Anda di halaman 1dari 37

BAB II

KAJIAN PUSTAKA

A. Kajian Teori

1. Bahan Ajar

a. Pengertian Bahan Ajar

Guru dalam membuat bahan ajar harus dapat membantu siswa

dalam memahami materi pembelajaran yang akan dilakukan. Depdiknas

(2008: 6) menyatakan bahwa bahan ajar merupakan seperangkat materi/

subtansi pembelajaran (teaching materials) yang disusun secara sistematis,

menampilkan sosok utuh dari kompetensi yang akan dikuasai siswa dalam

kegiatan pembelajaran. Bahan ajar menjadikan penyampaian materi

kepada siswa menjadi runtut.

Senada dengan pendapat di atas, Widodo & Jasmadi (2008: 40)

mengemukakan bahwa bahan ajar adalah seperangkat sarana atau alat

pembelajaran yang berisikan materi pembelajaran, metode, batasan-

batasan, dan cara mengevaluasi yang didesain secara sistematis dan

menarik dalam rangka mencapai tujuan yang diharapkan. Dengan adanya

bahan ajar, guru akan memiliki banyak waktu untuk membimbing siswa

dalam pembelajaran dan mengurangi peranan guru sebagai satu-satunya

sumber pengetahuan.

Oladejo (2011: 115) menyatakan “Instructional materials as

didactic materials thing which are supposed to make learning and

10
teaching possible”. Bahan ajar membantu pembelajaran menjadi lebih

mudah baik bagi guru maupun siswa. Mehisto (2012: 15) menyatakan

“learning materials can be define as information and knowledge that are

reprensented in a variety of media and formats, and that support the

achievement of intended learning outcomes”.

Bentuk bahan ajar informasi dan pengetahuan berupa beragam

media dan bentuk. Hal itu yang mendukung pencapaian prestasi siswa

dalam pembelajaran. ChanLin dalam Chih-Ming Chen (2012: 1273-1285)

mengemukakan bahwa “educational materials are no longer limited to

static text; that is, presentation is being transformed from text-based

materials to multimedia materials to harness learner attention and

interest. Particularly, considerable attention has focused on developing

interactive multimedia materials to promote learning motivation and

performance.”

Menurut pendapat ini, bahan ajar tidak hanya berupa buku teks

tetapi sudah berubah menjadi bahan ajar multimedia. Bahan ajar ini dapat

menarik perhatian dan minat siswa. Jenis bahan ajar multimedia interaktif

dapat meningkatkan motivasi dan penampilan siswa.

Guru menuangkan pengetahuan, keterampilan, dan sikap yang

harus dikuasai siswa dalam rencana pelaksanaan pembelajaran.

Penyusunan rencana pelaksanaan pembelajaran oleh guru

mempertimbangkan dua aspek, yaitu kebutuhan siswa dan karakteristik

belajar siswa. Rencana pelaksanaan pembelajaran yang disusun guru akan

11
mendasari pengembangan bahan ajar. Pengembangan bahan ajar

membutuhkan banyak sumber seperti buku, buku elektronik, surat kabar,

majalah, dan koran. Pengembangan bahan ajar akan melatih guru untuk

berpikir komprehensif terhadap kompetensi yang akan dicapai oleh siswa.

Berdasar pengertian tersebut di atas, bahan ajar adalah seperangkat

sarana dan alat yang digunakan untuk mencapai kompetensi pembelajaran.

Bahan ajar berisi informasi dan pengetahuan yang disajikan melalui media

tertentu. Penyusunan bahan ajar dengan memperhatikan karakteristik dan

kebutuhan siswa. Dengan penggunaan bahan ajar diharapkan dapat

mengurangi peranan guru dalam pembelajaran dan menjadikan siswa

sebagai pusat pembelajaran.

b. Prinsip-prinsip Bahan Ajar

Penyusunan bahan ajar yang baik harus mengikuti prinsip-prinsip

bahan ajar yang ada. Depdiknas (2008: 12) mengemukakan prinsip bahan

ajar yaitu 1) bermula dari hal mudah untuk memahami hal yang sulit, 2)

pemahaman siswa akan semakin kuat jika bahan ajar sering dilakukan

pengulangan, 3) pemahaman siswa akan semakin kuat dengan pemberian

umpan balik positif, 4) motivasi belajar merupakan penentu keberhasilan

siswa, dan 5) mengetahui hasil belajar akan mendorong siswa untuk

mencapai tujuan.

Penyusunan bahan ajar yang bermula dari mudah ke sulit, dari

konkret ke abstrak sesuai dengan teori Piaget tentang perkembangan

kognitif anak. dalam pembelajaran guru dan siswa tidak boleh melupakan

12
materi yang telah dipelajari. Guru mengingatkan dan mengulang materi

yang telah lalu. Hal ini dengan tujuan agar pemahaman siswa semakin

kuat. Respon guru berupa pemberian umpan balik positif terhadap siswa

akan menjadi penguatan positif pada diri siswa. Hal tersebut tentunya akan

mempengaruhi motivasi belajar siswa. Motivasi belajar siswa harus selalu

diingatkan agar siswa tetap fokus untuk mencapai tujuan pembelajaran.

Selain melalui motivasi belajar, tujuan pembelajaran dapat diketahui dari

hasil belajar. Hasil belajar yang telah diketahui siswa akan mendorongnya

untuk mencapai tujuan. Waktu untuk mencapai tujuanpembelajaran yang

diperlukan siswa berbeda-beda. Rentang waktu pencapaiannya disebut

dengan prinsip belajar tuntas.

Mendukung pendapat di atas, Jamil Suprihatiningrum (2013: 302)

menyampaikan prinsip-prinsip bahan ajar, yaitu 1) relevansi, 2) konsisten,

dan 3) kecukupan. Bahan ajar disusun sesuai dengan kebutuhan siswa.

Penyusunan bahan ajar berdasarkan standar kompetensi, kompetensi dasar,

dan indikator yang akan dicapai. Bahan ajar yang dikembangkan harus

ajeg sesuai dengan kompetensi yang ingin dicapai. Bahan ajar yang

diberikan memiliki materi yang cukup dalam hal kedalaman maupun

keluasannya. Bahan ajar disusun dengan memberikan gambaran nyata

kepada siswa tentang apa yang akan mereka pelajari.

Berdasarkan pendapat ahli di atas, penyusunan bahan ajar

memperhatikan prinsip sebagai berikut (a) relevan, (b) konsisten, (c)

kecukupan, (d) mengetahui motivasi belajar siswa, dan (e) dapat

13
memahamkan siswa. Penyusunan bahan ajar sesuai dengan kompetensi

yang harus dicapai siswa, ajeg dan mendalam. Bahan ajar yang disusun

dapat memahamkan siswa. Pemahaman siswa akan semakin kuat jika

diulang dan diberikan umpan balik positif.

c. Kriteria Pengembangan Bahan Ajar

Setiap produk yang dihasilkan hendaknya dinilai kualitasnya. Penilaian

disesuaikan dengan kriteria yang sudah ada. Depdiknas (2008: 28)

menyatakan bahwa bahan ajar hendaknya memenuhi kriteria sebagai

berikut.

