mudah digunakan, e-modul juga
bersifat fleksibel dan dapat menyesuaikan perubahan dan perkembangan
zaman yang terjadi di sekitar kita. Hal ini dikarenakan e-modul tersimpan
dalam bentuk elektronik yang dapat direvisi ketika perlu dilakukan
perubahan. Pendidik hanya perlu menambahkan materi yang diperlukan
atau menghapus materi-materi yang sudah tidak berlaku lagi agar tetap
sesuai dengan perkembangan zaman.
Salah satu software yang dapat mendukung pengembangan e-
modul adalah flipbook maker. Software ini dapat membuat modul
elektronik dengan menambahkan berbagai multimedia seperti gambar,
grafik, audio, video, hyperlink, bahkan kuis-kuis interaktif. Hasil akhir dari
flipbook maker ini dapat disimpan dalam format .exe, .swf, dan .html
sehingga pengguna tidak perlu melakukan instalasi aplikasi pada perangkat
elektronik pengguna. Hal ini juga tentunya tidak akan memberatkan
perangkat elektronik dalam hal penyimpanan. Pengguna dapat mengakses
e-modul kapan saja dan dimana saja asalkan perangkat elektronik yang
digunakan dapat mengakses internet.
6. Project Based Learning
Kehidupan di abad ke-21 ini membawa banyak perubahan dalam
berbagai aspek kehidupan manusia. Salah satu aspek tersebut berdampak
pada kebutuhan lapangan pekerjaan. Pekerjaan yang awalnya dilakukan
secara manual perlahan namun pasti mulai beranjak pada teknologi
digitalisasi, otomatisasi dan robotisasi. Saat proses rekrutmen, perusahaan
tidak hanya melihat hard skill calon karyawannya tetapi juga soft skill
yang dimiliki oleh calon karyawan.
Friyatmi et al (2020:85) dalam bukunya menjelaskan bahwa
Partnership for 21th Century Skill merumuskan empat softskill yang
setidaknya harus dimiliki oleh seseorang untuk dapat survive di saat
sekarang ini. Empat kecakapan tersebut adalah berpikir kritis (critical
thinking), pemecahan masalah (problem solving), keterampilan
berkomunikasi (communication) dan berkolaborasi (collaboration).
Mahasiswa tentunya harus mengasah keterampilan ini agar dapat
mempersiapkan diri memasuki dunia kerja. Salah satu cara untuk
mengasah keterampilan yang dimaksud adalah dengan menerapkan model
pembelajaran berbasis proyek atau project bassed learning di dalam
perkuliahan.
Pada umumnya, pembelajaran berbasis proyek merupakan
pembelajaran yang berorientasi terhadap peserta didik. Mahasiswa diberi
kesempatan untuk dapat aktif mengikuti proses pembelajaran.
Pembelajaran pada model ini akan mendorong mahasiswa untuk
menganalisis dan berpikir dalam tingkatan yang tinggi. Kegiatan yang
dilakukan dalam proses ini mendorong mahasiswa untuk bertanya
mengenai fakta-fakta yang muncul serta menemukan keterampilan baru
yang relevan dengan pembelajaran (Bransford et al, 2006 dalam Maksum
2017).
Secara spesifik dalam model pembelajaran project based learning
ini mahasiswa diarahkan untuk menemukan sendiri pengetahuan serta
keterampilan dalam bentuk aktivitas penyelidikan. Mahasiswa dapat
memecahkan masalah yang berkaitan langsung dengan kehidupan sehari-
hari dan melakukan penyelidikan dengan cara mengumpulkan,
menganalisis serta menarik kesimpulan dari sebuah informasi untuk
kemudian menjelaskan temuan tersebut dalam bentuk laporan dan
presentasi Al-Balushi dan Al-Aamir, 2014).
Melalui pembelajaran project based learning (yang selanjutnya
akan disebut PjBL) mahasiswa bekerja dalam sebuah proyek secara
kolaboratif untuk menemukan pengetahuan dan keterampilan baru. Proyek
yang dilakukan biasanya berkaitan erat dengan produk nyata yang
ditemukan dalam kehidupan mahasiswa. Saat mengerjakan proyek
mahasiswa akan mengumpulkan informasi dari berbagai sumber,
kemudian memecahkan masalah yang dihadapi dalam proyek tersebut
hingga akhir dapat mengkomunikasikan hasil temuan ke dalam laporan
serta mempresentasikannya (Friyatmi et al, 2020). Disamping itu, PjBL
juga dapat mereduksi kompetisi di lingkungan belajar dan lebih
mengutamakan kolaborasi dari pada bekerja masing-masing dalam
pembelajaran.
