Anda di halaman 1dari 24

BAB II

KAJIAN PUSTAKA

2.1 Pembelajaran Terpadu

2.1.1 Pengertian Pembelajaran Terpadu

Dunia pendidikan sekarang ini semakin maju, dengan menggunakan metode-

metode pembelajaran yang mengarah pada peningkatan mutu pendidikan untuk

mencapai tujuan pendidikan. Menurut Wolfinger (dalam Hernawan, 2011: 4.1)

terdapat dua istilah yang secara teoritis memiliki hubungan yang saling terkait dan

ketergantungan satu dan lainnya, yaitu integrated learning (pembelajaran terpadu)

dan integrated curriculum (kurikulum terpadu). Istilah pembelajaran terpadu

berasal dari kata integreted teaching and learning atau integreted curriculum

approach. Konsep ini telah lama dikemukakan oleh John Dewey sebagai usaha

untuk mengintegrasikan perkembangan dan pertumbuhan siswa maupun

kemampuan pengetahuannya (Beans dalam Sa’ud, dkk., 2006: 4).

Pembelajaran terpadu sebagai suatu konsep dapat diartikan sebagai

pendekatan pembelajaran yang melibatkan beberapa mata pelajaran untuk

memberikan pengalaman yang bermakna pada siswa. Dikatakan bermakna karena

dalam pembelajaran terpadu, siswa akan memahami konsep-konsep yang mereka

pelajari melalui pengalaman langsung dan menghubungkannya dengan konsep lain

yang sudah mereka pahami (Hernawan, 2011: 1.5).

Fokus perhatian pembelajaran terpadu terletak pada proses yang ditempuh

siswa saat berusaha memahami isi pembelajaran sejalan dengan bentuk-bentuk

keterampilan yang harus dikembangkannya (Aminuddin dalam Hernawan, 2011:


1.5). Berdasarkan hal tersebut, maka pengertian pembelajaran terpadu dapat dilihat

sebagai: (1) suatu pendekatan pembelajaran yang menghubungkan berbagai mata

pelajaran yang mencerminkan dunia nyata di sekeliling serta dalam rentang

kemampuan dan perkembangan anak, (2) suatu cara untuk mengembangkan

pengetahuan dan keterampilan anak secara serempak (simultan), dan (3) merakit

atau menghubungkan sejumlah konsep dalam beberapa mata pelajaran yang

berbeda, dengan harapan siswa akan belajar dengan lebih baik dan bermakna

(Hernawan, 2011: 1.5).

Perolehan keutuhan belajar, pengetahuan, serta kebulatan pandangan tentang

kehidupan dan dunia nyata hanya dapat direfleksikan melalui pembelajaran terpadu

(William dalam Sa’ud, dkk., 2006: 5). Pembelajaran terpadu merupakan

pendekatan yang mengintegrasikan beberapa mata pelajaran yang terkait secara

harmonis untuk memberikan pengalaman belajar yang bermakna kepada siswa.

Dari beberapa kutipan di atas disimpulkan bahwa pembelajaran terpadu

adalah suatu pembelajaran yang menekankan keterlibatan siswa dalam belajar

sehingga membuat anak aktif terlibat dalam proses pembelajaran tersebut. Dalam

pembelajaran terpadu anak akan memahami konsep-konsep yang dipelajari itu

melalui pengalaman langsung dan menghubungkannya dengan konsep lain yang

sudah dipahami untuk memberikan pengalaman yang bermakna pada siswa.

2.1.2 Karakteristik Pembelajaran Terpadu

Penerapan pembelajaran terpadu disekolah dasar bisa disebut sebagai suatu

upaya untuk memperbaiki kualitas pendidikan. Menurut Depdikbud (dalam

Trianto, 2011: 61), pembelajaran terpadu sebagai suatu proses mempunyai

beberapa karakteristik atau ciri-ciri yaitu, holistik, bermakna, otentik, dan aktif.

Sedangkan menurut Hernawan (2011: 1.7) sebagai suatu proses, pembelajaran


terpadu memiliki ciri-ciri sebagai berikut: (1) berpusat pada siswa (student

centered), (2) memberikan pengalaman langsung pada siswa (direct experiences),

(3) pemisahan antara mata pelajaran menjadi tidak begitu jelas, (4) menyajikan

konsep dari berbagai bidang studi dalam suatu proses pembelajaran, (5) bersifat

luwes (fleksibel), dan (6) hasil pembelajaran dapat berkembang sesuai dengan

minat dan kebutuhan siswa.

Sedangkan menurut Kunandar (dalam http://edukasi. kompasiana.com: 2007)

karakteristik pembelajaran terpadu sebagai berikut: (1) pembelajaran berpusat pada

anak, (2) belajar melalui proses pengalaman langsung, (3) sarat dengan muatan

saling keterkaitan, sehingga batasan antar mata pelajaran tidak begitu jelas, (4)

lebih menekankan kebermaknaan dan pembentukan pemahaman, dan (5) lebih

mengutamakan proses daripada hasil.

Selanjutnya karakteristik pembelajaran menurut Karli dalam Shalih (http://el-

shalih.blogspot.com: 2003) pembelajaran terpadu memiliki beberapa macam

karakteristik, yaitu: (1) berpusat pada anak (studend center), (2) memberi

pengalaman langsung pada anak, (3) pemisahan antara bidang studi tidak begitu

jelas, (4) menyajikan konsep dari berbagai bidang studi dalam suatu proses

pembelajaran, (5) bersifat luwes, (6) hasil pembelajaran dapat berkembang sesuai

dengan minat dan kebutuhan anak, (7) holistik, (8) bermakna, (9) otentik, dan (10)

aktif.

Dapat disimpulkan bahwa karakteristik pembelajaran terpadu adalah

pembelajaran yang holistik, bermakna, otentik, aktif, berpusat pada anak. Dengan

demikian pembelajaran terpadu melibatkan siswa langsung dalam proses

pembelajarannya karena pembelajaran yang diperoleh merupakan pengalaman

langsung oleh siswa.