1) Aspek Kelayakan Isi

a) Kesesuaian dengan standar kompetensi dan kompetensi dasar

b) Kesesuaian dengan perkembangan anak

c) Kesesuaian dengan kebutuhan bahan ajar

d) Kebenaran materi pembelajaran

e) Manfaat untuk penambahan wawasan

f) Kesesuaian dengan moral dan nilai-nilai sosial

2) Aspek Kebahasaan

a) Keterbacaan

b) Kejelasan informasi

c) Kesesuaian dengan kaidah bahasa Indonesia yang baik dan benar

d) Pemanfaatan bahasa secara efektif dan efisien (jelas dan singkat)

3) Aspek Penyajian

a) Kejelasan tujuan yang ingin dicapai

14
b) Urutan sajian

c) Pemberian motivasi dan daya tarik

d) Interaksi

e) Kelengkapan informasi

4) Aspek Kegrafikan

a) Penggunaan font

b) Layout

c) Ilustrasi, gambar, dan foto

d) Desain tampilan

Kriteria pengembangan bahan ajar perlu memperhatikan aspek

kelayakan isi, kebahasaan, penyajian, dan kegrafikan. Kelayakan isi

disesuaikan dengan perkembangan anak. Bahasa yang digunakan dalam

bahan ajar harus jelas dan singkat. Penyajian dan kegrafikan bahan ajar

dibuat menarik minat siswa.

d. Manfaat Bahan Ajar

Ika Lestari (2013: 7) mengemukakan bahwa manfaat bahan ajar

dikelompokkan menjadi dua yaitu bagi guru dan bagi siswa. Bahan ajar

bagi guru bermanfaat untuk mengarahkan semua kegiatan pembelajaran

dan kompetensi yang harus diajarkan kepada siswa. Sedangkan bagi siswa,

bahan ajar akan menjadi pedoman dalam pembelajaran dan kompetensi

yang harus dikuasai.

Mendukung pendapat di atas Andi Prastowo (2011: 25-26)

mengemukakan 3 manfaat bahan ajar, yaitu 1) dalam pembelajaran

15
klasikal, 2) dalam pembelajaran individual, dan 3) dalam pembelajaran

kelompok. Dalam pembelajaran klasikal, bahan ajar dapat digunakan

sebagai satu-satunya sumber informasi. Bahan ajar dapat digunakan

sebagai pengawas, pengendali, dan pendukung selama proses

pembelajaran berlangsung. Pembelajaran klasikal, bahan ajar bermanfaat

sebagai media utama pembelajaran. Selain itu, bahan ajar dapat digunakan

sebagai penunjang media pembelajaran yang telah ada. Bahan ajar dapat

dipakai sebagai alat untuk menyusun dan mengawasi siswa selama proses

pembelajaran. dalam pembelajaran kelompok, bahan ajar menyatu dengan

proses belajar kelompok itu.

Dari beberapa manfaat bahan ajar tersebut di atas, manfaat bahan

ajar dalam penelitian ini adalah sebagai pengarah guru dalam mengajarkan

kompetensi yang harus dikuasai siswa, bahan pendukung pembelajaran,

dan sebagai media pembelajaran.

e. Jenis Bahan Ajar

Ika Lestari (2013: 5-6), mengemukakan jenis bahan ajar ada dua,

yaitu cetak dan noncetak. Bahan ajar cetak yang sering digunakan bisa

berupa handout, buku, lembar kerja siswa (LKS), modul brosur atau

leaflet, wallchart, foto/ gambar, dan model/ maket.

Bahan ajar noncetak meliputi bahan ajar dengar (audio), seperti

kaset, radio, piringan hitam, dan compact disk audio. Bahan ajar pandang

dengar (audio visual) seperti video compact disk dan film. Bahan ajar

multimedia interaktif (interactive teaching material) seperti CAI

16
(Computer Assisted Instruction), CD (Compact Disk) pembelajaran

interaktif, dan bahan ajar berbasis web (web based learning materials).

Senada dengan pendapat di atas, Suprawoto (2009: 1) membagi

bahan ajar menjadi 1) bahan ajar cetak, 2) bahan ajar audio visual, 3)

bahan ajar audio, 4) bahan ajar visual, dan 5) bahan ajar multimedia.

Bahan ajar cetak disajikan dengan kertas. Bahan ajar cetak meliputi buku,

modul, lembar kerja siswa, brosur, dan handout. Bahan ajar audio visual

dikhususkan pada indra pengihatan dan pendengaran. Bentuknya berupa

film, video, dan VCD. Bahan ajar audio berfokus pada indra pendengaran.

Bahan ajar ini berbentuk kaset, radio, dan CD audio. Bahan ajar visual

berbentuk gambar, foto, dan maket/model. Bahan ajar ini mengutamakan

indra penglihatan. Sedangkan bahan ajar multimedia berbentuk CD

interaktif, komputer, internet, dan macromedia flash.

Bahan ajar dalam penelitian ini adalah bahan ajar multimedia

berbasis web. Bahan ajar dikembangkan dengan berbasis media google

sites. Bahan ajar berupa tautan yang bisa digunakan berbagai gawai

berbasis internet.

2. Motivasi Belajar

a. Pengertian Motivasi

Motivasi merupakan salah satu aspek yang berperan penting dalam

proses pembelajaran efektif. Pintrich & Schunk menuliskan bahwa

motivasi berasal dari bahasa Latin movere yang berarti bergerak. Dengan

kata lain, teori motivasi berusaha menjawab pertanyaan mengenai apa

17
yang membuat individu bergerak menuju sebuah aktivitas (Pintrich,

2003: 669).

Motivasi menjadi pendorong juga pemberi kekuatan dalam diri

seseorang dalam mencapai tujuannya. Hal ini dipertegas oleh Omrod

(2008: 59) ”motivation is something that energizes, directs, and sustains

behavior; it gets students’s moving, points them in a particular direction,

and keeps them going” dengan maksud bahwa motivasi adalah sesuatu

yang menghidupkan (energize), mengarahkan dan mempertahankan

perilaku, motivasi menggerakkan, menempatkan dalam suatu arah

tertentu, dan menjaga agar tetap bergerak. Oleh karena itu motivasi

melibatkan beberapa aspek diantaranya emosi, kognitif, dan perilaku.

Belajar dan motivasi adalah dua hal yang saling berkaitan. Seorang

siswa termotivasi untuk belajar karena kebutuhannya. Spinath & Spinath

(2005:88) menjelaskan bahwa seorang siswa dianggap termotivasi untuk

belajar apabila siswa menikmati tugas yang diberikan dan pengalaman

belajarnya. Hal ini senada dengan pendapat Lee (2010 : 57) yang

mendefinisikan motivasi belajar sebagai proses psikologi internal yang

menyebabkan individu untuk memahami aktivitas belajar secara obyektif

dan secara spontan mempertahankan aktivitasnya untuk memuaskan

tujuan pembelajaran (prestasi). Lebih lanjut Hamzah B.Uno (2016: 1)

menjelaskan bahwa motivasi belajar adalah dorongan dari dalam maupun

luar yang menyebabkan terjadinya perubahan tingkah laku. Perubahan

tingkah laku tersebut berupa peningkatan semangat belajar yang

18
disebabkan karena adanya motivasi tersebut. Dengan kata lain dapat

disimpulkan bahwa motivasi belajar akan menyebabkan seorang siswa

untuk mempertahankan aktivitas belajarnya serta mengakibatkan

perubahan tingkah laku berupa peningkatan semangat belajar.

Definisi yang diungkapkan oleh Schunk (2012: 7) mengenai

motivasi “motivation is the process where by goal-directed activity is

instigated and sustained”. Pengertian tersebut menegaskan bahwa

motivasi adalah sebuah proses yang dapat diamati melalui tindakan yang

konsisten dan berkelanjutan. Seseorang dikatakan memiliki motivasi

apabila mampu mempertahankan usahanya dalam melakukan sesuatu.

Motivasi memberikan daya sebagai penggerak dan arah dari suatu

tindakan. Motivasi berkaitan dengan pentingnya pencapaian sebuah

tujuan.