Prosedur pelaksanaan pembelajaran PjBL terdiri dari beberapa
langkah. The George Lucas Education Foundation mengembangkan
langkah tersebut ke dalam enam tahap yang dapat diilustrasikan sebagai
berikut.

Gambar. Prosedur Pelaksanaan PjBL


(Edutopia, 2007 dalam Friyatmi et al, 2020)
a. Mengajukan Pertanyaan Mendasar (Essential Question)
Pembelajaran akan dimulai dengan memilih topik pembahasan
yang relevan dengan kehidupan nyata mahasiswa. Kemudian ajukan
pertanyaan mendasar yang dapat memancing mahasiswa berpikir untuk
mencari solusi atau jawaban dari pertanyaan yang diajukan.
b. Perencanaan Proyek (Design)
Pada tahap ini pendidik dan mahasiswa mendesain pengerjaan
proyek secara kolaboratif. Hal ini dimaksudkan untuk menimbulkan
rasa kepemilikan dan tanggung jawab mahasiswa terhadap proyek
yang akan dilaksanakan. Desain dan perencanaan yang akan dibuat
dapat berupa aturan main, memilih rekan kerja, mengetahui alat dan
bahan yang dapat membantu pengerjaan proyek serta aktivitas yang
dapat mendukung dalam menjawab pertanyaan yang telah diajukan
pendidik.
c. Menyusun Jadwal (Schedule)
Tahap ini kembali dilakukan secara kolaboratif antara pendidik
dengan mahasiswa. Hal yang perlu dibahas pada tahap ini berupa
timeline pengerjaan proyek serta deadline penyelesaian proyek. Tugas
pendidik disini adalah membimbing dan mengingatkan mahasiswa
mengenai jadwal yang disusun. Saat mahasiswa memilih cara yang
kurang tepat atau terlalu mengulur waktu dalam pengerjaan tugas
pendidik untuk mengingatkan serta membimbing mahasiswa untuk
menemukan cara baru yang dapat melancarkan proyek.
d. Monitoring Perkembangan Proyek (Monitor)
Pendidik memiliki tanggung jawab untuk memonitoring setiap
pelaksanaan proyek mahasiswa. Hal ini dilakukan dengan cara
menfasilitasi setiap proses yang dilakuakan oleh mahasiswa. Pendidik
berperan sebagai mentor yang akan mengawasi pekerjaan mahasiswa
dan mencatat aktivitas yang relevan menggunakan alat bantu seperti
rubik.
e. Penilaian Hasil Kerja/Proyek (Asessmen)
Pada tahap ini pendidik akan menilai kinerja dari mahasiswa.
Hal ini berguna untuk mengukur ketercapaian standar, mengevaluasi
kemajuan mahasiswa serta melihat umpan balik dari tingkat
pengetahuan siswa. Penilaian ini juga dapat menjadi tolak ukur
pendidik dalam menentukan strategi untuk topik selanjutnya.
f. Mengevaluasi Pengalaman Belajar (Evaluate)
Pada tahan evaluasi ini pendidik dan mahasiswa akan
mendiskusikan hasil temuan mereka. Kegiatan ini dapat dilakukan
secara pribadi ataupun perkelompok. Diskusi ini bertujuan untuk
menyalurkan tanggapan mahasiswa terkait proyek yang sudah
diselesaikan dan menjawab pertanyaan yang diajukan pada tahan awal
pembelajaran.
7. Mata Kuliah Listrik dan Elektronika
Listrik dan Elektronika merupakan salah satu mata kuliah berbobot 3 KS
yang ada di Departemen Teknik Otomotif. Listrik dan Elektronika terdiri
dari 2 SKS perkuliahan teori dan 1 SKS perkuliahan Praktikum yang
memilki beberapa kompetensi sebagai berikut.
a. Kompetensi Utama
1) Mahasiswa dapat menggunakan alat praktik yang sering digunakan
dalam bidang elektronika dan kelistrikan otomotif.