2.1.3 Manfaat Pembelajaran Terpadu

Rudi (dalam blogspot.com: 2010) mengemukakan manfaat penggunaan

pembelajaran terpadu, yaitu: (1) setiap topik pada mata pelajaran mempunyai

keterkaitan konsep, (2) siswa memanfaatkan keterampilannya yang dikembangkan

dari keterkaitan antar konsep, (3) membuat hubungan inter dan antar mata

pelajaran, (4) membantu siswa dalam memecahkan masalah dan berpikir kritis, (5)

meningkatkan daya ingat (retensi) terhadap materi, dan (6) transfer pembelajaran

dapat mudah terjadi.

Selanjutnya Hernawan (2011: 1.15) menguraikan beberapa manfaat

pembelajaran terpadu, antara lain: (1) penggabungan berbagai materi mata

pelajaran akan hemat, (2) siswa dapat melihat hubungan-hubungan yang bermakna,

(3) meningkatkan taraf kecakapan berfikir siswa, (4) pembelajaran yang terpotong-

potong sedikit sekali terjadi, (5) memberikan penerapan-penerapan dunia nyata, (6)

penguasaan materi pembelajaran akan semakin baik dan meningkat, (7)

pengalaman belajar antarmata pelajaran sangat positif untuk membentuk

pendekatan pembelajaran menyeluruh, (8) motivasi belajar dapat diperbaiki dan

ditingkatkan, (9) membantu menciptakan struktur kognitif atau pengetahuan awal

siswa yang dapat menjembatani pemahaman yang terkait, dan (10) terjadi

kerjasama yang lebih meningkat antara para guru, para siswa, guru-

orang/narasumber yang lain.

Dapat disimpulkan bahwa manfaat pembelajaran terpadu adalah melatih

siswa untuk semakin banyak membuat hubungan inter dan antar mata pelajaran,

sehingga siswa mampu memproses informasi dengan cara yang sesuai daya

pikirnya dan memungkinkan berkembangnya jaringan konsep-konsep serta


membantu siswa dapat memecahkan masalah dan berpikir kritis untuk dapat

dikembangkan melalui keterampilan dalam situasi nyata.

2.1.4 Jenis-jenis Pembelajaran Terpadu

Ditinjau dari cara memadukan konsep, keterampilan, topik, dan unit

tematisnya, Fogarty (dalam Hernawan, 2011: 1.21) mengemukakan bahwa

terdapat sepuluh jenis model pembelajaran terpadu yaitu: connected

(keterhubungan), webbed (jaring laba-laba), integrated (keterpaduan), nested

(sarang), squenced (urutan/rangkaian), shared (bagian), thereaded (galur),

immersed (celupan), networked (jaringan), dan fragmented (penggalan).

Menurut hasil pengkajian Tim Pengembang PGSD (dalam Hernawan, 2011:

1.26) terdapat tiga model pembelajaran terpadu yang nampaknya paling cocok atau

tepat diterapakan di SD yaitu:

1) Model connected
Model connected (keterhubungan) adalah model pembelajaran terpadu
yang secara sengaja diusahakan untuk menghubungkan satu konsep
dengan konsep lain, satu topik dengan topik lain, satu keterampilan
dengan keterampilan lain, tugas-tugas yang dilakukan dalam satu hari
dengan tugas-tugas dilakukan hari berikutnya, bahkan ide-ide yang akan
dipelajari pada semester berikutnya di dalam satu mata pelajaran.
2) Model webbed
Model webbed (jaring laba-laba) adalah model pembelajaran terpadu yang
menggunakan pendekatan tematik. Pendekatan ini dimulai dengan
menentukan tema, yang kemudian dikembangkan menjadi subtema
dengan memperhatikan keterkaitan tema tersebut dengan mata pelajaran
yang terkait.
3) Model integgreted
Model integrated merupakan pembelajaran terpadu yang menggunakan
antarmata pelajaran. Model ini diusahakan dengan cara mengabungkan
mata pelajaran dengan cara menetapkan prioritas kurikuler dan
menentukan keterampilan, konsep, dan sikap yang saling tumpang tindih
di dalam beberapa mata pelajaran.

Di sini penulis mengambil model connected untuk dikaji lebih lanjut, karena

model ini secara nyata mengorganisasikan atau mengintegrasikan satu konsep,

keterampilan, atau kemampuan yang ditumbuh kembangkan dalam suatu pokok


bahasan atau subpokok bahasan lain, dalam satu bidang studi, jadi penulis merasa

perlu memperkenalkan model pembelajaran terpadu khususnya model connected di

Sekolah Dasar.

2.1.5 Langkah-langkah Pembelajaran Terpadu

Pada dasarnya langkah-langkah pembelajaran terpadu mengikuti tahap-tahap

yang dilalui dalam setiap model pembelajaran yang meliputi tiga tahap yaitu tahap

perencanaan, tahap pelaksanaan dan tahap evaluasi (Prabowo dalam Trianto, 2011:

63). Langkah-langkah pembelajaran terpadu bersifat luwes dan fleksibel artinya

sintaks dalam pembelajaran terpadu dapat diakomodasikan dari berbagai model

pembelajaran yang dikenal dengan istilah setting atau merekonstruksi. Sedangkan

menurut Hadisubroto (Trianto, 2011: 63 ), dalam merancang pembelajaran

setidaknya ada empat hal yang perlu diperhatikan yaitu menentukan tujuan,

menentukan materi atau media, menyusun skenario pembelajaran, dan menentukan

evaluasi.

Trianto (2011: 64-65) berpendapat bahwa dalam merancang pembelajaran

terpadu terdapat tiga langkah yang harus dilakukan, yaitu:

1. Tahap Perencanaan Pembelajaran

a) Menentukan materi pelajaran dan jenis keterampilan yang akan


dipadukan. Karakteristik mata pelajaran menjadi pijakan untuk kegiatan
awal ini.
b) Memilih kajian materi, standar kompetensi, kompetensi dasar, dan
indikator. Langkah ini akan mengarahkan guru untuk menentukan
subketerampilan yang dapat diintegrasikan dalam suatu pembelajaran.
c) Menentukan subketerampilan yang dipadukan. Secara umum
keterampilan-keterampilan yang harus dikuasai meliputi keterampilan
berpikir, keterampilan sosial, dan keterampilan mengorganisasi, yang
masing-masing terdiri dari sub-sub keterampilan.
d) Merumuskan indikator hasil belajar. Berdasarkan kompetensi dasar dan
subketerampilan yang telah dipilih dirumuskan indikator. Setiap indikator
dirumuskan menurut kaidah penulisan yang meliputi, audience,
behaviour, condition, dan degree.
e) Menentukan langkah-langkah pembelajaran. Langkah ini diperlukan
sebagai strategi guru untuk mengintegrasikan setiap subketerampilan yang
telah dipilih pada setiap langkah pembelajaran