Dari beberapa pendapat tentang motivasi dapat disimpulkan bahwa

motivasi belajar adalah dorongan/penggerak dari dalam maupun dari luar

diri dalam proses belajar untuk mencapai tujuan belajarnya. Motivasi

belajar akan mendorong untuk bertindak secara fisik maupun mental

agar tujuan belajar yang ditetapkan dapat tercapai.

b. Fungsi Motivasi Belajar

Banyak fungsi yang didapat dari motivasi sebagai bentuk dorongan

dan kegigihan dalam pencapaian suatu tujuan. Salah satunya keberhasilan

dalam belajar ikut dipengaruhi oleh tingginya motivasi. Adapun fungsi

19
motivasi menurut Hanafiah dan Suhana (2012:26) dapat dituliskan

berikut ini.

1) Motivasi merupakan alat pendorong terjadinya perilaku belajar

siswa.

2) Motivasi merupakan alat untuk memengaruhi prestasi belajar siswa.

3) Motivasi merupakan alat untuk memberikan direksi atau arah

terhadap pencapaian tujuan pebelajaran.

4) Motivasi merupakan alat untuk membangun sistem pembelajaran

lebih bermakna. Motivasi yang besar akan menciptakan

pembelajaran yang aktif, menyenangkan, dan bermakna.

Motivasi dalam proses pembelajaran merupakan sebuah pendorong

adanya perubahan perilaku belajar siswa. Siswa yang memiliki motivasi

belajar yang tinggi akan melakukan aktivitas belajar dengan lebih baik

sehingga tujuan pembelajaran akan tercapai. Dengan adanya aktivitas

belajar yang lebih baik, maka pembelajaran yang dilakukan menjadi

lebih aktif, menyenangkan dan bermakna.

Pendapat lain tentang fungsi motivasi menurut Hamalik (2015:

161) antara lain sebagai berikut ini.

1) Mendorong timbulnya kelakuan atau suatu perbuatan. Tanpa motivasi

tidak akan muncul perbuatan seperti belajar.

2) Sebagai pengarah, artinya mengarahkan perbuatan kepada pencapaian

yang diinginkan.

20
3) Sebagai penggerak, artinya motivasi akan menentukan cepat atau

lambatnya suatu pekerjaan.

Motivasi akan menimbulkan dorongan belajar bagi siswa. Dengan

adanya dorongan untuk belajar maka siswa akan diarahkan menuju

pencapaian yang diinginkan, pencapaian yang diinginkan ini berkaitan

erat dengan tujuan pembelajaran yang ingin dicapai. Dengan kata lain,

motivasi menentukan keberhasilan seseorang dalam belajar.

Peran motivasi belajar secara rinci di jelaskan oleh Hamzah B. Uno

(2016: 27-28) berikut ini:

1) Menentukan Penguatan Belajar

2) Memperjelas Tujuan Belajar

3) Menentukan Ketekunan Belajar

Dari beberapa pendapat di atas dapat disimpulkan bahwa motivasi

memiliki fungsi diantaranya untuk membantu memahami dan

menjelaskan perilaku seseorang yaitu mendorong, mengarahkan dan

menggerakkan perilaku siswa untuk mencapai tujuan belajarnya.

21
c. Jenis-jenis Motivasi

Motivasi mengandung kekuatan yang mampu menggerakkan

seseorang untuk mencapai tujuannya. Kekuatan atau dorongan dapat

muncul dari dalam diri siswa maupun dari luar. Santrock (2011: 260-261)

membagi motivasi menjadi dua jenis yaitu motivasi instrinsik dan

motivasi ekstrinsik dengan definisi dari kedua jenis tersebut adalah

sebagai berikut ini.

1) Motivasi Intrinsik

Santrock (2011: 261) menjelaskan bahwa motivasi intrinsik

mengacu pada motivasi melibatkan diri dalam sebuah aktivitas

karena nilai/manfaat aktivitas itu sendiri (aktivitas itu sendiri

merupakan sebuah tujuan akhir). Motivasi yang timbul dari dalam

diri menyebabkan seseorang melakukan sesuatu untuk suatu tujuan.

Rasa yang muncul dari dalam seolah-olah merupakan energi

tersendiri untuk mencapai tujuan.

Motivasi akan memunculkan faktor-faktor yang ada dalam

dirinya dan inheren dalam tugas yang dilakukannya. Motivasi secara

intrinsik akan melibatkan suatu aktivitas karena aktivitas tersebut

akan memberikan kesenangan, membantu mengembangkan

keterampilan yang dirasakan penting, atau tampak secara etika dan

moral benar untuk dilakukan (Ormrod, 2008: 60).

Pada proses belajar mengajar guru harus mampu meningkatkan

motivasi intrinsik sebanyak-banyaknya. Motivasi intrinsik dapat

22
membantu dalam proses pembelajaran untuk mencapai tujuan

belajar.

Adapun cara yang dapat dilakukan guru untuk meningkatkan

motivasi intrinsik antara lain sebagai berikut (Slavin,2011:124-127):

a) Membangkitkan ketertarikan

b) Mempertahankan keingintahuan

c) Menggunakan berbagai cara penyajian yang menarik

d) Membantu siswa menentukan sasarannya sendiri

2) Motivasi Ekstrinsik

Motivasi ekstrinsik adalah motivasi yang melibatkan diri dalam

sebuah aktivitas sebagai suatu cara mencapai sebuah tujuan.

Motivasi ekstrinsik timbul karena pengaruh dan faktor-faktor yang

datang dari luar. Motivasi ini sering dipengaruhi oleh faktor intensif

eksternal seperti imbalan dan hukuman (Santrock, 2011: 261).

Ormrod (2008: 60) menjelaskan motivasi ekstrinsik

menimbulkan seseorang melakukan sesuatu sebagai sarana untuk

mencapai tujuan, bukan sebagai tujuan pada dirinya sendiri. Seperti

halnya motivasi instrinsik, motivasi ekstrinsik perlu diberikan dalam

proses pembelajaran. Adapun cara yang dapat dilakukan guru untuk

meningkatkan motivasi ekstrinsik adalah sebagai berikut.

a) Menggunakan pujian yang efektif.

b) Mengajari siswa memuji diri sendiri.

c) Menggunakan nilai sebagai insentif.

23
d. Indikator Motivasi

Motivasi mempunyai peranan besar dalam memandu proses belajar

menuju pada tujuan yang akan dicapai. Motivasi dapat timbul karena

faktor intrinsik maupun faktor ekstrinsik. Setiap siswa memiliki motivasi

belajar yang berbeda sesuai dengan pengaruh faktor tersebut. Oleh

karena itu guru menerapkan berbagai macam kegiatan yang dapat

meningkatkan motivasi belajar siswa.

Brophy (1983: 200) menjelaskan bahwa secara spesifik, motivasi

belajar terjadi ketika siswa melibatkan diri mereka dengan sengaja dalam

tugas kelas dan mencoba menguasai konsep atau ketrampilan. Siswa

yang termotivasi untuk belajar akan menganggap tugas kelas tidak hanya

menyenangkan dan mengasyikkan melainkan juga beramakna dan

bermanfaat serta mencoba mendapatkan manfaat yang diinginkan dari

tugas tersebut. Habgood (2011 : 171) menjelaskan bahwa seseorang

termotivasi secara intrinsik apabila dia melakukan aktivitas sesuai

dengan keinginannya sendiri tanpa mengharapkan imbalan. Indikator

motivasi belajar dapat diklasifikasikan sebagai berikut (Hamzah B.Uno,

2016: 31):

1) adanya hasrat dan keinginan berhasil;

2) adanya dorongan dan kebutuhan dalam belajar;

3) adanya harapan dan cita-cita masa depan;

4) adanya penghargaan dalam belajar;

5) adanya kegiatan yang menarik dalam belajar;

24
6) adanya lingkungan belajar yang kondusif, sehingga memungkinkan

seseorang siswa dapat belajar dengan baik.