2) Mahasiswa dapat membaca nilai resistor berdasarkan kode warna
dan kode label.
3) Mahasiswa mampu menghitung dan mengukur nilai hambatan total
dari rangkaian seri resistor.
4) Mahasiswa mampu membuktikan kebenaran dari hukum khirchoff
tegangan.
5) Mahasiswa mampu menghitung dan mengukur nilai hambatan total
dari rangkaian paralel dan kombinasi resistor.
6) Mahasiswa mampu membuktikan kebenaran dari hukum khirchoff
tegangan.
7) Mahasiswa mampu menjelaskan karakteristik kapasitor.
8) Mahasiswa mampu menghitung dan mengukur tegangan dan arus
pada kapasitor saat berlangsung proses pengisian dan pengosongan
kapasitor.
9) Mahasiswa mampu menentukan pengaruh konstanta waktu dan
komponen pembentuknya pada proses pengisian dan pengosongan
kapasitor.
10) Mahasiswa mampu mengidentifikasi bentuk fisik dioda dan kaki-
kakinya.
11) Mahasiswa mampu menjelaskan karakteristik dioda.
12) Mahasiswa mampu mengidentifikasi bentuk fisik Transistor dan
kaki-kakinya.
13) Mahasiswa mampu menjelaskan cara kerja Transistor.
b. Kompetensi Penunjang Teknis
1) Mahasiswa dapat mengenali peralatan praktik.
2) Mahasiswa dapat menggunakan alat ukur multimeter analog dan
digital.
3) Mahasiswa dapat mengetahui konsep project board.
4) Mahasiswa dapat mengukur nilai resistor.
5) Mahasiswa dapat menentukan baik tidaknya kondisi resistor.
6) Mahasiswa dapat menganalisa antara hasil perhitungan dengan
hasil pengukuran.
7) Mahasiswa mampu menerapkan aplikasi rangkaian resistor sebagai
pembagi tegangan.
8) Mahasiswa mampu menerapkan aplikasi rangkaian resistor sebagai
pembagi arus.
9) Mahasiswa mampu mengidentifikasi nilai kapasitansi komponen
kapasitor.
10) Mahasiswa mampu membaca datasheet dioda.
11) Mahasiswa mampu membaca datasheet Transistor.
c. Kompetensi Penunjang Soft Skills
1) Mahasiswa secara mandiri mampu menerima pengetahuan atau hal-
hal baru.
2) Mahasiswa dapat berinteraksi dan berkontribusi positif serta
berfikir kritis saat berdiskusi dalam kelompok praktikum.
3) Mahasiswa mampu dan terbiasa bersikap jujur, disiplin dan ulet.
B. Penelitian Relevan
1. Penelitian yang dilaksanakan oleh Amril dan Thahar (2022) mengenai
Pengembangan Modul Elektronik Menulis Teks Cerpen Berbasis Project
Based Learning bagi Siswa Kelas XI SMA, memperoleh angka kevalidan
95,1%. Rata-rata kerapktisan yang didapatkan modul elektronik ini tidak
kalah tinggi dengan memperoleh persentase 93,05% oleh pendidik dan ik
dengan kategori sangat praktis 85,8% oleh peserta didik. Modul elektronik
ini juga mendorong siswa untuk lebih aktif lagi dalam belajar dengan
persentase 97,5% berkategori sangat aktif.
2. Penelitian oleh Istiqomah dkk (2022) dengan judul Pengembangan E-
Modul Flipbook IPA Berbasis Problem Based Learning pada Materi
Pencemaran Lingkungan, mendapatkan hasil hyang sangat valid (k=1,00)
dalam uji validitas. Respon guru dan peserta didik terhadap tampilan
mendapatkan hasil yang sangat baik dengan persentase 93,7%. Hal ini
menunjukkan bahwa e-modul siap untuk digunakan pada proses
pembelajaran.