2. Tahap Pelaksanaan

Trianto (2011: 65) mengemukakan prinsip-prinsip utama dalam

pelaksanaan pembelajaran terpadu meliputi:

a) Guru hendaknya tidak menjadi single actor yang mendominasi dalam


kegiatan pembelajaran. Peran guru sebagai fasilitator dalam pembelajaran
memungkinkan siswa menjadi pebelajar sendiri.
b) Pemberian tanggung jawab individu dan kelompok harus jelas dalam
setiap tugas yang menuntut adanya kerja sama kelompok.
c) Guru perlu akomodatif terhadap ide-ide yang terkadang sama sekali tidak
terpikirkan dalam proses perencanaan.
3. Tahap Evaluasi

Tahap evaluasi dapat berupa evaluasi proses pembelajaran dan evaluasi

hasil pembelajaran. Tahap evaluasi menurut Depdiknas (dalam Trianto, 2011:

66), hendaknya meperhatikan prinsip evaluasi pembelajaran terpadu yaitu:

a) Memberi kesempatan kepada siswa untuk mengevaluasi diri di samping

bentuk evaluasi lain.

b) Guru perlu mengajak para siswa untuk mengevaluasi perolehan belajar,

kriteria keberhasilan, dan pencapaian tujuan yang akan dicapai.

Sementara itu, Sintaks (pola urutan) dari model pembelajaran terpadu tipe

connected (terhubung) menurut Prabowo dalam Asrul (dalam

http://www.sekolahdasar.net: 2010) sebagai berikut :

1. Tahap Perencanaan:

1) menentukan tujuan pembelajaran umum

2) menentukan tujuan pembelajaran khusus

Langkah-langkah yang ditempuh oleh guru:

a. menyampaikan konsep pendukung yang harus dikuasai siswa.


b. menyampaikan konsep-konsep yang akan dikuasai oleh siswa

c. menyampaikan keterampilan proses yang dapat dikembangkan

d. menyampaikan alat dan bahan yang akan digunakan

e. menyampaikan pertanyaan kunci

2. Tahap Pelaksanaan, meliputi:

1) pengelolaan kelas; dengan membagi kelas kedalam beberapa kelompok

2) kegiatan proses

3) kegiatan pencatatan data

4) diskusi secara klasikal

3. Evaluasi, meliputi:

1) Evaluasi proses , berupa:

a. ketepatan hasil pengamatan

b. ketepatan dalam penyusunan alat dan bahan

c. ketepatan siswa saat menganalisis data

2) Evaluasi produk:

penguasaan siswa terhadap konsep-konsep/materi sesuai dengan tujuan

pembelajaran khusus yang telah ditetapkan.

3) Evaluasi psikomotor:

kemampuan penguasaan siswa terhadap penggunaan alat ukur.

Dari kutipan di atas maka yang dimaksud dengan pembelajaran terpadu

model connected adalah pembelajaran mengintegrasikan satu konsep,

keterampilan, atau kemampuan yang ditumbuhkembangkan dalam suatu pokok

bahasan atau subpokok bahasan lain, dalam satu bidang studi. Langkah-langkah

pembelajaran terpadu meliputi tiga tahap, yaitu (1) Tahap perencanaan


pembelajaran, yaitu menentukan jenis materi dan jenis keterampilan yang akan

dipadukan, menentukan kompetensi dasar, indikator dan hasil belajar, (2)

Pelaksanaan, yaitu pengelolaan kelas, kegiatan proses, kegiatan pencatatan data,

serta diskusi, dan (3) Tahap evaluasi, yaitu evaluasi proses, hasil dan psikomotor.

Model connected penekanannya terletak pada integrasi inter bidang studi, secara

nyata menghubungkan satu konsep dengan konsep lain, satu topik dengan topik

lain, satu keterampilan dengan keterampilan lain, tugas yang dilakukan dalam satu

hari dengan tugas yang dilakukan pada hari berikutnya, serta ide-ide yang

dipelajari pada satu semester dengan semester berikutnya

2.1.6 Pembelajaran Terpadu Model Connected

2.1.6.1 Pengertian Pembelajaran Terpadu Model Connected

Menurut Fogarty (dalam endahresnandari.blogspot.com: 2011)

connected model is model focuses on making explicit connections with each

subject area, connecting one topic to the next, connecting one concept to

another, connecting a skill to relatied skill, connecting one day’s work to

the next, or even one semester’s ideas to the next. Artinya, model terhubung

adalah model keterkaitan dalam tiap-tiap bidang, mengaitkan topik satu

dengan selanjutnya, mengaitkan konsep satu dengan konsep lainnya,

mengaitkan keterampilan satu dengan keterampilan lain, mengaitkan tugas

pada hari ini dengan selanjutnya atau ide-ide yang dipelajari pada satu

semester dengan ide-ide yang dipelajari pada semester berikutnya.


Maksud dari uraian diatas adalah model pembalajaran ini menyajikan

hubungan yang eksplisit dalam suatu mata pelajaran yaitu menghubungkan

satu topik dengan topik yang lain, satu konsep dengan konsep yang lain,

satu keterampilan dengan keterampilan yang lain, satu tugas ke tugas yang

berikutnya. Pada pembelajaran model ini kunci utamanya adalah adanya

satu usaha sadar untuk menghubungkan bidang kajian dalam satu disiplin

ilmu. Bila kita memandang konsep koneksi ini, rincian dari satu disiplin

ilmu terfokus kepada bagian-bagian yang sebenarnya saling berhubungan.

Sehingga akan terjadi serangkaian materi satu menjadi prasarat materi

berikutnya atau satu materi mendukung materi berikutnya, atau materi satu

menjadi prasarat atau berhubungan sehingga apa yang dipelajari

menjadikan belajar yang bermakna.