Motivasi mendorong siswa untuk melakukan aktivitas dalam

rangka mencapai tujuan belajarnya. Motivasi akan membuat seseorang

memiliki perilaku yang terarah dalam melakukan kegiatan. Sudjana

(2014: 61) menyatakan keberhasilan proses belajar dapat dilihat pada

motivasi belajar yang ditunjukkan siswa selama kegiatan belajar

berlangsung. Keberhasilan proses belajar di kelas dapat ditunjukan

dengan kegiatan siswa berikut ini.

1) Siswa menunjukkan minat dan perhatian terhadap pelajaran.

2) Siswa bersemangat dalam melakukan tugas-tugas belajarnya.

3) Siswa bertanggungjawab dalam mengerjakan tugas-tugas belajarnya.

4) Siswa menunjukkan reaksi terhadap stimulus yang diberikan oleh

guru.

5) Siswa merasa senang dan puas dalam mengerjakan tugas yang

berikan.

Berdasarkan indikator motivasi yang diuraikan diatas, dapat

disimpulkan bahwa indikator motivasi yang dikembangkan dalam

penelitian ini adalah:

1) gigih dalam menghadapi hambatan;

2) tertarik terhadap kegiatan pembelajaran;

3) tekun dalam mengerjakan tugas;

4) memiliki kemauan belajar yang tinggi.

25
5) adanya keinginan untuk berhasil.

e. Metode Pengukuran Motivasi

Guru perlu mengetahui berbagai cara untuk mengukur motivasi

siswa dalam mengikuti pembelajaran. Dengan mengetahui berbagai cara

pengukuran motivasi, guru dapat memperoleh sumber informasi serta

data yang lebih kaya dibandingkan dengan mengetahui satu pengukuran

saja. Pengukuran motivasi dapat dilakukan melalui cara-cara yang

ditunjukkan pada tabel berikut.

Tabel Metode Pengukuran Motivasi Schunk, Pintrich&Meece


(2012:19)

Kategori Definisi
Observasi langsung Contoh-contoh perilaku dari pilihan tugas,
usaha dan kegigihan
Penilaian skala oleh Penilaian yang dilakukan oleh pengamat
individu lain terhadap murid pada berbagai karakteristik
yang mengindikasikan motivasi
Pelaporan diri Penilaian individu mengenai dirinya sendiri
Kuesioner Penilaian skala tertulis pada items(unit-unit
pertanyaan), atau jawaban-jawaban terhadap
pertanyaan-pertanyaan
Wawancara Respons lisan terhadap pertanyaan-pertanyaan
Ingatan kembali yang Ingatan kembali tentang berbagai pemikiran
terstimulasi yang menyertai kinerja diri pada berbagai
waktu
Penyuaraan pemikiran Verbalisasi pemikiran, tindakan, dan emosi diri
sambil mengerjakan sebuah tugas.
Dialog Percakapan di antara dua atau lebih individu.

Pada penelitian ini, motivasi diukur dengan menggunakan skala penilaian

diri. Penilaian skala motivasi mencakup berbagai karakteristik yang mencakup

indikasi adanya motivasi dalam diri siswa.

26
3. Keaktifan

a. Pengertian Keaktifan Siswa

Pendidikan dilaksanakan untuk mewujudkan suasana belajar dan proses

belajar yang dapat mengembangkan potensi siswa secara optimal. Dalam

mengembangkan potensi, siswa diharapkan aktif dalam kegiatan pembelajaran.

Bredderman (1983: 501) menjelaskan bahwa aktivitas siswa meliputi kualitas

memotivasi dan kemampuan siswa untuk memecahkan masalah dan memahami

fenomena alam. Aktivitas siswa terkait pembelajaran aktif sering dimulai dengan

presentasi tantangan, masalah atau peristiwa yang membingungkan dan kemudian

diakhiri dengan diskusi kelas. Siswa yang memiliki motivasi belajar yang tinggi

akan memiliki kemampuan dalam memecahkan masalah dan aktif dalam

pembelajaran.

Dalam Undang-undang Republik Indonesia Nomor 20 Tahun 2003

mengenai Sistem Pendidikan Nasional dijelaskan bahwa siswa diharapkan aktif

dalam mengembangkan potensi dalam belajar. Keaktifan siswa dalam belajar

dapat berupa kegiatan fisik yang mudah diamati maupun kegiatan psikis yang

tidak mudah diamati. Michael (2004:223) menjelaskan bahwa pembelajaran aktif

didefinisikan sebagai metode pembelajaran yang melibatkan siswa dalam proses

pembelajaran. Belajar aktif mengharuskan siswa untuk melakukan kegiatan

belajar yang berarti dan berpikir apa yang mereka lakukan.

Dimyati (2006: 44) menjelaskan bahwa siswa merupakan makhluk yang

aktif dalam pembelajaran. Siswa memiliki dorongan, kemauan dan keinginan

untuk melakukan sesuatu. Pada hakekatnya, belajar adalah proses aktif dimana

27
seseorang melakukan kegiatan untuk merespon setiap proses pembelajaran. Lebih

lanjut, Dimyati (2006: 51) menyatakan belajar aktif merupakan langkah

pembelajaran yang menyenangkan. Dalam kegiatan pembelajaran siswa dituntut

untuk selalu aktif dalam memproses dan mengolah hasil belajar. Untuk dapat

memproses dan mengolah hasil belajar secara efektif, siswa dituntut untuk aktif

secara fisik, intelektual, dan emosional.

Proses pembelajaran berhubungan erat dengan aktivitas belajar yang

dilakukan oleh siswa. Hal ini diperjelas oleh pendpat Reed (2008:189) yang

menjelaskan bahwa aktivitas belajar dan proses berhubungan satu sama lain.

Belajar di kelas memerlukan aktivitas yang didalamnya terdapat interaksi.

Sebaliknya, belajar dan interaksi semua disatukan dalam sebuah aktivitas belajar.

Pat Hollingsworth (2008: viii) menjelaskan bahwa belajar aktif terjadi ketika

siswa terlibat secara terus menerus, baik mental maupun fisik. Pembelajaran aktif

akan muncul ketika siswa bersemangat dan siap secara mental. Siswa yang aktif

dalam pembelajarannya akan memperoleh pengetahuan yang akan selalu diingat

oleh siswa. Pada dasarnya pengetahuan diperoleh dari pengalaman yang dialami

langsung oleh siswa itu sendiri.

Keaktifan siswa tidak dapat terpisahkan dari kegiatan apa yang dilakukan

selama proses pembelajaran. Dimyati dan Mudjono (2009: 114) menjelaskan

bahwa keaktifan siswa dalam pembelajaran mengambil beraneka bentuk kegiatan,

dari kegiatan fisik yang mudah diamati sampai kegiatan psikis yang sulit diamati.

Kegiatan fisik berarti siswa aktif dengan anggota badan yang dapat diamati,

seperti membaca, menulis, memeragakan, dan mengukur. Kegiatan psikis adalah

28
apabila secara mental dan intelektual siswa banyak berfungsi dalam proses

pembelajaran seperti mengingat kembali isi pelajaran menggunakan pengetahuan

yang dimiliki dalam memecahkan masalah yang dihadapi, menyimpulkan,

membandingkan satu konsep dengan yang lain dan kegiatan psikis lainnya.