3. Penelitian oleh Prihatiningtyas dan Sholihah (2020) yang berjudul Project
Based Learning E-Module to Teach Straight-Motion Material for
Prospective Physics Teachers, menggunakan Software Flipbook Maker
sebagai media penyaji e-modul. Penelitian ini diakui layak oleh validator
dengan persentase rata-rata 84,5%, uji keterbacaan mendapatkan
persentase rata-rata 82,9% serta mendapat respon peserta didik yang
sangat baik dengan persentase rata-rat 87,1%
4. Penelitian oleh Permana et al (2017) yang membahas mengenai
pengembangan e-modul berbasis project based learning pada mata
pelajaran pemrograman berorientasi objek kelas XI RPL di SMK Negeri 2
Tabanan, menemukan bahwa e-modul ini berhasil dikembangkan. Respon
dari guru serta peserta didik juga mendapatkan hasil yang positif.
Penelitian ini belum sampai kepada tahap pengujian hasil belajar siswa,
jadi peneliti menyarankan kepada peneliti selanjutnya untuk melanjutkan
pengembangan dan pengujian e-modul ini.
5. Penelitian yang dilaksanakan oleh Wijayanto dan Zuhri (2014) yang
berjudul pengembangan e-modul berbasis flipbook maker dengan model
project based learning untuk mengembangkan kemampuan pemecahan
masalah matematika, mendapatkan respon positif karena memudahkan
siswa dalam memahami materi. Unsur musik, animasi dan pengaplikasian
yang sederhana dapat meningkatkan motivasi, minat serta aktivitas belajar
peserta didik. Penelitian ini hanya mencapai tahap pengembangan
(development) dan belum melalui tahap penyebaran (dessiminate).
6. Penelitian oleh Udayana et al (2017) yang berjudul Pengembangan E-
modul pada Mata Pelajaran Pemrograman Berorientasi Objek dengan
Model Pembelajaran Project Based Learning Kelas XII Rekayasa
Perangkat Lunak. E-modul ini melewati tahap uji coba dari dosen ahli
serta di sekolah. Respon siswa terhadap tampilan, kemudahan mengakses
e-modul dan motivasi mendapatkan rata-rata sebesar 65,68 atau dengan
kategori positif. Sedangkan untuk respon guru mendapatkan rata-rata 41
atau dikategorikan sangat positif. Penelitian ini baru sampai ke tahap
pengaplikasian e-modul sehingga peneliti merekomendasikan untuk
melakukan pengukuran hasil belajar dan prestasi belajar untuk penelitian
selanjutnya.
7. Penelitian e-modul oleh Edi dan Padwa (2021) yang membahas tentang
penggunaan e-modul dengan sistem project based learning menemukan
hasil bahwa e-modul sudah cukup baik dan layak untuk dijadikan media
pembelajaran. Peserta didik berpendapat bahwa e-modul lebih menarik
untuk digunakan dari pada modul cetak.
8. Penelitian yang dilakukan oleh Fauziah dan Wulandari (2022) mengenai
pengembangan e-modul berbasis flipbook untuk pembelajaran materi
ruang lingkup administari kepegawaian, ditemukan bahwa e-modul ini
layak untuk digunakan berdasarkan hasil uji coba. Dari segi kelayakan e-
modul ini mendapatkan nilai dengan kategori sangat layak. Sedangkan
respon dari siswa e-modul ini mendapatkan respon yang sangat baik.
9. Penelitian oleh widiana dan Rosy (2021) mengenai pengembangan e-
modul berbasis flipbook maker pada mata pelajaran teknologi perkantoran
mendapatkan hasil yang sangat layak. Pengembangan dengan model
ADDIE ini mendapatkan hasil validasi materi dengan rata-rata 85% dan
validasi media mendapatkan rata-rata 92% atau berkategori sangat layak.
Penelitian ini juga mendapatkan respon yang sangat baik dari peserta didik
dengan persentase rata-rata 95,4% dengan kata lain e-modul ini sangat
layak untuk digunakan sebagai bahan ajar.
10. E-modul berbasis flipbook maker yang yang dikembangkan oleh Susanti
(2020) telah teruji validasinya dan dinyatakan layak untuk digunakan. E-
modul untuk materi kebudayaan megalitik pasemah ini juga telah teruji
kepraktisannya dengan indikator sangat praktis. Selain itu e-modul sejarah
kuno ini juga memiliki efektivitas terhadap hasil belajar mahasiswa.
C. Kerangka Konseptual
D. Pertanyaan Penelitian

Anda mungkin juga menyukai