Sedangkan Fogarty (dalam Trianto, 2011: 39) mengemukakan bahwa

model keterhubungan (connected) merupakan model integrasi studi. Model

ini secara nyata mengorganisasikan atau mengintegrasikan satu konsep,

keterampilan, atau kemampuan yang ditumbuhkembangkan dalam suatu

pokok bahasan atau subpokok bahasan lain, dalam satu bidang studi. Kaitan

dapat diadakan secara spontan atau direncanakan terlebih dahulu. Dengan

demikian pembelajaran akan lebih bermakna dan efektif.

Dengan kata lain bahwa pembelajaran terpadu model Connected

adalah pembelajaran yang mengaitkan satu pokok bahasan dengan pokok

bahasan berikutnya, mengaitkan satu konsep dengan konsep lain,

mengaitkan satu keterampilan dengan keterampilan lain, dan dapat juga

mengaitkan pekerjaan hari ini dengan pekerjaan hari berikutnya dalam

suatu bidang studi (Hadisubroto dalam Trianto, 2011: 40).


Dari beberapa pendapat di atas, dapat disimpulkan bahwa

pembelajaran terpadu model connected adalah pembelajaran

mengintegrasikan satu konsep, keterampilan, atau kemampuan yang

ditumbuhkembangkan dalam suatu pokok bahasan atau subpokok bahasan

lain, dalam satu bidang studi.

2.1.6.2 Keunggulan dan Kelemahan Pembelajaran Terpadu Model Connected

Hernawan (2011: 1.27) mengemukakan beberapa kelebihan dan

kelemahan pembelajaran terpadu model connected, antara laian:

Kelebihan pembelajaran terpadu model connected:


1) Dengan mengkaitkan ide-ide dalam satu mata pelajaran, siswa
memiliki kauntungan gambaran yang besar seperti halnya satu mata
pelajaran yang terfokus pada satu aspek.
2) Konsep-konsep kunci dikembangkan siswa secara terus-menerus
sehingga terjadi internalisasi.
3) Mengkaitkan ide-ide dalam satu mata pelajaran memungkinkan siswa
mengkaji, mengkonseptualisasi, memperbaiki, dan mengasimilasi ide
secara berangsur-angsur dan memudahkan transver atau pemindahan
ide-ide tersebut dalam memecahkan masalah.
Kelemahan pembelajaran terpadu model connected:
1) Berbagai mata pelajaran didalam model ini tetap terpisah dan nampak
tidak terkait, walaupun hubungan dibuat secara eksplisit antara mata
pelajaran (interdisiplin).
2) Guru tidak didorong untuk bekerja secara bersama-sama sehingga isi
pelajaran tetap terfokus tanpa merentangkan konsep-konsep dan ide-
ide antara mata pelajaran.
3) Usha-usaha yang terkonsentrasi untuk mengintegrasikan ide-ide
dalam suatu mata pelajaran dapat mengabaikan kesempatan untuk
mengembangkan hubungan yang lebih global dengan mata pelajaran
lain.

Menurut Fogarty (dalam Trianto, 2011: 40-41) ada beberapa

kelebihan dan kelemahan pembelajaran terpadu model connected antara

lain sebagai berikut:

Kelebihan pembelajaran terpadu model connected:


1) Dengan pengintegrasian interbidang studi, maka siswa mempunyai
gambaran yang luas sebagaimana suatu bidang studi yang terfokus
pada suatu aspek tertentu.
2) Siswa dapat mengembangkan konsep-konsep.
3) Mengintegrasikan ide-ide dalam interbidang studi memungkinkan
siswa mengkaji, mengkonseptualisasi, memperbaiki serta
mengasimilasi ide-ide dalam memecahkan masalah.

Kelemahan pembelajaran terpadu model connected:


1) Masih terlihat terpisahnya interbidang studi.
2) Tidak mendorong guru untuk bekerja secara tim, sehingga isi
pelajaran tidak terfokus tanpa merentangkan konsep serta ide-ide
antar bidang studi.
3) Dalam memadukan ide-ide pada satu bidang studi, maka usaha untuk
mengembangkan keterhubungan antar bidang studi menjadi
terabaikan.

Dari kutipan di atas dapat disimpulkan bahwa kelebihan model

pembelajaran terpadu model connected adalah siswa mempunyai gambaran

yang luas dari beberapa aspek tertentu serta siswa dapat mengkaji,

mengkonseptualisasi, memperbaiki, dan mengasimilasi ide. Sedangkan

kelemahan dari model pembelajaran terpadu model connected adalah

berbagai bidang studi masih tetap terpisah dan nampak tidak ada hubungan

meskipun hubungan-hubungan itu telah disusun secara jelas di dalam satu

bidang studi.

2.1.6.3 Langkah-Langkah Pembelajaran Terpadu Model Connected

Langkah-langkah pembelajaran terpadu model connected yang

dilaksanakan didasarkan pada langkah- langkah connected yang terdiri dari

enam langkah atau fase. Adapun fase-fase dalam pembelajaran ini seperti

disajikan dalam tabel berikut:


Tabel 1. Fase-Fase Pembelajaran Terpadu Model Connected

Tahap Kegiatan Guru


Fase 1 1. Mengkaitkan pelajaran sekarang dengan
Pendahuluan pelajaran sebelumnya
2. Memotivasi siswa
3. Memberi pertanyaan pada siswa untuk
mengetahui konsep-konsep yang sudah
dikuasai oleh siswa
4. Menjelaskan tujuan pembelajaran
Fase 2 1. Presentasi konsep-konsep yang harus
Presentasi materi dikuasai siswa melalui demonstrasi
2. Presentasi keterampilan proses yang
dikembangkan
3. Presentasi alat dan bahan yang
dibutuhkan
4. Pemodelan menggunakan media
Fase 3 1. Menempatkan siswa ke dalam
Membimbing kelompok-kelompok belajar
pelatihan 2. Mengingatkan cara siswa bekerja dan
berdiskusi secara kelompok
3. Membagi LKS
4. Memberikan bimbingan
5. Mengumpulkan hasil kerja kelompok
setelah batas waktu yang ditentukan
Fase 4 1. Meminta salah satu anggota kelompok
Menelaah belajar untuk mempresentasikan hasil
pemahaman dan kegiatan sesuai dengan LKS yang telah
memberikan dikerjakan
umpan balik 2. Meminta anggota kelompok lain
menanggapi hasil presentasi
3. Membimbing siswa menyimpulkan
hasil diskusi

Fase 5 1. Mengecek dan memberikan umpan


Mengembangkan balik terhadap tugas yang dilakukan
dengan 2. Membimbing siswa menyimpulkan
memberikan seluruh materi pembelajaran yang beru
kesempatan untuk saja dipelajari
pelatihan lanjutan 3. Memberi tugas rumah
dan penerapan
Fase 6 Guru membantu siswa untuk
Menganalisis dan melakukan refleksi atau evaluasi
mengevaluasi terhadap kinerja mereka.
(sumber: Trianto, 2011: 68)
Langkah-langkah pembelajaran dalam penelitian ini dilaksanakan

dengan merujuk pada langkah-langkah pembelajaran yang dikemukakan

oleh Trianto (2011: 68).