Hal senada diungkapkan oleh Nana Sudjana (2016: 61) bahwa penilaian

proses pembelajaran dilihat dari sejauh mana keaktifan siswa dalam mengikuti

pembelajaran. Keaktifan siswa dapat dilihat ketika siswa berperan dalam

pembelajaran seperti aktif bertanya kepada siswa maupun guru, berdiskusi

kelompok dengan siswa lain, mempu menemukan masalah serta memecahkan

masalah tersebut dan dapat menerapkan apa yang telah diperoleh untuk

menyelesaikan persoalan yang dihadapinya.

Siswa yang aktif dalam pembelajaran melakukan kegiatan-kegiatan ang

melibatkan dirinya sendiri untuk melakukan sesuatu berkaitan dengan proses

pembelajaran. Bonwell & Eison (2010: 1) menjelaskan bahwa pembelajaran aktif

mencakup berbagai kegiatan yang melibatkan siswa dalam melakukan sesuatu dan

memikirkan hal-hal yang mereka lakukan. Pembelajaran aktif dapat digunakan

untuk melibatkan siswa dalam berpikir kritis dan kreatif, berbicara dalam sebuah

komunitas, mengekspresikan gagasan melalui tulisan, mengeksplorasi sikap dan

nilai pribadi, memberi dan menerima umpan balik dan merefleksikan proses

pembelajaran.

Soltanzadeh, Hashemi, & Shahi (2013: 127) menjelaskan bahwa

pembelajaran aktif melibatkan siswa dalam beberapa kegiatan yang merangsang

mereka untuk memikirkan dan bereaksi terhadap informasi yang disajikan.

29
Dengan pembelajaran aktif, siswa diminta mengembangkan ketrampilan dalam

menangani konsep dan menganalisa, mensintesis, dan mengevaluasi informasi

yang diberikan dalam diskusi dengan siswa lain melalui pengajuan pertanyaan

atau tulisan. Hal ini senada dengan pendapat Vickery (2014:20) yang menjelaskan

bahwa karakteristik dimana siswa lakukan dalam belajar disebut dengan bermain

dan mengeksplor, belajar aktif, dan mencipta serta berpikir kritis. Keaktifan siswa

meliputi semua kegiatan siswa dalam proses pembelajaran yang dilakukan terus

menerus dalam hal kegiatan fisik dan kegiatan berpikir.

Dari beberapa pendapat di atas dapat disimpulkan bahwa keaktifan siswa

adalah keterlibatan siswa dalam proses pembelajaran yang dilakukan secara terus

menerus baik secara fisik, psikis, intelektual dan emosional.

b. Jenis-Jenis Keaktifan Belajar

Keaktifan merupakan salah satu indikator dalam keberhasilan suatu

pembelajaran. Pembelajaran menjadi bermakna apabila siswa secara aktif terlibat

dalam proses pembelajaran. Michael (2006:160) menyatakan “the process of

keeping students mentally, and often physically, active in their learning throught

activities that involve them in gathering information, thinking, and problem

solving”. Pembelajaran merupakan proses mengarahkan mental dan fisik siswa

dalam mengumpulkan informasi, berpikir, dan memecahkan masalah. Guru

diharapkan mampu membuat suatu pembelajaran yang melibatkan mental dan

fisik siswa untuk aktif mengumpulkan informasi dan memecahkan masalah yang

ditemukan dalam pembelajaran.

30
Kekatifan sering dikaitkan dengan interaksi siswa dalam sebuah kelas.

Sirinterlikci, et al (2009:15) menyatakan bahwa bentuk keaktifan paling tidak

meliputi satu atau beberapa konsep yaitu menjalin komunikasi dengan diri sendiri,

komunikasi dengan orang lain, mengamati hal-hal penting untuk dikomunikasikan

dan melakukan hal-hal berdasarkan pengamatan dan komunikasi yang telah

dilakukan. Untuk menciptakan pembelajaran yang dapat mengaktifkan siswa

diperlukan desain dan persiapan guru yang mantap. Hal ini dipertegas oleh

pendapat Levine (2014:273-274) yang mengemukakan “... those resources might

be better spent on effort designed to directly improve teacher preparation and

qualification...”.

Dalam sebuah pembelajaran terdapat berbagai kegiatan yang dapat

dikategorikan sebagai kegiatan yang aktif. Paul D. Dierich melalui Sardiman

(2016: 101) mengkasifikasikan keaktifan belajar siswa ke dalam 8 kelompok

berikut ini.

1) Visual activities, misalnya: membaca, memerhatikan gambar

demonstrasi, percobaan, dan pekerjaan orang lain.

2) Oral activities, misalnya: menyatakan, merumuskan, bertanya,

memberi saran, mengeluarkan pendapat, mengadakan wawancara,

diskusi, dan interupsi.

3) Listening activities, misalnya: mendengarkan uraian, percakapan,

diskusi, musik dan pidato.

4) Writing activities, misalnya: menulis cerita, karangan, angket, dan

menyalin.

31
5) Drawing activities, misalnya: menggambar, membuat grafik, peta dan

diagram.

6) Motor activities, misalnya: melakukan percobaan, membuat

konstruksi, model mereparasi, bermain, berkebun dan beternak.

7) Mental activities, misalnya: menanggapi, mengingat, memecahkan

soal, menganalisis, melihat hubungan, dan mengambil keputusan.

8) Emotional activities, misalnya menaruh minat, merasa bosan, gembira,

bersemangat, bergairah, berani, tenang dan gugup.

Dalam penelitian ini, aktivitas siswa yang diharapkan antaralain bertanya,

mengeluarkan pendapat, diskusi, mendengarkan, membaca, memerhatikan

gambar, bermain, mengambil keputusan, dan bersemangat dalam pembelajaran.

Getrude M. Whipple (Oemar Hamalik, 2015: 173) juga membagi kegiatan-

kegiatan siswa sebagai berikut:

1) bekerja dengan alat-alat visual;

2) ekskursi dan trip;

3) mempelajari masalah-masalah;

4) mengapresiasi literatur;

5) ilustrasi dan konstruksi;

6) bekerja menyajikan informasi; dan

7) cek dan tes.

Berdasarkan pendapat Getrude tersebut maka kegiatan bermain

menggunakan game edukatif merupakan salah satu kegiatan siswa yang

mengindikasikan adanya keaktifan. Kegiatan bermain game edukatif termasuk

32
dalam kegiatan bekerja dengan alat-alat visual. Game edukatif merupakan alat

visual dalam pembelajaran sehingga kegiatan pembelajaran yang menggunakan

game edukatif merupakan kegiatan yang berkaitan dengan keaktifan siswa.

Dengan demikian dapat disimpulkan bahwa keaktifan siswa meliputi beberapa

kegiatan siswa dalam proses pembelajaran yang dilakukan terus menerus seperti

membaca, mendengarkan, menulis, bermain, diskusi, memecahkan masalah,

mengambil keputusan, dan bersemangat dalam pembelajaran.

c. Ciri-ciri Keaktifan Siswa

Salah satu prinsip dari belajar adalah adanya keaktifan. Dalam proses

pembelajaran, siswa selalu menampakkan keaktifan yang beraneka ragam

bentuknya. Mulai dari kegiatan fisik yang berupa membaca, menulis, mendengar,

dan lain sebagainya. Kegiatan psikis misalnya menyimpulkan hasil percobaan

atau membandingkan satu konsep dengan yang lain (Dimyati & Mudjiono, 2002:

44-45). Dengan kata lain, dalam proses pembelajaran keaktifan siswa ada yang

dapat diamati dan ada pula yang tidak dapat diamati.

Keaktifan siswa dalam mata pelajaran IPA dapat dilakukan dengan

menyelesaikan permainan. Dengan melakukan kegiatan bermain, siswa dapat

mengembangkan aktivitas belajar. Keaktifan belajar pada proses pembelajaran

menurut Nana Sudjana (2016: 61) dapat dilihat sebagai berikut.

1) Turut serta dalam melaksanakan tugas belajarnya.


2) Terlibat dalam pemecahan masalah.
3) Bertanya kepada siswa lain atau kepada guru apabila tidak memahami
persoalan yang dihadapinya.
4) Berusaha mencari berbagai informasi yang diperlukan untuk
pemecahan masalah.
5) Melaksanakan diskusi kelompok sesuai dengan petunjuk guru.
6) Menilai kemampuan dirinya dan hasil-hasil yang diperolehnya.

33
7) Melatih diri dalam memecahkan atau menerapkan apa yang telah
diperolehnya dalam menyelesaikan tugas atau persoalan yang
dihadapinya.

Keaktifan terjadi dalam proses pembelajaran apabila siswa turut aktif

menentukan tujuan pembelajaran. Mc Keachie (Dimyati,2015: 119)

mengungkapkan bahwa terdapat beberapa aspek terjadinya keaktifan yaitu adanya

partisipasi siswa dalam menetapkan tujuan pembelajaran, adanya tekanan pada

aspek afektif dalam belajar siswa, interaksi siswa dalam pembelajaran,

kekompakan kelas sebagai kelompok belajar, kebebasan dan kesempatan belajar

yang diberikan kepada siswa, dan pemberian waktu untuk menanggulangi

masalah siswa. Dapat disimpulkan bahwa keaktifan siswa dapat terlihat dari

adanya pastisipasi siswa dalam pembelajaran, adanya interaksi siswa, dan adanya

aktivitas siswa yang berkaitan dengan aspek afektif/sikap siswa selama

pembelajaran.

Proses pembelajaran yang dilakukan oleh guru hendaknya merupakan

pembelajaran yang mengaktifkan siswa. Sebuah pembelajaran dikatakan dapat

mengaktifkan siswa apabila memuat ciri-ciri belajar aktif. Hamzah B. Uno &

Nurdin Mohamad (2011: 33) menjelaskan ciri-ciri proses pembelajaran yang

mengaktifkan siswa antara lain sebagai berikut.

1) Siswa aktif mencari dan memberikan informasi, bertanya, bahkan


dalam membuat kesimpulan.
2) Adanya interaksi aktif secara terstruktur dengan siswa.
3) Adanya kesempatan bagi siswa untuk menilai hasil karyanya sendiri.
4) Adanya pemanfaatan sumber belajar secara optimal.

34
Dari pendapat di atas, dapat diketahui bahwa keaktifan siswa dapat terlihat

dalam proses pembelajaran apabila terjadi aktivitas siswa yang terus meneus

mengolah informasi dengan memanfaatkan berbagai sumber belajar yang optimal

dan adanya interaksi antar siswa di dalam proses pembelajaran.

Berdasarkan beberapa pendapat di atas, indikator keaktifan siswa dalam

penelitian ini meliputi: 1) interaksi siswa dalam pembelajaran; 2) terlibat dalam

pemecahan masalah; 3) aktif mengungkapkan pendapat; 4) memanfaatkan sumber

belajar yang tersedia; dan 5) menekankan aspek afektif dalam belajar.

d. Manfaat Keaktifan dalam Pembelajaran

Pembelajaran yang menekankan pada keaktifan belajar memiliki manfaat

yang positif dalam proses pembelajaran. Rooney (2012:107) menjelaskan bahwa

siswa aktif dalam pembelajaran apabila pembelajaran tersebut sesuai dengan

tujuan. Pembelajaran melibatkan keaktifan siswa. Pembelajaran direncanakan

dengan mempertimbangkan pengalaman yang sudah dimiliki dan minat siswa.

Cook (2013:538) menjelaskan bahwa salah satu hal yang menarik dalam

pembelajaran adalah pengenalan aktivitas. Pengenalan aktivitas ini efektif untuk

menggunakan kembali pengetahuan yang telah dihasilkan sebelumnya.

Pembelajaran yang mengaktifkan siswa akan menjadikan pembelajaran

menjadi lebih efektif. Hal ini sesuai dengan pendapat Fallon, et al (2013:2) yang

menjelaskan bahwa pendekatan pembelajaran berbasis aktivitas belajar lebih

efektif daripada metode ceramah tradisional dalam pembelajaran. Oemar Hamalik

(2015: 175) menyebutkan manfaat keaktifan siswa dalam proses pembelajaran

antara lain sebagai berikut.

35
1) Siswa memiliki pengalaman langsung yang dialami sendiri.
2) Mengembangkan seluruh aspek pribadi siswa.
3) Memupuk kerjasama.
4) Siswa belajar dan bekerja berdasarkan minat dan kemampuan.
5) Memupuk disiplin belajar dan suasana belajar yang kondusif.
6) Pembelajaran dan belajar dilaksanakan secara realistik dan konkret.
7) Pembelajaran dan kegiatan belajar menjadi hidup.

Keaktifan memiliki peranan penting dalam pembelajaran. Martinis Yamin

(2013: 77) menjelaskan keaktifan siswa dalam proses pembelajaran akan dapat

merangsang dan mengembangkan bakat yang dimilikinya, berpikir kritis, dan

dapat memecahkan masalah-masalah dalam kehidupan sehari-hari. Guru dalam

mengajar dapat berinovasi dalam pembelajaran sehingga merangsang keaktifan

siswa.

Hal senada juga disampaikan oleh Marno & Idris (2016: 150)0o9

bahwa belajar aktif dapat membantu siswa untuk menghidupkan dan melatih

memori siswa agar bekerja dan berkembang secara optimal. Pembelajaran dapat

dilakukan dengan menggunakan media visual yang ditunjukkan oleh guru kepada

siswa. Siswa dapat menyimpulkan sesuatu dari apa yang dilihat. Belajar aktif juga

merupakan cara untuk membuat siswa aktif melalui aktivitas kerja kelompok.

e. Cara-cara Menumbuhkan Keaktifan Siswa

Keaktifan belajar dalam suatu proses pembelajaran penting untuk

mengembangkan potensi dalam diri siswa. Siswa yang aktif belajar baik di

sekolah maupun lingkungan luar sekolah akan cenderung lebih bisa

mengembangkan potensi bakat yang dimiliki dalam diri siswa itu sendiri. Selain

itu, keaktifan belajar juga dapat merangsang siswa untuk berpikir kritis dan dapat

memecahkan suatu permasalahan.

36
Sten (Dimyati, 2006: 62) menyatakan bahwa peran seorang guru akan

berpengaruh kepada siswa untuk memperoleh pengetahuan dan ketrampilan di

dalam proses pembelajaran. Kegiatan yang diberikan oleh guru hendaknya akan

dapat menuntut siswa untuk selalu aktif mencari, memperoleh, dan mengolah

hasil belajar siswa. Keaktifan belajar pada siswa dapat ditimbulkan dengan

melakukan berbagai kegiatan dalam proses pembelajaran antaralain sebagai

berikut.

1) Menggunakan metode dan media pembelajaran.

2) Memberikan tugas secara individual maupun kelompok.

3) Membentuk kelompok-kelompok kecil dan memberikan kesempatan

keada siswa untuk melaksanakan eksperimen atau percobaan.

4) Memberikan tugas mempelajari/membaca bahan pelajaran dalam buku

pelajaran, atau menyuruh siswa untuk mencatat hal-hal yang kurang

jelas.

5) Mengadakan tanya jawab dan diskusi.

Dalam proses pembelajaran guru dapat merencanakan suatu pembelajaran

yang sistematis untuk merangsang keaktifan siswa. Tentu saja hal ini tidak

terlepas dari faktor-faktor yang mempengaruhi keaktifan siswa. Gagne dan Briggs

dalam Martinis Yamin (2013: 84) mengemukakan bahwa faktor-faktor yang dapat

menumbuhkan keaktifan siswa dalam proses pembelajaran antara lain sebagai

berikut.