2.2 Media

2.2.1 Pengertian Media

Kata media berasal dari bahasa Latin Medius yang secara harfiah berarti

tengah, perantara, atau pengantar. Tetapi secara lebih khusus, pengertian media

dalam proses pembelajaran cenderung diartikan sebagai alat-alat grafis, fotografis,

atau elektronis untuk menangkap, memproses, dan menyusun kembali informasi

visual atau verbal (Arsyad, 2009: 3). Sejalan dengan pendapat tersebut, Gagne

dalam Angkowo dan Kosasih (2007: 10) mengartikan media adalah berbagai jenis

komponen dalam lingkungan siswa yang dapat merangsang siswa untuk belajar.

Sementara itu Briggs dalam Sadiman (2006: 6) berpendapat bahwa media adalah

segala alat fisik yang dapat menyajikan pesan serta merangsang siswa untuk

belajar.

Media juga dapat diartikan sebagai segala sesuatu yang dapat dipergunakan

untuk menyalurkan pesan, merangsang pikiran, perasaan, perhatian, dan kemauan

siswa, sehingga dapat terdorong terlibat dalam proses pembelajaran (Angkowo dan

Kosasih, 2007: 10). Bila media adalah sumber belajar, maka secara luas media

dapat diartikan dengan manusia, benda, ataupun peristiwa yang memungkinkan

anak didik memperoleh pengetahuan dan ketrampilan. Peranan media tidak akan

terlihat bila penggunaannya tidak sejalan dengan isi dari tujuan pengajaran yang

telah dirumuskan. Karena itu, tujuan pengajaran harus dijadikan sebagai pangkal

acuan untuk menggunakan media. Manakala diabaikan, maka media bukan lagi
sebagai alat bantu pengajaran, tetapi sebagai penghambat dalam pencapaian tujuan

secara efektif dan efisien (Djamarah dan Zain, 2006: 121).

Dari beberapa pendapat di atas, maka penulis dapat menyimpulkan bahwa

media adalah segala sesuatu yang dapat dipergunakan untuk menyalurkan pesan.

Selain itu media secara mendasar berpotensi memberikan peluang bagi siswa untuk

mengembangkan kepribadian dan dapat merangsang pikiran, dapat membangkitkan

semangat, perhatian, dan kemauan siswa sehingga dapat mendorong terjadinya

proses pembelajaran pada diri siswa.

2.2.2 Fungsi dan Manfaat Media

Dalam proses pembelajaran kehadiran media mempunyai arti yang cukup

penting. Karena dalam kegiatan tersebut ketidakjelasan materi yang disampaikan

dapat dibantu dengan menghadirkan media sebagai perantara. Dalam pemilihan

media perlu diketahui fungsi media tersebut agar penggunaan media sesuai dengan

tujuan pembelajaran yang ingin dicapai (Djamarah dan Zain, 2006: 120).

Salah satu fungsi media pembelajaran adalah sebagai alat bantu

pembelajaran, yang ikut mempengaruhi situasi, kondisi dan lingkungan belajar

dalam rangka mencapai tujuan pembelajaran yang telah diciptakan dan didesain

oleh guru. Dengan fungsi itu, media pembelajaran harus dijadikan bagian integral

dari keseluruhan proses pembelajaran itu sendiri. Menurut Angkowo dan Kosasih

(2007: 27) Media yang baik digunakan dalam pembelajaran adalah yang memiliki

tingkat relevansi dengan tujuan, materi dan karakteristik siswa.

Dilihat dari wewenang dan interaksinya dalam pembelajaran, guru adalah

orang yang paling menguasai materi, mengetahui tujuan apa yang mesti dibuat dan

mengenali betul kebutuhan siswanya. Dengan demikian, sebaiknya media juga

dibuat oleh guru, karena guru mengetahui secara pasti kebutuhan untuk
pembelajarannya, termasuk permasalahan-permasalahan yang dihadapi siswa pada

materi yang diajarkannya.

Guru dapat lebih mengefektifkan pencapaian kompetensi/ tujuan

pembelajaran melalui penggunaan media secara optimal, sebab media ini memiliki

nilai dan manfaat yang sangat menguntungkan, diantaranya: (1) Membuat konkrit

konsep-konsep yang abstrak, (2) Menghadirkan objek-objek yang terlalu berbahaya

atau sukar didapat ke dalam lingkungan belajar, (3) Menampilkan objek yang

terlalu besar atau kecil, dan (4) Memperlihatkan gerakan-gerakan yang terlalu

cepat atau lambat (Hernawan, dkk, 2007: 13).

Menurut Wilkinson dalam Angkowo dan Kosasih (2007: 14), ada beberapa

hal yang perlu diperhatikan dalam memilih media pembelajaran, yakni tujuan,

ketepatgunaan, keadaan siswa, ketersediaan, dan biaya.

Manfaat menggunakan media pembelajaran menurut Hernawan, dkk (2007:

12) yaitu:

1) Memungkinkan siswa berinteraksi secara langsung dengan


lingkungannya,
2) Memungkinkan adanya keseragaman pengamatan atau persepsi belajar
pada masing-masing siswa,
3) Membangkitkan motivasi siswa,
4) Menyajikan informasi belajar secara konsisten dan dapat diulang maupun
disimpan menurut kebutuhan,
5) Menyajikan pesan atau informasi belajar secara serempak bagi seluruh
siswa,
6) Mengatasi keterbatasan waktu dan ruang, dan
7) Mengontrol arah dan kecepatan belajar siswa.