1) Memberikan keaktifan belajar dan menarik perhatian siswa sehingga

mereka berperan aktif dalam kegiatan pembelajaran.

37
2) Menjelaskan tujuan pembelajaran kepada siswa.

3) Meningkatkan kompetensi belajar kepada siswa.

4) Memberikan stimulus berupa masalah, topik dan konsep yang akan

dipelajari.

5) Memunculkan aktivitas dan partisipasi siswa dalam kegiatan

pembelajaran.

6) Memberikan umpan balik kepada siswa.

7) Menyimpulkan setiap materi yang disampaikan di akhir pembelajaran.

Silberman (2013: 20) menjelaskan bahwa pembelajaran yang aktif tidak

akan terjadi anpa partisipasi siswa. Ada banyak cara untuk membangun respon

dan partisipasi siswa dalam kelas, salah satunya dengan menggunakan permainan.

Permainan merupakan kegiatan yang menyenangkan untuk menarik ide-ide,

pengetahuan atau ketrampilan-ketrampilan siswa. Permainan juga digunakan

untuk merangsang energi dan partisipasi siswa.

Selain dengan permainan, salah satu hal yang dapat dilakukan untuk

mengaktifkan pembelajaran adalah dengan membangun minat siswa dlaam

pembelajaran. Salah satu cara untuk membangun minat siswa adalah dengan cerita

awal atau visual yang menarik. Visual yang menarik ini dapat kita masukkan ke

dalam sebuah permainan. Permainan yang memiliki visual menarik pasti akan

membangun minat belajar siswa sehingga keaktifan siswa dalam pembelajaran

akan meningkat.

Berdasarkan uraian pendapat di atas, dapat diambil kesimpulan bahwa

faktor-faktor yang dapat menumbuhkan serta merangsang keaktifan belajar siswa

38
dalam proses pebelajaran adalah keaktifan belajar atau perhatian siswa,

kemampuan dasar siswa, kompetensi belajar siswa, stimulus yang diberikan

kepada siswa, partisipasi siswa, umpan balik siswa maupun oleh guru,

kemampuan kognitif siswa dan materi pembelajaran. Beberapa faktor tersebut

dapat diwujudkan dengan mengembangkan media yang dapat merangsang minat,

motivasi dan keaktifan belajar siswa yaitu game edukatif.

5. Pembelajaran IPA di SD

Istilah IPA (Ilmu Pengetahuan Alam) juga dikenal dengan istilah sains.

Wonorahardjo (2010:11) menjelaskan bahwa sains berasal dari bahasa latin

“scientia” yang memiliki arti pengetahuan atau tahu tentang ilmu pengetahuan,

pengertian suatu pemahaman yang benar dan mendalam. Sedangkan dalam bahasa

Inggris, sains berasal dari kata science yang berarti ilmu pengetahuan. Jadi dapat

disimpulkan bahwa Ilmu Pengetahuan Alam secara harfiah merupakan ilmu yang

mempelajari peristiwa-peristiwa yang terjadi di alam.

IPA tidak hanya bertumpu pada pegetahuan tentang konsep saja, melainkan

juga pada proses mencari tahu tentang konsep tersebut. Hal ini diperjelas oleh

Greenfield (Liversidge, et al, 2009: 153) “if pupils are thinking, discussing and

doing, then their mind will be actively involved. Their recall of information and

undestanding will be aided by active approach”. Berdasarkan pendapat tersebut

dapat dikeahi bahwa kegiatan berpikir, diskusi dan melakukan suatu eksperimen

atau kegiatan dapat mengaktifkan otak siswa. Sehingga dapat dikatakan bahwa

39
IPA memiliki peran serta dalam pembentukan kepribadian, ketrampilan dan

perkembangan intelektual siswa.

IPA membahas berbagai peristiwa alam yang terdapat di dunia ini. Samatowa

(2011: 3) mengemukakan bahwa IPA membahas tentang gejala-gejala alam yang

disusun secara sistematis yang didasarkan pada hasil percobaan dan pengamatan

yang dilakukan oleh manusia. Dari berbagai pendapat di atas dapat disimpulkan

bahwa IPA merupakan disiplin ilmu yang memiliki nilai ilmiah yang diperoleh

melalui pengumpulan data dengan eksperimen, pengamatan dan deduksi untuk

menghasilkan penjelasan tentang gejala alam yang dapat dipercaya. IPA tersususn

secara sistematis, teoritis, rangkaian konsep serta meliputi unsur produk, proses,

aplikasi dan sikap.

Carin & Sund (Samatowa, 2011: 20) mengemukakan bahwa IPA terdisi atas

tga unsur antaralain :

a. Proses, merupakan metode yang mencakup pengamatan, membuat

hipotesa, merancang dan melakukan percobaan, mengukur dan proses-

proses pemahaman kealaman lainnya.

b. Produk, meliputi fakta, prinsip, hukum, teori, kaidah dan sebagainya.

c. Sikap, meliputi memecayai, menghargai, menanggapi, menerima dan

sebagainya.

IPA dikembangkan melalui tiga hal tersebut untuk mencapai pemahaman

pada tahapan selanjutnya. Hal ini senada dengan pendapat Johnson (Ward, et al,

2010 :6) yaitu “science development with a three threads, conceptual,

understanding, skill and atitudes”. Unsur-unsur tersebut yang menjadikan IPA

40
sebagai ilmu yang memiliki nilai ilmiah, tersusun secara sistematis, memiliki

keterkaitan antar konsep IPA dan dapat diterapkan dalam kehidupan sehari-hari.

Sains memiliki peranan yang sangat penting bagi kehidupan manusia.

Manusia tidak pernah terlepas dengan alam. Wonoraharjo (2011: 12-14)

menjelaskan fungsi pokok sains, antaralain :

a. Sains membantu manusia untuk berpikir dalam suatu pola yang sistematis.

b. Sains dapat menjelaskan tentang alam serta hubungan satu sama lain antar

gejala alam.

c. Sains dapat digunakan untuk meramalkan gejala alam yang akan terjasi

berdasarkan pola gejala alam yang dipelajari.

d. Sains digunakan untuk menguasai alam dan mengendalikannya demi

kepentingan manusia.

e. Sains digunakan untuk melestarikan alam karena sumbangan ilmunya

mengenai alam.

Jadi, sains membantu manusia untuk berpikir logis dalam menghadapi

kejadian alam yang terjadi. Dengan mempelajari sains,manusia dapat memiliki

wawasan terhadap gejala alam serta melakukan pencarian untuk mengatasi

permasalahan yang sedang terjadi. Dengan demikian pembelajaran IPA di SD

dapat melatih dan memberikan kesempatan kepada siswa untuk mengembangkan

ketrampilan-ketrampilan proses dan berpikir kritis serta bertindak secara rasional

terhadap persoalan yang bersifat ilmiah. Ketrampilan yang diberikan kepada siswa

sebisa mungkin disesuaikan dengan tingkat perkembangan usia dan karaktersitik

41
siswa usia sekolah dasar sehingga siswa menguasai ketampilan tersebut secara

optimal.

IPA mendorong dan membangkitkan keingintahuan anak tentang dunia di

sekitarnya. Ward (2010: 7) menjelaskan “science is about simulating and exciting

children’s curiosity about the world around them”. Pembelajaran IPA di SD

meliputi benda, makhluk hidup dna peristiwa alam yang dapat diindera dan dapat

diukur serta memiliki suatu keterkaitan. Siswa diusahakan mendapatkan

pengalaman langsung dalam mengungkap obyek dan persoalan IPA dengan

menggunakan metode ilmiah dan sikap ilmiah yang tepat.

Terdapat beberapa sikap yang harus dikembangkan pada anak usia sekolah

dasar. Sikap ilmiah yang dapat dikembangkan pada anak usia SD/MI menurut

Harlen (Bundu, 2006: 141) yaitu: 1) sikap ingin tahu; 2) sikap respek terhadap

data/fakta; 3) sikap berpikir kritis; 4) sikap penemuan dna kreativitas; 5) sikap

berpikir terbuka dan kerjasama; 6) sikap ketekunan; dan 7) sikap peka terhadap

lingkungan sekita. Sikap-sikap tersebut dapat membantu siswa untuk mencapai

tujuan dengan optimal.

Berdasarkan uraian di atas dapat disimpulkan bahwa pembelajaran IPA di

sekolah dasar disesuaikan dengan tingkat perkembangan siswa. Cakupan

pembeljarannya meliputi benda, makhluk hidup, dan peristiwa alam yang dapat

diindera dan dapat diukur serta memiliki suatu keterkaitan. Siswa diharapkan

mendapatkan pengalaman langsung dalam mengungkap obyek dan persoalan IPA

dengan menggunakan metode ilmiah dan sikap ilmiah yang tepat secara bertahap

dan berkesinambungan.

42
B. Kajian Penelitian yang Relevan

1. Penelitian yang dilakukan oleh Henni Sofie Astuti (2017) tentang

Pengembangan Bahan ajar multimedia untuk Meningkatkan Motivasi Belajar

Siswa Kelas V SD Negeri Klegung 1 Kabupaten Sleman. Hasil penelitian

berupa bahan ajar struktur bumi menggunakan lectora inspire yang layak dan

efektif untuk meningkatkan motivasi belajar siswa.

2. Penelitian yang dilakukan oleh Riska Gantari (2017) tentang Pengembangan

Media Game Edukatif pada Materi Tata Surya untuk Meningkatkan Motivasi

Belajar dan Keaktifan Siswa Kelas VI SD Negeri Kenaran 2 Kabupaten

Sleman. Hasil penelitian menunjukkan bahwa media game edukatif layak dan

efektif untuk meningkatkan motivasi belajar dan keaktifan siswa.

3. Penelitian oleh Fadillah Salsabilla (2021) tentang Pengembangan Media

Pembelajaran Berbasis Web Google Sites pada Pembelajaran IPA Sekolah

Dasar. Hasil uji validasi media menunjukkan bahwa media pembelajaran

berbasis web Google Sites pada pembelajaran IPA kelas IV Sekolah Dasar

layak digunakan pada kegiatan pembelajaran.

Berdasarkan hasil penelitian di atas dapat dilihat bahwa bahan ajar

multimedia dapat memberikan dampak yang signifikan terhadap motivasi belajar

dan keaktifan siswa siswa. Hal ini dapat dimungkinkan karena dengan

penggunaan bahan ajar multimedia yang berkaitan dengan materi yang akan

dipelajari akan menarik perhatian siswa, materi mudah dipelajari, menimbulkan

rasa ingin tahu dari dalam diri siswa, membuat siswa

berani mengambil keputusan, dan memiliki kesempatan untuk membuat suatu hal

43
yang berbeda dari siswa lainnya. Diharapkan dengan penggunaan bahan ajar

multimedia dalam pembelajaran dapat meningkatkan motivasi belajar siswa serta

keaktifan siswa.

C. Kerangka Pikir

Motivasi adalah salah satu faktor penting dalam proses pembelajaran.

Motivasi memberikan dorongan dan energi bagi siswa untuk melakukan aktivitas

fisik maupun mental. Motivasi belajar tumbuh dan berkembang dalam diri

sehingga mampu membangun pembelajaran yang bermakna. Motivasi belajar

berperan untuk memperjelas tujuan belajar yang berkaitan dengan kebermaknaan

belajar. Guru berperan dalam upaya meningkatkan motivasi belajar siswa di kelas.

Oleh karena itu, guru haruslah mampu membangun situasi belajar yang kondusif

sehingga tercapailah tujuan pembelajaran.

Tujuan pembelajaran yang akan dicapai salah satunya dengan terwujudnya

suasana belajar dengan siswa aktif mengembangkan potensi dirinya dalam

pembelajaran. Berdasarkan hasil observasi di sekolah ditemukan berbagai kendala

dalam pelaksanaan pembelajaran pada mata pelajaran IPA. Kendala tersebut

meliputi motivasi dan keaktifan siswa yang tergolong rendah. Siswa kelas VI SD

lebih menyukai aktivitas pembelajaran yang menyenangkan daripada

mendengarkan penjelasan guru yang membosankan. Siswa lebih banyak

mencurahkan perhatian kepada teman sebangku bahkan sibuk dengan aktivitasnya

sendiri. Pembelajaran yang masih berpusat pada guru menyebabkan keaktifan

44
siswa rendah. Siswa hanya mendengarkan penjelasan dari guru sehingga kurang

adanya interaksi dalam pembelajaran.

Motivasi dan keaktifan siswa sangat dipengaruhi dengan adanya inovasi

pembelajaran yang dilakukan oleh guru. Guru harus berinovasi mengembangkan

bahan ajar yang menarik dan efektif sebagai syarat keberhasilan proses

pembelajaran. Pada pembelajaran IPA guru telah menggunakan media berupa

gambar dan alat peraga edukatif. Media tersebut kurang menarik dan efektif

dalam meningkatkan motivasi dan keaktifan siswa. Bahan ajar multimedia akan

memancing keingintahuan sehingga memunculkan motivasi belajar siswa. Unsur-

unsur multimedia yang terdapat dalam bahan ajar yang menarik akan mampu

meningkatkan motivasi siswa. Berdasarkan penjelasan yang telah dikemukakan

sebelumnya, maka dapat dibuat bagan kerangka pikir sebagai berikut.

Motivasi belajar siswa masih rendah Keaktifan siswa masih rendah ditandai
yang ditandai dengan perhatian siswa dengan kurangnya interaksi dalam
yang tidak fokus dalam pembelajaran, pembelajaran. Siswa cenderung
mendengarkan penjelasan guru dan tidak
sibuk dengan aktivitasnya sendiri, rasa
telihat aktif dalam pembelajaran.
keingintahuan siswa yang kurang, tidak
antusias dalam pembelajaran, mudah
menyerah dan kurang berusaha
menyelesaikan tugas.

Kebutuhan bahan ajar yang menarik untuk


meningkatkan motivasi belajar dan
keaktifan siswa

Bahan ajar multimedia berbasis google sites yang dilengkapi dengan audio, teks, visual dan animasi yang
menarik dan berisi muatan materi pelajaran IPA untuk kelas V SD serta memiliki karakteristik yang
menyenangkan, memotivasi, serta interaktif sehingga menumbuhkan keaktifan siswa untuk belajar.

Gambar 1. Kerangka Pikir

45
D. Pertanyaan Penelitian

1. Bagaimana kelayakan bahan ajar multimedia menurut ahli materi di kelas V

SD Muhammadiyah Tempuran?

2. Bagaimana kelayakan bahan ajar multimedia menurut ahli media di kelas V

SD Muhammadiyah Tempuran?

3. Bagaimanakah keefektivan bahan ajar multimedia untuk meningkatkan

motivasi belajar dan keaktifan siswa kelas V SD Muhammadiyah Tempuran?

4. Bagaimana perbedaan pengaruh bahan ajar multimedia untuk meningkatkan

motivasi belajar dan keaktifan siswa kelas V SD Muhammadiyah Tempuran?

46

Anda mungkin juga menyukai