Dick dan Carey dalam Sadiman (2006: 86) menyebutkan empat faktor yang
perlu dipertimbangkan dalam pemilihan media, pertama adalah ketersediaan
sumber setempat. Artinya, bila media yang bersangkutan tidak terdapat pada
sumber-sumber yang ada, harus dibeli atau dibuat sendiri. Kedua adalah
apakah untuk membeli atau memproduksi sendiri tersebut ada dana, tenaga
dan fasilitasnya. Ketiga adalah faktor yang menyangkut keluwesan,
kepraktisan dan ketahanan media yang bersangkutan untuk waktu yang lama.
Artinya media bisa digunakan di mana pun dengan peralatan yang ada
disekitarnya dan kapan pun serta mudah dijinjing dan dipindahkan. Dan yang
keempat adalah efektivitas biaya dalam jangka waktu yang panjang.
Jenis media dalam pembelajaran adalah sebagai berikut : (1) media grafis

seperti gambar, foto, grafik, bagan, diagram, poster, kartun, dan komik. Media

grafis sering juga disebut media dua dimensi, yaitu media yang mempunyai ukuran

panjang dan lebar, (2) media tiga dimensi yaitu media dalam bentuk model padat,

model penampang, model susun, model kerja, dan diorama, (3) media proyeksi

seperti slide, film strips, film, dan OHP, dan (4) lingkungan sebagai media

pembelajaran.

Akhirnya penulis dapat menyimpulkan bahwa media adalah alat bantu apa

saja yang dapat dijadikan sebagai penyalur pesan sehingga dapat merangsang

perhatian, minat, pikiran, dan perasaan siswa dalam kegiatan belajar untuk

mencapai tujuan belajar.

2.2.3 Media grafis

Menurut Sadiman (2006: 28) media grafis termasuk media visual. Media

grafis berfungsi untuk menyalurkan pesan dari sumber ke penerima pesan. Saluran

yang dipakai menyangkut indera penglihatan. Sedangkan menurut Santyasa

(file.upi.edu: 2007) Media grafis adalah suatu penyajian secara visual yang

menggunakan titik-titik, garis-garis, gambar-gambar, tulisan-tulisan, atau simbol

visual yang lain dengan maksud untuk mengihtisarkan, menggambarkan, dan

merangkum suatu ide, data atau kejadian.

Unsur-unsur media grafis sering disebut sebagai unsur-unsur visual, terdiri


dari: titik, garis, bidang, bentuk, ruang, warna, dan tekstur. Jenis-jenis media
grafis meliputi: (1) sketsa yaitu gambar sederhana; (2) gambar yaitu bahasa
bentuk/rupa yang umum; (3) grafik yaitu pemakaian lambang visual untuk
menjelaskan suatu perkembangan suatu keadaan; (4) bagan yaitu penyajian
ide-ide atau konsep-konsep secara visual yang sulit bila hanya disampaikan
secara tertulis atau lisan; (5) poster yaitu perpaduan antara gambar dan
tulisan untuk menyampaikan informasi, saran, seruan, peringatan, atau ide-
ide lain; (6) kartoon dan karikatur yaitu gambaran tentang seseorang, suatu
buah pikiran atau keadaan dapat dituangkan dalam bentuk lukisan yang lucu;
(7) peta datar yaitu penyajian visual yang merupakan gambaran datar dari
permukaan bumi; (8) papan flanel yaitu untuk menyajikan pesan-pesan
tertentu kepada sasaran tertentu, (9) papan buletin yaitu untuk menerangkan
sesuatu, dan (10) diagram yaitu suatu gambar sederhana yang menggunakan
garis-garis dan simbol-simbol (Sadiman, 2006: 28-49).

Sedangkan kelebihan yang dimiliki media grafis adalah: bentuknya


sederhana, ekonomis, bahan mudah diperoleh, dapat menyampaikan
rangkuman, mampu mengatasi keterbatasan ruang dan waktu, tanpa
memerlukan peralatan khusus dan mudah penempatannya, sedikit
memerlukan informasi tambahan, dapat membandingkan suatu perubahan,
dapat divariasi antara media satu dengan yang lainnya. Kelemahan media
grafis adalah: tidak dapat menjangkau kelompok besar, hanya menekankan
persepsi indra penglihatan saja, tidak menampilkan unsur audio dan motion
(Santyasa, dalam file.upi.edu: 2007).

Dapat disimpulkan bahwa media grafis adalah suatu penyajian secara visual

yang menggunakan titik-titik, garis-garis, gambar-gambar, tulisan-tulisan, atau

simbol visual yang lain dengan maksud untuk mengihtisarkan, menggambarkan,

dan merangkum suatu ide, data atau kejadian. Media yang digunakan dengan baik

mampu mengarahkan siswa sesuai dengan tujuan yang akan dicapai dalam

pembelajaran, dengan indikator (1) memungkinkan siswa berinteraksi secara

langsung dengan lingkungannya, (2) mengatasi keterbatasan ruang kelas, (3)

mengatasi keterbatasan ukuran benda, (4) mengatasi keterbatasan kecepatan gerak

benda, dan (5) membangkitkan motivasi belajar siswa.

2.3 Aktivitas Belajar

2.3.1 Pengertian Belajar

Ruseffendi dalam Heruman (2007: 5) membagi belajar menjadi dua macam,

yaitu belajar menghafal dan belajar bermakna. Pada belajar menghafal, siswa dapat

belajar dengan menghafalkan apa yang sudah diperolehnya. Sedangkan belajar

bermakna adalah belajar memahami apa yang sudah diperolehnya, dan dikaitkan

dengan keadaan lain sehingga apa yang ia pelajara akan lebih dimengerti.
Belajar adalah suatu proses yang ditandai dengan adanya perubahan pada diri

seseorang sebagai hasil dari pengalaman dan latihan. Perubahan dari hasil belajar

dapat ditimbulkan dalam berbagai bentuk, seperti berubahnya pengetahuan,

pemahaman, sikap dan tingkah laku, kecakapan serta kemampuan (Sa’ud, dkk.,

2006: 3).

Menurut Sagala (2010: 37), belajar adalah suatu proses perubahan perilaku

atau pribadi seseorang berdasarkan praktek atau pengalaman tertentu. Belajar akan

membawa kepada perubahan tingkah laku, kecakapan baru dan merupakan hasil

dari usaha yang disengaja.

Dapat disimpulkan bahwa belajar adalah suatu proses yang kompleks yang

terjadi pada semua orang dan berlangsung seumur hidup, sejak dia masih bayi

hingga ke liang lahat nanti dan suatu proses yang mempunyai tujuan untuk

mengubah sikap dan prilaku, menambah pengetahuan, pemahaman, keterampilan

dan kemampuan. Salah satu pertanda seseorang telah belajar adalah adanya

perubahan tingkah laku dalam dirinya.

2.3.2 Pengertian Aktivitas Belajar

Kamus Besar Bahasa Indonesia (2007: 23) aktivitas adalah keaktifan,

kegiatan. Kunandar (2010: 277) berpendapat bahwa aktivitas adalah keterlibatan

siswa dalam bentuk sikap, pikiran, perbuatan, dan aktivitas dalam kegiatan

pembelajaran guna menunjang keberhasilan proses pembelajaran dan memperoleh

manfaat dari kegiatan tersebut.

Sejalan dengan pendapat diatas, Junaidi (dalam http://wawan-

junaidi.blogspot.com: 2010) menjelaskan aktivitas belajar adalah segenap

rangkaian kegiatan atau aktivitas secara sadar yang dilakukan seseorang yang

mengakibatkan perubahan dalam dirinya berupa perubahan pengetahuan atau


kemahiran yang sifatnya tergantung pada sedikit banyaknya perubahan. Sementara

itu Meyer (2002: 90) berpendapat aktivitas belajar sebagai kegiatan yang dilakukan

oleh siswa untuk mengubah prilakunya melalui pengalaman yang diperoleh secara

langsung dalam proses belajar dan pembelajaran.

Paul B. Diendrich dalam (Sardiman, 1994: 99) menggolongkan aktivitas

yang melibatkan fisik dan mental dalam pembelajaran menjadi 8 bagian, yaitu:

“(1) Visual Activities (kegiatan yang tampak), yaitu segala kegiatan yang
berhubungan dengan aktivitas siswa dalam melihat, mengamat, dan
memperhatikan, (2) Oral Activities (kegiatan lisan), yaitu aktivitas yang
berhubungan dengan kemampuan siswa dalam mengucapkan, melafazkan,
dan berfikir, (3) Listening Activities (kegiatan mendengarkan), kegiatan yang
berhubungan dengan kemampuan siswa dalam berkonsentrasi dalam
menyimak pelajaran, (4) Motor Activities (kegiatan metrik), yaitu segala
keterampilan jasmani siswa untuk mengekspresikan keterampilan bakat yang
dimiliki oleh diri siswa, (5) Drawing Activities (kegiatan menggambar),
yaitusegala sesuatu yang berhubungan dengan aktivitas siswa dalam
menggambar, membuat grafik, peta, dan lainnya, (6) Mental Activities
(kegiatan mental), aktivitas yang berhubungan dengan kemampuan siswa
dalam menanggapi, mengingat, memecahkan soal, menganalisis dan
mengambil keputusan, (7) Writing Activities (kegiatan menulis), segala
kegiatan yang berhubungan dengan aktivitas siswa dalam menulis, dan (8)
Emotional Activities (kegiatan emosional), yaitu kegiatan yang berhubungan
dengan emosi siswa seperti menaruh minat, gembira, bersemangat, dan
berani.

Berdasarkan pendapat para ahli tersebut, maka yang dimaksud aktivitas

belajar adalah segala bentuk kegiatan baik mental maupun emosional yang

bertujuan untuk mengubah perilaku siswa untuk memperoleh pengalaman dan

pengetahuan yang diperoleh secara langsung dalam proses pembelajaran, serta

merupakan kegiatan yang dilakukan seseorang untuk mencapai tujuan

pembelajaran yang diinginkan, dengan indikator (1) visual activities meliputi

memperhatikan media, (2) Oral activities meliputi bertanya, menjawab pertanyaan,

mengeluarkan pendapat, diskusi, (3) Emotional activities meliputi menaruh minat,

gembira, bersemangat, tidak gugup, dan (4) Mental Activities, yaitu menanggapi,

memecahkan soal.
2.4 Hasil Belajar

Hasil belajar merupakan perubahan perilaku yang diperoleh pembelajar setelah

mengalami aktivitas belajar. Perolehan aspek-aspek perubahan tersebut tergantung pada

apa yang dipelajari oleh pembelajar. Apabila pembelajar mempelajari pengetahuan

tentang konsep, maka perubahan perilaku yang diperoleh adalah berupa penguasaan.

Hasil belajar ini sangat dibutuhkan sebagai petunjuk untuk mengetahui sejauh mana

keberhasilan siswa dalam kegiatan belajar yang sudah dilaksanakan. Hasil belajar dapat

diketahui melalui evaluasi untuk mengukur dan menilai apakah siswa sudah menguasai

ilmu yang dipelajari sesuai tujuan yang telah ditetapkan.

Caroll dalam Angkowo dan Kosasih (2007: 51) berpendapat bahwa hasil belajar

siswa dipengaruhi oleh 5 (lima) faktor, yakni: (1) faktor bakat belajar, (2) faktor waktu

yang tersedia untuk belajar, (3) faktor kemampuan individu, (4) faktor kualitas

pengajaran, dan (5) faktor lingkungan. Hasil belajar siswa di sekolah 70% dipengaruhi

oleh kemampuan siswa dan 30% dipengaruhi oleh lingkungan. Berkaitan dengan faktor

dari dalam diri siswa, selain faktor kemampuan, ada juga faktor lain yaitu motivasi,

minat, perhatian, sikap, kebiasaan belajar, ketekunan, kondisi sosial ekonomi, kondisi

fisik dan psikis (Clark dalam Angkowo dan Kosasih 2007: 50).

Menurut Dimyati dan Mudjiono dalam Indramunawar (dalam

http://indramunawar.blogspot.com: 2009) hasil belajar merupakan hal yang dapat

dipandang dari dua sisi yaitu dari sisi siswa dan dari sisi guru. Dari sisi siswa, hasil

belajar merupakan tingkat perkembangan mental yang lebih baik bila dibandingkan pada

saat sebelum belajar. Tingkat perkembangan mental tersebut terwujud pada jenis-jenis

ranah kognitif, afektif, dan psikomotor. Sedangkan dari sisi guru, hasil belajar

merupakan saat terselesikannya bahan pelajaran.


Sedangkan Woordworth (dalam wawan-junaidi.blogspot.com: 2010)

mengemukakan hasil belajar merupakan perubahan tingkah laku sebagai akibat dari

proses belajar. Woordworth juga berpendapat bahwa hasil belajar adalah kemampuan

aktual yang diukur secara langsung. Hasil pengukuran belajar inilah akhirnya akan

mengetahui seberapa jauh tujuan pendidikan dan pengajaran yang telah dicapai.

Dengan demikian, yang dimaksud dengan hasil belajar pada penelitian ini adalah

hasil yang diperoleh siswa setelah siswa tersebut melakukan proses belajar yang

mencakup 3 ranah yaitu: (1) kognitif meliputi pengetahuan, pemahaman, dan penerapan

(2) afektif meliputi sikap dan partisipasi, dan (3) psikomotor meliputi ketrampilan serta

kreatifitas, kemudian diwujudkan dalam bentuk skor atau angka setelah melalui tes, serta

dapat membentuk pribadi individu yang selalu ingin mencapai hasil yang lebih baik lagi

sehingga akan merubah cara berpikir serta menghasilkan perilaku kerja yang lebih baik.

2.5 Pengertian Matematika

Suwangsih (2006: 3) berpendapat bahwa kata matematika berasal dari perkataan

Latin “Mathematika” yang mulanya diambil dari perkataan Yunani “Mathematike” yang

berarti mempelajari. Perkataan itu mempunyai asal katanya “Mathema” yang berarti

pengetahuan atau ilmu (knowledge, science). Matematika mengkaji benda abstrak (benda

pikiran) yang disusun dalam suatu sistem aksiomatis dengan menggunakan simbol

(lambang) dan penalaran deduktif Sutawijaya (dalam Aisyah, 2007: 1). Sedangkan Reys

(dalam Suwangsih, 2006: 4) berpendapat bahwa matematika adalah telaahan tentang pola

dan hubungan, suatu jalan atau pola berpikir, suatu seni, suatu bahasa dan suatu alat.

James dan James (dalam Suwangsih 2006: 4), matematika adalah ilmu tentang

logika, mengenai bentuk, susunan, besaran, konsep-konsep yang berhubungan satu

dengan lainnya. Matematika terbagi dalam tiga besar yaitu aljabar, analisis, dan
geometri. Tetapi ada pendapat yang menyatakan bahwa matematika terbagi menjadi

empat bagian, yaitu aritmatika, aljabar, geometris, dan analisis dengan aritmatika

mencakup teori bilangan dan statistika.

Permendiknas no. 22 (Depdiknas, 2006: 148) tentang standar isi tujuan matematika

menyebutkan bahwa pembelajaran matematika pada satuan pendidikan SD/MI memiliki

ruang lingkup yang meliputi aspek-aspek yaitu: (a) bilangan, (b) geometri dan

pengukuran, dan (c) pengolahan data.

Berdasarkan beberapa pengertian yang telah dikemukakan di atas dapat

disimpulkan bahwa Matematika merupakan suatu ilmu yang mempelajari jumlah-jumlah

yang diketahui melalui proses perhitungan dan pengukuran yang dinyatakan dengan

angka-angka atau simbol-simbol, matematika memiliki ruang lingkup yang meliputi

aspek-aspek yaitu: (a) bilangan, (b) geometri dan pengukuran, dan (c) pengolahan data.

2.6 Pengertian Cooperative Learning

Model Cooperative learning memungkinkan semua siswa dapat menguasai materi

pada tingkat penguasan yang sama. Cooperative learning adalah suatu model

pembelajaran dimana siswa belajar dan bekerja dalam kelompok-kelompok secara

kolaboratif yang anggotanya 4-6 orang dengan struktur kelompok heterogen (Slavin

dalam Isjoni 2007: 12). Sedangkan Roger, dkk., dalam Huda (2011: 29) berpendapat

bahwa pembelajaran kooperatif merupakan aktivitas pembelajaran kelompok yang

diorganisir oleh satu prinsip bahwa pembelajaran harus didasarkan pada perubahan

informasi secara sosial diantara kelompok-kelompok belajar yang didalamnya

pembelajar bertanggung jawab atas pembelajarannya sendiri dan didorong untuk

meningkatkan pembelajaran anggota-anggota yang lain.


Sejalan dengan itu Anita dalam Widyantini (2008: 4) berpendapat bahwa model

pembelajaran kooperatif merupakan suatu model pembelajaran yang mengutamakan

adanya kelompok-kelompok didalamnya dengan menekankan kerjasama. Beberapa para

ahli menyatakan bahwa model kooperatif tidak hanya unggul dalam membantu siswa

memahami konsep yang sulit, namun juga sangan berguna untuk menumbuhkembangkan

kemampuan berfikir kritis, kerja sama, dan membantu taman (Isjoni, 2007: 29). Tujuan

pembelajaran kooperatif adalah hasil belajar akademik siswa meningkat, menumbuhkan

sikap toleransi dan penerimaan terhadap keanekaragaman dan siswa dapat

mengembangkan keterampilan sosial.

Berdasarkan pendapat para ahli tersebut, maka yang di maksud dengan

Cooperative learning adalah model pembelajaran dimana siswa belajar melalui

kelompok yang saling bekerja sama, dan saling ketergantungan positif di antara siswa

untuk mencapai tujuan pembelajaran. Aktivitas belajar berpusat pada siswa dalam bentuk

diskusi, sehingga interaksi belajar menjadi efektif dan siswa lebih termotivasi, percaya

diri, berpikir tingkat tinggi serta mampu membangun hubungan interpersonal.

2.7 Hipotesis Tindakan

Berdasarkan kajian pustaka di atas dirumuskan hipotesis penelitian tindakan kelas

sebagai berikut. “Apabila dalam pembelajaran matematika guru menerapkan

pembelajaran terpadu model connected dengan menggunakan media grafis serta

memperhatikan langkah-langkah pembelajaran secara tepat, maka akan meningkatkan

aktivitas dan hasil belajar matematika siswa kelas IV SDN 3 Gayau Sakti ”.

Anda mungkin juga menyukai